BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Keuangan Daerah Sejalan dengan berbagai tuntutan dan keperluan untuk mendorong desentralisasi dan otonomi, telah diundangkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Undang-Undang tersebut diharapkan dapat dijadikan landasan yang cukup kuat dalam mengimplementasikan otonomi yang seluas-luasnya dan bertanggung jawab yang mampu mendukung penyelenggaraan pembangunan daerah oleh pemerintah daerah sehingga sejalan dengan aspirasi dan kebutuhan daerah. Di sisi lain pembangunan yang berkesinambungan harus dapat memberi tekanan pada mekanisme ekonomi, sosial, politik, dan kelembagaan, baik dari sektor swasta maupun pemerintah, demi terciptanya suatu perbaikan standar hidup masayarakat secara cepat. Untuk itu pemerintah daerah dituntut untuk mampu mengalokasikan sejumlah besar anggaran pembangunan untuk membiayai programprogram yang terkait dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dorongan desentralisasi yang terjadi di berbagai negara di dunia terutama di negara-negara berkembang, dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya; latar belakang atau pengalaman suatu negara, peranannya dalam globalisasi dunia, Universitas Sumatera Utara kemunduran dalam pembangunan ekonomi, tuntutan terhadap perubahan tingkat pelayanan masyarakat, tanda-tanda adanya disintegrasi di beberapa negara, dan yang terakhir, banyaknya kegagalan yang dialami oleh pemerintahan sentralistis dalam memberikan pelayanan masyarakat yang efektif (Sidik 2002). Dengan telah diterbitkannya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah terjadi berbagai perubahan mendasar dalam pengaturan pemerintahan daerah di Indonesia. Konsekuensinya adalah perlunya dilakukan penataan terhadap berbagai elemen yang berkaitan dengan Pemerintah Daerah sebagai manifestasi dari otonomi daerah. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, kehadiran UU No. 32 Tahun 2004 memberikan otonomi kepada daerah kabupaten dan kota untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakatnya. Kondisi ini mendorong upaya partisipasi masyarakat yang akan mempengaruhi komponen kualitas pemerintahan lainnya dan akhirnya menyebabkan terjadinya orientasi pemerintah pada tuntutan dan pelayanan publik. Dalam kenyataannya, pemerintah sendiri perlu menstimulir pembangunan ekonomi melalui APBN. Secara umum diyakini desentralisasi fiskal akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pendapat ini dilandasi oleh pandangan yang menyatakan kebutuhan masyarakat daerah terhadap pendidikan dan barang publik pada umumnya akan terpenuhi dengan lebih baik dibandingkan bila langsung diatur oleh pemerintah pusat. Namun kecenderungan ke arah tersebut tidak nampak karena hingga saat ini sebagian Universitas Sumatera Utara besar Pemerintah Daerah (Pemda dan DPRD) Kota dan Kabupaten di Indonesia merespons desentralisasi fiskal dengan menggenjot kenaikan PAD melalui pajak dan restribusi tanpa diimbangi peningkatan efektivitas pengeluaran APBD serta dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi. PP 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, merupakan salah satu peraturan operasional dalam implementasi Otonomi Daerah, setelah era reformasi tata kelola keuangan negara/daerah yang ditandai dengan disahkannya paket undang-undang bidang keuangan negara. PP ini telah mendorong Daerahdaerah untuk melakukan perubahan dan perbaikan dalam manajemen dan pengelolaan keuangan Daerah. Dengan manajemen Keuangan Daerah yang sehat diharapkan transparansi dan akuntabilitas pemerintah daerah di bidang keuangan akan lebih terukur. Upaya ini harus mendapat dukungan dari semua pihak karena merupakan salah satu tuntutan reformasi yang menekankan pada upaya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih (clean government) dan tata pemerintahan yang baik (good governance). PP ini juga telah melahirkan regulasi baru sebagai aturan pelaksanaannya karena adanya pasal kunci dalam PP 58/2005 yaitu pasal 154, yang berbunyi: “Ketentuan lebih lanjut tentang pengelolaan keuangan daerah diatur dengan peraturan Menteri Dalam Negeri.” Universitas Sumatera Utara Oleh karena itu, lahirlah Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagai pengganti Kepmendagri No. 29 tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta..... Permendagri No. 13 ini merupakan pedoman umum bagi pemerintah daerah di dalam melaksanakan tata kelola keuangannya. Daerah masih mempunyai banyak pekerjaan rumah yaitu harus menyusun aturan pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik daerah, dalam bentuk Perda Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah dan berbagai Peraturan Kepala Daerah terkait dengan implementasinya. 2.2. Penerimaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Dalam rangka upaya untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat pemerintah pusat dan pemerintah daerah merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dalam hal ini misi utama otonomi daerah bukan sekedar keinginan untuk melimpahkan kewenangan dan pembiayaan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, tetapi yang lebih penting adalah keinginan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya keuangan daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Otonomi daerah telah memberikan harapan dan peluang baru untuk penanggulangan kemiskinan. Otonomi Daerah memungkinkan peningkatan penanggulangan kemiskinan karena menghadapi jarak spasial maupun temporal yang lebih dekat dengan penduduk miskin itu sendiri. Universitas Sumatera Utara Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menerangkan bahwa pemerintahan kabupaten/kota memiliki urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri dari perencanaan dan pengendalian pembangunan; perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; peyelengaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; penyediaan sarana dan prasarana umum; penanganan bidang kesehatan; penyelenggaran pendidikan; penanggulangan masalah sosial; pelayanan bidang ketenagakerjaan; fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; pengendalian lingkungan hidup; pelayanan pertanahan; pelayanan kependudukan dan catatan sipil; pelayanan administrasi umum pemerintahan; pelayanan administrasi penanaman modal; penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Urusan lainnya yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Untuk mendukung urusan pemerintah daerah tersebut maka pemerintah daerah membuat perencanaan yang akan menghasilkan anggaran pendapatan belanja daerah. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) adalah merupakan gambaran dari kebijakan pemerintah daerah dalam mengelola pemenuhan kebutuhan masyarakat dan operasionalisasi struktur yang mendukungnya. Pemerintah daerah yang lebih dekat dengan konstituennya selayaknya mampu mengenali kebutuhan Universitas Sumatera Utara akan daerahnya. Anggaran adalah pernyataan tentang perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan terjadi dalam sebuah rentang waktu tertentu dimasa yang akan datang serta realisasinya di masa lalu. Di dalam anggaran pendapatan belanja tersebut terdapat sisi penerimaan daerah yang merupakan sejumlah dana yang digunakan untuk mendukung urusan pemerintah daerah. Penerimaaan daerah tersebut terdiri dari dana yang didapat oleh daerah yang bersangkutan dan dana yang berasal dari anggaran pendapatan belanja negara. Penerimaan daerah dibagi menurut lima kelompok seperti yang tertera di bawah ini : 2.2.1. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu Merupakan sisa lebih perhitungan tahun lalu yang digunakan pada anggaran pendapatan belanja pada tahun berikutnya. 2.2.2. Pendapatan Asli Daerah Penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan-peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undanagn yang berlaku. Pendapatan asli terdiri dari : a) Pajak Daerah Iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah Universitas Sumatera Utara b) Retribusi Daerah Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang harus disediakan dan diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan c) Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Lainnya yang Dipisahkan Hasil ini berupa penerimaan laba bersih dari Badan Usaha Milik Daerah yang terdiri dari laba bersih bank pembangunan daerah, perusahaan air minum, bagian laba bersih perusahaan daerah lainnya dan penyertaan modal daerah kepada perusahaan. d) Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Merupakan pendapatan yang berasal dari sumber-sumber yang tidak masuk dalam komponen PAD lainnya seperti penjualan barang milik daerah, jasa giro, sumbangan pihak ke tiga dan pendapatan lain-lain 2.2.3. Dana Perimbangan Dana perimbangan adalah dana yang berasal dari penerimaan anggaran pendapatan belanja negara yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka desentralisasi. Dana perimbangan ini terdiri dari : a) Dana Bagi Hasil Dana yang bersumber dari hasil pajak dan sumber daya alam. Hasil pajak terdiri dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Universitas Sumatera Utara Bangunan dan pajak penghasilan PPh 25, PPh 29 dan PPh 21. Dana berasal sumber daya alam yang terdiri dari kehutanan, pertambangan umum, perikanan, dan pertambangan b) Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi c) Dana Alokasi Khusus Dana Alokasi khusus merupakan dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu. 2.2.4. Lain-lain Pendapatan yang Sah Pendapatan ini terdiri dari pendapatan hibah dari luar negeri yang dilakukan oleh pemerintah dan pendapatan Dana Darurat yang berasal dari APBN yang digunakan untuk kepentingan darurat seperti bencana atau peristiwa luar biasa. 2.2.5. Pinjaman Daerah Transaksi yang menyebabkan daerah menerima uang atau manfaat bernilai uang yang menyebabkan daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Berikut merupakan struktur dari anggaran pendapatan belanja daerah yang dikelompokkan ke dalam sisi penerimaan. Universitas Sumatera Utara Tabel 1. Struktur Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Pada Sisi Penerimaan A. PENERIMAAN 1. 2. Bagian Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah Bagian Laba Usaha Daerah Penerimaan PAD lainnya 3. Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alikasi Khusus 4. Penerimaan Lainnya 5. Pinjaman Pemerintah Sumber : Statistik Keuangan Daerah, 2002 Penerimaan APBD ini merupakan sumber-sumber keuangan daerah dalam rangka melaksanakan kewajibannya. Sejak berlakunya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan No. 25 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, maka pada tanggal 1 Januari 2001, pemerintah daerah memiliki kewenangan yang lebih luas dalam memdapatkan sumber-sumber pembiayaan, baik yang berasal dari daerah itu sendiri maupun dana yang berasal dari luar daerah. Kebutuhan masyarakat yang meningkat telah mendorong pemerintah daerah untuk mengupayakan peningkatan penerimaan daerah. Universitas Sumatera Utara Elemen-elemen pada penerimaan daerah dapat digunakan secara penuh oleh daerah sesuai dengan kebutuhan dan prioritas daerah yang bersangkutan. Otonomi daerah telah memberikan harapan dan peluang baru untuk penanggulangan kemiskinan. Dengan penerimaan APBD yang lebih besar diharapkan pemerintah dapat mengalokasikan penerimaan ini ke dalam pengeluaran pemerintah dengan lebih efektif. Di dalam anggaran pendapatan belanja daerah, selain terdapat sisi penerimaan daerah juga terdapat sisi pengeluaran daerah pada tabel 2. Universitas Sumatera Utara Tabel 2. Struktur Anggaran Pendapatan Belanja Daerah pada Sisi Pengeluaran B. PENGELUARAN 6. 6.1. 6.2. 6.3. 6.4. 6.5. 6.6. 6.7. 6.8. 6.9. 6.10. Belanja Rutin Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Pemeliharaan Belanja Perjalanan Dinas Belanja Lain-lain Angsuran Pinjaman/Utang dan Bunga Belanja Pensiun Ganjaran/Subsidi Pengeluaran tidak termasuk Bagian Lain Pengeluaran Tidak Tersangka 7. 7.1. 7.2. 7.3. 7.4. 7.5. 7.6. 7.7. 7.8. 7.9. 7.10. 7.11. Belanja Pembangunan Industri Pertanian dan Kehutanan Sumberdaya Air dan Kehutanan Tenaga Kerja Perdagangan, Peng.Usaha Daerah, Keuangan dan Koperasi Transportasi, Meteorology, dan Geofisika Pertambangan dan Energi Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Pembangunan Daerah dan Transmigrasi Lingkungan Hidup dan Tata Ruang Pendidikan, Kebudayaan, Kepercayaan Terhadap Tuhan YME, Pemuda dan Olahraga 7.12. Kependudukan dan Keluarga Berencana 7.13. Kesehatan, Kesejahteraan Sosial, Peranan Wanita, Anak dan Remaja 7.14. Perumahan dan Pemukiman 7.15. Agama 7.16. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 7.17. Hukum 7.18. Aparatur Pemerintah dan Pengawasan 7.19. Politik, Penerangan, dan Pengawasan, Komunikasi dan Media Massa 7.20. Keamanan dan Ketertiban Umum 7.21. Subsidi Pembangunan Kepada Daerah Bawahan Sumber : Statistik Keuangan Daerah, 2002 Universitas Sumatera Utara Pemerintah merupakan salah satu pelaku ekonomi yang penting di dalam Pemerintah merupakan salah satu pelaku ekonomi yang penting di dalam perekonomian. Dalam arti luas, kegiatan pemerintah bukan saja berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintah, tetapi juga berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan kegiatan ekonomi baik yang bersifat langsung melalui penyelenggaraan Badan Usaha Milik Daerah maupun yang bersifat tidak langsung berupa kebijakan keuangan. Dari sisi pembelanjaan, pemerintah berperan sebagai produsen juga merangkap sebagai konsumen. Peran itu ditunjukkan bukan saja oleh jumlah pengeluarannya yang besar, tetapi juga oleh strukturnya, baik melalui pengeluaran rutin maupun pembangunan. Pengeluaran rutin sebagai salah satu unsur penggerak kegiatan ekonomi regional melalui proses multiplier diharapkan mampu memberikan stimulasi terhadap peningkatan laju pertumbuhan ekonomi, pengembangan dunia usaha, perluasan tenaga kerja, serta pemerataan kegiatan dan hasil-hasil pembangunan. Sedangkan, belanja pembangunan merupakan investasi pemerintah daerah yang ikut serta dalam menggerakkan roda pembangunan, secara langsung juga ikut mempengaruhi laju pertumbuhan domestik regional bruto dalam perekonomian regional (BPS Provinsi Sumatera Utara, 2003). Suparmoko, 1984 di dalam buku Barata dan Trihartanto, 2004 menjelaskan bahwa pengeluaran dapat ditinjau dari beberapa segi : 1. Pengeluaran merupakan investasi, yakni sebagai penambah kekuatan dan ketahanan ekonomi pada masa yang akan datang. Universitas Sumatera Utara 2. Pengeluaran yang secara langsung dapat memberikan kegembiraan dan kesejahteraan kepada masyarakat. 3. Pengeluaran yang merupakan penghematan untuk pengeluaran yang akan datang. 4. Pengeluaran untuk menyediakan kesempatan kerja yang lebih banyak dan penyebaran daya beli yang kebih luas. Di dalam penyusunan anggaran, diperlukan asumsi-asumsi dan batasanbatasan agar anggaran tersebut dapat dipergunakan sebagai alat untuk meramalkan pencapaian sasaran yang ditentukan lebih awal. Sasaran ini diharapkan dapat dicapai melalui proyeksi serta penyusunan kriteria program yang terpilih. Secara keseluruhan dari pengeluaran pemerintah serta instrument yang dipilih untuk melaksanakan sasaran tersebut, menurut Kunarjo, 2002 dapat dilihat dari klasifikasi di tabel 3. Universitas Sumatera Utara Tabel 3. Sasaran dan Instrumen dalam Pengeluaran Pemerintah Sasaran 1. Penyediaan kebutuhan masyarakat 2. Distribusi pendapatan a. Antar Masyarakat Pendekatan Pendekatan Sosial Politik Instrumen Melakukan investasi untuk produksi barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Pendekatan Sosial Masyarakat Memberikan subsidi secara langsung maupun tidak langsung penyediaan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berpendapatan rendah. b. Antar Daerah Pendekatan Sosial Politik Melakukan investasi lebih banyak di daerah/provinsi masih terbelakang. Mengurangi atau menambah pengeluaran pemerintah; mengubah komposisi pengeluaran. Melakukan investasi pada bidang prasarana seperti jalan, kelistrikan, perhubungan dsb. Membangun industri yang padat karya; meningkatkan pendidikan formal dan non formal 3. Stabilitas Ekonomi Pendekatan Ekonomi 4. Pertumbuhan Pendekatan Ekonomi 5. Kesempatan Kerja Pendekatan Ekonomi Universitas Sumatera Utara 2.3. Kesejahteraan Masyarakat Kesejahteraan masyarakat merupakan gambaran dari taraf hidup masyarakat dalam suatu daerah tertentu. Kesejahteraan masyarakat ini merupakan hasil dari proses pembangunan yang dilakukan di daerah tersebut. Sebagian dari usaha pemerintah untuk menyejahterakan masyarakatnya adalah dengan penyediaan sarana dan prasarana untuk kelompok masyarakat miskin. Hal ini dilakukan pemerintah dengan membangun infrastruktur seperti jalan, peyediaan air bersih, sarana kesehatan dan sarana pendidikan. Kesejahteraan rakyat umumnya berkaitan dengan masalah kesehatan, pendidikan, angkatan kerja, pengeluaran dan perumahan masyarakat di suatu daerah. Indikator kesejahteraan rakyat merupakan serangkaian informasi yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik yang menggambarkan tentang perkembangan kesejahteraan suatu masyarakat yang dipublikasikan setiap tahunnya. Indikator kesejahteraan tersebut umumnya terdiri dari indikator kesehatan, pendidikan, angkatan kerja, pengeluaran dan Perumahan. Berikut masing-masing penjelasan indikator kesejahteraan rakyat tersebut : 2.3.1. Indikator Kesehatan Kesehatan merupakan faktor yang cukup penting, kaitannya dengan masalah sumber daya manusia, sebagai salah satu modal pembangunan. Tingkat kesehatan yang semakin baik akan menghasilkan kualitas manusia yang lebih baik, yang pada Universitas Sumatera Utara gilirannya akan meningkatkan produktifitas. Indikator yang dapat digunakan untuk menggambarkan tingkat kesehatan di suatu daerah umumnya seperti di bawah : a) Tingkat Kelahiran Tingkat kelahiran yang rendah menunjukkan kesadaran masyarakat akan kesehatan. Hal ini berkaitan dengan semakin banyak jumlah anak maka semakin besar pengeluaran untuk membesarkan anak dengan sehat. b) Tingkat Kematian Bayi Dengan semakin baiknya kondisi kesehatan bayi maka akan berpengaruh terhadap rendahnya angka kematian bayi maka peluang bayi untuk hidup lebih lama semakin tinggi. c) Angka Kematian Ibu Angka kematian ibu, berkenaan dengan penolong kelahiran dan tingkat pelayanan kesehatan secara umum. d) Usia Harapan Hidup Penduduk yang hidup berumur panjang umumnya memiliki tingkat kesehatan yang baik. e) Tingkat Kesakitan Penduduk Tingkat Kesakitan Penduduk merupakan tingkat keluhan penduduk terhadap kesehatannya. Semakin banyak jumlah keluhan ini maka semakin buruk kesehatan di daerah tersebut. Universitas Sumatera Utara f) Sarana Kesehatan Sarana kesehatan merupakan gambaran jumlah rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta beserta kapasiatas tempat tidurnya. Jumlah Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Balai Pengobatan dan Posyandu. g) Tenaga Kesehatan Tenaga Kesehatan menggambarkan jumlah Dokter Umum, Dokter Gigi, Dokter Spesialis, Bidan dan Perawat. 2.3.2. Indikator Pendidikan Pendidikan erat kaitannya dengan pengembangan pengetahuan, keahlian dan keterampilan dari penduduk maupun tenaga kerja dalam proses pembangunan. Jika dikaitkan dengan pembangunan maka pendidikan disebut sebagi modal manusia dan pengeluaran terhadap pendidikan tersebut disebut sebagai investasi dalam modal manusia. Beberapa indikator yang menyangkut pendidikan antara lain : a) Tingkat Partisipasi Pendidikan Tingkat partisipasi pendidikan merupakan informasi yang menggambarkan seberapa banyak jumlah penduduk yang menyadari akan pentingnya pendidikan. b) Tingkat Buta Huruf Tingginya tingkat partisipasi penduduk terhadap pendidikan erat kaitannya dengan jumlah penduduk yang buta huruf. Universitas Sumatera Utara c) Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan merupakan informasi yang menggambarkan tingkat sekolah tertinggi yang ditamatkan oleh masing-masing penduduk. Semakin tinggi jumlah penduduk minimal tamat sekolah menengah umum maka akan menggambarkan tingkat sumber daya manusia yang cukup tinggi juga di daerah tersebut. d) Ketersedian Sarana Pendidikan Ketersedian sarana pendidikan merupakan informasi yang menggambarkan seberapa banyak jumlah sarana pendidikan yang ada di daerah tersebut. Sarana pendidikan tersebut berupa jumlah SD dan setingkatnya, SMP dan setingkatnya, SMU dan setingkatnya serta jumlah perguruan tinggi. 2.3.3. Indikator Angkatan Kerja Angkatan kerja adalah mereka yang berumur sepuluh tahun ke atas dan mempunyai pekerjaan dan paling sedikit bekerja selama 1 jam seminggu atau mereka yang tidak bekerja karena suatu sebab seperti petani yang sedang menunggu panen, pegawai yang sedang sakit, atau pekerja bebas profesional yang sedang menunggu pekerjaan dan seseorang yang sedang mencari pekerjaan (BPS Sumatera Utara, 2003). Indikator yang dapat digunakan untuk menggambarkan tingkat angkatan kerja di suatu daerah umumnya seperti di bawah : Universitas Sumatera Utara a) Penduduk berdasarkan kegiatan Pekerjaan Dalam hal ini keterangan yang di informasikan adalah jumlah penduduk berdasarkan kegiatanya. Kegiatanya tersebut terdiri dari penduduk yang bekerja, sedang mencari pekerjaan, sekolah, mengurus rumah tangga. b) Angkatan Kerja dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Informasi yang diterangkan adalah jumlah penduduk yang merupakan angkatan kerja yang dikategorikan berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan serta informasi yang menerangkan jumlah angkatan kerja yang belum pernah merasakan sekolah. c) Angkatan Kerja dan Lapangan Usaha Utama Informasi yang diberikan adalah jumlah penduduk menurut lapangan usaha yang terdiri dari pertanian; pertambangan dan penggalian; industri, listrik, gas, dan air; konstruksi; perdagangan; angkutan dan komunikasi; keuangan; jasa dan lainnya. d) Angkatan Kerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama Informasi yang diberikan adalah informasi yang menggambarkan angkatan kerja berdasarkan status pekerjaan utama yang terdiri dari berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain, berusaha dengan dibantu anggota rumah tangga/buruh tidak tetap, Berusaha dengan buruh tetap, Buruh/karyawan/pekerja dibayar, Pekerja bebas di pertanian dan pekerja bebas di non pertanian Universitas Sumatera Utara e) Pengangguran Pengangguran merupakan penduduk yang tergolong pada angkatan kerja tetapi belum mendapatkan pekerjaan. Informasi pengangguran ini di rinci menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan. 2.3.4. Indikator Pengeluaran Indikator Pengeluaran merupakan informasi yang menggambarkan tentang pengeluaran penduduk rata-rata per kapita sebulan. Pengeluaran ini merupakan ratarata biaya yang dikeluarkan rumahtangga selama sebulan untuk konsumsi makanan maupun bukan makanan dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga. Informasi lain yang adalah persentase pengeluaran menurut dan golongan pengeluaran per kapita sebulan. 2.3.5. Perumahan dan Lingkungan Informasi yang diberikan adalah informasi yang menggambarkan tentang persentase rumahtangga menurut dan luas lantai, jenis dinding terbanyak, jenis atap terbanyak, jenis lantai terluas, sumber penerangan, fasilitas air minum, sumber air minum, tempat buang air besar. 2.4. Kemiskinan Orang miskin umumnya terjerat ke dalam apa yang disebut ”lingkaran kemiskinan”. Menurut Nurkse, lingkaran kemiskinan mengandung arti deretan melingkar kekuatan-kekuatan yang satu sama lain beraksi dan sedemikian rupa Universitas Sumatera Utara sehingga menempatkan orang miskin tetap berada dalam keadaan melarat. Orang miskin, misalnya, dalam kondisi kurang makan; karena kurang makan, kesehatannya menjadi buruk; karena fisiknya lemah kapasitas kerjanya rendah penghasilannya pun rendah dan itu berarti ia miskin, akhirnya ia tidak akan mempunyai cukup makan; dan seterusnya. Bila keadaan seperti ini dikaitkan dengan kondisi negara/daerah maka secara keseluruhan dapat dikemas kedalam dalil yang disebut oleh Nurkse yakni ”a poor country is poor because it is poor” yang artinya negara menjadi miskin karena negara tersebut miskin. Dalam hal ini Nurkse mengisyaratkan bahwa kemiskinan adalah sebab sekaligus akibat. Produktifitas Rendah Produktifitas Rendah Kurang Modal Pendapatan Rendah Kurang Modal Pendapatan Rendah Investasi Rendah Permintaan Rendah Investasi Rendah Tabungan Rendah Sisi Penerimaan Sisi Penawaran Gambar 2. Lingkaran Kemiskinan Sisi Penerimaan dan Sisi Penawaran Nurkse Universitas Sumatera Utara Dalam skala daerah, lingkaran kemiskinan berasal dari fakta bahwa produktifitas total di daerah miskin sangat rendah sebagai akibat kekurangan modal, pasar yang tidak sempurna, dan keterbelakangan ekonomi. Lingkaran kemiskinan tersebut kalau dilihat dari sudut permintaan dapat dijelaskan sebagai berikut : rendahnya tingkat pendapatan menyebabkan tingkat permintaan menjadi rendah, sehingga pada gilirannya tingkat investasi pun rendah. Tingkat investasi yang rendah kembali menyebabkan modal kurang dan produktifitas rendah. Produktifitas rendah tercermin di dalam pendapatan yang rendah. Pendapatan rendah berarti tingkat tabungan juga rendah. Tingkat tabungan rendah menyebabkan tingkat investasi rendah dan kekurangan modal. Kekurangan modal pada gilirannya bermuara pada produktivitas yang rendah. Lingkaran kemiskinan yang lain juga menyangkut keterbelakangan manusia dan sumber daya alam. Pengembangan sumber daya alam di suatu daerah tergantung pada kemampuan produktif manusianya. Jika penduduknya terbelakang dan buta huruf, langka akan kemampuan teknik, pengetahuaan dan aktifitas kewiraswastaan, maka sumber-sumber alam akan tetap terbengkalai, kurang dan bahkan salah guna. Pada pihak lain, keterbelakangan sumber alam ini menyebabkan keterbelakangan manusia. Keterbelakangan sumber alam, karena itu, merupakan sebab dan sekaligus akibat keterbelakangan manusia. Konsep kemiskinan memiliki keragaman dalam sudut pandangnya. Kemiskinan bisa dilihat dari ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar Universitas Sumatera Utara dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan budaya. Tetapi pada umumnya, kemiskinan erat kaitannya dengan materi yang dimiliki oleh penduduk atau masyarakat. Dengan pengertian ini, maka seseorang masuk dalam kategori miskin apabila tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan pokok untuk dapat hidup secara layak. Dengan konsep ini, penduduk yang termasuk pada kategori miskin, yakni apabila penduduk tersebut tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan pokok untuk dapat hidup secara layak. Pengertian kemiskinan menurut Sumodiningrat (1998) dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelas yakni : 1. Kemiskinan Absolut Kemiskinan absolut terjadi jika tingkat pendapatan penduduk tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum antara lain kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk hidup dan bekerja. 2. Kemiskinan Relatif Kemiskinan relatif terjadi jika tingkat pendapatan penduduk di atas garis kemiskinan, namun relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan pendapatan masyarakat sekitarnya. Universitas Sumatera Utara 3. Kemiskinan Kultural Kemiskinan kultural mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya untuk tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya meskipun ada usaha dari pihak luar untuk membantunya. 4. Kemiskinan Kronis Kemiskinan kronis disebabkan oleh kondisi sosial budaya yang mendorong sikap dan kebiasaan hidup masyarakat yang tidak produktif ditambah dengan keterbatasan sumber daya dan keterisolasian daerah dan tidak mendukungnya sumber daya alam serta rendahnya taraf pendidikan, kesehatan, keterbatasan lapangan pekerjaan dan ketidakberdayaan masyarakat dalam mengikuti ekonomi pasar. 5. Kemiskinan Sementara Kemiskinan sementara, terjadi akibat perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal ke krisis ekonomi, perubahan kondisi alam yang tekait dengan petani atau nelayan serta terjadinya bencana alam atau dampak dari kebijakan tertentu yang menyebabkan terjadinya penurunan tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan. Garis nilai standar kebutuhan minimum disebut juga garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty threshold). Garis kemiskinan tersebut adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan Universitas Sumatera Utara setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya (BPS, 2002). Pengertian kemiskinan menurut Friedman didefinisikan dari segi pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntunan non-material yang diterima oleh seseorang. Kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan dasar kekuasaan sosial. Dasar kekuasaan sosial meliputi modal produktif atau aset (tanah, perumahan, alat produksi, kesehatan); sumber keuangan (pekerjaan, kredit); organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (koperasi, partai politik, organisasi sosial); jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa; pengetahuan dan keterampilan, dan informasi yang berguna untuk kemajuan hidup Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar tersebut antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki (BAPPENAS, 2004) Universitas Sumatera Utara Untuk mewujudkan hak-hak dasar masyarakat miskin ini, BAPPENAS menggunakan beberapa pendekatan utama antara lain : 1. Pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) Sudut pandang pendekatan kebutuhan dasar yakni dengan melihat kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, yang terdiri dari pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. 2. Pendekatan pendapatan (income approach) Melalui pendekatan pendekatan pendapatan ini, kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset, dan alat-alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung mempengaruhi pendapatan seseorang dalam masyarakat. 3. Pendekatan kemampuan dasar (human capability approach) Pendekatan kemampuan dasar ini, menilai kemiskinan sebagai keterbatasan kemampuan dasar seperti kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat. 4. Pendekatan objective and subjective. Pendekatan obyektif atau sering juga disebut sebagai pendekatan kesejahteraan (the welfare approach) menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus dipenuhi agar keluar dari kemiskinan. Universitas Sumatera Utara Dari pendekatan-pendekatan tersebut, kemudian BAPPENAS menguraikan indikator-indikator kemiskinan seperti yang terlihat dibawah ini : 1. Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, dilihat dari stok pangan yang terbatas, rendahnya asupan kalori penduduk miskin dan buruknya status gizi bayi, anak balita dan ibu. 2. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan disebabkan oleh kesulitan mandapatkan layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, dan kurangnya layanan kesehatan reproduksi; jarak fasilitas layanan kesehatan yang jauh, biaya perawatan dan pengobatan yang mahal. 3. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan yang disebabkan oleh kesenjangan biaya pendidikan, fasilitas pendidikan yang terbatas, biaya pendidikan yang mahal, kesempatan memperoleh pendidikan yang terbatas, tingginya beban biaya pendidikan baik biaya langsung maupun tidak langsung. 4. Terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha, lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, dan perbedaan upah serta lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja perempuan seperti buruh migran perempuan dan pembantu rumahtangga. 5. Terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi. Masyarakat miskin yang tinggal di kawasan nelayan, pinggiran hutan, dan pertanian lahan kering Universitas Sumatera Utara kesulitan memperoleh perumahan dan lingkungan permukiman yang sehat dan layak. 6. Terbatasnya akses terhadap air bersih. Kesulitan untuk mendapatkan air bersih terutama disebabkan oleh terbatasnya penguasaan sumber air dan menurunnya mutu sumber air. 7. Lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah. Masyarakat miskin menghadapi masalah ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah, serta ketidakpastian dalam penguasaan dan pemilikan lahan pertanian. Kehidupan rumah tangga petani sangat dipengaruhi oleh aksesnya terhadap tanah dan kemampuan mobilisasi anggota keluargannya untuk bekerja di atas tanah pertanian 8. Memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber daya alam. Masyarakat miskin yang tinggal di daerah perdesaan, kawasan pesisir, daerah pertambangan dan daerah pinggiran hutan sangat tergantung pada sumberdaya alam sebagai sumber penghasilan; 9. Lemahnya jaminan rasa aman. Hal ini terkait dengan permasalahan yang terjadi di daerah konflik 10. Lemahnya partisipasi. Rendahnya partisipasi masyarakat miskin dalam perumusan kebijakan juga disebabkan oleh kurangnya informasi baik mengenai kebijakan yang akan dirumuskan maupun mekanisme perumusan yang Universitas Sumatera Utara memungkinkan keterlibatan mereka 11. Besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan hidup yang mendorong terjadinya migrasi. Bank dunia juga memiliki indikator-indikator kemiskinan yang terlihat seperti di bawah ini : 1. Kepemilikan tanah dan modal yang terbatas 2. Terbatasnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan 3. Pembangunan yang bias di kota 4. Perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat 5. Perbedaan sumber daya manusia dan sektor ekonomi 6. Rendahnya produktivitas 7. Budaya hidup yang jelek 8. Tata pemerintahan yang buruk 9. Pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan. Menurut SMERU (2001) kemiskinan memiliki beberapa dimensi antara lain : 1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang dan papan). 2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi). Universitas Sumatera Utara 3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga). 4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal. 5. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan keterbatasan sumber alam. 6. Tidak dilibatkannya dalam kegiatan sosial masyarakat. 7. Tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan. 8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental. 9. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak telantar, wanita korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil) (Suharto, dkk, 2004). Menurut Sharp (1996) dari sudut pandang ekonomi ada tiga penyebab kemiskinan antara lain: 1. Kemiskinan yang muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memilliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. 2. Kemiskinan yang muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya yang rendah berarti produktifitasnya rendah, yang pada gilirannya mendapatkan upah yang rendah. Rendahnya kualitas sumber daya ini Universitas Sumatera Utara karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi atau karena keturunan. 3. Kemiskinan yang muncul akibat perbedaan akses dalam modal Kemiskinan menurut ruang dan waktu dapat dibedakan menurut dua bidang yakni bidang ekonomi dan bidang sosial. Di dalam bidang ekonomi terdapat akses terhadap lapangan kerja yakni dengan melihat tingkat kesempatan kerja yang dapat merefleksikan tingkat penyerapan terhadap angkatan kerja. Akses berikutnya adalah akses terhadap faktor produksi yang didalamnya terdapat kemudahan masyarakat dalam mengakses modal usaha yang dapat dilihat dari ketersediaan lembaga keuangan bank ataupun koperasi simpan pinjam, kemudian kemudahan masyarakat dalam mengakses modal pasar dengan melihat ketersediaan pasar di dalam suatu area tertentu dan yang terakhir adalah kepemilikan aset yakni berupa tanah, tempat usaha seperti warung/toko atau bengkel dan lain-lain. Di bidang sosial terdapat akses terhadap fasilitas pendidikan, dengan melihat jumlah sekolah lanjutan tingkat pertama menurut area tertentu dan akses terhadap fasilitas kesehatan dengan melihat sebaran tingkat pelayanan publik di bidang kesehatan berdasarkan area tertentu. Universitas Sumatera Utara 2.4.1. Ciri dan Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Rumah tangga miskin umumya memiliki jumlah rata-rata anggota rumah tangga yang lebih besar dibandingkan dengan rumah tangga pada rumah tangga yang tidak tergolong miskin. Data tahun Badan Pusat Statistik tahun 1993 menunjukkan bahwa jumlah rata-rata anggota rumah tangga miskin mencapai 5.0 orang untuk daerah perkotaan dan 4.9 orang untuk daerah pedesaan. Sedangkan rata-rata jumlah anggota rumah tangga tidak miskin masing-masing hanya 4.1 dan 3.9 orang. Ciri lain yang berhubungan dengan rumah tangga miskin adalah rendahnya rata-rata tingkat pendidikan kepala rumah tangga. Data Badan Pusat Statistik tahun 1994 memperlihatkan bahwa lebih dari 70 % kepala rumah tangga miskin di pedesaan tidak tamat sekolah dasar dan kurang dari 25 % lagi hanya berpendidikan sekolah dasar. Sedangkan untuk daerah perkotaan, terdapat 57 % kepala rumah tangga tidak menamatkan sekolah dasar dan hanya 31 % yang menamatkan sekolah dasar. Dari segi karakteristik lapangan pekerjaan, data makro Badan Pusat Statistik tahun 1999, menunjukkan bahwa lebih dari 62 % angkatan kerja rumah tangga miskin bekerja di sektor pertanian, 10 % pada sektor perdagangan, sebagai pedagang kecil, 7 % pada sektor industri rumah tangga dan 6 % pada jasa. Umumnya, sebagian besar anggota rumah tangga miskin bekerja pada kegiatan-kegiatan yang memiliki produktivitas tenaga kerja rendah. Faktanya, angkatan kerja tersebut cenderung bekerja dengan mengandalkan pekerjaan fisik dengan keterampilan yang minimal. Universitas Sumatera Utara Ciri lainnya adalah rendahnya aksesibilitas anggota masyarakat terhadap sumber-sumber permodalan dan peluang-peluang ekonomi (Siamwall, 1993). Pendapat ini sejalan dengan Kasryono dan Suryana (1992) yang mengkarakteristikkan keluarga petani miskin, yaitu pada terbatasnya penguasaan aset produktif seperti lahan dan kapital serta sumber daya manusia yang sebagian besar rendah. Menurut Todaro (1998), pengentasan kemiskinan merupakan salah satu dari tujuan pembangunan. Salah satu tolok ukur yang digunakan untuk mengentaskan kemiskinan itu ialah tolok ukur yang bersifat ekonomis seperti pendapatan per kapita namun didukung dengan indikator-indikator sosial non ekonomis. Indikator-indikator sosial tersebut terdiri dari tingkat pendidikan, tingkat pelayanan kesehatan, kecukupan kebutuhan akan perumahan dan sebagainya. Sedangkan Jaka Sumanta (2005) dalam Fenomena Lingkaran kemiskinan Indonesia, menyatakan dalam model regresinya bahwa persentase penduduk miskin di pengaruhi oleh pendapatan per kapita, angka melek huruf, Rasio PDRB sektor primer terhadap total PDRB atas harga konstan, persentase rumah tangga pengguna listrik, rasio penerimaan retribusi terhadap pajak dalam APBD. Kemudian untuk model indeks kedalaman kemiskinan, juga dipengaruhi oleh variabel-variabel tersebut di atas. Universitas Sumatera Utara