KEASLIAN DAN VARIABILITAS KARAKTERISTIK EKSTERNAL AYAM KAMPUNG DI DAERAH JAWA SKRIPSI BEDI FERLANGGA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PETERNAKAN BOGOR 2013 RINGKASAN BEDI FERLANGGA. D14070256. 2012. Keaslian dan Variabilitas Karakteristik Eksternal Ayam Kampung di Daerah Jawa. Skripsi. Program Studi Produksi Ternak. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota : Ir. Rini Herlina Mulyono, M.Si. : Dr. Rudi Afnan, S.Pt., M.Sc.Agr. Ayam Kampung merupakan ternak yang dipelihara masyarakat pedesaan dan pemeliharaanya tidak sulit dilakukan. Ayam kampung dipelihara sebagai tabungan bagi masyarakat pedesaan untuk memenuhi kebutuhan akan daging. Program upgrading yaitu penyilangan (perkawinan) ayam Kampung dengan ayam unggul Eropa dan Amerika (Rhode Island Red, White Leghorn dan Barred Plymouth Rock) diadakan pada masa PELITA I (Pembangunan Lima Tahun Tahap I) guna untuk mendapatkan bibit ayam seperti ayam ras unggul luar negeri yang tahan terhadap iklim di Indonedia. Hal ini berdampak pada keaslian genetik ayam Kampung yang ada di Indonesia. Keaslian ayam Kampung dapat dilihat dari karakteristik ekternal yang dimiliki ayam Kampung. Penelitian ini dilakukan di tiga lokasi yang berbeda yaitu di Desa Tanjung Manggu Sindangras, Imbanagara, Ciamis, Jawa Barat; di Desa Dampyak, Majasem Timur, Tegal, Jawa Tengah dan di Desa Duren Talun, Blitar, Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada pada bulan Desember 2011 sampai dengan Januari 2012. Materi yang digunakan adalah ayam Kampung pada kondisi dewasa tubuh, sebanyak 329 ekor yang terdiri atas 105 ekor jantan dan 224 ekor betina. Alat yang digunakan adalah tabel pengamatan, alat tulis, dan kamera digital. Pengamatan karakter genetik eksternal ayam Kampung meliputi jenis kelamin, warna bulu (putih/II atau Ii dan berwarna/ii); pola warna (hitam/EE atau Ee+ atau Ee, liar/ e+ e+ atau e+e, dan Colombian/ee); corak warna (lurik/ZBZB, ZBZb atau ZBW dan polos/ ZbZb atau ZBW); kilau warna (perak/ ZSZS, ZSZs atau ZBW); bentuk jengger (pea/PP atau Pp dan single/pp) dan warna shank (putih kuning/ ZIdZId, ZIdZid atau ZIdW, hitam abuabu/ ZidZid atau ZidW). Perhitungan frekuensi gen, laju introgresi ayam ras unggul luar negeri, kandungan gen asli, dan frekuensi gen asli digunakan untuk mengetahui keaslian gen ayam Kampung yang diamati berdasarkan karakteristik eksternal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua sifat asli (warna dasar berwarna, pola bulu liar, bentuk jengger pea, corak bulu polos, kilau warna emas dan warna shank hitam abu-abu) dimiliki ayam Kampung Ciamis, Tegal, dan Blitar. Hasil perhitungan frekuensi gen sifat bulu berwarna dan bentuk jengger pea bernilai tinggi, mengindikasikan bahwa keaslian ayam Kampung pada populasi ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar masih ditemukan. Lima dari enam sifat yang diamati (warna dasar berwarna, pola bulu liar, bentuk jengger pea, corak bulu polos, kilau warna emas, dan warna shank hitam abu-abu) ditemukan sama antara ayam Kampung Blitar dan ayam Kampung asli. Ayam Kampung Tegal memiliki kesamaan yang paling rendah. Ayam Kampung Ciamis, Tegal, dan Blitar memiliki tingkat keaslian yang tidak jauh berbeda yaitu 50%, 40%, dan 63% untuk masing-masing lokasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayam Kampung Blitar memiliki nilai frekuensi gen asli yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam Kampung Ciamis dan Tegal. Heterosigositas rataan karakteristik kualitatif eksternal pada ayam Kampung diperoleh sebesar 0,3813–0,4256. Keragaman yang masih tinggi pada ayam Kampung Ciamis, Tegal, dan Blitar memberikan peluang yang tinggi untuk dilakukan seleksi. Kata-kata kunci : ayam kampung, karakteristik eksternal dan sifat kualitatif iii ABSTRACT Authenticity and the Variability of the External Characteristics of Kampung Chicken in the Area of Java Ferlangga, B., R. H. Mulyono and R. Afnan This research collect basic data on the exsternal genetic characteristic of Kampung chickens includes feather color, feather pattern, feather feature, feather shine, shank color and comb shape. The aim of the research is to identify the of introgression of imported breed (Rhode Island Red, White Leghorn and Barred Plymouth Rock) and to identify the genetic variability of Kampung chickens. This research was done in December 2011 to January 2012 at the Tanjung village Manggu Sindangras, Imbanagara, Ciamis, West Java village Dampyak, East Majasem, Tegal, Central Java and in the village Talun Duren, Blitar, East Java. The material were 329 adult Kampung chickens consists of 105 males and 224 females. Calculation of gene frequencies, superior chicken introgressed rate abroad, the gene content of the original and the original gene frequencies are used to determine the authenticity of the Kampung chicken genes were observed based on external characteristics. Gene frequency of colored feathers and pea comb, form were founding high value, indicated that the authenticity of chicken Kampung populations in Ciamis, Tegal, and Blitar still maintained. Kampung chicken in Ciamis, Tegal and Blitar had a level of authenticity which are 50%, 40%, and 63%. The intensive selection is be carried out regarding the high diversity of Kampung chickens in Ciamis, Tegal, and Blitar. Keywords : kampung chicken, external characteristics and qualitative trait KEASLIAN DAN VARIABILITAS KARAKTERISTIK EKSTERNAL AYAM KAMPUNG DI DAERAH JAWA BEDI FERLANGGA D14070256 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 Judul : Keaslian dan Variabilitas Karakteristik Eksternal Ayam Kampung di Daerah Jawa Nama : Bedi Ferlangga NRP : D14070256 Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, Ir. Rini Herlina Mulyono, M.Si NIP: 19621124 198803 2 001 Dr. Rudi Afnan, S.Pt., M.Sc.Agr. NIP: 19680625 200801 1 010 Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. NIP: 19591212 198603 1 004 Tanggal Ujian : Tanggal Lulus : RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Bedi Ferlangga. Penulis dilahirkan pada tanggal 12 September 1988 di Palembang. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Mursadi Aries dan Ibu Bertha. Pendidikan dasar ditempuh di SD Negeri 147 Palembang pada tahun 2001. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SLTP Negeri 47 Palembang dan pendidikan lanjutan atas diselesaikan pada tahun 2006 di SMA Negeri 12 Palembang. Status mahasiswa pada Jurusan Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor diperoleh melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) pada tahun 2007. Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif pada Divisi Ruminansia Kecil HIMAPROTER (Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak) tahun 2008-2009. Penulis aktif sebagai ketua Divisi Pemeliharaan HIMAPROTER (Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak) tahun 2009-2010. KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabil`alamin, segala puji dan syukur Penulis ucapkan pada Allah S.W.T atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis berhasil menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengamatan Keaslian dan Variabilitas Ayam Kampung di Jawa Barat dan Jawa Tengah serta Jawa Timur. Skripsi yang ditulis ini merupakan hasil dari serangkaian penelitian yang dilakukan pada bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012. Ayam Kampung banyak dijumpai di daerah pedesaan dan hampir setiap rumah tangga memeliharanya. Namun masih banyak kendala usaha ayam Kampung seperti tingkat kematian yang tinggi hal ini disebabkan latar belakang pemeliharaannya adalah sekedar sebagai usaha sampingan. Upaya peningkatan mutu genetik diperlukan untuk meningkatkan potensi ayam Kampung. Keaslian ayam Kampung pada suatu daerah dapat diketahui dengan menghitung kandungan gen asli sehingga pemasukan gen ayam ras unggul luar negeri juga dapat diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keaslian ayam Kampung berdasarkan karakter genetik eksternal. Penulis berharap tulisan ini dapat menjadi sebuah referensi yang dapat memberikan informasi bagi pembaca untuk pengembangan peternakan ayam Kampung. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan skripsi ini belum sempurna. Besar harapan penulis tulisan ini bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang membutuhkan. Amin. Bogor, Februari 2013 Penulis DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ……………………………………………………………. ii ABSTRACT ……………………………………………………………… iv LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………… V LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………. Vi RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………. Vii KATA PENGANTAR ……………………………………………………. Viii DAFTAR ISI ……………………………………………………………... Ix DAFTAR TABEL ………………………………………………………... Xii DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………... Xiii DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………... Xiv PENDAHULUAN ………………………………………………………... 1 Latar Belakang ……………………………………………………. Tujuan …………………………………………………………….. 1 2 TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………….. 3 Klasifikasi Ayam …………………………………………………. Karakteristik Genetik Ayam ……………………………………… Sifat Kualitatif …………………………………………………….. Ayam Kampung …………………………………………………... Karakteristik Genetik ……………………………………... Karakteristik Warna dan Pola Bulu ………………………. Karakteristik Bentuk Jengger ……………………………... Karakteristik Warna Shank …………………………………… Populasi dan Hukum Keseimbangan Hardy-Weinberg …………... Variabilitas Genetik ………………………………………………. Heterosigositas ……………………………………………………. 3 4 4 4 5 6 8 9 9 9 10 MATERI DAN METODE ………………………………………………... 11 Lokasi dan Waktu ………………………………………………... Materi ……………………………………………………………... Ternak Percobaan …………………………………………. Alat ………………………………………………………... Prosedur …………………………………………………………... Rancangan dan Analisis Data …………………………………….. Perhitungan Frekuensi Gen Dominan dan Resesif Otosomal ………………………………………………….. Perhitungan Frekuensi Gen Alel Ganda ………………….. Perhitungan Frekuensi Gen Dominan Terkait Kromosom Kelamin …………………………………………………… Perhitungan Nilai Introgresi Ayam Ras Unggul Luar 11 11 11 11 11 18 18 18 19 Negeri ……………………………………………………... Kandungan Gen Asli Ayam Kampung …………………… Frekuensi Gen Asli Ayam Kampung (qN) ………………... Perhitungan Variabilitas Genetik dalam Populasi ………... Perhitungan Heterosigositas Harapan ( H ) ………………. Perhitungan Rata-Rata Heterosigositas Harapan per Individu (H) ………………………………………………. 19 19 20 20 20 HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………... 22 Keadaan Umum Lokasi Penelitian ……………………………….. Ciamis, Jawa Barat ……………………………………….. Tegal, Jawa Tengah ………………………………………. Blitar, Jawa Timur ………………………………………... Asumsi Kondisi Populasi Ayam Kampung Pengamatan …………. Karakter Genetik Eksternal Ayam Kampung Penelitian …………. Frekuensi Gen Pengontrol Karakteristik Genetik Eksternal ……… Laju Introgresi Ayam Ras Unggul Luar Negeri ………………….. Frekuensi Gen Asli ……………………………………………….. Variabilitas Genetik Ayam Kampung berdasarkan Karakteristik Kualitatif Eksternal ………………………………… 22 22 23 23 24 25 30 32 34 KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………... 37 Kesimpulan ……………………………………………………….. Saran ……………………………………………………………… 37 37 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 38 UCAPAN TERIMAKASIH ……………………………………………… 41 LAMPIRAN ……………………………………………………………… 42 21 35 ii DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Distribusi Ayam Kampung Penelitian ……………………………. 11 2. Distribusi Data Ayam dengan Karakter Genetik Eksternal Autosomal pada Kelompok Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar ……………………………………………………………… 3. Dominasi Warna Dasar dan Pola Warna Bulu serta Bentuk Jengger pada Ayam Kampung Penelitian Terdahulu dibandingkan dengan Penelitian ini ……………………………………………... 4. Distribusi Data Ayam dengan Karakter Genetik Eksternal Sexlinked pada Kelompok Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar ……………………………………………………………… 5. Derajat Dominasi Corak dan Kilau Warna Bulu serta Warna Shank pada Ayam Kampung Penelitian Terdahulu dibandingkan dengan Penelitian ini ……………………………………………... 6. Frekuensi Gen Dominan dan Resesif Karakteristik Eksternal pada Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar ……………………… 7. Rekapitulasi Pemunculan Fenotipik Terbanyak pada Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar yang Dibandingkan dengan Ayam Kampung Asli ……………………………………………... 8. Perbandingan Nilai Introgresi (Q) Bangsa Ayam Asing Rrode Island Red (RIR), White Leghorn (WL) dan Barred Plymouth Rock (BR) terhadap Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar … 9. Perbandingan Frekuensi Gen Asli yang Tidak Dimasuki Bangsa Ayam Unggul Eropa dan Amerika Rhode Island Red (RIR), White Leghorn (WL) dan Barred Plymouth Rock (BR) Terhadap Ayam Kampung pada Lokasi Penelitian ………………………………… 10. Heterosigositas Harapan per Individu (h) dan Rata-Rata � ) Ayam Kampung pada Lokasi Heterosigositas per Individu (H Penelitian …………………………………………………………. 26 27 28 29 31 32 32 35 36 DAFTAR GAMBAR Nomor 1. Illustrasi Ayam Hutan Merah Sumatra (Gallus gallus spadiceus) dan Ayam Hutan Merah Jawa (Gallus gallus bankiva) serta Ayam Hutan Hijau (Gallus varius) ………………………………………... Halaman 2. Illustrasi Ayam Rhode Island Red ……………………………………… 3 5 3. Illustrasi Ayam White Leghorn …………………………………………. 6 4. Illustrasi Ayam Barred Plymouth Rock ………………………………... 6 5. Corak dan Kilau Warna Bulu pada Plymouth Rock dan Wyandotte .. 7 6. Pola Warna Bulu Kolombian pada Plymouth Rock dan Wyandotte .. 7 7. Illustrasi Bentuk Jengger Single dan Pea pada Ayam ……………... 8 8. Warna Bulu Ayam Kampung pada Jantan dan Betina ……………... 12 9. Pola Warna Ayam Kampung pada Jantan dan Betina ……………... 13 10. Corak Warna Ayam Kampung pada Jantan dan Betina ……………. 14 11. Kilau Warna Ayam Kampung pada Jantan dan Betina …………….. 15 12. Bentuk Jengger Ayam Kampung pada Jantan dan Betina …………. 16 13. Warna Shank Ayam Kampung pada Jantan dan Betina ……………. 17 14. Peta Lokasi Desa Tanjung Manggu, Sindangsara, Kabupaten Ciamis, Jawa barat …………………………………………………. 23 15. Desa Dampyak, Mejasem Timur, Tegal Jawa Tengah …………….. 24 16. Desa Duren, Talun, Blitar, Jawa Timur…………………………….. 25 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Distribusi Individu dengan Karakter Genetik Eksternal Sifat Autosomal Ayam Kampung pada Tiga Lokasi Penelitian ………… 43 2. Distribusi Individu dengan Karakter Genetik Eksternal Sifat Terpaut Kelamin pada Tiga Lokasi Penelitian …………………….............. 44 3. Perhitungan Frekuensi Gen Warna Bulu Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar …………………………………………………….. 45 4. Perhitungan Frekuensi Gen Pola Bulu Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar ……………………………………………………........... 46 5. Perhitungan Frekuensi Gen Corak Bulu Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar …………………………………………………….. 47 6. Perhitungan Frekuensi Gen Kerlip Bulu Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar …………………………………………………….. 48 7. Perhitungan Frekuensi Gen Warna Shank Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar …………………………………………………….. 49 8. Perhitungan Frekuensi Gen Bentuk Jengger Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar ……………………………………………............. 50 9. Perhitungan Nilai Introgresi (Q) Bangsa Ayam Asing Rrode Island Red (SR), White Leghorn (WL) dan Barred Plymouth Rock (BR) terhadap Ayam Kampung pada Lokasi Penelitian …………………. 51 10. Perhitungan Frekuensi Gen Asli yang Tidak Dimasuki Bangsa Ayam Unggul Eropa dan Amerika Rhode Island Red (SR), White Leghorn (WL) dan Barred Plymouth Rock (BR) terhadap Ayam Kampung pada Lokasi Penelitian ………………………………….................. 52 11. Perhitungan Heterosigositas (h) pada Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar ……………………………………………………........... 54 12. Tabel Pengamatan Karakteristik Eksternal Ayam Kampung……….. 56 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan gizi masyarakat Indonesia terutama masyarakat pedesaan, salah satunya dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi produk ayam Kampung berupa telur dan daging. Hal ini disebabkan pemeliharaan ayam Kampung relatif mudah dan tidak membutuhkan modal besar, disamping ayam Kampung memiliki kemampuan beradaptasi baik dengan lingkungan tempat hidup. Ayam Kampung dapat memanfaatkan limbah dapur sehingga kepemilikan ayam Kampung di pedesaan hampir ditemukan pada setiap keluarga. Ayam Kampung merupakan jenis ayam lokal yang dapat dijadikan sebagai tabungan hidup, terutama pada masyarakat pedesaan. Populasi ayam Kampung menurut Badan Pusat Statistik (2009) adalah 244.964 ribu ekor pada tahun 2009. Kematian karena penyakit pada ayam Kampung tidak berakibat pada kemusnahan ayam Kampung. Hal tersebut dapat terjadi karena keragaman sifat resitensi terhadap penyakit pada ayam Kampung masih tinggi. Secara genetik ayam Kampung masih beragam pada sifat tersebut. Keragaman genetik yang masih tinggi pada ayam Kampung juga diperlihatkan dengan antara lain keragaman fenotipik pada sifat warna bulu. Keaslian ayam Kampung dapat diketahui dari keragaman warna bulu yang dimiliki, bentuk jengger dan warna shank. Pemunculan warna bulu, bentuk jengger dan warna shank yang bukan merupakan karakteristik asli ayam Kampung; mengindikasikan bahwa ayam Kampung yang dipelihara sudah dicemari darah ayam ras luar negeri. Darah yang mencemari ayam Kampung lebih disebabkan kebijakan pemerintah dalam upaya meningkatkan gizi masyarakat dengan menghadirkan ayam ras luar negeri pada masa PELITA I (Pembangunan Lima Tahun I) pada tahun 1969. Introduksi ayam ras luar negeri yang pada awalnya ditujukan untuk peningkatan ketersedian kebutuhan protein hewani masyarakat, tidak disertai dengan pencegahan pencemaran darah asli ayam Kampung; sehingga berakibat pada pemunculan sifatsifat kualitatif yang bukan merupakan sifat asli ayam Kampung. Bergantung pada tingkat aktivitas peternak menyilang-nyilangkan ayam Kampung dengan ayam ras luar negeri, berakibat pada frekuensi kemunculan gen warna bulu asli dan bukan asli; berbeda dari daerah ke daerah lain. Keaslian ayam Kampung pada suatu daerah dapat ditentukan dengan menghitung kandungan gen asli yang dikandung sehingga pemasukan gen ayam ras unggul luar negeri juga dapat ditentukan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keaslian ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar berdasarkan karakter genetik eksternal yang meliputi pola, corak dan kilau warna bulu, warna shank dan bentuk jengger. Heterosigositas rata-rata pada sifat genetik eksternal pada setiap ayam Kampung pengamatan untuk mengetahui nilai variabilitas pada ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar. . 2 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ayam Klasifikasi bangsa ayam menurut Myers (2001) yaitu kingdom Animalia (hewan); filum Chordata (hewan bertulang belakang); kelas Aves (burung); ordo Galliformes; famili Phasianidae; genus Gallus (ayam); spesies Gallus domesticus (ayam yang didomestikasi). Sulandari et al. (2007) menyatakan bahwa ayam hutan (a) Gallus gallus bankiva (b) Gallus gallus spadiceus (c) Gallus varius Gambar 1. Illustrasi (a) Ayam Hutan Merah Sumatera (Gallus gallus spadiceus) (b) Ayam Hutan Merah Jawa (Gallus gallus bankiva) (c) Ayam Hutan Hijau (Gallus varius) Sumber : Avianweb (2010) merah Sumatra (Gallus gallus spadiceus), ayam hutan merah Jawa (Gallus gallus bankiva) dan ayam hutan hijau (Gallus varius) merupakan ayam hutan. Dijelaskan lebih lanjut bahwa ayam lokal Indonesia berjarak genetik yang lebih dekat dengan ayam hutan merah (Gallus gallus gallus) dan ayam hutan merah Jawa (Gallus gallus javanicus) dibandingkan ayam hutan hijau (Gallus varius). Gambar 1 menyajikan ilustrasi ayam hutan merah (Gallus gallus gallus) dan ayam hutan merah Jawa (Gallus gallus javanicus) serta ayam hutan hijau (Gallus varius). Sifat Kualitaitf Sifat kualitatif adalah sifat yang dapat dibedakan dengan jelas seperti warna bulu, sifat tanduk dan tidak bertanduk, cacat (kelainan) atau protein-protein tertentu dalam darah. Seekor hewan dapat jelas dikelompokkan atas dasar sifat kualitatif. Sifat kualitatif bila dibandingkan dengan sifat kuantitatif (sifat produksi) kurang bernilai ekonomi (Martojo, 1992). Sifat kualitatif dipengaruhi satu atau beberapa pasang gen yang bersifat non-aditif dan sedikit sekali dipengaruhi lingkungan serta diklasifikasikan ke dalam satu atau lebih kelompok yang memiliki perbedaan jelas antara satu sama lain (Noor, 2004). Ayam Kampung Ciri-ciri ayam Kampung menurut Mansjoer (1985) adalah berukuran tubuh kecil dan laju pertumbuhan lambat jika dibandingkan dengan ayam ras luar negeri. Perbedaan lain adalah mutu genetik ayam Kampung belum ditingkatkan, tetapi memiliki asal-usul yang sama yaitu ayam hutan. Menurut Hardjosubroto dan Astuti (1977), ayam Kampung dikenal sebagai ayam sayur yang masih setengah liar. Ayam Kampung dapat dijumpai di seluruh pelosok Indonesia. Dijelaskan lebih lanjut bahwa ayam Kampung memiliki tubuh kecil, produktivitas rendah, bobot badan relatif ringan serta memiliki sifat keindukan dan mengeram yang baik. Mansjoer (1985) menyatakan bahwa ayam Kampung yang dipelihara di pedesaan secara tradisional mencapai dewasa kelamin pada umur 6-7 bulan, dengan bobot badan dewasa berkisar 1,4-1,6 kg; produksi telur 10 butir per periode bertelur atau 40-45 butir/tahun. 4 Karakteristik Genetik Ayam domestikasi memiliki 78 buah kromosom yang terdiri atas 38 pasang otosom (kromosom tubuh) dan sepasang kromosom kelamin (Lasley, 1978). Menurut Weiner (1994), susunan kromosom kelamin pada ayam berkebalikan dengan kromosom mamalia. Ayam betina memiliki dua buah kromosom kelamin yang berbeda (ZW), sedangkan pada jantan sama (ZZ). Stanfield (1985) menyatakan bahwa ayam jantan disebut juga homogametic male, sedangkan betina heterogametic female. Ayam Kampung di Indonesia memiliki 50% gen asli dengan ciri-ciri pola bulu liar (e+), kerlip bulu keemasan (ZS), warna shank hitam (Zid) dan bentuk jengger pea (P), sedangkan 50% sisanya merupakan campuran dari bangsa ayam unggul Eropa dan Amerika seperti Australope, New Hampshire, White Cornish, Rhode Island Red, White Leghorn dan Barred Plymouth Rock (Nishida et al., 1980). Menurut Nishida et al. (1980), gen I dan B pada ayam Kampung menunjukkan introgresi (pemasukan darah) ayam ras unggul luar negeri. Gen pengontrol karakteristik genetik eksternal pada Rhode Island Red, White Leghorn dan Barred Plymouth Rock berturut-turut adalah ii ee ss bb IdId pp, II EE SS bb IdId pp dan II EE SS BB IdId pp; sedangkan ayam Kampung adalah ii e+e+ ss bb idid PP, yaitu dengan fenotip bulu berwarna, pola bulu liar dan keemasan, warna shank (ceker) hitam atau abu-abu dan bentuk jengger pea (kacang kapri). Gambar 2 menyajikan illustrasi ayam unggul Rhode Island Red. Gambar 3 menyajikan illustrasi ayam unggul White Leghorn. Gambar 4 menyajikan illustrasi ayam unggul Barred Plymouth Rock. Gambar 2. Illustrasi Ayam Rhode Sumber: Sarawikinia (2009) 5 Gambar 3. Illustrasi Ayam White Leghorn Sumber: University of Oklahoma State (1996) Gambar 4. Illustrasi Ayam Barred Plymouth Rock Sumber: Sarawikinia (2009) Karakteristik Warna dan Pola Bulu Pewarnaan pada bulu unggas dipengaruhi pigmen karoten dan melanin. Pigmen karoten memberi warna kuning dan jingga sedangkan pigmen melanin memberi warna hitam dan merah pada bulu unggas, bila kedua pigmen tersebut tidak ditemukan maka warna bulu putih polos yang akan dimunculkan (Stevens, 1991). Hutt (1949) menyatakan bahwa gen warna bulu yang bersifat dominan (I) ditemukan pada bangsa ayam White Leghorn, Pile Games dan La-Baesse. Gen tersebut secara genetik diwariskan menyimpang dari hukum Mendel. Chuan (2006) menyatakan bahwa warna bulu putih bersifat dominan penuh yang berasal dari ayam White Leghorn. Karakteristik ini dikenal dengan simbol I (inhibitor untuk warna putih). Dijelaskan lebih lanjut bahwa sifat inhibitor merupakan sifat dominan tidak lengkap pada keadaan heterosigot (Ii). Sifat inhibitor (I) dapat menghambat produksi melanin pada pewarnaaaan bulu ayam (Stevens, 1991). Mansjoer (1985) menyatakan bahwa gen I (warna bulu putih), B (warna bulu lurik) dan S (kilau bulu perak) yang 6 ditemukan pada frekuensi rendah pada ayam Kampung, juga dimiliki ayam White Leghorn dan Barred Plymouth Rock. Gambar 5. menyajikan corak dan kilau warna bulu pada ayam White Leghorn dan Barred Plymouth Rock. Gambar 5 menyajikan corak dan kilau warna bulu pada Plymouth Rock dan Wyandotte. (a) (b) Gambar 5. Corak dan Kilau Warna Bulu pada (a) Plymouth Rock (B) Wyandotte Sumber: Chicksinthecity (2011), backyardpoultry (2009). Pola warna bulu dipengaruhi distribusi pigmen eumelanin, yaitu faktor pendistribusi eumelanin dan faktor penghambat eumelanin (Stevens, 1991). Hutt (1949) menyatakan bahwa warna hitam polos yang diekpresikan pada penampilan bulu hitam di seluruh bagian bulu dan terlihat pada permukaan bulu yang dibatasi pada leher, bulu besar sayap dan ekor; dikendalikan gen E. Warna bulu kolombian pada Plymouth Rock dan Wyandotte adalah gen otosomal resesif (e) yang terekspresi dalam keadaan homozigot. Mansjoer (1985) melaporkan bahwa sebagian besar ayam Kampung memiliki pola warna bulu tipe liar dengan genotip e+e+ atau e+e yang ditulis e+_ dan warna bulu pola kolombian dengan genotip ee. Gambar 6 menyajikan pola warna bulu kolombian pada Plymouth Rock dan Wyandotte. Gen kerlip bulu keperakan (S) dan keemasan (s) merupakan gen terkait kelamin atau sex-linked (Hutt, 1949). Gen hitam dan putih dapat mempengaruhi gen keperakan dan keemasan dengan persilangan berulang antara ayam Brown Leghorn dan Collumbian Wyandotte melalui uji perkawinan (Hutt, 1949). Kusuma (2002) melaporkan bahwa persentase kerlip bulu perak ditemukan pada ayam Kampung sebesar 69,81%. 7 (a) (b) Gambar 6. Pola Warna Bulu Kolumbian pada (a) Plymouth Rock (b) Wyandotte Sumber: Chickensrule (2012), Backyards chickens (2012) Gen kerlip bulu keperakan (S) dan keemasan (s) merupakan gen terkait kelamin atau sex-linked (Hutt, 1949). Gen hitam dan putih dapat mempengaruhi gen keperakan dan keemasan dengan persilangan berulang antara ayam Brown Leghorn dan Collumbian Wyandotte melalui uji perkawinan (Hutt, 1949). Kusuma (2002) melaporkan bahwa persentase kerlip bulu perak ditemukan pada ayam Kampung sebesar 69,81%. Karakteristik Bentuk Jengger Bentuk jengger terdiri atas single, rose, pea, chusion, buttercup, strawberry dan V-shaped. Jengger rose dan pea dominan terhadap jengger single. Ayam dengan Gambar 7. Illustrasi Bentuk Jengger (A) Single pada Ayam Jantan (B) Single pada Ayam Betina (C) Pea pada Ayam Jantan (D) Pea pada Ayam Betina Sumber: GeoChemBio (2009) 8 jengger rose dan pea bila disilangkan akan menghasilkan hibrida dengan bentuk jengger walnut (Ensminger, 1992). Alel R maupun P dimiliki ayam yang berjengger buah kenari atau walnut. Jika ayam hanya memiliki alel R, maka ayam tersebut berjengger rose, dan jika hanya memiliki alel P, maka jengger ayam tersebut berbentuk kacang kapri. Jika ayam tidak memiliki alel R dan P, maka ayam tersebut berjengger tunggal atau single (Minkema, 1993). Frekuensi bentuk jengger pea ditemukan tinggi pada ayam Kampung (Kusuma, 2002). Gambar 7 menyajikan illustrasi bentuk jengger ayam single dan pea. Karakteristik Warna Shank Perbedaan warna shank pada unggas disebabkan perbedaan kombinasi pigmen pada lapisan atas dan bawah kulit (Ensminger, 1992). Dijelaskan lebih lanjut bahwa pigmen karoten pada epidermis menghasilkan shank kuning, sedangkan pigmen melanin pada epidermis menghasilkan shank hitam. Bila kedua pigmen tersebut tidak ditemukan, maka akan menghasilkan shank putih (Ensminger, 1992). Pigmentasi merupakan salah satu kriteria untuk menentukan kelas ayam (Jacob dan Pescatore, 2012). Frekuensi shank hitam abu-abu memiliki nilai yang tinggi pada ayam Kampung (Sartika et al., 2008). Warna shank merupakan sifat dengan pewarisan terpaut kelamin (sex-linked) Chuan (2006). Populasi dam Hukum Keseimbangan Hardy-Weinberg Populasi adalah kelompok besar individu yang memiliki bangsa dan spesies tertentu (Noor, 2004). Menurut Noor (2004) keseimbangan Hardy-Weinberg pada frekuensi gen dominan dan resesif pada suatu populasi yang cukup besar tidak akan berubah dari satu generasi ke generasi lainnya jika tidak ada seleksi, migrasi, mutasi, dan genetic drift. Keadaan populasi yang demikian disebut dalam keadaan equilibrium (dalam keadaan seimbang). Variabilitas Genetik Keragaman genetik adalah perbedaan genotipe antara individu-individu ternak yang tidak memiliki hubungan kekerabatan (Noor, 2004). Menurut Hashiguchi et al. (1982) variabilitas genetik dalam suatu populasi ditentukan dengan menghitung proporsi lokus polimorfik (Ppoly), rata-rata heterosigositas harapan per � ) dan jumlah alel-alel efektif per lokus (Ne). individu (H 9 Heterosigositas Menurut Nei (1987), heterosigositas didefinisikan sebagai keragaman yang dihitung berdasarkan frekuensi gen pada populasi yang melakukan perkawinan secara acak. Rata-rata heterosigositas harapan per individu adalah rata-rata proporsi heterosigositas per lokus pada populasi yang melakukan perkawinan secara acak. Jika dua alel pada kromosom homolog terdiri atas jenis yang berbeda, maka individu tersebut memilikin genotip heterosigot (Weiner, 1994). Menurut Ardiansyah (2001), perbedaan heterosigositas warna bulu ayam Kampung antara Kampung Ciletuh Ilir dan Cengal Kecamatan Leuwiliang diduga terjadi karena perlakuan peternak di Kampung Ciletuh Ilir lebih mengarah ke seleksi terhadap pola wama bulu kolumbian, melalui proses seleksi tersebut menyebabkan heterosigositas ayam Kampung di Kampung Ciletuh Ilir menurun, walaupun proses seleksi tersebut belum terproses dengan baik. Hasil penelitian Hamdiah (2005) menyatakan bahwa nilai heterosigositas rataan sifat genetik eksternal pada ayam Kampung berkisar antara 0,3204-0,3755. 10 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan Januari 2012. Penelitian dilaksanakan di desa Tanjung Manggu Sindangras, Imbanagara, Ciamis, Jawa Barat; di desa Dampyak, Majasem Timur, Tegal, Jawa Tengah, dan di desa Duren Talun, Blitar, Jawa Timur. Materi Ternak Percobaan Materi yang digunakan adalah ayam Kampung pada kondisi dewasa tubuh (umur 6-7 bulan dan bobot badan berkisar 1,4-1,6 kg), sebanyak 329 ekor yang terdiri atas 105 ekor jantan dan 224 ekor betina. Tabel 1 menyajikan jumlah jantan dan betina pada masing-masing lokasi penelitian. Tabel 1. Distribusi Ayam Kampung Penelitian Jenis Kelamin Ciamis Tegal Blitar -----------------------------------(ekor)---------------------------------♂ 48 20 37 ♀ 54 89 81 Total 102 109 118 Keterangan: ♂= Jantan; ♀= Betina Alat Alat yang digunakan adalah tabel pengamatan, alat tulis dan kamera digital. Tabel pengamatan berisi data mengenai sifat genetik eksternal ayam Kampung, yang meliputi warna bulu, pola warna, corak warna, kilau warna, bentuk jengger dan warna shank. Prosedur Pengamatan karakter genetik eksternal ayam Kampung meliputi jenis kelamin, warna bulu, pola warna, corak warna, kilau warna, bentuk jengger dan warna shank. Warna bulu meliputi bulu berwarna (selain putih) dan putih. Gambar 8 menyajikan warna bulu ayam Kampung jantan dan betina. (a) Bulu Putih pada Jantan (b) Bulu Berwarna pada Jantan (d) Bulu Berwarna pada Betina (c) Bulu Putih pada Betina Gambar 8. (d) Bulu Berwarna pada Betina Warna Bulu Ayam Kampung (a) Bulu Putih pada Jantan (b) Bulu Berwarna pada Jantan (c) Bulu Putih pada Betina (d) Bulu Berwarna pada Betina Sumber: Dinas Peternakan (2011) Pola warna bulu meliputi hitam, liar dan kolumbian. Gambar 9 menyajikan illustrasi ayam Kampung dengan pola warna bulu hitam, liar dan kolumbian. Corak warna bulu meliputi burik dan polos. Gambar 10 menyajikan illustrasi ayam Kampung dengan corak warna bulu burik dan polos. Kilau warna bulu meliputi perak dan emas. Gambar 11 menyajikan illustrasi ayam Kampung dengan kilau warna bulu perak dan emas. Bentuk jengger meliputi kacang kapri dan tunggal. Gambar 12 menyajikan illustrasi ayam Kampung dengan bentuk jengger kacang kapri dan tunggal. Warna shank meliputi kuning putih dan hitam abu-abu. Gambar 12 13 menyajikan illustrasi ayam Kampung dengan warna shank kuning putih dan hitam abu-abu. (a) Hitam pada Jantan (c) Liar pada Jantan (e) Kolombian pada Betina (b) Kolombian pada Jantan (d) Hitam pada Betina (f) Liar pada Betina Gambar 9. Pola Warna Ayam Kampung pada Jantan dan Betina (a) Hitam pada Jantan (b) Kolumbian pada Jantan (c) Liar pada Jantan (d) Hitam pada Betina (e) Kolumbian pada Betina (f) Liar pada Betina Sumber : Dinas Peternakan (2011) 13 (a) Burik pada Jantan (b) Polos pada Jantan (c) Burik pada Betina (d) Polos pada Betina Gambar 10. Corak Warna Ayam Kampung pada Jantan dan Betina (a) Burik pada Jantan (b) Polos pada Jantan (c) Burik pada Betina (d) Polos pada Betina 14 (a) Perak pada Jantan (c) Perak pada Betina (b) Emas pada Jantan (d) Emas pada Betina Gambar 11. Kilau Warna Ayam Kampung pada Jantan dan Betina (a) Perak pada Jantan (b) Emas pada Jantan (c) Perak pada Betina (d) Emas pada Betina Sumber : Dinas Peternakan (2011) 15 (a) Bentuk Jengger Pea pada Jantan (c) Bentuk Jengger Pea pada Betina (b) Bentuk Jengger Single pada Jantan (d) Bentuk Jengger Single pada Betina Gambar 12. Bentuk Jengger Ayam Kampung pada Jantan dan Betina (a) Bentuk Jengger Pea pada Jantan (b) Bentuk Jengger Single pada Jantan (c) Bentuk Jengger Pea pada Betina (d) Bentuk Jengger Single pada Betina Sumber: Dinas Peternakan (2011) 16 (a) Shank Kuning Putih pada Jantan (b) Shank Hitam Abu-Abu pada Jantan Shank Hitam Abu-Abu pada Betina (c) Shank Kuning Putih pada Betina (d) Shank Hitam Abu-Abu pada Betina Gambar 13. Warna Shank Ayam Kampung pada Jantan dan Betina (a) Shank Kuning Putih pada Jantan (b) Shank Hitam Abu-Abu pada Jantan (c) Shank Kuning Putih pada Betina (d) Shank Hitam Abu-Abu pada Betina Sumber : Dinas Peternakan (2011) Pada penelitian ini diasumsikan bahwa gen-gen yang mewakili sifat tersebut pada masing-masing populasi ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar dalam keadaan kesetimbangan Hardy-Weinberg. Frekuensi gen sifat-sifat tersebut dihitung berdasarkan Stanfield (1982). Laju introgresi, kandungan gen asli dan frekuensi gen asli ayam Kampung pada masing-masing lokasi pengamatan, dihitung berdasarkan Nishida et al. (1980). 17 Pendugaan nilai variabilitas genetik pada masing-masing lokasi penelitian ditentukan dengan menggunakan rumus hetrosigositas harapan per individu (h) dan � ). rata-rata heterosigositas harapan per individu (H Perhitungan dilakukan berdasarkan Hasiguchi et al. (1982). Jarak genetik antara populasi ayam Kampung pada lokasi pengamatan dihitung berdasarkan metode Nei (1987). Rancangan dan Analisis Data Perhitungan Frekuensi Gen Dominan dan Resesif Otosomal Gen dominan otosomal dihitung berdasarkan rumus Stanfield (1982) sebagai berikut: q = �q2 p =1 - q Keterangan: q = frekuensi gen resesif otosomal p = frekuensi gen dominan otosomal Perhitungan tersebut dilakukan pada sifat warna bulu dan bentuk jengger. Gen dominan warna bulu putih dan gen resesif bulu berwarna dihitung pada sifat warna bulu; sedangkan gen dominan bentuk jengger kacang kapri dan gen resesif bentuk jengger tunggal dihitung pada sifat bentuk jengger. Perhitungan Frekuensi Gen Alel Ganda Frekuensi gen alel ganda dihitung menggunakan rumus Stanfield (1982) sebagai berikut: r = √r 2 q= �q + r 2 - r p= 1-q-r Keterangan: p= frekuensi gen alel I ; q= frekuensi gen alel II dan r= frekuensi gen alel III Perhitungan tersebut dilakukan pada sifat pola warna bulu. Gen hitam dominan penuh terhadap gen liar dan gen kolumbian. Gen liar dominan terhadap gen kolumbian. 18 Perhitungan Frekuensi Gen Dominan Terkait Kromosom Kelamin Frekuensi gen dominan terkait kelamin dihitung berdasarkan rumus yang disarankan oleh Stanfield (1982) sebagai berikut: p = frekuensi gen dominan pada betina = betina dengan ekspresi gen dominan ∑ selutuh betina q = frekuensi gen resesif pada betina = 1 – p r= 1–p Keterangan: perolehan p dan q berlaku juga pada populasi ayam jantan Perhitungan tersebut dilakukan pada sifat corak warna bulu, kilau warna bulu dan warna shank. Gen dominan corak warna bulu burik dan gen resesif corak warna bulu polos dihitung pada sifat corak warna bulu. Gen dominan kilau warna bulu perak dan gen resesif kilau warna bulu emas dihitung pada sifat kerlip warna bulu. Gen dominan warna shank kuning-putih dan gen resesif warna shank hitam-abu-buhijau dihitung pada sifat warna shank. Perhitungan Nilai Introgresi Ayam Ras Unggul Luar Negeri Gen bangsa ayam unggul yang mempengaruhi ayam Kampung dihitung berdasarkan rumus yang disarankan oleh Nishida et al. (1980) sebagai berikut: QWL = q Id QNH = q Id - q B QBR = q B - q I Keterangan: QWL = nilai introgresi ayam White Leghorn QNH = nilai introgresi ayam New Hampshire QBR = nilai introgresi ayam Barred Plymouth Rock qI = frekuensi gen warna putih qB = frekuensi gen corak bulu lurik q Id = frekuensi gen warna shank kuning atau putih Kandungan Gen Asli Ayam Kampung Perhitungan kandungan gen asli ayam Kampung dilakukan berdasarkan rumus Nishida et al. (1980) sebagai berikut: 1 - (QWL + QNH + QBR) = I - q Id 19 Keterangan: QWL = gen yang berasal dari bangsa White Leghorn QNH = gen yang berasal dari bangsa New Hampshire QBR = gen yang berasal dari bangsa Barred Plymouth Rock Frekuensi Gen Asli Ayam Kampung (qN) Perhitungan frekuensi gen asli ayam lokal yang tidak mendapat gen yang berasal dari ayam ras q(N) sebagai berikut: qE(N) = qE - qB qs(N) = qs -QNH qe+(N) = qe+ qid(N) = qid qe = qe - QNH qp(N) = qp – qId qs(N) = qs- qB qP(N) = qp Keterangan: QNH= gen yang berasal dari bangsa New Hampshire qE = frekuensi gen pola bulu hitam qe+ = frekuensi gen pola bulu tipe liar qe = frekuensi gen pola bulu kolubian qB = frekuensi gen corak bulu lurik qid = frekuensi gen warna shank kuning/putih qid = frekuensi gen warna shank hitam/abu-abu qp = frekuensi gen bentuk jengger kapri qp = frekuensi gen bentuk jengger tunggal Perhitungan Variabilitas Genetik dalam Populasi Variabilitas genetik dalam populasi ditentukan menggunakan rumus rata-rata � ). Rata-rata heterosigositas harapan per heterosigositas harapan per individu (H � ) dihitung berdasarkan Hashiguchi et al. (1982). Perhitungan variabilitas individu (H genetik dilakukan pada populasi ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar �) Perhitungan Heterosigositas Harapan (H Heterosigositas harapan dihitung menggunakan rumus: n � = 1 − � qi2 H i 20 Keterangan: � = heterosigositas harapan per individu H qi = frekuensi gen ke-i Perhitungan Rata-Rata Heterosigositas Harapan per Individu (H) Rata-rata heterosigositas harapan per individu diperoleh dari pembagian antara jumlah total heterosigositas harapan per individu dalam populasi dibagi dengan jumlah lokus yang diamati. Rata-rata heterosigositas harapan per individu � ) dihitung dengan menggunakan rumus H �= (H Keterangan: ∑h r � = rata-rata heterosigositas harapan per individu H r = jumlah lokus Simpangan baku (SE) heterosigositas dan rata-rata hetrosigositas dihitung sebagai akar dan ragam menurut rumus yang disarankan oleh Nei (1987): 2 SE (h) = �2n(2n−1) {2(2n − 2)[∑ qi2 − (∑ qi2 )2 ] + ∑ qi2 − (∑ qi2 )2 } Keterangan: SE(h) = simpangan baku heterosigositas n = jumlah ayam yang diamati qi = frekuensi gen ke-i 2 �2 � ) = �∑ hi −rH SE(H r(r−1) Keterangan: � ) = simpangan baku rata-rata heterosigositas SE(H R = jumlah lokus yang diamati hi = heterosigositas tiap lokus 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Ciamis, Jawa Barat Kabupaten Ciamis merupakan daerah dataran tinggi yang memiliki luasan sekitar 244.479 Ha. Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak pada koordinat 108o 20"-108o 40" BT dan 7o 40" 20"-7o 41" 20" LS, rataan suhu harian per tahun 2030 oC; dengan tingkat kelembaban udara 75,8% (Dinas Propinsi Jawa Barat, 2010). Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tanjung Manggu, Sindangrasa, Imbanagara Ciamis, Jawa Barat. Gambar 14 menyajikan peta lokasi Desa Tanjung Manggu, Sindangsara, Kabupaten Ciamis. Gambar 14. Peta Lokasi Desa Tanjung Manggu, Sindangsara, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat Mata pencarian masyarakat Desa Tanjung Manggu merupakan petani sebagai mata pencarian utama dan peternak ayam Kampung dengan pemeliharaan secara semi-intensif. Kandang ayam dibangun di pekarangan rumah. Ayam Kampung dilepas pada pagi hari dan dikandangkan pada malam hari. Pakan ayam Kampung terdiri atas sisa-sisa dapur yang dicampur dengan dedak padi yang diberikan pada setiap pagi hari, sebelum ayam dilepas. Ayam Kampung mencari pakan sendiri pada saat dilepas. Vitamin juga diberikan sesekali, sehingga pemberiannya tidak secara rutin. Bibit ayam Kampung merupakan hasil tetasan sendiri. Tegal, Jawa Tengah Kabupaten Tegal memiliki luasan wilayah daratan sebesar 87.879 Ha dan lautan 121,50 km2. Secara geografis terletak pada 108o 57'6"-109o 21'30" BT dan antara 60o 50'41"-7o 15'30" LS, rata-rata suhu harian per tahun 26,9 oC dengan kelembaban udara 82% (Dinas Pemerintah Kabupaten Tegal, 2011). Penelitian ini dilakukan di Desa Dampyak, Mejasem Timur, Tegal Jawa Tengah. Gambar 15 menyajikan peta lokasi Desa Dampyak, Mejasem Timur, Tegal Jawa Tengah. Gambar 15. Desa Dampyak, Mejasem Timur, Tegal Jawa Tengah. Desa Dampyak merupakan desa dengan mata pencarian utama masyarakat sebagai petani dengan lahan persawahan yang sangat luas. Mata pencaharian sampingan masyarakat adalah peternak ayam Kampung. Ayam Kampung dipelihara secara semi-intensif dengan kandang dibangun di pekarangan rumah dan sebagian tanpa bangunan kandang, ayam Kampung yang dipelihara beristirahat di dalam rumah yaitu pada bagian dapur atau bertengger pada pohon-pohon di pekarangan rumah. Ayam Kampung diberi pakan sisa-sisa dapur pada pagi hari, sebelum dilepas sampai kembali ke kandang pada sore hari. Bibit ayam Kampung ditetaskan sendiri. Blitar, Jawa Timur Kabupaten Blitar memiliki ketinggian sekitar 167 m dpl. Luasan Kabupaten Blitar adalah 1.588,79 km2. Kabupaten Blitar terletak di sebelah selatan garis 23 khatulistiwa yaitu pada 111o40'-112o10' BT dan 78o58'-8o9' LS. Kabupaten Blitar terletak pada kawasan selatan yang berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia. Suhu harian per tahun berkisar antara 18-30 oC dengan kelembaban 60%-94% (Dinas Pemerintah Kabupaten Blitar, 2011). Penelititian dilakukan di Desa Duren, Talun, Blitar, Jawa Timur. Desa Duren merupakan suatu desa yang kecil dengan ladang persawahan yang luas. Gambar 16 menyajikan peta lokasi Desa Duren, Talun, Blitar, Jawa Timur. Gambar 16. Desa Duren, Talun, Blitar, Jawa Timur. Mata pencaharian masyarakat Desa Duren adalah petani dan peternak. Ternak yang dipelihara para peternak adalah kambing, sapi dan ayam Kampung. Ayam Kampung dipelihara secara semi-intensif sampai ayam Kampung mencapai bobot potong. Ayam Kampung diberi makan berupa sisa-sisa dapur yang dicampur dengan dedak padi dan jagung serta diberi vitamin sesekali. Bibit ayam Kampung yang dipelihara merupakan hasil tetasan sendiri. Ayam Kampung yang dipelihara dilepas pada pagi hari dan dikandangkan pada malam hari. Asumsi Kondisi Populasi Ayam Kampung Pengamatan Populasi ayam Kampung pada penelitian ini diasumsikan pada kondisi keseimbangan Hardy-Weinberg. Noor (2004) menyatakan bahwa frekuensi gen dominan dan resesif pada suatu populasi yang cukup besar tidak akan berubah dari satu generasi ke generasi lain jika tidak ditemukan seleksi, migrasi, mutasi dan 24 genetic drift. Populasi ayam Kampung yang diamati, diasumsikan tidak mengalami seleksi, tidak ditemukan ayam Kampung yang keluar dan masuk lokasi pengamatan, tidak mengalami mutasi dan tidak ditemukan faktor kebetulan (genetic drift). Penentuan asumsi tersebut dilakukan karena pada kenyataannya peternak ayam Kampung telah melakukan secara tidak langsung seleksi terhadap warna bulu untuk memperoleh produktivitas ayam Kampung (produksi daging dan telur) yang tinggi. Sistem pemeliharaan ayam Kampung diasumsikan sama yaitu semi-intensif. Pemberian pakan tidak dapat diukur karena dilakukan secara tradisional. Perbedaan ditemukan hanya pada manajemen penetasan. Penetasan ayam Kampung di Ciamis dan Tegal, masih tradisional. Ayam ditetaskan secara alami. Pengeraman dilakukan pada setiap induk yang dimiliki. Penetasan ayam Kampung di Blitar sudah lebih maju yaitu dengan pendirian breeder di lokasi pengamatan di bawah pengawasan HIMPULI (Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia). Perkawinan dilakukan secara alami, telur-telur tetas dikumpulkan ditetaskan pada mesin tetas secara kolektif. Karakter Genetik Eksternal Ayam Kampung Penelitian Karakter genetik eksternal ayam Kampung pada penelitian ini, dibedakan menjadi karakter genetik eksternal autosomal dan sex-linked. Tabel 2 menyajikan distribusi data ayam Kampung pada populasi ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar, berdasarkan karakter genetik eksternal autosomal. Karakter genetik eksternal autosomal merupakan gen yang terpaut pada kromosom tubuh suatu individu (Noor, 2004). Pada penelitian ini sifat autosomal meliputi warna dasar bulu pada ayam Kampung yaitu bulu berwarna dan putih, pola warna bulu hitam, liar dan kolumbian dan bentuk jengger pea dan bentuk single. Tabel 2 juga menyajikan lokus dan genotip dari masing-masing karakter genetik eksternal (fenotipe). Variasi fenotipik pada sifat warna dasar, pola bulu dan bentuk jengger pada ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar; diperlihatkan dengan ketidakseragaman kualitatif. Sifat berwarna pada warna dasar bulu ditemukan lebih banyak pada ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar. Hal yang sama ditemukan pada sifat pola warna bulu liar dan bentuk jengger pea. 25 Tabel 2. Distribusi Data Ayam dengan Karakter Genetik Eksternal Autosomal pada Kelompok Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar Karakter Genetik Eksternal Autosomal Lokus Genotipe (Fenotipe) Ciamis Tegal Blitar Total -------------------(ekor)-----------------Warna Bulu Dasar Pola Bulu Bentuk Jengger I,i (I>i) E,e+, e + (E>e >e) P,p (P>p) II,Ii atau I_(Putih) 4 9 9 22 ii (Berwarna) 98 100 109 307 Total 102 109 118 329 E e+, Ee atau E_ (Hitam) 25 29 48 102 e+e+, e+e atau e+_ 48 63 59 170 ee (Kolumbian) 29 17 11 57 Total 102 109 118 329 PP, Pp atau P_ (Pea) pp (Single) 83 99 115 297 19 10 3 32 Total 102 109 118 329 (Liar) Keterangan: tanda > menunjukkan urutan dominasi (hirarki) Menurut Nishida et al. (1980), sifat berwarna pada warna dasar bulu dan pola warna liar serta bentuk jengger pea ditemukan banyak pada ayam Kampung, sedangkan menurut Mansjoer (1985) dan Saputra (2010), sebagian ayam Kampung banyak memiliki sifat warna dasar berwarna dan pola bulu kolumbian. Dijelaskan bahwa bentuk jengger pea menurut Mansjoer (1985) ditemukan terbanyak dan bentuk jengger single ditemukan terbanyak menurut Saputra (2010). Widiastuti (2005) menyatakan bahwa ayam Kampung memiliki warna dasar bulu berwarna, pola warna hitam dan bentuk jengger pea. Tabel 3 menyajikan rekapitulasi hasil pengamatan warna bulu dasar, pola warna dan bentuk jengger berdasarkan urutan dominasi pada penelitian terdahulu, yang dibandingkan dengan penelitian ini. 26 Tabel 3. Dominasi Warna Dasar dan Pola Warna Bulu serta Bentuk Jengger pada Ayam Kampung Penelitian Terdahulu dibandingkan dengan Penelitian ini Warna Dasar Pola Warna Bentuk Jengger Nishida et al. (1980) Berwarna Liar Pea Mansjoer (1985) Berwarna Kolumbian Pea Widiastuti (2005) Berwarna Hitam Pea Saputra (2010) Berwarna Kolumbian Single Penelitian ini Berwarna Liar Pea Perbedaan dominasi ketiga sifat tersebut disebabkan perbedaan sampel yang digunakan. Sampel ayam Kampung yang digunakan pada penelitian ini berasal dari ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar; pada penelitian Mansjoer (1985) dari daerah Bogor, Jawa Barat dan penelitian Saputra (2010) berasal dari Karanganyar, Jawa Tengah penelitian Nishida et al. (1980) berasal dari hampir semua daerah di Indonesia (Aceh, Sumatra Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, Bali, Lombok, Sulawesi dan Sumbawa), penelitian Widiastuti (2005) dari daerah Seragen, Jawa Tengah dan Magetan, Jawa Timur. Pengamatan sifat warna dasar bulu, pola warna dan bentuk jengger ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar dapat mewakili ayam Kampung Indonesia, karena bersesuaian dengan penelitian Nishida et al. (1980). Karakter genetik eksternal sex-linked ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar yang meliputi corak warna bulu, kilau warna bulu dan warna shank, disajikan pada Tabel 4. Pada tabel ini juga disajikan lokus dan genotipe dari masing-masing karakter genetik eksternal tersebut. Variasi fenotipik pada masing-masing sifat tersebut diperlihatkan dengan ketidakseragaman kualitatif. Bulu polos dan bulu emas serta warna shank kuning-putih mendominasi ayam jantan pada ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar. Bulu polos ditemukan banyak pada ayam Kampung betina Ciamis dan Blitar, tetapi tidak demikian pada ayam Kampung Tegal. Kilau warna perak pada betina ditemukan dominan pada ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar. Ayam Kampung Ciamis betina memiliki jumlah ayam dengan warna shank kuning-putih dan hitam abu-abu yang sama, sedangkan shank warna kuning-putih ditemukan lebih banyak pada ayam Kampung Tegal betina. 27 Tabel 4. Distribusi Data Ayam dengan Karakter Genetik Eksternal Sex-linked pada Kelompok Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar Bagian yang Diamati Lokus Jenis Kelamin Genotipe (Fenotipe) Ciamis Tegal Blitar Total ------------------(ekor)---------------Corak Warna B ♂ b Z ,Z B b Z >Z ♀ Kilau Warna ♂ ZS,Zs ZS > Zs ♀ Warna Shank ZId, Zid ♂ ZId>Zid ♀ B B B b Z Z ,Z Z (Burik) 7 7 4 18 Zb Zb (Polos) 41 13 33 87 Total 48 20 37 105 ZBW (Burik) 24 53 32 109 ZbW (Polos) 30 36 49 115 Total 54 89 81 224 ZSZS, ZSZs (Perak) 7 9 13 29 ZsZs (Emas) 41 11 24 76 Total 48 20 37 109 ZSW (Perak) 36 56 62 154 ZsW (Emas) 18 33 19 70 Total 54 89 81 224 ZIdZId, ZIdZid (Kuningputih) 38 15 31 84 ZidZid (Hitam abuabu) 10 5 6 21 Total 48 20 37 105 ZIdW (Kuning, Putih) 27 53 30 110 ZidW (Hitam, Abu-Abu) 27 36 51 114 Total 54 102 89 109 81 118 224 329 Total Keseluruhan Keterangan: tanda > menunjukkan hirarki dominasi 28 Ayam Kampung betina Blitar memiliki shank warna kuning-putih yang lebih sedikit. Tabel 5 menyajikan rekapitulasi dominasi sifat corak dan kilau warna bulu serta warna shank. Hasil penelitian ini bersesuaian dengan Saputra (2010) yang menyatakan bahwa dominasi bulu polos, perak dan warna shank kuning-putih ditemukan banyak pada ayam Kampung. Tabel 5. Derajat Dominasi Corak dan Kilau Warna Bulu serta Warna Shank pada Ayam Kampung Penelitian Terdahulu dibandingkan dengan Penelitian ini Corak Bulu Kilau Bulu Warna Shank Nishida et al. (1980) Polos Emas Kuning-putih Mansjoer (1985) Polos Emas Kuning-putih Widiastuti (2005) Polos Emas Kuning-putih Saputra (2010) Polos Perak Kuning-putih Penelitian ini Polos Perak Kuning-putih Sampel ayam Kampung yang berbeda memberikan hasil yang berbeda pula. Mansjoers (1985) menggunakan sampel ayam kampung yang berasal dari daerah Bogor, Jawa Barat dan Saputra (2010) berasal dari daerah Karanganyar, Jawa Tengah, sedangkan Nishida et al. (1980) berasal dari hampir semua daerah di Indonesia (Aceh, Sumatra Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, Bali, Lombok, Sulawesi dan Sumbawa), Widiastuti (2005) berasal dari daerah Seragen, Jawa Tengah dan Magetan, Jawa Timur. Nishida et al. (1980) menyatakan bahwa warna dasar berwarna, pola bulu liar, bentuk jengger pea, corak bulu polos, kilau bulu emas dan warna shank hitam abu-abu merupakan sifat asli ayam Kampung (ii e+e+ PP bb ss id id). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua sifat asli tersebut dimiliki ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar telah mengalami pencemaran dari bangsa ayam unggul Eropa dan Amerika yaitu Rhode Island Red, White Leghorn dan Barred Plymouth Rock. Seberapa jauh pencemaran tersebut sangat tergantung pada laju introgresi dari bangsa ayam Rhode Island Red, White Leghorn dan Barred Plymouth Rock. Laju introgresi sangat dipengaruhi frekuensi gen. Menurut Nishida et al. 29 (1980) laju introgrersi White Leghorn dipengaruhi frekuensi gen warna dasar putih (qI); laju introgresi Rhode Island Red dipengaruhi frekuensi gen warna shank kuning (qId) dan corak bulu lurik (qB), sedangkan laju introgresi Barred Plymouth Rock dipengaruhi frekuensi gen corak bulu lurik (qB) dan warna dasar putih (qI). Laju introgresi dapat diperoleh bila frekuensi gen dari masing-masing sifat diketahui. Frekuensi Gen Pengontrol Karakteristik Genetik Eksternal Sifat kualitatif pada Tabel 2 dan 4 dikendalikan 2-3 gen yang membentuk sebanyak 3-6 pasangan gen. Menurut Noor (2004) sifat kualitatif dipengaruhi satu atau beberapa pasang gen yang bersifat non-aditif. Aksi gen non-aditif menurut Noor (2004) merupakan aksi gen yang salah satu alelnya menghasilkan ekspresi fenotip yang lebih kuat dari alel yang lain. Aksi gen non-aditif dominan penuh ditemukan pada seluruh sifat yang diamati pada penelitian ini. Berdasarkan pengamatan fenotipik kualitatif pada data ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar (Tabel 2 dan 4), dapat ditentukan frekuensi gen dari masing-masing lokus. Tabel 6 menyajikan perolehan frekuensi gen pengontrol warna bulu, pola bulu, bentuk jengger, corak bulu, kerlip bulu dan warna shank. Frekuensi gen bulu dasar berwarna ditemukan tinggi pada setiap kelompok ayam Kampung yang diamati. Pada sifat pola warna bulu, frekuensi gen kolumbian ditemukan tertinggi pada Ayam Kampung Ciamis, sedangkan frekuensi gen liar pada ayam Kampung Tegal dan Blitar. Pada sifat bentuk jengger, frekuensi gen pea ditemukan tertinggi pada ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar. Kusuma (2002) menyatakan bahwa frekuensi bentuk jengger pea ditemukan tinggi pada ayam Kampung. Pada sifat corak bulu, frekuensi gen corak bulu polos pada ayam Kampung Ciamis dan Blitar ditemukan tertinggi, sedangkan pada ayam Kampung Tegal pada frekuensi gen lurik. Pada sifat kilau bulu, frekuensi gen perak ditemukan tertinggi pada ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar. Pada sifat warna shank, frekuensi gen kuning-putih dan hitam abu-abu ditemukan sama yaitu 0,5 pada ayam Kampung Ciamis. Frekuensi gen kuning-putih ditemukan tertinggi pada ayam Kampung Tegal, sedangkan frekuensi gen hitam-abu-abu pada ayam Kampung Blitar. Hasil ini tidak sama dengan penelitian Sartika et al. (2008) yang melaporkan bahwa shank hitam abu-abu memiliki frekuensi yang tinggi dengan nilai 0,7509. 30 Tabel 7 menyajikan rekapitulasi pemunculan fenotipik terbanyak pada sifatsifat kualitatif ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar. Tabel 7 dibuat dari Tabel 6. Tabel 6. Frekuensi Gen Dominan dan Resesif Karakteristik Eksternal pada Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar Karakteristik Eksternal Lokus Warna Bulu I>i Pola Bulu + E>e >e Bentuk Jengger P>p Corak Bulu B>b Kilau Bulu Warna Shank S>s Id>id Genotipe (Fenotipe) Gen I- (Putih) Frekuensi Gen Ciamis Tegal Blitar qI 0,0198 0,0422 0,0389 ii (Berwarna) qi 0,9802 0,9578 0,9611 E_ (Hitam) qE 0,1312 0,1433 0,2298 e+_ (Liar) qe+ 0,3356 0,4618 0,4649 ee (Kolumbian) qe 0,5332 0,3949 0,3053 P_ (Pea) qP 0,5684 0,6971 0,8406 pp (Single) qp 0,4316 0,3029 0,1594 B_ (Lurik) qB 0,4444 0,5955 0,3951 bb (Polos) qb 0,5556 0,4045 0,6049 S_ (Perak) qS 0,6667 0,6292 0,7654 ss (Emas) qs 0,3333 0,3708 0,2346 Id_(Putih/Kuning) qId 0,5000 0,5955 0,3704 idid (Hitam/ Abu-abu) qid 0,5000 0,4045 0,6296 Keterangan: tanda > menunjukkan hirarki dominasi Sifat asli ayam Kampung menurut Nishida et al. (1980) juga disajikan pada tabel tersebut. Kesamaan sifat genetik eksternal pada ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar terhadap ayam Kampung asli menurut Nishida et al. (1980) dapat disimpulkan dari Tabel 7. Kesamaan sifat bulu berwarna dan bentuk jengger pea, mengindikasikan bahwa keaslian ayam Kampung pada populasi ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar masih ditemukan. Lima dari enam sifat yang diamati ditemukan sama antara ayam Kampung Blitar dan ayam Kampung asli. Kesamaan sifat paling banyak dengan ayam Kampung asli, ditemukan pada ayam Kampung Blitar. Ayam Kampung Tegal memiliki kesamaan yang paling sedikit. 31 Tabel 7. Rekapitulasi Pemunculan Fenotipik Terbanyak pada Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar yang Dibandingkan dengan Ayam Kampung Asli Ayam Kampung Asli* Ayam Kampung Ciamis Ayam Kampung Tegal Ayam Kampung Blitar Bulu berwarna Bulu berwarna Bulu berwarna Bulu berwarna Pola liar Pola kolumbian Pola liar Pola liar Jengger pea Jengger pea Jengger pea Jengger pea Bulu polos Bulu polos Bulu lurik Bulu polos Bulu emas Bulu perak Bulu perak Bulu perak Shank hitam abuabu ± Shank kuning-putih Shank hitam abuabu Keterangan: *Nishida et al. (1980); ± proporsi 50% Laju Introgresi Ayam Ras Unggul Luar Negeri Perolehan frekuensi gen pada data ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar (Tabel 6), dapat menentukan laju introgresi ayam ras unggul luar negeri. Tabel 8 menyajikan nilai pengaruh (introgresi) dari bangsa ayam Eropa dan Amerika terhadap ayam Kampung. Semakin tinggi nilai laju introgresi ayam ras unggul luar negeri terhadap ayam Kampung, maka tingkat keaslian ayam Kampung yang diamati tersebut semakin kecil. Bangsa-bangsa ayam unggul Eropa dan Amerika yaitu Rhode Island Red, White Leghorn dan Barred Plymouth Rock banyak mempengaruhi karakteristik eksternal ayam-ayam di Asia Tenggara (Mansjoer, 1985). Tabel 8. Perbandingan Nilai Introgresi (Q) dan Kandungan Gen Asli Bangsa Ayam Asing Rhode Island Red (RIR), White Leghorn (WL) dan Barred Plymouth Rock (BR) terhadap Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar Laju Introgresi Kandungan Gen Asli Lokasi Q RIR Q WL Q BR Q RIR + Q WL + Q BR 1 – (Q RIR + Q WL + Q BR ) Ciamis 0,0556 0,0198 0,4246 0,5000 0,5000 (50%) Tegal 0 0,0422 0,5533 0,5955 0,4045 (40%) Blitar -0,0247 0,0389 0,3562 0,3704 0,6296 (63%) Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar memiliki tingkat keaslian yang tidak jauh berbeda yaitu 50%, 40%, dan 63% untuk masing-masing lokasi. Hasil ini 32 menunjukkan bahwa pengaruh ayam ras unggul luar negeri terhadap ayam Kampung cukup tinggi. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan pengamatan yang dilakukan oleh Nishida et al. (1980) yang menyatakan bahwa tingkat keaslian ayam Kampung di Indonesia kurang lebih sebesar 50%. Laju introgresi yang berasal dari ayam ras unggul luar negeri pada ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar cukup besar dengan pengaruh tertinggi berasal dari ayam Barred Plymouth Rock. Hasil ini sama dengan hasil penelitian Wati (2007) yang menyatakan bahwa laju introgresi tertinggi pada ayam Kampung berasal dari ayam Barred Plymouth Rock, tetapi berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Nishida et al. (1980) yang menyatakan bahwa laju introgresi ayam ras unggul luar negeri yang mempengaruhi ayam Kampung tertinggi berasal dari Rhode Island Red. Perbedaan nilai laju introgresi pada penlitian ini dikarenakan populasi ayam Kampung yang berbeda. Populasi ayam Kampung penelitian dilakukan di Ciamis, Tegal dan Blitar pada tahun 2012, sedangkan penelitian Nishida et al. (1980) di sebelas provinsi di Indonesia 1980. Laju introgesi bangsa ayam asing Rhode Island Red (RIR), White Leghorn (WL) dan Barred Plymouth Rock (BR) pada penelitian ini tidak berbeda dengan penelitian Wati (2007), salah satunya disebabkan waktu penelitian yang tidak terlalu jauh. Sartika et al. (2008) menyatakan bahwa jumlah dan lokasi pengambilan sampel ayam Kampung yang diamati dapat mempengaruhi nilai introgresi ayam Kampung. Laju introgresi pada ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar yang berbeda dikarenakan perbedaaan mobilitas ayam unggul bangsa asing ke lokasi penelitian. Hal tersebut dapat terjadi karena kemungkinan pemasukan secara sengaja bibit ayam unggul yang dipelihara perusahaan pembibitan ayam ras unggul luar negeri ke peternak ayam Kampung. Pada ayam Kampung Tegal, kejadian tersebut paling besar ditemukan, sehingga keasliannya paling rendah. Hal yang sebaliknya ditemukan pada ayam Kampung Blitar. Kejadian pemasukan secara sengaja bibit ayam unggul yang dipelihara perusahaan pembibitan ayam ras unggul luar negeri ke peternak ayam Kampung Blitar sedikit. Hal tersebut terjadi karena sistem pembibitan ayam Kampung telah dilakukan secara terpadu melalui koordinasi HIMPULI (Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia), sehingga kemungkinan pemasukan bibit ayam ras unggul luar negeri, sedikit. 33 Frekuensi Gen Asli Perolehan frekuensi gen dan nilai introgresi ayam luar negeri pada data ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar (Tabel 6 dan Tabel 8), dapat menentukan frekuensi gen asli pada ayam Kampung yang diamati. Tabel 9 menyajikan perbandingan frekuensi gen asli yang tidak dipengaruhi bangsa ayam unggul Eropa dan Amerika Rhode Island Red (RIR), White Leghorn (WL) dan Barred Plymouth Rock (BR) pada ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar. Frekuensi gen-gen asli ayam Kampung meliputi gen E (pola bulu hitam), e+ (pola bulu liar), e (pola bulu kolombian), ZS (kilau bulu keperakan), Zs (kilau bulu emas), Zid (bentuk shank hitam/abu-abu), P (bentuk jengger pea) dan p (bentuk jengger tunggal). Sifat pola warna liar (e+), shank warna hitam abu-abu (id) dan bentuk jengger pea (P), merupakan sifat asli ayam Kampung yang tidak dimiliki ayam ras unggul Rhode Island Red (RIR), White Leghorn (WL) dan Barred Plymouth Rock (BR). Sifat pola warna kolumbian pada ayam Kampung dipengaruhi warna kolumbian dari ayam ras unggul Rhode Island Red (RIR), sehingga untuk perhitungan frekuensi gen pola warna kolumbian asli (q E (N)) ayam Kampung, faktor pengurang laju introgresi ayam Rhode Island Red (RIR) dilibatkan. Menurut Nishida et al. (1980) sifat corak warna bulu lurik (barred) bukan merupakan sifat asli ayam Kampung. Pemunculan sifat corak warna bulu lurik pada ayam Kampung sebagai akibat dari cemaran atau pemasukan ayam ras unggul luar negeri Barred Plymouth Rock (BR). Pemunculan warna hitam dan kilau perak pada bulu ayam Kampung juga karena pengaruh introgresi ayam Barred Plymouth Rock (BR), sehingga perhitungan frekuensi gen asli hitam (q E (N)) dan kilau perak (q S (N)) melibatkan frekuensi gen lurik (q S (N)) yang berasal dari Barred Plymouth Rock (BR) pada populasi ayam Kampung. Frekuensi gen asli Zid (bentuk shank hitam abu-abu) dan P (bentuk jengger pea) bernilai tinggi pada ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar, sedikit tinggi dibandingkan dengan ayam Kampung Ciamis dan Tegal pada frekuensi gen pola warna bulu liar. Menurut Nishida et al. (1980), ayam Kampung asli Indonesia memiliki gen asli antara lain warna shank hitam (id) dan bentuk jengger pea (P) serta pola warna bulu liar (e+). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayam Kampung Blitar memiliki nilai frekuensi gen asli yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam Kampung Ciamis dan Tegal. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa 34 korelasi ditemukan antara laju introgressi, kandungan gen asli dan frekuensi gen asli pada ayam Kampung. Frekuensi gen asli ayam Kampung Blitar yang relatif tinggi (Tabel 9), memiliki laju introgresi yang rendah (Tabel 8) dan kandungan gen asli yang tinggi (Tabel 8). Tabel 9. Perbandingan Frekuensi Gen Asli yang Tidak Dimasuki Bangsa Ayam Unggul Eropa dan Amerika Rhode Island Red (RIR), White Leghorn (WL) dan Barred Plymouth Rock (BR) Terhadap Ayam Kampung pada Lokasi Penelitian Lokasi Frekuensi Gen Asli q(N) Ciamis Tegal Blitar q E (N) = q E – q B -0,3132 -0,4522 -0,1653 q e +(N) = q e + 0,3356 0,4618 0,4649 q e (N) = q e – Q RIR 0,4776 0,3949 0,3300 0,2223 0,0337 0,3703 q s (N) = q s - Q RIR 0,2777 0,3708 0,2593 q id (N) = q id 0,5000 0,4045 0,6296 q P (N) = q P 0,5684 0,6971 0,8406 q p (N) = q p – q Id -0,0684 -0,2926 -0,2110 qS (N) = qS – qB Variabilitas Genetik Ayam Kampung berdasarkan Karakteristik Genetik Eksternal Tabel 10 menyajikan heterosigositas harapan per individu (h) dan rata-rata � ) karakteristik genetik eksternal ayam Kampung heterosigositas per individu (H Ciamis, Tegal dan Blitar. Nilai heterosigositas harapan per individu (h) dan rataan � ) digunakan untuk mengetahui variabilitas heterosigositas per individu (H (keseragaman) ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar. Semakin tinggi nilai heterosigositas karakteristik genetik eksternal dalam suatu populasi maka semakin tinggi keragaman sifat tersebut dalam suatu populasi. 35 Tabel 10. Heterosigositas Harapan per Individu (h) dan Rata-Rata Heterosigositas per Individu ( H ) Ayam Kampung pada Lokasi Penelitian Sifat Yang Diamati Ciamis Warna Bulu Pola Bulu Bentuk Jengger Corak Bulu Kilau Bulu Warna Shank � ± SE H � H Heterosigositas (h ± SE h) Tegal Blitar 0,0388 ± 0,0187 (6) 0,5859 ± 0,0201 (1) 0,4907 ± 0,0101 (4) 0,4938 ± 0,0085 (3) 0,4444 ± 0,0222 (5) 0,5000 ± 0,0035 (2) 0,0800 ± 0,0249 (6) 0,6103 ± 0,0146 (1) 0,4223 ± 0,0247 (5) 0,4817 ± 0,0132 (3) 0,4666 ± 0,1144 (4) 0,4818 ± 0,0132 (2) 0,0784 ± 0,0233 (6) 0,6379 ± 0,0132 (1) 0,2680 ± 0,0322 (5) 0,4780 ± 0,0302 (2) 0,3591 ± 0,0291 (4) 0,4664 ± 0,0164 (3) 0,4256 ± 0,1901 0,4238 ± 0,1614 0,3813 ± 0,1875 Keterangan : Angka dalam tanda kurung menunjukkan urutan nilai heterosigositas yang diurut dari yang tertinggi (1) ke yang terendah (6) Hasil ini tidak jauh berbeda dengan Widiastuti (2005) dan Wati (2007). Widiastuti (2005) memperoleh rata-rata heterosigositas per individu populasi ayam Kampung Magetan sebesar 0,4286 ± 0,1151; sedangkan Wati (2007) 0,3830 ± 0,0856 pada daerah Ciawi Jawa Barat. Hasil penelitian ini hampir sama dengan yang diperoleh pada ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar. Hal tersebut terjadi karena kemungkinan tidak terjadi introgresi (pemasukan) ras unggul luar negeri pada lokasi penelitian sampai dengan penelitian ini dilakukan, disamping letak lokasi penelitian yang tidak jauh berbeda (di pulau Jawa). Korelasi ditemukan antara laju introgresi, kandungan gen asli, frekuensi gen asli dan rata-rata heterosigositas per individu populasi pada ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar. Frekuensi gen asli ayam Kampung Blitar yang relatif tinggi (Tabel 9), memiliki laju introgresi rendah (Tabel 8), kandungan gen asli tinggi (Tabel 8) dan rata-rata heterosigositas per individu populasi rendah (Tabel 10). 36 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Ayam Kampung Blitar memiliki keragaman (variabilitas) yang rendah dan darah asli yang tinggi dibandingkan ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar. Hal tersebut menunjukkan bahwa ayam Kampung Blitar paling mendekati asli dibandingkan ayam Kampung Ciamis dan Tegal. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui informasi karakteristik genetik eksternal pada ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar dengan melakukan pengamatan terhadap biokimia darah dan molekuler (DNA) dengan jumlah sampel yang lebih banyak untuk mengetahui performa ayam Kampung Ciamis, Tegal, dan Blitar. DAFTAR PUSTAKA Ardiansyah, F. 2001. Studi karakteristik keragaman sifat kualitatif ayam Kampung di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Avianweb. 2010. http://www.avianweb.com/redjunglefowl.html. Last modifield in Januari, 2010. [December 7, 2012] Badan Pusat Statistik. 2009. http://www.bps.go.id/tab_ sub/view. php?kat=3&tabel= 1& daftar=1&id_ subyek=24&notab=9. Last modifield in 2009. [July 25, 2012] Chuan, Y. 2006. Genetic analysis of feather color and shank color traits based on F-2 resource population in Tibetan chicken. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16825167. [19 Oktober 2012]. Dinas Pemerintah Kabupaten Blitar. 2011. Selayang pandang kota Blitar. http://blitarkota.go.id.html. [ Disunting terakhir 2011]. [25 Juli 2012] Dinas Pemerintah Kabupaten Tegal. 2011. Geografi Kabupaten Tegal. http://www.tegalkab.go.id.html. [Disunting terakhir 2011]. [25 Juli 2012] Dinas Provinsi Jawa Barat. 2010. Gambaran umum kabupaten Ciamis. http://www.jabarprov.go.id.html. [Disunting terakhir 2010]. [25 Juli 2012] Disnak. 2011. Cara menghasilkan ayam berbulu putih. http://www.google.co.id/ imgres?q=ayam+kampung+jantan&hl=id&gbv=2&noj=1&tbm=isch&tbnid= J_0P3ZNuow8ZQM:&imgrefurl=http://ednadisnak.blogspot.com/2011/01/car amenghasilkan-ayam-berbulu.html&docid=je7y-zZ_MxuAM&imgurl=http://4.bp.blogspot.com/_SMSfqQsVk-g /TExpxGXFZBI/AAAAAAAAEH8/De4DGAOuryM/s320/Cara%252BMeng hasilkan%252BAyam%252BBekisar%252BBerbulu%252BPutih.jpg&w=20 0&h=173&ei=WfCKT__IFcnKrAfuwrTaCw&zoom=1&iact=hc&vpx=1080 &vpy=202&dur=1227&hovh=138&hovw=160&tx=49&ty=149&sig=116267 885055968405793&page=1&tbnh=138&tbnw=160&start=0&ndsp=11&ved =1t:429,r:5,s:0,i:72&biw=1366&bih=547. [ 15 April 2012]. Ensminger. 1992. Poultry Science. 3rd ed. Interstate Pubblishers, Inc., Illinois. GeoChemBio.com.2009.http://www.geochembio.com/biology/organisms/chicken/chi cken-phenotypes.html. Last modifield in Juni 5, 2009. [July 25, 2012] Hamdiah, Y. 2005. Jarak genetik karakteristik kualitatif eksternal ayam Kampung pada lokasi pemeliharaan yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hardjosubroto, W. & M. Astuti. 1977. Performans dari ayam Kampung dan ayam Kedu hitam. Proceeding. Balai Penelitian Ternak, Ciawi. Hashiguchi T., T. Nishida, Y. Hayaslii, & S. S. Mansjoer. 1982. Blood protein variation of the native and the jungle fowls in Indonesia. The Origin and Phylogeny of Indonesian Native Livestock. III: 97-108. Hutt, T. B. 1949. Genetics of the Fowl. McGraw-Hill Book Company, Inc. New York. Jacob, J & T. Pescatore. 2012. Kentucky 4-H poultry: evaluating egg-laying hens. Department of Animal and Food Sciences. University Of Kentucky. Jull, M. A. 1960. Poultry Breeding. 3rd ed. John Wiley and Sons, Inc. , New York. Kusuma, A. S. 2002. Karakteristik sifat kuantitatif dan kualitatif ayam Merawang dan ayam Kampung umur 5-12 minggu. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lasley, J. F. 1978. Genetics of Livestock Improvement. 3rd ed. Prentice-Hall 'of India Private Limited, New Delhi. Lucas, A. M. 1972. Avian Anatomy Integument Part II. Superinlendent of Document, U. S. Goverment Printing Office, Wasliington, D. C. Mansjoer, S. S. 1985. Pengkajian sifat-sifat produksi ayam Kampung serta persilangannya dengan Rhode Island Red. Disertasi. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Martojo, H. 1992. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Minkema, D. 1993. Dasar Genetika dalam Pembudidayaan Ternak. Bhratara, Jakarta. Myers, P. 2001. Animalia, animal diversity web. http://animal diversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information/animalia.html. [juni 2012]. Nishida, T. , K. Nozawa, K. Kondo, S. S. Mansjoer, & H. Martojo. 1980. Morphological and genetic studies in Indonesian native fowl. The Origin and Philogeny of Indonesian Native Livestock. I: 47-70. Nei M. 1987. Molecular Evolutionary Genetic. Columbia University Press, New York. Noor, R. R. 2004. Genetika Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta. Saputra, J. 2010. Karakteristik genetik eksternal ayam Arab, Pelung dan Kampung. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sartika, T., D. K. Wati, H. S. Iman Rahayu, & S. Iskandar. 2008. Perbandingan genetik eksternal ayam wareng dan ayam Kampung yang dilihat dari laju introgresi dan variabilitas genetiknya. JITV Vol 13 No 4. Stanfield, W. D. 1982. Theory and Problems of Genetics. 2nd ed. Mc Graw-Hill Book Company, Inc., New York. Stevens, L. 1991. Genetics and Evolution of The Domestic Fowl. Cambridge University Press, Cambridge. Sulandari, S., M.S.A. Zein, S. Paryanti, & T. Sartika. 2007. Taksonomi dan asal usul ayam domestikasi. LIPI: 7-24. 39 University Of Oklahoma State. 1996. Poultry breeds. http://www.ansi.okstate.edu/breeds/poultry/chickens/leghorn/whtsngl .htm. last modifield in November 14, 1996. [july 25, 2012] Universitas Muhammadiah Malang. 2011. Cara berternak ayam Kampung pedaging. http://peternakan.umm.ac.id/files/image/Ayam_Kampung1.jpg. [15 April 2015] Wati, K. D. 2007. Karakteristik genetik eksternal pada ayam Wareng Tanggerang dan ayam Kampung. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Weiner, G. 1994. Animal Breeding. Macmillan Education LTD, London. Widiastuti, Y. A. 2005. Pengamatan keaslian, variabilitas dan jarak genetik ayam Kampung di kabupaten Magetan dan Seragen berdasarkan karakteristik genetik eksternal. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 40 UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan syukur Penulis Panjatkan kepada Allah S.W.T atas karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Rini H. Mulyono, M.Si sebagai Pembimbing Utama dan Dr. Rudi Afnan, S.Pt., M.Sc.Agr sebagai Pembimbing Anggota dan juga sebagai Pembimbing Akademik atas bimbingan, arahan, nasihat dan motivasi selama ini. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu H. S., MS, Ir. Widya Hermana, M.Si dan M. Sriduresta S., S.Pt., M.Sc sebagai Dosen Penguji sidang yang telah banyak memberikan koreksi, masukan, kritik dan saran sehingga sangat membantu dalam perbaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Nur Mutakin, Jaenudin, Ribut dan Mulyanto yang telah membantu Penulis dalam melakukan penelitian sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga Penulis ucapkan kepada orangtua Bapak Mursadi Aries, SE dan Ibu Bertha, AmKeb yang senantiasa memberikan kasih sayang dan dukungan serta selalu berdoa untuk kesuksesan Penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kepada adik-adik yang Penulis sayangi Ditha Novianty, AmKeb, Khairil Mutakin, Ramadhan Arista Putra dan Azahrah Tarisa Putri yang telah memberikan semangat, motivasidan doa untuk kesuksesan Penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dini, Ika dan Indah yang telah banyak membantu penulis dalam penelitian di lapang dan dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga Penulis ucapkan kepada Riki, Embhan dan Mas Rio, Ari Pradana, Kuswanto, Ihsan serta teman-teman Ilmu Produksi Ternak Institut Pertanian Bogor angkatan 44 yang telah banyak membantu dalam memberikan masukan juga saran terhadap Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. LAMPIRAN Lampiran 1. Distribusi Individu dengan Karakter Genetik Eksternal Sifat Autosomal Ayam Kampung pada Tiga Lokasi Penelitian Bagian yang Diamati Lokus Genotip (Fenotip) Ciamis Tegal Blitar ----------------------(ekor)-------------------- Warna Bulu I i I>i II, Ii atau I_ (Putih) 4 9 9 ii (Berwarna) 98 100 109 102 109 118 E e+, Ee atau E_ (Hitam) 25 29 48 e+e+, e+e atau e+_ (Liar) 48 63 59 ee (Kolumbian) 29 17 11 102 109 118 PP, Pp atau P_ (Pea) 83 99 115 Pp (Single) 19 10 3 102 109 118 Total E e+ Pola Warna e E>e+>e Total P Bentuk Jengger p P>p Total Keterangan: tanda > menunjukkan hirarki dominasi 43 Lampiran 2. Distribusi Individu dengan Karakter Genetik Eksternal Sifat Terpaut Kelamin pada Tiga Lokasi Penelitian Bagian yang Diamati Lokus Jenis Kelamin Genotip (Fenotip) Ciamis Tegal Blitar ------------(ekor)-------Corak Warna ZB, Zb ♂ ZB> Zb ♀ ZB ZB, ZB Zb (Lurik) 7 7 4 Zb Zb (Polos) 41 13 33 Total 48 20 37 ZBW (Lurik) 24 53 32 ZbW (Polos) 30 36 49 54 89 81 ZSZS, ZSZs (Perak) 7 9 13 ZsZs (Emas) 41 11 24 Total 48 20 37 ZSW (Perak) 36 56 62 ZsW (Emas) 18 33 19 54 89 81 ZIdZId, ZIdZid (Kuning, Putih) 38 15 31 ZidZid(Hitam, AbuAbu) 10 5 6 Total 48 20 37 ZIdW(Kuning, Putih) 27 53 30 ZidW(Hitam, AbuAbu) 27 36 51 54 89 81 102 109 118 Total Kilau Warna ZS,Zs ♂ ZS > Zs ♀ Total ZId, Zid Warna Shank ♂ ZId>Zid ♀ Total Total Keseluruhan 44 Lampiran 3. Perhitungan Frekuensi Gen Warna Bulu Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar a. Ciamis Berwarna q = �q2 98 = �102 Putih p=1 − q = 1 − 0,9802 = 0,0198 = 0,9802 b. Tegal Berwarna q = �q2 100 = �109 Putih p=1 − q = 1 − 0,9578 = 0,0422 = 0,9578 c. Blitar Berwarna q = �q2 109 = �118 Putih p=1 − q = 1 − 0,9611 = 0, 0389 = 0,9611 45 Lampiran 4. Perhitungan Frekuensi Gen Pola Bulu Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar a. Ciamis Kolombian r = √r 2 29 = �102 = 0,5332 Liar q = �r 2 + q2 29+48 =� 102 Hitam r=1–q–r = 1 – 0,3356 – 0,5332 = 0,1312 = 0,3356 b. Tegal Kolombian r = √r 2 Liar q = �r 2 + q2 = 0,3949 = 0,4618 17 = �109 17+63 =� 109 Hitam r=1–q–r = 1 – 0,4618 – 0,3949 = 0,1433 c. Blitar Kolombian r = √r 2 Liar q = �r 2 + q2 = 0,3053 = 0,4649 11 = �118 11+59 =� 118 Hitam r=1–q–r = 1 – 0,4649 – 0,3053 = 0,2298 46 Lampiran 5. Perhitungan Frekuensi Gen Corak Bulu Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar a. Ciamis Burik ∑ ♀ dengan ekspresi gen dominan p= ∑ seluruh ♀ Polos q=1–p = 1 – 0,4444 = 0,5556 Burik ∑ ♀ dengan ekspresi gen dominan p= ∑ seluruh ♀ Polos q=1–p = 1 – 0,5955 = 0,4045 Burik ∑ ♀ dengan ekspresi gen dominan p= ∑ seluruh ♀ Polos q=1–p = 1 – 0,3951 = 0,6049 24 = 54 = 0,4444 b. Tegal 53 = 89 = 0,5955 c. Blitar 32 = 81 = 0,3951 47 Lampiran 6. Perhitungan Frekuensi Gen Kerlip Bulu Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar a. Ciamis Perak ∑ ♀ dengan ekspresi gen dominan p= ∑ seluruh ♀ Emas q=1–p = 1 – 0,6667 = 0,3333 Perak ∑ ♀ dengan ekspresi gen dominan p= ∑ seluruh ♀ Emas q=1–p = 1 – 0,6292 = 0,3708 Perak ∑ ♀ dengan ekspresi gen dominan p= ∑ seluruh ♀ Emas q=1–p = 1 – 0,7654 = 0,2346 36 = 54 = 0,6667 b. Tegal 56 = 89 = 0,6292 c. Blitar 62 = 81 = 0,7654 48 Lampiran 7. Perhitungan Frekuensi Gen Warna Shank Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar a. Ciamis Kuning, Putih ∑ ♀ dengan ekspresi gen dominan p= ∑ seluruh ♀ Hitam, Abu-Abu q=1–p = 1 – 0,5000 = 0,5000 Kuning, Putih ∑ ♀ dengan ekspresi gen dominan p= ∑ seluruh ♀ Hitam, Abu-Abu q=1–p = 1 – 0,5955 = 0,4045 Kuning, Putih ∑ ♀ dengan ekspresi gen dominan p= ∑ seluruh ♀ Hitam, Abu-Abu q=1–p = 1 – 0,3704 = 0,6296 27 = 54 = 0,5000 b. Tegal 53 = 89 = 0,5955 c. Blitar 30 = 81 = 0,3704 49 Lampiran 8. Perhitungan Frekuensi Gen Bentuk Jengger Ayam Kampung Ciamis, Tegal dan Blitar a. Ciamis Tunggal q = �q2 19 = �102 Kapri p=1 − q = 1 − 0,4316 = 0,5684 = 0,4316 b. Tegal Tunggal q = �q2 10 = �109 Kapri p=1 − q = 1 − 0,3029 = 0,6971 = 0,3029 c. Blitar Tunggal q = �q2 3 = �118 Kapri p=1 − q = 1 − 0,1594 = 0,8400 = 0,1594 50 Lampiran 9. Perhitungan Nilai Introgresi (Q) Bangsa Ayam Asing Rrode Island Red(SR), White Leghorn (WL) dan Barred Plymouth Rock (BR) terhadap Ayam Kampung pada Lokasi Penelitian Nilai Laju Introgresi Ayam Ras Unggul Luar Negeri a. Ciamis Q WL = qI = 0,0198 Q SR = qId – qB = 0,5000 – 0,4444 = 0,0556 Q BR = qB – qI = 0,4444 – 0,0198 = 0,4246 b. Tegal Q WL = qI = 0,0422 Q SR = qId – qB = 0,5955 – 0,5955 =0 Q BR = qB – qI = 0,5955 – 0,0422 = 0,5533 c. Blitar Q WL = qI = 0,0389 Q SR = qId – qB = 0,3704 – 0,3951 = −0,0247 Q BR = qB – qI = 0,3951 – 0,0389 = 0,3562 51 Kandungan Gen Asli Ayam Kampung a. Ciamis 1 – (Q WL + Q SR + Q BR ) = 1 − qId 1 – (0,0198 + 0,0556 + 0,4246) = 1 − 0,5000 0,5000 = 0,5000 b. Tegal 1 – (Q WL + Q SR + Q BR ) = 1 − qId 1 – (0,0422 + 0 + 0,5533) = 1 − 0,5000 0,4045 = 0,4045 c. Blitar = 1 − qId 1 – (Q WL + Q SR + Q BR ) 1 – (0,0389 + (-0,0247) + 0,3562) = 1 − 0,3704 0,6296 Lampiran 10. = 0,6296 Perhitungan Frekuensi Gen Asli yang Tidak Dimasuki Bangsa Ayam Unggul Eropa dan Amerika Rhode Island Red (SR), White Leghorn (WL) dan Barred Plymouth Rock (BR) terhadap Ayam Kampung pada Lokasi Penelitian a. Ciamis q E (N) = q E – q B q s (N) = q s − Q SR = 0,1312 – 0,4444 = 0,3333 – 0,0556 = −0,3132 = 0,2777 q e +(N) = q e + = 0,3356 q e (N) = q e − Q SR = 0,5332 – 0,0556 q id (N) = q id = 0,5000 q P (N) = q P = 0,5684 = 0,4776 q S (N) = q S − q B q p (N) = q p – q Id = 0,6667 – 0,4444 = 0,4316 – 0,5000 = 0,2223 = −0,0684 52 b. Tegal q E (N) = q E – q B q s (N) = q s − Q SR = 0,1433 – 0,5955 = 0,3708 – 0 = −0,4522 = 0,3708 q e +(N) = q e + q id (N) = q id = 0,4618 qe (N) = q e − Q SR = 0,3949 – 0 = 0,4045 qP (N) = qP = 0,6971 = 0,3949 q S (N) = q S − q B q p (N) = q p – q Id = 0,6292 – 0,5955 = 0,3029 – 0,5955 = 0,0337 = −0,2926 c. Blitar q E (N) = q E – q B q s (N) = q s − Q SR = 0,2298 – 0,3951 = 0,2346 – (−0,0247) = −0,1653 = 0,2593 q e +(N) = q e + = 0,4649 q e (N) = q e − Q SR = 0,3053 – (−0,0247) q id (N) = q id = 0,6296 q P (N) = q P = 0,8406 = 0,3300 q S (N) = q S − q B q p (N) = q p – q Id = 0,7654 – 0,3951 = 0,1594 – 0,3704 = 0,3703 = −0,2110 53 Lampiran 11. Perhitungan Heterosigositas (h) pada Ayam Kampung Ciamis, Tegal, dan Blitar a. Ciamis • • • Warna Bulu h = 1 − ∑ qi2 = 1 – (0,01982 + 0,98022) = 1 – 0,9612 = 0,0388 Pola Bulu h = 1 − ∑ qi2 = 1 – (0,13122 + 0,33562 + 0,53322) = 1 – 0,4141 = 0,5859 Kerlip Bulu h = 1 − ∑ qi2 = 1 – (0,66672 + 0,33332) = 1 – 0,5556 = 0,4444 • • • Corak Bulu h = 1 − ∑ qi2 = 1 – (0,44442 + 0,55562) = 1 – 0,5062 = 0,4938 Warna Shank h = 1 − ∑ qi2 = 1 – (0,50002 + 0,50002) = 1 – 0,5 = 0,5000 Bentuk Jengger h = 1 − ∑ qi2 = 1 – (0,56842 + 0,43162) = 1 – 0,5039 = 0,4907 b. Tegal • • • Warna Bulu h = 1 − ∑ qi2 = 1 – (0,04222 + 0,95782) = 1 – 0,9192 = 0,0800 Pola Bulu h = 1 − ∑ qi2 = 1 – (0,14332 + 0,46182 + 0,39492) = 1 – 0,3897 = 0,6103 Kerlip Bulu h = 1 − ∑ qi2 = 1 – (0,62922 + 0,37082) = 1 – 0,5334 = 0,4666 • • • Corak Bulu h = 1 − ∑ qi2 = 1 – (0,59552 + 0,40452) = 1 – 0,5182 = 0,4938 Warna Shank h = 1 − ∑ qi2 = 1 – (0,59552 + 0,40452) = 1 – 0,5182 = 0,4818 Bentuk Jengger h = 1 − ∑ qi2 = 1 – (0,69712 + 0,30292) = 1 – 0,5777 = 0,4223 54 c. Blitar • • • Warna Bulu h = 1 − ∑ qi2 = 1 – (0,03892 + 0,96112) = 1 – 0,9252 = 0,0784 Pola Bulu h = 1 − ∑ qi2 = 1 – (0,22982 + 0,46492 + 0,30532) = 1 – 0,3621 = 0,6379 Kerlip Bulu h = 1 − ∑ qi2 = 1 – (0,76542 + 0,23462) = 1 – 0,6409 = 0,3591 • • • Corak Bulu h = 1 − ∑ qi2 = 1 – (0,39512 + 0,60492) = 1 – 0,5220 = 0,4780 Warna Shank h = 1 − ∑ qi2 = 1 – (0,37042 + 0,62962) = 1 – 0,5336 = 0,4664 Bentuk Jengger h = 1 − ∑ qi2 = 1 – (0,84062 + 0,15942) = 1 – 0,7320 = 0,2680 55 Lampiran 12. Tabel Pengamatan Karakteristik Eksternal Ayam Kampung No Jenis Kela min M 56 F Warna Bulu Putih Berwarna Pola Warna Hitam Liar Kolombia Bentuk Jengger Pea Single Corak Warna Burik Polos Kilau Warna Perak Emas Warna Shank Hitam abu Kuning , Putih