18 BAB III GEOLOGI UMUM 3.1 TINJAUAN UMUM Cekungan Asri

advertisement
BAB III
GEOLOGI UMUM
3.1
TINJAUAN UMUM
Cekungan Asri merupakan bagian dari daerah operasi China National Offshore Oil
Company (CNOOC) blok South East Sumatera (SES). Blok Sumatera Tenggara
terletak pada 04°30’ - 06°00’ LS dan 106°00’ BT – 107°00’ BT. Blok ini merupakan
bagian dari Cekungan Jawa Barat Laut (North West Java Basin) dengan tiga
cekungan utama yaitu Cekungan Sunda, Cekungan Arjuna, dan Cekungan Asri
sendiri.
Cekungan Asri dibatasi oleh Paparan Sunda di bagian utara, di sebelah timur dibatasi
oleh Cekungan Biliton dan Busur Karimun Jawa, di sebelah selatan dibatasi oleh
Cekungan
Jawa Barat dan Platform Seribu, dan di bagian barat dibatasi oleh
tinggian Lampung. Cekungan ini memiliki luas sekitar 3500 kilometer persegi
dengan ketebalan sedimen maksimum mencapai 4876,8 meter yang terbentuk dari
Paleosen sampai Pleistosen. (Sukanto dkk., 1998)
Lapangan minyak pada Cekungan Asri didominasi oleh perangkap struktural dan
beberapa merupakan perangkap kombinasi antara stratigrafi dan struktural. Terdapat
beberapa lapangan minyak di Cekungan Asri bagian barat yang menjadi daerah
penelitian (Gambar 3.1). Dua di antaranya merupakan lapangan minyak utama yang
penghasil hidrokarbon yaitu Lapangan Intan dan Lapangan Widuri.
18
U
U
Gambar 3.1 Bagian barat Cekungan Asri sebagai daerah penelitian.
19
3.2 GEOLOGI REGIONAL
3.2.1
Tektonik
Cekungan Asri merupakan cekungan busur belakang yang terbentuk akibat evolusi
tektonik yang dimulai dari Zaman Kapur, saat Lempeng Samudera Hindia menunjam
di bawah Lempeng Eurasia dengan arah tenggara-barat laut. Ini kemudian
menghasilkan sesar berarah barat-timur pada batuan dasar dan sub-cekungan. Setelah
kejadian tersebut, terbentuk sebuah cekungan busur belakang sebagai bagian dari
sistem half-graben rift (Young dan Atkinskon, 1993 dalam Sukanto dkk., 1998).
Sistem ini diakibatkan oleh gaya ekstensional intrakratonik (Aldrich dkk., 1995
dalam Sukanto dkk., 1998). Akibat pemekaran ini, sistem graben graben yang
simetris kemudian berkembang menjadi setengah graben (half-graben) dan berakhir
setelah berhentinya proses rifting.
Terdapat tiga periode tektonik utama yang mempengaruhi tipe struktur dan sistem
pengendapan pada Cekungan Asri (Sukanto dkk., 1998):
1. Rift Initiation (awal pembentukan rift)
Periode ini terjadi pada masa pra-Banuwati (pra-Oligosen) hingga pada masa
pengendapan Serpih Banuwati (Oligosen Awal). Pada periode ini terjadi
pemekaran benua (continental extention) yang menyebabkan seri blok-blok sesar
yang mempunyai arah hampir paralel dengan sesar utama pembatas cekungan.
Bentuk cekungan pada fasa ini relatif simetris.
2. Syn Rift (selama pembentukan rift)
Periode ini terjadi pada Oligosen Awal hingga Oligosen Akhir. Pada periode synrift, ritifng berkembang akibat pengaruh barisan sesar pada sayap bagian timur
dan barat dari cekungan. Terjadi penurunan cepat dan simetris hinggga terbentuk
cekungan dalam yang memanjang.
Rifting terus berlanjut dengan pengaruh sesar di sebelah timur yang lebih
dominan daripada sesar di sebelah barat sehingga ekstensi terjadi secara cepat
terjadi dengan sudut yang tinggi (high angle). Inilah yang kemudian mengubah
bentuk cekungan dari graben simetris menjadi setengah graben.
20
3. Post Rift (setelah pembentukan rift)
Pada periode ini proses rifting telah berhenti, dan terjadi penurunan cekungan.
Pada saat tersebut pula terjadi transgresi marin yang bersifat regional.
3.2.2 Stratigrafi
Stratigrafi Cekungan Asri adalah bagian dari Cekungan Jawa Barat Laut. Urutan
stratigrafi Cekungan Asri dari umur tertua hingga termuda menurut Sukanto dkk.,
(1998) (Gambar 3.2) adalah sebagai berikut:
1. Batuan Dasar (Basement)
Batuan dasar Cekungan Asri terdiri dari batuan Pra-Tersier (Kapur Awal) dengan
batuan bervariasi dari granit/granodiorit (berkomposisi asam) dan batuan
metamorf berderajat rendah seperti sekis, marmer, dan kuarsit. Batuan dasar di
Cekungan Asri dapat dipetakan dengan seismik dengan kualitas baik.
2. Formasi Banuwati
 Anggota Hariet
Sukanto dkk., (1998), menamai seluruh sekuen klastik kasar, batulempung
yang teroksidasi, dan serpih Eosen/Oligosen yang berada di antara batuan
dasar dan serpih lakustrin Banuwati sebagai Anggota Hariet – Formasi
Banuwati. Batuan konglomerat Anggota Hariet ini diendapkan secara tidak
selaras dan diinterpretasikan sebagai endapan aluvial atau fluvial dari
tinggian batuan dasar Pre-Tersier.
 Anggota Serpih Banuwati
Setelah Anggota Hariet, terendapkan Anggota Serpih Banuwati secara tidak
selaras yang terdiri dari serpih hitam di seluruh area Cekungan Asri dan
Sunda. Serpih dari anggota ini berwarna hitam (menunjukkan kondisi
pengendapan anoksik) dan diinterpretasikan sebagai fasies lakustrin
transgresif dalam yang secara selaras mendangkal ke atas menjadi klastik
darat fasies fluvial dan rawa (coal swamp).
21
3. Formasi Talang Akar
 Anggota Zelda
Anggota Zelda bawah merupakan unit terigen dari Formasi Talang Akar
secara selaras diendapkan di atas Anggota Serpih Banuwati. Anggota ini
secara umum tersusun atas sedimen non-marin yaitu batupasir berlapis
fluviatil, batulempung tebal, serpih, dengan beberapa lapisan tipis batubara
secara lokal. Ini diinterpretasikan sebagai endapan lingkungan lakustrin
dangkal dan fluvio-deltaik. Setelah Zelda bawah, diendapkan Zelda tengah ke
atas berupa interval tebal batupasir fluvial multi-story berusia Oligosen
Tengah – Akhir. Di atasnya terdapat endapan yang secara bertahap berubah
dari endapan lakustrin non-marin dan fluvial menjadi dataran pantai dengan
batupasir estuari, serpih, dan batubara pada Zelda atas.
 Anggota Gita
Anggota Gita tersusun atas batulempung, serpih, dan batubara transgresif
dengan batupasir saluran estuari. Batupasir memiliki distribusi merata dari
dasar stratigrafis Anggota Gita dan cenderung berubah ke fasies saluran
(channel) dengan pola yang berangsur ke arah laut.
4. Unit Miosen Atas – Pleistosen (Post TAF Formations)
Setelah Formasi Talang Akar diendapkan Kelompok Formasi Pasca-Talang Akar
yang terdiri dari:
 Formasi Baturaja
Formasi Baturaja diendapkan selaras di atas Formasi Talang Akar berupa
endapan batugamping neritik tengah laut yang terjadi akibat transgresi yang
menenggelamkan dataran rendah delta (lower delta plain). Endapan neritik
ini terdiri atas batupasir laut dangkal, batulempung, dan batugamping yang
berkembang kurang baik.
 Formasi Gumai
Formasi Gumai diendapkan secara selaras di atas Formasi Baturaja, berupa
serpih abu-abu yang terbentuk saat kenaikan maksimum muka air laut relatif.
 Formasi Air Benakat
22
Formasi Air Benakat terbentuk ketika kedalaman air pada Kala Miosen
berkurang. Formasi ini tersusun atas serpih, batugamping, dan batupasir
dengan lingkungan pengendapan laut dangkal.
 Formasi Cisubuh
Formasi ini terdiri dari lempung marin dengan lapisan tipis batupasir dan
batulanau yang terbentuk pada Miosen Akhir hingga Pliosen.
Keterangan:
Lapisan
dengan
minyak
produktif
Oil Show
Gambar 3.2 Stratigrafi regional Cekungan Asri (Sukanto dkk., 1998).
23
3.2.3
Struktur Geologi
Cekungan Asri dibatasi oleh sesar utama berarah utara-selatan dengan kemiringan
arah barat. Sedangkan pada bagian selatan dibatasi oleh sistem sesar yang berarah
barat-timur (Gambar 3.3). Pengisian cekungan dimulai oleh sedimen yang onlap ke
arah monoklin pada bagian barat dan utara.
Selain kedua sesar utama, pada bagian timur dan selatan, sesar-sesar dengan arah
hampir paralel dengan sesar utama yang dipengaruhi oleh proses rifting yang terjadi.
Sesar-sesar ini memotong Formasi Talang Akar yang diendapkan selama terjadinya
rifting (Zhu dan Qi, 2005).
U
meter
0
15000
Gambar 3.3 Struktur kedalaman batuan dasar dan struktur-struktur utama di
Cekungan Asri (Zhu dan Qi, 2005)
24
3.2.4
Sistem Petroleum
Sistem petroleum merupakan elemen-elemen faktor keterdapatan hidrokarbon.
Sistem ini terdiri dari batuan induk, reservoir, penutup, jalur migrasi, dan perangkap
(trap). Mengacu pada Sukanto dkk. (1998), sistem petroleum Cekungan Asri secara
umum (Gambar 3.4) adalah sebagai berikut:
A. Batuan induk
Batuan induk dari Cekungan Asri termasuk ke dalam Formasi Banuwati,
Anggota Serpih Banuwati, yaitu serpih berwarna hitam dengan lingkungan
lakustrin dalam.
B. Reservoir
Reservoir dari sistem petroleum di Cekungan Asri terdiri dari batupasir fluvialdeltaik Anggota Gita dan Anggota Zelda dari Formasi Talang Akar. Dari
arsitekturnya,
reservoir
batupasir
menunjukkan
spektrum
lingkungan
pengendapan dari fluvial hingga estuari.
C. Batuan penutup (Seal)
Batuan penutup utama di Cekungan Asri adalah serpih laut dangkal pada Gita
Atas. Sementara itu, serpih Baturaja dan Gumai menjadi penutup regional atas
bagi seluruh cekungan.
D. Jalur migrasi (migration pathway)
Migrasi fluida pada Cekungan Asri sebagian besar dikontrol oleh geometri
lapisan pembawa, yaitu batupasir Anggota Zelda. Secara lateral migrasi terjadi
dari Formasi Banuwati menuju Anggota Zelda bagian tengah akibat jumlah
struktur sesar yang tidak cukup banyak, juga karena rendahnya rasio
batupasir/serpih. Migrasi vertikal memungkinkan hidrokarbon mencapai Anggota
Gita melalui sesar-sesar normal.
25
E. Perangkap (trap)
Perangkap utama pada lapangan-lapangan dalam Cekungan Asri merupakan
struktur antiklin yang tersesarkan dan dikombinasikan dengan seal (batuan
penutup) yang terkontrol oleh stratigrafi (Young dkk., 1999 dalam Sukanto dkk.,
1998).
Gambar 3.4 Sistem petroleum Cekungan Asri (Sukanto dkk., 1998).
3.3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Geologi daerah penelitian dari studi ini baik tinjaun stratigrafi maupun struktur dapat
direpresentasikan oleh hubungan Sumur Hariet-2 yang menembus formasi-formasi
dengan batuan sedimen yang difokuskan dalam studi batuan induk dan Sumur
Widuri-1 sebagai sumur pada lapangan minyak di bagian barat dari Cekungan Asri
(Gambar 3.5).
26
U
Gambar 3.5 Peta lokasi Sumur Hariet-1 dan Sumur Hariet-2 yang dianggap
representatif untuk pembahasan daerah penelitian.
3.3.1 Stratigrafi
Studi stratigrafi daerah penelitian dilakukan dengan melakukan korelasi antarformasi berdasarkan data log sinar gamma dan resistivitas (Gambar 3.6). Korelasi
berdasarkan data log sumur ini dilakukan untuk menjadi acuan penentuan kedalaman
top masing-masing formasi dalam pembuatan penampang seismik (Lampiran I) dan
peta isopach (Lampiran III).
Selain berdasarkan data log sumur, penentuan stratigrafi daerah penelitian juga
dilakukan berdasarkan deskripsi sampel serbuk bor (cutting) dan inti bor (core). Dari
ketiga jenis data tersebut dapat disusun kolom stratigrafi dari Sumur Hariet-2 dan
Widuri-1 (Lampiran IV) yang dapat merepresentasikan daerah penelitian.
Sumur Hariet-2 memiliki kedalaman hingga kisaran 12.300 kaki (Maxus SES Ltd,
1995) dan menembus Formasi Banuwati hingga Anggota Hariet. Sementara itu, pada
lapangan-lapangan minyak bagian barat Cekungan Asri yang dapat direpresentasikan
oleh sumur Widuri-1 yang memiliki kisaran kedalaman 3.700 kaki.
27
Pada kisaran kedalaman 12.300-an kaki di sumur Hariet-2, terdapat perselingan
batupasir dan konglomerat dengan matriks batupasir (Maxus SES Ltd, 1996).
Endapan klastik kasar ini merupakan bagian dari Formasi Banuwati Anggota
Hariet, seperti yang telah disebutkan pada bab subbab stratigrafi regional.
Pada rentang kedalaman 11.000-an kaki, terendapkan serpih (berukuran lempung)
berwarna gelap (hitam – hitam kecokelatan), non karbonatan, dan kaya akan material
organik (rentang nilai TOC 3,0 – 7,0) (Maxus SES Ltd, 1996). Terdapat pula
kemunculan minyak (oil show). Ini dapat diinterpretasikan sebagai Anggota Serpih
Banuwati dari Formasi Banuwati. Butiran yang halus mengindikasikan lingkungan
pengendapan yang tenang, dan kayanya material organik dapat mengarahkan
interpretasi lingkungan pengendapan lakustrin yang kaya akan alga. Dari
karakteristik data log sinar gamma dan resistivitas, Anggota Serpih Banuwati ini
dapat dikenali dengan nilai sinar gamma yang relatif rendah daripada serpih pada
umumnya dan memiliki resistivitas tinggi.
Dari korelasi log sinar gamma dan resistivitas yang dilakukan pada 13 sumur untuk
menentukan top dan bottom tiap lapisan, hanya 3 sumur yang menembus formasi
Banuwati. Berdasarkan data-data tersebut dapat dibuat peta isopach Formasi
Banuwati yang menunjukkan menipis ke arah barat dan tidak lagi ditemui pada
sumur-sumur di sebelah barat. (Gambar 3.7)
Pada rentang kedalaman 10.000-11.000 kaki) masih ditemukan serpih (ukuran
batulempung) dengan warna yang lebih terang (kecokelatan) dengan perselingan
batupasir tipis yang semakin menebal hingga kedalaman 7000-an kaki. Kemunculan
batupasir yang menyelingi serpih ini mengindikasikan terjadinya pendangkalan.
Mengacu kepada stratigrafi regional, rentang kedalaman dengan litologi ini sesuai
dengan Anggota Zelda Bawah dari Formasi Talang Akar yang diendapkan pada
lingkungan
lakustrin
dangkal
hingga
fluviodeltaik
(Sukanto
dkk.,
1998).
Karakteristik log sinar gamma menunjukkan nilai yang tinggi dan resistivitas yang
28
rendah khas serpih yang miskin material organik. Kemunculan pasir yang menebal
juga dapat diidentifikasi melalui karakteristik log yang mulai membalok.
Keterangan:
Formasi Batu Raja
Formasi Talang Akar
Formasi Banuwati
(Anggota Serpih Banuwati)
Formasi Banuwati
(Anggota Hariet)
Batuan Dasar
Gambar 3.6 Korelasi berdasarkan log sinar gamma dan resistivitas dari Sumur
Hariet-2 dan Widuri-1
Pada kedalaman 6500-an kaki dari log sinar gamma dapat dikenali pola blocky yang
menandakan lapisan pasir. Lapisan pasir yang semakin tebal dan mengkasar ke atas
ini dapat diinterpretasikan sebagai Anggota Zelda Tengah yang diendapkan pada
lingkungan fluvial. Pada kedalaman 4500-an, batupasir semakin tebal dan
mendominasi serpih. Karakteristik log membalok (blocky) pada sinar gamma juga
29
mengindikasikan adanya tumpukkan lapisan batupasir. Ini dapat dikelompokkan
sebagai Anggota Zelda Atas.
Gambar 3.7 Peta isopach Formasi Banuwati (satuan dalam kaki)
Pada kedalaman 4500-an kaki, ditemukan perlapisan batulempung dan batubara
dengan lapisan-lapisan batupasir tipis hingga tebal. Lapisan-lapisan batupasir ini
dapat diinterpretasikan sebagai endapan saluran pada lingkungan transisi. Mengacu
kepada stratigrafi regional, ini dapat dikolompokkan sebagai Anggota Gita dari
Formasi Talang Akar. Dari log sinar gamma masih dapat dikenali pola membalok
yang berselingan dengan pola khas litologi serpih.
Pada sumur Widuri-1 (Pertamina-IIAPCO, 1988), tidak lagi ditemukan dapat
dikenali
pembagian
Anggota-Anggota
Zelda.
Hanya
ditemukan
batupasir
konglomeratan yang terlapukkan di bagian bawah pada kedalaman 3563 kaki. Di
30
atasnya diendapkan perlapisan batupasir, serpih, dan batubara yang dapat
diinterpretasikan korelatif dengan Anggota Gita pada sumur Hariet-2.
Dapat dikatakan bahwa Formasi Talang Akar semakin menipis ke arah barat. Ini
dapat dibuktikan oleh peta isopach Formasi Talang Akar pada Gambar 3.8.
Gambar 3.8 Peta isopach Formasi Talang Akar (satuan dalam kaki)
Setelah Formasi Talang Akar, terendapkan Kelompok Formasi Pasca-Talang Akar
yang dimulai dari Formasi Baturaja dengan litologi perlapisan batupasir laut dangkal,
batulempung, dan batugamping pasiran. Formasi Air Benakat merupakan endapan
tebal dengan batulempung yang dominan terhadap batupasir glaukonit, dan
batugamping, sementara Formasi Parigi dapat diidentifikasi melalui litologi batu bara
pada data serbuk bor.
31
3.3.2 Struktur Geologi
Struktur geologi yang ada pada daerah penelitian dapat terlihat dari penampang
seismik Z-X (Gambar 3.9) dan penampang seismik Y-X (Gambar 3.10). Terdapat
sesar-sesar normal yang memotong Formasi Talang Akar. Sesar-sesar ini
diinterpretasikan terbentuk saat terjadi proses rifting.
Selain itu dari interpretasi penampang seismik terlihat pula beberapa sesar yang
memotong Kelompok Formasi Pasca-Talang Akar yang terbentuk setelah fasa postrift. Ini diinterpretasikan sebagai pengaruh pembebanan dari sedimen itu sendiri atau
proses inversi tektonik yang tidak signifikan.
Z
X
Sesar-sesar akibat proses
rifting
Gambar 3.9 Struktur geologi daerah penelitian dari penampang Z-X
32
Sesar-sesar akibat proses
rifting
Gambar 3.10 Struktur geologi daerah penelitian dari penampang Y-X
3.3.3
Sintesis Geologi
Dari korelasi log sinar gamma dan resistivitas, penampang seismik Y-X dan Z-X
yang didukung dengan data deskripsi litologi dari sumur Hariet-2 dan Widuri-1,
dapat disusun sebuah sintesis geologi sebagai berikut.
Cekungan dengan batuan dasar granit terisi oleh Anggota Hariet dari Formasi
Banuwati yang terdiri dari perselingan batupasir dan konglomerat yang diendapkan
di lingkungan darat (fluvial).
33
Di atasnya secara selaras diendapkan Anggota Serpih Banuwati dari Formasi
Banuwati dengan fasies lakustrin dalam. Diperkirakan terbentuknya lakustrin dalam
ini akibat proses rifting yang menyebabkan tingkat penurunan jauh lebih tinggi
daripada tingkat suplai sedimen. Setelah terendapkannya Anggota Serpih Banuwati,
terjadi transgresi sehingga Anggota Zelda Bawah terendapkan pada fasies lakustrin
dangkal.
Transgresi terus terjadi sehingga di atas Anggota Zelda Bawah diendapkan Anggota
Zelda Tengah dengan lingkungan darat fluvial (dicirikan oleh batupasir yang
menebal dan mengkasar ke atas). Selama proses rifting terbentuk sesar-sear normal
yang memotong Formasi Talang Akar. Kemudian diendapkan Anggota Zelda Atas
dengan litologi batupasir yang berseling dengan batulempung yang diendapkan pada
lingkungan transisi delta. Perubahan ini mengindikasikan kenaikan tingkat dasar
(base level). Kenaikan tingkat dasar ini berkaitan dengan tingkat penurunan yang
menurun dan mengindikasikan pula berkurangnya intensitas proses rifting.
Di atas Anggota Zelda diendapkan Anggota Gita yang tersusun atas batupasir
channel di antara dominasi serpih dan batubara transgresif. Perubahan lingkungan
dari transisi delta menjadi saluran estuari dapat disebabkan oleh kenaikan muka laut.
Kenaikan muka laut ini terus terjadi, sehingga di atasnya diendapkan secara selaras
Formasi Baturaja pada lingkungan marin dangkal (dicirikan oleh endapan
batugamping neritik yang berkembang kurang baik, serpih dan batulanau
karbonatan).
Keadaan muka air laut yang naik ini terus bertahan hingga diendapkannya Formasi
Air Benakat pada lingkungan pengendapan marin neritik tengah (dicirikan oleh
lapisan serpih yang mendominasi batugamping tipis dan batupasir).
Setelah terendapkan Formasi Air Benakat, muka laut turun kembali, dibuktikan oleh
terendapkannya Formasi Parigi dalam lingkungan pengendapan laut dangkal
(dicirikan oleh serpih, batugamping, batupasir, dan batubara lignit). Muka laut terus
34
turuh hingga diendapkan Formasi Cisubuh dengan lingkungan transisi yang dicirikan
oleh adanya litologi serpih, batupasir, dan batubara lignit tanpa kehadiran
batugamping.
Selama pengendapan yang tidak lagi dipengaruhi proses rifting, secara tektonik
terjadi proses inversi yang tidak signifikan dan yang menyebabkan pembebanan dan
membentuk sesar-sesar yang memotong kelompok Formasi Pasca-Talang Akar.
Sesar-sesar ini juga dapat terjadi akibat pembebanan selama sedimentasi itu sendiri
selama pembentukan cekungan.
35
Download