1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rinitis

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rinitis alergika merupakan gangguan inflamatoris
yang
dimediasi
setelah
secara
terpapar
tersumbat,
postnasal
imunologis
alergen
rhinorrhea,
drip
yang
dan
pada
mukosa
hidung
ditandai
dengan
hidung
hidung
sembuh
gatal,
secara
bersin,
spontan
dan
ataupun
setelah terapi. Rinitis alergika sering disertai dengan
konjungtiva
alergika
(WHO,
2010).
Di
seluruh
dunia,
rinitis alergika menyerang 10-30% populasi (Pawankar et
al, 2011). Menurut Bousquet & van Cauwenberge (2002),
rinitis alergika telah menyerang 5-50% populasi dunia,
dan prevalensinya terus meningkat. Menurut Dykewicz et
al.
(1998),
prevalensi
rinitis
alergika
pada
anak
berusia 6 tahun sebesar 42%. Di Amerika, rinitis alergika
diderita oleh 20 juta hingga 40 juta penduduk. Insidensi
rinitis
alergika
di
Amerika
juga
terus
meningkat
(Skoner, 2001). Perkiraan prevalensi rinitis alergika di
Amerika berkisar 9-42% (Settipane, 2001). Di negaranegara berkembang, penelitian ISAAC menunjukkan bahwa
rinitis alergika musiman menyerang 50% dari populasi
remaja (Bousquet & van Cauwenberge, 2002). Di Bangkok,
2
Thailand, prevalensi rinitis alergika sebesar 26,3% dari
1197 laki-laki dan 2434 perempuan yang keduanya memiliki
rentang usia 16-31 tahun. Rinitis alergika menurunkan
kualitas
seperti
hidup,
fungsi
terutama
sosial,
komponen
emosi,
kesehatan
dan
mental,
kesehatan
mental
(Vichyanond et al., 2002). Prevalensi rinitis alergika
di
Indonesia
mencapai
1,5-2,4%
(Fadhlia,
2012).
Prevalensi rinitis alergika di negara maju lebih tinggi
daripada
negara
berkembang.
Berdasarkan
hygiene
hypothesis, menurunnya insidensi infeksi di negara maju
menyebabkan meningkatnya penyakit autoimun dan alergi
melalui mekanisme deviasi T helper type 1 (Th1)-Th2,
kompetisi/homeostasis
non-antigenik,
dan
antigenik,
interaksi
imunoregulasi,
gen
dengan
ligan
lingkungan
(Okada et al., 2010).
Berdasarkan
pedoman
Allergic
Rhinitis
and
its
Impact on Asthma (ARIA) in collaboration with the World
Health
Organisation
dibedakan
menjadi
tahun
rinitis
2002,
alergika
rinitis
alergika
intermiten
dan
rinitis alergika persisten. Rinitis alergika intermiten
terjadi kurang dari 4 hari tiap minggu atau kurang dari
4 bulan. Rinitis alergika persitsten terjadi lebih dari
4 hari tiap minggu dan lebih dari 4 minggu. Berdasarkan
derajat keparahan penyakit, rinitis alergika dibedakan
3
menjadi
ringan
dan
sedang-berat.
Rinitis
alergika
dikatakan derajat ringan bila pasien dapat tidur seperti
biasanya,
tidak
ada
gangguan
aktivitas
sehari-hari,
olahraga, rekreasi, dapat melakukan aktivitas kerja dan
sekolah seperti biasanya, dan tidak terdapat gejala yang
mengganggu. Rinitis Alergika dikatakan derajat sedangberat bila pasien mengalami tidur yang tidak seperti
biasanya,
gangguan
aktivitas
sehari-hari,
olehraga,
rekreasi, tidak melakukan aktivitas kerja dan sekolah
seperti biasanya, dan terdapat gejala yang mengganggu
(Bousquet & van-Cauwenberge, 2002).
Salah satu pencetus terjadinya rinitis alergika
adalah adanya alergen hirupan. Alergen merupakan suatu
antigen
spesifik
terhadapnya
dan
dimana
tubuh
menimbulkan
membentuk
reaksi
antibodi
hipersensitivitas
tipe 1 (Mitchell et al., 2012). Kesadaran akan alergen
yang mencetuskan rinitis alergika sangat penting untuk
prevensi dan terapi, yaitu penghindaran dari alergen
(Longo et al., 2012).
Salah satu alergen hirupan adalah alergen kecoa.
Kecoa
diketahui
telah
menghasilkan
reaksi
alergi
di
berbagai tempat di dunia, seperti Eropa, Afrika, India,
Amerika, dan area Pasifik, seperti Jepang, Thailand, dan
Singapura. Berdasarkan penelitian Benton dan Brown pada
4
1964 di New York, diketahui bahwa terdapat 44% dari 755
pasien alergi yang memiliki hasil skin test positif
terhadap alergen kecoa. Di Amerika, prevalensi alergi
kecoa adalah sebesar 17-41% pada anak dan dewasa. Di
Brazil, 55% dari anak dan dewasa muda dengan asma,
rinitis, atau keduanya memiliki hasil skin test positif
terhadap alergen kecoa. (Arruda et al., 2001).
Berdasarkan Wistiani & Notoatmojo (2011), 45,5% uji
tusuk kulit positif pada 44 anak dengan alergi di RSUP
Dr. Kariadi Semarang, diketahui terdapat hasil positif
sebesar 65% terhadap alergen kecoa.
Jenis kecoa yang paling sering menimbulkan reaksi
alergi
adalah
Blatella
germanica
(kecoa
Jerman)
dan
Periplaneta americana (kecoa Amerika), dimana keduanya
menghasilkan alergen yang berpotensi tinggi, seperti Bla
g 2 (proteinase aspartat inaktif), Bla g 4 (calycin),
Bla
g
5
(glutathione-S-transferase),
group
1
cross-
reactive allergen Bla g 1 dan Per a 1, dan tropomyosin.
B. germanica adalah kecoa yang kecil dengan panjang ¾
inci dan sering menyerang rumah-rumah di Amerika. P.
americana
adalah
kecoa
yang
berukuran
besar
dengan
panjang kurang lebih 2 inci dan sering menyerang rumah,
sekolah, rumah sakit, dan gedung-gedung besar lainnya.
Kecoa Amerika membutuhkan suhu dan kelembaban udara yang
5
cukup tinggi untuk pertumbuhan populasi yang optimal
sehingga
merupakan
populasi
yang
dominan
di
negara-
negara tropis (Arruda et al., 2001).
Oleh karena itu, penting dilakukan suatu penelitian
untuk mengetahui hubungan antara sensitisasi alergen
kecoa terhadap derajat penyakit rinitis alergika pada
anak
karena
meneliti
belum
tentang
banyak
hal
penelitian
tersebut.
sebelumnya
Penelitian
yang
tersebut
dengan cakupan pada anak di kota Yogyakarta belum pernah
dilakukan sebelumnya dimana pengetahuan akan hubungan
tersebut dapat membantu proses prevensi, terapi, dan
prognosis dalam rinitis alergika.
B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara sensitisasi alergen
kecoa dengan derajat keparahan rinitis alergika pada
anak.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan antara sensitisasi alergen kecoa dengan derajat
keparahan rinitis alergika pada anak.
6
D. Keaslian Penelitian
Penelitian-penelitian tentang rinitis alergika dan
alergen
kecoa
yang
tempat.
Penelitian
dilakukan
oleh
sebelumnya
Kaczmarek
et
di
al.
beberapa
(2005)
di
Polandia menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara
sensitisasi
alergen
kecoa
dengan
derajat
keparahan
rinitis alergika (U-Mann-Whitney p = 1.0). Penelitian
tersebut menggunakan sampel yang mirip dengan penelitian
ini, dimana rata-rata usianya adalah 9,15 ± 3,48 tahun.
Penelitian oleh Koshak (2006) di Jeddah, Saudi Arabia,
menyatakan
bahwa
tidak
terdapat
hubungan
antara
sensitisasi alergen kecoa dan derajat keparahan asma
(df=8, p< .36). Penelitian tersebut memiliki sampel yang
berbeda dengan penelitian ini, dimana sampel penelitian
tersebut berkisar antara usia 3 tahun hingga usia 90
tahun dengan rata-rata usia sebesar 30 ± 13 tahun Di
Indonesia,
penelitian
tentang
hubungan
sensitisasi
alergen kecoa dengan derajat keparahan rinitis alergika
belum pernah dilakukan.
7
Tabel 1. Daftar penelitian-penelitian sebelumnya
Penelitian
(tahun)
Kaczmarek et
al. (2005)
Desain
∑ sampel
Crosssectional
(97)
Variabel
bebas
Rinitis
alergika
SPT kecoa
(+)
Rinitis
alergika
SPT kecoa
(-)
Koshak (2006)
CrossSectional
(151)
Sensitisasi
alergen
kecoa
Cara
pengukuran
Rinitis
alergikaSPT kecoa
(+) vs
Rinitis
alergikaSPT kecoa
(-)
Variabel
tergantung
Derajat
rinitis
alergika
Cara pengukuran
Hasil
-
Jumlah sampel : 97
Laki-laki :60 subjek
Perempuan : 37 subjek
Usia: 9,15 ± 3,48
Jumlah subjek dengan
minimal 1 hasil SPT (+) :
71 (69%)
Jumlah subjek dengan
hasil SPT kecoa (+) : `16
U-Mann-Whitney test
p = 0,75
Asma-SPT
kecoa (+)
vs AsmaSPT kecoa
(-)
Derajat
keparahan
asma
Kriteria
derajat
keparahan asma
dari National
Asthma
Education
Prevention
Program di
Amerika Serikat
dan Saudi
national
protocol for
the management
of asthma
Jumlah sampel : 151
Laki-laki : 77 (34,5%)
Perempuan : 74 (65,5%)
Jumlah subjek dengan
minimal 1 hasil SPT (+) :
113 (74,8%)
Jumlah subjek dengan
hasil SPT kecoa (+) : 38
Usia: 30 ± 13 tahun
Pearson’s test
Df=8, p < .36
8
E. Manfaat Penelitian
Pasien
Pasien mendapatkan informasi mengenai kemungkinan
derajat keparahan rinitis alergika yang diderita akibat
alergen
kecoa
sehingga
pasien
dapat
memutuskan
penanganan yang ia perlukan.
Institusi
Penelitian ini akan menyediakan data dan statistik
mengenai
dengan
hubungan
derajat
penelitian ini
antara
sensitisasi
keparahan
rinitis
alergen
alergika
kecoa
sehingga
dapat dimanfaatkan sebagai acuan untuk
penelitian lebih lanjut.
Peneliti
Penelitian
ini
akan
memberikan
informasi
dan
pengetahuan mengenai hubungan antara sensitisasi alergen
kecoa
dengan
Peneliti
juga
derajat
mendapat
keparahan
kesempatan
rinitis
alergika.
untuk
memperoleh
pengalaman belajar dalam membuat sebuah penelitian.
Download