KINERJA VS KESEJAHTERAAN Studi Kasus Dalam Konteks Bekerja Pada Masyarakat Muslim Hardani Widhiastuti Dosen Fakultas psikologi Universitas Semarang Abstrak Organisasi adalah sekelompok orang yang aktivitas maupun bekerja yang bertujuan untuk mendapatkan hasil. Dalam masyarakat Muslim, kerja memiliki karakteritik lebih akurat karena memiliki dasar pijakan yaitu pada Kitab Suci Al Qur’an, “.. Dan bekerjalah, Wahai Keluarga Daud, sebagai (ungkapan) syukur (kepada Allah) (QS 34;14). Disisi lain, sumber daya manusia merupakan unsur yang berguna untuk meningkatkan organisasi/perusahaan. Oleh sebab itu pihak manajemen harus membuat kebijakan dalam rangka meningkatkan kinerja karyawan dengan menyediakan kesejahteraan berupa tunjangan kesehatan, tunjangan keselamatan, bahkan tunjangan hari tua dan tunjangan kematian. Karena ditengarai unsur-unsur tersebut sebagai salah satu penunjang kinerja karyawan. Kata kunci : kinerja, Kesejahteraan I. PENDAHULUAN Perubahan terjadi begitu cepat dalam hal apapun, di banyak unsur termasuk aktivitas manusia. Organisasi terbentuk oleh sekelompok orang yang memiliki tujuan yang sama. Perubahan tersebut berkembang dalam merespon perubahan di berbagai bidang termasuk ekonomi, social, bahkan pertahanan dan teknologi. Teknologi baru tersebut terkandung daya saing dan permintaan pelanggan untuk upaya mendukung produk baru yang lebih besar yang lebih bermanfaat bagi masyarakat luas. Pada kasus komunikasi yang luas dan kompleks dengan perbedaan antara waktu kerja dan waktu keluarga menjadi semakin jelas. Kecenderungankecenderungan seperti ini mendatangkan kepentingan yang berbeda satu sama lain untuk memahami kakibat-akibat pada kesehatan selama menjalankan atau melakukan pekerjaan. Maka dengan alasan tersebut, perusahaan atau organisasi mengupayakan suatu bentuk bantuan atau kesejahteraan atau fasilitas kesehatan sebagai mediator psikososial (Waddle, dkk, 2002). Pandangan pengaruh antara waktu kerja yang berdampak khususnya pada kesehatan dengan kinerja adalah bidang psikologi. Pengertian ini penting dalam rangka melibatkan multidisipliner secara luas pada bidang medis dan ilmu tentang penyakit epidemologi. Apalagi apabila tempat kerja dan waktu kerja sangat dominan, yang berakibat pada kesehatan. Hal seperti ini walau kadang tidak berpengaruh langsung, akan tetapi melalui mediator stress yang muncul akibat atau ditimbulkan adanya jenis pekerjaan dan waktu kerja. Jenis pekerjaan yang memiliki tantangan atau resiko yang lebih besar biasanya akan lebih mudah untuk tercetusnya stress, begitu juga waktu kerja malam hari akan lebih stress dibandingkan dengan waktu kerja pagi hingga sore hari. Akibat stress inilah yang secara tidak disadari muncul dalam bentuk gangguan kesehatan yang dalam jangka beberapa lama akan berakibat yang lebih berat. Kerja, merupakan factor utama bagi masyarakat Muslim khususnya sebagai suatu ibadah dalam hidupnya. Karena dengan bekerja, orang akan bersosialisasi, saling tolong menolong, dan berkomunikasi satau sama lain. Hal ini sesuai dengan bunyi salah satu ayat dalam Kitab Suci Al’Quran “.. Dan bekerjalah, Wahai Keluarga Daud, sebagai (ungkapan) syukur (kepada Allah) (QS 34;14). Berdasarkan pemahaman dari isi Ayat tersebut, adalah semata-mata dari berapa banyak dia melakukan shalat sunat, doa-doa, dzikir-dzikir, dan lain-lain. Sangat jarang orang mengaitkan ketaatan beragama misalnya dengan bagaimana dia giat bekerja, tegar berusaha, rajin di laboratorium atau berperilaku hemat. Bahkan kadang orang yang “terlalu” giat bekerja dicap sebagai orang yang jauh dari agama. Kerja adalah Pesan Moral dan Tindak Lanjut dari Ibadah Ritual Kalau kita perhatikan ibadah (ritual) dalam Islam memiliki bentuk yang sangat khas dibanding dengan agama lain. Apa itu? Jika ibadah dalam agama lain dilakukan dengan kondisi relatif diam, tenang, dan pasif, maka ibadah dalam Islam sangat dinamis, dan penuh dengan gerakan-gerakan. Contoh sangat nyata adalah shalat. Shalat adalah ibadah yang sangat sentral dan teragung dalam Islam, bahkan menjadi batas keimanan seseorang atau tidak. Kalau kita amati, shalat dari awal sampai dengan akhir, disertai dengan gerakan seluruh tubuh kita. Apalagi haji, sebagai ibadah paripurna seorang muslim. Haji adalan ibadah total action, sangat penuh dengan gerakan fisik. Kalau shalat meski penuh gerakan namun di tempat saja, maka haji gerakannya melintasi tempat yang jauh. Begitu juga puasa, zakat, semuanya action. Sedangkan ibadah adalah penghambaan Allah semata, namun semua ibadah harus memiliki implikasi kerja, implikasi social. Bahkan tata urutan ibadah selalu terkait dengan kerja. Shalat, misalnya, didasari dengan wudlu (pencucian diri), diawali dengan takbir (pengagungan kepada Allah), dan diakhiri dengan salam ke kanan dan kekiri. Salam adalah menyebarkan kedamaian, kesejahteraan dan keselamatan. Kegiatan ibadah shalat berupa ibadah penyucian diri, dan mengagungkan Allah, harus dibuktikan dengan menyebarkan kedamaian, kesejahteraan dan keselamatan kepada lingkungan. Dan itu tidak bisa tidakdilakukan dengan kerja, action. Secara jelas Al-Quran menyebut pesan moral atau tujuan dari shalat berkaitan dengan kerja. “…dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar” (QS Al-Ankabut: 45 dalam Warsono, 2011) II. BAHAN KAJIAN Kajian Konsep Kerja masyarakat Islam Seperti yang diuraikan di atas, hal tersebut dialami oleh sebagian besar para pekerja, yaitu untuk meningkatkan dan mendukung kinerja karyawan, perlu pihak manajemen atau pengelola organisasi memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan unsur manusiawi, salah satunya adalah kesejahteraan. Kesejahteraan tersebut dapat berupa tunjangan-tunjangan maupun sesuatu hal yang dapat memfasilitasi kelancaran tugas yang menjadi tanggung jawab karyawan. Kaidah kerja dalam masyarakat Islam bisa digambarkan dengan jelas dalam kehidupan sehari-hari. Kaidah ini merupakan penghias sekaligus penyempurna terhadap kaidah sebelumnya. Karena kerja yang dianjurkan oleh Islam dan diakui pengarah positifnya adalah kerja yang baik (halal) sesuai dengan syari'at. Adapun kerja yang kotor maka Islam telah melarangnya. Kerja yang kotor adalah kerja yang mengandung unsur kezhaliman dan merampas hak orang lain tanpa prosedur yang benar. Seperti ghashab, mencuri, penipuan, mengurangi takaran dan timbangan, menimbun di saat orang membutuhkan dan lain sebagainya. Atau memperoleh sesuatu yang tidak diimbangi dengan kerja atau pengorbanan yang setimpal, seperti riba, termasuk undian dan lain-lain. Atau harta yang dihasilkan dari barang yang haram, -seperti khamr, babi, patung, berhala, bejana yang diharamkan, anjing yang terlarang dan yang lainnya. Atau harta yang diperoleh dari cara kerja yang tidak dibenarkan menurut syari'at, seperti upah para dukun dan takang ramal, administrasi riba, orang-orang yang bekerja di bar-bar, diskotik dan tempat-tempat permainan yang diharamkan dan lain-lain. (Qardhawi, 1997). Islam tidak menghargai bagusnya niat dan mulianya tujuan, apabila cara kerjanya diharamkan. Maka orang yang memperoleh harta riba untuk membangun masjid, madrasah, darul aitam atau yang lainnya, selamanya tidak sah menurut Islam. Dalam hadits shahih disebutkan, "Sesungguhnya Allah itu Thaayyib (baik), tidak menerima (suatu amal) kecuali yang baik (halal)." Dalam hadits lain disebutkan: "Sesungguhnya yang kotor itu tidak bisa menghapus yang kotor (juga)." (HR. Ahmad) Sesuatu yang haram tetaplah haram menurut pandangan Islam, meskipun ada seorang qadhi yang menghalalkannya menurut zhahirnya dari bukti yang diperoleh. Allah SWT befirman: "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dan pada harta benda orang lain itu dengan (jalan) berbuat dosa, padahal kamu mengetahui." (Al Baqarah: 188). Berkenaan dengan masalah tersebut Rasulullah SAW pernah bersabda dalam haditsnya: "Sesungguhnya kalian mengadu kepadaku, baranglali sebagian kalian lebih pandai dengan hujjahnya daripada sebagian yang lainnya, sehingga aku memutuskan untuknya sebagaimana yang aku dengar. Maka barangsiapa yang aku putuskan untuknya dan hak saudaranya, maka itu menjadi sepotong dari api neraka. Maka tinggalkan atau ambillah." (HR.Bukhari - Muslim). Meskipun qadhinya adalah Rasulullah SAW namun beliau memutuskan sesuai dengan zhahirya sesuatu. Dengan demikian maka Islam telah menjadikan nurani seorang Muslim dan ketaqwaannya sebagai penjaga atas kehidupannya dalam berekonomi. Jika secara lahiriyah seorang qadhi telah memutuskan, maka sesungguhnya Allah selalu melihat atas segala hakikat dan rahasia. Lebih dari itu Islam telah melarang pemanfaatan orang-orang kuat atas orang yang lemah, seperti orang-orang yang memakan harta anak yatim, para suami memakan harta isteri, pemerintah makan harta rakyatnya dan para juragan yang memakan hak-hak buruhnya, atau para tuan tanah yang memakan keringat para petani. Kerja Shift Dan Kinerja Walaupun riset berbasis laborat pada ritme circadian, kehilangan tidur dan kinerja (dikaji oleh Alluisi & Morgan, 1982) berdasarkan investigasi relatif jarang. Ini dikarenakan kesulitan mempertimbangkan metodologi yang digunakan untuk perbedaan antar shift dalam kinerja. Perbedaan utama antara lingkungan kerja siang dan kerja malam membuat sangat sulit memisahkan pengaruh waktu setiap hari. Bagaimanapun hasilnya konsisten dalam kesalahankesalahan lebih sering pada perputaran shift khususnya shift malam dibandingkan dengan waktu kerja siang hari. Ini ditunjukkan studi yang menghitung kesalahan-kesalahan nyata dalam bidang pekerjaan seperti pembaca meter. Kecelakaan Kerja Kesalahan-kesalahan mempengaruhi kualitas dan kecepatan dari kinerja namun lebih serius bisa menyebabkan kecelakaan. Data penyelidikan kecelakaan menunjukkan kecapekan dalam arti ketiduran kontribusi kecelakaan industri dan transportasi dalam jumlah besar. Akibat ini mengesampingkan fakta di beberapa organisasi kecelakaan dan luka kurang dilaporkan pada malam hari sehingga menghasilkan potensi penilaian yang rendah atas figure sebenarnya. Bukti akibat kerja shift meningkatnya resiko kecelakaan pada pekerjaan merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan. Waktu kerja yang dipadatkan Kebanyakan literatur mengenai kerja shift memperhatikan perputaran 8 jam. Jadwal kerja memadatkan waktu kerja satu minggu dalam jumlah lebih kecil dari shift panjang menjadi popular bagi pengusaha dan pekerja. Dengan memusatkan pekerjaan dalam hari kerja yang lebih sedikit mempunyai frekwensi waktu istirahat. Contoh pengoperasian 12 jam sistem shift menimbulkan empat hari off untuk setiap empat hari kerja. Keuntungan bagi pekerja bertambahnya waktu santai atau aktifitas untuk keluarga, jumlah hari kerja lebih sedikit dengan tanpa kehilangan pendapatan, pengurangan masalah biaya komunikasi dan pekerjaan rutin mingguan. Dari sisi pengusaha sistem ini menyediakan flexibilitas lebih besar untuk mengkover seluruh pekerjaan pada waktu yang diminta dan penurunan waktu start up, meningkatkan efisiensi stok, service secara umum meningkatkan pelayanan pelanggan. Waktu digunakan untuk kegiatan ekstra seperti pertemuan dan pelatihan. Namun demikian beberapa masalah kecapekan dapat diartikan juga masalah kesalahan kerja, kecelakaan kerja atau kesehatan. Riset pengaruh potensial jadwal kerja telah mengevaluasi 12 jam sistem shift merupakan bentuk umum waktu kerja yang dipadatkan. Perhatian utama difokuskan pada tingkat kepuasan pekerja dengan 12 jam dengan sistem konvensional 8 jam. Hasilnya positif dengan pekerja melaporkan preferensi lebih besar untuk waktu kerja dipadatkan lebih banyak waktu santai. Studi hampir sama pada perawat di Australia juga menemukan rating yang lebih menguntungkan untuk 8 jam shift. Hasil dari studi pekerja pabrik menunjukkan pekerja puas dengan perubahan 2 jam shift, opini tidak disebarluaskan mitra kerja mereka. Ini memperlihatkan sikap berbeda pada sistem shift tidak disamaratakan lintas organisasi, masyarakat, mediator sosial termasuk pilihan pekerja perlu disertakan. Studi lain memusatkan perhatian pada aspek kinerja dalam hal produktifitas, potensi kesalahan dan kecelakaan. Perhatian ketika shift tidak berputar sehingga akumulasi kecapekan ditimbulkan oleh shift panjang bahwa 12 jam shift berbeda dengan kerja lembur dan data tidak dapat ditransfer diantara dua situasi. Tidak seperti kerja lembur, jadwal kerja dipadatkan diprediksi dalam waktu panjang dan tidak melibatkan penggajian ekstra. Mereka meneruskan dalam bentuk yang sama untuk waktu, tahun atau lebih daripada melibatkan periode pendek aktifitas yang diperbanyak. Sikap dan motivasi pekerja digunakan untuk membedakan. Studi pengurangan kinerja potensial dalam 12 jam kerja shift melibatkan tentang kecapekan atau penyelesaian tes kognitif yang kadang-kadang terjadi perbedaan dalam jadwal shift. Mayoritas studi menggunakan kuesioner yang menunjukkan pekerja melaporkan kecapekannya pada akhir 12 jam shift. Daniel (1990) menemukan pekerja pada pabrik kimia tercatat lebih capek secara signifikan daripada pekerja lain pada 8 jam shift termasuk pekerja malam. Kerja Lembur Kecenderungan bekerja sesuai lamanya shift regular atau standard (biasanya 8 jam) nampak meningkat di beberapa negara termasuk Negara berkembang. Ini kebalikan trend sebelumnya (Wedderburn, 1996a). Kebanyakan kerja lembur khususnya pada manajerial dan professional tidak dibayar sehingga meningkatnya beban pekerjaan dan menurunnya sumber daya staff. Implikasi potensial kesehatan dan keselamatan kerja dibawa kedalam fokus yang tajam dengan menghantarkan the European Directive on Working Time (1993) suatu batasan 48 jam kerja per minggu dengan perjanjian alternatif yang dicapai antara pengusaha dan pekerja. Grup pekerja dokter dan berbagai tipe pekerja transport membebaskan dari aturan the European Directive on Working Time, terutama disebabkan kesulitan praktis dalam aplikasinya. Kinerja Istilah kinerja menurut Ruky (2002) merupakan performance atau prestasi kerja beserta proses dalam rangka mencapai prestasi kerja tersebut termasuk catatan tentang hasilhasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau ”kegiatan” tertentu selama kurun waktu tertentu. Kinerja dapat diartikan lebih pada proses dari sebuah pekerjaan dan kontribusi mereka pada organisasi, karena kata ”kegiatan” yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan adalah lebih pada aktivitas saat menjalankan tugas tersebut. Kinerja yang efektif dalam menunjang implementasi strategis bisnis, apabila karyawan mengerti dimensi-dimensi apa yang dievaluasi, dan mengerti relevansi aspek-aspek yang dinilai dari jabatannya dan mereka memandang penilaian telah dilakukan secara fair dan valid (Greer, 1995, Kreitner, 2000, Ivancevich, 2001, Simamora, 1997). Produktivitas dan kualitas total sebagai suatu kinerja, dibutuhkan orang-orang yang cerdas bukan pekerja keras. Sistem penilaian pun akhirnya diciptakan oleh pihak manajemen agar efektivitas kinerja karyawan dapat dievaluasi dengan baik. Penilaian kinerja secara keseluruhan merupakan proses yang berbeda dari evaluasi pekerja. Penilaian kinerja berkenaan dengan seberapa baik seseorang melakukan pekerjaan yang ditugaskan atau diberikan dan secara langsung pada periode waktu tertentu, dan penilaian formal ini paling sering dilaksanakan oleh organisasi guna mengevaluasi kinerja karyawan. Penilaian kinerja ini terjadi saat supervisor merasa membutuhkan komunikasi. Sharpley (1998) mengemukakan adanya enam poin penting dalam rangka melihat seseorang di tempat kerja dalam kaitannya dengan kinerja, yaitu : 1. Proses seleksi pribadi. Hal ini sangat berkaitan denga faktor kepribadian dan kemampuan. 2. Kualifikasi dan persyaratan pelatihan untuk berbagai profesi. 3. Norma dasar kelompok (kandidat, pelajar atau kelompok profesional). 4. Skor pemikiran kritik dan karakteristik kepribadian yang merupakan faktor resiko. 5. Perbedaan antara dua individu sebagai potensial terbaik dibandingkan dengan kelompok lain. 6. Persepsi individu terhadap keseluruhan dan ide-ide tentang konstitusi perilaku yang memberikan dampak pada kinerja profesional dan pekerjaan manajerial. Kinerja bisa dihitung dalam banyak hal produktifitas, kesalahan, kecelakaan atau ukuran pengganti dalam bentuk tes kognitif. Dalam bidang riset ada preferensi pemahaman untuk data yang dihasilkan dari studi, sebagaimana pendekatan metodologi yang dilakukan. Jam panjang dan kinerja difokuskan pada data yang dikumpulkan pekerjaan engineering di Inggris pada akhir abad lalu (Marther, 1884). Dalam eksperiman yang didesain manajemen Mather & Platt di Manchester dapat mendemonstrasikan ketika jam mingguan dikurangi dari 53 ke 48 tingkat produksi sama. Staw berpendapat bahwa ada tiga konsep penting kaitan antara perilaku dengan kinerja adalah : (1) individu percaya bahwa perilaku akan mengakibatkan hasil, (2) individu percaya bahwa hasil merupakan nilai positif individu, (3) individu percaya bahwa ia dapat membentuk hasrat atau usaha. Gambar 1. Model Ketiga Konsep Kaitan Perilaku Dengan Kinerja (Staw, 1991). Lebih lanjut absensi dikurangi. Dalam waktu singkat belakangan pabrik Jerman menghasilkan barang-barang optik mengurangi jam harian dari 9 menjadi 8 menghasilkan 3% kenaikan produksi (Abbe, 1901). Studi ini pertama yang mendemonstrasikan kenaikan waktu operasi tidak selalu menjelaskan kenaikan produksi. Sejak pengalaman ini beberapa penelitian lain, perbedaan bagian dunia telah menghasilkan penemuan yang serupa (dikaji oleh Alliusi & Morgan, 1982). Dalam tahun terakhir perhatian diarahkan pada penggunaan uji kinerja untuk menghitung pengaruh kecapekan pada jam kerja panjang. Dalam laboratorium kontrol eksperimen sukarelawan mahasiswa melakukan uji kognitif untuk periode waktu yang berbeda (Okogbaa & Shell, 1986). Kinerja semakin buruk dengan waktu yang digunakan dalam tugas dan 6% lebih baik dengan waktu istirahat dijadwalkan daripada tanpa istirahat. Uji kinerja diterapkan khususnya dalam hal kecapekan pengemudi (dikaji oleh Brown, 1994) dan masalah yang dialami oleh dokter yunior (dikaji oleh Spurgeon & Harrington, 1989). Data studi ini dan laborat penyelidikan menunjukkan kasus CVD, pengaruh jam kerja panjang oleh basis range tugas dan faktor individu meliputi tipe tugas contoh rutin dan monoton versus kompleks dan mendorong (Monk & Folkard, 1985), motivasi orang termasuk perceived cost dan kesalahankesalahan (Craig, 1984) dan presensi atau absensi dari stressor yang lain (Craig, 1984). Dalam jadwal kerja dipadatkan, bukti pengaruh kinerja cukup meningkatkan perhatian namun pemahaman semestinya akan meminta perhatian pada interaksi kompleks dari faktor-faktor perantara. Perbedaan Individu Dan Kelompok Beberapa orang mampu membiarkan permintaan kerja shift dan kerja lembur sementara yang lain mudah tersinggung pada pengaruh tersebut. Kedua studi pola kerja menjadi dihargai. Informasi dalam bidang ini terbatas pada kerja shift sejak tidak ada satupun yang mempelajari karakteristik tertentu merespon baik kerja lembur. Toleransi kerja shift diartikan sebagai absensi keluhan dengan gangguan tidur, pencernaan dan syarat atau gangguan psikologis (Hamrms, 1993a). Penentu individu dan sosial dari meningkatnya toleransi atau kemudahan tersinggung adalah penting untuk dua alasan. Pertama sangat membantu dalam hal memilih orang yang cocok pada jenis pekerjaan atau sedikitnya sebagai posisi menasehati pelamar tentang potensi resiko pada kesehatan mereka. Kedua dapat menginformasikan pengembangan yang memadai program-program untuk mengelola masalah kerja shift dan mengurangi resiko. Kelompok faktor telah diselidiki dalam tahun terakhir termasuk umur, jenis kelamin, aspek gaya hidup, status kesehatan, sifat kepribadian dan pola perilaku. III. ISU METODOLOGI Penelitian efek kesehatan terhadap waktu kerja dalam jangka pendek dengan keluhan tentang kelelahan dan kesejahteraan sedangkan jangka panjang resiko penyakit lebih serius. Kerja Shift sebagian besar masalah berhubungan langsung atau tidak langsung dengan gangguan teratur ritme jantung yang melibatkan proses fisiologis seperti perubahan denyut jantung dan tekanan darah, suhu, produksi hormon tertentu, pencernaan dan gangguan fungsi tubuh lainnya. Dalam keadaan normal proses berfungsi sedemikian rupa sehingga individu diprogram untuk bekerja siang hari dan waktu tidur di malam hari. Pola ditentukan baik oleh faktor endogen, internal tubuh dipengaruhi lingkungan eksogen seperti kebisingan siang hari dan kebiasaan sosial individu secara umum. Gangguan ritme tubuh dapat menghasilkan kumulatif defisit tidur, kelelahan dan gejala lainnya. Hubungan antara kerja shift dan keluhan ini merupakan hubungan langsung. Namun beberapa kasus merupakan aspek dari kesehatan terutama penyakit jantung, gangguan pencernaan, reproduksi dan kesehatan mental. Hubungan kerja shift dimediasi oleh stress psikologis walaupun hubungannya tidak jelas. Kondisi normal individu bekerja, waktu tidur malam dan liburan sebagai acuan ditentukan faktor endogenus, tubuh dan pengaruh lingkungan exogenus misalnya cahaya malam, suara gaduh dan perilaku sosial pekerja. Gangguan ritme tubuh menjadikan akumulatif waktu tidur, akumulasi kecapaian dan kelelahan akut. Asosiasi pekerja shift salah satu cara untuk memecahkan masalah secara langsung apabila ada gangguan kerja seperti gastrointestinal disturbance, pengaruh tingkat reproduktif dan kesehatan mental hubungan yang muncul akibat kerja shift dimediasi tekanan psikologi, meskipun keakuratan mengambang. Pengaruh dan hubungan tersebut dari waktu kerja melalui skala besar pembelajaran ilmu perkembangan penyakit dan basis cross sectional atau basis sepanjang waktu (longitudinal). Pembelajaran ini mengidentifikasikan asosiasi diantara waktu kerja dan kesehatan dihasilkan hubungan kausalitas atau mekanisme explanatori, rasionalitas dan keyakinan pembuktian akumulasi tetapi metodologi membutuhkan pemikiran. Kelancaran hubungan tersebut pada seleksi populasi secara umum ditujukan pada “kesehatan pekerja” atau “efek keberlanjutan kehidupan”. Para pekerja yang lebih baik mampu memperebutkan permasalahan kerja shift dan waktu kerja lebih terlihat seleksi diantara mereka a tau terlihat kurang seleksi diantara mereka seperti problem-problem kesehatan. Konsekwensi data cross-section dan menggambarkan populasi dimana kesehatan pekerja adalah representasi data dibawah perkiraan pada popularitas yang riil atas pengaruh kesehatan. Problem umum studi penyakit dihubungkan dengan kesulitan pendekatan secara tetap dengan grup kontrol searah variabel-variabel penting seperti umur, gender, k elas sosial dan kebiasaan merokok yang dibedakan dalam respek variabel tunggal kerja. Pengaruh pondasi yang potensial sering sulit dikontrol. Contoh tingkat problem gastrointestinal dalam pekerja malam diperbandingkan dengan pekerja siang hari secara sederhana merefleksikan sebuah penurunan dalam kualitas. Hal yang baik untuk diketahui beberapa kondisi organisasi pekerja pada waktu malam berbeda tingkat kesabarannya dari selama bekerja siang hari. Contoh respek tipe pekerja, supervisor, kesehatan, prosedur keselamatan dan fasilitas. Riset dirancang mengarah kedepan permasalahan pekerja shift dan kekurangan waktu kerja selama 30 tahun terakhir. Awal riset pada lapangan ini menjadi jalan keluar Taylor publikasi dokumen studi keadaan sakit dan kematian dalam pekerja shift (Taylor, 1967; Taylor, Pocock & Sergean, 1972; Pocock, Sergean & Taylor, 1972). Permasalahan teridentifikasi dalam hubungan hasil pengukuran telah diasosiasi pekerja shift tidak terpisah kondisinya tetapi mengandung rentang penyimpangan pada grup tertentu. Contoh kelelahan dalam kasus ini dari fenomena “karoshi” di Jepang sebagai kerja lembur. Kausalitas waktu jam kerja dan bunuh diri dalam usia relatif muda dan munculnya kesehatan bekerja termasuk gangguan stroke berbagai bentuk gagal fungsi hati akut, myocardial infarction and aortic rupture, secara umum “vascular event”. Hubungan pengaruh kesehatan reproduksi dan gangguan gastrointestinal. Jangka pendek gejala kesehatan pada kelelahan dan tekanan batin, kesenjangan dan perhatian pada pekerja. Hal ini dalam kebiasaan indek standar pekerja shift (Barton, Spoken, Totterdellet al., 1995) yang menyediakan pengukuran fiskis untuk gejala dalam riset pekerja shift. Hasil riset telah menjadi jalan keluar memberikan pelayanan untuk kesehatan kerja shift dan kerja waktu serta informasi pengembangan kebanyakan pendekatan untuk penurunkan resiko. Penelitian Masa Depan Bukti-bukti disajikan dalam makalah ini jelas pola dan lamanya jam kerja sering merupakan resiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan. Konvensi kesehatan dan praktek keselamatan kerja biasanya menganjurkan kebijakan penghapusan bahaya kerja dibandingkan karyawan menyesuaikan diri terhadap bahaya kerja. Penjadwalan dan tingkat kerja yang rendah menjelaskan bahaya tersebut tidak dapat dihapus bahkan menjadi masalah lebih luas di masa depan. Perhatian semakin beralih pada kebijakan yang dirancang untuk mengurangi resiko dan meminimalkan dampak pada kinerja. Berbeda dengan pendapat Simamora (1997) bahwa tidak selamanya berhasil-tidaknya kinerja seseorang ditentukan oleh dimensi-dimensi kinerja karena tidak berkaitan. Agar supaya organisasi berlaku secara optimal, maka ada 3 dimensi yang berkaitan dengan kinerja seseorang, antara lain : 1. Memikat dan menahan orang-orang dalam organisasi. Oleh sebab itu, organisasi harus meminimalkan perputaran karyawan, ketidakhadiran, dan keterlambatan. 2. Penyelesaian tugas yang terandalkan Organisasi harus mempunyai patokan dalam hal tolok ukur minimal kuantitas maupun kualitas tentang capaian kinerja. 3. Perilaku-perilaku inovatif dan spontan Dalam hal ini perlu mempertimbangkan kerjasama, munculnya gagasan-gagasan konstruktif, pelatihan-pelatihan yang mendukung dan sikap-sikap baik terhadap diri sendiri maupun pelanggan serta masyarakat umum. Dessler (1994) mengemukakan sejumlah penyebab umum yang sering menimbulkan kegagalan penilaian kinerja dan harus dihindari, antara lain : 1. Tidak adanya standar. Tanpa adanya standar berarti tidak terjadi penilaian prestasi yang obyektif, yang ada hanya penilaian subyektif yang mengandalkan perkiraan dan perasaan. 2. Standar yang tidak relevan dan bersifat subyektif. Standar harusnya ditetapkan melalui proses analisa pekerjaan/jabatan untuk menentukan hasil yang diharapkan dari pekerjaan tersebut. 3. Standar yang tidak realistis Standar adalah sasaran-sasaran yang berpotensi merangsang motivasi. Standar yang masuk akal dan menantang akan lebih berpotensi untuk merangsang motivasi. 4. Ukuran prestasi yang tidak tepat Obyektivitas dan perbandingan diperlukan dalam rangka mengukur pencapaian standar dan kemajuan terhadap standar dengan mudah dan transparan. 5. Kesalahan penilai Termasuk dalam kesalahan penilai adalah keberpihakan (bias), perasaan syakwasangka, terpengaruh oleh yang dinilai, kecenderungan memberikan penilaian kurang atau sebaliknya, kecenderungan untuk memilih nilai tengah dan takut untuk menghadapi bawahan. 6. Pemberian umpan balik secara buruk Pada awal proses manajemen kinerja, standar harus dikomunikasikan kepada karyawan yang dinilai untuk diketahui dan disepakati. Demikian pula seluruh proses penilaian dan hasil penilaian harus dikomunikasikan dengan prinsip dan tujuan program, khususnya program manajemen kinerja. 7. Komunikasi yang negatif Proses evaluasi kemungkinan terganggu oleh komunikasi yang didasari dengan sikap negatif seperti arogansi dan keakuan pada penilai dan sikap membela diri serta ketertutupan pada pihak yang dinilai. IV. SIMPULAN dan SARAN Simpulan Secara umum, saat ini kebijakan cenderung berfokus pada manipulasi lingkungan kerja baik dalam arti jadwal/scheduling atau intervensi fisik seperti pengurangan beban kerja. Pendekatan ini penting berdasarkan bukti bahwa karyawan jarang diperhatikan terutama pola perilaku mereka. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh waktu kerja terhadap sikap dan motivasi karyawan dalam menyesuaikan diri terhadap jam kerja yang tidak teratur. Perbedaan individu merupakan variabel penting dalam data yang menjadi kontradiksi pada waktu bekerja sehingga diperlukan faktor mediasi. Intervensi yang efektif dapat meningkatkan kinerja. Penelitian menentukan faktor dalam hal usia, jenis kelamin, status kesehatan dan variabel gaya hidup. Namun bagaimana faktor-faktor ini beroperasi membutuhkan eksplorasi lapangan dalam suatu kerangka yang mencakup sikap dan sistem kepercayaan individu, strategi mereka mengatasi pola kerja dan interaksi dengan aspek kehidupan mereka secara domestik dan sosial. Untuk data yang telah ada secara sistematis hanya kecil dari segi psikososial menentukan mediator penting dalam melaksanakan studi intervensi. Kedua aspek ini akan menentukan teori psikologi dan metodologi yang digunakan. Studi perubahan gaya hidup misalnya modifikasi waktu tidur dan pola makan pendekatan yang dikembangkan dalam bidang psikologi dan kesehatan. Dengan demikian, kesejahteraan menjadi bagian yang sangat mendukung kinerja karyawan. Dengan adanya fasilitas seperti tunjangan kesehatan, tunjangan keselamatan, bahkan sampai pada tunjangan hari tua dan kematian, maka diharapkan terjadi peningkatan kinerja yang berdampak pada peningkatan kinerja organisasi sesuai yang diharapkan. Tidak kalah penting, manajemen waktu kerja dalam arti luas pada tahap awal terbatas pada organisasi dengan penjadwalan dan hampir tidak ada pengurangan resiko, sekarang inisiatif organisasi lebih besar secara khusus pada penekanan masalah psikososial membantu karyawan secara individu untuk mereka mengembangkan strategi menyesuaikan diri dengan penjadwalan. Semua hal yang berkaitan dengan sarana, fasilitas, serta upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja dilakukan oleh pihak manajemen. Namun secara dasar pijakan masyarakat Islam khususnya, sudah memiliki acuan dan norma agar seseorang dapat melakukan pekerjaan dengan iklas, sabar dan penuh tanggung jawab. Tidak kenal lelah dan pantang menyerah adalah cerminan masyarakat Islam. Akan tetapi akan lebih baik atau tidaknya seseorang dalam bekerja itu tergantung pada lingkungan seseorang berada, serta tergantung pada niatan dalam melkukan pekerjaan. Saran Dengan adanya kompleksitas tersebut, maka perlu penelitian yang lebih komplek, mengingat tidak sekedar menghubungakan antara faktor-faktor, akan tetapi lebih pada memahami unsur terkait yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan kinerja seseorang. Data awal perlu digalai setelah kajian ini terselesaikan. Tahap berikutnya adalah mencari dan menetapkan subyek penelitian khususnya pada bidang pekerjaan yang berbeda ataupun hanya satu bidang pekerjaan. Alasannya adalah, masing-masing bidang pekerjaan tuntutannya akan berbeda. BAHAN PUSTAKA Allport, 1996, Human Relation: Values, Attitudes, & Social Cognition, http://www.alliance.nos.sg/behavior/values.pdf. Alwi, S., 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia, BPFE, Yogyakarta. Baron, A.R., & Greenberg, J., 2000, Behavior in Organization : Understanding & Managing The Human Side of Work, Prentice Hall International Inc., Canada. Beardwell, I., !997, Human Resource Management, A Contemporary Perspective, Pitman Publishing, Washington DC. Befort, N., dan Hartrup, K., 2003, Valuing Task and Contextual Performance: Experience, Job Roles, and Ratings of The Importance of Job Behaviors, Applied H.R.M. Research, Vol. 8, No. 1, pp.17-32. Bell, P.,A., et al., 1978, Environmental Psychology, W.B. Saunders Co., Philadelphia. Cook, C.W. & Phillip l. Hunsaker, 1990, Management and Organization Behavior, McGraw-Hill Higher Education, Nort America. Daniels, Audrey C., 2002, Bringing Out The Best in People, Eksekutif Edisi 281, http//www.eksekutif.com. Davies, D.R., Matthews,G., & Wong, C.S.K., 1991, Age and Work Behaviour. In C.L. Cooper & I.T. Robertson (Eds.), International Review of Industrial and Organizational Psychology (vol. 6). John Wiley & Sons Ltd., Chichester. Dawda, D., 1997, Personality or Factor-analytically Developed, Lay person, Self-reported, Single-wor, Adjectival Descriptors of Global Characteristics of Global Characteristics of Personality Structure: The NEO Five Factor Model and Skimming the Surface of the Wetlands of Personality, Department of Psychology Simon Fraser University, http://www.sfu.ca/-wwwpsyb/issue/1997/summer/dawda.htm. Dessler, Gary, 1992, Manajemen Personalia, diterjemahkan oleh: Agus Dharma, Edisi ketiga, Erlangga, Jakarta. Dictionary University of Kentucky, 2000, Services Job Performance, http//www/uky.edu/IR.. Dutton, J.E. Dukerich, J.M. and Harquail, C.V., 1994, Organizational Image and Member Identification, Administrative Science Quartely, Journal, vol 39, pp. 239-263. Dunnette, D. Marvin & Leaetta, M. Hough, 1998, Handbook of Industrial and Organizational Psychology; Consulting Psychologists Press, Inc, Palo Alto, California. __________________., 1998, Handbook of Industrial and Organizational Psychology, Vol 2, Jaico Publishing House, Mombai, ISBN:81-7224-639-0. Dunn, W. S., Mount, M. K., Barrick, M.R., & Ones, D. S., 1995, Relative Importance of Personality and General Mental Ability in Manager’Judgments of Applicant Qualifications, Jurnal of Applied Psychology, vol 4, pp. 500-509. Flippo, Edwin B., 1995, Manajemen Personalia, Diterjemahkan oleh Mohammad Masud, Edisi keenam, Jilid kedua, Erlangga, Jakarta. Ghiselli, E.E., dan Brown, C.W., 1995, Personal and Industrial Psychology. (2nd. Ed), Kogakusha Company, Ltd., Tokyo. Giniger, B., Dispenzieri, A., & Eisenberg, J., 1983, Age, Experience and Performance on Speed and Skill Jobs in an Applied Setting, Journal of Applied Psyychology, 68, pp. 469-475. Greer, C.R., 1995, Strategy and Human Resources, A General Managerial Perspective, PrenticeHall, Inc, New York. Handoko, T.H., 1998, Manajemen, BPFE, Edisi kedua, Yogyakarta. Hasibuan, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta. Hogan, R., 1996, Personality Assesment, in Richard S.B., Fair Employment Strategies in Human Resource Management, Connecticut Quorum Books,. Westport. Hogan R., Hogan J., & Robert, B.W., 1996, Personality Measurement & Employment Decision : Question and Answers, American Psychologist, 51 (5), pp.467-477. Hodson, C., 2001, Psychology and Work, Taylor & Francis Inc, New York. Hofstede, 1984, Cultural Influences on Expatriate managers, Success and Failures, http//www.geoceties.com/Athens/Delphi/9258 paper 18.html. Ivancevic, J.M., 2001, Human Resource Management, McGraw-Hill Companies, New York. Jackson, S.L., 2003, Research Method and Statistics; A Critical Thinking Approach, Thompson Learning Inc., Belmont. Kerlinger, F.N.& Lee, H.B., 2000, Foundations of Behavioral Research (4th ed.),Harcourt College Publishers, Fort Worth. Kreitner, Robert & Angelo Kinicki, 2001, Organizational Behavior, McGraw-Hill Companies, North America. Lawler I., & Edward E., 1990, Strategic Pay: Aliging Organizational Strategies and Pay System, Jossey-Bass Inc. Publisers, San Francisco. Luthans, F., 1998, Organizational Behavior, 8th Edition, The McGraw-Hill Co.,Inc., New York. Lazarus, A., 2004, Reality Check: Is Your Behavior Aligned With Organizational Goal?, http://www.findarticles.com/p/articles Maier, N.R.F. 1965. Psychology in Industry. (3rd. Ed), Houghton dan Mifflin. Boston. Manulang, M. 1981. Manajemen Personalia, Ghalia Indonesia, Jakarta. Mangkuprawira, Sjafri, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik, Cetakan kedua, Ghalia Indonesia, jakarta. Mc Cormick, E.J. and Tiffin, J. 1979. Industrial Psychology, Prentice Hall of India, New Delhi. Mitchell, T. R. 11985. People in Organization, Fong and Sons Printers, Ptc, Ltd. Singapore. Pervin.A.L. & Oliver P.J., 2000, Personality Theory & Research, 8th edition, John Wiley&Sons Inc., New York, p 256-271. Ruky, Achmad S., 2002, Sistem Manajemen Kinerja, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Salthouse, T.A., & Maurer, T.J., 1997, Aging, Job Performance, and Career Development, In J.E. Birren & K.W. Schaie (Eds.), Handbook of The Psychology of Aging (4th ed.), San Diego, CA: Academic. Schuler,R.S., dan S.E. Jackson, 1999, Manajemen Sumber Daya Manusia: Menghadapi Abad ke 21, Jilid 2, Diterjemahkan, Erlangga, Jakarta. Simamora, H., 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE YKPN, Yogyakarta. Sonnentag, S., 2000, Expertise At Work : Experience and Excellent Peerformance, International Review of Industrial and Organizational Psychology, vol. 15, pp. 223-264. Staw, B.M., 1991, Psychologycal Demension of Organizational Behavior, Colliner Macmillan Canada Inc, New York. Strauss & Sayles, L., 1980, Personnel The Human Problems of Management, Prentice-Hall, New Jersey. Tyler, T.R., 1999a, Why People Co-Operate With Organizations : An Identity-Based Perspective. In B.M. Stau & R. Sutton (Eds) Research in Organizational Behavior, Journal, vol 21, pp. 201-246, Greenwich, CT: JAI Press. Walker, J.W., 1980, Human Resource Planning. Mc Graw-Hill, Inc, New York. Walker, E.L., 1984, Conditioning dan Proses Belajar, terjemahan : Tim Fakultas Psikologi UI, Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Yoo, T.Y., 2002, A Meta-Analysis of The Big Five and Performance in Korea, Department of Psychology, Michigan State University, Michigan. Zeithaml, V.A., & Mary J.B.,1996, Services Marketing, The McGraw-Hill Companies, Inc, Singapore. Waddle, C. & Adam,D.2002.Evaluating The Return Form Management Development Program: Individual Return Versus Organizational Benefits. International Journal of Contemporary Hospitality Managrment, 14/1(2002) 14-20. MCB UP Limited (ISSN) 0959-6119. Worsfold, P.1999. HRM, Performance, Commitment and Service Quality in The Hotel Industry. International Journal of Contemporary Hospitality Managrment, 11/7 (1999) 340-348. MCB UP Limited (ISSN) 0959-6119. Simamora, H., 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE YKPN, Yogyakarta. Baron, A.R., & Greenberg, J., 2000, Behavior in Organization : Understanding & Managing The Human Side of Work, Prentice Hall International Inc., Canada. Beardwell, I., !997, Human Resource Management, A Contemporary Perspective, Pitman Publishing, Washington DC. Warsono, 2011, Islam Agama Kerja, Mmonline, http://majelismunajat.com/2011/03/islamagama-kerja. jakarta. Qardhawi, 1997, Sistem masyarakat Islam Dalam Al Qur’an & Sunnah(Malaamihu Al Mujtama’ Al Muslim Alladzi Nasyuduh), Citra Alami Press, Solo.