Arthur Schopenhauer

advertisement
Arthur Schopenhauer
“Kehendak”
Ajaran Arthur Schopenhauer
•
•
Terkait dengan dunia fenomenal, Schopenhauer menilai filsafat Kant
memiliki dua kekeliruan mendasar. Pertama, Kant memandang
dunia noumena terdiri dari hal-hal dalam-dirinya-sendiri (jamak).
Kedua, Kant menganggap noumena sebagai penyebab dari
persepsi manusia.
Bagi Schopenhauer, manusia mendapatkan ide tentang pembedaan
(diferensiasi) jika dilingkupi oleh penerimaan akan konsep ruang dan
waktu. Sementara Kant menunjukkan bahwa ruang dan waktu
merupakan bentuk-bentuk sensibilitas manusia. Jadi, konsep ruang
dan waktu tidak akan bisa ada dalam sebuah realitas tanpa subjek.
•
•
karena dalam realitas itu, semua yang-eksis, eksis dalam-dirinya-sendiri
(Das Ding an sich) yang bersifat independen dari pengalaman. Oleh karena
itu, diferensiasi hanya bisa dilakukan dalam dunia pengalaman dan tidak
bisa dilakukan dalam dunia realitas noumena. Karena itu pula, tak mungkin
ada benda-benda (jamak) dalam-dirinya- sendiri yang berbeda-beda dan
eksis secara indenpenden dari subjek yang mengalaminya.
Pengetahuan pada hakikatnya bersifat dualistis, yaitu sesuatu yang menjadi
isi dari pengetahuan itu dan sesuatu yang mengetahui. Jadi, jika ada
sesuatu yang eksis secara tak terdiferensiasi (tak terbedakan dari yang
lain), maka sesuatu itu tak akan bisa mengenali dirinya sendiri, karena
pengenalan akan diri sendiri mengandaikan pembedaan dengan diri yang
lain.
•
•
Schopenhauer memandang bahwa dalam realitas total terdapat realitas
yang bersifat immaterial, tak terdiferensiasi, tak berwaktu, dan tak beruang,
yang terhadapnya manusia tidak akan pernah bisa memiliki pengetahuan
yang bersifat langsung, dan realitas itu memanifestasikan dirinya pada
manusia dalam bentuk dunia fenomenal dari objek-objek materiil (termasuk
manusia sendiri) yang terdiferensiasi dalam ruang dan waktu. Kesimpulan
ini sama persis dengan arus utama agama Hindu dan Budha.
Menurut Schopenhauer, dalam dunia fenomena, manusia eksis sebagai
individu-individu. Manusia eksis sebagai objek-objek materiil yang
menempati ruang dan berada dalam suatu waktu. Diferensiasi sebagai
individu ini hanya bisa diamati dalam dunia fenomena.
•
•
Sedangkan secara noumena, tidak mungkin untuk mendiferensiasi diri
sendiri. Oleh karena itu, manusia semuanya pastilah “yang satu”. Jadi, ada
sebuah perasaan puncak bahwa jika aku melukaimu, maka aku melukai diri
sendiri. Atas dasar itulah etika dibangun atas dasar kasih sayang, rasa
persaudaraan, perhatian tanpa pamrih yang tumbuh dari dalam diri manusia
itu sendiri, bukan lahir atas dasar rasionalitas sebagaimana yang
disampaikan oleh Immanuel Kant.
Schopenhauer mengatakan, jika manusia memang ingin memahami hakikat
batin, dan signifikansi dunia luar, maka ia harus melakukan investigasi atas
proses yang dijalani atas proses yang dijalani oleh batin dan menelusuri
pengalaman luar dirinya. Schopenhauer berpandangan, penjelasanpenjelasan hakiki mengenai realitas tidak bisa ditemukan dalam sains.
•
•
•
Bukan berarti, manusia harus meninggalkan sains. Bahkan Schopenhauer
mengatakan, dalam upaya memahami dunia, manusia harus
memanfaatkan semaksimal mungkin dan penuh antusias semua sumber
daya sains, tetapi jangan melupakan sumber-sumber selain sains.
Terkait pemikiran terkait dengan seni ini, Schopenhauer dipengaruhi oleh
ide-ide Platonis tentang dunia ide dan dunia ini, dimana Plato
berpandangan dunia ini adalah dunia semu dari dunia sebenarnya yang
ada di dunia ide.
Kecendrungan Schopenhauer untuk menelisik misteri batin manusia
membuat ia sampai pada pemikiran bahwa manusia itu tetap eksis karena
adanya kehendak untuk hidup (will of life).
•
•
Semakin manusia menyelidiki berbagai perasaan dan emosinya, maka ia
akan semakin melihat bahwa semua itu merupakan modifikasi dari
kehendak. Schopenhauer tidak mengklaim pandangan ini original dari
dirinya .
Bagi Schopenhauer, pikiran adalah sesuatu yang merujuk kepada sebuah
subkelas kecil dari benda-benda objektif. Pikiran lebih terkait dengan yang
materiil daripada dengan yang noumenal, dan pikiran muncul sebagai
aktivitas ataupun sebagai epifenomena dari materi. Semua pikiran yang
diketahui manusia adalah pembayangan dari objek-objek materiil. Dunia
noumenal sebagai sumber manifestasi dunia fenomenal digerakkan oleh
dorongan metafisis yang bersifat primitif dan memanifestasikan dirinya
dalam eksistensi dengan sebutan “kehendak”.
•
•
Kehendak di sini tidak sama dengan kehendak manusia berkaitan dengan
kesadaran diri. Kehendak yang bersifat metafisis ini (metaphysical will) tak
ada hubungannya dengan tujuan-tujuan, keinginan-keinginan, atau
maksud-maksud. Kehendak ini berkonotasi pada sesuatu yang bukan saja
mendahului kehidupan, melainkan juga mendahului materi. Kehendak
metafisis ini merupakan sebuah daya yang buta, nonmaterial, nonpersonal,
dan nonbernyawa.
Alam semesta merupakan kehendak yang bersifat metafisis ini. Kehendak
mengada dan bertahan hidup yang dimiliki oleh manusia bukanlah
kehendak noumenal dalam dirinya sendiri, tetapi manifestasi dari kehendak
noumenal itu dalam dunia fenomena. Oleh karena itu, dia bisa menjadi
objek dari pengetahuan manusia.
Thank you!
Download