BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PENELITIAN, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Manajemen Keuangan Manajemen keuangan merupakan manajemen terhadap fungsi-fungsi keuangan. Fungsi-fungsi keuangan tersebut meliputi bagaimana memperoleh dana (raising of fund) dan bagaimana menggunakan dana tersebut (allocation of fund). Menurut Weston dan Copeland (2009) manajemen keuangan dapat dirumuskan oleh fungsi dan tanggung jawab para manajer keuangan. Fungsi pokok manajemen keuangan antara lain menyangkut keputusan tentang penanaman modal, pembiayaan kegiatan usaha dan pembagian dividen pada suatu perusahaan. Bringham Eugene dan Houston Joel (2010) Manajemen keuangan merupakan bidang yang terluas dari tiga bidang keuangan, dan memiliki kesempatan karir yang sangat luas. Adapun tiga bidang keuangan adalah : a. Pasar uang dan pasar modal, yang terkait dengan pasar sekuritas dan lembaga keuangan. b. Investasi, yang memfokuskan pada keputusan yang dibuat oleh investor individual dan institusional dalam memilih sekuritas untuk portofolio investasi. 8 9 c. Manajemen Keuangan, atau keuangan perusahaan, yang mencakup semua keputusan dalam perusahaan. Prawinogoro, Darsono (2006) adalah aktivitas pemilik dan manajemen perusahaan untuk memperoleh sumber modal yang semurah-murahnya dan menggunakan seefektif, seefisien, dan seproduktif mungkin untuk menghasilkan laba. Lontoh, Frederich & Lindrawati, Jurnal Wida Manajemen & Akuntansi. (2004) Tujuan Manajemen keuangan adalah memaksimumkan nilai perusahaan. Memaksimumkan nilai bermakna lebih luas dan lebih umum daripada memaksimumkan laba. Hal ini didukung oleh beberapa alasan yaitu : a. Pertama, memaksimumkan nilai berarti mempertimbangkan pengaruh waktu terhadap nilai uang. b. Kedua, memaksimumkan nilai berarti mempertimbangkan berbagai risiko terhadap arus pendapatan perusahaan. c. Ketiga, mutu dari arus dana yang diharapkan diterima di masa yang akan datang mungkin beragam. Dari Pengertian Manajemen Keuangan diatas maka dapat disimpulkan bahwa manajemen keuangan adalah aktivitas dari suatu perusahaan untuk memaksimalkan kesejahteraan para pemegang saham. 10 2. Teori Struktur Modal Risiko usaha merupakan suatu determinan penting struktur modal yang optimal, dan perusahaan pada berbagai industri memiliki risiko usaha yang berbeda-beda, sehingga kita beranggapan bahwa struktur modal akan sangat bervariasi diantara masing-masing industri. Teori struktur modal modern dimulai pada tahun 1958, ketika Profesor Franco Modigliani dan Merton Miller (selanjutnya disebut MM) menerbitkan apa yang disebut sebagai artikel keuangan paling berpengaruh yang pernah ditulis. Walaupun adanya fakta bahwa sebagian asumsi di atas kenyataannya tidak realistis, tetapi hasil tidak relavan yang diperoleh MM memiliki arti yang sangat penting. Dengan menunjukan persyaratan yang membuat struktur modal menjadi tidak relevan, maka MM memberikan petunjuk tentang apa yang dibutuhkan jika struktur modal menjadi relevan dan mempengaruhi nilai dari suatu perusahaan. Brigham & Houston (2011 : 179/180). Perusahaan dengan leverage operasi yang lebih rendah akan lebih mampu menerapkan leverage keuangan karena perusahaan terssebut akan memiliki resiko usaha yang lebih rendah. Brigham & Houston (2011 : 188). Menurut Riyanto (2008 : 22), Struktur Modal adalah pembelanjaan permanen dimana mencerminkan perimbangan antara utang jangka panjang dengan utang sendiri, dimana kedua golongan tersebut merupakan dana permanen atau dana jangka panjang. 11 Berbagai faktor yang dipertimbangkan dalam pembuatan keputusan tentang pembuatan struktur modal adalah : a. Kelangsungan hidup jangka panjang, perusahaan harus menghindari penggunaan utang yang dapat membahayakan kelangsungan hidup jangka panjang perusahaan. b. Konservatisme manajemen, manajer yang bersifat konservatif cenderung menggunakan tingkat utang yang sedikit dari pada berusaha memaksimumkan nilai perusahaan dengan menggunakan lebih banyak utang. c. Struktur aktiva, perusahaan yang memiliki aktiva yang dapat digunakan sebagai agunan hutang cenderung menggunakan hutang yang relatif besar. d. Risiko bisnis, perusahaan yang memiliki risiko bisnis tinggi cenderung kurang dapat menggunakan utang yang besar (karena kreditor akan meminta biaya hutang yang tinggi). Tinggi rendahnya risiko bisnis ini dapat dilihat antara lain dari stabilitas harga dan unit penjualan, tinggi tendahnya operating leverage dan lain-lain. e. Pajak, semakin tinggi tingkat pajak perusahaan, semakin besar keuntungan dari penggunaan pajak, semakin besar daya tarik penggunaan utang. Berdasarkan hal-hal tersebut, sebaiknya perusahaan lebih memfokuskan diri pada suatu tingkat utang yang hati-hati (prudent) dari pada berusaha mencari tingkat utang yang optimal. Tingkat hutang yang “prudent” harus dapat 12 memanfaatkan keuntungan dari pengguna hutang dan tetap mempertahankan risiko finansial pada tingkat yang masih terkendali. Lukas Setia (2008 : 274) Dampak Pajak MM mengakui bahwa Peraturan Perpajakan memperkenankan perusahaan untuk mengurangi pembayaran bunga sebagai suatu beban, tetapi pembayaran dividen kepada pemegang saham bukanlah sebagai pengurang pajak. Perbedaan perlakuan ini mendorong perusahaan untuk menggunakan utang dalam struktur modalnya. Dan memang, MM menunjukan bahwa jika seluruh asumsi mereka berlaku, perbedaan perlakuan ini akan mengarah pada suatu struktur modal yang 100 persen terdiri atas utang. Seperti yang dikemukakan Miller,(1) bunga sebagai pengurang pajak menguntungkan penggunaan pendanaan dengan utang, tetapi (2) perlakuan pajak atas penghasilan dari saham yang lebih menguntungkan menurunkan tingkat pengembalian yang diminta atas saham dan karenanya menguntungkan penggunaan pendanaan ekuitas. Brigham & Houston (2011 : 181). Menurut Lukas Setia (2008 : 254) dengan adanya pajak ini MM menyimpulkan bahwa penggunaan utang adalah biaya yang mengurangi pembayaran pajak (a tax – deductible expense). 13 Dampak Potensi Kebangkrutan Biaya yang berhubungan dengan kebangkrutan memiliki dua komponen : (1) probabilitas terjadinya, dan (2) biaya yang akan timbul jika terjadi kesulitan keuangan. Suatu perusahaan yang labanya relatif tak stabil, jika semua hal lain dianggap sama, akan menghadapi peluang kebangkrutan yang lebih besar dan sebaiknya menggunakan utang dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang lebih stabil. Hal ini konsisten dengan pendapat di awal yang menyatakan bahwa perusahaan dengan leverage operasi yang tinggi, dan risiko usaha yang lebih tinggi, sebaiknya membatasi penggunaan leverage keuangan. Begitu pula dengan perusahaan yang asetnya tidak likuid dan oleh sebab itu, harus dijual pada harga yang “miring”, juga sebaiknya membatasi penggunaan pendanaan utangnya. Brigham & Houston (2011 : 183). 3. Teori Pertukaran (Trade – Off Theory) Menurut Brigham dan Houston (2011 : 183), Teori Pertukaran (Trade – Off Theory) yaitu teori struktur modal yang menyatakan bahwa perusahaan menukar manfaat pajak dari pendanaan utang dengan masalah yang ditimbulkan oleh potensi kebangkrutan. Penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan tetapi hanya sampai titik tertentu. Setelah titik tersebut, penggunaan justru akan menurunkan nilai perusahaan karena kenaikan keuntungan dari penggunaan hutang tidak sebanding dengan kenaikan biaya finansial. Model ini disebut “Trade-off” karena struktur 14 modal yang optimal dapat ditemukan dengan menyeimbangkan keuntungan penggunaan utang dengan biaya finansial. Lukas Setia (2008 : 259). Keputusan struktur modal melibatkan analisis “trade-off” antara resiko dan keuntungan. Pengunaan hutang melibatkan resiko perusahaan, tetapi juga meningkatkan keuntungan perusahaan oleh karena itu, struktur modal yang optimal akan menyeimbangkan resiko dan keuntungan perusahaan. Teori yang berbeda beda telah menghasilkan kesimpulan yang berlainan tentang struktur modal yang optimal, dan tidak ada yang dapat membuktikan satu teori lebih baik dari teori lainnya. Biasanya, struktur modal diperlakukan secara optimal sebagai satu rentang nilai – misalnya utang 40 sampai 50 persen – dan bukan suatu titik yang pasti misalnya 45 persen. Konsep ini dapat digunakan sebagai penduan dalam memahami faktor-faktor yang sebaiknya dipertimbangkan ketika menentukan sasaran struktur modal perusahaan. B. Leverage 1. Pengertian Leverage Setiap perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya sehari-hari pasti membutuhkan modal. Modal tersebut berasal dari modal sendiri maupun modal yang berasal dari pinjaman. Perusahaan yang menggunakan sumber dana dari luar untuk membiayai operasional perusahaan baik yang merupakan sumber pembiayaan jangka pendek maupun jangka panjang merupakan penerapan dari kebijakan leverage. 15 Leverage digunakan dengan harapan dapat meningkatkan pengembalian ke para pemegang saham biasa. Leverage yang menguntungkan (favorable) atau positif terjadi jika perusahaan dapat menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dengan menggunakan dana yang didapat dalam bentuk biaya tetap tersebut dari pada biaya pendanaan tetap yang harus dibayar. Berapapun laba yang tersisa setelah pemenuhan biaya pendanaan tetap, akan menjadi milik para pemegang saham biasa. Leverage yang tidak menguntungkan (unfavorable) atau negatif terjadi ketika perusahaan tidak memiliki hasil sebanyak biaya pendanaan tetapnya (Horne dan John, 2007 : 194) Dengan memperbesar tingkat leverage maka hal ini akan berarti bahwa tingkat ketidakpastian dari return yang akan diperoleh akan semakin tinggi pula, tetapi pada saat yang sama hal tersebut juga akan memperbesar jumlah return yang akan diperoleh. Tingkat leverage ini bisa saja berbeda-beda antara perusahaan yang satu dengan yang lainnya, atau dari satu periode ke periode lainnya di dalam satu perusahaan, tetapi yang jelas semakin tinggi tingkat leverage akan semakin tinggi tingkat resiko yang dihadapi serta semakin besar tingkat return atau penghasilan yang diharapkan. Istilah resiko disini dimaksudkan dengan ketidakpastian dalam hubungannya dengan kemampuan perusahaan membayar kewajiban-kewajiban tetapnya (fixed payment obligation). Financial leverage adalah penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap dengan harapan bahwa akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar daripada beban tetapnya sehingga akan meningkatkan keuntungan yang tersedia 16 bagi pemegang saham. Dengan demikian alasan yang kuat untuk menggunakan dana dengan beban tetap adalah untuk meningkatkan pendapatan yang tersedia bagi pemegang saham. 2. Jenis-jenis Leverage Ada tiga jenis Leverage yaitu, Operating Leverage, Financial Leverage dan Total Leverage atau Kombinasi Leverage. Perusahaan menggunakan Operating Leverage dan Financial Leverage dengan tujuan agar keuntungan yang diperoleh lebih besar dari pada biaya-biaya asset dan sumber dananya, dengan demikian akan meningkatkan keuntungan pemegang saham. Sebaliknya leverage juga meningkatkan variabilitas (resiko) keuntungan, karena jika perusahaan ternyata mendapat keuntungan yang lebih rendah dari pada biaya tetapnya maka penggunaan leverage akan menurunkan keuntungan pemegang saham. a. Operating leverage Menurut Brigham dan Houston (2011:160), “operating leverage adalah tingkat sampai sejauh mana biaya-biaya tetap digunakan di dalam operasi sebuah perusahaan.” Operating leverage juga dapat diartikan sebagai penggunaan dana dengan biaya tetap dengan harapan pendapatan yang dihasilkan dari penggunaan dana tersebut dapat menutup biaya tetap dan biaya variabel. 17 Definisi Operating Leverage adalah kemampuan perusahaan didalam menggunakan fixed operating cost untuk memperbesar pengaruh dari perubahan volume penjualan terhadap earning before interest and taxes (EBIT) (Lukman, 2007 : 107). Dengan menggunakan operating leverage perusahaan mengharapkan bahwa perubahan penjualan akan mengakibatkan perubahan laba sebelum bunga dan pajak yang lebih besar. Menurut Darmawan (2007 : 151) Degree of operating leverage merupakan suatu konsep yang hampir sama dengan konsep elastisitas dalam ekonomi (contoh elatisitas harga dan elastisitas pendapatan) dalam hubungannya dengan persentase perubahan suatu variabel (output) terhadap persentase perubahan variabel lain (output). Menurut Mahmud M. Hanafi (2004 : 327) “operating leverage diartikan sebagai seberapa besar perusahaan menggunakan beban tetap operasional”. Beban tetap tersebut biasanya berasal dari biaya depresiasi, biaya produksi dan pemasaran yang bersifat tetap. Dari pengertian yang dikemukakan para ahli diatas kita melihat bahwa unsurunsur yang melengkapi operating Leverage adalah laba sebelum bunga dan pajak serta perubahan tingkat penjualan. Laba sebelum bunga dan pajak sama dengan revenue dikurangi biaya variabel lebih besar dari pada biaya tetapnya. Kondisi ini dikatakan perusahaan memiliki operating leverage yang favorable. Tujuan perusahaan menggunakan operating leverage agar keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada biaya aset dan sumber dananya, dengan demikian 18 akan meningkatkan keuangan pemegang saham. Sebaliknya leverage juga meningkatkan variabilitas (risiko) keuntungan, karena jika perusahaan ternyata mendapatkan keuntungan yang lebih rendah dari biaya tetapnya maka penggunaan leverage akan menurunkan keuntungan pemegang saham. Ukuran leverage operasi adalah Degree of operating leverage (DOL). Semakin tinggi DOL, perusahaan semakin beresiko karena harus menanggung biaya tetap yang semakin besar (Sutrisno, 2009 :199). Untuk menghitung degree of operating leverage (DOL) bisa digunakan rumus: % perubahan EBIT DOL = % perubahan penjualan t1 – t0 % Perubahan = t0 b. Financial Leverage Definisi financial leverage adalah menggunakan kewajiban-kewajiban kemampuan finansial perusahaan dalam yang sifatnya tetap untuk memperbesar pengaruh perubahan EBIT terhadap pendapatan per lembar saham biasa (Lukman Syamsuddin,2010:113). Didalam analisis financial leverage diasumsikan bahwa deviden untuk pemegang saham preferen selalu dibayar dalam setiap periode, asumsi ini diperlukan karena tujuan utama dari Financial 19 leverage adalah untuk mengetahui seberapa jauh uang yang sesungguhnya tersedia bagi pemegang saham biasa setelah bunga dan deviden untuk saham preferen dibayarkan. Menurut Ahmad Rodoni dan Herli Ali (2010:142)“Financial Leverage adalah penggunaan modal pinjaman disamping modal sendiri dan untuk itu perusahaan harus membayar beban tetap berupa bunga”. Kebijakan perusahaan mendapatkan modal pinjaman dari luar ditinjau dari bidang manajemen keuangan, merupakan penerapan financial leverage dimana perusahaan membiayai kegiatannya dengan menggunakan modal pinjaman serta menanggung suatu beban tetap yang bertujuan untuk meningkatkan laba per lembar saham, financial leverage timbul karena adanya kewajiban-kewajiban finansial yang sifatnya tetap (fixed financial charges) yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Kewajiban-kewajiban finansial yang tetap ini tidaklah berubah dengan adanya perubahan tingkat EBIT dan harus di bayar tanpa melihat sebesar apa pun tingkat EBIT yang dicapai perusahaan. Menurut Wetson dan Copeland (2009 : 42) berpendapat bahwa financial leverage atau disebut juga leverage factor adalah rasio nilai buku seluruh utang terhadap total aktiva. Financial leverage merupakan faktor penting dalam penentuan struktur modal perusahaan. Tujuan perusahaan menggunakan financial leverage agar keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada biaya aset dan sumber dananya, dengan demikian akan meningkatkan keuangan pemegang saham. Penggunaan financial leverage dengan harapan agar terjadi perubahan laba per lembar saham (EPS) yang lebih 20 besar dari pada perubahan laba sebelum bunga dan pajak (EBIT). Kalau perusahaan dengan menggunakan dana dengan beban tetap itu menghasilkan efek yang menguntungkan bagi pemegang saham biasa (pemilik modal sendiri) yaitu, dalam bentuknya memperbesar earning per share (EPS) nya dikatakan perusahaan itu menjalankan trading in equity. Leverage keuangan menunjukkan penggunaan beban tetap bunga pada struktur biaya perusahaan sehingga mempengaruhi tingkat laba bersih (EAT) yang diterima oleh pemilik. Apabila perusahaan menggunakan rencana 100% modal sendiri untuk membelanjakan usahanya, maka nilai DFL adalah satu untuk seluruh rencana laba operasi, nilai DFL yang besar menunjukan bahwa perubahan tingkat EBIT akan menghasilkan perubahan yang besar pada laba bersih (EAT) atau pendapatan per lembar saham (EPS). Beban tetap bunga ini pada kenyataannya dapat berupa beban seluruh utang atau obligasi yang ada dan biaya deviden untuk saham preferen yang mempunyai beban pembayaran tetap setelah perhitungan sebelum pajak. Kepekaan perubahan ini di ukur dengan derajat Financial Leverage (degree of financial leverage / DFL) yaitu persentase perubahan pendapatan per lembar saham (EPS) dibagi dengan persentase perubahan EBIT (Sutrisno 2009,198). 21 Rumus untuk menghitung degree Of financial leverage (DFL) : % perubahan EPS DFL = % perubahan EBIT t1 – t0 % Perubahan = t0 c. Kombinasi Laverage Definisi kombinasi leverage atau total leverage adalah kemampuan perusahan dalam menggunakan biaya tetap, baik biaya-biaya tetap operasi maupun biayabiaya tetap finansial untuk memperbesar pengaruh perubahan volume penjualan terhadap pendapatan per lembar saham biasa (Lukman syamsuddin,2010:121). Leverage kombinasi merupakan gabungan atau kombinasi antara leverage operasi dan leverage keuangan. Artinya kita melakukan dua langkah pengaruh perubahan penjualan terhadap EPS. Langkah pertama melihat pengaruh penjualan terhadap EBIT yang di analisis dengan DOL. Sedangkan langkah ke dua adalah pengaruh EBIT terhadap EPS yang di analisis dengan DFL. Dalam leverage total ini kita langsung melihat pengaruh perubahan penjualan terhadap EPS. Tingkat total leverage atau DTL peusahaan pada tingkat penjualan tertentu sama dengan persentase perubahan EPS yang di akibatkan persentase perubahan EPS yang di akibatkan persentase perubahan penjualan yang menyebabkan perubahan EPS tersebut. 22 Rumus untuk menghitung kombinasi leverage/ degree of combain leverage (DCL) yaitu : DCL = DOL x DFL C. Return On Equity 1. Pengertian Return On Equity (ROE) Menurut Brigham & Houston (2010 :149) pengertian ROE adalah menjelaskan bahwa “pengembalian atas equitas biasa merupakan rasio laba bersih terhadap ekuitas biasa yang mengukur tingkat pengembalian atas investasi pemegang saham biasa”. Sedangkan menurut Kasmir (2008: 204) berpendapat bahwa “hasil pengembalian ekuitas atau ROE merupakan rasio untuk mengukur laba bersih setelah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukan efisiensi penggunaan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini, maka semakin baik ”. Menurut Lukman (2004: 64) “Return On Equity (ROE) merupakan suatu pengukuran dari penghasilan (income) yang tersedia bagi pemilik perusahaan (baik pemegang saham biasa maupun pemegang saham prefern) atas modal yang mereka investasikan didalam perusahaan. Secara umum tentu saja semakin tinggi return atau penghasilan yang diperoleh semakin baik kedudukan perusahaan”. 23 Sutrisno (2009 : 223) “Return On Equity ini sering di sebut rate if Return On Net Worth yaitu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri yang dimiliki, sehingga ROE ini ada yang menyebut sebagai Rentabilitas Modal Sendiri”. Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan Return On Equity adalah rasio profitabilitas yang menunjukan suatu pengukuran dari penghasilan (income) yang tersedia bagi para pemilik perusahaan (baik pemegang saham biasa maupun pemegang saham preferen) atas modal yang mereka investasikan didalam perusahaan. Rasio ini juga dapat menunjukan berapa persen laba setelah pajak terhadap ekuitas (modal). Dengan ROE yang tinggi maka perusahaan dianggap dapat memberikan jaminan atas investasi yang berarti akan menurunkan resiko dan investasi yang telah dilakukan, sehingga dapat dipastikan para investor akan tertarik dengan perusahaan yang memiliki ROE tinggi. Untung menghitung return on equity (ROE) bisa menggunakan rumus sebagai berikut : Laba bersih (EAT) ROE = Modal Sendiri 24 D. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh pihak pihak lain yang dapat dipakai sebagai bahan masukan dan bahan kajian berkaitan dengan penelitian ini, antara lain sebagai berikut : Penelitian yang dilakukan oleh Cyrillius Martono (2002) mengenai “Analisis Pengaruh Profitabilitas Industri, Rasio Leverage Keuangan Tertimbang Dan Intensitas Modal Tertimbang Serta Pangsa Pasar Terhadap “ROA” Dan “ROE” Perusahaan Manufaktur Yang Go- Public Di Indonesia.” Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ROA industri, rasio leverage keuangan tertimbang, rasio intensitas modal tertimbang, dan pangsa pasar terhadap ROA perusahaan dan juga untuk mengetahui pengaruh dari ROE industri, rasio leverage keuangan tertimbang, rasio intensitas modal tertimbang, dan pangsa pasar terhadap ROE perusahaan manufaktur yang go public di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; pertama, tiga variabel, yaitu ROA industri, intensitas modal tertimbang, dan leverage keuangan tertimbang terbukti berpengaruh signifikan terhadap ROA perusahaan. Kedua, tiga variabel, yaitu ROE industri, leverage keuangan tertimbang, dan pangsa pasar terbukti berpengaruh signifikan terhadap ROE. Ketiga, berdasarkan nilai R2, hasil analisis regresi ROE lebih robust dibandingkan hasil analisis regresi ROA. Keempat, profitabilitas industri terbukti superior dalam menjelaskan ROA, sedangkan variabel yang superior dalam menjelaskan ROE adalah rasio leverage keuangan tertimbang. 25 Penelitian yang dilakukan oleh Supadmi (2006) mengenai “Pengaruh Financial Leverage Terhadap ROE Pada Industri Rokok yang Go Publik.” Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana Financial Leverage pada industri rokok yang go publik pada periode 1998 – 2002 dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Financial Leverage terhadap ROE pada Industri rokok yang go publik. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa tidak ada pengaruh Financial leverage terhadap ROE pada perusahaan rokok yang go publik di Bursa Efek Jakarta. Penelitian yang dilakukan oleh Arman Ramadhan (2008) mengenai “Pengaruh Financial Leverage Terhadap Return On Equity (ROE) Dan Earning Per Share (EPS) Pada Perusahaan Pertambangan Logam Dan Mineral Lainnya Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara financial leverage dengan ROE dan EPS. Berdasarkan hasil penelitian hipotesis dengan menggunakan koefisien regresi, maka dapat diketahui bahwa tidak ada pengaruh financial leverage terhadap ROE dan EPS pada ketiga perusahaan pertambangan logam dan mineral lainnya tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Abdul Hamid (2009) mengenai “Pengaruh Finansial Leverage Terhadap Return On Equity (ROE) Dan Earning Per Share (EPS) Pada Sektor Industri Dasar Dan Kimia Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis pengaruh financial leverage terhadap Return on Equity (ROE) dan pengaruh financial 26 leverage terhadap Earning per Share (EPS). Hasil analisis menunjukkan bahwa financial leverage berpengaruh secara signifikan terhadap Earning per Share (EPS) sedangkan terhadap Return on Equity (ROE) financial leverage tidak berpengaruh secara signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Yulianti (2010) mengenai “ Pengaruh Operating Leverage Dan Financial Leverage Terhadap Return On Equity Pada Perusahaan Manufaktur Di BEI.” Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh operating leverage terhadap ROE dan pengaruh financial leverage terhadap ROE. Hasil penelitian ini ialah operating leverage dan financial leverage tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ROE. Penelitian yang dilakukan oleh Syahyunan (2011) mengenai “Analis Pengaruh Financial Leverage Terhadap Return On Equity Pada Perusahaan Perkebunan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.” Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa berpengaruhkah financial leverage terhadap Return On Equity pada perusahaan perkebunan yang terdaftar di BEI. Hasil dari penelitian ini secara simultan yaitu financial leverage berpengaruh signifikan terhadap Return On Equity, hasil uji secara parsial menunjukan bahwa financial leverage tidak berpengaruh terhadap Return On Equity. 27 Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu No 1 Penulis Cyrillius Martono (2002) Variabel Keterangan Independen : Profitabilitas Industri, Rasio Leverage Keuangan Tertimbang Dan Intensitas Modal Tertimbang Serta Pangsa Pasar Hasil penelitian menunjukan bahwa; Pertama, tiga variable yaitu : ROE industri, intensitas modal tertimbang, dan leverage keuangan tertimbang terbukti berpengaruh signifikan terhadap ROA perusahaan. Dependen : Return On Asset (ROA) Dan Return On Equity(ROE) Kedua, ROE industri, intensitas modal tertimbang, dan leverage keuangan tertimbang terbukti berpengaruh signifikan terhadap ROE perusahaan. Ketiga, berdasarkan nilai R2, hasil analisis regresi ROE lebih robust dibandingkan hasil analisis regresi ROA. 2 Supadmi (2006) Independen Leverage : Financial Keempat, profitabilitas industri terbukti superior dalam menjelaskan ROA, sedangkan variabel yang superior dalam menjelaskan ROE adalah rasio leverage keuangan tertimbang. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa tidak ada pengaruh Financial terhadap ROE pada perusahaan rokok yang go publik di Bursa Efek Jakarta Dependen : Return On Equity (ROE) 3 4 Valentin Dimitrov and Prem C. Jain (2006) Independen : Leverage Dependen : Pengembalian Financial Arman Ramadhan (2008) Independen Leverage Financial : Resiko perubahan financial leverage juga negatif terkait dengan hasil risiko disesuaikan masa depan . Bukti ini menunjukkan bahwa informasi perubahan leverage keuangan tidak disita harga saham secara tepat waktu . Hasil penelitian hipotesis dengan menggunakan koefisien regresi, maka dapat diketahui bahwa tidak ada pengaruh financial leverage terhadap ROE dan EPS pada ketiga perusahaan pertambangan logam dan mineral lainnya tersebut. Dependen : Return On Equity (ROE) dan Erning Per Share (EPS) 5 Abdul Hamid (2009) Independen : Finansial Leverage Dependen : Return On Equity (ROE) Dan Earning Per Share (EPS) Hasil analisis menunjukkan bahwa financial leverage berpengaruh secara signifikan terhadap Earning per Share (EPS) sedangkan terhadap Return on Equity (ROE) financial leverage tidak berpengaruh secara signifikan. 6 Yulianti (2010) Independen : Leverage Dan Leverage Operating Leverage dan Financial Leverage berpengaruh signifikan terhadap Return on Equity pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI. Operating Financial Dependen : Return On Equity 7 Syahyunan (2011) Independen : Financial Leverage Dependen : Return on Equity (ROE) Hasil uji secara simultan menunjukan Financial Leverage berpengaruh signifikan terhadap Return on Equity. Hasil uji secara parsial menunjukkan bahwa financial leverage tidak berpengaruh terhadap Return on Equity. 28 E. Rerangka Pemikiran Setiap perusahaan memerlukan modal dalam menjalankan usahanya. Modal bagi perusahaan bisa didapatkan melalui dua sumber modal, yaitu sumber intern dan sumber ekstern. Modal terdiri dari modal asing dan modal sendiri. Yang termasuk modal asing adalah hutang jangka pendek, hutang jangka menengah, dan hutang jangka panjang. Modal sendiri terdiri dari modal saham dan laba ditahan. (Arman, 2008) Rasio yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Degree of Operating Leverage (DOL) dan Degree of Financial Leverage (DFL). Degree of Financial Leverage (DFL) merupakan kebijakan perusahaan mendapatkan modal pinjaman dari luar ditinjau dari bidang manajemen keuangan, merupakan penerapan Financial Leverage dimana perusahaan membiayai kegiatannya dengan menggunakan modal pinjaman serta menanggung suatu beban tetap yang bertujuan untuk meningkatkan laba per lembar saham. Semakin besar tingkat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan per lembar saham bagi pemiliknya, maka hal ini akan mempengaruhi return on equity perusahaan, demikian pula sebaiknya. (Nurmaika, 2011) Return on equity (ROE) merupakan rasio yang berperan penting bagi para pemegang saham (investor) untuk mengambil keputusan dalam menentukan penanaman investasinya, karena rasio ini menunjukkan tingkat keuntungan atas modal yang mereka investasikan. ROE memberikan informasi pada para investor tentang seberapa besar tingkat pengembalian modal dari perusahaan 29 yang berasal dari kinerja perusahaan menghasilkan laba. Semakin besar nilai ROE maka tingkat pengembalian yang diharapkan investor juga besar.(Arman, 2008) Perusahaan diharapkan mempercepat pertumbuhan rata – rata, sementara di lain pihak dapat membagikan laba dalam proporsi yang besar. Pertumbuhan dan pembagian laba akan menumbuhkan minat para investor untuk membeli saham tersebut sehingga akan menaikkan permintaan saham dan akhirnya akan menaikkan harga saham. Berdasarkan pada penjelasan tersebut, dapat diilustrasikan kerangka pemikiran sebagai berikut: Ada 3 variabel yang terkait dalam penelitian ini yaitu : Degree Of Operating Leverage (DOL) Return On Equity (ROE) Degree Of Financial Leverage (DFL) Gambar 2.1 Model Penelitian 30 F. Pengembangan Hipotesis 1. Degree of Operating Leverage (DOL) terhadap ROE Degree of Operating Leverage (DOL) merupakan kinerja perusahaan yang mengukur tingkat risiko dari sisi operasional perusahaan dengan membandingkan EBIT (earning before interest and tax) dengan penjualan selama periode tertentu. Sebagian resiko usaha bergantung pada seberapa besar biaya tetap digunakan dalam operasi suatu perusahaan, jika biaya tetap tinggi, bahkan penurunan yang kecil sekalipun akan dapat menyebabkan penurunan ROE dalam jumlah besar. Dalam terminologi bisnis, tingkat leverage operasi yang tinggi, jika hal-hal lain yang dianggap konstan, maka memiliki arti bahwa suatu perubahan kecil yang terjadi pada jumlah penjualan akan dapat mengakibatkan perubahan besar pada Return On Equity (ROE). Brigham & Houston (2011 : 160). Didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Cyrillius Martono (2002) yang menyatakan bahwa leverage tertimbang berpengaruh signifikan terhadap ROE, dan berdasarkan penjelasan yang diuraikan diatas, maka hipotesis penelitian ini sebagai berikut: H1 : Degree of Operating Leverage memiliki pengaruh terhadap Return On Equity. 31 2. Degree of Financial Leverage (DFL) terhadap ROE Degree of Financial Leverage (DFL) merupakan kinerja perusahaan yang mengukur tingkat risiko dari sisi keuangan perusahaan dengan membandingkan EPS (Earning per Share) dengan EBIT selama periode tertentu. Dalam hubungannya financial leverage mempunyai hubungan yang positif terhadap ROE yaitu semakin besar finansial leverage mengakibatkan makin besarnya ROE, hal ini akan terjadi jika financial leverage lebih besar daripada modal sendiri. Leverage keuangan tidak hanya meningkatkan ROE, tetapi juga meningkatkan resiko investasi seperti yang diukur oleh koefisien variasi. Brigham & Houston (2011 : 168). Didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Syahyunan (2011) yang menyatakan bahwa secara simultan terbukti financial leverage berpengaruh terhadap ROE, dan berdasarkan penjelasan yang diuraikan diatas, maka hipotesis penelitian ini sebagai berikut: H2 : Degree of Financial Leverage memiliki pengaruh terhadap Return On Equity.