II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelapa sawit Kelapa

advertisement
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelapa sawit
Kelapa sawit bukanlah tanaman asli di Indonesia dan baru ditanam secara
komersil pada tahun 1911. Nama latin dari kelapa sawit adalah Elaeis guineensis
Jacq, berasal dari kata Elation yang berarti minyak dalam bahasa Yunani,
sedangkan Guineensis berasal dari Guinea (pantai Barat Afrika), dan Jacq berasal
dari nama seorang Botanist Amerika Jacquin.
Berikut adalah klasifikasi Elaeis guineensis (Pahan, 2006):
Divisi : Embryophyta Siphonagama
Kelas : Angiospermae
Ordo : Monocotyledonae
Famili : Arecaceae (dahulu disebut Palmae )
Subfamili :Cocoideae
Genus : Elaeis
Spesies : 1. E. guineensis Jacq
2. E. oleifera (H.B.K) Cortes
3. E. odora
2.1.1. Akar
Tanaman kelapa sawit mempunyai akar serabut. Akar tersebut akan tumbuh
ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tertier, dan
kuartener. Fungsi utama dari akar adalah menyangga bagian atas tanaman dan
menyerap zat hara (Tim Penulis PS, 1999).
2.1.2. Batang
Batang pada tanaman berfungsi sebagai penyangga tajuk serta menyimpan
dan mengangkut bahan makanan. Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman
monokotil, sehingga tanaman tersebut pada umumnya tidak berkambium yang
menyebabkan pada umumnya batangnya menjadi tidak bercabang. Tinggi batang
bertambah kira–kira 45 cm/tahun, tetapi dalam kondisi lingkungan yang sesuai
dapat mencapai 100 cm/tahun. Tinggi maksimum tanaman kelapa sawit yang
ditanam di perkebunan adalah 15 – 18 m, sedangkan di alam dapat mencapai 30
5
m. Tinggi tanaman di perkebunan dibatasi dikarenakan untuk memudahkan
pekerja kebun untuk memetik buahnya (Tim Penulis PS, 1999).
2.1.3. Daun
Daun kelapa sawit mempunyai susunan daun majemuk. Daun–daun tersebut
akan membentuk suatu pelepah daun yang panjangnya dapat mencapai kurang
lebih 7,5 – 9 m. Tanaman kelapa sawit yang tumbuh dengan normal mempunyai
daun berjumlah 40 – 60 buah (Tim Penulis PS, 1999).
2.2. Persyaratan Tumbuh
2.2.1. Iklim
Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah di sekitar
12° LU - 12° LS. Tanaman kelapa sawit membutuhkan intensitas cahaya matahari
yang cukup tinggi untuk melakukan fotosintesis, kecuali pada kondisi juvenile di
pre-nursery. Kelapa sawit pada umumnya tumbuh pada ketinggian 0 – 500 m di
atas permukaan laut, dengan ketinggian optimal pada 0 – 400 m dpl. Kecepatan
angin 5 – 6 km/jam sangat baik dalam proses penyerbukan, apabila angin bertiup
terlalu kencang akan menyebabkan tanaman baru doyong atau miring.
Temperatur untuk pertumbuhan yang optimal pada suhu 24 – 28 °C, dengan
suhu terendah 18°C dan tertinggi 32°C. Kelembaban 80 % dengan lama
penyinaran matahari 5 – 7 jam/hari. Kelembaban rata–rata yang tinggi akan
merangsang perkembangan penyakit, hal ini juga ada hubungannya dengan
rendahnya lama penyinaran matahari. Apabila lama penyinaran matahari kurang
dari 5 jam/hari, dapat menyebabkan berkurangnya asimilasi, gangguan penyakit,
dan lain–lain (Lubis, 1992). Menurut Setyamidjaja (1991), budidaya tanaman
kelapa kelapa sawit di pulau Jawa berkembang di daerah Banten Selatan yang
keadaan iklimnya relatif cukup basah. Sedangkan di pulau Jawa bagian timur,
yang musim kemaraunya tegas dan berlangsung selama 4 – 5 bulan, kurang cocok
untuk kelapa sawit. Pada keadaan iklim demikian, produksi buah menjadi tidak
merata. Witjaksana et al. (2005a) berpendapat bahwa kekeringan akan
memberikan dampak terhadap aktivitas fisiologis, pertumbuhan, perkembangan
dan produksi tanaman.
6
Menurut Pahan (2006), ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap
perkembangan tanaman dalam hidupnya, yaitu (1) innate, (2) induce, dan (3)
enforce. Faktor innate merupakan faktor yang berhubungan dengan sifat genetik
dari tanaman, di mana faktor ini bersifat mutlak dan sudah ada semenjak
terbentuknya embrio dalam biji. Faktor induce adalah faktor yang mempengaruhi
ekspresi dari sifat genetik yang terkait dengan keadaan buatan manusia, seperti
pemberian pupuk tepat dosis. Faktor enforce adalah faktor lingkungan atau alam
yang dapat merangsang ataupun menghambat pertumbuhan dan produksi
tanaman.
2.2.2. Tanah
Menurut Setyamidjaja (1991), kelapa sawit dapat tumbuh pada bebagai jenis
tanah, akan tetapi agar pertumbuhannya lebih optimal harus memerlukan tanah
sesuai. Jenis tanah yang baik untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah jenis
Latosol, Podsolik Merah Kuning, dan Aluvial yang kadang–kadang meliputi tanah
gambut dan muara sungai. Meskipun demikian, kemampuan produksi kelapa
sawit pada tiap jenis tanah tidaklah sama.
Sifat–sifat fisika dan kimia yang harus dipenuhi agar kelapa sawit dapat
tumbuh dengan optimal adalah :
1. Drainase yang baik dan permukaan air tanah yang cukup dalam.
2. Solum yang cukup dalam.
3. Reaksi tanahnya masam dan pH berkisar antara 4 – 6.
2.2.3. Pembibitan
Pertumbuhan bibit adalah suatu periode yang paling menentukan
keberhasilan tanaman dalam mencapai pertumbuhan yang paling baik pada
pembibitan. Pembibitan tanaman kelapa sawit adalah suatu kegiatan budidaya
pada benih (kecambah) atau hasil kultur jaringan kelapa sawit untuk
menyiapkannya agar dapat hidup dan tumbuh berkembang normal disertai dengan
karakteristik yang dikehendaki (seleksi) saat ditanam di areal penaman (Ratnawati
et al., 2006).
Sistem pembibitan kelapa sawit umumnya terdiri dari dua sistem
pembibitan, yaitu sistem pembibitan di lapang dan sistem pembibitan di polythene
7
(polibag). Sistem pembibitan di polibag terdiri dari dua macam, yaitu sistem
pembibitan polibag satu tahap dan sistem pembibitan dua tahap. Pada sistem
pembibitan dua tahap terdapat adanya pembibitan pendahuluan dan pembibitan
utama. Sistem pembibitan satu tahap umumnya direkomendasikan untuk jumlah
bibit yang tidak terlalu banyak, terutama untuk keperluan replanting (Pahan,
2006).
2.3. Ultisol
Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai
sebaran cukup luas. Ultisol dapat berkembang dari bebagai bahan induk yang
bersifat masam hingga basa. Ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada
horizon bawah permukaan sehingga mengurangi daya resap air dan meningkatkan
aliran permukaan dan erosi tanah. Sarief (1984) berpendapat bahwa ultisol
memiliki banyak faktor penghambat bagi pertumbuhan tanaman. Faktor
penghambat tersebut adalah kemasaman tanah yang tinggi, keracunan akan unsur
aluminium (Al), rendahnya kandungan unsur P, Mg, dan bahan organik. Ginting
dan Rahutomo (2007) berpendapat bahwa tanah marjinal memiliki masalah
terhadap ketersediaan unsur hara P, ini dikarenakan adanya fiksasi unsur P oleh
ion–ion logam seperti Al, Fe, dan Mn sehingga unsur P menjadi tidak tersedia
bagi tanaman. Salah satu cara untuk mengatasi faktor penghambat ini di antaranya
dengan pemberian kapur.
Kandungan hara pada Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa
berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses
dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi. Di Indonesia, Ultisol
umumnya dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa sawit, karet, dan hutan tanaman
industri.
2.4. Bahan Pembenah Tanah Baode
Bahan pembenah tanah Baode terdiri dari dua jenis, yaitu Baode akar dan
Baode daun. Bahan pembenah tanah Baode daun adalah suatu senyawa organik
yang berisikan hormon–hormon dan enzim pertumbuhan. Bahan pembenah tanah
Baode daun ini berfungsi untuk mengatur reaksi enzim, meningkatkan
8
fotosintesis, memberikan berbagai nutrisi untuk mendorong pertumbuhan,
meningkatkan ketahanan terhadap hama dan penyakit.
Bahan pembenah tanah Baode akar adalah suatu senyawa organik yang
berbahan dasar mikrob. Bahan pembenah tanah Baode akar adalah sejenis Plant
Growth
Promoting
Rhizobacteria
(PGPR).
Plant
Growth
Promoting
Rhizobacteria adalah sejenis bakteri yang hidup di daerah perakaran yang
memberi keuntungan dalam proses fisiologi dan pertumbuhan tanaman. Selain itu,
PGPR juga mampu memacu pertumbuhan dan fisiologi akar dengan
meningkatkan ketersediaan nutrisi lain seperti phospat, belerang, besi, dan
tembaga, serta mampu mengurangi penyakit dan kerusakan oleh serangga.
Bahan pembenah tanah Baode akar merupakan bakteri aktif yang diproduksi
dalam keadaan dorman yang berasal dari strain utama hasil dari teknologi
terkonsentrasi dan fermentasi. Bakteri yang terdapat dalam bahan pembenah tanah
Baode tersebut terdapat dalam jumlah banyak, cepat bereproduksi, dan
mempunyai ketahanan hidup yang cukup tinggi. Bakteri tersebut berguna dalam
memilih dan mengatur fungsi akar dalam penyerapan dan pengeluaran nutrisi.
Dalam prosesnya, bakteri tersebut menyerap nutrisi dan oksigen, menahan sekresi
zat aktif, dan membentuk lapisan pelindung di sekitar akar, mencegah
berkembangnya bakteri dan mikroba yang merugikan dalam daerah perakaran.
Hasilnya adalah penyakit yang ditularkan lewat tanah akan berkurang dan
ketahanan akan penyakit pada tanaman akan lebih meningkat. Jenis bakteri yang
terdapat pada bahan pembenah tanah Baode adalah Bacillus laterosporus.
2.4.1. Bacillus
Bakteri
adalah
kelompok
mikroorganisme
yang
paling
dominan
keberadaannya di dalam tanah. Jumlahnya mungkin sama dengan satu setengah
dari biomassa mikroba dalam tanah. Marga Bacillus merupakan salah satu
kelompok bakteri yang mempunyai berbagai macam kemampuan yang dapat
dikembangkan dalam skala industri. Campbell (1985) berpendapat bahwa, bibit
yang diinokulasikan bakteri seperti Azotobacter, Clostridium, Bacillus, dan lain–
lain dapat meningkatkan hasil panen di kebun. Bacillus merupakan bakteri yang
9
berbentuk batang yang dapat dijumpai di tanah dan air laut. Populasi Bacillus
dalam tanah terbilang cukup sedikit (Subba Rao, 1977).
2.5. Pupuk Cair GD
Pupuk cair GD merupakan bahan pupuk yang diformulasikan oleh staf
DITSL yang mengandung organik berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik, kimia,
dan biologi tanah. Bahan dasar dari pupuk cair GD adalah bahan humat.
Kandungan bahan humat yang terdapat pada pupuk cair GD sebesar 10 %. Pupuk
ini diformulasikan dengan komposisi hara yang dapat merangsang pertumbuhan
akar dan bagian atas tanaman.
Menurut Andalasari (1997) bahan humat adalah suatu senyawa berwarna
gelap yang dapat diekstrak dari berbagai jenis tanah dengan berbagai pereaksi
serta tidak larut dalam asam. Bahan humik atau asam humat secara tidak langsung
dapat memperbaiki dan menunjang pertumbuhan tanaman, karena bahan humat
dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi pada tanah sehingga dapat
menunjang pertumbuhan tanaman. Bahan humat juga dapat memberikan dampak
secara langsung terhadap tanaman dengan berdampaknya terhadap sejumlah
proses fisiologi dan metabolisme pada tanaman. Tambas dan Gofar (1998)
berpendapat bahwa fraksi humat dapat menjerap logam Al dan Fe. Fraksi humat
tanah digolongkan menjadi (1) asam humat, yakni fraksi yang larut dalam basa,
(2) asam krenik dan aprokrenik, yakni yang larut dalam air, dan (3) humin, yakni
yang tidak larut dan lembam (inert). Senyawa humat ini bersifat amorf, berwarna
kuning sampai coklat hitam dan memiliki bobot molekul tinggi (Tan, 1992).
2.6. Pemupukan
Kemampuan suatu lahan untuk menyediakan berbagai unsur hara secara
terus–menerus bagi proses pertumbuhan tanaman sangatlah terbatas. Keterbatasan
dari daya dukung lahan ini dapat diatasi dengan melakukan proses pemupukan.
Pemupukan bertujuan untuk memperoleh produksi yang tinggi dan bernilai
dengan memperbaiki penyediaan hara sambil memperhatikan atau memperbaiki
tanah tanpa merusak lingkungan (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).
Menurut Pahan (2006) unsur hara makro (N, P, K, Ca, dan Mg) dibutuhkan
tanaman dalam jumlah yang sangat besar dengan nilai kritis antara 2 – 30 g/kg
10
berat kering tanaman, sedangkan unsur hara mikro dibutuhkan dalam jumlah
relatif lebih kecil kandungan nilai kritisnya berkisar antara 0.3 – 50 mg/kg.
Soepardi (1983) berpendapat bahwa dari ketiga unsur hara yang biasanya
diberikan sebagai pupuk (unsur N, P, dan K), unsur nitrogen memberikan
pengaruh paling mencolok dan cepat, terutama untuk merangsang pertumbuhan di
atas tanah dan memberikan warna hijau pada daun. Menurut Tim Penulis PS
(1999), unsur boron (B) merupakan salah satu unsur yang cukup penting pada
tanaman muda, sebab tanaman muda yang mengalami kekurangan unsur B dapat
mengalami kematian. Pemupukan yang baik dan efisien pada tanaman kelapa
sawit dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: penempatan pupuk, waktu
aplikasi, keseimbangan hara, kondisi gulma, jumlah pelepah, keadaan bangunan
konservasi, dan keseragaman tanaman (Witjaksana et al., 2005b).
2.6.1. Pemupukan Daun
Penyerapan unsur hara melalui daun terjadi karena adanya difusi dan
osmosis melalui lubang stomata. Proses mekanis pada stomata diatur oleh tekanan
sel turgor dari sel–sel penutup. Pada siang hari yang terik dan kondisi angin yang
terlalu cepat akan menyebabkan stomata menjadi menutup karena terjadi
penguapan yang terlalu besar. Jika pada saat itu disemprotkan air akan, maka
stomata akan kembali terbuka karena meningkatnya tekanan turgor. Jika air yang
disemprotkan mengandung unsur hara yang tinggi, menyebabkan unsur–unsur
hara tersebut terserap dan berdifusi kedalam stomata bersama dengan air (Sarief,
1984).
2.7. Bahan Organik
Sumber utama bahan organik adalah jaringan tanaman. Setiap tahun alam
dapat menyediakan bahan organik yang berasal dari ranting, cabang, daun, batang,
dan akar tanaman. Karbon atau unsur C merupakan penyusun utama bahan
organik. Menurut Soepardi (1983) 25 % bagian dari tanaman terdiri atas 11 % C,
10 % O2, 2 % H, dan 2 % abu. Kadar C pada tanah bergantung dari kandungan N
pada tanah atau yang dikenal dengan C/N ratio, di mana kedua unsur tersebut
memiliki sifat persaingan di antaranya di dalam tanah. Pernyataan tersebut sesuai
dengan apa yang diutarakan oleh Isnaini (1997) bahwa pemupukan nitrogen
11
dengan tingkat dosis yang semakin meningkat akan meningkatkan kadar C–
organik pada tanah, sedangkan tanpa pemupukan nitrogen akan menyebabkan
kadar C–organik menjadi rendah.
2.8. Unsur Hara Makro
2.8.1. Unsur N
Bahan organik merupakan sumber utama dari nitrogen dalam tanah dan
jumlah ketersediaannya dipengaruhi oleh ratio antara karbon (C) dengan nitrogen
(N). Sebagian besar nitrogen pada tanah terikat dalam bentuk organik dan
sebagian kecil lagi dalam bentuk anorganik. Unsur N organik tidak dapat diserap
oleh tanaman. Tanaman hanya mampu menyerap nitrogen dalam bentuk
ammonium (NH4) dan nitrat (NO3). Menurut Sarief (1984) nitrat yang terserap
akan segera tereduksi menjadi ammonium dan diubah menjadi asam amino yang
membuat daun pada tanaman menjadi lebih lebar.
Jika dilihat dari sifat unsur N yang mudah hilang dalam tanah, Sarief (1984)
mengutarakan bahwa urea akan menjadi lebih efektif jika diberikan langsung pada
daun tanaman dengan menyemprotkan larutan urea tersebut. Selain itu
pengambilan unsur N melalui akar tanaman dinilai kurang efektif jika
dibandingkan dengan pemberian melalui daun.
Dari tiga jenis unsur yang biasa diberikan sebagai pupuk, nitrogen
memberikan reaksi dan pengaruh paling cepat. Pengaruh utama unsur N yaitu
dalam merangsang pertumbuhan diatas tanah dan memberikan warna hijau pada
daun. Apabila tanaman mengalami kekurangan unsur N akan berakibat pada
terbatasnya sistem perakaran dan tanaman tumbuh kerdil (Soepardi, 1983).
2.8.2. Unsur P
Pada umumnya tanah–tanah di Indonesia khususnya pada lahan–lahan
marjinal memiliki kandungan unsur P yang sangat rendah. Unsur P dalam bentuk
P organik dapat dibebaskan menjadi bentuk anorganik melalui proses
dekomposisi sehingga dapat diserap oleh tanaman. Ketersediaan unsur P yang
dapat diserap oleh tanaman dipengaruhi oleh adanya mineral Fe, Al, dan Mn di
dalam tanah yang dapat memfiksasi P, mikroorganisme, dan bahan organik. Sarief
(1984) mengatakan bahwa unsur P di dalam tanah sangatlah stabil dan terpegang
12
kuat dalam tanah. Selain itu, unsur P dalam tanah sukar larut dan terikat oleh
partikel tanah yang menyebabkan sebagian besar menjadi tidak tersedia bagi
tanaman.
Unsur P merupakan komponen asam nukleat yang berfungsi untuk mengatur
proses perkembangan. Menurut Rahardjo dan Rini (2010), kebutuhan tanaman
akan unsur P relatif lebih sedikit dibandingkan dengan unsur N dan K, walau
demikian fungsi unsur P sangat penting sebagai sumber energi pada setiap proses
metabolisme tanaman. Gejala defisiensi yang ditimbulkan apabila kekurangan
unsur ini adalah terhambatnya pertumbuhan dan mempengaruhi pertumbuhan
akar.
Unsur P juga mempunyai peranan penting lainnya yang juga merupakan
komponen berbagai sistem fisiologis yang ada hubungannya dengan nutrisi,
respirasi, pemasakan buah, dan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan
nitrogen. Pernyataan ini juga sesuai dengan apa yang diutarakan oleh Soepardi
(1983) bahwa unsur P merupakan unsur yang sangat penting keberadaannya pada
tanaman. Apabila tanaman kekurangan unsur tersebut akan menyebabkan tanaman
tidak dapat menyerap unsur lain.
2.8.3. Unsur K
Kalium (K) adalah unsur hara makro yang dibutuhkan dalam jumlah besar
oleh tanaman. Unsur K diserap tanaman dalam bentuk ion K+. Sumber utama K di
dalam tanah berasal dari pelapukan mineral seperti feldspar, mika, biotit, dan
lain–lain. Pada umumnya unsur K mempunyai reaksi antagonisme terhadap unsur
Ca, Na, Mg. Sehingga apabila ketersedian unsur K cukup tinggi, maka unsur Ca,
Na, Mg akan mempunyai jumlah ketersediaan yang rendah. Sarief (1984)
berpendapat bahwa jumlah unsur K yang cukup akan menyebabkan meningkatnya
efisiensi unsur N dan P. Jumlah ketersediaan unsur K juga dipengaruhi oleh
kapasitas tukar kation (KTK) pada tanah dan mineral liat tipe 2:1. Pada perubahan
kondisi tanah basah menjadi kering, akan menyebabkan unsur K pada tanah
menyebabkan menjadi terfiksasi oleh mineral liat 2:1.
Unsur K di dalam metabolisme tumbuhan adalah sebagai katalisator dan
memegang peranan penting di dalam sintesa protein dari asam–asam amino dan
13
hidrat arang, selain itu unsur K juga dapat memacu hasil fotosintesis dari daun ke
bagian tanaman lain (Rahardjo dan Rini, 2010). Menurut Sarief (1984) apabila
tanaman mengalami kekurangan unsur K, maka akan berakibat batang tanaman
menjadi kerdil dan akar tanaman menjadi kurang berkembang.
2.8.4. Unsur Na
Natrium banyak dijumpai di dalam mineral feldspar (albit plagiokas) dan
sedikit di dalam mineral mika, piroksen, dan amfibol (Tisdale et al., 1990). Ion
Na+ yang telah dibebaskan ke dalam larutan tanah tidak segera difiksasi, dan
terikat dalam kompleks jerapan dengan energi ikatan yang lebih lemah dibanding
ion-ion K+, Ca2+, ataupun Mg2+. Kandungan Na yang tinggi mampu merusak sifatsifat tanah. Kadar Na rata-rata dalam tanah adalah sebesar 0.6 %.
Natrium dalam tanaman berperan sebagai regulator nitrat reduktase,
pembukaan stomata, akumulasi asam oksalat, dan menggantikan fungsi K. Hara
Na diketahui mampu meningkatkan lebar daun tebu, tetapi bila Na berlebihan
akan berakibat menekan kandungan klorofil dan menurunkan sintesa netto per
unit luas daun. Menurut penelitian Ismail (1998), bahwa pemberian NaCl dapat
meningkatkan ukuran diameter batang dan bobot tebu akibat penambahan NaCl
yang disebabkan oleh pembesaran ukuran sel.
2.8.5. Unsur Ca
Unsur kalsium (Ca) merupakan unsur mineral esensial sekunder seperti
halnya Mg dan S. Unsur Ca berasal dari mineral–mineral yang mengandung
kalsium dan endapan–endapan kalsium. Bentuk kalsium yang dapat diserap oleh
tanaman adalah Ca2+ terutama melalui mass flow dan intersepsi. Kalsium yang
paling banyak terbentuk adalah kalsium yang dapat dipertukarkan.
Unsur Ca merupakan salah satu unsur utama yang juga dibutuhkan dalam
pertumbuhan meristem dan meningkatkan fungsi dari ujung–ujung akar tanaman
(Sarief, 1984). Leiwakabessy dan Sutandi (2004) berpendapat bahwa kalsium
pada tanaman berperan sebagai penguat dinding sel, mendorong perkembangan
akar, memperbaiki vigor tanaman dan kekuatan daun, berperan dalam proses
pemanjangan sel, sintesis protein, dan pembelahan sel.
14
2.8.6. Unsur Mg
Magnesium merupakan unsur yang mobile dalam tanaman. Ketersediaan
magnesium dalam tanah berasal dari mineral primer seperti biotit, hornblende, dan
lain sebagainya dan juga berasal dari mineral–mineral sekunder seperti illit,
monmorilonit, dan mineral sekunder lainnya.
Unsur magnesium (Mg) diserap tanaman dalam bentuk ion (Mg2+) dan
merupakan satu–satunya mineral penyusun klorofil. Unsur Mg juga berfungsi
sebagai penyerap unsur lain seperti P dan K, merangsang pembentukan senyawa
lemak dan minyak, membantu translokasi pati dan distribusi P di dalam tanaman,
dan sebagai aktivator berbagai jenis enzim tanaman. Menurut Sarief (1984)
ketersediaan unsur Mg dalam tanah di antaranya bergantung dari temperatur,
kelembaban, dan pH pada tanah.
2.9. Unsur Hara Mikro
2.9.1. Unsur Fe
Unsur besi (Fe) hanya dibutuhkan sedikit pada tanaman. Unsur Fe diserap
oleh akar dalam bentuk Fe3+ dan direduksi menjadi Fe2+ sebelum penyerapan.
Unsur Fe sangat dibutuhkan pada tanaman dalam proses pembentukan khlorofil,
oksidasi reduksi dalam pernafasan, dan penyusun enzim dan protein
(Hardjowigeno, 2003).
2.9.2. Unsur Cu
Unsur tembaga (Cu) diserap tanaman dalam bentuk ion (Cu2+) atau (Cu3+).
Unsur ini mempunyai peran pada tanaman sebagai katalis pernafasan, penyusun
enzim, pembentukan khlorofil, dan metabolisme karbohidrat dan protein
(Hardjowigeno, 2003).
2.9.3. Unsur Zn
Pada tanaman, kebutuhan akan unsur seng (Zn) sangatlah kecil. Apabila
terjadi kelebihan jumlah Zn pada tanaman akan menyebabkan tanaman
mengalami keracunan. Unsur Zn di dalam tanaman tidak dapat dipindahkan dari
jaringan tua menuju jaringan muda, sehingga gejala–gejala defisiensi akan terlihat
lebih awal pada daun muda. Pada tanah masam unsur Zn dapat larut dan merusak
15
tanaman, selain itu unsur Zn biasanya terakumulasi di permukaan tanah (Jones,
1979).
Unsur Zn berperan penting sebagai katalisator dalam pembentukan protein,
mengatur pembentukan zat pengatur pertumbuhan, dan pematangan biji
(Hardjowigeno, 2003). Jumlah ketersediaan Zn dalam tanah adalah 1 – 20 ppm,
sedangkan kebutuhan normal pada tanaman akan unsur Zn adalah 25 – 125 ppm.
2.9.4. Unsur Mn
Unsur mangan (Mn) diserap oleh tanaman dalam bentuk Mn2+. Unsur Mn
diperlukan oleh tanaman untuk metabolisme nitrogen dan asam anorganik,
fotosintesis (asimilasi CO2), perombakan karbohidrat, riboflavin, serta asam
askorbat (Hardjowigeno, 2003).
2.10. pH Tanah
Reaksi tanah (pH) sangatlah penting untuk dipertimbangkan dalam tanah.
Pengetahuan akan pH tanah menjadi begitu penting dikarenakan memberikan
dampak terhadap perbaikan sifat fisik, sifat kimia, dan biologi tanah yang sudah
tentu akan berakibat secara langsung terhadap pertumbuhan tanaman. Menurut
Hardjowigeno (2003), pH pada tanah menjadi begitu penting karena: (1) dapat
menentukan mudah tidaknya unsur–unsur hara diserap tanaman, (2) menunjukan
kemungkinan adanya unsur–unsur hara beracun, dan (3) mempengaruhi
perkembangan mikroorganisme dalam tanah.
Kondisi pH tanah yang optimal dalam tanah adalah pada kondisi netral,
yaitu pH (6,5 – 7,5). Kondisi pH tanah netral dikatakan optimal pada tanah karena
mengakibatkan jumlah unsur hara yang tersedia dalam tanah menjadi lebih
banyak tersedia. Pada kondisi pH kurang dari 6,0, menyebabkan ketersediaan
akan unsur hara seperti P, K, S, Ca, Mg, dan Mo menjadi berkurang. Sedangkan
pada kondisi pH tanah yang lebih tinggi dari 8,0 dapat menyebabkan ketersedian
akan unsur–unsur seperti N, Fe, Mn, B, Cu, dan Zn menjadi relatif lebih sedikit
(Sarief, 1984).
16
2.11. Salinitas Tanah
Menurut Tan (1992) tanah disebut bergaram jika ECs lebih dari 4
mmho.cm-1. Secara alternatif, jika tanah dinyatakan dalam konteks konsentrasi
garam, tanah bergaram adalah tanah yang mengandung garam lebih dari 0.1 %
(1000 ppm). Penentuan salinitas tanah (ECe) berdasarkan hasil pengukuran
konduktifitas hidraulik (ECa) adalah sebagai berikut: bila ECa dari pengukuran
EM38 tercatat < 2 dS/m, maka salinitas tanah (ECe) dikategorikan rendah, 2 – 4
dS/m (sedang), 4 – 8 dS/m (tinggi), dan > 8 dS/m (sangat tinggi) (Marwanto et al.,
2009).
2.12. Pemberian Kapur
Menurut Soepardi (1983) Kemasaman tanah dan ketersediaan unsur hara
merupakan akibat dari kekurangan kation basa yang dapat dipertukarkan. Kation–
kation yang paling bagus untuk mengurangi kemasaman tanah ialah kalsium dan
magnesium. Pemberian kapur dapat memberikan pengaruh pada sifat fisik, kimia,
dan biologi tanah.
Pengaruh pemberian kapur pada sifat kimia menurut Soepardi (1983) di
antaranya, yaitu :
1. Kepekatan ion hidrogen akan menurun
2. Kepekatan ion hidroksil akan naik
3. Daya larut Fe, Al, dan Mn akan menurun
4. Ketersediaan P dan Mo akan diperbaiki
5. Ca dan Mg dapat dipertukarkan akan naik
6. Ketersediaan K dapat naik atau turun bergantung pada keadaan
Download