ii. tinjauan pustaka

advertisement
 II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sea Farming
Sea Farming berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari kata Sea
berarti laut dan Farming yang berarti berusaha tani, sehingga secara harfiah
berarti berusaha tani di laut dalam rangka memproduksi ikan. Laut dijadikan
ladang atau lahan untuk memproduksi ikan dengan menerapkan prinsip usaha
tani. Di Jepang, negara yang diperkirakan paling berhasil menerapkan Sea
Farming. Sea Farming didefinisikan sebagai kegiatan memproduksi benih
(seed production), kemudian melepaskan benih tersebut ke laut (releasing
atau restocking) dan selanjutnya menangkap kembali ikan tersebut
(recapturing atau harvesting) untuk dijual sebagai produk perikanan laut.
Perairan laut untuk restocking ini dianggap sebagai kawasan sea ranching,
bisa berupa teluk atau gosong (laut dangkal terlindung) dengan luas ratusan
hingga ribuan hektar. Terdapat 5 faktor utama Sea Farming yang perlu
diperhatikan, yaitu: 1) sumberdaya alam, 2) teknologi, 3) kemasyarakatan, 4)
kelembagaan dan 5) hukum (Effendi, 2001).
1) Sumberdaya alam
Faktor sumberdaya alam menyangkut geofisik, oseanografi dan
ekologi lokasi dimana ikan akan ditebar. Pemahaman mendalam mengenai
faktor ini dapat memberi gambaran kelayakan ekologis suatu kawasan
untuk Sea Farming. Pengetahuan mengenai struktur komunitas biota
perairan termasuk di dalamnya mengenai rantai makanan dan piramida
makanan bisa memperkirakan tingkat kehilangan (kematian), akibat
predasi oleh predator alamiah dan migrasi ke luar kawasan, ikan yang
ditebar. Struktur komunitas biota perairan lokal tidak berubah secara
drastis, hingga menyebabkan terganggunya bahkan punahnya suatu spesies
tertentu, akibat restocking ikan tertentu. Daya dukung perairan (ruang dan
makanan) masih mampu untuk menjaga pertumbuhan ikan yang ditebar
tetap optimal, sehingga populasi dan biomasa ikan tersebut bertambah
secara bertahap dan signifikan. Keseimbangan ekosistem dan piramida
5 makanan
di
kawasan
sea
ranching
tetap
diperhatikan
dengan
memperhatikan tingkat trofik dari biota yang diintroduksikan (trophic
level-based mariculture), (Effendi, 2001).
2) Teknologi
Faktor
teknologi
menyangkut
produksi
benih
di
hatchery,
pendederan dan penangkapan ikan kembali (recapture) setelah ditebar.
Pengetahuan mengenai teknologi hatchery dan pendederan ini memberi
gambaran ketersediaan benih untuk restocking secara tepat waktu, tepat
jumlah, tepat mutu dan tepat harga. Teknologi pendederan digunakan
untuk mengadaptasikan ikan yang akan dengan kondisi alam lokasi sea
ranching. Ikan yang ditebar dapat ditangkap kembali menggunakan
teknologi penangkapan yang ramah lingkungan dengan tingkat tangkap
(recapture rate) yang relatif tinggi (Effendi, 2001).
3) Kemasyarakatan
Pelaksanaan Sea Farming pasti melibatkan masyarakat karena
merekalah sasaran utama pembangunan. Masyarakat yang dilibatkan
adalah yang bermukim di sekitar kawasan Sea Farming dan telah menjadi
pemanfaat kawasan tersebut. Bagaimana mengajak mereka terlibat secara
sadar dan aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
Sea Farming, merupakan suatu tantangan. Mereka akan menjadi penjaga
dan pemanfaat kawasan sea ranching. Budaya mereka mungkin akan
berubah, karena implementasi Sea Farming membutuhkan kemauan,
kejujuran, persatuan, kekompakan, kesadaran akan hukum, kepatuhan,
kepedulian dan sebagainya.
Perubahan budaya masyarakat tersebut
didisain melalui suatu rekayasa sosial yang terarah (Effendi, 2001).
4) Kelembagaan
Terdapat banyak fihak yang terlibat dalam Sea Farming, antara lain
pengusaha hatchery, masyarakat nelayan, pembudidaya ikan, pemerintah
daerah (lintas sektoral), pedagang hasil perikanan laut dan sarana produksi,
dan sebagainya. Mengingat Sea Farming berlangsung dalam skala
kawasan yang luas, open access, dan common property, perlu pengaturan
6 kelembagaan yang bisa menjadikan Sea Farming sebagai aktivitas bisnis
yang tangguh dan berkelanjutan (Effendi, 2001).
5) Hukum
Kawasan restocking akan menjadi kawasan terbatas (limited area).
Fishing right di kawasan tersebut menjadi khas dan berbeda dengan yang
bukan kawasan Sea Farming, common fishing right mungkin berubah
menjadi demarcated fishing right. Kawasan Sea Farming tampaknya
perlu dilindungi oleh payung hukum semacam peraturan daerah (Perda).
Selain berfungi bagi perlindungan hukum, peraturan tersebut juga menjadi
acuan bagi pengelolaan lingkungan kawasan sehingga terhindar dari
tumpang tindih dan konflik pemanfaatan (Effendi, 2001).
2.2. Budidaya Ikan Kerapu Macan
1. Penyiapan dan Penebaran Benih
Benih merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan
dalam budidaya ikan. Benih yang digunakan bisa berasal dari tangkapan
maupun pembenihan. Umumnya jumlah benih dari tangkapan sangat
terbatas, ukuran tidak seragam, sering terserang penyakit akibat luka saat
penangkapan dan pengangkutan serta tidak tersedia tiap saat. Dengan
alasan tersebut saat ini digunakan benih yang berasal dari pembenihan
(hatchery). Benih hatchery memiliki keunggulan antara lain jumlahnya
banyak, ukuran relatif seragam serta kualitas dan kontinuitasnya terjamin
(Ditjen Budidaya Perikanan , 2010).
2. Pemberian Pakan
Pemilihan jenis pakan untuk pembesaran harus didasarkan pada
kemauan ikan untuk memakan pakan yang diberikan, kualitas, nutrisi dan
harga atau nilai ekonomis. Pada umumnya untuk ikan kerapu diberikan
ikan rucah segar karena harganya relatif murah, bisa juga pakan buatan
berupa pellet sebagai pengganti ikan rucah.
3. Pemberian Multivitamin dan Pengobatan
Kegunaan penambahan multivitamin dapat menambah kekebalan
tubuh ikan sehingga dapat tumbuh secara normal, di samping itu dapat
mencegah terjadinya lordosis dan scoliosis atau tubuh bengkok karena
7 perkembangan tulang belakang yang tidak sempurna. Manfaat lain adalah
dapat meningkatkan sintasan ikan, atau menurunkan tingkat kematian,
berpengaruh terhadap kinerja ikan, warna tubuh menjadi lebih cerah dan
agresif. Dapat juga diberikan tambahan vitamin C sebanyak 2 gram/kg
berat pakan yang diberikan 2 kali per minggu.
4. Monitoring Pertumbuhan Ikan
Ukuran dan laju pertumbuhan ikan sangat dibutuhkan dalam
kegiatan budidaya.
Kebutuhan tersebut antara lain menentukan dosis
pakan. Cara yang dilakukan adalah melakukan pengukuran berat dan
panjang ikan dengan cara sampling (acak) sebanyak 10% minimal sebulan
sekali. Ikan dibius terlebih dahulu sebelum diukur. Kematian selama
pemeliharaan juga dihitung untuk memperoleh nilai SR (kelulusan hidup)
selama pemeliharaan.
5. Pemilahan Ukuran
Kerapu macan termasuk ikan buas dan memiliki sifat kanibal. Oleh
sebab itu kegiatan pemilahan atau penyeragaman ukuran harus secara rutin
dilakukan. Kegiatan ini dilakukan agar setiap waring/jaring hanya diisi
ikan yang berukuran sama, bila ada perbedaan ukuran maka ikan yang
lebih kecil akan kalah bersaing dengan ikan yang lebih besar dalam
memperoleh makanan, selain itu ikan kecil dapat dimangsa oleh ikan yang
lebih besar sehingga menyebabkan banyak kematian.
6. Perawatan Waring Dan Jaring
Perawatan dan pengontrolan waring/jaring selama masa pembesaran
mutlak dilakukan. Waring/jaring yang kotor dapat menghambat pertukaran
air dan oksigen dan menghambat pertumbuhan dan menimbulkan penyakit
pada ikan peliharaan. Penggantian waring/jaring yang kotor dengan yang
bersih dilakukan minimal 3 minggu sekali. Waring/jaring yang kotor
dijemur sampai kering lalu dicuci dengan cara disemprot air. Setelah
bersih dijemur kembali sampai kering, sebelum digunakan waring/jaring
dikontrol kembali apakah ada yang rusak atau putus.
8 7. Pengamatan Kesehatan Ikan dan Kualitas Air
Pengamatan kesehatan ikan perlu dilakukan secara visual dan
organoleptik untuk mengamati ektoparasit dan morfologi ikan. Sedangkan
pengamatan secara mikroskopik dilakukan di laboratorium untuk
pemeriksaan jasad patogen (endo perasit, jamur, bakteri dan virus).
Cara pengukuran kualitas air (suhu, salinitas, pH, oksigen terlarut,
amoniak, amonium sulfat, nitrit, nitrat, chlorin, dsb) dilakukan dengan
menggunakan termometer untuk suhu, refractometer untuk mengukur
salinitas, pH meter atau kertas lakmus untuk mengukur pH, DO meter
untuk mengukur oksigen terlarut dan water quality test kit untuk mengukur
kualitas air lainnya disesuaikan dengan petunjuk kerja dari masing-masing
alat yang digunakan. Frekuensi pengukuran dilakukan minimal dua kali
seminggu.
8. Panen
Memelihara ikan kerapu macan ini membutuhkan waktu hingga
setahun dari bibit berukuran dua hingga lima centimeter. Kapasitas
produksinya untuk sekali panen mencapai 250 kg per kantong jaring
ukuran 3x3x3 m. Masa panen ikan kerapu macan tergantung pada pakan,
kondisi lingkungan dan penyakit.
Jika kondisi optimal, dalam jangka
waktu 8 bulan ikan sudah siap panen. Kerapu macan dapat dipanen setelah
berukuran 500-600 g/ekor. Umumnya ukuran tersebut diperoleh setelah
pemeliharaan 6 - 8 bulan. Sistem pemanenan dapat dilakukan secara total
atau selektif tergantung kebutuhan.
2.3. Keramba Jaring Apung
Kegiatan budidaya ikan di laut yang menggunakan Keramba Jaring
Apung (KJA) memiliki bentuk rangka yang beragam antara lain persegi
empat, persegi panjang, ortogonal dan bulat seperti terlihat pada Gambar 2
(Dinas Pertanian dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta, 2009). Ukuran KJA
menunjukkan ukuran kantong jaring yang digunakan seperti :
1. Bujur sangkar dengan ukuran 3 x 3 m, 4 x 4 m dan bahkan 5 x 5 m dengan
kedalaman kantong jaring 3 - 5 m.
9 2. Persegi panjang dengan ukuran 3 x 4 m, 3 x 5 m dan 4 x 6 m dengan
kedalam kantong 3 – 5 m.
3. Ortogonal dengan bentuk jaring bulat dengan diameter 4 – 10 m dengan
kedalaman kantong 3- 8 m.
4. Bulat dengan bentuk jaring bulat dengan diameter 4 – 10 m dengan
kedalaman kantong 3- 8 m.
Gambar 2. Bentuk rangka utama keramba jaring apung
2.3.1. Bahan Konstruksi
Konstruksi Jaring Apung di laut memiliki komponen utama antara lain
rangka utama, pelampung, jaring dan pemberat (jangkar) (Dinas Kelautan
dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta, 2009).
a. Rangka Utama
Pembuatan KJA untuk kegiatan budidaya ikan bandeng di laut
menggunakan bahan yang sangat beragam antara lain bambu, kayu
(bulat, balok dan papan), besi, PVC dan Polyethilene. Penggunaan bahan
ini berdasarkan dengan sumberdaya alam yang ada dan kemampuan
biaya. Gambaran umum bahan rangka utama KJA terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kekuatan dan harga bahan rangka utama KJA
No
Bahan
Kekuatan
1
Bambu
1-2 Tahun
2.
Kayu bulat
3-4 Tahun
3.
Kayu Balok dan papan
2-6 Tahun
4.
Besi
5-7 Tahun
5.
PVC
5-7 Tahun
6.
Polyethilene
> 15 Tahun
Diperoleh dari Berbagai sumber
* Tingkatan harga dari murah sampai sangat mahal
Tingkatan Harga *
1
2
3
4
4
6
10 b. Pelampung
Pelampung berfungsi untuk mengapungkan semua beban seluruh
rangkaian keramba jaring apung termasuk rumah jaga dan benda atau
barang lain yang diperlukan untuk kepentingan pengelolaan. Penentuan
pelampung KJA harus memperhitungkan beban yang akan ditopang oleh
pelampung. Beban tersebut antara lain rangka utama, jaring, biofoling
peralatan budidaya dan beban aktivitas diatas KJA. Bahan yang biasa
digunakan adalah kayu gelondongan yang ringan, bambu, drum besi,
drum plastik, styrofoam dan fiber. Masing-masing bahan pengapung ini
memiliki kelebihan dan kekurangan. Bahan yang memiliki daya apung
dan daya tahan yang tinggi adalah drum plastik yang diisi dengan bahan
Styrofoam.
Tabel 2. Bahan, umur teknis dan harga pelampung
No
1
2
3
Material
Umur Teknis
Harga
Drum Besi
0,5-3 tahun
± Rp. 100.000
Drum Plastik kosong
2 + tahun
± Rp. 150.000
Drum Plastik isi Busa Styrofoam
10 +
± Rp. 500.000
Styrofoam
5 + tahun
± Rp. 300.000
‐ Dengan Pembungkus
2+
± Rp. 250.000
‐ Tanpa Pembungkus
Sumber : Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009
Penggunaan pelampung dalam 1 unit keramba jaring apung sangat
beragam tergantung dari berat jenis bahan yang digunakan dan beban
yang akan ditopang oleh pelampung.
c. Jaring
Jaring merupakan wadah yang digunakan dalam budiaya ikan di
keramba jaring apung. Bahan jaring dominan terbuat dari serat sintetis
antara lain adalah PE (Polyethilene), PA (polyamide/nylon) dan PP
(Polypropilene). Karakter bahan jaring terlihat pada Tabel 3.
11 Tabel 3. Karakter bahan Jaring
Parameter
Kerapatan (g/cm)
Kekuatan
Berat dalam air (% udara berat kering)
tingkat kebasahan
Kekakuan
Halus
Kekuatan terhadap biofoling
Jenis Bahan
PES
1,38
PE
0,96
PP
0,91
Tinggi
Tinggi
Tinggi
12
28
-
-
Tinggi
Lembut
Halus
sedang
rendah
sedang
Sedang
-
sedang
kaku
kasar
rendah
rendah
kaku
kasar
sedang
PA 66
1,14
Sangat
Tinggi
PA 6
1,14
Sangat
Tinggi
12
tinggi
lembut
Halus
sedang
Sumber : Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009
Penggunaan bahan jaring untuk kegiatan budidaya sebaiknya
memiliki kriteria sebagai berikut :
1) Kuat, ringan, tidak mudah keropos/karatan
2) Mempunyai ketahanan terhadap organisme pengganggu
3) Mudah dikerjakan dan perbaikan
4) Tidak merupakan hambatan, lentur dan tidak melukai ikan
5) Murah dan mudah didapat.
Bahan jaring yang banyak digunakan dalam kegiatan budidaya ikan
di KJA khususnya budidaya bandeng dari bahan PE. Ukuran mata jaring
yang digunakan disesuaikan dengan ukuran ikan.
d. Pemberat (Jangkar)
Jangkar merupakan salah satu komponen yang paling penting
dalam konstruksi jaring apung yang mempunyai fungsi menstabilkan
posisi KJA dan keamanan. Jenis jangkar yang biasa digunakan adalah
jangkar kapal, blok beton, tiang pancang. Berat dan jumlah jangkar
disesuaikan dengan besar unit KJA dan kekuatan arus air laut dan angin.
Komponen dasar pemberat/jangkar adalah jangkar dan tali jangkar.
Panjang tali jangkar yang digunakan berdasakan kedalam perairan
dengan rasio 1 : 3 yaitu 3 kali kedalam perairan.
2.4. Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah hasil dari proses akutansi yang dapat
digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau
12 aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan
data atau aktivitas perusahaan tersebut (Munawir, 2002). Laporan keuangan
digunakan oleh perusahaan sebagai informasi yang menyangkut posisi
keuangan, kinerja perusahaan serta perubahan posisi keuangan suatu
perusahaan. Laporan keuangan dipersiapkan secara periodik, karena selain
manajer ada beberapa pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan
perusahaan.
Kinerja keuangan perusahaan dapat dievaluasi dengan menggunakan
laporan keuangan. Laporan keuangan dan kinerja perusahaan ada empat
yaitu: (1) Neraca, (2) Laporan Laba Rugi, (3) Laporan Ekuitas dan (4)
Laporan Arus Kas.
2.4.1. Neraca
Neraca adalah posisi keuangan dari perusahaan dalam waktu tertentu.
Menurut Munawir (2004) Neraca adalah laporan yang sistematis tentang
aktiva, hutang serta modal dari suatu saat tertentu. Tujuan dari pembuatan
neraca adalah untuk menunjukkan posisi keuangan pada tanggal tertentu,
biasanya pada waktu dimana buku-buku ditutup dan ditentukan sisanya pada
suatu tahun kalender, sehingga neraca disebut dengan Balance Sheet.
Komponen utama yang terdapat dalam laporan neraca yaitu aktiva, hutang
dan modal yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Aktiva
Aktiva dalam neraca dibukukan menurut lamanya waktu yang
dibutuhkan, untuk menjadi kas sesuai dengan kelaziman bisnis. Aktiva
perusahaan dimasukkan dalam tiga kategori yaitu : (a) aktiva lancar, (b)
aktiva tetap, dan (c) aktiva lain (Keown, 2004).
a. Aktiva Lancar
Aktiva lancar, atau modal kerja kotor, meliputi aset-aset yang
relatif mudah untuk dicairkan. Aktiva lancar meliputi kas, piutang
usaha, persediaan, dan beban dibayar dimuka.
1) Kas. Setiap perusahaan harus mempunyai kas untuk operasional
bisnis. Cadangan kas diperlukan karena tidak samanya aliran dana
yang masuk (kas yang diterima) dan yang keluar (biaya-biaya kas)
13 dalam bisnis tersebut. Jumlah dari saldo kas ditentukan tidak hanya
oleh volume penjualan, tetapi juga oleh kemungkinan penerima kas
dan pembayaran kas.
2) Piutang usaha perusahaan terdiri dari pembayaran pelanggan yang
membeli dengan kredit.
3) Persediaan terdiri dari bahan-bahan baku, bahan yang sedang
dikerjakan, dan produk akhir yang ada dalam perusahaan yang siap
untuk dijual.
4) Beban dibayar dimuka. Perusahaan sering harus membayar dimuka
bebannya. Biaya-biaya yang dibayar dimuka adalah pembayaran
tunai yang dicatat pada neraca sebagai aktiva lancar dan dinyatakan
sebagai beban dalam laporan laba rugi.
b. Aktiva Tetap
Aktiva tetap meliputi peralatan dan perlengkapan, bangunan,
tanah dan lain-lain yang perolehannya dimaksudkan untuk menunjang
kegiatan perusahaan dalam menciptakan pendapatan. Aktiva tetap
umumnya merupakan kumpulan harta dengan usia pakai lebih dari
satu tahun
c. Aktiva Lain
Aktiva lain adalah semua aktivitas yang bukan termasuk aktiva
lancar atau aktiva tetap. Aktiva ini merupakan aset tidak berwujud
seperti hak paten, hak cipta, dan good will.
2. Utang
Utang adalah uang yang telah dipinjam dan harus dibayar kembali
pada tanggal yang telah ditentukan. Utang dapat diperoleh dari para
penyalur kredit seperti lembaga non keuangan (tengkulak) dan lembaga
keuangan (bank). Utang ini dibagi menjadi 2 yaitu (1) utang lancar, atau
kewajiban jangka pendek, (2) utang jangka panjang (Keown, 2004).
a. Utang Lancar
Utang lancar, atau utang jangka pendek, meliputi uang yang
dipinjam yang harus dibayar kembali dalam 12 bulan berikutnya.
Sumber utang lancar adalah sebagai berikut :
14 1) Utang Usaha menunjukkan perpanjangan kredit oleh para pemasok
kepada perusahaan ketika perusahaan tersebut mengadakan
pembeliaan persediaan. Pembayaran perusahaan 30 atau 60 hari
sebelum pembayaran untuk persediaan yang sudah dibeli. Bentuk
perluasan kredit ini juga disebut kredit perdagangan.
2) Kewajiban lain meliputi utang bunga dan pembayaran pajak
pendapatan yang diterima dan akan diterima dalam tahun tersebut.
3) Kewajiban tambahan adalah utang-utang jangka pendek yang
terjadi dalam operasi perusahaan, tetapi belum dibayar.
4) Wesel jangka pendek menunjukkan sejumlah pinjaman dari bank
atau sumber pinjaman lain yang ada dan dibayar dalam 12 bulan.
b. Utang Jangka Panjang
Utang jangka panjang meliputi pinjaman dari bank atas sumber
lain yang meminjamkan uang untuk waktu jangka panjang lebih dari
12 bulan. Utang yang jatuh temponya pada tahun berjalan harus
dipindahkan ke utang lancar.
3. Modal
Modal adalah hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik
Perusahaan yang ditunjukkan dalam modal saham, surplus dan laba
ditahan atau dengan kata lain yaitu investasi yang dilakukan oleh pemilik
perusahaan.
2.4.2. Laporan Laba/Rugi
Laporan Laba/Rugi adalah laporan yang memberikan informasi tentang
penghasilan, harga pokok dan biaya–biaya perusahaan selama pada suatu
periode tertentu. Pembuatan laporan laba rugi sangat berguna bagi
perusahaan karena dapat menunjukkan tentang jumlah keuntungan yang
diperoleh atau kerugian yang diderita oleh perusahaan selama periode
(Munawir, 2002). Komposisi yang terdapat pada laporan laba rugi
diantaranya adalah :
15 a. Penjualan
Komponen pertama dari laporan laba rugi adalah penjualan yang
merupakan pendapatan yang diperoleh perusahaan dari penyerahan
barang atau jasa dari bisnis utamanya.
b. Harga pokok produksi
Harga pokok produksi dapat didefinisikan sebagai sejumlah biaya
yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam rangka menghasilkan barang
atau jasa yang akan dijual kepada konsumen.
c. Laba kotor
Laba kotor merupakan selisih antara penjualan bersih dengan harga
pokok penjualan. Laba kotor menunjukkan besar laba/rugi yang dialami
perusahaan dengan membuat produk atau menyediakan jasa.
d. Biaya operasional
Biaya operasional atau biaya usaha adalah biaya–biaya yang tidak
berhubungan langsung dengan produk perusahaan, tetapi berkaitan
dengan aktivitas operasional sehari–hari. Biaya operasional ini dapat
dibagi menjadi dua macam yaitu :
1) Biaya penjualan yaitu biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan
penjualan yang dilakukan perusahaan, seperti biaya promosi, biaya
pengepakan barang dan biaya para penjual produk.
2) Biaya administrasi dan umum yaitu biaya–biaya yang dikeluarkan
oleh perusahaan namun tidak ada hubungan dengan penjualan, seperti
biaya gaji staff administrasi, biaya persediaan alat kantor dan biaya
penyusutan gedung.
e. Laba usaha
Laba usaha perusahaan didapatkan dari hasil pengurangan antara
laba kotor dengan biaya operasional. Laba usaha menunjukkan besarnya
keuntungan/kerugian yang diperoleh perusahaan dari kegiatan bisnis
utamanya.
f. Pendapatan/biaya lain-lain
Perusahaan memperoleh pendapatan tetapi tidak dari kegiatan
normalnya, pendapatan ini dicatat sebagai pendapatan lain–lain, misalkan
16 penjualan aktiva perusahaan, pendapatan bunga bank. Biaya–biaya yang
timbul tetapi tidak dapat digolongkan sebagai biaya usaha/operasional
seperti biaya bunga kredit bank digolongkan sebagai biaya lain–lain.
Bunga kredit bank, merupakan sejumlah uang yang dibayarkan oleh
perusahaan kepada lembaga keuangan yang disebabkan oleh karena
pinjaman/kredit selama jangka waktu yang telah ditentukan. Jika
pendapatan lain–lain lebih besar dibandingkan biaya lain–lain, maka
komponen
ini
dapat
memberikan
tambahan
penghasilan
untuk
perusahaan. Namun apabila terjadi sebaliknya, maka komponen ini akan
menambah beban perusahaan.
g. Laba bersih
Komponen terakhir dari laporan laba rugi adalah laba bersih.
Komponen ini diperoleh dengan mengurangi laba operasional dengan
biaya lain–lain (dalam situasi pendapatan lain–lain lebih kecil dari biaya
lain–lain) atau menambah laba operasional dengan pendapatan lain–lain
(dalam situasi pendapatan lain–lain lebih besar dari biaya lain–lain).
Apabila tidak terdapat pendapatan/biaya lain–lain, maka laba bersih akan
sama dengan laba operasional.
2.4.3. Laporan Ekuitas
Ekuitas (equity) adalah bagian hak pemilik dalam perusahaan, yaitu
selisih antara aktiva dan kewajiban yang ada, dan, dengan demikian,
bukanlah merupakan ukuran nilai jual perusahaan tersebut (Simamora,
2000). Modal pemilik di dalam sebuah perseroan terbatas lazim disebut
ekuitas pemegang saham (stockholder’ equity), ekuitas pemegang andil
(shareholder’ equity), investasi pemegang andil (stockholder’ investment),
atau modal (capital).
Dalam neraca perseroan terbatas, bagian modal pemilik disebut pos
Ekuitas Pemegang Saham. Pos ini melaporkan jumlah dua sumber utama
modal pemilik. Sumber pertama modal pemilik adalah modal yang
dikontribusikan oleh para pemegang saham kepada perseroan, yang disebut
modal disetor (paid-in-capital) atau modal ditempatkan (contributed capital).
contributed capital merupakan jumlah investasi langsung oleh pemilik
17 perusahaan di dalam sebuah korporasi. Sumber kedua modal pemilik adalah
laba bersih yang ditahan di dalam perusahaan, yang disebut laba ditahan
atau saldo laba (reained earnings). Saldo laba ini merupakan akumulasi laba
yang ditahan atau disimpan dalam perusahaan.
2.4.4. Laporan Arus Kas
Laporan arus kas (cash flow statement) adalah laporan keuangan yang
memperlihatkan pengaruh dari aktivitas operasi, pendanaan, dan investasi
perusahaan terhadap arus kas selama periode akutansi tertentu dalam suatu
cara yang merekonsiliasi saldo awal dan akhir
kas (Simamora, 2000).
Manajemen memakai arus kas untuk menilai likuiditas, menentukan
kebijakan dividen, dan mengevaluasi imbas dari keputusan-keputusan
kebijakan pokok menyangkut investasi dan pendanaan. Jenis-jenis arus
masuk kas dan arus kas keluar yaitu :
a. Aktivitas – aktivitas operasi
Aktivitas-aktivitas operasi (operating activities) adalah aktivitas
penghasil utama pendapatan perusahaan dan aktivitas lainnya yang bukan
merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan (Simamora, 2000).
Aktivitas-aktivitas operasi melibatkan transaksi-transaksi pembelian atau
produksi barang-barang dan jasa serta penjualan dan distribusi barangbarang dan jasa tersebut kepada pelanggan.
b. Aktivitas investasi
Aktivitas-aktivitas investasi adalah perolehan dan pelepasan aktiva
jangka panjang serta investasi lainnya yang tidak termasuk setara kas
(Simamora, 2000). Perusahaan membeli obligasi dan saham dari
perusahaan lainnya juga membeli aktiva jangka panjang seperti bangunan
dan perlengkapan.
c. Aktivitas pendanaan
Aktivitas-aktivitas pendanaan adalah aktvitas yang mengakibatkan
perubahan jumlah serta komposisi modal dan pinjaman perusahaan
(Simamora,
2000).
Aktivitas
pendanaan
memasok
bagi
sebuah
perusahaan dengan dana dari para pemilik perusahaan maupun kreditor.
18 Tujuan utama laporan arus kas adalah menyediakan informasi tentang
penerimaan-penerimaan kas (cash receipts) dan pembayaran-pembayaran
kas (cash payment) dari suatu entitas selama suatu periode tertentu. Tujuan
lainnya adalah memaparkan informasi tentang kegiatan operasi, investasi,
dan pendanaan dari suatu entitas selama periode tertentu.
2.5. Analisis Kinerja Keuangan
2.5.1. Pengertian Kinerja Keuangan
Menurut Lesmana dan Surjanto (2003) kinerja keuangan adalah analisis
keuangan yang pada dasarnya dilakukan untuk melakukan evaluasi kinerja,
dengan melakukan berbagai analisis, sehingga diperoleh posisi keuangan
perusahaan yang mewakili realitas perusahaan dan potensi-potensi yang
kinerjanya akan berlanjut. Maka evaluasi untuk nilai perusahaan dapat
dilakukan dengan berbagai keputusan-keputusan investasi yang dilakukan
saat ini. Analisis terhadap kinerja sebuah perusahaan berdasarkan laporan
keuangan, dibutuhkan beberapa alat analisis, diantaranya Du Pont dan Rasio
Keuangan.
Menurut Sawir (2001) kinerja adalah kemampuan perusahaan untuk
mendapatkan penghasilan atau untuk meraih keuntungan dan kemampuan
dalam mengelola perusahaan secara efesien. Sedangkan kinerja keuangan
merupakan prestasi yang diperlihatkan oleh perusahaan dari hasil usahanya
melalui analisis rasio keuangan perusahaan.
2.5.2. Kinerja Keuangan
Dalam menentukan kemampuan kinerja keuangan suatu perusahaan,
maka perlu diketahui kondisi keuangan perusahaan tersebut, apakah
perusahaan mampu mengelola asset yang dimilikinya dengan efektif dan
efisien. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, salah satu upaya penting yang
harus dilakukan dari pihak manajemen adalah harus mampu menganalisa
kinerja keuangan perusahaan, yang meliputi rentabilitas, likuiditas,
solvabilitas dan aktivitas perusahaan apakah berada dalam kondisi yang
sehat atau tidak sehat.
19 Menurut Keown et al. (2004) dalam mengukur kinerja keuangan
perusahaan kita perlu menjawab 4 (empat) pertanyaan sebagai petunjuk
untuk menggunakan rasio keuangan yaitu :
1. Seberapa tingkat likuiditas perusahaan?
2. Apakah manajemen manghasilkan laba opersional yang cukup atas aktiva
perusahaan yang ada?
3. Bagaimana perusahaan menandai aktiva-aktivanya?
4. Apakah pemilik (pemegang saham) mendapatkan pengembalian yang
cukup atas investasi mereka?
2.5.3. Tujuan Analisis Keuangan
Menurut Agnes dalam Simatupang (2009) dalam menilai kinerja suatu
perusahaan suatu analisa kinerja terhadap kondisi keuangan suatu
perusahaan menjadi hal utama untuk dapat mengetahui kondisi kesehatan
suatu perusahaan dan kinerjanya dalam mengelola asset-asset yang
dimilikinya. Dan analisa kinerja keuangan perusahaan dapat dilakukan
berasal dari dalam perusahaan (analisa internal) dan dari luar perusahaan
(analisa eksternal).
Analisa eksternal berasal dari luar perusahaan digunakan untuk menilai
kemampuan kredibilitas perusahaan atau potensi investasi. Karena pada
prinsipnya
para
pemegang
saham
maupun
calon
investor
akan
mempengaruhi minat pada kondisi keuangan perusahaan yang stabil. Sejauh
perusahaan mempunyai kemampuan untuk berkembang, membayar deviden,
dan menghindari kebangkrutan maka hal tersebut akan dapat memberikan
keuntungan bagi para pemegang saham dan menarik minat calon investor
untuk menginvetasikan modalnya pada perusahaan.
Sedangkan analisa internal yang dilakukan oleh perusahaan, guna
menganalisa keadaan keuangannya terhadap penyelenggaranya dimasa lalu,
yang dapat membantu dalam hal perencanaan perusahaan dimasa yang akan
datang. Dalam hal perencanaan yang nantinya dilakukan perusahaan
berdasarkan hasil evaluasi kinerja keuangannya, dapat dilakukan dengan
melihat kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan. Kekuatan –
kekuatan tersebut haruslah dipahami dan digunakan sebaik-baiknya.
20 Sebaliknya kelemahan – kelemahan harus pula diakui dan dilakukan koreksi
terhadap kelemahan tersebut.
2.6. Alat Ukur Kinerja Keuangan
Dalam menganalisa suatu laporan keuangan diperlukan penelaahan
hubungan-hubungan dan tren dalam menentukan posisi keuangan dan hasil
operasi serta perkembangan perusahaan yang bersangkutan. Dari analisa
keuangan tersebut, maka dapat dilakukan evaluasi kondisi keuangan
perusahaan, sehingga dapat ditemukan kekuatan–kekuatan dan kelemahankelemahan didalam kinerja keuangan perusahaan yang akan dapat
membantu dalam meningkatkan atau mempertahankan kinerjanya di masa
yang akan datang.
2.6.1. Analisis Rasio
Analisis rasio menunjukkan hubungan di antara pos-pos yang terpilih
dari data laporan keuangan (Simamora, 2000). Rasio laporan keuangan
dihitung dengan dengan membagi rupiah pos yang dilaporkan pada laporan
keuangan dengan nilai rupiah pos lainnya yang dilaporkan. Pelaporan ini
bertujuan untuk menyatakan suatu hubungan di antara dua pos relevan yang
mudah ditafsirkan dan dibandingkan dengan informasi lainnya. Rasio-rasio
merupakan pedoman dalam mengevaluasi posisi dan kegiatan keuangan
perusahan dan melakukan perbandingan dengan hasil-hasil dari tahun-tahun
sebelumnya atau dengan perusahaan lainnya.
Tujuan pokok rasio adalah untuk menyoroti bidang-bidang yang
membutuhkan investigasi lebih lanjut. Hubungan-hubungan yang relevan
terdapat diantara pos-pos dalam laporan keuangan yang sama atau di antara
pos-pos yang dilaporkan pada laporan yang berbeda sehingga banyak rasio
yang dihitung. Analisis rasio dikelompokkan ke dalam lima kelompok yaitu
(1) rasio likuiditas, (2) rasio solvabilitas, (3) rasio Aktivitas, (4) rasio
profitabilitas, (5) rasio nilai pasar.
1. Rasio Likuiditas
Menurut
Simamora
(2000),
likuiditas
adalah
kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek. Analisis ini
21 memberikan indikator kemampuan membayar hutang jangka pendek
perusahaan dan efisiensi manajemen sekarang. Rasio ini terdiri dari:
a. Rasio Lancar (current ratio)
Rasio ini menunjukkan hubungan relatif antara aktiva lancar
dan kewajiban jangka pendek, sehingga bisa dilakukan perbandingan
terhadap perusahaan yang berbeda ukurannya (Simamora, 2000).
Rasio yang rendah dapat berarti bahwa perusahaan tidak akan sanggup
melunasi hutang jangka pendeknya dalam kondisi darurat. Rasio yang
tinggi dianggap menguntungkan bagi para kreditur. Kreditur jangka
pendek umumnya merasa nyaman apabila melihat saldo modal kerja
besar, tetapi saldo modal kerja yang besar bisa berari terjadinya
stagnasi persedian. Maka dari itu, untuk menempatkan rasio modal
kerja dalam persepektif yang benar, maka harus didukung oleh rasiorasio lainnya, seperti rasio cepat, perputaran piutang dagang dan lainlain.
b. Rasio Kas
Piutang usaha dinilai akan sulit tertagih (kredit macet),
komponen aktiva lancar yang benar-benar siap dicairkan hanyalah kas
dan surat berharga jangka pendek. Jadi, rasio kas mengukur likuiditas
dari aktiva lancar yang pasti dapat dicairkan menjadi kas. Bilamana
persediaan diperkirakan lama terjual dan piutang lama tertagih,
sebaiknya menggunakan rasio kas sebagai pengukur likuiditas, bukan
rasio lancar atau rasio cepat (Mardiyanto, 2009).
c. Rasio Modal Kerja Bersih terhadap Total Aktiva
Rasio ini menunjukkan potensi cadangan kas yang ada, akibat
selisih yang terjadi antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar
(Umar dalam Nurhasanah, 2005). Rasio ini terdiri atas kumpulan
aktiva likuid yang didanai oleh sumber-sumber modal jangka panjang.
Posisi rasio yang kuat dapat menjadi suatu keunggulan bagi
perusahaan yang mencoba memperoleh kredit jangka pendek pada
tingkat bunga menguntungkan.
22 2. Rasio Solvabilitas
Menurut
Munawir
(2002),
solvabiltas
adalah
kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan
tersebut dilikuidasi, baik kewajiban keuangan jangka pendek maupun
jangka panjang. Dengan mengetahui rasio ini, maka perusahaan
mengetahui posisi terhadap seluruh kewajibannya kepada pihak lain.
Kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang bersifat
tetap dan mengetahui keseimbangan antara nilai aktiva tetap dengan
modal. Rasio ini terdiri dari:
a. Rasio Hutang dengan Modal Sendiri
Rasio ini menunjukkan beberapa bagian dari setiap rupiah
modal sendiri yang dijadikan jaminan hutang (Munawir, 2002). Bagi
perusahaan makin besar rasio ini berarti akan semakin besar resiko
yang ditanggung atas kegagalan perusahaan yang mungkin terjadi.
b. Rasio Modal dengan Total Aktiva
Rasio ini menunjukkan proporsi antara kewajiban yang
dimiliki dan seluruh kekayaan yang dimiliki serta mengukur besarnya
total aktiva yang dibiayai oleh kreditur. Semakin tinggi hasil
presentasenya, cenderung semakin besar resiko keuangan kreditur
maupun pemegang saham.
c. Rasio Modal dengan Aktiva Tetap
Rasio ini mengukur efektivitas penggunaan dana yang
tertanam pada harta tetap, seperti bangunan dan peralatan untuk
menghasilkan penjualan bersih. Rasio ini berguna untuk mengevaluasi
kemampuan perusahan menggunakan aktivanya secara efektif untuk
meningkatkan pendapatannya.
3. Rasio Aktivitas
Menurut Munawir (2002), rasio aktivitas adalah rasio untuk
menilai kemampuan perusahaan dalam melaksanakan aktivitas seharihari atau kemampuan perusahaan dalam penjualan, penagihan piutang
maupun pemanfaatan aktiva yang dimiliki. Rasio aktivitas terdiri dari :
23 a. Rasio Perputaran Total Aktiva
Rasio ini menunjukkan efektivitas penggunaan seluruh harta
perusahaan
dalam
rangka
menghasilkan
penjualan
atau
menggambarkan beberapa rupiah penjualan bersih untuk dihasilkan
oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam bentuk harta perusahaan
(Sawir, 2001). Perputaran aktiva yang lambat menunjukkan aktiva
yang dimiliki terlalu besar apabila dibandingkan dengan kemampuan
menjualnya.
b. Rasio Perputaran Aktiva Tetap
Rasio ini mengukur efektivitas pengunaan dana yang tertanam
pada harta tetap (Sawir, 2001). Rasio ini berguna untuk mengevaluasi
kemampuan perusahaan menggunakan aktivanya secara efektif untuk
meningkatkan pendapatan.
c. Rasio Perputaran Piutang
Rasio ini mengukur perbandingan penjualan perusahaan dan
besarnya piutang yang belum ditagih. Perusahaan yang mempunyai
kesulitan dalam penagihan, berarti perusahaan mempunyai saldo
piutang yang besar dan rasio yang rendah. Sebaliknya, jika perusahan
mempunyai kebijakan kredit dan prosedur penagihan yang baik, maka
saldo piutangnya rendah dan rasionya tinggi.
4. Rasio Profitabilitas
Laba bersih (net income) merupakan ukuran pokok keseluruhan
keberhasilan perusahaan. Laba, atau kurangnya laba, mempengaruhi
kemampuan perusahaan untuk mendapatkan pinjaman dan pendanaan
ekuitas, posisi likuiditas perusahaan, dan kemampuan perusahaan untuk
berubah (Simamora 2000). Rasio ini terdiri dari :
a. Rasio Marjin Laba Kotor (Gross Profit Margin)
Rasio ini merupakan ukuran persentase dari setiap hasil sisa
penjualan sesudah perusahaan membayar harga pokok penjualan.
Semakin tinggi rasio ini, maka semakin baik dan secara relatif
semakin rendah harga pokok barang yang dijual dan mengukur
efisiensi pengendalian harga pokok atau biaya produksinya, yang
24 mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk berproduksi secara
efesien. Mengevaluasi harga pokok penjualan dapat dilihat margin per
unit produk, bila rendah maka perusahaan tersebut sensitifnya
terhadap pesaingnya.
b. Rasio Marjin Laba Bersih (Net Profit Margin)
Rasio ini mencerminkan kemampuan manajemen untuk
menghasilkan
laba
setelah
harga
pokok
penjualan,
beban
operasi/usaha, beban lain-lain dan pajak sehubungan dengan
penjualan. Rasio ini merupakan ukuran persentase dari setiap hasil
sisa penjualan sesudah dikurangi semua biaya dan pengeluaran.
c. Rasio Return on Investment (ROI)
Rasio ini menunjukkan produktivitas dari seluruh dana
perusahaan (Munawir, 2002). Rasio ini juga membandingkan laba
operasional dengan total aktiva. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan
kondisi perusahaan yang semakin membaik.
d. Rasio Return on Equity (ROE)
Rasio ini menunjukkan produktivitas dari dana-dana pemilik
perusahaan (Munawir, 2002). Rasio ini membandingkan antara laba
bersih setelah pajak dengan modal sendiri. Semakin tinggi tingkat
rasio ini, maka semakin baik karena posisi modal pemilik semakin
kuat.
5. Rasio Nilai Pasar
Rasio Nilai Pasar (Market Value Ratio) Rasio ini dapat
menunjukkan kinerja perusahaan di masa lalu dan prospeknya di masa
yang akan datang. Rasio nilai pasar perusahaan meliputi price/earnings
ratio dan market/book ratio (Simamora,2000).
a. Price/Earnings Ratio (PER)
Rasio ini menunjukkan seberapa besar investor ingin
membayar per rupiah dari keuntungan yang dilaporkan oleh
perusahaan. Jika PER suatu saham semakin rendah, maka semakin
baik atau murah harganya, karena memberi hasil yang tinggi.
25 b. Market/Book Ratio (MBR)
Rasio ini memberikan petunjuk mengenai bagaimana investor
menilai perusahaan. Perusahaan dengan rate of return yang relatif
tinggi terhadap modalnya, secara umum akan menjual saham pada
nilai buku yang berlipat ganda daripada perusahaan yang mempunyai
rate of return yang rendah. Jika nilai MBR semakin besar
mengindikasikan bahwa pasar percaya akan prospek perusahaan
tersebut pada masa mendatang dan berimplikasi pada naiknya harga
saham perusahaan, demikian pula sebaliknya. 2.6.1.1. Kelebihan dan Kekurangan Rasio Keuangan
Menurut Brigham dan Houston dalam Budiharti (2006)
kelebihan rasio keuangan antara lain :
1. Rasio Keuangan mudah dalam perhitungannya
2. Rasio
keuangan
menganalisis,
dapat
digunakan
mengendalikan
dan
untuk
membantu
memperbaiki
operasi
perusahaan.
3. Rasio keuangan dapat digunakan untuk membantu menentukan
kemampuan perusahaan membayar utang.
4. Rasio keuangan dapat digunakan untuk melihat efisiensi, risiko
dan prospek pertumbuhan perusahaan.
Rasio keuangan dalam memberikan informasi yang berguna
tentang operasi dan kondisi perusahaan, namun di dalamnya
terdapat masalah dan keterbatasan yang perlu diperhatikan.
Kekurangan tersebut antara lain :
1. Rasio keuangan lebih berguna bagi perusahaan kecil dibanding
perusahaan multidivisi.
2. Inflasi dapat memberikan nilai yang dicatat seringkali berbeda
dengan nilai yang sebenarnya pada neraca perusahaan.
3. Faktor-faktor
musiman
dapat
mendistorsi
analisis
rasio
keuangan.
4. Praktik akutansi yang berbeda dapat mendistorsi perbandingan.
26 2.6.2. Metode Du Pont
Analisis Du Pont adalah suatu metode yang digunakan untuk
menganalisis profitabilitas perusahaan dan tingkat pengembalian ekuitas
(Keown, 2004). Sistem Du Pont menggabungkan laporan laba rugi dan
neraca ke dalam dua ringkasan alat ukur profitabilitas, yaitu Return On
Investment (ROI) dan Return on Equity (ROE).
Du Pont merupakan sistem yang digunakan untuk menganalisis
laporan keuangan dalam pengevaluasian kinerja keuangan perusahaan. Laba
yang besar belum tentu dapat menjamin perusahaan tersebut telah efektif
dalam menggunakan modalnya untuk menghasilkan laba tersebut. Di sinilah
peran Du Pont diperlukan. Dengan menganalisis ROI melalui pendekatan
Du Pont dapat diketahui komponen/unsur-unsur mana yang menyebabkan
adanya ketidakefisienan dalam penggunaan modal sehingga perusahaan
dapat terhindar dari bahaya krisis keuangan atau kelebihan modal.
Gambar 3. Du-Pont Chart
Sumber : Keown, 2004
Download