Pengembangan Makanan Berbasis Potensi Pangan Lokal Kabupaten Sukoharjo: Substitusi Tepung Tapioka pada Pembuatan Kue Lipat dan Kue Semprit Catur Budi Handayani, A. Intan Niken Tari, Sri Hartati Prodi Teknologi Hasil Pertanian Univet Bantara Sukoharjo Jl. Letdjen S. Humardani No. 1 Kampus Jombor Sukoharjo 57521 Telp. +62-271-593156, Fax. +62-271-591065 e-mail : [email protected] Abstrak Telah dilakukan penelitian terhadap substitusi tepung tapioka pada pembuatan kue lipat dan kue semprit. Substitusi dilakukan dengan 4 variasi bahan baku untuk kue lipat yaitu dengan perbandingan antara tepung terigu dan tepung tapioka, formula A (10 : 0), B (8 : 2), C (2 : 8) dan D (0 : 10), sedangkan untuk kue semprit formula A (0 ; 1), B (2 : 1), C (1 : 2) dan D ( 0 : 10). Pengamatan yang dilakukan meliputi pengukuran kadar air dengan metode gravimetri, kerenyahan dengan Lloyd Test dan uji organoleptik dengan skor kesukaan terhadap rasa, kerenyahan dan kesukaan secara menyeluruh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air kue lipat berkisar antara 7 - 7,4 % dan kadar air kue semprit antara 1,7- 4 %. Kerenyahan kue lipat berkisar antara 3,4 – 10,4 N/mm2 dan kerenyahan kue semprit antara 0,26 – 0,35 N/mm2. Uji organoleptik terhadap kesukaan terhadap rasa, kerenyahan dan kesukaan secara menyeluruh menunjukkan bahwa kue lipat dan kue semprit disukai konsumen dengan skor mendekati 3 (suka). Kata-kata kunci : substitusi tapioka, kue lipat, kue semprit Pendahuluan Kabupaten Sukoharjo adalah salah satu dari 35 Kabupaten / Kota di Jawa Tengah yang terletak di selatan Kota Surakarta, berbatasan dengan Kabupaten Boyolali di sebelah barat, Kabupaten Karang Anyar di sebelah timur dan Kabupaten Wonogiri di sebelah selatan. Luas wilayah Kabupaten Sukoharjo adalah 46.666 ha dengan luas tanah untuk pertanian yang meliputi persawahan 21.178 ha, tegalan 5.353 ha, pekarangan 15.627 ha, kolam 30 ha, karamba 2.7 ha dan perairan umum 921.22 ha (Sukoharjo dalam angka, 2006). Produksi tanaman pangan di Sukoharjo dari tahun ke tahun berfluktuasi. Produksi padi masih merupakan komoditas pertanian yang tertinggi di antara jenis tanaman pangan yang lain sekitar 300.000 ton pada tahun 2007 diikuti ketela pohon 93. 000 ton dan jagung yang mencapai 22.000 ton (Hartati dkk., 2008). Data pada tahun 2010 menunjukkan bahwa produksi ketela pohon sebesar 66.223 ton dengan luas area 3.975 Ha dan jagung 35.529 ton dengan luas area 4.612 Ha (BPS, 2010). Data tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Sukoharjo merupakan daerah penghasil sumber makanan pokok yang cukup tinggi di samping beras. Untuk mengeksplorasi potensi tersebut diperlukan pengembangan-pengembangan produk non beras. Penelitian ini menitikberatkan pada potensi ketela pohon yang merupakan produk terbesar ke dua di Kabupaten Sukoharjo setelah beras. Ketela pohon atau singkong, adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Di Indonesia ketela pohon menjadi makanan bahan pangan pokok setelah beras dan jagung. Selain makanan pokok ketela pohon juga sering 158 No.2 / Volume 22 / 2013 WIDYATAMA digunakan sebagai bahan baku makanan camilan/snak. Di samping untuk makanan ketela pohon juga digunakan sebagai bahan industri. Industri yang menggunakan bahan baku ketela pohon di Sukoharjo hanya satu yaitu industri tepung tapioka yang merupakan industri berskalla menengah-besar dengan kapasitas.produksi pada tahun 2006 sebesar 11.000 ton /th. Sedangkan industri tepung mokaf telah dikembangkan di beberapa daerah antara lain di Polokarto, namun masih dalam skala industri rumah tangga. Oleh karena itu masih banyak peluang untuk memanfaatkan ketela pohon sebagai bahan baku industri terutama industri pangan untuk menunjang program penganekaragaman pangan di Indonesia. Makanan ringan/camilan/snak merupakan makanan selingan yang banyak dibutuhkan masyarakat untuk dikonsumsi pada waktu-waktu di antara waktu makan utama/pokok. Makanan camilan yang kering yang relatif murah, enak, bergizi dan menarik mempunyai peluang yang besar untuk dikembangkan menjadi makanan camilan anak-anak sekolah. Selain lebih tahan lama/awet makanan camilan yang kering dapat dikemas dalam bungkus yang menarik. Beberapa jenis makanan tersebut dapat dibuat dengan bahan dasar ketela pohon di antaranya adalah kue lipat/egg roll, semprit sagu singkong, keripik singkong aneka rasa, kerupuk rambak dan lain-lain. Pembuatan keripik singkong dan kerupuk rambak aneka rasa telah disosialisasikan dan dikembangkan oleh ibu-ibu anggota PKK Kelurahan Kartasura dengan dipandu tim Pengabdian pada Masyarakat Univet Bantara tahun 2011 (Handayani, dkk, 2011) Kue lipat dan semprit sagu singkong merupakan kue kering yang pada awalnya berbahan baku tepung terigu. Terigu merupakan tepung yang berasal dari biji tanaman gandum. Selama ini gandum masih diimport dari Negara lain. Walaupun telah ada beberapa penelitian dan pengembangan tanaman gandum di Indonesia (Johanes dkk, 1997 dan Aqilah, 2012), namun belum hasilnya dipasarkan secara meluas. Oleh karena itu untuk mengurangi ketergantungan terigu beberapa makanan yang berbahan dasar terigu telah dicoba untuk disubstitusi dengan tepung tapioka atau tepung mokaf. Beberapa produk tersebut antara lain mie (Khamidah dkk, 2011 dan Widowati, 2011) dan produk-produk kue (Kalukiningrum.S, 2012). Untuk menghasilkan makanan tersebut perlu diketahui seberapa besar substitusi tepung tapioka atau tepung mokaf agar dihasilkan kue lipat dan kue semprit yang renyah, enak dan menarik. Bagan perumusan masalah disampaikan pada Gambar 1. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh substitusi tepung tapioka dan atau tepung mokaf pada pembuatan kue lipat dan kue semprit terhadap sifat fisik dan organoleptik (rasa,kerenyahan dan kesukaan secara keseluruhan) dari kue yang dihasilkan. Metode Bahan utama penelitian ini adalah tepung tapioka yang diperoleh dari pasar di Sukoharjo. Jalannya penelitian pembuatan kue Lipat dilakukan seperti pada Gambar 2, sedang pembuatan kue Semprit dilakukan seperti pada Gambar 3. Pengujian sifat fisik kue (kadar air dengan gravimetri dan kerenyahan dengan Loyd) dan pengujian organoleptik terhadap rasa, kerenyahan dan kesukaan secara menyeluruh menggunakan metode skoring dengan 15 panelis. Data dianalisis dengan Anova. 159 WIDYATAMA Catur Budi Handayani, A. Intan Niken Tari, Sri Hartati. Pengembangan Makanan Berbasis Potensi ... Hasil dan Pembahasan Kadar Air Kue Lipat dan Kue Semprit Kadar air merupakan salah satu penentu mutu kue kering. Menurut SNI kadar air kue kering maksimum adalah 4 %, namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar air kue kering berkisar antara 2 – 7,6 %. Kadar air kue kering kacang hijau 2,03 % (Dinarwi, 2010), kadar air kue kering wortel 7,634 (Hastuti, 2010), kadar air kue jagung 4,09 % (Marissa, 2010). Pada penelitian ini kadar air kue lipat dengan berbagai variasi formula tepung berkisar antara 7,0 – 7,4 % (Gambar 4), sedang kadar air kue semprit 1,7 – 4,0 % (Gambar 5). Menurut SNI kadar air kue lipat melampaui standar maksimum yang telah ditetapkan, namun kadar air kue semprit telah memenuhi standar SNI. Dari ke 4 variasi formula tepung pada pembuatan kue lipat ini formula C memberikan hasil kadar air yang terendah dan berbeda nyata dengan formula yang B dan D, formula A tidak berbeda nyata dengan formula yang lain. Potensi Sukoharjo sebagai penghasil bahan pangan (padi, ketela pohon, jagung dll) Program penganekaragaman pangan Substitusi pada berbagai makanan Ketela pohon Keripik dan kerupuk rambak aneka rasa (telah dilakukan) Kue Lipat dan Kue Semprit Seberapa besar substitusi tepung tapioka dapat dilakukan dan bagaimana sufat fisik dan sifat organoleptiknya Kue yang enak, renyah dan disukai Formula Kue Lipat dan Kue Semprit Gambar 1. Perumusan Masalah WIDYATAMA 160 No.2 / Volume 22 / 2013 WIDYATAMA 1 kg campuran tepung tapioka dan tepung terigu A (0:10), B (2:8), C(8:2), D(10:0) 400 g gula merah 50 ml susu20 g margarin 20 g parutan jahe/ jeruk purut 2 l air Pencampuran Pemanggangan dalam cetakan dengan api sedang (30 dt) Angkat lipat Uji sifat fisik (kadar air dan kerenyahan) dan organoleptik (rasa, kerenyahan dan kesukaan) Kue lipat Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Kue Lipat 161 WIDYATAMA Catur Budi Handayani, A. Intan Niken Tari, Sri Hartati. Pengembangan Makanan Berbasis Potensi ... Tepung tapioka : Tepung terigu (600 g) A (0:1); B (1:2); C (2:1); D (1:0) Gula pasir (300 g) Margarin (400 g) 50 4 2 50 ml susu bubuk butir kuning telur butir putih telur g vanili bubuk Pencampuran/Mixing I (sampai putih) Pencampuran/Mixing II Cetak Uji sifat fisik (kadar air dan kerenyahan dan organoleptik (rasa, kerenyahan dan kesukaan) Panggang dalam oven 180 OC 15 menit Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Kue Semprit WIDYATAMA 162 No.2 / Volume 22 / 2013 WIDYATAMA Keterangan : macam formula adalah perbandingan tepung tapioka : tepung terigu A = 0 : 10, B = 2 : 8, C = 8 : 2, D = 10 : 0 Gambar 4. Kadar air kue lipat Kadar air kue semprit formula A adalah 4,01 % tidak berbeda nyata dengan formula B dan C namun berbeda nyata dengan fomula D, sedangkan kadar air kue semprit di antara formula B, C dan D tidak berbeda nyata (Gambar 5). Perbedaan kadar air di antara berbagai formula ini dimungkinkan karena daya ikat air tepung tapioka berbeda dengan daya ikat air tepung terigu. Penambahan tepung tapioka menyebabkan pengurangan kadar air pada produk yang dihasilkan, misalkan pada kerupuk daging sapi (Pratiwi, 2007). Pengurangan tepung terigu juga menyebabkan penurunan kadar air seperti pada penambahan tepung sukun pada pembuatan biskuit (Kurnia, 2003) Keterangan : macam formula adalah perbandingan tepung tapioka : tepung terigu A = 0 : 1, B = 1 : 2, C = 2 : 1, D = 1 : 0 Gambar 5. Kadar air kue semprit 163 WIDYATAMA Catur Budi Handayani, A. Intan Niken Tari, Sri Hartati. Pengembangan Makanan Berbasis Potensi ... Kerenyahan Kue Lipat dan Kue Semprit Kerenyahan merupakan salah satu faktor penentu suka tidaknya konsumen pada kue kering. Semakin renyah biasanya kue kering semakin disukai konsumen. Alat pengukur kerenyahan Lloyd mengukur seberapa dalam (mm) jarum menusuk produk dengan kekuatan tertentu sehingga produk tersebut hancur. Semakin pendek berarti semakin renyah produk tersebut. Pada penelitian kerenyahan kue lipat dan kue semprit diukur dengan gaya 0.02 N dan kecepatan 50 mm/mt. Hasilnya dinyatakan dengan N/mm2 dan dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7. Kerenyahan kue lipat dengan formula A menberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan formula B dan C, namun berbeda nyata dengan formula D. Hal ini berarti bahwa semakin banyak tapioka yang disubstitusikankan kue lipat yang dihasilkan semakin renyah. Kerenyahan kue semprit menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata di antara ke 4 formula bahan. Hal ini menunjukkan bahwa substitusi tepung tapioka tidak berpengaruh pada kerenyahan kue semprit yang dihasilkan. Keterangan : macam formula adalah perbandingan tepung tapioka : tepung terigu A = 0 : 10, B = 2 : 8, C = 8 : 2, D = 10 : 0 Gambar 6. Kerenyahan kue lipat WIDYATAMA 164 No.2 / Volume 22 / 2013 WIDYATAMA Keterangan : macam formula adalah perbandingan tepung tapioka : tepung terigu A = 0 : 1, B = 1 : 2, C = 2 : 1, D = 1 : 0 Gambar 7. Kerenyahan kue semprit Keterangan : Macam formula adalah perbandingan tepung tapioka : tepung terigu A = 0 : 10, B = 2 : 8, C = 8 : 2, D = 10 : 0 Skor penilaian Rasa : 1: sangat tidak enak, 2 : tidak enak, 3 : enak, 4 : enak sekali Kerenyahan, 1 : sangat tidak renyah, 2 : tidak renyah, 3 : renyah, 4 : renyah sekali Kesukaan secara menyeluruh 1 : sangat tidak suka, 2 : tidak suka, 3 : suka, 4 : suka sekali Gambar 7. Sifat organoleptik kue lipat Sifat Organoleptik Kue Lipat dan Semprit Sifat organoleptik produk menggambarkan penerimaan produk tersebut oleh konsumen secara subyektif. Pada penelitian ini diuji tingkat penerimaan konsumen berdasarkan kesukaan terhadap rasa, kerenyahan dan kesukaan secara menyeluruh 165 WIDYATAMA Catur Budi Handayani, A. Intan Niken Tari, Sri Hartati. Pengembangan Makanan Berbasis Potensi ... terhadap kue lipat dan kue semprit yang dibuat dengan varisi bahan dasar yang berbeda. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8. Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa rasa dan kerenyahan kue lipat tidak menunjukkan perbedaan di antara ke 4 formula bahan, namun kesukaan secara menyeluruh ternyata formula D paling disukai dan berbeda nyata dengan formula A dan tidak nberbeda nyata dengan formula C. Hal ini berarti bahwa substitusi tepung tapioka pada kue lipat dapat diterima dengan baik oleh konsumen. Pada kue semprit kesukaan konsumen akan rasa meningkat dengan semakin banyaknya substitusi tepung tapioca. Hasil uji menunjukkan bahwa kesukaan konsumen akan rasa pada formula A dan B tidak menunjukkan perbedaan nyata, demikian juga pada formula C dan D, namun terdapat perbedaan nyata diantara A dan B dengan C dan D. Hal yang sama juga ditunjukkan pada uji bkesukaan pada kerenyahan dan kesukaan secara menyeluruh. Ini berarti bahwa substitusi tepung tapioca pada kue semprit lebih disukai oleh konsumen. Keterangan : Macam formula adalah perbandingan tepung tapioka : tepung terigu A = 0 : 1, B = 1 : 2, C = 2 : 1, D = 1 : 0 Skor penilaian Rasa : 1: sangat tidak enak, 2 : tidak enak, 3 : enak, 4 : enak sekali Kerenyahan, 1 : sangat tidak renyah, 2 : tidak renyah, 3 : renyah, 4 : renyah sekali Kesukaan secara menyeluruh 1 : sangat tidak suka, 2 : tidak suka, 3 : suka, 4 : suka sekali Gambar 8. Sifat organoleptik kue semprit Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan : 1. Kadar air kue lipat dan kue semprit berbeda nyata diantara 4 macam formula bahan 2. Kerenyahan kue lipat tidak berbeda nyata diantara 4 macam formula bahan 3. Kerenyahan kue semprit berbeda nyata diantara 4 macam formula bahan 4. Sifat organoleptik (rasa, kerenyahan dan kesukaan) kue lipat tidak berbeda nyata diantara 4 macam formula bahan 5. Sifat organoleptik kue semprit (rasa, kerenyahan dan kesukaan) berbeda nyata diantara 4 macam formula bahan WIDYATAMA 166 No.2 / Volume 22 / 2013 WIDYATAMA 6. Substitusi tepung tapioka pada pembuatan kue lipat dan kue semprit dapat diterima oleh konsumen Daftar Pustaka Aqilah, AR. 2012. Budidaya Tanaman Gandum. planthospital.blogspot.com/2012/02/budidaya-tanaman-gandum.html BPS. 2010. Sukoharjo Dalam Angka. (http://sukoharjokab.bps.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id =40:luas-panen-rata2-produksi-jagung-ubi-kayu-2010&ca Hartati,S., Handayani,CB., Tari,AIN. 2008. Identifikasi Potensi dan Pendayagunaan Sumber Pangan Lokal untuk Penganekaragaman Pangan di Kabupaten Sukoharjo. Laporan Penelitian Univet Bantara Sukoharjo Hastuti, R.D. 2010. Kue Kering Kaya β-karoten dengan Penambahan Tepung Wortel (Daucus carota L.). http://dglib.uns.ac.id/pengguna.php?mn=detail&d_id=20694 Johannes. E.X. R dan Frans. SJ. 1997. Pendugaan Potensi Produksi Gandum (Triticum aestivum L) di Sulawesi Utara dengan Menggunakan Perangkat Lunak Shierary Wheat Versi 2.0. ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eugenia/article/download/101/97 Kalukiningrum. S. 2012. Pengembangan Produk Cake dengan Substitusi Tepung Mokaf. http://eprints.uny.ac.id/6688/1/SARWINDA%20KALUKININGRUM_09512134011.pdf Khamidah. A dan Antarlina. SS. 2011. Pembuatan Mie Lidah Buaya (Aloe vera) dengan Substitusi Tepung Tapioka. http://saintek.uin-malang.ac.id/index.php/artikel1/569-pembuatan-mie-lidah-buaya-aloe-vera-dengan-substitusi-tepung-tapioka.html Kurnia, A. 2003. Pengembangan Produk Kue Kering Dari Buah Sukun (Arlocarpus Altilis) Dalam Rangka Diversifikasi Pangan Pokok Lokal http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/17490 Marissa, D. 2010. Formulasi Cookies Jagung dan Pendugaan Umur Simpan Produk dengan Pendekatan Kadar Air Kritis. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/61917 Pratiwi, A. 2007. Pengaruh penambahan tepung daging sapi dalam adonan terhadap kandungan gizi, sifat fisik dan sensori kerupuk tapioka. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/48486 Widowati,S. 2011. Proses pengolahan Tepung Casava dan Tapioka. http://www.litbang.deptan.go.id/download/one/105/file/Proses-PengolahanTepung-K.pdf 167 WIDYATAMA