tugas analisis lanskap endogen - Blog UB

advertisement
TUGAS KULIAH
ANALISIS LANSKAP TERPADU
Proses Pembentukan Pulau Sumatera Berdasarkan Tenaga Endogen (Tektonisme
dan Vulkanisme)
Disusun Oleh:
Nama
: Fahrizal Kreshna Yudichandra
NIM
: 115040201111261
Kelas
:A
JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
Proses Pembentukan Pulau Sumatera Berdasarkan Tenaga Endogen
(Tektonisme dan Vulkanisme)
Pulau Sumatra tersusun atas dua bagian utama, sebelah barat didominasi
oleh keberadaan lempeng samudera, sedang sebelah timur didominasi oleh
keberadaan lempeng benua. Berdasarkan gaya gravitasi, magnetisme dan seismik
ketebalan sekitar 20 kilometer, dan ketebalan lempeng benua sekitar 40 kilometer
(Hamilton, 1979).
Sejarah tektoik Pulau Sumatra berhubungan erat dengan dimulainya
peristiwa pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara,
sekitar 45,6 juta tahun yang lalu, yang mengakibatkan rangkaian perubahan
sistematis dari pergerakan relatif lempeng-lempeng disertai dengan perubahan
kecepatan relatif antar lempengnya berikut kegiatan ekstrusi yang terjadi padanya.
Gerak lempeng India-Australia yang semula mempunyai kecepatan 86
milimeter/tahun menurun menjaedi 40 milimeter/tahun karena terjadi proses
tumbukan tersebut. (Char-shin Liu et al, 1983 dalam Natawidjaja, 1994). Setelah
itu kecepatan mengalami kenaikan sampai sekitar 76 milimeter/ tahun (Sieh, 1993
dalam Natawidjaja, 1994). Proses tumbukan ini pada akhirnya mengakibatkan
terbentuknya banyak sistem sesar sebelah timur India.
Keadaan Pulau Sumatra menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman,
punggungan busur muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat
proses yang terjadi. Kenyataan menunjukkan bahwa adanya transtensi (transtension) Paleosoikum Tektonik Sumatra menjadikan tatanan Tektonik Sumatra
menunjukkan adanya tiga bagian pola (Sieh, 2000). Bagian selatan terdiri dari
lempeng mikro Sumatra, yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu dengan bentuk
geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak beraturan dan
bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman.
a. Bagian Selatan Pulau Sumatra memberikan kenampakan pola tektonik:
1. Sesar Sumatra menunjukkan sebuah pola geser kanan en echelon dan
terletak pada 100-135 kilometer di atas penunjaman.
2. Lokasi gunung api umumnya sebelah timur-laut atau di dekat sesar.
3. Cekungan busur muka terbentuk sederhana, dengan ke dalaman 1-2
kilometer dan dihancurkan oleh sesar utama.
4. Punggungan busur muka relatif dekat, terdiri dari antiform tunggal dan
berbentuk sederhana.
5. Sesar Mentawai dan homoklin, yang dipisahkan oleh punggungan
busur muka dan cekungan busur muka relatif utuh.
6. Sudut kemiringan tunjaman relatif seragam.
b. Bagian Utara Pulau Sumatra memberikan kenampakan pola tektonik:
1. Sesar Sumatra berbentuk tidak beraturan, berada pada posisi 125-140
kilometer dari garis penunjaman.
2. Busur vulkanik berada di sebelah utara sesar Sumatra.
3. Kedalaman cekungan busur muka 1-2 kilometer.
4. Punggungan busur muka secara struktural dan kedalamannya sangat
beragam.
5. Homoklin di belahan selatan sepanjang beberapa kilometer sama
dengan struktur Mentawai yang berada di sebelah selatannya.
6. Sudut kemiringan penunjaman sangat tajam.
c. Bagian Tengah Pulau Sumatra memberikan kenampakan tektonik:
1. Sepanjang 350 kilometer potongan dari sesar Sumatra menunjukkan
posisi memotong arah penunjaman.
2. Busur vulkanik memotong dengan sesar Sumatra.
3. Topografi cekungan busur muka dangkal, sekitar 0.2-0.6 kilometer,
dan terbagi-bagi menjadi berapa blok oleh sesar turun miring
4. Busur luar terpecah-pecah.
5. Homoklin yang terletak antara punggungan busur muka dan cekungan
busur muka tercabik-cabik.
6. Sudut kemiringan penunjaman beragam.
Sesar Sumatra sangat tersegmentasi. Segmen-segmen sesar sepanjang
1900 kilometer tersebut merupakan upaya mengadopsi tekanan miring antara
lempeng Eurasia dan India-Australia dengan arah tumbukan 10°N-7°S. Sedikitnya
terdapat 19 bagian dengan panjang masing-masing segmen 60-200 kilometer,
yaitu segmen Sunda (6.75°S-5.9°S), segmen Semangko (5.9°S-5.25°S), segmen
Kumering (5.3°S-4.35°S), segmen Manna (4.35°S-3.8°S), segmen Musi (3.65°S-
3.25°S), segmen Ketaun (3.35°S-2.75°S), segmen Dikit (2.75°S-2.3°S), segmen
Siulak (2.25°S-1.7°S), segmen Sulii (1.75°S-1.0°S), segmen Sumani (1.0°S0.5°S), segmen Sianok (0.7°S-0.1°N), segmen Barumun (0.3°N-1.2°N), segmen
Angkola (0.3°N-1.8°N), segmen Toru (1.2°N-2.0°N), segmen Renun (2.0°N3.55°N), segmen Tnpz (3.2°N-4.4°N), segmen Aceh (4.4°N-5.4°N), segmen
Seulimeum (5.0°N-5.9°N).
Tatanan tektonik regional sangat mempengaruhi perkembangan busur
Sunda, di bagian barat, pertemuan subduksi antara lempeng Benua Eurasia dan
lempeng Samudra Australia mengkontruksikan Busur Sunda sebagai sistem busur
tepi kontinen (epi-continent arc) yang relatif stabil; sementara di sebelah timur
pertemuan subduksi antara lempeng samudra Australia dan lempeng-lempeng
mikro Tersier mengkontruksikan sistem busur Sunda sebagai busur kepulauan
(island
arc)
kepulauan
yang
lebih
labil.
Perbedaan sudut penunjaman antara Propinsi Jawa dan Propinsi Sumatra Selatan
Busur Sunda mendorong pada kesimpulan bahwa batas Busur Sunda yang
mewakili sistem busur kepulauan dan busur tepi kontinen terletak di Selat Sunda.
Penyimpulan tersebut akan menyisakan pertanyaan, karena pola kenampakan
anomali gaya berat menunjukkan bahwa pola struktur Jawa bagian barat yang
cenderung lebih sesuai dengan pola Sumatra dibanding dengan pola struktur Jawa
bagian Timur. Secara vertikal perkembangan struktur masih menyisakan
permasalahan namun jika dilakukan pembangungan dengan struktur cekungan
Sumatra Selatan, struktur-struktur di Pulau Sumatra secara vertikal berkembang
sebagai struktur bunga.
Berdasarkan teori undasi Seksi Andaman dan Nikobar yang pusat
undasinya di Margui menghasilkan penggelombangan emigrasi yang mengarah ke
Godwanland, sehingga hal tersebut mempegaruhi pegunungan di Sumatra Utara
(Atlas dan Gayao) dimana arah pegunungan timur barat seperti Pegunungan Gayo
Tengah berbeda dengan pegunungan pada umumnya di Sumatra yang arahnya
barat laut–tenggara. Dengan demikian di Sumatra terjadi pertemuan antar
gelombang dengan pusat undasi Margui dan pusat undasi Anambas. Titik
pertemuannya
adalah
di
Gunung
Lembu,
adapun
busur
dalam
hasil
penggelombangan dari pusat undasi Margui adalah kepulauan Barren-Narkondam
dan busur luar Andaman–Nikobar–Gayo Tengah.
Sedangkan Seksi Sumatra dengan pusat undasinya di Anambas,
penggelombangan dari pusat undasi Anambas telah berkembang sejak
Palaezoikumakhir, Sehingga menghasilkan sisitem Orogene Malaya pada
Mesozoikum bawah (Trias, Jura), system Orogene Sumatra pada Mesozoikum
atas (Crataceus) dan system orogene Sunda pada priode tersier kuarter, yang
dimaksud dengan Orogene Malaya adalah busur pegunungan yang terbentuk pada
Mesozoikun bawah dengan busur Zone Karimata dan busur luar Daerah Timah.
Yang dimaksud dengan Orogene Sumatra adalah busur pengunungan yang
terbentuk pada Mesozoikun atas dengan busur dalam Sumatra Timur dan busur
luar Sumatra Barat. Yang dimaksud dengan Orogenesa Sunda adalah busur
pengununagn yang terbuntuk periode Tersier-Kuarter dengan busur dalam Bukit
Barisan dan busur luar pulau-pulau sebelah barat Sumatra. Bukit Barisan pada
Mesozoikum atas masih merupakan Foredeep, memasuki tersier baru mengalami
pengangkatan pada priode Tersier pulau-pulau di sebelah barat Sumatra dari Nias
sampai Enggano belum ada memasuki periode Kuarter baru mengalami
penggkatan membentuk pulau-pulau tadi, sampai sekarang masih mengalami
pengakatan secara pelan-pelan.
Sejarah Kejadian Bukit Barisan:

Mesozoikum Bawah
Bukit barisan masih merupakan Foredeep dari Orogene Malaya, terisi
dengan Sendimen marin. Terjadi penyusupan batuan Ophiolith (larva basa/
ultra basal) sebagai mana dapat dijumpai di Pegunungan Garba dan Gumai
(Sumatra Selatan)

Kapur Atas mengalami Penggkatan I
Terjadi intrusi batuan granit dalam batuan sendimen slate masa
Mesozoikum. Pegunungan yang terbentuk ini sifatnya masih non vulkanis
dan dikenal sebagei Proto Barisan.

Paleogen (Oligo-Miosen)
Terjadi penurunan Proto Basin secara pelan-pelan Asthenolith yang terdiri
dari materi magma dengan pemasaman sedang sehingga terperas sehingga
menyebar ke arah sisi bagian luar. Di Sumatra Selatan penurunan ini
disertai dengan aktivitas vulkanisme, menghasikan batuan Andesit Tua.

Intra Meosen
Mengalami penggkatan II disertai intrusi Batholit mendekati permukaan
bumi membentuk vulkan-vulkan andesit tua. Pengkatan masa ini bersifat
vulkanis dengan erupsi asam dan sedang. Sebagai kompensasi dari
pengkatan ini terbentuk foredeep dan backdeep yang kemudian terisi
sedimen. Intrusi magma asam menyebabkan keluarnya larva dasitis yang
dapat di jumpai di Bengkulu berupa tuff dasitis (dasit adalah andesit yang
kaya dengan kuarsa, butir-butirnya kasar tidak seperti Andesit yang
berbutir
halus).
Reaksi
grafitasional
terhadap
pengangkatan
II
mengakibatkan pucak Geantiklin Bukit barisan pecah-pecah menghasilkan
slenk atau Graben antara Batang Ankola-Batang Toru di Sumatara Utara.
Materi sedimen di backdeep di sekitar Palembang, Mangkani, Batak Land
mengalami pelipatan.

Niogen (Mio–Pliosen)
Bukit Barisan mengalami penurunan lagi secara pelan-penan kemudian
terisi dengan sedimen.

Plio-Pleistisen
Bukit Barisan mengalami penggkatan III di mana seharusnya sudah tidak
vulkanis namun terjadi pengaktifan kembali vulkanisme. Gaya tarik ke
dasar laut yang dalam di sebelah barat menyebabkan retakan-retakan yang
memungkinkan magma masuk menyusup lewat retakan tersebut.
Akibatnya geantiklin patahan memanjang disekitar slank membentuk
Lembah Semangka yang bermula dari Teluk Semangkadi Tenggara
sampai Lembah Aceh di Barat Laut.
Erupsi selama periode Pleistosen menghasilkan depresiVvolcano-Tektonik
seperti Lembah Suoh dan Danau Ranau di Sumatra Selatan, Danau Maninjau dan
Danau Rinjani di Sumatra Tengah, dan Danau Toba di Sumatra Utara. Penggkatan
III pada periode Plio-Pleitosen di Sumatra Utara antara Sungai Barumun dan
Sungai Wampu menghasilkan bentuk Dome yang dikenal dengan nama Batak
Timor.
Di dalam daerah Batak Timur ini terbentuk Danau Toba sebagai hasil
Volkano-Tektonik dari erupsi yang dialami Batak Timor. Pengangkatan Batak
Timor pada periode Plio-Pleistosen diikuti dengan erupsi hebat dengan ciri nueeardente dan hembusan gas yang dahsyat. Tekanan gasnya demikian besar
sehingga materi yang dimuntahkan volumenya sekitar 2000 km3, menghasilkan
gua di bagian bawah pipa kepundan. Bahan erupsi Batak Timor sampai ke Malaka
dalam jarak 300-400 km, di mana tebal abu vulkanik sekitar 5 ft (1,5 m). Aliran
lava menutupi daerah seluas 20.000-30.000 km2 yang tebalnya sampai ratusan
meter.
Sebagai akibat dari gaya berat atap gua yang terbentuk di bawah pipa
kepundan maka atap gua runtuh membentuk depresi yang kemudian terisi air
membentuk Danau Toba. Kemudian gaya dari dalam dapur magma mendorong
runtuhan tadi sehingga terungkit ke atas dan muncul di permukaan danau sebagai
pulau. Pada mulanya ketinggian permukaan air danau 1.150 m di atas permukaan
laut, tetapi karena erosi mundur yang dialami sungai Asahan mencapai danau
Toba maka drainasenya lewat sungai Asahan menyebabkan permukaan air danau
turun
hingga
ketinggian
906
m
di
atas
permukaan
laut.
Sebagaiman telah disinggunga dimuka, pada periode Neogen (Mio-Pliosen)
Sematra Timur mengalami penurunan mencapai ribuan meter, kemudian terisi
dengan sdimen marine (Telisa & Lower Palembang stage) dan sedimen daratan
(Middle & Upper Palembang stage). Ketika terjadi pengangkatan III pada periode
Plio-Pleitosen, maka endapan di basin Sumatera Timur ini menderita tekanan
gaya berat dari arah Bukit Barisan. Gejala Compression di basin minyak sumatera
Timur pada periode Plio-Pleistosen akan dibicarakan secara berturut-turut mulai
dari Sumatra Selatan ke utara.
Download