BAB II

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PENELITIAN, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan merupakan manajemen terhadap fungsi-fungsi
keuangan. Fungsi-fungsi keuangan tersebut meliputi bagaimana memperoleh dana
(raising of fund) dan bagaimana menggunakan dana tersebut (allocation of fund).
Menurut Weston dan Copeland (2009) manajemen keuangan dapat
dirumuskan oleh fungsi dan tanggung jawab para manajer keuangan. Fungsi
pokok manajemen keuangan antara lain menyangkut keputusan tentang
penanaman modal, pembiayaan kegiatan usaha dan pembagian dividen pada suatu
perusahaan.
Bringham Eugene dan Houston Joel (2010) Manajemen keuangan
merupakan bidang yang terluas dari tiga bidang keuangan, dan memiliki
kesempatan karir yang sangat luas. Adapun tiga bidang keuangan adalah :
a. Pasar uang dan pasar modal, yang terkait dengan pasar sekuritas dan lembaga
keuangan.
b.
Investasi, yang memfokuskan pada keputusan yang dibuat oleh investor
individual dan institusional dalam memilih sekuritas untuk portofolio
investasi.
8
9
c. Manajemen Keuangan, atau keuangan perusahaan, yang mencakup semua
keputusan dalam perusahaan.
Prawinogoro, Darsono (2006) adalah aktivitas pemilik dan manajemen
perusahaan untuk memperoleh sumber modal yang semurah-murahnya dan
menggunakan seefektif, seefisien, dan seproduktif mungkin untuk menghasilkan
laba.
Lontoh, Frederich & Lindrawati, Jurnal Wida Manajemen & Akuntansi.
(2004) Tujuan Manajemen keuangan adalah memaksimumkan nilai perusahaan.
Memaksimumkan nilai bermakna lebih luas dan lebih umum daripada
memaksimumkan laba. Hal ini didukung oleh beberapa alasan yaitu :
a.
Pertama, memaksimumkan nilai berarti mempertimbangkan pengaruh waktu
terhadap nilai uang.
b. Kedua, memaksimumkan nilai berarti mempertimbangkan berbagai risiko
terhadap arus pendapatan perusahaan.
c. Ketiga, mutu dari arus dana yang diharapkan diterima di masa yang akan
datang mungkin beragam.
Dari Pengertian Manajemen Keuangan diatas maka dapat disimpulkan
bahwa manajemen keuangan adalah aktivitas dari suatu perusahaan untuk
memaksimalkan kesejahteraan para pemegang saham.
10
2. Teori Struktur Modal
Risiko usaha merupakan suatu determinan penting struktur modal yang
optimal, dan perusahaan pada berbagai industri memiliki risiko usaha yang
berbeda-beda, sehingga kita beranggapan bahwa struktur modal akan sangat
bervariasi diantara masing-masing industri.
Teori struktur modal modern dimulai pada tahun 1958, ketika Profesor
Franco Modigliani dan Merton Miller (selanjutnya disebut MM) menerbitkan apa
yang disebut sebagai artikel keuangan paling berpengaruh yang pernah ditulis.
Walaupun adanya fakta bahwa sebagian asumsi di atas kenyataannya tidak
realistis, tetapi hasil tidak relavan yang diperoleh MM memiliki arti yang sangat
penting. Dengan menunjukan persyaratan yang membuat struktur modal menjadi
tidak relevan, maka MM memberikan petunjuk tentang apa yang dibutuhkan jika
struktur modal menjadi relevan dan mempengaruhi nilai dari suatu perusahaan.
Brigham & Houston (2011 : 179/180).
Perusahaan dengan leverage operasi yang lebih rendah akan lebih mampu
menerapkan leverage keuangan karena perusahaan terssebut akan memiliki resiko
usaha yang lebih rendah. Brigham & Houston (2011 : 188).
Menurut Riyanto (2008 : 22), Struktur Modal adalah pembelanjaan
permanen dimana mencerminkan perimbangan antara utang jangka panjang
dengan utang sendiri, dimana kedua golongan tersebut merupakan dana permanen
atau dana jangka panjang.
11
Berbagai faktor yang dipertimbangkan dalam pembuatan keputusan
tentang pembuatan struktur modal adalah :
a. Kelangsungan hidup jangka panjang, perusahaan harus menghindari
penggunaan utang yang dapat membahayakan kelangsungan hidup jangka
panjang perusahaan.
b. Konservatisme manajemen, manajer yang bersifat konservatif cenderung
menggunakan
tingkat
utang
yang
sedikit
dari
pada
berusaha
memaksimumkan nilai perusahaan dengan menggunakan lebih banyak
utang.
c. Struktur aktiva, perusahaan yang memiliki aktiva yang dapat digunakan
sebagai agunan hutang cenderung menggunakan hutang yang relatif besar.
d. Risiko bisnis, perusahaan yang memiliki risiko bisnis tinggi cenderung
kurang dapat menggunakan utang yang besar (karena kreditor akan meminta
biaya hutang yang tinggi). Tinggi rendahnya risiko bisnis ini dapat dilihat
antara lain dari stabilitas harga dan unit penjualan, tinggi tendahnya
operating leverage dan lain-lain.
e. Pajak, semakin tinggi tingkat pajak perusahaan, semakin besar keuntungan
dari penggunaan pajak, semakin besar daya tarik penggunaan utang.
Berdasarkan hal-hal tersebut, sebaiknya perusahaan lebih memfokuskan diri
pada suatu tingkat utang yang hati-hati (prudent) dari pada berusaha mencari
tingkat utang yang optimal. Tingkat hutang yang “prudent” harus dapat
12
memanfaatkan keuntungan dari pengguna hutang dan tetap mempertahankan
risiko finansial pada tingkat yang masih terkendali. Lukas Setia (2008 : 274)
Dampak Pajak
MM mengakui bahwa Peraturan Perpajakan memperkenankan perusahaan
untuk mengurangi pembayaran bunga sebagai suatu beban, tetapi pembayaran
dividen kepada pemegang saham bukanlah sebagai pengurang pajak. Perbedaan
perlakuan ini mendorong perusahaan untuk menggunakan utang dalam struktur
modalnya. Dan memang, MM menunjukan bahwa jika seluruh asumsi mereka
berlaku, perbedaan perlakuan ini akan mengarah pada suatu struktur modal yang
100 persen terdiri atas utang.
Seperti yang dikemukakan Miller,(1) bunga sebagai pengurang pajak
menguntungkan penggunaan pendanaan dengan utang, tetapi (2) perlakuan pajak
atas penghasilan dari saham yang lebih menguntungkan menurunkan tingkat
pengembalian yang diminta atas saham dan karenanya menguntungkan
penggunaan pendanaan ekuitas. Brigham & Houston (2011 : 181).
Menurut Lukas Setia (2008 : 254) dengan adanya pajak ini MM
menyimpulkan bahwa penggunaan utang adalah biaya yang mengurangi
pembayaran pajak (a tax – deductible expense).
13
Dampak Potensi Kebangkrutan
Biaya yang berhubungan dengan kebangkrutan memiliki dua komponen : (1)
probabilitas terjadinya, dan (2) biaya yang akan timbul jika terjadi kesulitan
keuangan. Suatu perusahaan yang labanya relatif tak stabil, jika semua hal lain
dianggap sama, akan menghadapi peluang kebangkrutan yang lebih besar dan
sebaiknya menggunakan utang dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan
dengan perusahaan yang lebih stabil. Hal ini konsisten dengan pendapat di awal
yang menyatakan bahwa perusahaan dengan leverage operasi yang tinggi, dan
risiko usaha yang lebih tinggi, sebaiknya membatasi penggunaan leverage
keuangan. Begitu pula dengan perusahaan yang asetnya tidak likuid dan oleh
sebab itu, harus dijual pada harga yang “miring”, juga sebaiknya membatasi
penggunaan pendanaan utangnya. Brigham & Houston (2011 : 183).
3. Teori Pertukaran (Trade – Off Theory)
Menurut Brigham dan Houston (2011 : 183), Teori Pertukaran (Trade – Off
Theory) yaitu teori struktur modal yang menyatakan bahwa perusahaan menukar
manfaat pajak dari pendanaan utang dengan masalah yang ditimbulkan oleh potensi
kebangkrutan.
Penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan tetapi hanya sampai
titik tertentu. Setelah titik tersebut, penggunaan justru akan menurunkan nilai
perusahaan karena kenaikan keuntungan dari penggunaan hutang tidak sebanding
dengan kenaikan biaya finansial. Model ini disebut “Trade-off” karena struktur
14
modal yang optimal dapat ditemukan dengan menyeimbangkan keuntungan
penggunaan utang dengan biaya finansial. Lukas Setia (2008 : 259).
Keputusan struktur modal melibatkan analisis “trade-off” antara resiko dan
keuntungan. Pengunaan hutang melibatkan resiko perusahaan, tetapi juga
meningkatkan keuntungan perusahaan oleh karena itu, struktur modal yang optimal
akan menyeimbangkan resiko dan keuntungan perusahaan.
Teori yang berbeda beda telah menghasilkan kesimpulan yang berlainan
tentang struktur modal yang optimal, dan tidak ada yang dapat membuktikan satu
teori lebih baik dari teori lainnya. Biasanya, struktur modal diperlakukan secara
optimal sebagai satu rentang nilai – misalnya utang 40 sampai 50 persen – dan
bukan suatu titik yang pasti misalnya 45 persen. Konsep ini dapat digunakan
sebagai penduan dalam memahami faktor-faktor yang sebaiknya dipertimbangkan
ketika menentukan sasaran struktur modal perusahaan.
B. Leverage
1. Pengertian Leverage
Setiap perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya sehari-hari
pasti membutuhkan modal. Modal tersebut berasal dari modal sendiri maupun
modal yang berasal dari pinjaman. Perusahaan yang menggunakan sumber dana
dari luar untuk membiayai operasional perusahaan baik yang merupakan sumber
pembiayaan jangka pendek maupun jangka panjang merupakan penerapan dari
kebijakan leverage.
15
Leverage digunakan dengan harapan dapat meningkatkan pengembalian ke
para pemegang saham biasa. Leverage yang menguntungkan (favorable) atau
positif terjadi jika perusahaan dapat menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi
dengan menggunakan dana yang didapat dalam bentuk biaya tetap tersebut dari
pada biaya pendanaan tetap yang harus dibayar. Berapapun laba yang tersisa
setelah pemenuhan biaya pendanaan tetap, akan menjadi milik para pemegang
saham biasa. Leverage yang tidak menguntungkan (unfavorable) atau negatif
terjadi ketika perusahaan tidak memiliki hasil sebanyak biaya pendanaan tetapnya
(Horne dan John, 2007 : 194)
Dengan memperbesar tingkat leverage maka hal ini akan berarti bahwa tingkat
ketidakpastian dari return yang akan diperoleh akan semakin tinggi pula, tetapi
pada saat yang sama hal tersebut juga akan memperbesar jumlah return yang akan
diperoleh. Tingkat leverage ini bisa saja berbeda-beda antara perusahaan yang satu
dengan yang lainnya, atau dari satu periode ke periode lainnya di dalam satu
perusahaan, tetapi yang jelas semakin tinggi tingkat leverage akan semakin tinggi
tingkat resiko yang dihadapi serta semakin besar tingkat return atau penghasilan
yang diharapkan. Istilah resiko disini dimaksudkan dengan ketidakpastian dalam
hubungannya dengan kemampuan perusahaan membayar kewajiban-kewajiban
tetapnya (fixed payment obligation).
Financial leverage adalah penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap
dengan harapan bahwa akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar
daripada beban tetapnya sehingga akan meningkatkan keuntungan yang tersedia
16
bagi pemegang saham. Dengan demikian alasan yang kuat untuk menggunakan
dana dengan beban tetap adalah untuk meningkatkan pendapatan yang tersedia
bagi pemegang saham.
2. Jenis-jenis Leverage
Ada tiga jenis Leverage yaitu, Operating Leverage, Financial Leverage dan
Total Leverage atau Kombinasi Leverage. Perusahaan menggunakan Operating
Leverage dan Financial Leverage dengan tujuan agar keuntungan yang
diperoleh lebih besar dari pada biaya-biaya asset dan sumber dananya, dengan
demikian akan meningkatkan keuntungan pemegang saham. Sebaliknya
leverage juga meningkatkan variabilitas (resiko) keuntungan, karena jika
perusahaan ternyata mendapat keuntungan yang lebih rendah dari pada biaya
tetapnya maka penggunaan leverage akan menurunkan keuntungan pemegang
saham.
a. Operating leverage
Menurut Brigham dan Houston (2011:160), “operating leverage adalah
tingkat sampai sejauh mana biaya-biaya tetap digunakan di dalam operasi sebuah
perusahaan.” Operating leverage juga dapat diartikan sebagai penggunaan dana
dengan biaya tetap dengan harapan pendapatan yang dihasilkan dari penggunaan
dana tersebut dapat menutup biaya tetap dan biaya variabel.
17
Definisi Operating Leverage adalah kemampuan perusahaan didalam
menggunakan fixed operating cost untuk memperbesar pengaruh dari perubahan
volume penjualan terhadap earning before interest and taxes (EBIT) (Lukman,
2007 : 107). Dengan menggunakan operating leverage perusahaan mengharapkan
bahwa perubahan penjualan akan mengakibatkan perubahan laba sebelum bunga
dan pajak yang lebih besar.
Menurut Darmawan (2007 : 151) Degree of operating leverage merupakan
suatu konsep yang hampir sama dengan konsep elastisitas dalam ekonomi (contoh
elatisitas harga dan elastisitas pendapatan) dalam hubungannya dengan persentase
perubahan suatu variabel (output) terhadap persentase perubahan variabel lain
(output).
Menurut Mahmud M. Hanafi (2004 : 327) “operating leverage diartikan
sebagai seberapa besar perusahaan menggunakan beban tetap operasional”. Beban
tetap tersebut biasanya berasal dari biaya depresiasi, biaya produksi dan
pemasaran yang bersifat tetap.
Dari pengertian yang dikemukakan para ahli diatas kita melihat bahwa unsurunsur yang melengkapi operating Leverage adalah laba sebelum bunga dan pajak
serta perubahan tingkat penjualan. Laba sebelum bunga dan pajak sama dengan
revenue dikurangi biaya variabel lebih besar dari pada biaya tetapnya. Kondisi ini
dikatakan perusahaan memiliki operating leverage yang favorable.
Tujuan perusahaan menggunakan operating leverage agar keuntungan yang
diperoleh lebih besar daripada biaya aset dan sumber dananya, dengan demikian
18
akan meningkatkan keuangan pemegang saham. Sebaliknya leverage juga
meningkatkan variabilitas (risiko) keuntungan, karena jika perusahaan ternyata
mendapatkan keuntungan yang lebih rendah dari biaya tetapnya maka
penggunaan leverage akan menurunkan keuntungan pemegang saham.
Ukuran leverage operasi adalah Degree of operating leverage (DOL).
Semakin tinggi DOL, perusahaan semakin beresiko karena harus menanggung
biaya tetap yang semakin besar (Sutrisno, 2009 :199).
Untuk menghitung degree of operating leverage (DOL) bisa digunakan
rumus:
% perubahan EBIT
DOL =
% perubahan penjualan
t1 – t0
% Perubahan =
t0
b. Financial Leverage
Definisi
financial
leverage
adalah
menggunakan kewajiban-kewajiban
kemampuan
finansial
perusahaan
dalam
yang sifatnya tetap
untuk
memperbesar pengaruh perubahan EBIT terhadap pendapatan per lembar saham
biasa (Lukman Syamsuddin,2010:113). Didalam analisis financial leverage
diasumsikan bahwa deviden untuk pemegang saham preferen selalu dibayar
dalam setiap periode, asumsi ini diperlukan karena tujuan utama dari Financial
19
leverage adalah untuk mengetahui seberapa jauh uang yang sesungguhnya
tersedia bagi pemegang saham biasa setelah bunga dan deviden untuk saham
preferen dibayarkan.
Menurut Ahmad Rodoni dan Herli Ali (2010:142)“Financial Leverage adalah
penggunaan modal pinjaman disamping modal sendiri dan untuk itu perusahaan
harus membayar beban tetap berupa bunga”. Kebijakan perusahaan mendapatkan
modal pinjaman dari luar ditinjau dari bidang manajemen keuangan, merupakan
penerapan financial leverage dimana perusahaan membiayai kegiatannya dengan
menggunakan modal pinjaman serta menanggung suatu beban tetap yang
bertujuan untuk meningkatkan laba per lembar saham, financial leverage timbul
karena adanya kewajiban-kewajiban finansial yang sifatnya tetap (fixed financial
charges) yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Kewajiban-kewajiban finansial
yang tetap ini tidaklah berubah dengan adanya perubahan tingkat EBIT dan harus
di bayar tanpa melihat sebesar apa pun tingkat EBIT yang dicapai perusahaan.
Menurut Wetson dan Copeland (2009 : 42) berpendapat bahwa financial
leverage atau disebut juga leverage factor adalah rasio nilai buku seluruh utang
terhadap total aktiva. Financial leverage
merupakan faktor penting dalam
penentuan struktur modal perusahaan.
Tujuan perusahaan menggunakan financial leverage agar keuntungan yang
diperoleh lebih besar daripada biaya aset dan sumber dananya, dengan demikian
akan meningkatkan keuangan pemegang saham. Penggunaan financial leverage
dengan harapan agar terjadi perubahan laba per lembar saham (EPS) yang lebih
20
besar dari pada perubahan laba sebelum bunga dan pajak (EBIT). Kalau
perusahaan dengan menggunakan dana dengan beban tetap itu menghasilkan efek
yang menguntungkan bagi pemegang saham biasa (pemilik modal sendiri) yaitu,
dalam bentuknya memperbesar earning per share (EPS) nya dikatakan
perusahaan itu menjalankan trading in equity. Leverage keuangan menunjukkan
penggunaan beban tetap bunga pada struktur biaya perusahaan sehingga
mempengaruhi tingkat laba bersih (EAT) yang diterima oleh pemilik. Apabila
perusahaan menggunakan rencana 100% modal sendiri untuk membelanjakan
usahanya, maka nilai DFL adalah satu untuk seluruh rencana laba operasi, nilai
DFL yang besar menunjukan bahwa perubahan tingkat EBIT akan menghasilkan
perubahan yang besar pada laba bersih (EAT) atau pendapatan per lembar saham
(EPS). Beban tetap bunga ini pada kenyataannya dapat berupa beban seluruh
utang atau obligasi yang ada dan biaya deviden untuk saham preferen yang
mempunyai beban pembayaran tetap setelah perhitungan sebelum pajak.
Kepekaan perubahan ini di ukur dengan derajat Financial Leverage (degree of
financial leverage / DFL) yaitu persentase perubahan pendapatan per lembar
saham (EPS) dibagi dengan persentase perubahan EBIT (Sutrisno 2009,198).
21
Rumus untuk menghitung degree Of financial leverage (DFL) :
% perubahan EPS
DFL =
% perubahan EBIT
t1 – t0
% Perubahan =
t0
c. Kombinasi Laverage
Definisi kombinasi leverage atau total leverage adalah kemampuan perusahan
dalam menggunakan biaya tetap, baik biaya-biaya tetap operasi maupun biayabiaya tetap finansial untuk memperbesar pengaruh perubahan volume penjualan
terhadap pendapatan per lembar saham biasa (Lukman syamsuddin,2010:121).
Leverage kombinasi merupakan gabungan atau kombinasi antara leverage
operasi dan leverage keuangan. Artinya kita melakukan dua langkah pengaruh
perubahan penjualan terhadap EPS. Langkah pertama melihat pengaruh penjualan
terhadap EBIT yang di analisis dengan DOL. Sedangkan langkah ke dua adalah
pengaruh EBIT terhadap EPS yang di analisis dengan DFL. Dalam leverage total
ini kita langsung melihat pengaruh perubahan penjualan terhadap EPS.
Tingkat total leverage atau DTL peusahaan pada tingkat penjualan tertentu
sama dengan persentase perubahan EPS yang di akibatkan persentase perubahan
EPS yang di akibatkan persentase perubahan penjualan yang menyebabkan
perubahan EPS tersebut.
22
Rumus untuk menghitung kombinasi leverage/ degree of combain leverage
(DCL) yaitu :
DCL = DOL x DFL
C. Return On Equity
1. Pengertian Return On Equity (ROE)
Menurut Brigham & Houston (2010 :149) pengertian ROE adalah
menjelaskan bahwa “pengembalian atas equitas biasa merupakan rasio laba
bersih terhadap ekuitas biasa yang mengukur tingkat pengembalian atas
investasi pemegang saham biasa”.
Sedangkan menurut Kasmir (2008: 204) berpendapat bahwa “hasil
pengembalian ekuitas atau ROE merupakan rasio untuk mengukur laba bersih
setelah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukan efisiensi
penggunaan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini, maka semakin baik ”.
Menurut Lukman (2004: 64) “Return On Equity (ROE) merupakan
suatu pengukuran dari penghasilan (income) yang tersedia bagi pemilik
perusahaan (baik pemegang saham biasa maupun pemegang saham prefern)
atas modal yang mereka investasikan didalam perusahaan. Secara umum tentu
saja semakin tinggi return atau penghasilan yang diperoleh semakin baik
kedudukan perusahaan”.
23
Sutrisno (2009 : 223) “Return On Equity ini sering di sebut rate if
Return On Net Worth yaitu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan dengan modal sendiri yang dimiliki, sehingga ROE ini ada yang
menyebut sebagai Rentabilitas Modal Sendiri”.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan Return On Equity
adalah rasio profitabilitas yang menunjukan suatu pengukuran dari
penghasilan (income) yang tersedia bagi para pemilik perusahaan (baik
pemegang saham biasa maupun pemegang saham preferen) atas modal yang
mereka investasikan didalam perusahaan. Rasio ini juga dapat menunjukan
berapa persen laba setelah pajak terhadap ekuitas (modal).
Dengan ROE yang tinggi maka perusahaan dianggap dapat
memberikan jaminan atas investasi yang berarti akan menurunkan resiko dan
investasi yang telah dilakukan, sehingga dapat dipastikan para investor akan
tertarik dengan perusahaan yang memiliki ROE tinggi.
Untung menghitung return on equity (ROE) bisa menggunakan rumus
sebagai berikut :
Laba bersih (EAT)
ROE =
Modal Sendiri
24
D. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh pihak pihak lain
yang dapat dipakai sebagai bahan masukan dan bahan kajian berkaitan dengan
penelitian ini, antara lain sebagai berikut :
Penelitian yang dilakukan oleh Cyrillius Martono (2002) mengenai “Analisis
Pengaruh Profitabilitas Industri, Rasio Leverage Keuangan Tertimbang Dan
Intensitas Modal Tertimbang Serta Pangsa Pasar Terhadap “ROA” Dan “ROE”
Perusahaan Manufaktur Yang Go- Public Di Indonesia.” Tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ROA industri,
rasio leverage keuangan tertimbang, rasio intensitas modal tertimbang, dan
pangsa pasar terhadap ROA perusahaan dan juga untuk mengetahui pengaruh
dari ROE industri, rasio leverage keuangan tertimbang, rasio intensitas modal
tertimbang, dan pangsa pasar terhadap ROE perusahaan manufaktur yang go
public di Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa; pertama, tiga
variabel, yaitu ROA industri, intensitas modal tertimbang, dan leverage
keuangan tertimbang terbukti berpengaruh signifikan terhadap ROA perusahaan.
Kedua, tiga variabel, yaitu ROE industri, leverage keuangan tertimbang, dan
pangsa pasar terbukti berpengaruh signifikan terhadap ROE. Ketiga, berdasarkan
nilai R2, hasil analisis regresi ROE lebih robust dibandingkan hasil analisis
regresi ROA. Keempat, profitabilitas industri terbukti superior dalam
menjelaskan ROA, sedangkan variabel yang superior dalam menjelaskan ROE
adalah rasio leverage keuangan tertimbang.
25
Penelitian yang dilakukan oleh Supadmi (2006) mengenai “Pengaruh
Financial Leverage Terhadap ROE Pada Industri Rokok yang Go Publik.”
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana Financial Leverage
pada industri rokok yang go publik pada periode 1998 – 2002 dan untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh Financial Leverage terhadap ROE pada
Industri rokok yang go publik. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa tidak
ada pengaruh Financial leverage terhadap ROE pada perusahaan rokok yang go
publik di Bursa Efek Jakarta.
Penelitian yang dilakukan oleh Arman Ramadhan (2008) mengenai “Pengaruh
Financial Leverage Terhadap Return On Equity (ROE) Dan Earning Per Share
(EPS) Pada Perusahaan Pertambangan Logam Dan Mineral Lainnya Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah
untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara financial leverage dengan
ROE dan EPS. Berdasarkan hasil penelitian hipotesis dengan menggunakan
koefisien regresi, maka dapat diketahui bahwa tidak ada pengaruh financial
leverage terhadap ROE dan EPS pada ketiga perusahaan pertambangan logam
dan mineral lainnya tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Abdul Hamid (2009) mengenai “Pengaruh
Finansial Leverage Terhadap Return On Equity (ROE) Dan Earning Per Share
(EPS) Pada Sektor Industri Dasar Dan Kimia Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk
menganalisis pengaruh
financial leverage terhadap Return on Equity (ROE) dan pengaruh financial
26
leverage terhadap Earning per Share (EPS). Hasil analisis menunjukkan bahwa
financial leverage berpengaruh secara signifikan terhadap Earning per Share
(EPS) sedangkan terhadap Return on Equity (ROE) financial leverage tidak
berpengaruh secara signifikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Yulianti (2010) mengenai “ Pengaruh
Operating Leverage Dan Financial Leverage Terhadap Return On Equity Pada
Perusahaan Manufaktur Di BEI.” Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh operating leverage terhadap ROE dan pengaruh financial leverage
terhadap ROE. Hasil penelitian ini ialah operating leverage dan financial
leverage tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ROE.
Penelitian yang dilakukan oleh Syahyunan (2011) mengenai “Analis Pengaruh
Financial Leverage Terhadap Return On Equity Pada Perusahaan Perkebunan
Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia.” Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui seberapa berpengaruhkah financial leverage terhadap Return
On Equity pada perusahaan perkebunan yang terdaftar di BEI. Hasil dari
penelitian ini secara simultan yaitu financial leverage berpengaruh signifikan
terhadap Return On Equity, hasil uji secara parsial menunjukan bahwa financial
leverage tidak berpengaruh terhadap Return On Equity.
27
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No
1
Penulis
Cyrillius Martono
(2002)
Variabel
Keterangan
Independen : Profitabilitas
Industri,
Rasio
Leverage
Keuangan Tertimbang Dan
Intensitas Modal Tertimbang
Serta Pangsa Pasar
Hasil penelitian menunjukan bahwa; Pertama, tiga
variable yaitu : ROE industri, intensitas modal
tertimbang, dan leverage keuangan tertimbang
terbukti berpengaruh signifikan terhadap ROA
perusahaan.
Dependen : Return On Asset
(ROA) Dan Return On
Equity(ROE)
Kedua, ROE industri, intensitas modal tertimbang,
dan leverage keuangan tertimbang terbukti
berpengaruh signifikan terhadap ROE perusahaan.
Ketiga, berdasarkan nilai R2, hasil analisis regresi
ROE lebih robust dibandingkan
hasil analisis regresi ROA.
2
Supadmi
(2006)
Independen
Leverage
:
Financial
Keempat, profitabilitas industri terbukti superior
dalam menjelaskan ROA, sedangkan variabel yang
superior dalam menjelaskan ROE adalah rasio
leverage keuangan tertimbang.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa tidak ada
pengaruh Financial terhadap ROE pada perusahaan
rokok yang go publik di Bursa Efek Jakarta
Dependen : Return On Equity
(ROE)
3
4
Valentin
Dimitrov
and Prem C. Jain
(2006)
Independen
:
Leverage
Dependen
:
Pengembalian
Financial
Arman Ramadhan
(2008)
Independen
Leverage
Financial
:
Resiko
perubahan financial leverage juga negatif
terkait dengan hasil risiko disesuaikan masa depan .
Bukti ini menunjukkan bahwa informasi
perubahan leverage keuangan tidak disita harga
saham secara tepat waktu .
Hasil penelitian hipotesis dengan menggunakan
koefisien regresi, maka dapat diketahui bahwa tidak
ada pengaruh financial leverage terhadap ROE dan
EPS pada ketiga perusahaan pertambangan logam dan
mineral lainnya tersebut.
Dependen : Return On Equity
(ROE) dan Erning Per Share
(EPS)
5
Abdul Hamid
(2009)
Independen : Finansial
Leverage
Dependen : Return On Equity
(ROE) Dan Earning Per Share
(EPS)
Hasil analisis menunjukkan bahwa financial leverage
berpengaruh secara signifikan terhadap Earning per
Share (EPS) sedangkan terhadap Return on Equity
(ROE) financial leverage tidak berpengaruh secara
signifikan.
6
Yulianti
(2010)
Independen
:
Leverage
Dan
Leverage
Operating Leverage dan Financial Leverage
berpengaruh signifikan terhadap Return on Equity
pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI.
Operating
Financial
Dependen : Return On Equity
7
Syahyunan
(2011)
Independen
:
Financial
Leverage
Dependen : Return on Equity
(ROE)
Hasil uji secara simultan menunjukan Financial
Leverage berpengaruh signifikan terhadap Return on
Equity. Hasil uji secara parsial menunjukkan bahwa
financial leverage tidak berpengaruh terhadap Return
on Equity.
28
E. Rerangka Pemikiran
Setiap perusahaan memerlukan modal dalam menjalankan usahanya. Modal
bagi perusahaan bisa didapatkan melalui dua sumber modal, yaitu sumber intern
dan sumber ekstern. Modal terdiri dari modal asing dan modal sendiri. Yang
termasuk modal asing adalah hutang jangka pendek, hutang jangka menengah,
dan hutang jangka panjang. Modal sendiri terdiri dari modal saham dan laba
ditahan. (Arman, 2008)
Rasio yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Degree of Operating
Leverage (DOL) dan Degree of Financial Leverage (DFL). Degree of Financial
Leverage (DFL) merupakan kebijakan perusahaan mendapatkan modal pinjaman
dari luar ditinjau dari bidang manajemen keuangan, merupakan penerapan
Financial Leverage dimana perusahaan membiayai kegiatannya dengan
menggunakan modal pinjaman serta menanggung suatu beban tetap yang
bertujuan untuk meningkatkan laba per lembar saham. Semakin besar tingkat
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan per lembar saham bagi
pemiliknya, maka hal ini akan mempengaruhi return on equity perusahaan,
demikian pula sebaiknya. (Nurmaika, 2011)
Return on equity (ROE) merupakan rasio yang berperan penting bagi para
pemegang saham (investor) untuk mengambil keputusan dalam menentukan
penanaman investasinya, karena rasio ini menunjukkan tingkat keuntungan atas
modal yang mereka investasikan.
ROE memberikan informasi pada para
investor tentang seberapa besar tingkat pengembalian modal dari perusahaan
29
yang berasal dari kinerja perusahaan menghasilkan laba. Semakin besar nilai
ROE maka tingkat pengembalian yang diharapkan investor juga besar.(Arman,
2008)
Perusahaan diharapkan mempercepat pertumbuhan rata – rata, sementara di
lain pihak dapat membagikan laba dalam proporsi yang besar. Pertumbuhan dan
pembagian laba akan menumbuhkan minat para investor untuk membeli saham
tersebut sehingga akan menaikkan permintaan saham dan akhirnya akan
menaikkan harga saham.
Berdasarkan pada penjelasan tersebut, dapat diilustrasikan kerangka
pemikiran sebagai berikut:
Ada 3 variabel yang terkait dalam penelitian ini yaitu :
Degree Of
Operating
Leverage (DOL)
Return On
Equity (ROE)
Degree Of
Financial
Leverage (DFL)
Gambar 2.1
Model Penelitian
30
F. Pengembangan Hipotesis
1. Degree of Operating Leverage (DOL) terhadap ROE
Degree of Operating Leverage (DOL) merupakan kinerja perusahaan yang
mengukur
tingkat
risiko
dari
sisi
operasional
perusahaan
dengan
membandingkan EBIT (earning before interest and tax) dengan penjualan
selama periode tertentu.
Sebagian resiko usaha bergantung pada seberapa besar biaya tetap
digunakan dalam operasi suatu perusahaan, jika biaya tetap tinggi, bahkan
penurunan yang kecil sekalipun akan dapat menyebabkan penurunan ROE
dalam jumlah besar. Dalam terminologi bisnis, tingkat leverage operasi yang
tinggi, jika hal-hal lain yang dianggap konstan, maka memiliki arti bahwa suatu
perubahan kecil yang terjadi pada jumlah penjualan akan dapat mengakibatkan
perubahan besar pada Return On Equity (ROE). Brigham & Houston (2011 :
160).
Didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Cyrillius Martono (2002)
yang menyatakan bahwa leverage tertimbang berpengaruh signifikan terhadap
ROE, dan berdasarkan penjelasan yang diuraikan diatas, maka hipotesis
penelitian ini sebagai berikut:
H1 : Degree of Operating Leverage memiliki pengaruh terhadap Return On
Equity.
31
2.
Degree of Financial Leverage (DFL) terhadap ROE
Degree of Financial Leverage (DFL) merupakan kinerja perusahaan yang
mengukur tingkat risiko dari sisi keuangan perusahaan dengan membandingkan
EPS (Earning per Share) dengan EBIT selama periode tertentu. Dalam
hubungannya financial leverage mempunyai hubungan yang positif terhadap
ROE yaitu semakin besar finansial leverage mengakibatkan makin besarnya
ROE, hal ini akan terjadi jika financial leverage lebih besar daripada modal
sendiri.
Leverage keuangan tidak hanya meningkatkan ROE, tetapi juga
meningkatkan resiko investasi seperti yang diukur oleh koefisien variasi.
Brigham & Houston (2011 : 168).
Didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Syahyunan (2011) yang
menyatakan bahwa secara simultan terbukti financial leverage berpengaruh
terhadap ROE, dan berdasarkan penjelasan yang diuraikan diatas, maka
hipotesis penelitian ini sebagai berikut:
H2 : Degree of Financial Leverage memiliki pengaruh terhadap Return
On Equity.
Download