BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Pemasaran a. Pengertian Pemasaran Kegiatan pemasaran sering diartikan sebagai kegiatan dalam memasarkan suatu produk yang diperjual belikan oleh perusahaan dan tujukan kepada para konsumen. Namun jika dilihat makna sebenarnya pemasaran bukan hanya sekedar menjual produk saja, akan tetapi pemasaran juga memiliki aktifitas penting dalam menganalisis dan mengevaluasi segala kebutuhan dan keimnginan para konsumen. Pemasaran juga meliputi segala aktivitas di dalam perusahaan di seluruh bidang. Pengertian marketing atau pemasaran oleh beberapa ahli dikemukakan berbedabeda dalam penyajian dan penekanannya, tetapi semua ini sebenarnya mempunyai pengertian yang hampir sama antara satu dengan yang lainnya. Berikut ini beberapa definisi mengenai marketing dari beberapa ahli : Definisi pemasaran menurut Kotler dan Armstrong (2011:5) yang mengatakan bahwa : “The process by which companies create value for customer and build strong relationship with customers in order to capture value from customers in return” atau proses di mana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuatdengan pelanggan dalam rangka mengambil nilai dari pelanggan sebagai imbalannya. 15 16 Pemasaran menurut Kotler dan Keller (2012:5): “Marketing is about identifying and meeting human and social needs. One of the shortest good definitions of marketing is “meeting needs profitably” atau "Pemasaran adalah tentang mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan sosial. Salah satu definisi tersingkat pemasaran adalah "memenuhi kebutuhan secara menguntungkan". Pada tahun sebelumnya Kotler dan Keller (2009:38) juga mendefiniskan pemasaran sebagai proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penetapan harga, promosi, dan distribusi gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan individu dan organisasi. Pemasaran menurut Buchari Alma (2007:5) yaitu penekanan pada analisis struktur pasar, orientasi, dan dukungan pelanggan, serta memposisikan perusahaan dalam mengawasi rantai nilai. Pemasaran menurut Rangkuti (2009:21) dalam Harahap dkk (2014) merupakan suatu interaksi yang berusaha untuk menciptakan hubungan pertukaran dan bukan merupakan cara yang sederhana yang hanya sekedar untuk menghasilkan penjualan. Sedangkan menurut Assauri (2010:5) Pemasaran merupakan kegiatan manusia yang diarahkan untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran. AMA ( American Marketing Assosiation ), mendefinisikan pemasaran sebagai proses perencanaandan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi, serta penyaluran gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran individu dan organisasi. 17 Definisi pemasaran juga di kemukakan menurut Boyd, Walker dan Larreche dalam Ardani (2007:176) adalah suatu proses sosial yang melibatkan kegiatan-kegiatan penting yang memungkinkan individu dan perusahaan mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui pertukaran dengan pihak lain dan untuk mengembangkan hubungan pertukaran. Dapat disimpulkan dari beberapa pengertian di atas bahwa pemasaran yang tepat itu harus mampu memenuhi apa yang konsumen butuhkan dan inginkan melalui proses transaksi baik antar individu, kelompok atau organisasi agar menciptakan pertukaran yang menguntungkan. b. Pengertian Manajemen Pemasaran Di dalam menjalankan suatu proses pemasaran tentu tidak terlepas dengan adanya bantuan manajemen yang baik agar pemasaran tersebut berjalan tersistem secara efektif dan efisien. Menurut Kotler dan Armstrong (2008:10) manajemen pemasaran adalah seni dan ilmu memilih target pasar dan membangun hubungan yang menguntungkan dengan target pasar. Jadi, untuk mencapai tujuan serta memenuhi kepuasan pasar dibutukan sebuah manajemen pemasaran yang baik serta terkoordinir dalam suatu organisasi atau perusahaan agar keinginan tersebut berjalan secara efektif dan efisian sehingga kepuasaan konsumen yang diinginkan dapat maksimal. c. Bauran Pemasaran Dalam pemasaran terdapat salah satu strategi, yaitu bauran pemasaran (Marketing Mix) yang memiliki peranan yang sangat penting untuk 18 mempengaruhi pasar agar dapat terjadi pertukaran antara perusahaan dan konsumen serta melakukan pembelian terhadap produk yang ditawarkan perusahaan. Kotler & Amstrong (2012) mengungkapkan bahwa marketing mix adalah alat pemasaran yang baik utnuk mengatur, produk, harga, promosi dan pendistribusian, mengkombinasikan untuk menciptakan repond yang baik dari target pasar. Bauran pemasaran adalah elemen - elemen organisasi perusahaan yang dapat di kontrol oleh perusahaan dalam melakukan komunikasi dengan tamu dan untuk memuaskan tamu. ( Zeithaml & Bitner, 2008). Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran merupakan alat pemasaran yang sangat untuk setiap perusahaan, yang dimana perusahaan dapat mengendalikan, mempengaruhi, mengetahui respond yang baik dari sasaran pasar yang di tentukan. Dalam bauran pemasaran untuk perusahaan yang menawarkan barang kepada konsumen, terdapat beberapa alat atau perangkat yang biasa di sebut 4P, yaitu Product ( produk ), Price ( harga ), Place ( tempat atau saluran pendistibusian ), dan Promotion ( Promosi ). Sedangkan untuk perusahaan yang menawarkan jasa kepada konsumen terdapat tambahan perangkat pemasaran sehingga menjadi 7P, yaitu Product ( Produk ) Produk adalah mengelola unsur produk termasuk perencanaan dan pengembangan produk atau jasayang tepat untuk dipasarkan dengan 19 mengubah produk atau jasa dengan menambah dan mengambil tindakan lain yang mempengaruhi bermacam – macam produk atau jasa. Price ( Harga ) Harga adalah suatu sistem manajemen perusahaan yang akan menentukan harga dasar yang tepat bagi produk atau jasa dan harus menentukan strategi yang menyangkut potongan harga, pembayaran ongkos angkut, dan berbagai variable yang bersangkutan. Place ( Tempat dan saluran pendistribusian ) Distribusi yakni memilih dan mengelola saluran perdagangan yang diipakai untuk menyalurkan produk atau jasa dan juga untuk melayani pasar sasaran, serta mengembangkan sistem distribusi untuk pengeriman dan perniagaan produk secara fisik. Promotion ( Promosi ) Promosi adalah suatu unsur yang digunakan untuk memberitahuan dan membujuk pasar tentang produk atau jasa yang baru pada perusahaan melalui iklan, penjualan pribadi, promosi penjualan, maupun publikasi. Sumber: Philip Kotler dan Gary Armstrong. (2008). Gambar 2.1 Empat P Bauran Pemasaran 20 Berdasarkan definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran juga memiliki elemen – elemen yang sangat mempengaruhi dalam melakukan penjualan karena elemen – elemen tersebut dapat mempengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian. 2. Merek a. Definisi Merek Kotler dan Keller (2007:5) dalam Massie (2013) menyatakan bahwa Brand atau merek sebenarnya merupakan sarana untuk membedakan barangbarang dari satu produsen dengan produsen yang lain. Merek diyakini mempunyai kekuatan yang besar untuk memikat orang dalam membeli produk atau jasa yang diwakilinya. Miller dan Muir (2004) dalam Leliga (2013) mendefinisikan Brand atau merekmerupakan sebuah nama atau simbol yang dapat digunakan secara langsung untuk menjual sebuah produk atau layanan. Merek sendiri merupakan salah satu atribut yang sangat penting dari sebuah produk yang penggunaanya pada saat ini sudah sangat meluas karena beberapa alasan, dimana merek suatu produk berarti memberikan nilai tambah produk tersebut. Pikiran para pelanggan dipengaruhi oleh beragam pesan yang sampai pada angka ribuan pesan dan sering berubah – ubah. Merek tidak hanya kesan – kesannya, tetapi merek juga harus menempati suatu posisi khusus dalam pikiran untuk benar – benar menjadi sebuah merek yang melekat di benak konsumen. 21 Kapferer (2008) dalam Sudar (2014) merangkumkan bahwa merek merupakan suatu ide yang diinginkan dan eksklusif yang melekat pada suatu produk, jasa, tempat, atau pengalaman. Semakin banyak ide tersebut disebarkan oleh sejumlah besar masyarakat, semakin besar kekuatan yang dimiliki merek tersebut. Menurut AMA ( American Marketing Association ) (Kotler,2003) dalam Sulistyari (2012) merek (brand) yaitu nama, istilah, tanda, simbol, atau desain atau panduan dari hal-hal tersebut yang dimaksudkan untuk memberikan identitas bagi barang atau jasa yang dibuat atau disediakan suatu penjual atau kelompok penjual serta membedakannya dari barang atau jasa yang disediakan pesaing. Merek menurut Kotler (2002:460) merupakan suatu simbol yang kompleks yang dapat menyampaikan enam tingkat pengertian, antara lain : 1. Atribut (Attributes), suatu merek mendatangkan atribut tertentu ke dalam pikiran konsumen 2. Manfaat (Benefits), atribut yang ada harus diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional 3. Nilai (values), merek juga menyatakan suatu tentang nilai pembuat atau produsen 4. Budaya (Culture), merek dapat mempresentasikan budaya 5. Kepribadian (Personality), merek dapat menjadi proyeksi dan pribadi tertentu 6. Pengguna (User), merek dapat mengesankan tipe konsumen tertentu 22 Dengan demikian, merek dapat disimpulkan sebagai tanda yang dimiliki oleh produk atau jasa untuk mengidentifikasi produknya dan membedakannya dengan produk pesaing. b. Manfaat Merek Keller dalam Tjiptono (2005:20) berpendapat bahwamerek bermanfaat bagi produsen dan konsumen. Bagi produsen, merek bermanfaat sebagai berikut : Sarana identifikasi untuk memudahkan proses pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian sediaan dan pencatatan akuntansi. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik. Merek bisa mendapatkan perlindungan properti intelektual. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi di lain waktu. Makna unik yang membedakan produk dari pesaing. Sumber keunggulan kompetitif,terutama melalui perlindungan hukum, loyalitas pelanggan, dan citra yang terbentuk dalam benak konsumen. Sedangkan bagi konsumen, manfaat merek seperti : Identifikasi sumber produk. Penempatan tanggung jawab pada pemanufaktur atau distributor tertentu. Pengurang resiko. Penekan biaya pencarian. Signal kualitas. Alat simbolis yang memproyeksikan citra. 23 Janji atau ikatan khusus dengan produsen. c. Ekuitas Merek Brand Equity, yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia berarti Ekuitas Merek, atau istilah umumnya adalah Aset sebuah Merek. Ekuitas merek dapat diperoleh setelah identitas merek sudah jelas, merek sudah memasuki pasar dan konsumen, serta kelangsungan Brand atau merek tersebut sangat bergantung kepada konsumen. Brand dengan identitas yang kuat akan mampu bertahan dalam pasar dan dapat banyak membantu dalam startegi pemasaran. Kotler dan Amstrong (2011) mendefinisikan ekuitas merek sebagai efek pembeda positif dari respon konsumen atas suatu barang dan jasa sebagai akibat dari pengetahuan konsumen atas nama merek dari barang dan jasa tersebut. Menurut Aaker (2009:163) dalam Harahap dkk (2014) Ekuitas merek adalah serangkaian asset dan kewajiban yang terkait dengan sebuah merek, nama, dan symbol yang menambah atau nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan dan atau pelanggan. Menurut Aaker (1997) dalam Sudar (2014) ekuitas merek dapat dikelompokkan dalam empat dimensi, yaitu: 1. Brand awareness, merupakan kemampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat bahwa sebuah merek merupakan anggota dari kategori produk tertentu. 2. Perceived quality, merupakan penilaian konsumen terhadap keunggulan atau superioritas produk secara keseluruhan. Oleh sebab itu, perceived quality didasarkan pada evaluasi subyektif konsumen (bukan manajer atau pakar) terhadap kualitas produk. 24 3. Brand association, merupakan segala sesuatu yang terkait dengan memori terhadap suatu merek. Brand association berkaitan dengan brand image atau citra merekyang didefinisikan sebagai serangkaian asosiasi merek dengan makna tertentu dan akan semakin kuat seiring dengan bertambahnya pengalaman konsumsi atau eksposur dengan merek spesifik. 4. Brand loyalty, merupakan “the attachment that a customer has to a brand” yang berarti perasaan mendalam yang dimiliki konsumen terhadap merek tertentu. Ekuitas Merek (Brand Equity) Kesadaran Merek (Brand Awareness) Persepsi Kualitas Asosiasi Merek (Perceived Persepsi Kualitas (Perceived Loyalitas Merek (Brand Loyality) Sumber : Aaker, dikutip dari Andi M. Sadat, “Brand Belief”, 2008 Gambar 2.2 Dimensi Ekuitas Merek Dari dimensi-dimensi ekuitas merek tersebut pada umumnya dapat menambah atau bahkan mengurangi nilai bagi para pelanggan atau perusahaan. Oleh karenanya pengelolaan ekuitas merek dapat berpengaruh pada penciptaan Durianto, dkk (2004) dalam Sudar 2014 mengungkapkan bahwa ekuitas merek dapat mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam pe ngambilan keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa lalu dalam penggunaan atau kedekatan, dan asosiasi dengan berbagai karakteristik merek. Semakin kuat ekuitas merek suatu produk, maka semakin kuat pula daya tariknya 25 di mata konsumen untuk mengkonsumsi produk tersebut dan pada akhirnya akan mengarah pada keputusan pembelian produk 3. Citra Merek a. Definisi Citra Huddleston dalam Satria (2011) mendefinisikan citra sebagai serangkaian kepercayaan yang dihubungkan dengan sebuah gambaran yang dimiliki atau didapat. Alma dalam Satria (2011) mendefinisikan citra sebagai konsepsi yang ada pada public mengenai perusahaan, mengenai suatu objek, orang atau mengenai lembaga. Definisi citra menurut Kotler dalam Satria (2011) adalah seperangkat keyakinan, dan ide yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu objek. Sedangkan Citra menurut Gerson dalam Satria (2011) yaitu bagaimana konsumen, calon konsumen, dan pesaing melihat anda, reputasi anda adalah apa yang orang-orang katakan kepada pihak lain. Dari beberapa definisi diatas, penulis menyimpulkan bahwa citra adalah bagaimana seseorang memandang suatu objek atas gambaran yang dimilikinya. b. Definisi Citra Merek Keterkaitan konsumen pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakkan untuk mengkomunikasikannya sehingga akan terbentuk citra merek (brand image). Citra merek yang baik akan mendorong untuk meningkatkan volume penjualan dan citra perusahaan. 26 Citra merek dapat dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul di benak konsumen ketika mengingat sebuah merek tertentu. Asosiasi tersebut secara sederhana dapat muncul dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan pada merek tertentu, sama halnya ketika kita berpikir mengenai orang lain. Keller dalam Roslina (2010:334) mendefinisikan citra merek sebagai persepsi konsumen tentang suatu merek sebagai refleksi dari asosiasi merek yang ada pada pikiran konsumen. Sedangkan Aaker dalam Roslina (2010:334) menyatakan bahwa citra merek merupakan kumpulan asosiasi yang diorganisir menjadi suatu yang berarti. Menurut Supranto dan Limakrisna (2011:128) dalam Widyastuti (2014) citra merek ialah segala yang konsumen pikir atau rasakan ketika mereka mendengar atau melihat nama suatu merek atau pada intinya apa yang konsumen telah pelajari tentang merek. Menurut Kotler dan Keller (2007 : 346) dalam Widyastuti (2014) citra merek merupakan persepsi dan keyakinan yang dilakukan oleh konsumen, seperti tercermin dalam asosiasi yang terjadi dalam memori konsumen. Menurut Shimp dalam Radji (2009:18) citra merek adalah asosiasi yang muncul dibenak konsumen ketika mengingat sebuah merek tertentu. Menurut Kotler dalam Isyanto, Hersona, dan Darmawan (2012:3) mendefinisikan citra merek sebagai sejumlah keyakinan tentang merek. Sedangkan Dobni dan Zinkhan dalam Ferrinadewi (2008:165) citra merek adalah konsep yang diciptakan konsumen karena alasan subyektif dan emosi pribadinya. Citra merek menurut Isyanto, Hersona, dan Darmawan (2012:3) adalah apa yang konsumen pelajari tentang merek. Dari beberapa definisi tersebut, dapat 27 disimpulkan bahwa citra merek merupakan hal yang ada dibenak konsumen mengenai merek berdasarkan apa yang konsumen ingat dan ketahui tentang merek tersebut. c. Faktor – Faktor Pembentuk Citra Merek Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Edi (2013) menyebutkan faktorfaktor pembentuk citra merek adalah sebagai berikut: 1. Kualitas atau mutu, berkaitan dengan kualitas produk barang yang ditawarkan oleh produsen dengan merek tertentu. 2. Dapat dipercaya atau diandalkan, berkaitan dengan pendapat atau kesepakatan yang dibentuk oleh masyarakat tentang suatu produk yang dikonsumsi. 3. Kegunaan atau manfaat, yang terkait dengan fungsi dari suatu produk barang yang bisa dimanfaatkan oleh konsumen. 4. Pelayanan, yang berkaitan dengan tugas produsen dalam melayani konsumennya. 5. Resiko, berkaitan dengan besar kecilnya akibat atau untung dan rugi yang mungkin dialami oleh konsumen 6. Harga, yang dalam hal ini berkaitan dengan tinggi rendahnya atau banyak sedikitnya jumlah uang yang dikeluarkan konsumen untuk mempengaruhi suatu produk, juga dapat mempengaruhi citra jangka panjang. 28 7. Citra yang dimiliki oleh merek itu sendiri, yaitu yang berupa pandangan, kesepakatan dan informasi yang berkaitan dengan suatu merek dari produk tertentu. d. Dimensi Citra Merek Dimensi Variabel Citra Merek menurut Hoeffler dan Keller dalam Sulistyari (2012) yaitu terdiri atas : 1. Citra Pemakai 2. Kesan Professional 3. Kesan Modern 4. Popular. Sedangkan menurut Keller (2003) dalam Leliga (2013), di dalam brand image atau citra merek terdapat 3 dimensi yang merangkai sebuah citra merek, antara lain: 1. Brand Strength adalah seberapa sering seseorang terpikir tentang informasi suatu brand, ataupun kualitas dalam memproses segala informasi yang diterima konsumen. 2. Brand Favorability adalah kesukaan terhadap brand, kepercayaan dan perasaan bersahabat dengan suatu brand, serta akan sulit bagi brand, lain untuk dapat menarik konsumen yang sudah mencintai brand, hingga pada tahap ini. 3. Brand Uniqueness adalah membuat kesan unik dan perbedaan yang berarti diantara brand lain serta membuat konsumen”tidak mempunyai alasan untuk tidak” memilih brand tersebut. 29 Selain itu, indikator yang mencerminkan keberadaan citra merek juga dirangkum oleh Keller (1993) dalam Edi (2013) yaitu: 1. Mudah dikenali Selain dengan logo, sebuah merek dikenal melalui pesan dan cara dimana produk dikemas dan disajikan kepada para konsumen yang disebut trade dress. Melalui komunikasi yang intensif, suatu bentuk produk khusus dapat menarik perhatian dan mudah dikenali oleh konsumen. Sehingga trade dress sering melayani fungsi yang sama seperti merek dagang, yaitu deferensiasi produk dan jasa di pasar yang dapat dimintakan perlindungan hukum. 2. Reputasi yang baik Bagi perusahaan citra berarti persepsi masyarakat terhadap jati diri perusahaan. Persepsi ini didasarkan pada apa yang masyarakat ketahui atau kira tentang perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itulah perusahaan yang sama belum tentu memiliki citra yang sama pula dihadapan orang. Citra perusahaan menjadi salah satu pegangan bagi konsumen dalam mengambil keputusan penting. Citra yang baik akan menimbulkan dampak positif bagi perusahaan, sedangkan citra yang buruk melahirkan dampak negatif dan melemahkan kemampuan perusahaan dalam persaingan. 3. Selalu diingat Artinya elemen merek yang dipilih hendaknya yang mudah diingat dan disebut/diucapkan. Simbol, logo, nama yang digunakan hendaknya 30 menarik, unik sehingga menarik perhatian masyarakat untuk diingat dan dikonsumsi. Menurut beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa brand image atau citra merek merupakan hasil persepsi dan pemahaman konsumen mengenai merek suatu produk yang dilihat, dipikirkan dan dibayangkan serta merpakan representasi dari keyakinan dan prefensi konsumen terhadap suatu merek berdasarkan informasi dan pengalaman dimasa lalu terhadap merek e. Pengukuran Citra Merek Menurut Shimp dalam Bastian (2014) citra merek diukur dari: 1.Atribut Atribut adalah ciri-ciri atau berbagai aspek dari merek yang diiklankan. Atribut juga dibagi menjadi dua bagian yaitu hal-hal yang tidak berhubungan dengan produk (contoh: harga, kemasan, pemakai, dan citra penggunaan), dan hal-hal yang berhubungan dengan produk (contoh, warna, ukuran, desain) 2.Manfaat Manfaat dibagi menjadi tiga bagian yaitu fungsional, simbolis, dan pengalaman. 3.Evaluasi Keseluruhan evaluasi keseluruhan, yaitu nilai atau kepentingan subjektif dimana pelanggan menambahkannya pada hasil konsumsi. 31 4. Loyalitas Merek a. Definisi Loyalitas Merek Perilaku konsumen sebagai bagian dari kegiatan manusia yang selalu berubah sesuai dengan pengaruh lingkungan dan sosial di mana dia berada. Namun perilaku konsumen yang diharapkan dan tetap terus ada bagi perusahaan adalah loyalitas. Loyalitas berarti pelanggan terus melakukan pembelian secara berkala. Di bawah ini terdapat beberapa definisi dari loyalitas merek menurut pakar marketing, antara lain sebagai berikut : Menurut Schiffman dan Kanuk (2009) dalam Bastian (2014), loyalitas merek adalah preferensi konsumen secara konsisten untuk melakukan pembelian pada merek yang sama pada produk yang spesifik atau kategori pelayanan tertentu. Loyalitas merek adalah sebuah komitmen yang kuat dalam berlangganan atau membeli suatu merek secara konsisten di masa yang akan datang. Menurut Giddens (2002) Loyalitas merek adalah pilihan yang dilakukan konsumen untuk membeli merek tertentu dibandingkan merek yang lain dalam satu kategori produk. Konsumen akan memberikan loyalitas dan kepercayaannya pada merekselama merek tersebut sesuai dengan harapan yang dimiliki oleh konsumen, bertindakdalam cara-cara tertentu dan menawarkan nilai-nilai tertentu. Loyalitas pada merek ini timbul karena konsumen mempersepsikan merek tersebut menghasilkan produk yang memiliki sejumlah manfaat dan kualitas dengan harga yang sesuai. 32 Loyalitas merek juga menjadi indikasi adanya kekuatan merek, karena tanpa loyalitas merek tidak akan tercipta kekuatan merek. Hal ini dapat dilihat pada merek-merek yang menjadi pemimpin di pasaran, dapat dipastikan bahwa merek tersebut memiliki pelanggan yang loyal pada merek tersebut (Giddens, 2002). b. Dimensi Loyalitas Merek Schiffman dan Kanuk (2004) dalam Manurung (2009) menyatakan bahwa loyalitas merek terbagi atas 2 ( dua ) dimensi yaitu: 1. Attitudinal loyalty ( Pengukuran sikap ) Attitudinal loyalty meliputi 3 bagian, yaitu: a. Cognitive Loyality Loyalitas ini merupakan representasi dari apa yang dipercayai oleh konsumen. Dimensi kognitif berisikan persepsi kepercayaan dan stereotype konsumen mengenai suatu merek. Menurut Purwadi ( 2000 ) dimensi kognitif juga berkenaan dengan kesadaran ( awareness ) dan pengetahuan konsumen akan suatu merek. Kesadaran dan pengetahuan ini mencakup harga, fitur, iklan dan atribut lainnya. b. Affective Loyalty Loyalitas ini didasarkan pada perasaan dan komitmen konsumen terhadap suatu merek. Konsumen memiliki kedekatan emosional terhadap merek tersebut. Loyalitas afektif ini merupakan fungsi dari perasaan dan sikap konsumen terhadap sebuah merek seperti 33 rasa senang, suka dan gemar. pengungkapan perasaan ini dapat dengan atau tanpa membandingkan dengan merek lain. Jika konsumen memiliki sikap yang positif terhadap merek, maka dalam diri konsumen akan berkembang loyalitas afektif. c. Conative Loyalty atau Behavioral intent Loyalitas konatif merupakan batas antara attitudinal loyalty dan behavioral loyalty yang dipresentasikan melalui kecendrungan perilaku konsumen untuk menggunakan merek yang sama dimasa yang akan datang. Loyalitas konatif merupakan tingkah laku yang masih bersifat intent, belum tampak dalam tingkah laku nyata. 2. Behavioral Loyalty ( Pengukuran perilaku ) Meliputi action loyalty, yang didefinisikan sebagai tingkah laku membeli ulang suatu merek oleh seorang konsumen terhadap kategori produk tertentu. Tingkah laku seorang konsumen yang loyal tercermin melalui frekuensi dan konsistensi pembelian suatu merek. Selain itu, salah satu aktualisasi loyalitas konsumen ditunjukan oleh tindakan merekomendasikan dan memperomosikan merek tersebut kepada pihak lain. Brown mengatakan bahwa seorang konsumen dikatakan loyal jia telah melakukan pembelian minimal 5 ( lima ) kali terhadap merek yang sama. Tucker mengatakan 3 ( tiga ) kali dan Lawrence mengatakan 4 kali melakukan pembelian berulang ( assael , 1992 ). 34 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dimensi loyalitas merek terdiri dari Cognitive Loyalty, Affective Loyalty, Conative Loyalty atau Behavioral intent, dan Action Loyalty. c. Pengukuran Loyalitas Merek Rangkuti (2009) dalam Bastian (2014) menjelaskan bahwa loyalitas merek dapat diukur melalui indikator – indikator berikut ini : 1. Behavior measures( Perilaku Tindakan ) Suatu cara langsung untuk menentukan loyalitas terutama untuk habitual behavior (perilaku kebiasaan) adalah dengan memperhitungkan pola pembelian aktual. 2. Measuring switch cost ( Pengukuran pada biaya pengganti ) Pengukuran pada variabel ini dapat mengidentifiksikan loyalitas pelanggan dalam suatu merek. Pada umumnya jika biaya untuk mengganti merek sangat mahal, pelanggan akan enggan untuk berganti merek sehingga laju penyusutan kelompok pelanggan dari waktu ke waktu akan rendah. 3. Measuring satisfaction ( Pengukuran pada kepuasan ) Pengukuran terhadap kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan suatu merek merupakan indikator paling penting dalam loyalitas merek. Bila ketidakpuasan pelanggan terhadap suatu merek rendah, maka pada umumnya tidak cukup alasan bagi pelanggan untuk berpindah ke merek lain kecuali bila ada faktor penarik yang cukup kuat. 4. Measuring liking brand ( Pengukuran pada kesukaan terhadap suatu merek ) Kesukaan terhadap merek, kepecayaan, perasaan hormat atau bersahabat dengan suatu merek membangkitkan kehangatan dan kedekatan dalam perasaan 35 pelanggan. Akan sulit bagi merek lain untuk menarik pelanggan yang berada dalam tahap ini. Ukuran rasa suka tersebut adalah kemauan untuk membayar harga yang lebih mahal untuk mendapatkan produk tersebut. 5. Measuring commitment ( Pengukuran terhadap Komitmen ) Salah satu indikator kunci adalah jumlah interaksi dan komitmen pelanggan terkait dengan produk tersebut. Kesukaan pelanggan akan suatu merek akan mendorong mereka untuk membicarakan merek tersebut kepada orang lain baik dalam taraf menceritakan atau sampai tahap merekomendasikan. d.Tingkatan Dalam Loyalitas Merek Aaker dalam Durianto, dkk (2004:19 ) dan Putra (2012) membagi loyalitas merek ke dalam limatingkatan, sebagai berikut: 1. Switcher adalah golongan yang tidak peduli pada merek, mereka suka berpindahmerek. Motivasi mereka berpindah merek adalah harga yang rendah karenagolongan ini memang sensitif terhadap harga (price sensitive switcher), adapulayang selalu mencari variasi yang disebut Blackwell et al dan Kotler sebagaivariety-prone switcher dan karena para konsumen tersebut tidak mendapatkankepuasan (unsatisfied switcher). 2. Habitual buyer adalah golongan yang setia terhadap suatu merek dimana dasarkesetiaannya bukan kepuasan atau keakraban dan kebanggaan. Golongan inimemang puas, setidaknya tidak merasa dikecewakan oleh merek tersebut. Dandalam membeli produk didasarkan pada faktor kebiasaan, bila menemukan merekyang lebih bagus, maka mereka akan berpindah. Blackwell et al menyebut perilakutersebut sebagai inertia 36 3. Satisfied buyer adalah golongan konsumen yang merasa puas dengan suatu merek.Mereka setia, tetapi dasar kesetiaannya bukan pada kebanggaan atau keakrabanpada suatu merek tetapi lebih didasarkan pada perhitungan untung rugi atau biayaperalihan (switching cost) bila melakukan pergantian ke merek lain. 4. Liking the brand adalah golongan konsumen yang belum mengekspresikankebanggannya pada kepada orang lain, kecintaan pada produk baru terbatas padakomitmen terhadap diri sendiri, dan mereka merasa akrab dengan merek. 5. Commited buyer adalah konsumen yang merasa bangga dengan merek tersebut danmengekspresikan kebanggaannya dengan mempromosikan merek tersebut padaorang lain. commited buyyer liking the brand satisfied buyer habitual buyer switcher Sumber : Durianto, dkk (2001) dalam Rini (2011) Gambar 2.3 Piramida Loyalitas Merek Durianto (2001) dalam Rini (2011) juga menambahkan bahwa untuk brand equity yang kuat akan membentuk suatu tingkatan brand loyalty yang berupa piramida terbalik. Dimana Committed Buyer akan lebih besar dari Switcher, 37 sehingga nantinya digambar piramida terbalik yaitu posisi paling atas untuk switcher dan posisi paling bawah akan ditempati oleh commited buyer. Kelima tingkatan tersebut dibuat dengan melakukan penyederhanaan. Dengan kata lain, kelimanya tidak selalu muncul dalam bentuk yang murni, tidak tertutup kemungkinan mengkonseptualisasi bentuk-bentuk lain. Sebagai contoh, aka nada pelanggan yang mempunyai kombinasi dari tingkatan-tingkatan ini—misalnya, para pembeli menyukai merek tertentu dan sekaligus memikul biaya-biaya peralihan Dalam satu golongan loyalitas masih terbuka kemungkinan pada perbedaan derajat kesetiaan. Kita dapat mengatakan bahwa kesetiaan berada pada suatukontinum. Titik paling rendah adalah tidak loyal sama sekali sedangkan titik palingtinggi adalah loyalitas penuh. Bahkan Kunde dalam Simamora (2002) menyebutkan bahwa loyalitas puncak adalah titik dimana merek telah menjadi agama (brand religion), merek menjadisesuatu yang wajib, dipuja dan disembah. Menurut Giddens (2002) konsumen yang loyal terhadap suatu merek memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Memiliki komitmen pada merek tersebut 2. Berani membayar lebih pada merek tersebut bila dibandingkan dengan merek yanglain. 3. Akan merekomendasikan merek tersebut pada orang lain. 4. Dalam melakukan pembelian kembali produk melakukanpertimbangan. 5. Selalu mengikuti informasi yang berkaitan merek tersebut tersebut tidak 38 6. Mereka dapat menjadi semacam juru bicara dari merek tersebut dan mereka selalumengembangkan hubungan dengan merek tersebut. Menurut Aaker dalam Humdiana (2005), ada lima cara untuk menciptakan dan memelihara loyalitas merek, yaitu : 1. Memperlakukan pelanggan dengan layak. 2. Menjalin kedekatan dengan pelanggan. 3. Mengukur atau mengelola kepuasan pelanggan. 4. Menciptakan biaya peralihan. 5. Memberikan ekstra. e. Faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas merek Schiffman dan Kanuk (2004) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya atau terciptanya loyalitas merek adalah: 1. Perceived product superiority (penerimaan keunggulan produk) 2. Personal fortitude (keyakinan yang dimiliki oleh seseorang terhadap merektersebut) 3. Bonding with the product or company (keterikatan dengan produk atau perusahaan) 4. Kepuasan yang diperoleh konsumen. Sedangkan Marconi (1993) dalam Kuncoro (2013) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap loyalitas terhadap merek adalah sebagai berikut: 39 1. Nilai (harga dan kualitas), penggunaan suatu merek dalam waktu yang lama akan mengarahkan pada loyalitas, karena itu pihak perusahaan harus bertanggungjawab untuk menjaga merek tersebut. 2. Citra (baik dari kepribadian yang dimilikinya dan reputasi dari merek tersebut),citra dari perusahaan dan merek diawali dengan kesadaran. 3. Kenyamanan dan kemudahan untuk mendapatkan merek. 4. Kepuasan yang dirasakan oleh konsumen. 5. Pelayanan, dengan kualitas pelayanan yang baik yang ditawarkan oleh suatu merekdapat mempengaruhi loyalitas konsumen pada merek. 6.Garansi dan jaminan yang diberikan oleh merek. 5. Esteem Needs (Kebutuhan akan penghargaan (diri)) a. Definisi Esteem Needs Maslow dalam Mendari (2010) mengungkapkan bahwa Salah satu ciri manusia adalah mempunyai harga diri, karena itu semua orang memerlukan pangakuan atas keberadaan dan statusnya oleh orang lain. Definisi mengenai kebutuhan ini menurut Maslow dalam Mendari (2010) yaitu suatu kebutuhan yang meliputi reputasi, prestise, dan pengakuan dari orang lain, juga kebutuhan untuk kepercayaan dan kekuatan. Ketika manusia sudah berinteraksi secara intens dengan lingkungan sosial nya, makan muncul keinginan dari dalam diri sendiri untuk ingin merasa dihormati, diapresiasi, serta diakui akan keahlian maupun kemampuannya dalam melakukukan suatu hal. Intinya manusia membutuhkan penghargaan diri atas segala sesuatu yang telah dicapainya (Kompasiana.com, 2013). 40 Jadi dari definisi teori Maslow di atas, dapat disimpulkan bahwa Esteem Needs merupakan kebutuhan yang menyangkut prestasi dan prestise individu setelah melakukan Kegiatan, misalnya dihargai, dipuji atau dipercaya. Gengsi atau prestise merupakan suatu kebutuhan bagi manusia yaitu pada tahap esteem needs. Prestise atau gengsi menurut Kuenzel (2008) dalam Ghoniyah (2013) merupakan persepsi orang lain, pendapat yang dihargai, dihormati, dikagumi, atau dikenal. Sumber gengsi menyebabkan orang untuk mengasosiasikan dirinya dengan merek yang bergengsi untuk meningkatkan harga diri mereka. Prestise menunjukkan preferensi produkdan merek yang berbeda, disamping itu prestise mampu membina citra suatu produk. Kecenderungan yang terjadi adalah konsumen akan memutuskan untuk membeli produk yang akan membuatnya lebih dihargai, dihormati, dikagumui atau dikenal oleh orang lain. Penjelasan mengenai esteem needs di atas merupakan penjabaran dari teori motivasi Maslow (1943) menyebutkan bahwa kebutuhan manusia adalah hirarki dan dibagi menjadi lima tahapan yang secara singkat dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Biological and Physiological needs – udara, makanan, air, perumahan, istirahat dan lainnya. 2. Safety needs – keamanan, hukum, kestabilan, keamanan kerja dan lainnya. 3. Belongingness and Love needs – keluarga, kelompok kerja, hubungan, teman dan lainnya 4. Esteem needs – rasa percaya diri, status sosial, pencapaian, keahlian, kemandirian, prestise, tanggung jawab manajerial, dominasi dan lainnya 41 5. Self-Actualization needs – realisasi potensi diri, rasa puas diri, puncak karir dan lainnya Kebutuhan aktualisasi diri Kebutuhan penghargaan Kebutuhan sosial Kebutuhan keamanan Kebutuhan fisiologis Sumber: Kotler dan Armstrong (2008) Gambar 2.4 Hirarki kebutuhan Maslow b. Dimensi Esteem Needs Maslow dalam Syafiie (2013) membagi kebutuhan ini menjadi 2 (dua) yaitu: 1. Penghargaan oleh diri sendiri Berupa rasa percaya diri, kekuatan pribadi, kekuasaan, kemandirian dan kebebasan. 2. Penghargaan oleh orang lain Berupa prestasi, hasrat akan nama baik, status, ketenaran, dominasi, kebanggan, kemuliaan dan keadilan. 42 6. Keputusan Pembelian a. Definisi Keputusan Pembelian Pengertian keputusan pembelian, menurut Kotler & Armstrong dalam Zoeldhan (2012) adalah tahap dalam proses pengambilan keputusan pembeli di mana konsumen benar-benar membeli. Konsumen bebas memilih produk yang diinginkan sesuai dengan kebutuhannya, memutuskan tempat pembelian, bagaimana caranya, banyak pembelian, kapan membeli, dan mengapa harus membeli.Konsumen membeli dan mengonsumsi produk bukan sekedar karena nilai fungsi awalnya, namun juga karena nilai sosial dan emosionalnya. Keputusan pembelian menurut Schiffman dan Kanuk dalam Zoeldhan (2012) adalah pemilihan dari dua atau lebih alternatif pilihan keputusan pembelian, artinya bahwa seseorang dapat membuat keputusan haruslah tersedia beberapa alternatif pilihan. Keputusan pembelian merupakan sesuatu yang berhubungan erat dengan rencana konsumen terkait lokasi pembelian produk yang dibutuhkannya. Pemasar sebagai pihak yang menawarkan berbagai produk kepada konsumen harus dapat menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi konsumen dalam pemilihan lokasi pembelian produk. Menurut Tjiptono (2008:21) dalam Widyastuti (2014) keputusan pembelian adalah sebuah proses dimana konsumen mengenal masalahnya, mencari informasi mengenai produk atau merek tertentu dan mengevaluasi seberapa baik masing-masing alternatif tersebut dapat memecahkan masalahnya yang kemudian mengarah kepada keputusan pembelian. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keputusan pembelian merupakan tahap pemilihan yang dilakukan konsumen dalam keputusan membeli produk. 43 b. Tahapan – tahapan pengambilan keputusan pembelian Menurut philip kotler (2000) dalam Sulistyawati (2011) proses pengambilan keputusan pembelian pada konsumen di bagi menjadi lima tahapan yaitu: 1. Pengenalan Masalah Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal atau eksternal. Dalam sebuah kasu, rasa lapar, haus, dapat menjadi sebuah pendorong atau pemicu yang menjadi kegiatan pembelian. Dalam beberapa kasus lainnya, kebutuhan juga dapat didorong oleh kebutuhan eksternal, contohnya ketika seseorang mencium sebuah wangi masakan dari dalam rumah makan ia akan merasa lapar atau seseorang menjadi ingin memiliki mobil seperti yang dimiliki tetangganya. Pada tahap ini pemasar perlu melakukan identifikasi keadaan yang dapat memicu timbulnya kebutuhan konsumen. Para pemasar dapat melakukan penelitian pada konsumen untuk mengidentifikasi rangsangan yang paling sering membangkitkan minat mereka terhadap suatu produk. 2. Pencarian Informasi Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi informasi yang lebih banyak. Dalam tahap ini, pencarian informasi yang dilakukan oleh konsumen dapat dibagi ke dalam dua level, yaitu situasi pencarian informasi yang lebih ringan dinamakan dengan penguatan informasi. Pada level ini orang akan mencari serangkaian informasi tentang sebuah produk. 44 Pada level kedua, konsumen mungkin akan mungkin masuk kedalam tahap pencarian informasi secara aktif. Mereka akan mencari informasi melalui bahan bacaan, pengalaman orang lain, dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk tertentu. Yang dapat menjadi perhatian pemasar dalam tahap ini adalah bagaimana caranya agar pemasar dapat mengidentifikasi sumber-sumber utama atas informasi yang didapat konsumen dan bagaimana pengaruh sumber tersebut terhadap keputusan pembelian konsumen selanjutnya. Menurut Kotler (2003:225) sumber utama yang menjadi tempat konsumen untuk mendapatkan informasi dapat digolongkan kedalam empat kelompok, yaitu: Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga dan kenalan. Sumber komersial: iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, pajangan ditoko. Sumber publik: Media masa, organisasi penentu peringkat konsumen. Sumber pengalaman: penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk. 3. Evaluasi alternatif Dalam tahapan selanjutnya, setelah mengumpulkan informasi sebuah merek, konsumen akan melakukan evaluasi alternatif terhadap beberapa merek yang menghasilkan produk yang sama. Pada tahap ini ada tiga buah konsep dasar yang dapat membantu pemasar dalam memahami proses evaluasi konsumen. Pertama, konsumen akan berusaha memenuhi kebutuhannya. Kedua, konsumen akan mencari mafaat tertentu dari solusi 45 produk. Ketiga, konsumen akan memandang masing-masing produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan dan untuk memuaskan kebutuhan itu. Atribut yang diminati oleh pembeli dapat berbeda-beda tergantung pada jenis produknya. Contohnya, konsumen akan mengamati perbedaan atribut sperti ketajaman gambar, kecepatan kamera, ukuran kamera, dan harga yang terdapat pada sebuah kamera. 4. Keputusan Pembelian Dalam melakukan evaluasi alternatif, konsumen akan mengembangkan sebuah keyakinan atas merek dan tentang posisi tiap merek berdasarkan masing-masing atribut yang berujung pada pembentukan citra merek. Selain itu, pada tahap evaluasi alternatif konsumen juga membentuk sebuah preferensi atas merek-merek yang ada dalam kumpulan pribadi dan konsumen juga akan membentuk niat untuk membeli merek yang paling di sukai dan berujung pada keputusan pembelian. Pada tahapan keputusan pembelian, konsumen dipengaruhi oleh dua faktor utama yang terdapat diantara niat pembelian dan keputusan pembelian yaitu faktor pertama adalah sikap orang lain yang merupakan sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternatif yang disukai seseorang akan bergantung pada dua hal yaitu intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai calon konsumen dan motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. 5. Perilaku Pasca Pembelian 46 Setelah membeli produk, konsumen akan mengalami level kepuasan atau ketidapuasan tertentu. Tugas pemasar tidak berakhir begitu saja ketika produk dibeli. Para pemasar harus memantau kepuasan pascapembelian, tindakan pascapembelian dan pemakaian produk pasca pembelian. d. Dimensi Keputusan Pembelian Sutisna (2003) dalam Sulistyawati (2011) mengungkapkan dimensi yang digunakan untuk mengukur keputusan pembelian konsumen antara lain: 1. Benefit Association Kriteria benefit association menyatakan bahwa konsumen menemukan manfaat dari pembelian produk dan menghubungkannya dengan karakteristik merek. 2. Prioritas dalam membeli Prioritas untuk membeli terhadap salah satu produk yang ditawarkan bisa dilakukan oleh konsumen apabila perusahaan menawarkan produk yang lebih baik dari produk pesaingnya. 3. Frekuensi pembelian Ketika konsumen membeli produk tertentu dan ia merasa puas dengan kinerja produk tersebut, maka ia akan sering membeli kembali produk tersebut kapanpun ia membutuhkannya. 47 7. Hubungan Antar Variabel a. Hubungan Citra Merek dengan Keputusan Pembelian Wicaksono (2007) dalam Alfian (2012) mengemukakan pentingnya pengembangan citra merek dalam keputusan pembelian. Brand image yang dikelola dengan baik akan menghasilkan konsekuensi yang positif, meliputi: a. Meningkatkan pemahaman terhadap aspek-aspek perilaku konsumen dalam mengambil keputusan pembelian. b. Memperkaya orientasi konsumsi tehadap hal-hal yang bersifat simbolis lebih dari fungsi-fungsi produk. c. Meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk. d. Meningkatkan keunggulan bersaing berkelanjutan, mengingat inovasi teknologi sangat mudah untuk ditiru oleh pesaing. Menciptakan kesan menjadi salah satu karateristik dasar dalam orientasi pemasaran modern yaitu lewat pemberian perhatian lebih serta penciptaan merek yang kuat. Implikasi dari hal tersebut menjadikan merek suatu produk menciptakan image dari produk itu sendiri di benak pikiran konsumen dan menjadikan motivasi dasar bagi konsumen dalam memilih suatu produk (Aaker dalam Vranesevic, 2003). b. Hubungan Loyalitas Merek dengan Keputusan Pembelian Loyalitas merek merupakan respon perilaku yang bersifat bias. Dharmmesta (1999) dalam Miftahk (2013) mengungkapkan bahwa penelitian tentang loyalitas merek selalu berkaitan dengan preferensi konsumen dan pembelian aktual. 48 Penelitian lain dilakukan oleh Nighmatul Maula dan Muhammad Edwar 2014 dengan menganalisa pengaruh kesadaran merek, persepsi kualitas, asosiasi merek dan loyalitas merek terhadap keputusan pembelian produk Eiger pada Shop In Shop di Royal plaza Surabaya. Hasil dari penelitian ini dapat dilihat dari Adjusted R Square sebesar 72% yang kemudian melalui uji t diketahui bahwa kesadaran merek, persepsi kualitas, asosiasi merek dan loyalitas merek secara parsial memiliki pengaruh terhadap keputusan pembelian dan harga tidak memiliki pengaruh terhadap keputusan pembelian. Variabel yang paling berpengaruh atau dominan adalah loyalitas merek. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Setyawan (2010) dalam Miftakh (2013) yaitu dalam mengukur asosiasi suatu merek telepon seluler Nokia digunakan tiga indikator berupa asosiasi merek yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian, indikator tersebut diantaranya yaitu: a. Kebiasaan memilih merek b. Kepuasan terhadap merek c. Kefanatikan terhadap merek Hasil dari ketiga indikator tersebut menyatakan bahwa loyalitas terhadap merek menciptakan keinginan untuk selalu menggunakan merek tersebut yang juga akan berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian telepon seluler Nokia. c. Hubungan Esteem Needs dengan Keputusan Pembelian. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sri (2002) dalam Ghoniyah, dkk (2013) didapatkan hasil bahwa kelompok faktor model, faktor fitur, faktor 49 kebutuhan, faktor potongan harga, faktor keluarga, faktor prestise, faktor tempat belanja, faktor personal selling berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Gengsi atau prestise disini merupakan suatu kebutuhan bagi manusia yaitu pada tahap esteem needs. Kecenderungan yang terjadi adalah konsumen akan memutuskan untuk membeli produk yang akan membuatnya lebih dihargai, dihormati, dikagumi atau dikenal oleh orang lain. Selain itu, dalam penelitian yang dilakukan oleh Aprilianni (2014) didapatkan hasil bahwa social needs dan esteem needs berpengaruh terhadap keputusan pembelian luxury fashion products. Sementara faktor lainnya yaitu self actualization needs tidak berpengaruh terhadap keputusan pembelian luxury fashion products. 8. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini antara lain : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu N o. 1 Nama Peneliti Judul Priyatama, dkk, 2013 Hubungan antara Citra Merek dan Loyalitas Merek dengan Pengambila n Keputusan Pembelian Body Lotion pada Metode Hasil Riset Penelitian analisis yaitu terdapat hubungan yang signifikan regresi antara citra merek dan loyalitas merek berganda terhadap pengambilan keputusan pembelian body lotion pada mahasiswi program studi psikologi UNS 50 Mahasiswi Program Studi Psikologi Universitas Sebelas Maret Surakarta 2 3 4 5 Fransisca Paramitasa ri Musay, 2013 Pengaruh Brand Image terhadap keputusan pembelian (survey pada konsumen KFC Kawi Malang) Dani Pengaruh Wardhana, Brand 2010 Image Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada Produk Telkom Speedy di Kota Bandung Praba Analisa Sulistyawat Pengaruh i, 2011 Citra Merek dan Kualitas Produk terhadap Keputusan Pembelian Laptop Merek Acer di Kota Semarang Apriliann, Analisis 2014 Pengaruh Social analisis yaitu bahwa brand image yang terdiri dari regresi citra perusahaan, citra pemakai, dan citra berganda produk secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian. Uji terdapat pengaruh positif antara brand Hipotesis image dengan keputusan pembelian konsumen analisis yaitu bahwa citra merek dan kualitas regresi produk berpengaruh positif dan signifikan berganda terhadap keputusan pembelian analisis Berdasarkan hasil penelitian yang telah regresi dilakukan, didapat hasil bahwa social needs 51 6 7 8 Saverius Dwi Kurniawan , 2012 Yohanes Kuleh, dkk, 2012 Muhamma d Edwar, dkk, 2014 Needs, Esteem Needs, Dan Self Actualizati on Needs Terhadap Keputusan Pembelian Luxury Fashion Products (Studi Kasus: Konsumen Wanita Yang Berbelanja Di Pondok Indah Mall) Analisis pengaruh Brand Loyalty, Brand Image, Iklan dan Perceived Quality terhadap minat beli konsumen XL Prabayar di kota Surabaya Pengaruh Brand Loyalty dan Perceived Quality terhadap keputusan pembelian Handphone Nokia Pengaruh Kesadaran Merek, berganda dan esteem needs berpengaruh terhadap keputusan pembelian luxury fashion products. Sementara self actualization needs tidak berpengaruh terhadap keputusan pembelian luxury fashion products. analisis yaitu bahwa brand loyalty, brand image dan regresi percevied quality mempengaruhi niat berganda pembelian Xl prabayar konsumen sedangkan iklan XL prabayar tidak mempengaruhi pada niat pembelian XL prabayar konsumen di Surabaya analisis Yaitu bahwa loyalitas merek dan persepsi regresi kualitas memiliki pengaruh signifikan berganda terhadap keputusan pembelian untuk produk handphone NOKIA analisis yaitu bahwa kesadaran merek, persepsi regresi kualitas, asosiasi merek dan loyalitas merek 52 Persepsi Kualitas, Asosiasi Merek dan Loyalitas Merek terhadap keputusan pembelian produk Eiger pada Shop In Shop di Royal plaza Surabaya B. berganda secara parsial memiliki pengaruh terhadap keputusan pembelian sedangkan harga tidak memiliki pengaruh terhadap keputusan pembelian. Variabel yang berpengaruh dominan adalah loyalitas merek Kerangka Pemikiran Kerangka Pemikiran Teoritis X1 X2 C. X3 Hipotesis C. Hipotesis Y Dari beberapa teori dan penelitian yang telah di lakukan sebelumnya tersebut, maka dalam penelitian ini di usulkan hipotesis sebagai berikut : H1: Citra merek berpengaruh terhadap keputusan pembelian H2: Loyalitas merek berpengaruh terhadap keputusan pembelian H3 : Esteem needs berpengaruh terhadap keputusan pembelian