Keefektifan tiga atraktan menggunakan bola

advertisement
4
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Jambu Biji
Botani
Jambu biji berasal dari daerah tropik Amerika. Menurut pendapat De
Candolle, jambu biji berasal dari daerah antara Meksiko dan Peru (Soetopo 1997).
Nama botani jambu biji adalah Psidium guajava dan tergolong dari famili
Myrtacae. Diperkirakan terdapat sekitar 150 spesies Psidium yang menyebar di
daerah tropik dan subtropik (Ashari 1995).
Tanaman jambu biji berkanopi pendek dan percabangannya dekat dengan
tanah (Ashari 1995). Tanaman ini dapat beradaptasi di berbagai kondisi
lingkungan dan lebih tahan terhadap kekeringan daripada tanaman tropika lainnya
(Soetopo 1997).
Buah jambu biji di Indonesia pada umumnya berukuran besar dan daging
buahnya terasa manis. Buah jambu biji berbentuk bulat menyerupai bentuk pir
atau berry berdiameter rata-rata 5 cm. Daging buah dapat berwarna putih, kuning,
merah muda, atau dapat pula berwarna merah. Buah bervariasi dalam ukuran,
intensitas aroma, dan rasa (Bourke 1976).
Tanaman jambu biji tingginya dapat mencapai 10 m, bercabang mulai dari
pangkal dan sering mengeluarkan anakan. Kulit batangnya licin, berwarna hijau
sampai merah cokelat, mengelupas dalam serpihan tipis (Soetopo 1997). Tunas
berbentuk segi empat dengan dua daun setiap ruasnya. Kedudukan daunya
berlawanan. ukuran daun antara 5-15 cm x 3-7 cm. Tangkai daun 3-10 mm,
bunganya berkelompok, jumlah bunga 2-3 setiap kelompok, mahkota bunga
berwarna putih sebanyak 4-5 buah, kepala sari sangat banyak, buahnya
berdompolan 4-12 cm panjangnya (Ashari 1995).
Syarat Tumbuh
Tanaman jambu biji pada umumnya ditanam dengan jarak 6 x 7 m,
kepadatannya sekitar 250 tanaman/ha (Samson 1980). Jambu biji toleran terhadap
kisaran iklim yang luas dan dapat hidup sampai ketinggiaan 1500 m dpl. Tanaman
ini dapat tumbuh optimum pada curah hujan 1000-2000 mm dan pada temperatur
5
23°C hingga 28°C. Tanaman ini mampu tumbuh dalam keadaan tanah yang salin
dan kekeringan serta pH antara 4.5 sampai 8.2 (Samson 1980). Suhu rata-rata
diatas 16°C cocok untuk pembungaan dan pembuahan (Soetopo 1997).
Manfaat Jambu Biji
Tanaman jambu biji dapat menghasilkan bahan berbentuk makanan,
minyak atsiri, dan kayu (Rismunandar 1981). Selain itu, jambu biji memiliki
aroma yang khas karena mengandung senyawa eugenol (Agromedia 2009).
Jambu biji dikatakan buah yang sangat istimewa karena memiliki
kandungan zat gizinya yang tinggi. Daging buahnya mengandung air sebanyak
83.3 g, protein 1 g, lemak 0.4 g, pati 6.8 g, serat 3.8 g, dan vitamin C 337 mg.
Kandungan energi untuk tiap 100 g buahnya sebesar 150-210 kJ (Ashari 1995).
Kandungan vitamin C buah jambu biji sekitar 87 mg, dua kali lipat dari jeruk
manis (49 mg/100 g), lima kali lipat dari orange, serta delapan kali lipat dari
lemon (10.5 mg/100 g). Jambu biji juga merupakan sumber pektin berkisar antara
0.1-1.8 % (Soetopo 1997).
Lalat Buah (Bactrocera spp.)
Morfologi dan Biologi
Lalat buah dengan nama ilmiah Bactrocera spp. tergolong dalam ordo
Diptera dan famili Tephritidae. Famili ini beranggotakan lalat-lalat yang
berukuran kecil sampai sedang yang biasanya mempunyai bintik-bintik atau pita
(band) pada sayap-sayapnya. Bintik-bintik tersebut sering kali membentuk pola
menarik dan rumit. Pada kebanyakan jenis lalat buah sel anal pada sayapnya
memiliki juluran distal yang lancip di bagian posterior (Borror et al. 1996).
Lalat buah melewati 4 stadium metamorfosis yaitu telur, larva, pupa, dan
imago. Telur berwarna putih dan diletakkan secara berkelompok 2-15 butir di
dalam buah. Lalat buah betina dapat meletakkan telur 1-40 butir/buah/hari
(Soeroto et al. 1995). Lalat buah betina mencari inangnya menggunakan bau dan
rangsangan visual, dengan menusukkan ovipositor lalat buah memasukkan telur di
bawah permukaan kulit buah (Gould dan Raga 2002).
6
Larva lalat buah terdiri dari 3 instar (Soeroto et al. 1995). Larva berwarna
putih keruh kekuningan, berbentuk bulat panjang dan salah satu ujungnya runcing,
kepala runcing, mempunyai alat pengait, dan bintik yang jelas. Larva instar
kertiga berukuran sedang, dengan panjang
7–9 mm dan lebar 1.5-1.8 mm.
Sedangkan pupa lalat buah merupakan pupa tipe obtekta
(White dan Harris
1994). Larva menggali liang dan makan di dalam buah selama 7-10 hari
tergantung suhu. Lamanya stadia pupa tergantung suhu. Dalam kondisi yang
mendukung, imago dapat muncul 7-10 hari setelah proses pupa (Gould dan Raga
2002).
Imago lalat buah umumnya memiliki panjang sayap antara 2 mm sampai
25 mm dengan pola sayap tertentu (White dan Haris 1994). Lalat buah memiliki
ciri-ciri penting, yaitu ciri-ciri pada kepala terdiri dari antena, mata, dan noda atau
bercak pada muka (facial spot). Bagian dorsum toraks terdiri dari dua bagian
penting yang disebut terminologi skutum atau mesonotum. Sayap mempunyai
ciri-ciri bentuk pola pembuluh sayap, yaitu costa (pembuluh sayap sisi anterior),
anal (pembuluh sayap sisi posterior), cubitus pembuluh sayap sisi posterior),
median (pembuluh sayap tengah), radius (pembuluh sayap radius), r-m dan dm-cu
(pembuluh sayap melintang) (Gambar 1), dan ciri-ciri abdomen abdomen terdiri
dari ruas-ruas (tergum) (Siwi et al. 2006).
Gambar 1 Venasi sayap lalat buah
Sumber: Drew dan Hancock 1994
7
Penyebaran
Pada daerah Indo-Pasifik dilaporkan terdapat 800 spesies lalat buah tetapi
hanya 60 spesies yang merupakan hama penting (White et al. 1992 dalam Siwi et
al. 2006). Di Indonesia bagian barat, terdapat 90 spesies lalat buah termasuk jenis
lokal
(indigenous) tetapi hanya 8 yang termasuk hama penting diantaranya,
Bactrocera albistrigata, B. dorsalis Hendel, B. carambolae Drew and Hancock,
B. papaya Drew and Hancock, B. umbrosa, B. caudate (Fabricius) dengan
sinonim B. tau (Walker), B. cucurbitae, dan Dacus longicornis (Orr 2002 dalam
Deptan 2005). Hama lalat buah menyebabkan kerusakan tanaman buah dan
sayuran. Beberapa spesies lalat buah memiliki spesifik inang buah dan kadang
tumpang tindih dengan spesies lain dalam inang buah yang sama. Lalat buah B.
carambolae merupakan hama utama pada belimbing sedangkan B. papayae
merupakan hama penting pada mangga, pepaya, dan jambu biji (Drew dan Romig
1997).
Gejala Serangan dan Kerugian
Noda-noda kecil bekas tusukan ovipositor merupakan gejala awal
serangan lalat buah. Larva lalat buah yang menetas dari telur akan membuat liang
gerek di dalam buah dan menghisap cairannya. Larva dapat menstimulir
pertumbuhan buah dan kehidupan organisme pembusuk. Buah menjadi busuk dan
jatuh ke permukaan tanah (Soeroto et al. 1995).
Kerugian yang ditimbulkan oleh lalat buah dapat secara kuantitatif
maupun kualitatif. Kerugian kuantitatif yaitu berkurangnya produksi buah sebagai
akibat rontoknya buah yang terserang sewaktu buah masih muda ataupun buah
yang rusak serta busuk yang tidak laku dijual. Kualitatif yaitu buah yang cacat
berupa bercak, busuk, berlubang, dan terdapat larva lalat buah yang akhirnya
kurang diminati konsumen (Asri 2003).
8
Lalat Buah Bactrocera dorsalis Kompleks
Terdapat 52 spesies yang termasuk dalam B. dorsalis kompleks di Asia.
Banyak laporan B. dorsalis dari India selatan, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan
Srilanka telah terjadi kesalahan identifikasi. Mula-mula B. dorsalis kompleks
terdiri dari 12 spesies, tetapi penemuan terakhir menunjukkan terdapat 40 spesies
yang merupakan spesies baru. Dalam 52 spesies terdapat 8 spesies yang
merupakan hama penting yaitu. B. dorsalis, B. carambolae, B. papaya, B.
caryeae, B. kandiensis, B. occipitalis, B. philippinensis, B. pyrifoliae (Derw dan
Hancock 1994).
Bactrocera dorsalis. Spesies ini memiliki skutum berwarna hitam dan
terdapat tanda berwarna kuning pada postpronotal lobes dan notopleural.
Sedangkan skutelumnya berwarna kuning (Gambar 2). Abdomen berbentuk oval
dan terdapat pecten (rambut-rambut menyerupai sikat) pada tergum III. Adanya
pola “T” yang jelas pada tergum III-V yang merupakan bagian abdomen. Pola “T”
berupa yang membelah garis hitam yang membelah tergum III-V, garis tersebut
menjadi tipis di tergum IV-V. Panjang sayapnya mencapai 6.4 mm. Sel bc dan c
pada sayap B. doraslis tidak berwarna dan adanya costal band (pita) yang tipis
dari sel sc hingga bertemu R2+4 (Drew dan Hancock 1994). Pita hitam pada garis
costa tidak memanjang ke bawah pada R2+4, kecuali pada apeks sayap (Siwi et
al. 2006).
Bactrocera carambolae. Skutum spesies ini berwarna hitam-pucat,
skutelum berwarna kuning, pada postpronotal lobes dan notopleural terdapat
tanda berwarna kuning (Gambar 2). Panjang sayapnya 6.3 mm (Drew dan
Hancock 1994). Spesies B. carambolae memiliki sayap dengan costal band tipis
berwarna hitam kemerahan sedikit melewati R2+3 dan sedikit melebar di bagian
apeks dari R2+43 yang juga melewati apeks dari R4+5. Sedangkan abdomennya
pada tergum III-V berwarna coklat-oranye dengan garis tipis melintang pada
anterior margin tergum III, adanya garis berwarna hitam-kemerahan di bagian
samping tergit III. anterolateral corners pada tergit IV dan V berwarna hitamkemerahan. medial longitudinal tipis pada ketiga tergum (Ginting 2009). Pada
bagian apical femur tungkai depan lalat buah B. carambolae terdapat spot hitam
(Siwi et al. 2006).
9
Bactrocera papayae. Postpronotal lobes dan notopleural spesies B.
papayae terdapat tanda berwarna kuning. Skutum berwarna hitam dan skutelum
berwarna kuning. Abdomennya terdapat garis hitam tipis melintang pada anterior
magin dari tergum III yang sedikit melebar di sisi lateral, medial longitudinal
berwarna hitam berukuran sedang melewati ketiga tergum. Ada sepasang
(ceromae) coklat-oranye mengkilap pada tergum V. Pada sayap spesies ini
terdapat pita berwarna coklat tepat pada R3+2 atau hanya melewati cabang ini
menjadi memudar dan sisanya di sekitar apeks menyempit dan berbentuk
pancingan di sekitar apeks R4+5 (Ginting 2009).
Bactrocera occipitalis. Skutum berwarna hitam tetapi pada bagian
posterior margin dan yang berdekatan dengan Prsc.setae berwarna merah-coklat
gelap. Abdomen tergum II-V dengan garis hitam melewati anterior margin
tergum III dan melebar menutupi sisi samping, abdomen dengan garis berbentuk
segi empat berwarna hitam gelap di bagian anterlateral. Lalat buah B. occipitalis
memiliki costal band berwarna coklat yang melewati R2+3 dan melebar melewati
bagian apeks (Ginting 2009).
Gambar 2 Bagian toraks lalat buah B. dorsalis kompleks.
Sumber: Drew dan Hancock 1994
10
Pengendalian Lalat Buah
Pengendalian lalat buah dapat dilakukan secara fisik, biologis, maupun
kimiawi. Pengendalian lalat buah yang biasa dilakukan di Indonesia yaitu, berupa
pembungkusan, sanitasi kebun, penggunaan perangkap dengan atraktan, dan
eradikasi (Soeroto et al. 1995).
Pembungkusan buah secara individu di pohon dilakukuan dengan
menggunakan kertas pembungkus untuk mencegah peletakan telur. Cara ini
dapat memproduksi buah bebas lalat buah meskipun kehadiran populasi imago
lalat buah tinggi. Metode tersebut merupakan metode pengendalian yang sering
digunakan di beberapa negara Asia (Vijaysegaran 1997). Untuk menghindari
tusukan langsung alat peletak telur lalat buah betina, para pemilik pohon
belimbing, nangka, atau pohon buah lainnya membungkus buah-buah tersebut
sedini mungkin (Kalie 1992).
Metil eugenol mengeluarkan aroma yang dapat menarik lalat buah untuk
menghampirinya (Iskandar 2005). Metil eugenol memiliki unsur kimia C12H24O2.
Senyawa ini merupakan makanan yang dibutuhkan oleh lalat buah jantan untuk
dikosumsi dan berguna dalam proses perkawinan. Radius aroma metil eugenol
dapat mencapai 20-100 m (Kardinan 2003). Di alam, lalat buah jantan
mengonsumsi metil eugenol, kemudian setelah diproses dalam tubuhnya maka
akan menghasilkan feromon seksual yang dapat menarik lalat betina (HEE dan
TAN 2001 dalam Kardinan 2009).
Tanaman yang mampu mengeluarkan aroma eugenol dapat digunakan
untuk mengendalikan lalat buah. Di antaranya jenis selasih (Ocimum), yaitu O.
minimum, O. tenuiflorum, O. sanctum, dan tanaman yang dapat menghasilkan
senyawa eugenol. Selain tanaman selasih ada juga tanaman lain, yaitu Melaleuca
bracteata dan tanaman yang dapat meningkatkan efektifitas atraktan, seperti pala
(Kardinan 2000).
Berbagai macam protein hidrolisat sudah digunakan untuk menangkap
lalat buah baik jantan maupun betinanya (Sookar et al. 2006). Protein hidrolisat
dapat dibuat dari berbagai macam sumber penghasil protein dari putih telur, ragi
tape, dan kedelai (Rahardjo 2008). Umpan protein telah menjadi metode umum
yang digunakan dalam menekan atau mengendalikan populasi lalat buah di
11
beberapa negara di belahan dunia. Hal tersebut merupakan kemajuan teknologi
umpan secara semprot (Vijaysegaran 1997).
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Dinamika populasi lalat buah dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti
kelembaban, suhu, cahaya, inang, dan ketersediaan makanan (Allwood 1997a).
Kelembaban yang rendah dapat menurunkan keperidian lalat buah dan
meningkatkan mortalitas imago yang baru keluar dari pupa. Kelembaban yang
terlalu tinggi dapat mengurangi laju peletakkan telur. Suhu berpengaruh terhadap
perkembangan, keperidian, lama hidup, dan mortalitas Bactrocera spp.
Perkembangan dan aktivitas hidup lalat buah umumnya pada suhu 10-30°C
(Bateman 1972 dalam Ginting 2009).
Curah hujan memiliki hubungan lansung dengan kelimpahan lalat buah. Di
India populasi lalat buah (melon fly) mengalami peningkatan ketika hujan terjadi
di musim kemarau. Hubungan antara turunnya hujan dan kelimpahan lalat buah
kemungkinan karena ada hubungan dengan masa pembuahan tanaman inang lalat
buah dan masa pembuahan terjadi ketika hujan banyak terjadi (Allwood 1997a).
Download