MUHIMMATUN NI’MAH PSIK/AA/09-10 • DEFINISI • NYERI : perasaan sensoris & emosional yg tidak menyenangkan yg berhubungan dg adanya / potensi rusaknya jaringan, keadaan yg menggambarkan kerusakan jaringan tsb. • DEMAM : pengaturan panas pd tingkat suhu yg lebih tinggi; gejala penyerta infeksi; reaksi tangkis bagi tubuh terhadap infeksi. Suhu > 37°C limfosit & makrofag lebih aktif; suhu > 40 - 41°C menjadi kritis & fatal (tidak terkendalikan oleh tubuh). Reseptor suhu & pusat termoregulasi terletak di hipotalamus. • ANALGETIKA : (Obat penghalang nyeri) : zat-zat yg mengurangi/menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan dg anestetik umum). • ANTIPIRETIKA : Zat yg menurunkan suhu tubuh sampai nilai ambang normal (37°C). Penatalaksanaan nyeri & kualitas hidup • Tujuan penatalaksanaan nyeri hebat tidak hanya meredakan nyeri tapi juga meningkatkan kualitas pasien sehingga dapat hidup normal. Klasifikasi nyeri 1. Menurut jenisnya 1.1. nyeri nosiseptik 1.1.a. akibat rangsangan aferen saraf perifer. 1.1.b. akibat peningkatan PGE2 1.2. nyeri neurogenik 1.2.a. akibat kerusakan saraf perifer 1.2.b. infiltrasi sel kanker pd serabut saraf 1.2.c. terpotongnya saraf perifer 1.3. nyeri psikogenik Karena gangguan kejiwaan : marah, cemas/takut, depresi. Lanj… • Menurut timbulnya : nyeri akut, kronis. • Menurut penyebabnya : nyeri onkologik, non onkologik. • Menurut derajatnya : 4.1. nyeri ringan : nyeri hilang timbul, terutama waktu beraktivitas & hilang waktu tidur. 4.2. nyeri sedang : nyeri terus-menerus, aktivitas terganggu, hanya hilang waktu tidur. 4.3. nyeri berat : nyeri terus-menerus sepanjang hari, tidak bisa tidur/sering terbangun karena nyeri. Visual analog scale (VAS) • Rasa nyeri bersifat individual / obyektif & konstekstual. • Perlu suatu alat untuk menilai derajat nyeri secara subyektif (mengkuantitatifkan) rasa nyeri menjadi skala / skor yg bermakna signifikan untuk penatalaksanaan terapi analgesia → VAS. Pedoman penatalaksaan / penanganan nyeri 1. 2. 3. 4. Tentukan diagnosa nyeri dg tepat Bila belum perlu, jangan memberi obat analgetik. Libatkan faktor psikologis (kesabaran & kekuatan individu) untuk mengatasi nyeri. Tentukan jenis obat & dosis secara individual. Penatalaksanaan nyeri 1. Berdasarkan proses terjadinya / menurut jenisnya, nyeri dapat dihalau dg cara : • Analgetik perifer → merintangi terbentuknya impuls pd reseptor nyeri. Anestetika lokal → merintangi penyaluran impuls di saraf sensoris. Analgetik sentral/narkotika & anestetika umum → keduanya memblokir pusat nyeri di SSP. Antidepresiva trisiklis → untuk meredakan nyeri kanker & saraf, mekanisme kerja belum diketahui dg pasti. Antiepileptika → menurunkan jumlah neurotransmitter di ruang sinaps pd nyeri. • • • • Penatalaksanaan nyeri 2. Menurut derajat nyeri • Nyeri ringan / nyeri disertai demam → obat analgetika perifer (parasetamol, asetosal, mefenaminat, propifenazon, aminofenazon). • Nyeri sedang → analgetik perifer + opiat lemah (kodein) atau ditambah kofein. nyeri sedang + bengkak / akibat trauma (jatuh, tabrakan) → analgetik, antipiretik, antiinflamasi (NSAIDs & aminofenazon). • Nyeri hebat → morfin atau analgetik opiat lainnya. (lihat tangga analgetika menurut WHO). Tangga analgetika menurut WHO Tujuan : menghindari resiko kebiasaan & adiksi untuk opioid, bila diberikan sembarangan. 1. 2. 3. Non opiat (p.o./rektal) + co-analgetika ↓ nyeri tetap/meningkat Non opiat (p.o./rektal) + opiat lemah + co-analgetik ↓ nyeri tetap/meningkat Non opiat (p.o./rektal) + opiat kuat (p.o., s.c. kontinu, i.v., epidural / spinal) + co-analgetika. ↓ bebas nyeri - Penggolonagan analgetik, 3 kelas : 1. Non-Opioida : parasetamol, NSAID, asetosal & kodein. 2. Opioida lemah : d-propoksifen, tramadol, kodein, kombinasi parasetamol dg kodein. 3. Opioida kuat : morfin & derivatnya (heroin), dan zat sintetis opioid. - Cara pemberian : 1. Parasetamol 4 dd 1 g + co-analgetik → efeknya kurang, beri no.2 2. Parasetamol 4-6 dd 1 g + kodein 4-6 dd 30-60 mg + coanalgetik. 3. Opioid kuat : morfin (oral, s.c. kontinu, i.v., epidural/spinal). Co - analgetika • Obat yg indikasi utamanya bukan menghalau nyeri. • Bisa digunakan tunggal / dikombinasikan dg analgetik lain pd keadaan tertentu , mis : nyeri onkologik & nyeri neuropatis. • Fungsi : - memperkuat efek analgetik - memperbaiki alam perasaan yg sedang kacau - bersifat antiinflamasi - meningkatkan nafsu makan - membantu mengatasi anorexia - mengurangi tekanan intrakranial, kompresi epidural & susunan saraf spinal. • Contoh : psikofarmaka (antidepresiva trisiklik = amitriptilin; antiepileptika = levopromazin, karbamazepin, valproat, fenitoin, pregabalin) ; kortikosteroid (prednison, deksamethason). Penatalaksanaan nyeri 3. Akibat komplikasi penyakit atau penggunaan obat. 3.1. polyneuropati • Yaitu gangguan saraf perifer, tidak bersifat nociceptif, dasar keluhan bervariasi karena berbagai reseptor berperan. • Gejala : sakit seperti ditusuk-tusuk, kelemahan otot, hilang perasaan & refleks berawal dari jari-jari kemudian menjadi lumpuh pada kedua kaki & tangan. • Penyebab : DM, pecandu alkohol, peradangan kronis, gagal ginjal, obat virustatika, anti HIV. • Pengobatan : 1. kombinasi antidepresiva trisiklik & antiepileptika. 2. obat opioid (tramadol, fentanil) + kombinasi no.1. 3. polyneuropati karena HIV → lamotrigin. Penatalaksanaan nyeri 3.2. Neuralgia postherpetis. • Adalah gangguan saraf perifer / nyeri pd bagian atas tubuh yg diperoleh setelah sembuh dari Herpes zoster (umumnya pd lansia). • Gejala : nyeri, rasa terbakar terus-menerus, bertahan sampai 2 tahun. • Pengobatan : 1. 72 jam setelah timbul rash diberi virustatika (asiklovir 5 dd 800 mg setiap 4 jam selama 7 hari, ditambah kortikosteroid). 2. Bila masih nyeri : - Antidepresiva trisiklis (amitriptilin, klomipramin, nortriptilin). - Antiepileptika (gabapentin, karbamazepin, fenitoin, asam valproat, klonazepam). - Obat opiat kuat (plester fentanil, metadon). Penatalaksanaan nyeri 3.3. Neuralgia trigeminus. • Adalah nyeri neuropatis akibat gangguan dari saraf otak ke-5. • Gejala : nyeri hebat seperti tersayat di bagian muka. • Pengobatan : amitriptilin, karbamazepin, fenitoin, valproat, gabapentin, pregabalin (th 2004). Klasifikasi analgetik Berdasarkan kerja farmakologinya, analgetika dibagi : 1. Analgetika perifer (non-narkotika) - Tidak bekerja sentral (bekerja terutama pd perifer) & tidak bersifat narkotika. - berkhasiat lemah (sampai sedang) - bersifat antipiretika & kebanyakan bersifat antiinflamasi & antireumatik. 2. Analgetika narkotika - bekerja sentral (hipnoanalgetika) - berkhasiat kuat - Menghalau rasa nyeri hebat (kanker). 1. ANALGETIK PERIFER SECARA KIMIAWI, DIBAGI : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Parasetamol Salisilat : asetosal, salisilamid, benorilat NSAID (Non Steroid Anti Inflamation Drug’s) Derivat antranilat : mefenaminat, asam niflumat glafenin, floktafenin. Derivat pirazolinon : aminofenazon, isopropilfenazon, isopropilaminofenazone, metamizol. Lain-lain : benzidamin. . • Sinonim : P – asetamidofenol; P – asetamino – fenol; P – asetilaminofenol; P-hidroksi asetanilida; Asetaminofen. • Asetaminofen adalah derivat P-aminofenol / asetanilida / anilin. • Asetaminofen → metabolit fenasetin dg efek analgetik & antipiretik yg sama dg senyawa induknya. • Sebagai analgetik-antipiretik paling aman untuk swamedikasi / pengobatan sendiri. • Indikasi : nyeri ringan – sedang (sakit kepala, gigi, perut, dysmenorroe / nyeri haid), dan demam (influenza & setelah vaksinasi). Farmakodinamik / mekanisme kerja parasetamol : • Mekanisme efek analgetik : menghambat biosintesis prostaglandin (PG) perifer secara lemah yg berperan sbg mediator nyeri. • Mekanisme efek antipiretik : menghambat biosintesis PG ( yg dibentuk sbg reaksi terhadap zat pirogen dari infeksi bakteri) di dalam hipotalamus (sbg pusat pengatur suhu & termoregulasi), menyebabkan vasodilatasi perifer di kulit dg bertambahnya pengeluaran kalor & keluar keringat yg banyak. • Parasetamol tidak memiliki efek anti-inflamasi yg signifikan. Hal ini terjadi karena di hipotalamus rendah kadar peroksida (yg memicu terbentuknya PGE2 / PGF2 sbg mediator peradangan). Sedangkan lokasi inflamasi banyak peroksida yg dihasilkan leukosit, sehingga efek anti-inflamasi parasetamol tidak ada dan tidak digunakan untuk anti-rematik. Farmakokinetik Parasetamol • Absorpsi : cepat & sempurna melalui saluran cerna (p.o). • Distribusi : secara luas, menembus plasenta, masuk ASI. • Metabolisme : di hati oleh enzim mikrosomal hati. Parasetamol (80%) berkonjugasi dg asam glukuronat, sebagian kecil dg asam sulfat. Metabolit parasetamol dapat bersifat toksik pd keadaan overdosis. Fenasetin → hidroksilasi → metabolitnya menyebabkan “methemoglobinemia & hemolisis eritrosit”. Antidot methemoglobin, injeksi i.v. reduktor biru toluidin (metilen blue) atau asam askorbat. • Ekskresi : metabolit melalui ginjal. • Plasma t ½ = 1 – 4 jam. • • • • • • • • Efek samping parasetamol Reaksi hipersensitifitas & kelainan darah Pd penggunaan kronis 3 – 4 g sehari → kerusakan hati Dosis > 6 g → necrosis hati reversibel. Hepatotoksis ini disebabkan oleh metabolitnya yg pd dosis normal dapat ditangkal oleh glutathion (tripeptida dg – SH). Dosis > 10 g : persediaan glutathion habis → metabolitnya mengikatkan diri pada protein dg –SH di sel-sel hati → nekrosis hepatik irreversibel. Dosis 20 g → fatal. Gejala over dosis : mual, muntah, anoreksia Penanggulangan : bilas lambung, beri zat penawar (asam amino N-asetilsistein, sisteamin, atau metionin) CITO ! (8 – 10 jam setelah intoksikasi) • ♀ hamil & laktasi : aman menggunakan parasetamol Interaksi • • • • • Pd dosis tinggi : memperkuat efek antikoagulansia, pd dosis biasa tidak interaktif. Memperpanjang t ½ kloramfenikol Kombinasi dg obat AIDS (zidovudin) meningkatkan resiko neutropenia Parasetamol vs fenotiazin (antipsikotik) → hipothermia berat. Parasetamol vs alkohol (zat hepatotoksik lain) → efek hepatotoksik bertambah. Kontraindikasi • • Hipersensitif terhadap parasetamol & defisiensi Glukose-6-fosfat dehidrogenase. Tidak boleh digunakan pada penderita dg gangguan fungsi hati Peringatan & perhatian : • • Pemberian harus hati-hati pada penderita dg gangguan ginjal, gangguan fungsi hati, penggunaan jangka lama pada pasien anemia, penyalahgunaan alkohol kronis. Jangan melampaui dosis yg disarankan Dosis & Cara Pemberian Parasetamol 1. 2. 3. 4. 5. 6. Dewasa & anak > 12 th (PO) : 325 – 1000 mg tiap 4 – 6 jam sesuai kebutuhan (tidak boleh lebih dari 4 gram / hari, atau 2,6 gram/hari kronis). Anak 11 – 12 tahun (PO / Rektal) : 480 mg tiap 4 – 6 jam sesuai kebutuhan. Anak 9 – 11 tahun (PO / Rektal) : 400 mg tiap 4 – 6 jam sesuai kebutuhan. Anak 6 – 9 tahun (PO / Rektal) : 320 mg tiap 4 – 6 jam sesuai kebutuhan. Anak 4 – 6 tahun (PO / Rektal) : 240 mg tiap 4 – 6 jam sesuai kebutuhan. Anak 2 – 4 tahun (PO / Rektal) : 160 mg tiap 4 – 6 jam sesuai kebutuhan. • Sinonim : Asetosal, Aspirin, Aspilets, Ascardia, Naspro, Saridon, Inzana, dll • Analgetik-antipiretik-antiinflamasi tertua di dunia (1899), digunakan ad kini di dunia. Penggunaan sangat luas & golongan obat bebas. • Sebagai prototipe, juga standar dalam menilai efek obat sejenis. • Asam salisilat → iritatif → hanya untuk obat luar. • Untuk sistemik → substitusi pd gugus hidroksil (-OH) → ester salisilat (ex. Asetosal). • Indikasi : – Sebagai analgetik & anti-inflamasi & obat rema (artritis reumatoid, osteoartritis). – Pengobatan nyeri ringan sampai sedang. – Penurun demam. – Profilaksis serangan iskemik transien (transient ischemic attack / TIA). – Profilaksis infark miokard. Farmakodinamik / mekanisme kerja aspirin A. Mekanisme kerja sbg analgetik-antipiretik-antiinflamasi (umum) : aspirin menghambat biosintesis enzim siklooksigenase menjadi endoperoksida, shg menurunkan atau bahkan menghambat sintesis prostaglandin (PG), tromboxan A2 (TX-A2), tetapi tidak menurunkan leukotrien. B. Mekanisme Efek Analgetik : aspirin menghambat PG secara perifer dan juga menekan rangsang nyeri di level sub-korteks; efektif untuk meredakan nyeri ringan – sedang ( nyeri otot, pembuluh darah, gigi, post persalinan, artritis). C. Mekanisme Efek Antipiretik : Demam yg menyertai infeksi peradangan akibat 2 hal yaitu: 1). Pembentukan PG di dalam SSP sbg respon terhadap bakteri pirogen. 2). Efek interleukin-1 (IL-1) di hipotalamus; IL-1 dihasilkan makrofag untuk aktivasi limfosit & dilepaskan selama peradangan. Aspirin menghambat keduanya shg dapat mengatur kembali termoregulator di hipotalamus, shg terjadi pelepasan panas secara vasodilatasi & disertai pembentukan banyak keringat. D. Mekanisme Efek Antiinflamasi : akibat gagalnya produksi PGE2 / PGF2 sebagai mediator radang. E. Mekanisme Efek Antitrombotis : aspirin memblokir iso-enzim syclooxygenase (COX-1) secara sementara (seumur hidupnya trombosit) shg sintesa tromboxan A-2 (TX A-2) tidak terjadi. TX A-2 bersifat trombotis dan vasokonstriktif. Dengan demikian aspirin menghambat agregasi trombosit shg banyak digunakan sebagai alternatif pd antikoagulansia untuk obat pencegah serangan infark miokard dan TIA. Farmakokinetika aspirin 1. 2. 3. 4. 5. Absorpsi : sempurna dari usus halus bagian atas; karena bersifat asam, absorpsi juga terjadi di lambung; mengalami FPE & hidrolisa selama absorpsi shg BA menurun. Distribusi : cepat & luas, menembus plasenta & masuk ASI. Metabolisme : oleh hati. Ekskresi : metabolit inaktif melalui ginjal. Waktu paruh : 2 – 3 jam (dosis 1 – 3 gram/hari). Efek samping aspirin 1. 2. 3. 4. 5. 6. Iritasi mukosa lambung bahkan perdarahan GI, karena asetosal bersifat asam → dikurangi melalui kombinasi dg antasidum (MgO, AlOH3, CaCO3)/garam kalsiumnya (carbasalat, ascal). Pd dosis besar menghilangkan efek pelindung dari prostasiklin (PGI2) terhadap mukosa lambung (sintesa PGI2 dihambat oleh blokade siklo-oxigenase), shg terjadi dispepsia, heart burn, mual, muntah, anoreksia, nyeri perut. Anemia hemolitis. Tinitus, kehilangan pendengaran. Pd pasien asma (meskipun dosis kecil) dapat terjadi efek serius, yaitu kejang bronchi hebat yg memicu serangan asma. Reaksi alergi kulit bahkan anafilaksis. Efek Samping Aspirin (lanj…) 7. Sindrom Rye pd anak-anak kecil penderita cacar air / flu / selesma → hindari pemberian aspirin, parasetamol > aman! Ciri sindrom Rye : muntah hebat, termangu-mangu, gangguan pernafasan, konvulsi, koma. • ♀ hamil tidak dianjurkan menggunakan asetosal (dosis tinggi), terutama pd triwulan terakhir & sebelum persalinan → lama persalinan & kehamilan diperpanjang, peningkatan perdarahan. Laktasi → asetosal masuk ASI, dapat digunakan tapi insidentil. • Interaksi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Aspirin meningkatkan kerja antikoagulan oral, heparin, atau zat trombolitis. Aspirin menaikkan efek penisilin, fenitoin, metotreksat, asam valproat, antidiabetik oral, & sulfonamid. Aspirin menurunkan efek probenesid ,sulfinpirazon, diuretik, dan antihipertensi. Kadar salisilat serum diturunkan oleh glukokortikoid. Antasida (alkalinisasi urin) dosis besar, menaikkan ekskresi serta menurunkan konsentrasi salisilat serum. Asidifikasi urin (mis. Mengkonsumsi makanan yg mengasamkan urin : keju, telur, ikan, biji-bijian, daging, unggas) dapat memperbesar absorpsi & konsentrasi salisilat dalam serum. Aspirin vs NSAIDs / alkohol, meningkatkan risiko iritasi GI. Aspirin vs vankomisin, menaikkan risiko ototoksisitas. Kontraindikasi & Perhatian 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Hipersensitivitas terhadap aspirin dan derivatnya. Dapat terjadi alergi silang dg gol.NSAIDs lainnya. Penderita tukak lambung, hemofilia, trombositopenia, dan Penderita yg pernah/sering mengalami perdarahan di bawah kulit. Penderita asma & alergi. Penderita yg mendapat terapi antikoagulan. Gunakan hati-hati pada pasien riwayat perdarahan GI atau penyakit ulkus, penyakit hati & ginjal berat. Satu minggu sebelum pencabutan gigi (geraham bungsu) → penggunaan asetosal dihentikan karena efek antitrombotis → meningkatkan resiko perdarahan. Dosis & Cara Pemberian Aspirin • 1. 2. Analgetik & antipiretik Dewasa (PO, Rektal) : 325 – 1000 mg tiap 4 – 6 jam sesuai kebutuhan (tidak lebih dari 4 gram/hari). Anak 2 – 11 tahun (PO, rektal) : 60 – 80 mg/kg/hari dalam 4 – 6 dosis terbagi. • 1. 2. Antiinflamasi Dewasa (PO) : 2,6 – 6,2 gram/hari dalam dosis terbagi. Anak-anak (PO) : 60 – 110 mg/kg/hari dalam dosis terbagi. • Pencegahan TIA Dewasa (PO) : 1,3 gram/hari dalam 2 – 4 dosis terbagi. • Pencegahan infark miokard Dewasa (PO) : 300 – 325 mg/hari. • • • Obat analgetik-antipiretik & NSAID → kelompok obat heterogen (kimiawi). Memiliki banyak persamaan efek terapi & ES → mekanisme kerja sama → penghambatan biosintesis prostaglandin (PG). Aspirin : prototipe → NSAID “obat mirip aspirin” (aspirin like drugs). Indikasi NSAID : 1. Sebagai analgetik, antipiretik, & antiinflamasi , untuk mengobati gejala penyakit rematik (arthritis rheumatica, artrosis, & spondylosis). 2. Meredakan peradangan akibat trauma (kecelakaan, benturan, pukulan), pasca pembedahan, memar setelah olahraga. 3. Efektif untuk mengatasi nyeri/kolik saluran empedu & kemih, keluhan tulang pinggang, dan nyeri haid (dysmenorroe). 4. Menghalau nyeri kanker (ibuprofen, naproksen, diklofenak adalah obat yg sering dipakai karena ES paling ringan). Klasifikasi Kimiawi NSAID I. ASAM KARBOKSILAT I.A. Asam Asetat I.A.1. Derivat Asam Fenilasetat I.A.1.a. Diklofenak I.A.1.b. Fenklofenak I.A.2. Derivat Asam Asetat inden / indol I.A.2.a. Indometasin = terkuat anti radangnya; lebih sering keluhan lambung-usus. I.A.2.b. Sulindak I.A.2.c. Tolmetasin I.B.1. I.B.2. I.B.3. I.B.4. Derivat Asam Salisilat = dosis antiradangnya 2 – 3x >> kuat daripada analgetisnya; ES >> shg jarang digunakan pd terapi rematik. Aspirin Benorilat Diflunisal Salsalat I.C. I.C.1. I.C.2. I.C.3. I.C.4. I.C.5. I.C.6. I.C.7. Derivat Asam Propionat Asam tiaprofenat Fenbufen Fenoprofen Flurbiprofen Ibuprofen Ketoprofen Naproksen I.B. I.D. Derivat Asam Fenamat I.D.1. Asam Mefenamat I.D.2. Meklofenamat II. ASAM ENOLAT II.A. II.A.1. II.A.2. II.A.3. Derivat Pirazolon Azapropazon Fenilbutazon Oksifenbutazon II. B. Derivat Oksikam II.B.1. Piroksikam II.B.2. Tenoksikam II.B.3. Meloksikam III. Lain : nabumeton, benzidamin cr 3%, bufexamac cr 5%. • NSAID’S lokal (krim/gel) : piroxicam 0,5%, naproxen 10%, niflumic acid, diklofenak 1%, benzidamin 3%. Mekanisme Kerja NSAID & Kortikosteroid (Gb. Diagram Perombakan Asam Arachidonat menjadi Prostaglandin & Leukotrien dg Titik Kerja Sejumlah Obat Rema) gangguan pd membran sel Fosfolipid / membran sel fosfolipase dihambat kortikosteroid asam arachidonat dihambat NSAID / obat serupa aspirin endoperoksid COX-1 Tromboxan TXA2 -vaso < -bronchi < -agregasi > dihambat zileuton montelukast lipooxigenase Cyclooxygenase radikal bebas as. hidroperoksid COX-2 prostacyclin PGI2 prostaglandin PGE2/F2 -proteksi lambung peradangan -vaso > -antiagregasi dihambat nebumeton celecoxib leukotrien LTA LTB4 LTC4 – LTD4 – LTE4 peradangan -vaso < -permeab > • 1. 2. 3. Ada 3 macam obat anti-inflamasi (kerja agak selektif) : Menghambat COX-2 > kuat dp COX-1 (COX-2 inhibitors / penghambat COX-2 selektif), ex. Nabumeton, meloxicam. Tidak menghambat COX-1 sama sekali pd dosis biasa, tapi efek klinis iritasi mukosa lambung masih perlu dibuktikan. ex. Celecoxib, diklofenak, naproksen, ketoprofen. Menghambat ke-2 enzim COX ex. Sulfasalazin • 1. 2. Antagonis Leukotrien (sbg obat antiinflamasi pd rematik & asma) lipooxigenase-blocker : Zileuton LT-receptorblockers : montelukast, pranlukast, zafirlukast. • - Kortikosteroid Menghambat fosfolipase → pembentukan PG maupun LT dihalangi. Efek kortikosteroid terhadap gejala rema > NSAID → ES > pd dosis tinggi & penggunaan lama. Farmakodinamik / Mekanisme Efek Antiinflamasi NSAID : • Inflamasi : respon lokal jaringan terhadap rangsang yg berasal dari luar. • 1. 2. 3. 4. Macam-macam rangsang : Rangsang fisika (panas, sinar matahari) Rangsang kimia (zat kimia) Rangsang mekanik (pukulan/benturan) Rangsang biologik (zat yg dikeluarkan MH, ex. Bisa) • 1. 2. 3. 4. 5. Gejala/tanda radang : Kalor = panas = heat Rubor = merah = red Tumor = bengkak = swelling Dolor = sakit = pain Functio lase = loss of function • Farmakodinamik / Mekanisme antiinflamasi NSAID : (lanj…) • Selama inflamasi berlangsung dilepas mediator kimiawi secara lokal : histamin, 5-hidroksitriptamin (5 HT), faktor kemotaktik, bradikinin, LT & PG, penelitian terakhir : PAF = Platelet Activating Factor). • Terjadi migrasi sel fagosit ke daerah inflamasi, terjadi lisis membran lisozim & lepasnya enzim pemecah. • NSAID hanya bekerja terhadap penghambatan sintesa PG. • Farmakodinamik / Mekanisme Efek Analgetik NSAID : - PG hanya berperan pd nyeri yg berkaitan dg kerusakan jaringan / inflamasi. - Hasil penelitian : PG mensensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik & kimiawi. - PG menimbulkan keadaan hiperalgesia → mediator kimiawi (bradikinin & histamin) merangsangnya → nyeri nyata! - NSAID tidak mempengaruhi hiperalgesia/nyeri yg ditimbulkan oleh efek langsung PG tetapi sintesis PG yg dihambat oleh NSAID, bukannya blokade langsung terhadap PG. - Farmakodinamik / Mekanisme Efek Antipiretik NSAID : - Suhu badan diatur oleh keseimbangan antara produksi & hilangnya panas. - Alat pengatur suhu badan di hipotalamus. - Keadaan demam, keseimbangan terganggu, tapi dapat dikembalikan oleh obat mirip aspirin / NSAID. - Secara patologik peningkatan suhu tubuh diawali pelepasan zat pirogen endogen (sitokinin), ex. Interleukin-1 (IL-1) → memacu pelepasan PG >>> di daerah preoptik hipotalamus. - Obat mirip aspirin / NSAID menekan efek zat pirogen endogen dg menghambat sintesa PG dan vasodilatasi serta pengeluaran banyak keringat sehingga demam turun. - Farmakokinetik (tergantung masing-masing obat). Efek Samping NSAID 1. • • • • • Efek Ulcerogen Mual, muntah, nyeri lambung, gastritis, ulcer pepticus, perdarahan lambung → disebabkan blokade sintesa PGI2 & kehilangan fungsi perlindungan terhadap lambung. Terjadi pd penggunaan sistemik & rektal. NSAID + kortikosteroid → efek ulcerogen >>>. Pencegahan, dg pemberian obat sbb : – misoprostol (sbg pengganti PGI2 dg efek protektif thd mukosa lambung). – Antagonis – H2 (H2 – blockers) : ranitidin, simetidin. – Pompa proton inhibitor : omeprazol, lansoprazol, pantoprazol. Obat t½ panjang → resiko ulcerogen >> t½ pendek. Con. NSAID : - indometasin, azapropazon,piroxicam (keluhan >>>). - ketoprofen, naproksen, flurbiprofen, sulindak, diklofenak → keluhan sedang. - Ibuprofen → keluhan << Efek Samping NSAID 2. Gangguan fungsi ginjal • Fungsi PG di ginjal : memelihara aliran darah / perfusi & laju • • • filtrasi glomeruler ginjal. Jika sintesa PG dihambat oleh NSAID → perfusi & laju filtrasi glomeruli << → efek-efek : Insufisiensi, nefritis interstisial, kelainan regulasi air & elektrolit (udem, hiperkalemia). Lansia sangat peka → nefritis irreversibel → terutama pemakaian indometasin. Efek diuretik dikurangi oleh NSAID. 3. Agregasi trombosit • Efeknya dikurangi, karena penghambatan biosintesis tromboksan A2 (TXA2) → masa perdarahan diperpanjang. • Bersifat reversibel (kecuali asetosal) • Efek ini untuk terapi profilaksis trombo-emboli. Efek Samping NSAID 4. Reaksi kulit Ruam & urtikaria (diklofenak & sulindak). 5. Bronchokonstriksi Pd pasien asma yg hipersensitif NSAID 6. Efek Sentral Nyeri kepala, pusing, tinitus, termangu-mangu, sukar tidur, depresi, gangguan penglihatan. 7. Lain – lain Gangguan fungsi hati (diklofenak), gangguan haid (diklofenak, indometasin), anemia aplastis (jarang). • Wanita hamil → tidak boleh diberikan NSAID (triwulan terakhir) → menghambat kontraksi & memperlambat persalinan. • Laktasi → NSAID menembus ASI → jangan diberikan, kecuali : ibuprofen, flurbiprofen, naproksen, diklofenak (pd dosis biasa sedikit dalam ASI). Interaksi 1. 2. 3. 4. 5. Penggunaan NSAID bersama aspirin, menurunkan efektivitasnya. Meningkatkan efek perdarahan jika NSAID digunakan bersama antikoagulan, heparin, obat trombolitik dan asam valproat. (karena NSAID bersifat asam organik yg terikat kuat pd protein darah shg dapat menggeser ikatan obat lain dg PP tinggi maka daya kerja obat yg tergeser tsb menjadi lebih kuat). NSAID vs aspirin, kortikosteroid dapat meningkatkan efek ulcerogen (efek merugikan pd GI). NSAID menurunkan efek diuretik & antihipertensi. NSAID meningkatkan resiko hipoglikemia akibat insulin / obat hipoglikemik oral. Kontraindikasi & perhatian • • • • Tukak lambung & perdarahan G.I. Hipersensitif NSAID Penderita asma Gunakan hati-hati pd penderita kardiovaskuler, ginjal, atau penyakit hati yg parah. 2. ANALGETIK NARKOTIKA / OPIOID • Adalah obat yg daya kerjanya meniru opioid endogen / endorfin dg memperpanjang aktivasi reseptor opioid (reseptor µ) di SSP shg persepsi nyeri & respon emosional terhadap nyeri berubah / dikurangi. • Mekanisme kerja analgetik narkotik : analgetik opioid berikatan dg (sisa) reseptor opioid pd SSP (yg belum ditempati endorfin) shg mengubah persepsi & respon thd stimulus nyeri sambil menghasilkan depresi SSP secara umum. • Minimal ada 4 macam reseptor opioid, yaitu reseptor µ, k, δ, ε, dan σ, sbg tempat pengikatan analgetik narkotik untuk menghasilkan efek analgesia yg menyerupai endorfin. • • UU narkotika no.22 tahun 1997 Propoksifen, pentazosin, tramadol → tidak termasuk UU narkotika, karena bahaya ketagihan/adiksi & kebiasaan ringan, penggunaan lama tidak dianjurkan. Klasifikasi analgetik opioid berdasarkan cara kerja pd reseptor opioid : 1. Agonis Opiat • Menyerupai morfin, bekerja sebagai agonis terutama pd reseptor μ dan mungkin pd reseptor k. • alkaloid candu : morfin, codein, heroin, nicomorfin. • Zat sintetis : metadon & derivatnya (dextromoramida, propoksifen, bezitramid), petidin & derivatnya (fentanil, sufentanil), tramadol. 2. Antagonis Opiat • Tidak memiliki aktivitas agonis pd semua reseptor. • Ex : nalokson, naltrekson, nalorfin, pentazosin, buprenorfin, nalbufin. 3. Kombinasi • Zat ini mengikat pd reseptor opiat tapi tidak mengaktivasi kerjanya dg sempurna. a). Agonis-antagonis opiat Bekerja sebagai agonis pd beberapa reseptor & sebagai antagonis (agonis lemah) pd reseptor lain. Ex : nalorfin, pentazosin, nalbufin, dezosin, butorfanol, buprenorfin. b). Agonis parsial (buprenorfin, pentazosin). • Indikasi analgetik opioid (umum) • Analgetik opioid bisa digunakan sendiri / kombinasi dg analgetik non-opioid dalam penatalaksanaan nyeri sedang – hebat. • Analgetik opioid juga telah digunakan sbg : - analgetik selama persalinan. - pra bedah (sedasi praoperatif). - intrabedah - pascabedah - adjuvan anestesia - dalam perawatan intensif untuk analgesia, sedasi & antinsietas. - antitusif (penekan rangsang batuk kering, mis : codein) Farmakokinetik analgetik opioid (umum) 1. 2. 3. 4. 5. Absorpsi 50% obat diabsorpsi dari sal. GI & diabsorpsi sempurna dari tempat injeksi i.m. Distribusi umumnya didistribusikan secara luas, menembus plasenta & masuk ASI. Metabolisme umumnya di hati, reaksi metabolisme berbeda tergantung @ obat. Ekskresi melalui ginjal. Waktu paruh eliminasi berbeda tergantung @ obat. Efek samping analgetik opioid (umum) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Depresi SSP, mis : sedatif, depresi pernafasan & batuk, miosis, hipothermia, mual & muntah (karena rangsangan pd CTZ / chemo triggrer zone), penurunan aktivitas mental & motorik, euforia, perasaan termangu, halusinasi . Bronchokonstriksi saluran nafas, shg pernafasan menjadi dangkal & frekuensinya menurun. Sistem sirkulasi darah : vasodilatasi perifer (jika pd kulit, keluar keringat berlebihan), hipotensi & bradikardi (dosis tinggi). Saluran GI : obstipasi karena peristaltik berkurang, kolik batu empedu karena kontraksi sfingter kandung empedu. Saluran urogenital : retensi urin (karena tonus sfingter kandung kemih naik), kontraksi uterus berkurang (memperpanjang waktu persalinan). Pelepasan histamin : pruritus, urticaria. Kebiasaan & ketagihan Kebiasaan (habituasi) & ketagihan (adiksi) • Mekanisme kerja Kebiasaan & ketagihan : bila analgetik opioid dipakai terus-menerus, pembentukan reseptor opioid yg baru terus distimulasi & produksi endorfin di ujung saraf otak dirintangi. • Penyebab : – Penggunaan jangka lama – Toleransi, yaitu efektifitas opioid berkurang karena dipercepatnya absorpsi / eliminasinya / menurunnya sensitifitas jaringan sehingga diperlukan dosis yg lebih besar untuk mencapai efek yg sama seperti semula. – penggunaan dosis besar lebih baik bagi si pengguna & tidak menimbulkan gejala intoksikasi. • Ada 2 jenis ketergantungan / ketagihan, yaitu fisik & psikis (efek psikotrop / euforia). Lanj…Kebiasaan (habituasi) & ketagihan (adiksi) • Abstinensi (withdrawal syndrome) : penghentian penggunaan obat opioid secara mendadak. • Gejala abstinensi : ketakutan, berkeringat, mata berair, mualmuantah, diare, insomnia, tachycardia, mydriasis (pembesaran pupil), tremor, kejang otot, TD naik, diikuti reaksi psikis (gelisah, mudah tersinggung, marah, takut mati). • Pengobatan adiksi (perhatikan tingkat ketergantungan fisik pecandu) : – Terapi substitusi ( pemberian metadon sbg obat pengganti heroin / morfin atau klonidin untuk menurunkan TD, pusing, mengurangi gejala insomnia, mudah marah, & jantung berdebar-debar). – Antagonis opioid (obat yg melawan ES opioid tanpa mengurangi efek analgetiknya, berdasarkan penggeseran opioid dari reseptor opioid di SSP). Con : nalokson, naltrekson, nalorfin. Penggunaan analgetik opioid pd kehamilan & laktasi • Opioid dapat melintasi plasenta. • Boleh digunakan beberapa waktu sebelum persalinan. • Bila diminum terus, merusak janin akibat depresi pernafasan & memperlambat persalinan. • Bayi dari ibu yg ketagihan juga menderita gejala abstinensi. • Selama laktasi, ibu dapat menggunakan opioid karena hanya sedikit terdapat dalam ASI. Perhatian & kontraindikasi • 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Gunakan opioid hati-hati pd : Penyakit ginjal, hati, pulmoner parah (asma). Hipotiroidisme Pasien lansia / pasien lemah (penyakit saraf / otot) Nyeri abdomen / hipertrofi prostat yg tidak terdiagnosa. Insufisiensi adrenal Alkoholisme Anak-anak (meningkatkan resiko kejang akibat akumulasi normeperidin) Pasien dg riwayat hipotensi sebelumnya (mis : pasca perdarahan). Kurangi dosis opioid pd pasien lansia, malnutrisi, gangguan fungsi ginjal / hati (mis : pre-eklamsia). Perhatian & kontraindikasi • 1. 2. 3. 4. Kontraindikasi : Hipersensitifitas Kehamilan / laktasi (penggunaan kronis) Penggunaan dg MAOI (Monoamin oksidase inhibitor) yg baru berjalan (14 – 21 hari). Peningkatan tekanan intrakranial / konsentrasi CO2 (penyakit pernafasan yg berat). Interaksi 1. Analgetik opioid vs obat gol. Depresan SSP lain (alkohol; antihistamin; sedatif-hipnotik = barbiturat & benzodiazepin; obat anestesi = nitrogen oksida; metoklopramida; fenotiazin / proklorperazin; antidepresan trisiklik) → depresi SSP >>>. 2. Analgetik opioid (meperidin, pentazosin,tramadol) vs MAO Inhibitor atau SSRI (selective serotonin re-uptake inhibitor) atau probakarbazin → menimbulkan hiperpireksia disertai hipotensi / hipertensi yg fatal, dihindari selama 14 – 21 hari sesudah terapi MAOI dihentikan. 3. Analgetik opioid vs metoklopramid, cisapride & domperidon → stasis lambung. Interaksi 4. Analgetik opioid (meperidin, metadon, fentanil, morfin) vs simetidin / ranitidin (antagonis H2) → menghambat enzim mikrosomal shg metabolisme opioid dicegah, akibatnya konsentrasi opioid meningkat (apnea & gejala kebingungan). 5. Opioid (meperidin, pentazosin) vs antikonvulsan (fenitoin, karbamazepin, fenobarbiton); rifampisin; estrogen & tembakau → menginduksi enzim hati shg eliminasi opioid dipercepat, akibatnya efek opioid menurun → pemberian opioid harus lebih sering / dosisnya dinaikkan. 6. Opioid vs siklizin → edema paru (jarang terjadi). • ANESTETIKA UMUM & LOKAL (BERSAMBUNG)