15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A.
Kajian Pustaka
1.
Pemasaran
a. Pengertian Pemasaran
Kegiatan pemasaran sering diartikan sebagai kegiatan dalam memasarkan
suatu produk yang diperjual belikan oleh perusahaan dan tujukan kepada para
konsumen. Namun jika dilihat makna sebenarnya pemasaran bukan hanya sekedar
menjual produk saja, akan tetapi pemasaran juga memiliki aktifitas penting dalam
menganalisis dan mengevaluasi segala kebutuhan dan keimnginan para konsumen.
Pemasaran juga meliputi segala aktivitas di dalam perusahaan di seluruh bidang.
Pengertian marketing atau pemasaran oleh beberapa ahli dikemukakan berbedabeda dalam penyajian dan penekanannya, tetapi semua ini sebenarnya mempunyai
pengertian yang hampir sama antara satu dengan yang lainnya. Berikut ini
beberapa definisi mengenai marketing dari beberapa ahli :
Definisi pemasaran menurut Kotler dan Armstrong (2011:5) yang mengatakan
bahwa :
“The process by which companies create value for customer and build strong
relationship with customers in order to capture value from customers in return”
atau proses di mana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan
membangun hubungan yang kuatdengan pelanggan dalam rangka mengambil nilai
dari pelanggan sebagai imbalannya.
15
16
Pemasaran menurut Kotler dan Keller (2012:5):
“Marketing is about identifying and meeting human and social needs. One of the
shortest good definitions of marketing is “meeting needs profitably” atau
"Pemasaran adalah tentang mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia
dan sosial. Salah satu definisi tersingkat pemasaran adalah "memenuhi kebutuhan
secara menguntungkan".
Pada tahun sebelumnya Kotler dan Keller (2009:38) juga mendefiniskan
pemasaran sebagai proses
perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penetapan
harga, promosi, dan distribusi gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan
pertukaran yang memuaskan tujuan individu dan organisasi. Pemasaran menurut
Buchari Alma (2007:5) yaitu penekanan pada analisis struktur pasar, orientasi,
dan dukungan pelanggan, serta memposisikan
perusahaan dalam mengawasi
rantai nilai.
Pemasaran menurut Rangkuti (2009:21) dalam Harahap dkk (2014)
merupakan suatu interaksi yang berusaha untuk menciptakan hubungan
pertukaran dan bukan merupakan cara yang sederhana yang hanya sekedar untuk
menghasilkan penjualan.
Sedangkan menurut Assauri (2010:5) Pemasaran merupakan kegiatan
manusia yang diarahkan
untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan
keinginan melalui proses pertukaran. AMA ( American Marketing Assosiation ),
mendefinisikan
pemasaran
sebagai
proses
perencanaandan
pelaksanaan
pemikiran, penetapan harga, promosi, serta penyaluran gagasan, barang dan jasa
untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran individu dan organisasi.
17
Definisi pemasaran juga di kemukakan menurut Boyd, Walker dan
Larreche dalam Ardani (2007:176) adalah suatu proses sosial yang melibatkan
kegiatan-kegiatan penting yang memungkinkan individu dan perusahaan
mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui pertukaran dengan
pihak lain dan untuk mengembangkan hubungan pertukaran.
Dapat disimpulkan dari beberapa pengertian di atas bahwa pemasaran
yang tepat itu harus mampu memenuhi apa yang konsumen butuhkan dan
inginkan melalui proses transaksi baik antar individu, kelompok atau organisasi
agar menciptakan pertukaran yang menguntungkan.
b. Pengertian Manajemen Pemasaran
Di dalam menjalankan suatu proses pemasaran tentu tidak terlepas dengan
adanya bantuan manajemen yang baik agar pemasaran tersebut berjalan tersistem
secara efektif dan efisien.
Menurut Kotler dan Armstrong (2008:10) manajemen pemasaran adalah
seni dan ilmu memilih target pasar dan membangun hubungan yang
menguntungkan dengan target pasar.
Jadi, untuk mencapai tujuan serta memenuhi kepuasan pasar dibutukan sebuah
manajemen pemasaran yang baik serta terkoordinir dalam suatu organisasi atau
perusahaan agar keinginan tersebut berjalan secara efektif dan efisian sehingga
kepuasaan konsumen yang diinginkan dapat maksimal.
c. Bauran Pemasaran
Dalam pemasaran terdapat salah satu strategi, yaitu bauran pemasaran
(Marketing
Mix)
yang
memiliki
peranan
yang
sangat
penting untuk
18
mempengaruhi pasar agar dapat terjadi pertukaran antara perusahaan dan
konsumen serta melakukan pembelian terhadap produk yang ditawarkan
perusahaan. Kotler & Amstrong (2012) mengungkapkan bahwa marketing mix
adalah alat pemasaran yang baik utnuk mengatur, produk, harga, promosi dan
pendistribusian, mengkombinasikan untuk menciptakan repond yang baik dari
target pasar.
Bauran pemasaran adalah elemen - elemen organisasi perusahaan yang
dapat di kontrol oleh perusahaan dalam melakukan komunikasi dengan tamu dan
untuk memuaskan tamu. ( Zeithaml & Bitner, 2008).
Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran
merupakan alat pemasaran yang sangat untuk setiap perusahaan, yang dimana
perusahaan dapat mengendalikan, mempengaruhi, mengetahui respond yang baik
dari sasaran pasar yang di tentukan.
Dalam bauran pemasaran untuk perusahaan yang menawarkan barang
kepada konsumen, terdapat beberapa alat atau perangkat yang biasa di sebut 4P,
yaitu Product ( produk ), Price
( harga ), Place ( tempat atau saluran
pendistibusian ), dan Promotion ( Promosi ). Sedangkan untuk perusahaan yang
menawarkan jasa kepada konsumen terdapat tambahan perangkat pemasaran
sehingga menjadi 7P, yaitu
 Product ( Produk )
Produk adalah mengelola unsur produk termasuk perencanaan dan
pengembangan produk atau jasayang tepat untuk dipasarkan dengan
19
mengubah produk atau jasa dengan menambah dan mengambil tindakan
lain yang mempengaruhi bermacam – macam produk atau jasa.
 Price ( Harga )
Harga adalah suatu sistem manajemen perusahaan yang akan menentukan
harga dasar yang tepat bagi produk atau jasa dan harus menentukan
strategi yang menyangkut potongan harga, pembayaran ongkos angkut,
dan berbagai variable yang bersangkutan.
 Place ( Tempat dan saluran pendistribusian )
Distribusi yakni memilih dan mengelola saluran perdagangan yang
diipakai untuk menyalurkan produk atau jasa dan juga untuk melayani
pasar sasaran, serta mengembangkan sistem distribusi untuk pengeriman
dan perniagaan produk secara fisik.
 Promotion ( Promosi )
Promosi adalah suatu unsur yang digunakan untuk memberitahuan dan
membujuk pasar tentang produk atau jasa yang baru pada perusahaan
melalui iklan, penjualan pribadi, promosi penjualan, maupun publikasi.
Sumber: Philip Kotler dan Gary Armstrong. (2008).
Gambar 2.1 Empat P Bauran Pemasaran
20
Berdasarkan definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa bauran
pemasaran juga memiliki elemen – elemen yang sangat mempengaruhi dalam
melakukan penjualan karena elemen – elemen tersebut dapat mempengaruhi
konsumen untuk melakukan pembelian.
2.
Merek
a. Definisi Merek
Kotler dan Keller (2007:5) dalam
Massie (2013) menyatakan bahwa
Brand atau merek sebenarnya merupakan sarana untuk membedakan barangbarang dari satu produsen dengan produsen yang lain. Merek diyakini mempunyai
kekuatan yang besar untuk memikat orang dalam membeli produk atau jasa yang
diwakilinya.
Miller dan Muir (2004) dalam Leliga (2013) mendefinisikan Brand atau
merekmerupakan sebuah nama atau simbol yang dapat digunakan secara langsung
untuk menjual sebuah produk atau layanan.
Merek sendiri merupakan salah satu atribut yang sangat penting dari
sebuah produk yang penggunaanya pada saat ini sudah sangat meluas karena
beberapa alasan, dimana merek suatu produk berarti memberikan nilai tambah
produk tersebut.
Pikiran para pelanggan dipengaruhi oleh beragam pesan yang sampai pada
angka ribuan pesan dan sering berubah – ubah. Merek tidak hanya kesan –
kesannya, tetapi merek juga harus menempati suatu posisi khusus dalam pikiran
untuk benar – benar menjadi sebuah merek yang melekat di benak konsumen.
21
Kapferer (2008) dalam Sudar (2014) merangkumkan bahwa merek
merupakan suatu ide yang diinginkan dan eksklusif yang melekat pada suatu
produk, jasa, tempat, atau pengalaman. Semakin banyak ide tersebut disebarkan
oleh sejumlah besar masyarakat, semakin besar kekuatan yang dimiliki merek
tersebut.
Menurut AMA ( American Marketing Association ) (Kotler,2003) dalam
Sulistyari (2012) merek (brand) yaitu nama, istilah, tanda, simbol, atau desain
atau panduan dari hal-hal tersebut yang dimaksudkan untuk memberikan identitas
bagi barang atau jasa yang dibuat atau disediakan suatu penjual atau kelompok
penjual serta membedakannya dari barang atau jasa yang disediakan pesaing.
Merek menurut Kotler (2002:460) merupakan suatu simbol yang kompleks
yang dapat menyampaikan enam tingkat pengertian, antara lain :
1. Atribut (Attributes), suatu merek mendatangkan atribut tertentu ke dalam
pikiran konsumen
2. Manfaat (Benefits), atribut yang ada harus diterjemahkan menjadi manfaat
fungsional dan emosional
3. Nilai (values), merek juga menyatakan suatu tentang nilai pembuat atau
produsen
4. Budaya (Culture), merek dapat mempresentasikan budaya
5. Kepribadian (Personality), merek dapat menjadi proyeksi dan pribadi
tertentu
6. Pengguna (User), merek dapat mengesankan tipe konsumen tertentu
22
Dengan demikian, merek dapat disimpulkan sebagai tanda yang dimiliki
oleh produk atau jasa untuk mengidentifikasi produknya dan membedakannya
dengan produk pesaing.
b. Manfaat Merek
Keller dalam Tjiptono (2005:20) berpendapat bahwamerek bermanfaat
bagi produsen dan konsumen. Bagi produsen, merek bermanfaat sebagai berikut :
 Sarana identifikasi untuk memudahkan proses pelacakan produk bagi
perusahaan, terutama dalam pengorganisasian sediaan dan pencatatan
akuntansi.
 Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik. Merek
bisa mendapatkan perlindungan properti intelektual.
 Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka
bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi di lain waktu.
 Makna unik yang membedakan produk dari pesaing.
 Sumber keunggulan kompetitif,terutama melalui perlindungan hukum,
loyalitas pelanggan, dan citra yang terbentuk dalam benak konsumen.
Sedangkan bagi konsumen, manfaat merek seperti :
 Identifikasi sumber produk.
 Penempatan tanggung jawab pada pemanufaktur atau distributor tertentu.
 Pengurang resiko.
 Penekan biaya pencarian.
 Signal kualitas.
 Alat simbolis yang memproyeksikan citra.
23
 Janji atau ikatan khusus dengan produsen.
c. Ekuitas Merek
Brand Equity, yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia berarti Ekuitas
Merek, atau istilah umumnya adalah Aset sebuah Merek. Ekuitas merek dapat
diperoleh setelah identitas merek sudah jelas, merek sudah memasuki pasar dan
konsumen, serta kelangsungan Brand atau merek tersebut sangat bergantung
kepada konsumen. Brand dengan identitas yang kuat akan mampu bertahan dalam
pasar dan dapat banyak membantu dalam startegi pemasaran.
Kotler dan Amstrong (2011) mendefinisikan ekuitas merek sebagai efek
pembeda positif dari respon konsumen atas suatu barang dan jasa sebagai akibat
dari pengetahuan konsumen atas nama merek dari barang dan jasa tersebut.
Menurut Aaker (2009:163) dalam Harahap dkk (2014) Ekuitas merek
adalah serangkaian asset dan kewajiban yang terkait dengan sebuah merek, nama,
dan symbol yang menambah atau nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa
kepada perusahaan dan atau pelanggan.
Menurut Aaker (1997) dalam Sudar (2014) ekuitas merek dapat
dikelompokkan dalam empat dimensi, yaitu:
1. Brand awareness, merupakan kemampuan konsumen untuk mengenali atau
mengingat bahwa sebuah merek merupakan anggota dari kategori produk tertentu.
2. Perceived quality, merupakan penilaian konsumen terhadap keunggulan atau
superioritas produk secara keseluruhan. Oleh sebab itu, perceived quality
didasarkan pada evaluasi subyektif konsumen (bukan manajer atau pakar)
terhadap kualitas produk.
24
3. Brand association, merupakan segala sesuatu yang terkait dengan memori
terhadap suatu merek. Brand association berkaitan dengan brand image atau citra
merekyang didefinisikan sebagai serangkaian asosiasi merek dengan makna
tertentu dan akan semakin kuat seiring dengan bertambahnya pengalaman
konsumsi atau eksposur dengan merek spesifik.
4. Brand loyalty, merupakan “the attachment that a customer has to a brand”
yang berarti perasaan mendalam yang dimiliki konsumen terhadap merek tertentu.
Ekuitas Merek
(Brand Equity)
Kesadaran
Merek
(Brand
Awareness)
Persepsi Kualitas
Asosiasi Merek
(Perceived
Persepsi Kualitas
(Perceived
Loyalitas
Merek
(Brand
Loyality)
Sumber : Aaker, dikutip dari Andi M. Sadat, “Brand Belief”, 2008
Gambar 2.2
Dimensi Ekuitas Merek
Dari dimensi-dimensi ekuitas merek tersebut pada umumnya dapat
menambah atau bahkan mengurangi nilai bagi para pelanggan atau perusahaan.
Oleh karenanya pengelolaan ekuitas merek dapat berpengaruh pada penciptaan
Durianto, dkk (2004) dalam Sudar 2014 mengungkapkan bahwa ekuitas
merek dapat mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam pe
ngambilan keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa lalu dalam
penggunaan atau kedekatan, dan asosiasi dengan berbagai karakteristik merek.
Semakin kuat ekuitas merek suatu produk, maka semakin kuat pula daya tariknya
25
di mata konsumen untuk mengkonsumsi produk tersebut dan pada akhirnya akan
mengarah pada keputusan pembelian produk
3.
Citra Merek
a. Definisi Citra
Huddleston dalam Satria (2011) mendefinisikan citra sebagai serangkaian
kepercayaan yang dihubungkan dengan sebuah gambaran yang dimiliki atau
didapat. Alma dalam Satria (2011) mendefinisikan citra sebagai konsepsi yang
ada pada public mengenai perusahaan, mengenai suatu objek, orang atau
mengenai lembaga.
Definisi citra menurut Kotler dalam Satria (2011) adalah seperangkat
keyakinan, dan ide yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu objek. Sedangkan
Citra menurut Gerson dalam Satria (2011) yaitu bagaimana konsumen, calon
konsumen, dan pesaing melihat anda, reputasi anda adalah apa yang orang-orang
katakan kepada pihak lain. Dari beberapa definisi diatas, penulis menyimpulkan
bahwa citra adalah bagaimana seseorang memandang suatu objek atas gambaran
yang dimilikinya.
b. Definisi Citra Merek
Keterkaitan konsumen pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi
pada banyak pengalaman atau penampakkan untuk mengkomunikasikannya
sehingga akan terbentuk citra merek (brand image). Citra merek yang baik akan
mendorong untuk meningkatkan
volume penjualan dan citra perusahaan.
26
Citra merek dapat dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul di benak
konsumen ketika mengingat sebuah merek tertentu. Asosiasi tersebut secara
sederhana dapat muncul dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan
pada merek tertentu, sama halnya ketika kita berpikir mengenai orang lain.
Keller dalam Roslina (2010:334) mendefinisikan citra merek sebagai
persepsi konsumen tentang suatu merek sebagai refleksi dari asosiasi merek yang
ada pada pikiran konsumen. Sedangkan Aaker dalam Roslina (2010:334)
menyatakan bahwa citra merek merupakan kumpulan asosiasi yang diorganisir
menjadi suatu yang berarti.
Menurut Supranto dan Limakrisna (2011:128) dalam Widyastuti (2014)
citra merek ialah segala yang konsumen pikir atau rasakan ketika mereka mendengar atau
melihat nama suatu merek atau pada intinya apa yang konsumen telah pelajari tentang
merek. Menurut Kotler dan Keller (2007 : 346) dalam Widyastuti (2014) citra merek
merupakan persepsi dan keyakinan yang dilakukan oleh konsumen, seperti tercermin dalam
asosiasi yang terjadi dalam memori konsumen.
Menurut Shimp dalam Radji (2009:18) citra merek adalah asosiasi yang
muncul dibenak konsumen ketika mengingat sebuah merek tertentu. Menurut
Kotler dalam Isyanto, Hersona, dan Darmawan (2012:3) mendefinisikan citra
merek sebagai sejumlah keyakinan tentang merek. Sedangkan Dobni dan Zinkhan
dalam Ferrinadewi (2008:165) citra merek adalah konsep yang diciptakan
konsumen karena alasan subyektif dan emosi pribadinya.
Citra merek menurut Isyanto, Hersona, dan Darmawan (2012:3) adalah
apa yang konsumen pelajari tentang merek. Dari beberapa definisi tersebut, dapat
27
disimpulkan bahwa citra merek merupakan hal yang ada dibenak konsumen
mengenai merek berdasarkan apa yang konsumen ingat dan ketahui tentang merek
tersebut.
c. Faktor – Faktor Pembentuk Citra Merek
Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Edi (2013) menyebutkan faktorfaktor pembentuk citra merek adalah sebagai berikut:
1. Kualitas atau mutu, berkaitan dengan kualitas produk barang yang ditawarkan
oleh produsen dengan merek tertentu.
2. Dapat dipercaya atau diandalkan, berkaitan dengan pendapat atau kesepakatan
yang dibentuk oleh masyarakat tentang suatu produk yang dikonsumsi.
3. Kegunaan atau manfaat, yang terkait dengan fungsi dari suatu produk barang
yang bisa dimanfaatkan oleh konsumen.
4. Pelayanan, yang berkaitan dengan tugas produsen dalam melayani
konsumennya.
5. Resiko, berkaitan dengan besar kecilnya akibat atau untung dan rugi yang
mungkin dialami oleh konsumen
6. Harga, yang dalam hal ini berkaitan dengan tinggi rendahnya atau banyak
sedikitnya jumlah uang yang dikeluarkan konsumen untuk mempengaruhi suatu
produk, juga dapat mempengaruhi citra jangka panjang.
28
7. Citra yang dimiliki oleh merek itu sendiri, yaitu yang berupa pandangan,
kesepakatan dan informasi yang berkaitan dengan suatu merek dari produk
tertentu.
d. Dimensi Citra Merek
Dimensi Variabel Citra Merek menurut Hoeffler dan Keller dalam
Sulistyari (2012) yaitu terdiri atas :
1. Citra Pemakai
2. Kesan Professional
3. Kesan Modern
4. Popular.
Sedangkan menurut Keller (2003) dalam Leliga (2013), di dalam brand image
atau citra merek terdapat 3 dimensi yang merangkai sebuah citra merek, antara
lain:
1. Brand Strength adalah seberapa sering seseorang terpikir tentang
informasi suatu brand, ataupun kualitas dalam memproses segala
informasi yang diterima konsumen.
2. Brand Favorability adalah kesukaan terhadap brand, kepercayaan dan
perasaan bersahabat dengan suatu brand, serta akan sulit bagi brand, lain
untuk dapat menarik konsumen yang sudah mencintai brand, hingga pada
tahap ini.
3. Brand Uniqueness adalah membuat kesan unik dan perbedaan yang berarti
diantara brand lain serta membuat konsumen”tidak mempunyai alasan
untuk tidak” memilih brand tersebut.
29
Selain itu, indikator yang mencerminkan keberadaan citra merek juga
dirangkum oleh Keller (1993) dalam Edi (2013) yaitu:
1. Mudah dikenali
Selain dengan logo, sebuah merek dikenal melalui pesan dan cara dimana
produk dikemas dan disajikan kepada para konsumen yang disebut trade
dress. Melalui komunikasi yang intensif, suatu bentuk produk khusus
dapat menarik perhatian dan mudah dikenali oleh konsumen. Sehingga
trade dress sering melayani fungsi yang sama seperti merek dagang, yaitu
deferensiasi produk dan jasa di pasar yang dapat dimintakan perlindungan
hukum.
2. Reputasi yang baik
Bagi perusahaan citra berarti persepsi masyarakat terhadap jati diri
perusahaan. Persepsi ini didasarkan pada apa yang masyarakat ketahui
atau kira tentang perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itulah
perusahaan yang sama belum tentu memiliki citra yang sama pula
dihadapan orang. Citra perusahaan menjadi salah satu pegangan bagi
konsumen dalam mengambil keputusan penting. Citra yang baik akan
menimbulkan dampak positif bagi perusahaan, sedangkan citra yang buruk
melahirkan dampak negatif dan melemahkan kemampuan perusahaan
dalam persaingan.
3. Selalu diingat
Artinya elemen merek yang dipilih hendaknya yang mudah diingat dan
disebut/diucapkan. Simbol, logo, nama yang digunakan hendaknya
30
menarik, unik sehingga menarik perhatian masyarakat untuk diingat dan
dikonsumsi.
Menurut beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa brand image
atau citra merek merupakan hasil persepsi dan pemahaman konsumen mengenai
merek suatu produk yang dilihat, dipikirkan dan dibayangkan serta merpakan
representasi dari keyakinan dan prefensi konsumen terhadap suatu merek
berdasarkan informasi dan pengalaman dimasa lalu terhadap merek
e. Pengukuran Citra Merek
Menurut Shimp dalam Bastian (2014) citra merek diukur dari:
1.Atribut
Atribut adalah ciri-ciri atau berbagai aspek dari merek yang diiklankan. Atribut
juga
dibagi menjadi dua bagian yaitu hal-hal yang tidak berhubungan dengan produk
(contoh: harga, kemasan, pemakai, dan citra penggunaan), dan hal-hal yang
berhubungan dengan produk (contoh, warna, ukuran, desain)
2.Manfaat
Manfaat dibagi menjadi tiga bagian yaitu fungsional, simbolis, dan pengalaman.
3.Evaluasi
Keseluruhan evaluasi keseluruhan, yaitu nilai atau kepentingan subjektif dimana
pelanggan
menambahkannya pada hasil konsumsi.
31
4.
Loyalitas Merek
a. Definisi Loyalitas Merek
Perilaku konsumen sebagai bagian dari kegiatan manusia yang selalu
berubah sesuai dengan pengaruh lingkungan dan sosial di mana dia berada.
Namun perilaku konsumen yang diharapkan dan tetap terus ada bagi perusahaan
adalah loyalitas. Loyalitas berarti pelanggan terus melakukan pembelian secara
berkala. Di bawah ini terdapat beberapa definisi dari loyalitas merek menurut
pakar marketing, antara lain sebagai berikut :
Menurut Schiffman dan Kanuk (2009) dalam Bastian (2014), loyalitas
merek adalah preferensi konsumen secara konsisten untuk melakukan pembelian
pada merek yang sama pada produk yang spesifik atau kategori pelayanan
tertentu. Loyalitas merek adalah sebuah komitmen yang kuat dalam berlangganan
atau membeli suatu merek secara konsisten di masa yang akan datang.
Menurut Giddens (2002) Loyalitas merek adalah pilihan yang dilakukan
konsumen
untuk membeli merek tertentu dibandingkan merek yang lain dalam satu kategori
produk.
Konsumen akan memberikan loyalitas dan kepercayaannya pada
merekselama merek tersebut sesuai dengan harapan yang dimiliki oleh konsumen,
bertindakdalam cara-cara tertentu dan menawarkan nilai-nilai tertentu. Loyalitas
pada merek ini timbul karena konsumen mempersepsikan merek tersebut
menghasilkan produk yang memiliki sejumlah manfaat dan kualitas dengan harga
yang sesuai.
32
Loyalitas merek juga menjadi indikasi adanya kekuatan merek, karena
tanpa loyalitas merek tidak akan tercipta kekuatan merek. Hal ini dapat dilihat
pada merek-merek yang menjadi pemimpin di pasaran, dapat dipastikan bahwa
merek tersebut memiliki pelanggan yang loyal pada merek tersebut (Giddens,
2002).
b. Dimensi Loyalitas Merek
Schiffman dan Kanuk (2004) dalam Manurung (2009) menyatakan bahwa
loyalitas merek terbagi atas 2 ( dua ) dimensi yaitu:
1. Attitudinal loyalty ( Pengukuran sikap )
Attitudinal loyalty meliputi 3 bagian, yaitu:
a. Cognitive Loyality
Loyalitas ini merupakan representasi dari apa yang dipercayai oleh
konsumen. Dimensi kognitif berisikan persepsi kepercayaan dan
stereotype konsumen mengenai suatu merek. Menurut Purwadi (
2000 ) dimensi kognitif juga berkenaan dengan kesadaran (
awareness ) dan pengetahuan konsumen akan suatu merek.
Kesadaran dan pengetahuan ini mencakup harga, fitur, iklan dan
atribut lainnya.
b. Affective Loyalty
Loyalitas ini didasarkan pada perasaan dan komitmen konsumen
terhadap suatu merek. Konsumen memiliki kedekatan emosional
terhadap merek tersebut. Loyalitas afektif ini merupakan fungsi
dari perasaan dan sikap konsumen terhadap sebuah merek seperti
33
rasa senang, suka dan gemar. pengungkapan perasaan ini dapat
dengan atau tanpa membandingkan dengan merek lain. Jika
konsumen memiliki sikap yang positif terhadap merek, maka
dalam diri konsumen akan berkembang loyalitas afektif.
c. Conative Loyalty atau Behavioral intent
Loyalitas konatif merupakan batas antara attitudinal loyalty dan
behavioral loyalty yang dipresentasikan melalui kecendrungan
perilaku konsumen untuk menggunakan merek yang sama dimasa
yang akan datang. Loyalitas konatif merupakan tingkah laku yang
masih bersifat intent, belum tampak dalam tingkah laku nyata.
2. Behavioral Loyalty ( Pengukuran perilaku )
Meliputi action loyalty, yang didefinisikan sebagai tingkah laku
membeli ulang suatu merek oleh seorang konsumen terhadap kategori
produk tertentu. Tingkah laku seorang konsumen yang loyal tercermin
melalui frekuensi dan konsistensi pembelian suatu merek. Selain itu, salah
satu
aktualisasi
loyalitas
konsumen
ditunjukan
oleh
tindakan
merekomendasikan dan memperomosikan merek tersebut kepada pihak
lain. Brown mengatakan bahwa seorang konsumen dikatakan loyal jia
telah melakukan pembelian minimal 5 ( lima ) kali terhadap merek yang
sama. Tucker mengatakan 3 ( tiga ) kali dan Lawrence mengatakan 4 kali
melakukan pembelian berulang ( assael , 1992 ).
34
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dimensi loyalitas
merek terdiri dari Cognitive Loyalty, Affective Loyalty, Conative Loyalty atau
Behavioral intent, dan Action Loyalty.
c. Pengukuran Loyalitas Merek
Rangkuti (2009) dalam Bastian (2014) menjelaskan bahwa loyalitas merek
dapat diukur melalui indikator – indikator berikut ini :
1. Behavior measures( Perilaku Tindakan )
Suatu cara langsung untuk menentukan loyalitas terutama untuk habitual behavior
(perilaku kebiasaan) adalah dengan memperhitungkan pola pembelian aktual.
2. Measuring switch cost ( Pengukuran pada biaya pengganti )
Pengukuran pada variabel ini dapat mengidentifiksikan loyalitas pelanggan dalam
suatu merek. Pada umumnya jika biaya untuk mengganti merek sangat mahal,
pelanggan akan enggan untuk berganti merek sehingga laju penyusutan kelompok
pelanggan dari waktu ke waktu akan rendah.
3. Measuring satisfaction ( Pengukuran pada kepuasan )
Pengukuran terhadap kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan suatu merek
merupakan indikator paling penting dalam loyalitas merek. Bila ketidakpuasan
pelanggan terhadap suatu merek rendah, maka pada umumnya tidak cukup alasan
bagi pelanggan untuk berpindah ke merek lain kecuali bila ada faktor penarik
yang cukup kuat.
4. Measuring liking brand ( Pengukuran pada kesukaan terhadap suatu merek )
Kesukaan terhadap merek, kepecayaan, perasaan hormat atau bersahabat dengan
suatu merek membangkitkan kehangatan dan kedekatan dalam perasaan
35
pelanggan. Akan sulit bagi merek lain untuk menarik pelanggan yang berada
dalam tahap ini. Ukuran rasa suka tersebut adalah kemauan untuk membayar
harga yang lebih mahal untuk mendapatkan produk tersebut.
5. Measuring commitment ( Pengukuran terhadap Komitmen )
Salah satu indikator kunci adalah jumlah interaksi dan komitmen pelanggan
terkait dengan produk tersebut. Kesukaan pelanggan akan suatu merek akan
mendorong mereka untuk membicarakan merek tersebut kepada orang lain baik
dalam taraf menceritakan atau sampai tahap merekomendasikan.
d.Tingkatan Dalam Loyalitas Merek
Aaker dalam Durianto, dkk (2004:19 ) dan Putra (2012) membagi loyalitas
merek ke dalam limatingkatan, sebagai berikut:
1. Switcher adalah golongan yang tidak peduli pada merek, mereka suka
berpindahmerek. Motivasi mereka berpindah merek adalah harga yang rendah
karenagolongan ini memang sensitif terhadap harga (price sensitive switcher),
adapulayang selalu mencari variasi yang disebut Blackwell et al dan Kotler
sebagaivariety-prone switcher dan karena para konsumen tersebut tidak
mendapatkankepuasan (unsatisfied switcher).
2. Habitual buyer adalah golongan yang setia terhadap suatu merek dimana
dasarkesetiaannya bukan kepuasan atau keakraban dan kebanggaan. Golongan
inimemang puas, setidaknya tidak merasa dikecewakan oleh merek tersebut.
Dandalam membeli produk didasarkan pada faktor kebiasaan, bila menemukan
merekyang lebih bagus, maka mereka akan berpindah. Blackwell et al menyebut
perilakutersebut sebagai inertia
36
3. Satisfied buyer adalah golongan konsumen yang merasa puas dengan suatu
merek.Mereka setia, tetapi dasar kesetiaannya bukan pada kebanggaan atau
keakrabanpada suatu merek tetapi lebih didasarkan pada perhitungan untung rugi
atau biayaperalihan (switching cost) bila melakukan pergantian ke merek lain.
4.
Liking
the
brand
adalah
golongan
konsumen
yang
belum
mengekspresikankebanggannya pada kepada orang lain, kecintaan pada produk
baru terbatas padakomitmen terhadap diri sendiri, dan mereka merasa akrab
dengan merek.
5. Commited buyer adalah konsumen yang merasa bangga dengan merek tersebut
danmengekspresikan kebanggaannya dengan mempromosikan merek tersebut
padaorang lain.
commited
buyyer
liking the
brand
satisfied buyer
habitual buyer
switcher
Sumber : Durianto, dkk (2001) dalam Rini (2011)
Gambar 2.3
Piramida Loyalitas Merek
Durianto (2001) dalam Rini (2011) juga menambahkan bahwa untuk brand
equity yang kuat akan membentuk suatu tingkatan brand loyalty yang berupa
piramida terbalik. Dimana Committed Buyer akan lebih besar dari Switcher,
37
sehingga nantinya digambar piramida terbalik yaitu posisi paling atas untuk
switcher dan posisi paling bawah akan ditempati oleh commited buyer.
Kelima tingkatan tersebut dibuat dengan melakukan penyederhanaan. Dengan
kata lain, kelimanya tidak selalu muncul dalam bentuk yang murni, tidak tertutup
kemungkinan mengkonseptualisasi bentuk-bentuk lain. Sebagai contoh, aka nada
pelanggan yang mempunyai kombinasi dari tingkatan-tingkatan ini—misalnya,
para pembeli menyukai merek tertentu dan sekaligus memikul biaya-biaya
peralihan
Dalam satu golongan loyalitas masih terbuka kemungkinan pada perbedaan
derajat kesetiaan. Kita dapat mengatakan bahwa kesetiaan berada pada
suatukontinum. Titik paling rendah adalah tidak loyal sama sekali sedangkan titik
palingtinggi adalah loyalitas penuh. Bahkan Kunde dalam Simamora (2002)
menyebutkan bahwa loyalitas puncak adalah titik dimana merek telah menjadi
agama (brand religion), merek menjadisesuatu yang wajib, dipuja dan disembah.
Menurut Giddens (2002) konsumen yang loyal terhadap suatu merek
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Memiliki komitmen pada merek tersebut
2. Berani membayar lebih pada merek tersebut bila dibandingkan dengan merek
yanglain.
3. Akan merekomendasikan merek tersebut pada orang lain.
4.
Dalam
melakukan
pembelian
kembali
produk
melakukanpertimbangan.
5. Selalu mengikuti informasi yang berkaitan merek tersebut
tersebut
tidak
38
6. Mereka dapat menjadi semacam juru bicara dari merek tersebut dan mereka
selalumengembangkan hubungan dengan merek tersebut.
Menurut Aaker dalam Humdiana (2005), ada lima cara untuk menciptakan dan
memelihara loyalitas merek, yaitu :
1. Memperlakukan pelanggan dengan layak.
2. Menjalin kedekatan dengan pelanggan.
3. Mengukur atau mengelola kepuasan pelanggan.
4. Menciptakan biaya peralihan.
5. Memberikan ekstra.
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas merek
Schiffman
dan
Kanuk
(2004)
menyebutkan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi terbentuknya atau terciptanya loyalitas merek adalah:
1. Perceived product superiority (penerimaan keunggulan produk)
2. Personal fortitude (keyakinan yang dimiliki oleh seseorang terhadap
merektersebut)
3. Bonding with the product or company (keterikatan dengan produk atau
perusahaan)
4. Kepuasan yang diperoleh konsumen.
Sedangkan Marconi (1993) dalam Kuncoro (2013) menyebutkan bahwa
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap loyalitas terhadap merek adalah sebagai
berikut:
39
1. Nilai (harga dan kualitas), penggunaan suatu merek dalam waktu yang lama
akan mengarahkan pada loyalitas, karena itu pihak perusahaan harus
bertanggungjawab untuk menjaga merek tersebut.
2. Citra (baik dari kepribadian yang dimilikinya dan reputasi dari merek
tersebut),citra dari perusahaan dan merek diawali dengan kesadaran.
3. Kenyamanan dan kemudahan untuk mendapatkan merek.
4. Kepuasan yang dirasakan oleh konsumen.
5. Pelayanan, dengan kualitas pelayanan yang baik yang ditawarkan oleh suatu
merekdapat mempengaruhi loyalitas konsumen pada merek.
6.Garansi dan jaminan yang diberikan oleh merek.
5.
Esteem Needs (Kebutuhan akan penghargaan (diri))
a. Definisi Esteem Needs
Maslow dalam Mendari (2010) mengungkapkan bahwa Salah satu ciri
manusia adalah mempunyai harga diri, karena itu semua orang memerlukan
pangakuan atas keberadaan dan statusnya oleh orang lain. Definisi mengenai
kebutuhan ini menurut Maslow dalam Mendari (2010) yaitu suatu kebutuhan yang
meliputi reputasi, prestise, dan pengakuan dari orang lain, juga kebutuhan untuk
kepercayaan dan kekuatan.
Ketika manusia sudah berinteraksi secara intens dengan lingkungan sosial
nya, makan muncul keinginan dari dalam diri sendiri untuk ingin merasa
dihormati, diapresiasi, serta diakui akan keahlian maupun kemampuannya dalam
melakukukan suatu hal. Intinya manusia membutuhkan penghargaan diri atas
segala sesuatu yang telah dicapainya (Kompasiana.com, 2013).
40
Jadi dari definisi teori Maslow di atas, dapat disimpulkan bahwa Esteem
Needs merupakan kebutuhan yang menyangkut prestasi dan prestise individu
setelah melakukan Kegiatan, misalnya dihargai, dipuji atau dipercaya. Gengsi atau
prestise merupakan suatu kebutuhan bagi manusia yaitu pada tahap esteem needs.
Prestise atau gengsi menurut Kuenzel (2008) dalam Ghoniyah (2013) merupakan
persepsi orang lain, pendapat yang dihargai, dihormati, dikagumi, atau dikenal.
Sumber gengsi menyebabkan orang untuk mengasosiasikan dirinya dengan merek
yang bergengsi untuk meningkatkan harga diri mereka. Prestise menunjukkan
preferensi produkdan merek yang berbeda, disamping itu prestise mampu
membina citra suatu produk. Kecenderungan yang terjadi adalah konsumen akan
memutuskan untuk membeli produk yang akan membuatnya lebih dihargai,
dihormati, dikagumui atau dikenal oleh orang lain. Penjelasan mengenai esteem
needs di atas merupakan penjabaran dari teori motivasi Maslow (1943)
menyebutkan bahwa kebutuhan manusia adalah hirarki dan dibagi menjadi lima
tahapan yang secara singkat dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Biological and Physiological needs – udara, makanan, air, perumahan,
istirahat dan lainnya.
2.
Safety needs – keamanan, hukum, kestabilan, keamanan kerja dan lainnya.
3.
Belongingness and Love needs – keluarga, kelompok kerja, hubungan,
teman dan lainnya
4.
Esteem needs – rasa percaya diri, status sosial, pencapaian, keahlian,
kemandirian, prestise, tanggung jawab manajerial, dominasi dan lainnya
41
5. Self-Actualization needs – realisasi potensi diri, rasa puas diri, puncak karir
dan lainnya
Kebutuhan
aktualisasi diri
Kebutuhan penghargaan
Kebutuhan sosial
Kebutuhan keamanan
Kebutuhan fisiologis
Sumber: Kotler dan Armstrong (2008)
Gambar 2.4
Hirarki kebutuhan Maslow
b. Dimensi Esteem Needs
Maslow dalam Syafiie (2013) membagi kebutuhan ini menjadi 2 (dua)
yaitu:
1. Penghargaan oleh diri sendiri
Berupa rasa percaya diri, kekuatan pribadi, kekuasaan, kemandirian dan
kebebasan.
2. Penghargaan oleh orang lain
Berupa prestasi, hasrat akan nama baik, status, ketenaran, dominasi,
kebanggan, kemuliaan dan keadilan.
42
6.
Keputusan Pembelian
a. Definisi Keputusan Pembelian
Pengertian keputusan pembelian, menurut Kotler & Armstrong dalam
Zoeldhan (2012) adalah tahap dalam proses pengambilan keputusan pembeli di
mana konsumen benar-benar membeli. Konsumen bebas memilih produk yang
diinginkan sesuai dengan kebutuhannya, memutuskan tempat pembelian,
bagaimana caranya, banyak pembelian, kapan membeli, dan mengapa harus
membeli.Konsumen membeli dan mengonsumsi produk bukan sekedar karena
nilai fungsi awalnya, namun juga karena nilai sosial dan emosionalnya.
Keputusan pembelian menurut Schiffman dan Kanuk dalam Zoeldhan
(2012) adalah pemilihan dari dua atau lebih alternatif pilihan keputusan
pembelian, artinya bahwa seseorang dapat membuat keputusan haruslah tersedia
beberapa alternatif pilihan. Keputusan pembelian merupakan sesuatu yang
berhubungan erat dengan rencana konsumen terkait lokasi pembelian produk yang
dibutuhkannya. Pemasar sebagai pihak yang menawarkan berbagai produk kepada
konsumen harus dapat menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi konsumen
dalam pemilihan lokasi pembelian produk.
Menurut Tjiptono (2008:21) dalam Widyastuti (2014) keputusan pembelian
adalah sebuah proses dimana konsumen mengenal masalahnya, mencari informasi
mengenai produk atau merek tertentu dan mengevaluasi seberapa baik masing-masing
alternatif tersebut dapat memecahkan masalahnya yang kemudian mengarah kepada
keputusan pembelian. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keputusan pembelian
merupakan tahap pemilihan yang dilakukan konsumen dalam keputusan membeli produk.
43
b. Tahapan – tahapan pengambilan keputusan pembelian
Menurut philip kotler (2000) dalam Sulistyawati (2011) proses pengambilan
keputusan pembelian pada konsumen di bagi menjadi lima tahapan yaitu:
1. Pengenalan Masalah
Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau
kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal
atau eksternal. Dalam sebuah kasu, rasa lapar, haus, dapat menjadi sebuah
pendorong atau pemicu yang menjadi kegiatan pembelian. Dalam
beberapa kasus lainnya, kebutuhan juga dapat didorong oleh kebutuhan
eksternal, contohnya ketika seseorang mencium sebuah wangi masakan
dari dalam rumah makan ia akan merasa lapar atau seseorang menjadi
ingin memiliki mobil seperti yang dimiliki tetangganya.
Pada tahap ini pemasar perlu melakukan identifikasi keadaan yang dapat
memicu timbulnya kebutuhan konsumen. Para pemasar dapat melakukan
penelitian pada konsumen untuk mengidentifikasi rangsangan yang paling
sering membangkitkan minat mereka terhadap suatu produk.
2. Pencarian Informasi
Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari
informasi informasi yang lebih banyak. Dalam tahap ini, pencarian
informasi yang dilakukan oleh konsumen dapat dibagi ke dalam dua level,
yaitu situasi pencarian informasi yang lebih ringan dinamakan dengan
penguatan informasi. Pada level ini orang akan mencari serangkaian
informasi tentang sebuah produk.
44
Pada level kedua, konsumen mungkin akan mungkin masuk kedalam tahap
pencarian informasi secara aktif. Mereka akan mencari informasi melalui
bahan bacaan, pengalaman orang lain, dan mengunjungi toko untuk
mempelajari produk tertentu. Yang dapat menjadi perhatian pemasar
dalam tahap ini adalah bagaimana caranya agar pemasar dapat
mengidentifikasi sumber-sumber utama atas informasi yang didapat
konsumen dan bagaimana pengaruh sumber tersebut terhadap keputusan
pembelian konsumen selanjutnya.
Menurut Kotler (2003:225) sumber utama yang menjadi tempat konsumen
untuk mendapatkan informasi dapat digolongkan kedalam empat
kelompok, yaitu:
 Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga dan kenalan.
 Sumber komersial: iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, pajangan
ditoko.
 Sumber publik: Media masa, organisasi penentu peringkat konsumen.
 Sumber pengalaman: penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk.
3. Evaluasi alternatif
Dalam tahapan selanjutnya, setelah mengumpulkan informasi sebuah
merek, konsumen akan melakukan evaluasi alternatif terhadap beberapa
merek yang menghasilkan produk yang sama. Pada tahap ini ada tiga buah
konsep dasar yang dapat membantu pemasar dalam memahami proses
evaluasi konsumen. Pertama, konsumen akan berusaha memenuhi
kebutuhannya. Kedua, konsumen akan mencari mafaat tertentu dari solusi
45
produk. Ketiga, konsumen akan memandang masing-masing produk
sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam
memberikan manfaat yang digunakan dan untuk memuaskan kebutuhan
itu. Atribut yang diminati oleh pembeli dapat berbeda-beda tergantung
pada jenis produknya. Contohnya, konsumen akan mengamati perbedaan
atribut sperti ketajaman gambar, kecepatan kamera, ukuran kamera, dan
harga yang terdapat pada sebuah kamera.
4. Keputusan Pembelian
Dalam melakukan evaluasi alternatif, konsumen akan mengembangkan
sebuah keyakinan atas merek dan tentang posisi tiap merek berdasarkan
masing-masing atribut yang berujung pada pembentukan citra merek.
Selain itu, pada tahap evaluasi alternatif konsumen juga membentuk
sebuah preferensi atas merek-merek yang ada dalam kumpulan pribadi dan
konsumen juga akan membentuk niat untuk membeli merek yang paling di
sukai dan berujung pada keputusan pembelian.
Pada tahapan keputusan pembelian, konsumen dipengaruhi oleh dua faktor
utama yang terdapat diantara niat pembelian dan keputusan pembelian
yaitu faktor pertama adalah sikap orang lain yang merupakan sejauh mana
sikap orang lain mengurangi alternatif yang disukai seseorang akan
bergantung pada dua hal yaitu intensitas sikap negatif orang lain terhadap
alternatif yang disukai calon konsumen dan motivasi konsumen untuk
menuruti keinginan orang lain.
5. Perilaku Pasca Pembelian
46
Setelah membeli produk, konsumen akan mengalami level kepuasan atau
ketidapuasan tertentu. Tugas pemasar tidak berakhir begitu saja ketika
produk dibeli. Para pemasar harus memantau kepuasan pascapembelian,
tindakan pascapembelian dan pemakaian produk pasca pembelian.
d. Dimensi Keputusan Pembelian
Sutisna (2003) dalam Sulistyawati (2011) mengungkapkan dimensi yang
digunakan untuk mengukur keputusan pembelian konsumen antara lain:
1.
Benefit Association
Kriteria benefit association menyatakan bahwa konsumen menemukan
manfaat dari pembelian produk dan menghubungkannya dengan
karakteristik merek.
2.
Prioritas dalam membeli
Prioritas untuk membeli terhadap salah satu produk yang ditawarkan bisa
dilakukan oleh konsumen apabila perusahaan menawarkan produk yang
lebih baik dari produk pesaingnya.
3.
Frekuensi pembelian
Ketika konsumen membeli produk tertentu dan ia merasa puas dengan
kinerja produk tersebut, maka ia akan sering membeli kembali produk
tersebut kapanpun ia membutuhkannya.
47
7.
Hubungan Antar Variabel
a. Hubungan Citra Merek dengan Keputusan Pembelian
Wicaksono (2007) dalam Alfian (2012) mengemukakan pentingnya
pengembangan citra merek dalam keputusan pembelian. Brand image yang
dikelola dengan baik akan menghasilkan konsekuensi yang positif, meliputi:
a. Meningkatkan pemahaman terhadap aspek-aspek perilaku konsumen dalam
mengambil keputusan pembelian.
b. Memperkaya orientasi konsumsi tehadap hal-hal yang bersifat simbolis lebih
dari fungsi-fungsi produk.
c. Meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk.
d. Meningkatkan keunggulan bersaing berkelanjutan, mengingat inovasi teknologi
sangat mudah untuk ditiru oleh pesaing.
Menciptakan kesan menjadi salah satu karateristik dasar dalam orientasi
pemasaran modern yaitu lewat pemberian perhatian lebih serta penciptaan merek
yang kuat. Implikasi dari hal tersebut menjadikan merek suatu produk
menciptakan image dari produk itu sendiri di benak pikiran konsumen dan
menjadikan motivasi dasar bagi konsumen dalam memilih suatu produk (Aaker
dalam Vranesevic, 2003).
b. Hubungan Loyalitas Merek dengan Keputusan Pembelian
Loyalitas merek merupakan respon perilaku yang bersifat bias.
Dharmmesta (1999) dalam Miftahk (2013) mengungkapkan bahwa penelitian
tentang loyalitas merek selalu berkaitan dengan preferensi konsumen dan
pembelian aktual.
48
Penelitian lain dilakukan oleh Nighmatul Maula dan Muhammad Edwar
2014 dengan menganalisa pengaruh kesadaran merek, persepsi kualitas, asosiasi
merek dan loyalitas merek terhadap keputusan pembelian produk Eiger pada Shop
In Shop di Royal plaza Surabaya.
Hasil dari penelitian ini dapat dilihat dari Adjusted R Square sebesar 72% yang
kemudian melalui uji t diketahui bahwa kesadaran merek, persepsi kualitas, asosiasi
merek dan loyalitas merek secara parsial memiliki pengaruh terhadap keputusan
pembelian dan harga tidak memiliki pengaruh terhadap keputusan pembelian.
Variabel yang paling berpengaruh atau dominan adalah loyalitas merek.
Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Setyawan (2010) dalam
Miftakh (2013) yaitu dalam mengukur asosiasi suatu merek telepon seluler Nokia
digunakan tiga indikator berupa asosiasi merek yang berpengaruh terhadap
keputusan pembelian, indikator tersebut diantaranya yaitu:
a. Kebiasaan memilih merek
b. Kepuasan terhadap merek
c. Kefanatikan terhadap merek
Hasil dari ketiga indikator tersebut menyatakan bahwa loyalitas terhadap
merek menciptakan keinginan untuk selalu menggunakan merek tersebut yang
juga akan berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian telepon
seluler Nokia.
c. Hubungan Esteem Needs dengan Keputusan Pembelian.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sri (2002) dalam Ghoniyah, dkk
(2013)
didapatkan hasil bahwa kelompok faktor model, faktor fitur, faktor
49
kebutuhan, faktor potongan harga, faktor keluarga, faktor prestise, faktor tempat
belanja, faktor personal selling berpengaruh terhadap keputusan pembelian.
Gengsi atau prestise disini merupakan suatu kebutuhan bagi manusia yaitu pada
tahap esteem needs. Kecenderungan yang terjadi adalah konsumen akan
memutuskan untuk membeli produk yang akan membuatnya lebih dihargai,
dihormati, dikagumi atau dikenal oleh orang lain.
Selain itu, dalam penelitian yang dilakukan oleh Aprilianni (2014)
didapatkan hasil bahwa social needs dan esteem needs berpengaruh terhadap
keputusan pembelian luxury fashion products. Sementara faktor lainnya yaitu self
actualization needs tidak berpengaruh terhadap keputusan pembelian luxury
fashion products.
8.
Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini
antara lain :
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
N
o.
1
Nama
Peneliti
Judul
Priyatama,
dkk, 2013
Hubungan
antara Citra
Merek dan
Loyalitas
Merek
dengan
Pengambila
n
Keputusan
Pembelian
Body
Lotion
pada
Metode
Hasil Riset
Penelitian
analisis
yaitu terdapat hubungan yang signifikan
regresi
antara citra merek dan loyalitas merek
berganda
terhadap pengambilan keputusan pembelian
body lotion pada mahasiswi program studi
psikologi UNS
50
Mahasiswi
Program
Studi
Psikologi
Universitas
Sebelas
Maret
Surakarta
2
3
4
5
Fransisca
Paramitasa
ri Musay,
2013
Pengaruh
Brand
Image
terhadap
keputusan
pembelian
(survey
pada
konsumen
KFC Kawi
Malang)
Dani
Pengaruh
Wardhana, Brand
2010
Image
Terhadap
Keputusan
Pembelian
Konsumen
Pada
Produk
Telkom
Speedy di
Kota
Bandung
Praba
Analisa
Sulistyawat Pengaruh
i, 2011
Citra
Merek dan
Kualitas
Produk
terhadap
Keputusan
Pembelian
Laptop
Merek
Acer di
Kota
Semarang
Apriliann,
Analisis
2014
Pengaruh
Social
analisis
yaitu bahwa brand image yang terdiri dari
regresi
citra perusahaan, citra pemakai, dan citra
berganda
produk secara bersama-sama memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap
keputusan pembelian.
Uji
terdapat pengaruh positif antara brand
Hipotesis
image dengan keputusan pembelian
konsumen
analisis
yaitu bahwa citra merek dan kualitas
regresi
produk berpengaruh positif dan signifikan
berganda
terhadap keputusan pembelian
analisis
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
regresi
dilakukan, didapat hasil bahwa social needs
51
6
7
8
Saverius
Dwi
Kurniawan
, 2012
Yohanes
Kuleh,
dkk, 2012
Muhamma
d Edwar,
dkk, 2014
Needs,
Esteem
Needs, Dan
Self
Actualizati
on Needs
Terhadap
Keputusan
Pembelian
Luxury
Fashion
Products
(Studi
Kasus:
Konsumen
Wanita
Yang
Berbelanja
Di Pondok
Indah
Mall)
Analisis
pengaruh
Brand
Loyalty,
Brand
Image,
Iklan dan
Perceived
Quality
terhadap
minat beli
konsumen
XL
Prabayar di
kota
Surabaya
Pengaruh
Brand
Loyalty dan
Perceived
Quality
terhadap
keputusan
pembelian
Handphone
Nokia
Pengaruh
Kesadaran
Merek,
berganda
dan esteem needs berpengaruh terhadap
keputusan pembelian luxury fashion
products. Sementara self actualization
needs tidak berpengaruh terhadap
keputusan pembelian luxury fashion
products.
analisis
yaitu bahwa brand loyalty, brand image dan
regresi
percevied quality mempengaruhi niat
berganda
pembelian Xl prabayar konsumen
sedangkan iklan XL prabayar tidak
mempengaruhi pada niat pembelian XL
prabayar konsumen di Surabaya
analisis
Yaitu bahwa loyalitas merek dan persepsi
regresi
kualitas memiliki pengaruh signifikan
berganda
terhadap keputusan pembelian untuk
produk handphone NOKIA
analisis
yaitu bahwa kesadaran merek, persepsi
regresi
kualitas, asosiasi merek dan loyalitas merek
52
Persepsi
Kualitas,
Asosiasi
Merek dan
Loyalitas
Merek
terhadap
keputusan
pembelian
produk
Eiger pada
Shop In
Shop di
Royal
plaza
Surabaya
B.
berganda
secara parsial memiliki pengaruh terhadap
keputusan pembelian sedangkan harga tidak
memiliki pengaruh terhadap keputusan
pembelian. Variabel yang berpengaruh
dominan adalah loyalitas merek
Kerangka Pemikiran
Kerangka Pemikiran Teoritis
X1
X2
C.
X3
Hipotesis
C.
Hipotesis
Y
Dari beberapa teori dan penelitian yang telah di lakukan sebelumnya tersebut,
maka dalam penelitian ini di usulkan hipotesis sebagai berikut :
H1: Citra merek berpengaruh terhadap keputusan pembelian
H2: Loyalitas merek berpengaruh terhadap keputusan pembelian
H3 : Esteem needs berpengaruh terhadap keputusan pembelian
Download