ALHURRIYAH : Jurnal Hukum Islam Vo 1, No 1, Januari-Juni 2016 MENANGKAP PESAN-PESAN HUKUM DALAM AL-QUR’AN (Alternatif dan Solutif Penggunaan Metode Tafsir Kontekstual Dalam Menghadapi Kasus-Kasus Kontemporer) Arsal Fakultas Syariah IAIN Bukittinggi e-mail: [email protected] Diterima : 3 Maret 2016 Direvisi : 12 Mei 2016 Diterbitkan : 15 Juni 2016 Abstract The process of decline in the Qur'an was over a few centuries ago, and now that there is in the form of texts. As a last book, he serves as instructions and guidelines to organize human life and he did not know the limits of space and time in spite of the decline in local- temporal , but its message is universal and timeless. As a text, the Koran is an open corpus is of course an opportunity to reread, reinterpreted, and understood its content with relevant methods and thus Quran can mersepon and answered development of human life . Without degrading methods of interpretation set by previous scholars, presumably the method needs to be enriched with new methods. Contextual interpretation method is considered a new method, an alternative understanding the content of the Qur'an is right to address problems of contemporary and contemporary. Keywords: Method of contextual interpretation and contemporary case Abstrak Proses penurunan Al-Qur'an lebih dari beberapa abad yang lalu, dan sekarang sudah ada dalam bentuk teks. Sebagai buku terakhir, al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk dan pedoman untuk mengatur kehidupan manusia dan tidak dibatasi oleh ruang dan waktu terlepas dari penurunan sementara lokal-, tapi pesannya adalah universal dan abadi. Sebagai sebuah teks, Alquran adalah corpuses terbuka yang tentu saja memiliki kesempatan untuk membaca ulang, ditafsirkan, dan dipahami isinya dengan metode yang relevan dan dengan demikian Quran dapat merespon dan menjawab perkembangan kehidupan manusia. Tanpa merendahkan metode penafsiran yang ditetapkan oleh ulama sebelumnya, metodenya perlu diperkaya dengan metode baru. Metode interpretasi kontekstual dianggap sebagai metode baru, alternatif yang tepat dalam memahami isi Al-Qur'an untuk mengatasi masalah kontemporer dan tidak kontemporer. Kata kunci: Metode interpretasi kontekstual dan kasus kontemporer PENDAHULUAN Al-Qur’an1 dan Sunnah2 diyakini oleh dari satu bagian ke bagian yang lain secara teratur. Disebut al-Qur’an karena ia berisikan inti sari semua kitabullah dan inti sari dari ilmu pengetahuan. Lebih lanjut baca Mannaˈ Khlalil al-Qaththan, Mabâhits fi Ulȗm Al-Qur’an, (Riyadh: Maktabah Maˈarif, 1981), h. 20. Adapun secara terminologi ditemukan beberapa rumusan defenisi ulama, di antaranya menurut Abdul Wahab Khalaf bahwa al-Qur’an sebagai firman Allah umat Islam sebagai sumber dan dalil hukum Secara etimologi al-Qur’an berasal dari kata “qaraˋa, yaqraˋu, qiraˋatan, atau qurˋanan” yang berarti mengumpulkan (al-jamˈu), dan dapat juga berarti menghimpun (al-dhammu) huruf-huruf serta kata-kata 1 Arsal 1 Menangkap Pesan-Pesan Hukum ..... ALHURRIYAH : Jurnal Hukum Islam Islam. Al-Qur’an Vo 1, No 1, Januari-Juni 2016 diposisikan sebagai mengantarkan keselamatan hidup manusia sumber utama hukum Islam, sedangkan dunia dan akhirat.3 Sunnah diposisikan sebagai sumber kedua. Kompleksitas kandungan al-Qur’an Kedua sumber hukum ini dijadikan sebagai seperti acuan untuk bahwa kitab ini seharusnya dijadikan pusat tindakan informasi dan sumber aspirasi bagi manusia setiap dalam menata berbagai aspek kehidupan dan standarisasi menetapkankebolehan hukum yang setiap dilakukan oleh mukallaf. Terkait dengan al-Qur’an sebagai disebut mereka. Selama pedoman dalam di atas mencerminkan al-Qur’an setiap aktifitas sumber hukum, Muhammad Abu Syuhbah dilakukan, memaparkan mengantarkan kepada kemashlahatan. dalam kitabnya tentang keistimewaan kalam Ilahi ini. al-Qur’an katanya berupa kitab petunjuk maka dijadikan hasilnya yang akan Sehubungan dengan itu studi tentang yang ayat-ayat al-Qur’an dalam khazanah berguna bagi kedamaian makhluk-Nya, intelektual Islam menjadi objek kajian yang seperangkat syari`at langit yang berisikan tidak akan pernah berakhir sebagai upaya tentang dan menemukan pesan ilahi. Setiap individu muˈamalah. Syariˈat ini dipaketkan bersifat muslim bertanggung jawab secara moral universal untuk menyegarkan kembali (refresh) kajian- aqidah, lagi ibadah, abadi akhlak yang dapat kajian keislaman yang pernah ada sebelumnya, yang di pandang tidak relevan dengan konteknya (situasi dan kondisi). yang diturunkan melalui Roh al-Amin (Jibril) kepada Nabi Muhammad SAW. dengan menggunakan bahasa Arab, isinya terjamin kebenarannya, sebagai hujjah kerasulannya, undang-undang bagi seluruh manusia dan petunjuk dalam beribadah serta dipandang ibadah dalam membacanya, yang terhimpun dalam mushhaf yang dimulai dari surat alFatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas, diriwayatkan kepada kita secara mutawatir.lebih lanjut dapat dilihat Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Jakarta: Dâr al-Manâr, 1973), h. 17. 2 Sunnah menurut pengertian bahasa (etimologi) berarti tradisi yang bisa dilakukan, atau jalan yang dilalui, baik yang terpuji maupun yang tercela. Sunnah juga berarti lawan bidˈah (mengadaada dalam urusan agama). Sunnah dapat juga berarti jalan hidup (sirah). Dan dapat dikatakan Sunnah Nabi berarti Jalan hidupnya, dan Sunnah Allah adalah jalan/hukum Allah yang telah ditetapkan-Nya. Selanjutnya baca Shahil Ibn Suˈud al-ˈAli, al-Tamassak bi as-Sunnah wa Atsarihi fi Istiqamah al-Muslim, (Riyadh: Majalah al-Buhuts al-Islamiyah,tt.), h/198. Adapun Sunnah secara terminologi sama dengan al-Hadits, yaitu ucapan, perbuatan, dan ketetapan (taqrir) dari Nabi SAW. jumhur ulama cenderung menyamakan kedua istilah itu. Namun demikian Ibn Taimiyah membedakan kedua istilah.lebih lanjut baca Hasbi Ash-Shiddiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), h. 20-31. Arsal Sebagai sebuah teks, al-Qur’an adalah korpus terbuka yang sangat potensial untuk menerima segala bentuk perubahan, baik berupa bacaan, penafsiran, penerjemahan, sehingga dan pengambilannya sebagai rujukan. Kehadiran teks al-Qur’an di tengah umat Islam telah melahirkan pusat pusaranwacana keislaman yang tak pernah berhenti dan menjadi pusat inspirasi bagi manusia untuk melakukan penafsiran dan pengembangan makna atas ayat- ayatnya. 4 Muhammad ibn Muhammad Abu Syuhbah, al-Madkhâl li Dirâsati al-Qur’an al-Karîm, (Kairo: Maktabah al-Sunnah, 1996), Cet. I, h. 10 4 Muhammad Shahrur, Prinsip Dan Dasar Hermeneutika al-Qur’an Kontemporer; judul asli: al-Kitab wa al-Qur’an: Qira’ah Mu’ashirah, terj. Sahiron Syamsuddin dan Burhanuddin Dzikri, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2004), Cet. I, h. XVI 3 2 Menangkap Pesan-Pesan Hukum ..... ALHURRIYAH : Jurnal Hukum Islam Umpama dengan Vo 1, No 1, Januari-Juni 2016 menawarkan sedangkan yang kedua adalah metode tafsir kontekstual untuk antisipasi terapannya (thatbiqiyah). Selain itu dan kekhawatiran yang muncul dari pola juga mendudukan al-Qur’an sebagai penafsiran tekstual sentral moralitas. Sehubungan dengan (literalis) yang mana pola ini cenderung itu dapat dikatakan bahwa metode mengabaikan latarbelakang tafsir kontekstual secara sebutannya turunnya suatu ayat sebagai data sejarah berkaitan erat dengan Hermeneutika, yang penting. Tulisan ini berisikan paparan yang merupakan salah satu metode dan wawasan tentang corak tafsir al- penafsiran teks yang berangkat dari Qur’andengan kajian al-Qur’an situasi secara dan metode pendekatan bahasa, selanjutnya kajian kontekstual yang menurut hemat penulis historis, sosiologis, dan filosofis.5 sangat memahami Jadi apabila metode ini dipertemukan kandungan ayat-ayat hukum dalam konteks dengan kajian teks al-Qur’an, maka persolan kekinian. dari tema pokok yang dihadapi adalah relevan untuk bagaimana teks ayat hadir ditengah-tengah PEMBAHASAN masyarakat, lalu dipahami, ditafsirkan, dan Memaknai Metode Tafsir Kontekstual didialogkan dalam rangka menghadapi realitas sosial di era kekinian.6 Untuk menghindari kesalahpahaman dikemukakan Pada dasarnya Hermeneutik berkaitan pengertian dan maksud dari penggunaan erat dengan bahasayang diungkapkan baik istilah kontekstual melalui pikiran, wacana, maupun tulisan. setidaknya mengandung tiga pengertian Dengan demikian Hermeneutik merupakan dasar sebagai berikut: cara baru untuk bergaul dengan bahasa. terlebih dahulu ini. 1. Upaya akan Istilah tafsir pemaknaan dalam Keeratan rangka Hermeneutik dengan bahasa mengantisipasi persoalan-persoalan membuat wilayah penafsirannya menjadi kontemporer yang umumnya sangat luas, terutama dalam kaitannya mendesak untuk dijawab. Karena itu, dengan ilmu humanistik, sejarah, hukum, arti agama ( termasuk kajian tafsir al-Qur’an), kontekstual identik dengan filsafat, situasional atau kondisional. seni, linguistikdisiplin 2. Pemaknaan yang melihat keterkaitan kesusastraan ilmu yang dan banyak masa lalu, dan masa mendatang, menggunakan hermeneutik adalah ilmu dimana sesuatu akan dilihat dari tafsir sebab semua karya yang mendapatkan sudut makna historis terlebih dahulu, inspirasi selanjutnya makna fungsional pada memerlukan interpretasi atau hermeneutik, kondisikekinian, dan sehingga dapat dimengerti.7 makna dianggap yang memprediksi Ilahi, misalnya al-Qur’an relevan dikemudian hari. 3. Mendudukan antara yang ashliyah dan Ahmad Syukri, Metodologi Tafsir Al Qur`an Kontemporer dalam pandangan Fazlur Rahman, ( Jambi : Sulton Thaha Press, 2007 ), h. 58 6Ibid 7Ibid, h. 77 5 yang far`iyah, maksud dalam arti yang pertama adalah teks al-Qur’an, dan Arsal 3 Menangkap Pesan-Pesan Hukum ..... ALHURRIYAH : Jurnal Hukum Islam Metode Vo 1, No 1, Januari-Juni 2016 hermeneutik dikembangkan oleh Ungkapan yang sama juga mufassir dikemukakan oleh imam Zarqani dalam kontemporer itu juga tidak seragam, namun kitabnya memaparkan beberapa manfaat sangat beragam. Keberagaman ini tentu saja dari asbab al-nuzul ayat, di antaranya adalah muncul semakin untuk membantu memahami ayat dan terbukanya umat Islam terhadap gagasan- menghilangkan kemusykilan yang mungkin gagasan yang berasal dari luar, namun juga timbul adanya dinamika dan terkandung bukan mereka hanya akan para yang karena kesadaran pada kekurangan-kekurangan dan mengetahui dalam hikmah hukum yang yang disyariatkan oleh agama. Hal ini sangat metode yang ada. bermanfaat, baik bagi orang Islam maupun non muslim. Orang beriman akan bertambah imannya dan bertambah kuat Ciri Khas Metode Tafsir Kontekstual Kehadiran metode tafsir kontekstual keinginannya untuk melaksanakan hukum adalah bermula dari ayat-ayat al-Qur’an itu karena diketahuinya ada kemashlahatan yang memiliki asbab al-nuzul (sebab-sebab di dalamnya. Sedangkan bagi orang yang turun ayat) tidak 8 , terutama yang berkaitan dan belum beriman, akan bisa dengan fenomena sosial pada saat itu. beriman jika ia tahu bahwa hukum Islam Dalam dimaksudkan sejarah studi al-Qur’an pernah kata-katanya saja memelihara kemashlahatan manusia.10 timbul kecenderungan menafsirkan hanya berdasarkan untuk Mengikuti (literal), pendapat ulama yang tanpa memperhatikan latarbelakang atau berisikan tentang adanya asbab al-nuzul ayat asbab al-nuzul, karena dianggap sebagai dengan defenisi yang telah diformulasikan, peristiwa masa lalu yang telah menjadi seperti yang di telorkan oleh az-Zarqani ada sejarah dan tidak ada gunanya lagi. kesan bahwa ada ayat itu yang punya sebab Mayoritas ulama menolak anggapan turun dan ada pula ayat yang turun tanpa ini, bahkan imam al-Wahidi salah seorang ada sebab sama sekali. Konsekewensinya tokoh yang konsen dan terlibat secara adalah tentu akan sulit dipahami maksud langsung sekian banyak ayat yang tidak punya asbab dengan kajian asbab al-nuzul mungkin al-nuzul dan hal seperti ini tentu saja tidak mengetahui/memahami pesan-pesan moral boleh terjadi. Karena itu Fazlur Rahman, ayat al-Qur’antanpa mengetahui sejarahnya seorang tokoh pendiri Neo Modernisme dan penjelasan turunnya (asbab al-nuzul).9 Islam, menyatakan bahwa tidak mempunyai padangan lain berhubungan dengan hal ini. Katanya asbab al-nuzul yang pakai periwayatan itu adalah Untuk memahami pengertian asbab annuzul dapat dibaca dari rumusan defenisi yang dikemukakan oleh imam az-Zarqani sebagai berikut: “ Asbab al-Nuzul adalah sesuatu yang pada hari-hari terjadinya suatu peristiwa turun satu ayat atau beberapa ayat untuk membicarakannya atau menjelaskan kedudukan hukumnya”. Lihat AzZarqani, Manahil al-Irfan fi Ulum al-Qur’an, (Ttp: ‘Isa al-Bab al-Halabi, tt), h. 106 9 Al-Wahidi,Asbab al-Nuzul, (Mesir: Mustafa al-Bab al-Halabi, 1968), h. 4 8 Arsal sebab mikro, yang dalam penafsiran alQur’an harus dibantu dengan sebab makro, yaitu latarbelakang yang berupa situasi historis masyarakat Arab ketika al-Qur’an Keterangan lebih detail dan lengkap terkait dengan hal ini dapatAz-Zarqani, Op.Cit, h. 109-114 10 4 Menangkap Pesan-Pesan Hukum ..... ALHURRIYAH : Jurnal Hukum Islam diturunkan kepada Nabi Vo 1, No 1, Januari-Juni 2016 Muhammad saja, dan di mana saja. Ungkapan itu tentu SAW. tidak berlaku pada ayat-ayat akidah yang 11 tidak Ide asbab al-nuzul(sebab turun ayat) mengenal batas-batas tersebut. Sehubungan dengan itu, sangat beralasan makro (skala luas) ini sebenarnya sudah bila dikatakan bahwa pernah juga dilontarkan oleh salah seorang kontekstual pada dasarnya adalah teknik tokoh ushul fiqh bermazhabkan Maliki, menafsirkan al-Qur’ansecara klasik dan yakni imam asy-Syatibi (w. 1388 M) dengan bahkan tertua seiring dengan turunnya pernyataannya sebagai berikut: ayat-ayat al-Qur’anyang metode tafsir memiliki latar belakang atau sebab-sebab turun (asbab al- ومعىن معرفة السبب هو معىن معرفة مقتضى احلال nuzul). “Makna mengetahui sebab (asbab Asbab al-nuzul merupakan tonggak al-nuzul) adalah mengetahui situasi dan utama kondisi”12 Untuk menghindari peristiwa relasinya apakah dapat disimpulkan bahwa semua ayat yang ada semuanya pakai sebab, dalam arti latar tertentu, pada itu saja, dan penafsiran al-Qur’an, baik sarjana Muslim yang menuangkan penafsirannya dalam sebuah karya tafsir atau tidak. Pada tahap individu ini, informasi mengenai metode penafsiran, tertentu, dan di tempat tertentu, tetapi ada pendekatan kalanya berlaku sepanjang masa, pada siapa hasilnya serta bisa informasi Fazlur Rahman, Islam, terj. Ahsin Mohammad, edisi ke-1 (Bandung: Pustaka, 1984), h. 386 12 Asy-Syathibi, al-Muwafaqat fi Ushul AsySyari’ah, (Kairo: Maktabah Rahmaniyah, tt), Juz. III, h.347 11 Arsal masa para sarjana Muslim yang terlibat dalam setting Adakalanya setting sosial tersebut hanya masa dan nilai sosial kemasyarakatan yang dihadapi sosial yang melingkupi turunnya ayat. pada sebelumnya dipilah-pilih dan dicocokkan dengan nilai- bahwa pemahaman ayat yang paling sempurna berlaku ada sebelumnya, Pada tahap berikutnya, informasi itu Menyimak penjelasan di atas cukup memperhatikan sudah zaman menantang seraya tidak menggubrisnya. lawan bicara (khitab) pertama al-Qur’an. dengan dengan apakah menjadi lebih baik atau malah balik historis sosial bangsa Arab yang merupakan adalah yang perkembangannya setelah turunnya ayat, belakang yang berupa situasi dan kondisi dikatakan kemasyarakatan berkembang hingga masa itu atau hanya diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW apabila sosial istiadat, karakter masyarakat atau individu, kontek memahami ayat al-Qur’an. Pada dasarnya beralasan ia ayat. Nilai-nilai sosial ini bisa berupa adat- Syathibi perlu dijadikan pertimbangkan dalam Sebab melatarbelakangi dan mengiringi turunnya alasan tidak ada asbabnya, tentu pendapat dipedomani kontekstual. merupakanrekaman ulang historis suatu adanya kevakuman untuk memahami ayat dengan untuk tafsir dicocokkan pertimbangan, didapat.Lebih ini juga dengan dan jauh lagi, dipilah-pilih dan nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang ada saat ini seraya tetap mempertimbangkan konteks sosial kemasyarakatan pada saat turunnya ayat. 5 Menangkap Pesan-Pesan Hukum ..... ALHURRIYAH : Jurnal Hukum Islam Vo 1, No 1, Januari-Juni 2016 historis telah dicontohkan dan dipraktekkan Ada pendapat yang mengatakan oleh Rasulullah SAW. Hal ini terlihat dalam bahwa Fazlur Rahman (1919-1998) adalah perintis pertama tafsir salah satu riwayat berikut ini: kontekstual. Pendapat ini dinilai kurang tepat, yang benar adalah ia pakar وأخرج البخاري ومسلم وابن أيب شيبة والنسائي وابن yang أيب حامت وابن حبان والبيهقي يف سننه وأبو الشيخ وابن مردويه عن ابن مسعود قال كنا نغزو مع رسول فقلنا أال، اهلل صلى اهلل عليه وسلم وليس معنا نساء نستخصي؟ فنهانا رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم عن mensosialisasikan metode ini, karena tafsir kontekstual dalam pengertiannya yang sederhana, yaitu penafsiran yang senantiasa mengacu pada setting sosial (muqtadha alhal) saat wahyu turun dan penafsir menafsirkannya hal ini sudah ada sejak ، ورخص لنا أن ننكح املرأة بالثوب إىل أجل، ذلك masa awal Islam. Rasulullah SAW adalah .... مث قرأ sebagai penafsir pertama yang menerapkan penafsiran model ini. Bukhari dan Muslim, Ibn Abi Syaibah, Nasa’i, Ibn Abi Hatim, Ibn Hibban, Baihaqi dalam sunannya, Abu Syaikh, Ibn Mardaweh dari Ibn Mas’ud; “Kami ikut ambil bagian dalam peperangan bersama Rasulullah SAW dan kami tidak membawa istri-istri kami. Maka kami bertanya (kepada Nabi saw.), “Haruskah kami mengibiri diri kami?” Nabi SAW melarang kami melakukan (pengibirian) itu dan mengizinkan kami menikahi seorang perempuan (secara temporer) bahkan pun dengan hanya memberinya sehelai pakaian (sebagai 13 mahar). Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa semua perilaku beliau, baik perbuatan(af`al), perkataan(aqwal), maupun ketetapan (taqrir) yang berkaitan dengan al-Qur’an termasuk sebuah reformis tafsir. Sebagai terbaik yang seorang setiap tokoh geraknya mendapat tuntunan dari wahyu, beliau sangat peka dan mengetahui karakter individu-individu dan gejala-gejala sosial di sekitarnya. Oleh sebab itu, beliau kadang memberi dua solusi atau jawaban hukum berbeda untuk satu pertanyaan atau satu peristiwa tergantung kondisi penanya dan Kemudian Nabi SAW membacakan ayat sebagai berikut: konteksnya. وأخرج البخاري ومسلم وابن أبي شيبة والنسائي وابن أبي حاتم وابن حبان والبيهقي في سننه وأبو الشيخ وابن مردويه عن ابن مسعود قال كنا نغزو مع رسول هللا صلى فقلنا أال نستخصي؟ فنهانا، هللا عليه وسلم وليس معنا نساء ورخص لنا أن، رسول هللا صلى هللا عليه وسلم عن ذلك .... ثم قرأ، ننكح المرأة بالثوب إلى أجل Cara Pakai Metode Tafsir Kontekstual Seperti terungkap di atas, bahwa metode tafsir kontekstual sebenarnya bukanlah metode baru melainkan sebuah metode klasik yang sudah ada semenjak Bukhari dan Muslim, Ibn Abi Syaibah, Nasa’i, Ibn Abi Hatim, Ibn Hibban, Baihaqi dalam sunannya, Abu Syaikh, Ibn Mardaweh dari Ibn Mas’ud; “Kami ikut ambil bagian awal Islam, hanya saja penyebutan metode ini belum populer dan tidak diperkenalkan oleh shahabat dan tabi`in, namun apa yang dipraktekkan sudah memperlihatkan metode tersebut.Berkaitan dengan jelas dengan penafsiran Arsal kontekstual Abdurrahman bin Abi Bakar Jalaluddin alSuyuthi, al-Dar al-Mantsur, (Beirut: Dar al-Fikr, tt.), Juz. III, h. 140 13 secara 6 Menangkap Pesan-Pesan Hukum ..... ALHURRIYAH : Jurnal Hukum Islam Vo 1, No 1, Januari-Juni 2016 dalam peperangan bersama Rasulullah SAW dan kami tidak membawa istri-istri kami. Maka kami bertanya (kepada Nabi saw.), “Haruskah kami mengibiri diri kami?” Nabi SAW melarang kami melakukan (pengibirian) itu dan mengizinkan kami menikahi seorang perempuan (secara temporer) bahkan pun dengan hanya memberinya sehelai pakaian (sebagai 14 mahar). Kemudian Nabi SAW membacakan ayat sebagai berikut: pendeta atau pastor dalam agama Nashrani Hai orang-orang yang beriman, janganlah pengibirian dan pernikahan dalam situasi kamu haramkan apa-apa yang baik yang 1. Hadits dan beberapa riwayat asbab al- yang mana mereka mengharamkan kepada diri mereka wanita, makanan yang lezat dan minuman yang tidak ada Menurut pemahaman penulis hadits ini merupakan kontekstual bentuk yang penafsiran diperlihatkan oleh Rasulullah SAW atas ayat 87 surat alMaidah untuk memecahkan kasus peperangan. Mencermati kontekstual model yang penafsiran diperlihatkan oleh Rasulullah SAW, ada beberapa hal penting yang perlu dipahami sebagai berikut: nuzulyang janganlah tokoh/pakar melampaui dan kaitannya dengan kondisi perang.15 telah Allah halalkan bagi kamu, dan kamu enak batas. dinukil oleh beberapa tafsirklasik dan Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang- kontemporer, dapat dikatakan bahwa orang substansi penafsiran kontekstual Nabi yang melampaui batas.(Q.S.al- SAW masih berkaitan dengan substansi Maidah:87) asbab al-Nuzul (sebab-sebab turun ayat) Konteks hadits di atas secara jelas yaitu penyaluran kebutuhan seksual informasinya berhubungan dengan suasana yang halal dan tidak mengganggu peperangan. Sementara menurut Abu Ja`far ibadah yang berupa jihad. al-Thabari (w. 310 H) dalam kitabnya Jami` al-Bayan menyebutkan bahwa 2. Rasulullah beberapa SAW kondisi memperhatikan psiko-sosiologis (aspek riwayat yang menyebutkan tentang asbab al- kejiwaan dan sosial) sebagian umatnya nuzul berlaku secara umum, dalam arti dalam menafsirkan ayat al-Qur’an. larangan untuk meninggalkan sesuatu yang 3. Penafsiran kontekstual sudah ada sejak baik-baik dan yang dihalalkan oleh Allah masa SWT perbedaan seperti kebutuhan makan, seksual minum, dsb. yang pakaian, berupa Rasulullah sikap memberikan kenikmatan duniawi dengan asalan ingin sebuah SAW,disamping beliau keputusan persoalan dalam terhadap dengan dua fokus untuk beribadah kepada-Nya sama halnya dengan yang praktekkan oleh para Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amali Abu Ja`far al-Thabari, Jami` alBayan fi Takwil al-Qur’an, (Beirut: Muassasah alRisalah, 1420 H/2000 M), Juz. III, h. 513 15 Abdurrahman bin Abi Bakar Jalaluddin alSuyuthi, al-Dar al-Mantsur, (Beirut: Dar al-Fikr, tt.), Juz. III, h. 140 14 Arsal 7 Menangkap Pesan-Pesan Hukum ..... ALHURRIYAH : Jurnal Hukum Islam pemecahan yang Vo 1, No 1, Januari-Juni 2016 menunjukkan mulia.Kalian fleksibilitas hukum Islam. Pola penafsiran tetap memeluk Islam atautidak, maka tidak ada penghalang apa yang sama juga pun antara kami dan kalian kecuali diperlihatkan oleh shahabat Abu Bakar al- pedang.” Para sarjana fikih mazhhab Hanafi Shidiq setelah wafatnya baginda Rasul memberikan SAW. Salah satu contoh, tergambar ketika Menurut mereka, saham zakat muallaf tidak ia menafsirkan ayat 60 surat al-Taubah, 16 berlaku lagi setelah Rasulullah SAW. wafat yaitu tentang pembagian zakat kepada para yang salah satu alasannya karena ‘illat mu`allaf(orang yang dibujuk hatinya masuk hukumnya sudah tiada, yaitu memuliakan Islam). Pada zaman Rasulullah SAW mereka agama dan kebutuhan kepada mereka pada mendapatkan bahagian dari hartazakat, masa awal Islam ketika kondisi umat Islam tetapi enggan lemah. Ketika agama Islam telah kuat dan memberikan bahagian untuk mereka. Secara mulia, maka kebutuhan itu pun tidak ada zahir lagi.18 Abu nash Bakar ayat al-Shiddiq 60 surat al-Taubah argumentasi lebih lugas. menyebut mereka sebagai salah satu dari Pada kasus lain, Umar ibn al-Khathab delapan al-ashnaf penerima zakat. Ia enggan membuat beberapa keputusan yang secara memberi lahir zakat kepada Abu Sufyan, tampak bertentangan dengan al- Uyaynah, al-Aqra’, dan Abbas ibn Murdash. Qur’an dan sunnah. Di antara kebijakan itu Hal yang sama juga diperaktekkan oleh adalah: khalifah Umar ibn al-Khathab.17 1. Ia menangguhkan hukuman potong tangan Pembekuan pemberian zakat kepada bagi pencuri selama masa kelaparan (panceklik) muallaf didasari oleh pertimbangan atau 2. Dia juga memberlakukan talak tiga alasan. Alasan tersebut terungkap dalam yang pernyataan Abu Bakar yang dihadapkan pertimbangan karena disalahgunakan kepada oleh mereka;“Sesungguhnya Rasulullah diucapkan sekaligus orang-orang Arab (dengan setelah SAW memberi kalian (zakat) agar kalian senang penaklukan Syiria, Mesir, dan Persia) terhadap Islam”.Adapun sekarang Allah telah 3. Dia menerapkan kebijakan `Usyur19bagi menjadikan agama-Nya agung dan pedagang non muslim jika mereka masuk ke negara Islam sama halnya dengan pedangang muslim yang datng 16 Firman Allah dalam surat al-Taubah ayat 60 berbunyi sebagai berikut: 17 Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Qur’an al-Hakim, populer disebut Tafsir al-Manar, (Mesir: alHai’ah al-Mishriyah al-‘Ammah li al-Kitab, 1990), Juz. X, h. 427- 429 dan Ali Muhammad al-Salabi, Umar bin Khathab His Life and Times (Beirut: International Publishing Hous, 1999), h.56 Arsal ke wilayah lawan, dengan pertimbangan keadilan. Hal ini di masa Ibid `Usyur adalah pajak yang dikenakan atas barang-barang dagangan yang masuk ke negara Islam, atau datang dari negera Islam itu sendiri. Peraturan ini telah ada semenjak zaman sebelum islam, yaitu yang diterapkan oleh orang-orang Yunani. 18 19 8 Menangkap Pesan-Pesan Hukum ..... ALHURRIYAH : Jurnal Hukum Islam Vo 1, No 1, Januari-Juni 2016 Rasulullah SAW dan Abu Bakar belum masa paceklik tersebut. Faktor kondisi diberlakukan. psiko-sosiologis 20 4. Dia tidak mendistribusikan masyarakat dan tanah kemaslahatan saat itu yang mendorongnya rampasan perang kepada tentara Islam bersikap demikian. Ia tidak berpatokan dengan pertimbangan keuangan negara pada dan mengutamakan kemaslahatan sehingga ia jumlah meskipun kemiskinan al-Qur’an miningkat, dan sunnah makna lahir ayat, tetapi lebih perlu mengkontekstualisasikan kandungan mengizinkannya. ayat tersebut. Hemat penulis, kebijakan hukum dan Secara lahiriah, beberapa keputusan Negara yang dipraktekkan Umar ibn al- Umar ibn al-Khathab tersebut bertentangan Khathab di atas sejalan dengan pendapat dengan al-Qur’an. Penangguhan hukum Najm al-Din al-Tufi (657-716 H), seorang potong tangan bagi pencuri, misalnya, sarjana fikih dari madzhab Hanbali, dalam bertentangan dengan penjelasan ayat 38 Risalah fī Ri’ayah al-Maslahah bahwa jika surat sebuah teks (nash al-Qur’an dan Hadits) al-Maidah memerintahkan 21 yang sanksi dengan hukum tegas potong dan konsensus ulama (ijma` ulama) tangan bagi pencuri. Selain itu, sebagaimana bertentangan dengan kemaslahatan, maka dinukil oleh imam al-Tabari (224-310 H) wajib dalam kitabnya, bahwa Umar dengan tegas daripada teks dan konsensus dengan cara pernah berkata;22 takhshish dan bayan terhadap keduanya, mengutamakan bukan ُّ ،السَّراق وكان عمر بن اخلطاب ُّ "اشتدوا على:يقول ورجال رجال،يدا ً يدا ً فاقطعوهم dengan membatalkan cara kemaslahatan mengada-ada keduanya dan sebagaimana pengutamaan sunnah atas al-Qur’an dengan cara bayan. Perlakukanlah para pencuri dengan tegas; potonglah tangan demi tangan dan kaki demi kaki. Oleh sebab itu, sikap Umar ibn alKhathab tersebut bisa dikategorikan sebagai penafsiran kontekstualnya terhadap al- Qur’an. Sebab mustahil rasanya tokoh Islam Pernyataannya ini berbeda dengan setingkatUmar sikapnya dalam menangani pencuri pada ibn al-Khathab tidak mengetahui adanya perintah potong tangan bagi pencuri. Dengan kata lain,kebijakan 20 Abbas Mahmud Aqqad, Keagungan Umar bin Khathab, (Solo: Pustaka Mantiq, 1992), h.46 21 Firman Allah dalam Q.S. al-Maidah: 38 laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. 22 Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amali Abu Ja`far al-Thabari, Op.Cit, Juz. X, h. 298 Arsal yang lebih mengutamakan kemaslahatan daripada teks menunjukkan adanya upaya dan pertimbangan setelah melakukan penafsiran terhadap ayat- ayat al-Qur’an. Pemaparan bukti-bukti penafsiran kontekstual oleh Nabi SAW, shahabat pada awal Islam di atas kurang sempurna bila belum dilengkapi dengan pemaparan penafsiran kontekstual para sarjana tafsir generasi setelah mereka. Dalam hal ini, 9 Menangkap Pesan-Pesan Hukum ..... ALHURRIYAH : Jurnal Hukum Islam Vo 1, No 1, Januari-Juni 2016 penafsiran kontekstual al-Tabari (224-310 H) perkataan baik adalah milik orang yang dan Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935 baik. Ini adalah penafsiran Ibn Abbas, M) juga perlu dielaborasi. Tokoh pertama Mujahid, dikenal sebagai sarjana tafsir ulung klasik Qatadah, dan Ata`. Penafsiran kedua, para dengan karya tafsirnyaJami` al-Bayan ‘an wanita jelek adalah milik para laki-laki jelek Ta`wil Ayi al-Qur’an diakui secara luas dan para wanita baik adalah milik para laki- sebagai induk dan rujukan utama tafsir bi al- laki yang baik. Ini adalah penafsiran Ibn ma`tsur/al-riwayah/al-manqul dan mewakili Zayd.24 tafsir-tafsir klasik lainnya. Begitu pula al-Dahak, Al-Tabari Sa`id (224-310 H) memilih pendapat tafsir yang bahwa ayat-ayat sebelumnya mencela kaum berpengaruh besar dalam pemikiran Islam munafik yang berbicara kotor dan menuduh dewasa ini dengan karya tafsirnya Tafsir al- `Aisyah, dan ayat ini sebagai penutup Qur’an al-Hakim, populer disebut Tafsir al- tentang orang-orang jelek yang berbicara Manarsebuah karya tafsir yang bercorak al- kotor itu. Argumentasinya menunjukkan ia Adabi wa al-Ijtima`imendapatkan penilaian memperhatikan asbab al-nuzul ayat ini dan yang luar biasa dan hemat penulis kitab ini hubungannya cukup mewakili penafsiran kontemporer. sebelumnya. /kontemporer Abu Ja`far/al-Thabari (224-310 H) dengan Jubayr, dengan tokoh kedua dikenal sebagai sarjana modern pertama ibn argumentasi dengan Dengan ayat-ayat kata lain, ia menafsirkannya sesuai konteks turunnya mempunyai penafsiran kontekstual seperti ayat tersebut.25 dalam penafsirannya terhadap ayat 26 surat Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935 al-Nur tentang makna ( ) الخبيثاتdan( الطيبات M) ).23Sebelum mengemukakan pendapatnya, ia menarik tentang konsep ahl al-Kitab seperti mengutarakan tertera dalam ayat 5 surat al-Ma`idah. dua bentuk penafsiran shahabat dan tabi`in yang berbeda tentang mempunyai penafsiran kontekstual Penafsiran Ridha sebagai berikut: makna dua kata ini. Penafsiran pertama, perkataan-perkataan kaum laki-laki jelek jelek adalah dan ِ َّوالظ َّ اه ُر أ َن الْ ُق ْرآ َن ذَ َكَر ِم ْن أ َْه ِل الْ ِملَ ِل الْ َق ِدميَِة َ ِ ِ ِ َّ اع َ َني َوأَتْ ب َ ِّ َوََلْ يَ ْذ ُك ِر الْبَ َراِهَةَ َوالْبُوذي،وس َ الصابِئ َ ني َوالْ َم ُج ِ ِ َّ َن َّ وس ; ِِل ني َ وس َكانُوا َم ْع ُروف َ الصابِئ َ ني َوالْ َم ُج َ ُُكونْ ُفو ْشي ِ َّ ِ ِ ِ ِ وطبوا بِالْ ُقر آن أ ََّوًال ; لِ ُم َج َاوَرِِتِ ْم ُ ين ُخ ْ َ عْن َد الْ َعَرب الذ َوََلْ يَ ُكونُوا يَ ْر َحلُو َن إِ َىل ا َْلِْن ِد،ََلُ ْم ِيف الْعَِر ِاق َوالْبَ ْحَريْ ِن ِ ِ ِّ ان و ود ِم َن ْاْليَِة ُص ُ َوالْ َم ْق،ين َ ََوالْيَاب َ الصني فَيَ ْع ِرفُوا ْاْل َخ ِر ِِ ِ ِ ِ ِ ِ َاجة َ فَ َال َح،َحاص ٌل بذ ْك ِر َم ْن ذُكَر م َن الْملَ ِل الْ َم ْع ُروفَة ِ ِ اْل ْغر ِ ِ ص ِر ْ اب بِذ ْك ِر َم ْن َال يَ ْع ِرفُهُ الْ ُم َخاطَبُو َن ِيف َع َ ْ إ َىل milik perkataan- 23 Firman Allah dalam surat al-Nur ayat 26: Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanitawanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanitawanita yang baik (pula). mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga). Arsal Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amali Abu Ja`far al-Thabari, Op.Cit, Juz. XIX, h. 143 25Ibid, h. 144 24 10 Menangkap Pesan-Pesan Hukum ..... ALHURRIYAH : Jurnal Hukum Islam ََيْ َفى َعلَى ني الْبَ َر ِاِهَِة َ ْ َب Vo 1, No 1, Januari-Juni 2016 ِ ِ َوَال،ُخَرى ْ التَّنَ ُّزِل م ْن أ َْه ِل الْملَ ِل ْاِل ِ ِ َن اهلل ي ْف ص ُل َ ني بَ ْع َد ذَل َ ِالْ ُم َخاطَب َ َ َّ ك أ ِ ِ .ضا ً ْني َو َغ ِْْيه ْم أَي َ َِّوالْبُوذي memerlukan pemahaman dan wawasan mendalam untuk menafsirkannya seperti konsep ahlal-kitab, sehingga seorang penafsir tidak terjebak dalam sisi-sisi lokalitastemporalnya dan berusaha mengungkapkan maksud Secara tekstual (zhahir) ayat al-Qur’an menyebut para penganut agama-agama terdahulu, kaum Sabi’in dan Majusi, dan tidak menyebut kaum Brahma (Hindu), Budha, dan para pengikut Konfusius karena kaum Sabi’in dan Majusi dikenal oleh bangsa Arab yang menjadi sasaran awal lawan bicara (khitab) al-Qur’an, karena kaum Sabi’in dan Majusi itu berada berdekatan dengan mereka di Irak dan Bahrain. Tujuan ayat suci telah tercapai dengan menyebutkan agama-agama yang dikenal (oleh bangsa Arab), sehingga tidak perlu membuat keterangan yang terasa asing dengan menyebut golongan yang tidak dikenal oleh orang yang menjadi alamat pembicaraan itu di masa turunnya al-Qur’an, berupa penganut agama-agama yang lain. Setelah itu tidak diragukan lagi bagi mereka (orang Arab) yang menjadi alamat pembicaraan (wahyu) itu bahwa Allah juga akan membuat keputusan perkara antara kaum Brahma, Budha, dan lain-lain.26. kandungan internal dan eksternalnya sesuai dengan konteks di mana ia diturunkan merespons dan tuntutan ditafsirkan kehidupan guna aktual manusia. Beberapa pola penafsiran ayat yang dilakukan oleh shahabat, tabi`in dan ulama setelahnya memperlihatkan kepada umat Islam, khusus bagi pemerhati hukum Islam untuk tidak mengabaikan metode tafsir kontekstual itu dalam upaya menangkap pesan-pesan hukum dan sekaligus menghindari kevakuman hukum dan kesankesan bahwa sesuatu yang tidak sama dengan teks ayat dianggap bertentangan dan melanggar ketentuan ayat. Hal ini semakin mendesak di era modern ini yang kehidupan manusia jauh telah diwarnai oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tentu saja berimbas kepada pola dan tatanan kehidupan itu sendiri yang Statemen Muhammad Rasyid Ridha sudah dapat dipastikan terdapat perbedaan (1865-1935 M) ini merupakan penafsiran kondisi sosial dimasa-masa turunnya ayat- kontekstualnya terhadap konsep ahlal-Kitab ayat al-Qur’an. yang selama ini mayoritas sarjana Sunni Dalam konteks Indonesia membatasinya hanya pada Yahudi dan umpamanya, beberapa persoalan hukum Kristen. Menurutnya, konsep ahlal-Kitab Islam juga mencakup Hindu, Budha, dan para perhatian khusus, terutama menafsirkan pengikut saat ayat-ayat hukum dengan mengedepankan turunnya al-Qur’an orang Arab belum metode kontekstual dan bukan dengan mengenal agama-agama tersebut sehingga semata-mata mempedomani literal semata. tidak perlu menyebutnya. Secara tidak Di antara kasus-kasus yang dapat dijawab langsung, ia mengakui adanya sisi-sisi dengan menggunakan tafsir kontekstual lokalitas-temporal adalah sebagai berikut: 26 Konfusius karena pada al-Qur’an yang seharusnya mendapat Pertama, kasus hukum perkawinan Muhammad Rasyid Ridha, Op.Cit, Juz. VI, antara wanita muslimah dengan laki-laki h. 156 Arsal sudah 11 Menangkap Pesan-Pesan Hukum ..... ALHURRIYAH : Jurnal Hukum Islam Vo 1, No 1, Januari-Juni 2016 non muslim di Indonesia. Hemat penulis menikah hampir-hampir kasus seperti ini sulit untuk Mengikuti pendapat Muhammad Rasyid dibendung dan dicegah dalam pergumulan Ridha kehidupan heterogen/kemajemukan, baik metode tafsir kontekstual untuk memahami suku, ras, budaya dan agama. bila merujuk konsep ahl al-kitab menurut al-Qur’an, ke dalam al-Qur’an ada dijumpai ayat yang agaknya sangat beralasan jika dikatakan memberikan peluang untuk menikah antara bahwa agama-agama yang berkembang di laki-laki muslim dengan wanita kitabiyah Indonesia ini dapat diposisikan kepada seperti tertera pada ayat berikut: kelompok ahl al-kitab yang tentu saja boleh peluang Arsal bagi nash laki-laki yang memperkenalkan Sebaliknya ayat tidak ada memberikan keterangan (maskutu `anhu) bagaimana kalau perkawinan itu dilangsungkan oleh wanita muslimah dengan laki-laki non muslim. Secara pendekatakan tafsir kontekstual menurut hemat penulis akan dapat diberikan jawaban hukumnya. Untuk tahap awal harus dipahami terlebih dahulu kenapa ayat selalu mengarahkan khithabnya (titahnya)kepada kaum lak-laki, hal ini tentu saja konteks ketika turun ayat dominasi dan hak muthlak mereka laki-laki untuk memulai suatu perkawinan dan memutuskannya sangat terlihat dalam kehidupan ketika itu, dan sebaliknya kaum perempuan hampir tidak punya hak dan peluang untuk melakukan hal yang sama. Jadi sangat beralasan kalau khithab (titah) ditujukan kepada mereka. Kondisi hari ini tentu bicara lain, artinya kontek kekinian tidak sama dengan apa yang terjadi pada masa lalu, kaum perempuan hari ini telah memperlihatkan hal yang sama dengan apa yang dilakukan Hampir mayoritas ulama yang tergabung dalam istilah jumhur ulama mengemukakan pendapat yang sama, yakni menetapkan hukum mubah bagi laki-laki muslim menikah dengan wanita kitabiyah dengan menggunakan beberapa metode, seperti metode `Aam al-Mukhashash, metode nasakh, dan metode istitsna’. 27 memberikan muslim atas 27 dengan wanita-wanita non muslim. Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baikbaik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundikgundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi. zhahir di ahl al-kitab. laki-laki muslim di Indonesia menikah Secara dengan wanita untuk 12 Menangkap Pesan-Pesan Hukum ..... ALHURRIYAH : Jurnal Hukum Islam Vo 1, No 1, Januari-Juni 2016 oleh kaum laki-laki. Kaum perempuan hari yang sharih melarang kasus ini. Pada ini punya kesempatan untuk menentukan umumnya nash yang berhubungan dengan dan memulai sebuah perkawinan dan juga pernikahan berisikan larangan-larangan dan mereka punya peluang secara hukum untuk selama tidak ada larangan tentu saja kasus memulai memutuskan/membatalkan sebuah ini hukumnya dibolehkan. (4). Perempuan perkawinan dengan sama dengan laki-laki kedudukannya dalam menggunakan metode tafsir kontekstual menerima taklif Allah kecuali jika ada dalil- amat beralasan jika ditetapkan kepada dalil khusus yang berlaku bagi masing- mereka hukum yang sama dengan yang masing. (5). Metode ushul fiqh ilgha al-Fariq ditetapkan kepada laki-laki, selama sesuai dapat dengan kriteria dalam ayat. untuk menetapkan kasus ini. itu. Karena itu, Untuk memperkuat pendapat semua dalil dan argumentasi sebagai berikut: (1). kata al-kawafir yang terdapat dalam surat alMumtahanah ayat 10 tertuju kepada kafir dan tidak termasuk pertimbangan hukum Kedua, dalam kasus kesaksian dalam muamalah (perdata), menurut informasi ayat ketentuannya adalah 2 (dua) orang laki-laki atau 1 orang laki-laki dan 2 (dua) orang perempuan (Q.S. al-Baqarah: 282). Muncul pertanyaan kenapa dibedakan jumlah saksi antara laki-laki saja dengan melibatkan perempuan, terkesan laki-laki lebih diunggulkan dibandingkan perempuan dalam kasus kesaksian. Untuk menghindari kesalahan dalam memahami kandungan ayat, maka diperjelas oleh salah seorang ulama tafsir bernama Muhammad al-Jaziri sebagai berikut: itu tentu saja dapat dikemukakan beberapa musyrik dijadikan dalam pengertian ayat kafir ahl al-kitabbegitulah penafsiran mayoritas shahabat dan tabi`in. Ayat ini dijadikan dalil oleh pihak yang menetapkan hukum haram perkawinan jenis ini. 28 (2). Hadits Jabir yang dijadikan ulama sebagai dalil untuk menetapkan haramnya wanita muslimah dinikahkan فإن َل يكونا رجلني فرجل وامرأتان ممن ترضون شهادِتم لدينهم وعدالتهم وإمنا جعل الشرع املرأتني مبنزلة رجل واحد خوف أن ختطئ إحداِها فتذكرها الثانية لقلة ضبط النساء لألمور املالية وقلة عنايتهن dengan laki-laki ahl al-kitab, ternyata tidak kuat untuk dijadikan hujjah untuk kasusu ini sebab mata rantai sanadnya bermasalah (dhaif). 29 (3). Pernikahan termasuk aspek muamalah yang hukum ashalnya adalah boleh (al-ibahah)30 berhubung tidak ada nash مبثل ذلك ِلن املرأة جبلت على االشتغال باملنزل والبيئة املنزلية وتربية اِلوالد فكان تذكرها للمعامالت قليال وهذا حكم غالىب واِلحكام الشرعية تنظر Abu Qashim Muhammad ibn Amr ibn Ahmad al-Zamakhasyri, al-Kasysyaf ˈAn Haqaiqi Ghawamidhi al-Tanzîl, (Beirut: Dar al-kitâb al-ˈArabi, 1407), Juz. IV, h. 517 dan Muhammad ibn Ahmad ibn Abi Bakar ibn Farah al-Qurthubi, Op.Cit, Juz. XVIII, h. 66-67 29 Muhammad ibn Jarir ibn Yazid ibn Katsir ibn Ghalib al-Amaly, Abu Jaˈfar al-Thabari, Op.Cit, Juz. III, h. 716 30 Abu Muhammad Shalih ibn Muhammad ibn Hasan Ali Umair al-Asmari al-Qahthani, Majmuˈ al-Fawâid al-Bahiyah ˈAla Manzhȗmah al-Qawâˈid alFiqhiyah, (Saudi Arabia: Dâr al-Shamiˈi li al-Nasyr wa Tauziˈ, 1420 H/2000 M), Juz. I, h. 75 28 Arsal .للمجموع Seandainya tidak ada dua orang laki-laki (menjadi saksi), maka boleh gantinya satu orang laki-laki dan dua orang perempuan yang kamu senangi mereka menjadi saksi karena pertimbangan agama mereka dan 13 Menangkap Pesan-Pesan Hukum ..... ALHURRIYAH : Jurnal Hukum Islam Vo 1, No 1, Januari-Juni 2016 keadilan mereka. Sesungguhnya agama memposisikan mereka dua orang sebanding dengan satu orang laki-laki, karena khawatir salah seorangnya keliru/tersalah, maka yang lainnya dapat mengingatkan. Hal ini disebabkan perempuan lemah kemampuannya bila dihadapkan kepada masalah kebendaan dan kurang pemahamannya terhadap hal itu, karena tugas mereka diprioritaskan mengatur rumah tangga dan mendidik anak-anak yang mengakibatkan pemahaman mereka tentang muamalah tentu saja berkurang. Hal ini terkait dengan hukum kebiasan dan syariat menetapkan tentu saja menurut 31 pertimbangan sosial ketika itu. kontekstual. Kalau penyebab dibedakan itu mereka tidak memahami tentang muamalah, dan sekarang mereka sudah banyak memahami bahkan melebihi kaum laki-laki. Bila kondisi ketika turun ayat dibawa kepada konteks kekinian yang berbeda, artinya illatnya sudah tidak sama lagi, maka tentu saja penetapan jumlah kesaksian perempuan hari ini telah dapat disamakan dengan laki-laki, yakni sebanding, dan sangat tidak beralasan jika masih tetap dikatakan tetap diberlakukan satu orang laki-laki dan dua orang perempuan. Dalam konteks di Indonesia hari ini, Dengan demikian dapat dikatakan setting sosial masyarakatnya tidak sama bahwa dengan masyarakat ketika turun wahyu. merupakan Berdasarkan untuk meneguhkan prinsip-prinsip keesaan keterangan Muhammad metode keinginan Mahmud al-Hijazi di atas dapat dipahami Tuhan, bahwa penetapan yang berbeda antara laki- kemashlahatan laki dan perempuan dalam kasus kesaksian manusia, disebabkan Kehidupan sertakan perempuan dalam tidak persoalan diikut tafsir yang keadilan, pada kontekstual mendalam rahmat, dan kehidupan nyata umat Islam. khususnya manusia yang senantiasa transaksi- berubah dan penuh inovasi tentu saja transaksi tenti saja mereka tidak memahami menuntut pula perubahan penafsiran yang hal tersebut. Kondisi itu tentu sangat jauh yang bisa menjawab semua itu. hal ini berbeda dengan kondisi kekinian yang bukan mena kaum perempuan telah diberikan wahyu Allah SWT dalam al-Qur’an di peluang dan kebebasan yang sama dengan bawah realitas kehidupan manusia, akan kaum laki-laki. Justru hari ini didapati tetapi bahwa mereka menampakkan kelebihan mendinamiskan antara keduanya sehingga dari pihak laki-laki dalam aspek muamalah tidak saling bertentangan. berarti menundukkan metode ini sakralitas upaya untuk atau berbisnis. Pertanyaan yang muncul Sehubungan dengan itu metode tafsir adalah apakah boleh jumlah kesaksian itu di kontekstual sangat urgen dilakukan dengan samakan beberapa pertimbangan sebagai berikut: ataukah tetap diberlakukan menurut tuntunan zahir nash. a. Pertanyaan tersebut dapat dijawab generasibagi dengan menggunakan pendekatan tafsir umat Islam pada gilirannya menuntut perbedaan solusi dan jawaban hukumnya yang tentu saja Muhammad Mahmud al-Hijazi, al-Tafsir alWadhih, (Beirut: Dar al-Jalil al-Jadid, 1413 H), Juz. I, h. 197 31 Arsal Perbedaan pola hidup dari generasi ke tidak dapat dihindari perubahan penafsiran ayat-ayat al-Qur’an. 14 Menangkap Pesan-Pesan Hukum ..... ALHURRIYAH : Jurnal Hukum Islam b. Vo 1, No 1, Januari-Juni 2016 Al-Qur’an diyakini sebagai kitab suci terakhir dan sempurna, b. sementara turunnya al-Qur’an sejarah mulai penting itu adalah latar belakang atau Pola yang yang sangat penafsiran tekstual (literal) terhadap setting ayat-ayat itu akan mengiring seseorang mengawali turunnya wahyu kepada kepada penafsiran yang keliru. Karena Nabi Muhammad SAW. c. sosial hal pertama unsur-unsur lokalitas-temporal. terakhir, benar sampai terjadi yang Langkah selanjutnya menyusun ayat dapat menghindarkan dari kesalahan demi ayat lengkap dengan asbab al- penafsiran tersebut. nuzulnya dan bahasa yang digunakan Isi kandungan al-Qur’an tidak merinci untuk persoalan kehidupan manusia, tetapi tekstual secara komprehensif. sering diungkap dengan bentuk umum d. dengan sebahagian ayat-ayatnya mengandung itu metode tafsir kontekstual akan c. Memahami d. menggali kandungan inter- Cermati secara mendalam kitab-kitab yang tentu saja sangat berpeluang tafsir dan pengarangnya dalam hal untuk ditafsirkan, terutama dengan konteks sosio-historis para penafsirnya. menggunakan Sebab penafsiran yang dilakukan oleh metode tafsir kontekstual. seorang mufasir bersifat subjektif dan Penafsiran yang dilakukan oleh ulama tempat dimana ia menetap sangat bersifat sabjektif dan tidak final akan mempengaruhi pola penafsirannya. tetapi masih terbuka kesempatan untuk perbaikkan Memahami kondisi masyarakat yang terutama yang berhubungan dengan mana al-Qur’an akan ditafsirkan secara pemecahan masalah-masalah baru yang kontekstual dihadapi oleh umat Islam. persamaan melakukan revisi dan untuk dan menemukan perbedaan sisi kehidupan mereka dengan kehidupan masyarakat pada Untuk mengimplementasikan metode masa-masa al-Qur’an diturunkan. tafsir kontekstual tentu tidak mudah dan juga tidak terkesan mengada-ada, maka KESIMPULAN beberapa persyaratan pokok harus dimiliki Untuk mengakhiri pembahasan singkat oleh seorang penafsir. Persyaratan tersebut ini maka penulis akan sajikan beberapa inti dapat diformulasikan sebagai berikut: pembahasan yang tertuang dalam bentuk kesimpulan sebagai berikut: a. Seorang mufasir harus memahami dengan benar dan utuh berhubungan 1. Memahami ayat-ayat al-Qur’an dengan dengan kehidupan bangsa Arab pra cara parsial, seperti penekannya hanya dan pasca Islam, berupa aspek bahasa, kepada kontek hukum, sosial, ekonomi dan kultur. Hal konteks nuzul ini kultural akan sebagai pemahan awal linguistiknya dan konteks membuat atau sosio- seorang menggunakan tafsir kontekstual, karena penafsir mengalami kekeliruan dalam al-Qur’an turun bukan kepada orang- menghasilkan orang yang hampa budaya. teks itu sendiri. Arsal 15 pemahaman terhadap Menangkap Pesan-Pesan Hukum ..... ALHURRIYAH : Jurnal Hukum Islam 2. Vo 1, No 1, Januari-Juni 2016 Dalam metode tafsir kontekstual di samping memperhatikan linguistiknya aspek dan tentang aspek aspek gejala nuzulnya, sosio-kultural masyarakat merupakan pertimbangan mendasar dalam kerja tafsir dengan corak ini. 3. Pola penafsiran yang lebih mengedepankan makna lahir teks atau literal-verbal akan menimbulkan cara berfikir puritarisme, fanatisme, fundamentaslime, dan ekstremisme atas nama agama. Hal seperti ini tentu saja tidak sejalan dengan yang dicontohkan oleh Rasul SAW, shahabat dan tabi`in. Demikian kesimpulan dari keragaman pembahasan sebagaimana yang telah disajikan dalam pembahasan terdahulu. Sebagai manusia biasa penulis menyadari bahwa masih banyak kekeliruan dan kealfaan yang terdapat dalam tulisan ini, dan penuh harapan ditujukan kepada pemerhati dan pembaca untuk memberikan kritikan dan sumbangan demi untuk kesempurnaan tulisan ini. Arsal 16 Menangkap Pesan-Pesan Hukum .....