1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkutut (Geopelia striata) merupakan salah satu burung pemakan biji, termasuk famili merpati (Columbidae) yang mempunyai banyak kerabat dekat seperti pergam (Ducula bicolor) dan punai (Caloenas nicobarica) yang tersebar luas di seluruh dunia. Namun, khusus jenis perkutut penyebarannya hanya terbatas di semenanjung Malaya sampai Australia. Hidupnya suka berkelompok maupun berpasangan di dataran rendah (Sutejo 2002). Burung perkutut memiliki keunikan terutama pada bunyinya yang indah. Suara yang indah dapat menimbulkan kharisma maupun kebanggaan tersendiri bagi pemiliknya. Untuk mendapatkan burung perkutut yang demikian, orang berani membelinya dengan harga mahal. Dari puluhan juta hingga mencapai ratusan juta rupiah. Oleh karenanya, tidak mengherankan bila sejak zaman kerajaan Majapahit burung perkutut menjadi burung kesayangan para raja di tanah air Jawa (Sumarjoto 2003). Perkutut termasuk dalam burung monomorfis, yaitu burung yang jenis kelaminnya sulit dibedakan antara jantan dan betina, bahkan setelah dewasa sekalipun. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk membedakan jenis kelamin pada burung monomorfis ini diantaranya adalah pengamatan laparoskopi atau melalui pembedahan, dan analisis DNA dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) (Griffiths 2000). Hasil studi beberapa kelompok burung seperti gelatik Jawa (Natakoesoemah 2003), betet Jawa (Zaniar 2003), dan kakatua (Budiman 2003) telah berhasil ditentukan jenis kelaminnya berdasarkan primer spesifik. Teknik PCR memerlukan suatu DNA cetakan (DNA template) yang nantinya akan diperbanyak secara in vitro. DNA cetakan didapatkan dari hasil ekstraksi dan purifikasi suatu sel, jaringan atau organ. Sebagian besar DNA pada sel hewan terdapat di dalam inti. Sebagian yang lain terdapat di organel seperti di mitokondria. Ekstraksi dan purifikasi DNA pada prinsipnya adalah suatu cara atau metoda untuk memisahkan DNA total dari komponen sel lainnya (Sulandari & Zein 2003). Setiap sel atau jaringan yang memiliki DNA memungkinkan untuk dilakukan ekstraksi DNA. Akan tetapi, kualitas dan jumlah DNA yang diperoleh dapat bervariasi tergantung asal jaringan, metode penyimpanan, dan cara ekstraksi. Ekstraksi DNA dari fosil, spesimen museum, sampel forensik, rambut atau bulu dan feses biasanya lebih sulit dilakukan (Taberlet et al. 1996). Pada prinsipnya, metode purifikasi pada semua jaringan hewan tidak jauh berbeda, yaitu terdiri atas tiga tahapan utama. Tiga tahapan tersebut secara berurutan adalah penghancuran (lisis) membran sel, pemisahan material DNA dari material organik sel lain, dan pemisahan DNA dari larutannya (presipitasi) (Sambrook et al. 1989). Namun pada beberapa jaringan diperlukan perlakuan khusus untuk meminimalkan adanya penghambat (inhibitor) dalam proses ekstraksi. Sebagai contoh ekstraksi DNA dari feses kualitas DNA-nya kurang baik karena banyak inhibitornya sehingga sulit di PCR. Ekstraksi DNA dapat dilakukan secara manual ataupun menggunakan DNA extraction kit (kit). Ekstraksi DNA dengan menggunakan kit umumnya menghasilkan DNA dengan kualitas yang lebih baik (Schill 2007). Secara umum dalam studi molekuler burung, DNA total didapatkan dari hasil ekstraksi dan purifikasi darah lengkap (whole blood). Akan tetapi pemilik burung tidak mau diambil darahnya dari burung miliknya karena resiko mati atau stres, mengingat harga burung perkutut yang relatif mahal. Oleh karena itu harus dicari sumber DNA dari bagian lain pada tubuh burung perkutut yang bersifat non-invasif, sehingga tidak membahayakan atau menyakiti hewan tersebut. Bulu burung mempunyai prospek menjadi sumber DNA karena pada pangkal bulu (calamus) banyak mengandung sel epitel. Bulu merupakan struktur khusus Kelas Aves. Secara genetik bulu diduga berasal dari epidermal, sedangkan secara embriologis bermula dari papila dermal. Bulu terdiri dari poros utama yang disebut Shaft (tangkai), Calamus (tangkai pangkal bulu yang berongga), Rachis (lanjutan calamus yang merupakan sumbu bulu yang tidak berongga didalamnya memiliki sumsum dan jaringan), Vane (bendera yang tersusun atas barbae yang merupakan cabang-cabang lateral dari rachis) (Hickman et al. 1984). Struktur bulu burung perkutut dapat dilihat pada Gambar 1. vane calamus Gambar 1 Struktur bulu burung rachis barb 2 Pada saat musimnya, bulu secara alami dapat terlepas dari bagian kulitnya sendiri (mabung/molting) dan tidak melukai burung tersebut. Hal ini dapat dimanfaatkan dalam memperoleh DNA. Bulu dapat diperoleh secara langsung (pada saat mabung) maupun tak langsung (dicabut) dengan tingkat resiko kecil pada burung tersebut. Namun karena pada bulu banyak mengandung unsur keratin dan sudah mengeras, maka sulit untuk didapatkan DNAnya. Komponen bulu terdiri dari α- dan β-keratin yang tersusun oleh bermacam-macam asam amino. Pada bagian calamus asam amino terbanyak adalah serin (1299 µmoles/g) dan glysin (1171 µmoles/g) (Harrap & Woods 1964). Keratin termasuk ke dalam unsur protein serat (fibrosa) yang tidak larut atau yang pada umumnya tidak dapat dihancurkan oleh enzim penghancur (Abun 2006). Hal ini menunjukkan bahwa banyak sekali faktor penghambat pada bulu sehingga proses ekstraksi dan purifikasi DNA pada bulu tidak semudah ektraksi pada sampel darah yang memiliki sedikit penghambat. Dengan demikian diperlukan pengembangan metode ekstraksi yang cepat, baik, dengan rendemen hasil DNA yang memadai. Tujuan Penelitian ini bertujuan mendapatkan metode ekstraksi dan purifikasi DNA yang baik dari bulu burung perkutut (Geopelia striata) untuk pemanfaatan studi sexing dan keragaman genetik. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret sampai dengan Nopember 2010 di Laboratorium Biologi Molekuler, Pusat Studi Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi (PSSHB); Laboratorium Sistematika dan Ekologi Hewan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan antara lain: 1) Bahan-bahan untuk ekstraksi yaitu 10 sampel bulu (BTN1, BTN2, BTN3, BTN4, BTN50, JTN1, JTN2, JTNBE1, JTNBS3, JTN42) dan 2 sampel darah (JTN42D, BTN50D) burung perkutut, yang diperoleh dari dua tempat yaitu di Perumahan Taman Yasmin Bogor (Prima BirdFarm) dan di Perumahan Baranang Siang Indah Bogor (koleksi pribadi). Sampel darah burung perkutut tersebut digunakan sebagai kontrol bagi hasil ekstraksi bulu. 2) Bahan-bahan untuk purifikasi DNA yaitu, digestion buffer (9.750 ml STES, 250 µl proteinase K, 25 µl RNAase 40mg/ml), CTAB buffer (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide), larutan phenol, larutan C:IAA (Cloroform:Isoamil Alkohol) 24:1, etanol absolut, etanol 70%, larutan TE (1M Tris-HCl pH 8, Trisma Base 12,11 g, 0,50 M EDTA pH 8, disodium etilen diamin tetra asetat 2H2O 18,61 g), tablet InhibitEX QIAGEN, dan larutan low-TE (Tris-EDTA konsentrasi rendah). Komposisi larutan digestion buffer dan CTAB buffer secara lengkap tersaji pada Lampiran 1. 3) Bahan-bahan untuk melihat kualitas DNA yaitu agarosa 1,2%, EtBr (Ethidium Bromide), dan larutan TBE 1x. 4) Bahan-bahan yang digunakan untuk PCR yaitu, PCR Kit buffer (2x Taq master mix), MgCl2, ddH2O steril, 360 GC Enhancer, primer sexing dan primer cytochrome b, serta DNA template. Alat-alat yang digunakan berupa spuit 1 ml, gunting, tabung (ependorf) 1,5 ml, tabung PCR 200 µl, pipet mikro, sentrifuse, inkubator, freezer, elektroforesis submarine dan mesin PCR. Metode Penelitian Pengambilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan di dua tempat yang berbeda, yaitu di Perumahan Taman Yasmin Bogor (Prima BirdFarm) dan di Perumahan Baranang Siang Indah Bogor (koleksi pribadi). Sebanyak 8 helai bulu burung betina dan 8 helai bulu burung jantan diperoleh dari Prima bird farm. Koleksi pribadi diperoleh 4 helai bulu burung betina, 4 helai bulu burung jantan, serta sampel darah dari masing-masing burung tersebut. Ekstraksi dan Purifikasi DNA. Protokol yang digunakan terdiri dari tiga macam yaitu (1) metode ekstraksi otot berbasis Digestion buffer yang dikembangkan oleh Duryadi (1993), (2) metode menggunakan larutan Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide (CTAB buffer), (3) metode menggunakan tablet InhibitEX pada motode CTAB buffer. Disamping itu digunakan perlakuan lamanya perendaman sampel pada larutan low-TE selama 3 hari dan 14 hari. Perhitungan konsentrasi dan kemurnian DNA menggunakan alat spektrofotometer dengan mengukur OD 260/OD280.