Waspadai Anomali Cuaca Cuaca tidak lagi berjalan konstan, atau setidaknya terprediksikan . Makanya kini mencuat sebutan musim panas basah. Musim panas tapi bergejala curah hujan yang tinggi. Anomali cuaca ini di sinyalir sebagai dampak dari pemanasan global (global warming). Dr Armi Susandi menyatakan, perubahan iklim yang terjadi di akibatkan karena bumi memiliki temperatur tertentu sehingga gas-gas rumah kaca yang semakin meningkat menyebabkan radiasi matahari yang di pantulkan ke bumi tidak merata dan tidak tertangkap oleh lapisan gas rumah kaca. “Akibat bumi semakin memenas dan mengubah pola sehingga angin akan berpindah. Global warming akan menyebabkan perubahan iklim jadi semakin banyak perubahan temperaturnya semakin banyak anginnya karena temperatur tidak rata, ”tutur Pakar Perubahan Iklim dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Apabila suatu tempat panasnya tidak rata, jelas Armi, maka angin akan berpindah tempat ke tempat yang lebih hangat di bandingkan lautan. Dengan demikian, datanglah angin dari lautan membawa uap air hingga menyebabkan hujan. Perbedaan temperatur atau tekanan menyebabkan terjadinya angin. Akibatnya pola hujan berubah dan sulit di prediksi. “Alam tidak bisa melepaskan diri dan di pengaruhi oleh lingkungan baru sehingga cuaca sulit di prediksi. Di antara dampak global warming adalah terbentuknya lalina yaitu peristiwa bulan-bulan basah pada saat musim kering. Peristiwa ini terjadi pada saat akhir tahun, karena adanya pengaruh konversi atau penguapan di laut jawa, kalimantan dan sulawesi sehingga menyebabkan hujan,”Urainya. Frekuensi turunnya hujan yang cukup tinggi pada musim kemarau menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di sebut sebagai kemarau basah. Curah hujan yang hampir mendominasi musim kemarau khususnya di wilayah Jabar menunjukan adanya pergeseran sehingga memberikan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan menurut BMKG Bandung, faktor yang mempengaruhi perubahan iklim ini belum dapat di simpulkan dan masih dalam penelitian . Salah satunya akibat adanya pemanasan global. Menurut staf Data dan informasi BMKG Bandung, Annie Hanifah, ketika matahari berada di belahan utara seharusnya suhu permukaan laut di wilayah indonesia dingin sehingga terjadi musim kemarau. Namun kenyataannya, suhu permukaan laut tersebut hangat sehingga menimbulkan banyak penguapan yang kemudian menjadi awan. “Banyaknya titik-titik awan inilah yang menimbulkan curah hujan meskipun masih pada musim kemarau,”katanya. Annie menambahkan, pada bulan September biasanya musim hujan sudah mulai turun berdasarkan curah hujan pada musim kemarau di atas, maka BMKG Bandung memprediksi curah hujan semakin tinggi mulai September 2010 ini. Oleh karena itu, masyarakat perlu lebih waspada terhadap dampak negatif akibat curah hujan yang tinggi seperti bahaya longsor, banjir dan adanya petir. Dari prakiraan BMKG Bandung, beberapa wilayah di jawa barat mengalami hujan di atas normal atau curah hujan tinggai pada bulan September dan Oktober 2010. Wilayah tersebut adalah sebagian Sukabumi bagian barat dan Pelabuhanratu, Bekasi bagian Utara. No 1. 2. 3. Kabupaten/Kota Bogor Kodya Bogor Sukabumi 4. 5. Kota Sukabumi Cianjur 6. 7. Bandung Bandung Barat 8. Garut 9. 10. 11. Karawang Purwakarta Subang 12. 13. Sumedang Tasiklmalaya 14. Ciamis 15. Majalengka 16. Kuningan 17. 18. Cirebon Indramayu Wilayah Berpotensi Terjadi longsor Dan banjir bandang di jabar September 2010 Potensi Gerakan Tanah Potensi Banjir Bandang Menengah-tinggi Menengah Menengah-Tinggi Menengah-Tinggi (di Kecamatan cibadak, sukaraja, kedudampit, sukabumi) Menengah Menengah-Tinggi Menengah-Tinggi (di Kecamatan pacet, Cugenang, cianjur, Sukaresmi, Warung Kondang) Menengah-Tinggi Menenga-Tinggi Menengah-Tinggi (di Kecamatan Parongpong, Lermbang dan Cisarua Menengah-Tinggi Menengah-tinggi (di Kecamatan Balubur Limbangan, Kadungora, Cibiuk, Leles, Wanaraja, Tarogong, Banyuresmi, garut, Samarang, Cilawu, Cisurupan, Bayongbong, Pamulihan, dan Cikajang) Menengah Menengah-Tinggi Menengah-Tinggi Menengah-Tinggi (di Kecamatan Sagala Herang, Cisalak, dan Jalan Cagak) Menengah-Tinggi Menengah-Tinggi Menengah-Tinggi (di Kecamatan Cigalontang, Pagarageung, Cisayong, Indihiang) Menengah-Tinggi Menengah-Tinggi (di Kecamatan Cikoneng, Sadananya, Cihaurbeuti, dan Ciamis) Menengah-Tinggi Menengah-Tinggi (di Kecamatan Talaga, Maja, Argapura, Sukahaji, Bantarujeg, Rajagaluh) Menengah Menengah (di Kecamatan Pasawahan, Karamatmulya, Cigugur, Ciawigebang) Menengah Menengah - Pergeseran iklim yang di dominasi curah hujan tinggi saat ini tidak saja berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Dampak negatif juga terjadi terhadap tanaman yang berada pada dataran tinggi. Salah satu contoh terjadi pada tanaman teh di kebun Rancabolang Ciwidey Kabupaten Bandung. Akibat pergeseran iklim yang terjadi saat ini, produktivitas pucuk teh yang di hasilkan di kebun ini menurun 10-20% dari kondisi normal. Padahal pada bulan-bulan inilah, Kebun Rancabolang biasanya bisa menggenjot produktivitas tinggi. “Bulan Juli-September biasanya menjadi andalan Kebun Rancabolang untuk menggenjot produksi . namun, akibat anomali cuaca yang terjadi saat ini menyebabkan produksi menurun,” ungkap administartur Kebun Rancabolang, Dudih Setiadi. Menurutnya, penurunan produksi tersebut di sebabkan terganggunya proses Fotosintesis pada tanaman akibat minimnya sinar matahari sehingga kelembaban udara (RH) mencapai 90%. Padahal untuk tanaman teh kelembaban udara idealnya berkisar antara 70-75%. “Bagi Kebun Rancabolang yang berada di ke tinggian 1.850-2.200 meter di atas permukaan air laut, tahun ini menjadi tahun yang sangat berat untuk meninggalkan produksi. Saat ini, kalau dicermati dalam sehari sinar matahari muncul tidak lebih dari satu jam. Jelas ini sangat menghambat pembentukan pucuk teh,” Ujarnya. Dampak Negatif pergeseran iklim yang terjadi di Kebun Rancabolang, tidak hanya meningkatnya kelembaban udara akibat kurangnya sinar matahari. Namun, program pemupukan daun dan pengendalian hama penyakit juga menjadi terganggu. Padahal, pada kondisi kelembaban tinggi serangan penyakit semakin meningkat. Apalagi pada kebun-kebun teh organik yang berdekatan langsung dengan kehutanan dan persawahan milik warga. Sementara sebagai upayanya, pihak managemen berusaha tetap menjaga kebersihan kebun, penataan pohon pelindung(melakukan perekrekan) untuk mengurangi kelembaban, termasuk memasang perangkap hama. “ Pada kondisi kelembaban tinggi maka potensi serangan penyakit blister blight meningkat. upaya yang bisa kami lakukan adalah dengan menjaga kebersihan kebun dan melakukakan perekrekan pohon pelindung. Dengan perekrekan, apabila ada sinar matahari di harapkan kelembaban berkurang. Massalahnya kalau tanaman itu berada di dekat kehutanan, kita tidak bisa berbuat apa-apa,” Ujarnya. Apa yang terjadi di kebun dataran tinggi seperti Kebun Rancabolang berbanding terbalik dengan beberapa kebun yang berada di dataran rendah-sedang, seperti Kebun Paangheotan/panglejar Kabupaten Bandung Barat. Anomali cuaca yang terjadi saat ini justru berdampak positif. Pasalnya, pad bulan-bulan yang sama tahun lalu(Juni-Oktober) adalah musim kemarau sehingga curah hujan sangat rendah. Tapi pergeseran iklim saat ini, selain curah hujan masih tinggi, sinar matahari juga cukup bagus untuk terjadinya fotosintesis bagi tanaman takheran jika bulan-bulan ini yang biasanya produksi pucuk cenderung menurun, kali ini justru meningkat. “Ada dampak positif dengan terjadinya anomali cuaca saat ini bagi kebun dataran rendah. Seperti di panglejar. Di bandingkan tahun 2009, produksi Triwulan III 2010 naik hingga 52%,” Ungkap administratur Kebun Paangheotan/panglejar, Purnama Hilma. Anomali cuaca yang tejadi saat ini memang tak bisa dihindari. Namun, apapun yang terjadi semua itu merupakan anugrah dari yang maha kuasa. Kini tinggal bagaimana kita bisa menyikapi dan mensyukuri. Yakinlah bahwa dibalik semua itu pasti ada hikmahnya.*** Sumber : Majalah INTAN Edisi No.14 Tahun VII Oktober 2010