PARADIGMA PROFETIK DALAM PENGEMBANGAN ILMU HUKUM DAN PENEGAKAN HUKUM (PROPHETIC PARADIGM IN LAW DEVELOPMENT AND LAW MAINTENANCE) (ABSORI DAN ELVIANDRI) Jurnal Ilmiah Pesantren, Volume 2, Nomor 2, Juli-Desember 2016 sosial ini juga bisa terjadi di kalangan bilamana hasil-hasil kajian ini selalu sesuatu dari partikel fundamental cara membebaskan dari beban historis ilmuwan, bisa pula di kalangan warga dipublikasikan dan disosialisasikan ke hingga alam semesta membentuk yang dibawanya dalam memperoleh masyarakat yang lebih luas. Masing-masing tengah masyarakat dengan cara yang sebuah hierarki, termasuk juga alam makna kekinian dan kedisinian. Yakni transformasi akan memiliki corak yang sistematis dan terencana dengan baik. akhirat dan Tuhan (metakosmos) melalui kesepaduan kesadaran Senses, sebagai penghujung jenjang material. Inspiration (Intuition), Ratio dan 21 berbeda. 4. Paradigma Profetik Dalam Ilmu Hukum Di kalangan ilmuwan, Dalam paradigma profetik, Manusia sebagai bagian dari Revelation (SIRR) yang bersifat transformasi dapat dan seharusnya- mengenal Tuhan dan wahyu merupakan semesta yang integralistik ini tidak seketika, bersamaan dan menyeluruh, terjadi di kalangan pelaku ilmu profetik unsur penting dalam menjelaskan hanya dilahirkan untuk dunia namun Iqbal menyebutnya sebagai intelek ini, yakni di kalangan ilmuwannya. realitas.Wahyu yang terkategorisasi juga untuk langit dan akhirat (homo- induktif. Transformasi ini bisa diawali dari menjadi ilmuilmu alam(hukum alam) propheticus). Dalam hubungannya Mentransendensikan makna tataran pandangan hidup, yang dan teologi, di luar dua hal ini adalah manusia dengan alam dan Tuhan, tidak berarti membiarkan lompatan kemudian mewujud menjadi suatu gaya ilmu-ilmu humaniora (makna, terdapat empat relasi antara Tuhan dan makna berhamburan ke segala penjuru hidup -gaya hidup ilmuwan profetik-, kesadaran dan nilai). manusia, yaitu; relasi ontologis dan arah. Tetapi dipandu dengan dan selanjutnya pada karya-karya Dalam tinjauan ilmu-ilmu (pencipta-makhluk), relasi wahyu, kesadaran pradisposisi (fitrah), mereka. Jika ini terjadi, maka sosial profetik, kandungan Al-Quran komunikatif, relasi status (Tuan - inspirasi atau ilham, hati, jantung, transformasi kemudian bisa menurun terbagi menjadi dua bagian.Bagian hamba), dan relasi etis (sifat Tuhan praanggapan metafisik, kepada lingkungan yang lebih luas, pertama berisi konsep-konsep doktrin yang lembut dan keras lintas syukur dan untuk para nabi adalah wahyu. yakni pada kalangan anak didik Islam dan welthanchuung dengan takut). mereka. konsep-konsep ini kita diperkenalkan Relasi-relasi ini membawa inspirasi yang melibatkan faktor Tuhan, Transformasi berikutnya adalah ideal-type. Sementara bagian kedua konsekuensi akan adanya struktur maka ilmu tidak hanya didapatkan transformasi di kalangan masyarakat, berisi kisah-kisah sejarah dan archetype ontologi yang integral, sifat asal dari melalui proses rasionalisasi, melainkan yang merupakan dampak dari dapat dilakukan perenungan untuk ciptaan, prinsip ekualitas manusia dan juga melalui wahyu dan hidayah, kehadiran para ilmuwan profetik memperoleh hikmah, Karenanya alam semesta mematuhi hukum alam, adanya norma mutlak yang tidak dengan pandangan, keyakinan dan gaya melalui pendekatan sintetik-analitik amanah, dan visi etis tertentu. Dengan berasal dari manusia. hidup mereka, atau merupakan dampak dapat dikembangkan perspektif etik demikian, terdapat empat hal yang Makna ini dapat disebut dengan dari hasil-hasil kajian yang mereka dan moral individual, dan harus dimiliki dalam benak subjek keadilan inter objektif yang lakukan. memposisikan wahyu sebagai data.22 hukum, yaitu tentang konsep umat diejawantahkan dari makna negara terbaik, aktivisme sejarah, transendensi objektif dan objektifisme sains. Cara dan liberasi. yang perlukan adalah menjadikan Kajian-kajian ilmu profetik Realitas menurut paradigma akan dapat memberikan dampak profetik dipahami melalui basis sains transformatif sosial yang lebih luas integralisme yang melihat segala dan khusus Dengan menyetujui adanya Tugas manusia adalah mengimplementasikan wahyu dengan wahyu sebagai teori umum (grand theory) yang harus diturunkan ke 21.Ibid. 22.Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika, Teraju (PT. Mizan Publika), Jakarta, 2004, hlm. 27. 278 279