Bab 2 Landasan Teori

advertisement
Bab 2
Landasan Teori
2.1
Fase pembelajaran organisasi
Menurut ashok jashapara (2003) Perbedaan utama dari organizational learning dan
learning organization adalah organizational learning
merupakan proses dari sebuah
organisasi untuk menjadi organisasi yang belajar (learning organization) karena learning
organization merupakan hasil atau sebuah keadaan dengan kata lain sifat dari organisasi
tersebut yang ingin dicapai. Fase pembelajaran menurut singh (2010) adalah meliputi fase
inovation, fase implementation, dan fase stabilitation.
2.1.1 Inovation
Menurut Stephen P. Robbins (2005) kekuatan internal dapat pula merangsang
perlunya perubahan. Kekuatan internal ini cenderung berasal terutama dari operasi
internal organisasi tersebut atau dari dampak perubahan – perbuahan eksternal.
Merumuskan kembali atau memodifikasi strategi organisasi sering kali
memasukkan sejumlah inovasi, sebagai contoh ketika Gordon bethune menjabat
sebagai CEO dari continental airlines yang sedang bangkrut, ia mengubahnya
menjadi perusahaan yang berjalan dengan baik, dan menguntungkan dengan
karyawan yang sangat berkomitmen dengan menggabungkan sejumlah perubahan
strategis yang terencana dengan baik, dan dramatis, selain itu jarang ada angkatan
kerja sebuah organisasi yang bersifat statis. Komposisinya berubah – ubah dalam
segala usia, pendidikan, jenis kelamin, dan sebagainya. Dengan adanya
kepentingan sebuah organisasi untuk ber inovasi ashok jashapara juga mengatakan
bahwa tekanan yang ada dan memaksa sebuah organisasi untuk ber inovasi juga
terjadi secara tidak terkontrol dari segi eksternal perusahaan, karena itu dapat
disimpulkan bahwa berinovasi merupakan salah satu hal yang penting bagi
organisasi agar menjadi sebuah organisasi yang belajar.
6
2.1.2 Implementation
Madura (2007) mengatakan bahwa manajemen adalah suatu rangkaian aktivitas
(termasuk
perencanaan
dan
pengambilan
keputusan,
pengorganisasian,
kepemimpinan dan pengendalian) yang diarahkan pada sumber-sumber daya
organisasi (manusia, financial, fisik dan informasi) untuk mencapai tujuan
organisasi dengan cara yang efektif dan efisien.
2.1.3 Stabilitation
Stabilisasi merupakan hal terakhir yang sangat penting dalam fase
perkembangan sebuah organisasi untuk menjadi organisasi yang belajar, ashok
jashapara (2003) menekankan bahwa organisasi harus secara konsisten ”learning to
learn” yang artinya sebuah organisasi harus memiliki rutinitas untuk belajar dalam
mempelajari suatu, khusus nya kemampuan dinamic. Kemampuan dynamic menurut
zollo dan winter (2002) adalah pembelajaran dan pola yang stabil dari aktivitas
kolektif yang mana melalui organisasi sistematis menghasilkan dan memodifikasi
rutinitas operasional dalam mengejar peningkatan efektivitas perusahaan. Eisenhardt
and martin (2000) memberikan teori yang lebih jelas antara perbedaan rutinitas
organisasi dengan kemampuan dinamik, mereka menyarankan bahwa dalam
kestabilan dan kondisi pasar yang cukup dinamis, kegiatan organisasi kolektif
menyerupai rutinitas diprediksi tradisional di mana manajer sangat bergantung pada
tacit knowledge yang ada, namun dalam kecepatan perubahan yang tinggi dan
keadaan pasar yang bergejolak, aktifitas organisasi cenderung kepada kapabilitas
dinamik dimana manager mengandalkan sedikit banyak pada pengetahuan yang ada
karena ambiguitas dari situasi dan lebih pada situasi tertentu yaitu pengetahuan yang
baru.
Eisenhardt and martin (2000) mengatakan bahwa kemampuan dinamik yang
terus berkembang secara stabil dapat memimpin perusahaan dalam keunggulan
kompetitif jika kemampuan dinamik tersebut memang bernilai tinggi, langka, tak ada
bandingannya, dan tidak tergantikan, namun para ahli juga telah berpendapat bahwa
kemampuan dinamik memang dibutuhkan, akan tetapi tidak cukup kondisi untuk
keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Keistimewaan alami mereka mungkin
memberikan keunggulan kompetitif jangka pendek, akan tetapi, ini tidak dapat
dipertahankan karena mereka dapat disubstitusikan karena karakteristik equifinality
dan kesamaan mereka.
7
2.2 Leadership style
Robins (2005) mengatakan belum ada orang yang mampu membuktikan melalui riset
atau argumentasi penalaran bahwa kemampuan kepemimpinan itu merupakan halangan
bagi manager. Kita boleh mengatakan bahwa manager itu idealnya haruslah pemimpin,
akan tetapi tidak semua pemimpin dengan sendirinya mempunyai kemampuan atau
keterampilan sebagai manager yang efektif, maka tidak semua pemimpin merupakan
manager. fakta bahwa seseorang dapat mepengaruhi orang lain tidak berarti dia dapat
merencana, mengorganisir, dan mengendalikan, mengingat idealnya semua manager
adalah pemimpin, maka sebaiknya kita membahas kepemimpinan dari sudut pandang
management, oleh karena itu definisi pemimpin adalah orang yang mampu
mempengaruhi orang lain, dan memiliki wewenang managerial, sehingga arti dari kata
kepemipinan adalah kemampuan mempengaruhi kelompok menuju tercapainya sasaran.
2.2.1 Directive
Robbins (2003) mengatakan bahwa Gaya kepemimpinan directive adalah
kepemimpinan untuk menciptakan dan menegaskan suatu visi yang realistis, dapat
di percaya, dan menarik mengenai masa depan bagi sebuah organisasi yang
tumbuh dari keadaan sekarang, dan memperbaiki keadaan sekarang, sedangkan
Blanchard dan rekan penulisnya mendefinisikan perilaku struktur yang berlabel
"perilaku direktif," sebagai sejauh mana seorang pemimpin terlibat dalam
komunikasi satu arah, merinci peran karyawan dan memberitahu karyawan apa
yang harus dilakukan, kapan melakukannya, dan bagaimana melakukannya, dan
kemudian erat mengawasi kinerja mereka (Blanchard 1991).
Blanchard dan coauthors mengambil pendekatan yang sama dengan yang Yukl
et al (2002) dengan mengembangkan daftar yang lebih spesifik dan rinci dalam
memulai struktur / tugas dan perilaku pertimbangan / hubungan yang didasarkan
pada Penelitian konsolidasi masa lalu (Blanchard, & Edeburn, 1997; Zigarmi
2005). Daftar khusus Blanchard tujuh Perilaku Directive yaitu :
1. penetapan tujuan.
2. mengembangkan rencana aksi
3. memperjelas peran.
4. menunjukkan bagaimana melakukan suatu tugas.
5. mengevaluasi.
6. menetapkan batas waktu
8
7. menetapkan prioritas
2.2.2 Delegating
Pemimpin transformasional (delegating) didefinisikan sebagai orang-orang
yang mengubah konsep diri pengikut mereka (Bass 1999 & Burns 1978).
Pemimpin transformasional (delegating) membangun identifikasi pribadi dan
sosial antara pengikut dengan misi dan tujuan dari pemimpin dan organisasi (Bass,
Avolio, Jung, & Berson, 2003; Burns, 1978). Bass dan Avolio (1993) memperluas
konsep Burns dari seorang pemimpin transformasional dengan memperkenalkan
empat perilaku kepemimpinan transformasional: pengaruh ideal (karisma),
motivasi inspirasional, stimulasi intelektual, dan pertimbangan individual.
Komponen kepemimpinan transformasional (delegating) dan transaksional
(supportive) telah diidentifikasi dalam berbagai cara. Menggunakan multifaktor
Leadership Questionnaire (MLQ - Form 5X), Avolio, Bass, dan Jung (1999) ;
Antonakis (2001), dan Avolio dan Bass, (2002) mengidentifikasi empat
komponen yang berbeda dari kepemimpinan transformasional. Keempat
komponen juga disebut pilar kepemimpinan transformasional. Mereka termasuk :
1. Pengaruh ideal. Pemimpin dikagumi, dihormati, dan dipercaya. Pengikut
mereka mengidentifikasi dengan aspirasi mereka, dan ingin meniru mereka. Di
antara hal-hal yang pemimpin lakukan untuk mendapatkan kredit dengan pengikut
adalah untuk mempertimbangkan kebutuhan pengikut atas kebutuhan pemimpin
sendiri.
2. Motivasi inspirasional. Pemimpin berperilaku dengan cara yang memotivasi
orang-orang di sekitar mereka dengan memberikan arti dan tantangan untuk
terlibat dalam tujuan bersama dan usaha untuk pengikut mereka. Semangat
individu dan tim terangsang. Antusiasme dan optimisme akan ditampilkan.
Pemimpin mendorong pengikutnya untuk membayangkan masa depan yang
menarik, dimana mereka akhirnya dapat membayangkan untuk diri mereka
sendiri.
3. Stimulasi intelektual. Pemimpin merangsang upaya pengikut mereka untuk
menjadi inovatif dan kreatif dengan mempertanyakan asumsi, re-framing masalah,
dan mendekati situasi lama dengan cara baru. Tidak ada ejekan atau kritik publik
dari kesalahan masing-masing anggota. Ide-ide baru dan solusi kreatif untuk
9
masalah dikumpulkan dari pengikut, yang selalu disertakan dalam proses
menangani masalah dan mencari solusi bagi mereka.
4. Pertimbangan individual. Pemimpin memperhatikan kebutuhan masingmasing individu untuk pencapaian dan pertumbuhan dengan bertindak sebagai
pelatih atau mentor. Pengikut dikembangkan ke tingkat berturut-turut lebih tinggi
potensial. Kesempatan belajar baru dibuat bersama dengan iklim yang mendukung
di mana untuk tumbuh. Perbedaan individu dalam hal kebutuhan dan keinginan
diakui.
Penelitian telah menunjukkan bahwa dampak kepemimpinan transformasional
positif pada efektivitas organisasi. Sashkin dan Rosenbach (1998) menyatakan
bahwa pemimpin transformasional memberikan dasar untuk menciptakan
organisasi yang sangat efektif dalam hal apapun kriteria kinerja atau keuntungan.
Peters dan Waterman (1982) melaporkan bahwa kepemimpinan transformasional
yang efektif dianggap sebagai faktor paling penting memisahkan atas 100 midsize perusahaan Amerika dari sezaman mereka. Northouse (2001) juga
menyatakan bahwa hasil kepemimpinan transformasional yang efektif dalam
pertunjukan yang melebihi harapan organisasi karena para manajer bekerja sama
komponen kepemimpinan transformasional untuk mencapai apa yang mereka
sebut aditif efek kepemimpinan transformasional.
2.2.3 Supportive
Menurut Stephen P. Robbins (2005) kepemimpinan transaksional (supportive)
adalah pemimpin yang membimbing atau memotivasi pengikutnya menuju ke
sasaran yang di tetapkan dengan memperjelas peran, dan persyaratan tugas.
Kepemimpinan transaksional, dan transformational sebaiknya tidak dipandang
sebagai lawan dari pendekatan penyelesaian pekerjaan oleh orang lain, tetapi
kepemimpinan transformational di bangun di atas kepemimpinan transaktional.
Bass dan Avolio (1993) mendefinisikan kepemimpinan transaksional sebagai
hubungan pertukaran antara pemimpin dan pengikut untuk memenuhi kepentingan
diri mereka sendiri. Ini berarti bahwa pengikut setuju, dan menerima instruksi
dari, atau sesuai dengan pemimpin dalam pertukaran untuk pujian, penghargaan,
dan sumber daya, atau menghindari tindakan disiplin (Bass 2003). Kepemimpinan
transaksional telah datang untuk didefinisikan melalui reward kontinjensi dan
10
perilaku manajemen oleh pengecualian (Bass, 1999). Pemimpin transaksional
mematuhi aturan-aturan budaya organisasi, prosedur, dan norma-norma, di mana
pemimpin transformasional mulai untuk memahami budaya dan kemudian
membuat perubahan yang menyelaraskan organisasi dengan visi baru.
Blanchard (2005) mengatakan tujuh perilaku spesifik supportif yaitu :
1. Mendengarkan.
2. Memuji.
3. berbagi informasi organisasi.
4. berbagi informasi individual.
5. pemecahan masalah.
6. meminta masukan.
7. memberikan alasan.
Beberapa peneliti telah metambahkan ke teori original kepemimpinan
transaksional, Hari ini, kepemimpinan transaksional yang dianggap oleh banyak
untuk mencakup empat jenis komponen perilaku, Komponen-komponen ini
diidentifikasi sebagai :
1. Reward Kontinjensi - Pemimpin yang ingin mempengaruhi perilaku
pengikut menjelaskan pekerjaan yang harus dilakukan oleh para pengikut.
Pemimpin kemudian menggunakan imbalan atau insentif untuk mencapai hasil
ketika harapan terpenuhi.
2. Pasif Management by Exception - Untuk mempengaruhi perilaku,
pemimpin menggunakan koreksi atau hukuman sebagai respon terhadap kinerja
tidak dapat diterima atau penyimpangan dari standar yang diterima. Pemimpin
terlibat hanya ketika ada masalah
3. Active Management by Exception - Untuk mempengaruhi perilaku,
pemimpin aktif memantau pekerjaan yang dilakukan dan menggunakan metode
korektif untuk memastikan pekerjaan selesai untuk memenuhi standar yang
diterima.
4. kepemimpinan Laissez -Faire - Pemimpin acuh tak acuh terhadap apa pun yang
terjadi dalam organisasi. Dia biasanya lepas tangan sebagai pendekatan terhadap
pekerja dan kinerja mereka. Para pemimpin ini mengabaikan kebutuhan orang
lain.
11
2.3 Mekanisme pembelajaran organisasi
Singh (2010) mengatakan bahwa seperti organisasi lainnya yang ingin berubah
menjadi pembelajaran organisasi, tokoh manajemen pembelajaran di seluruh dunia
mulai membahas peran tentang perubahan kualitatif bahwa pemimpin seharusnya
memainkan peran pengembang, pelatih, fasilitator, dan guru yang akhirnya akan
mempengaruhi fase pembelajaran organisasi (inovasi, implementasi, stabilization) dan
mekanisme
pembelajaran
organisasi
(experimentation,
mutuality,
incremental
planning, use temporary system, and competency building )
2.3.1 Experimentation
Singh (2010) mengatakan bahwa mekanisme organizational learning yang
bernama experimentation, kerjasama tim, dan penggunaan satuan tugas sementara
sangat diperlukan untuk mendapatkan dorongan yang signifikan bagi perusahaan
yang terlalu mengandalkan pelatihan kepemimpinan secara terus – menerus, dalam
kata lain adalah perusahaan perlu untuk melihat hal yang melebihi kepemimpinan,
dan menginvestasikan waktu serta tenaga dalam merancang sisi karyawan dari
perusahaan tersebut lewat eksperimen, kerjasama tim, dan penggunaan satuan tugas
sementara. Kegagalan memungkinkan sebuah organisasi untuk belajar melalui
eksperimen dan membuat penyesuaian diri dari kesalahan yang telah dilakukan,
kegagalan utama yang harus dihindari karena mereka dapat menyebabkan kematian
akhir dari setiap perusahaan, namun, kegagalan yang sederhana dapat ditoleransi
untuk meningkatkan tingkat pengambilan risiko dan mendorong eksperimentasi.
kegagalan menantang norma-norma tradisional dan mempromosikan introspeksi dan
menganalisis apa yang salah, sebab orang cenderung untuk fokus pada konsistensi
hasil dan menarik perhatian pada masalah-masalah yang mungkin telah diabaikan
2.3.2 Mutuality
Madura (2007) mengatakan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah
Rangkaian aktivitas organisasi yang diarahkan pada menarik, mengembangkan dan
mempertahankan tenaga kerja yang efektif, dan Berdasarkan Mathis dan Jackson
(2006), “Manajemen SDM adalah penggunaan karyawan secara organisasional
untuk mendapatkan atau memelihara keunggulan kompetitif terhadap para pesaing
dan dibutuhkan hal kebersamaan, untuk mencapainya.
ada tiga karakteristik tim yang efektif dalam mutuality learning organization
12
(senge: 1990):
- Kemampuan untuk berpikir mawas tentang isu-isu kompleks dan menyatukan
kecerdasan kolektif tim bukan wawasan individu yang dominan.
- Kemampuan untuk memberikan tindakan innovative dan terkoordinasi, ini berarti
aligment pikiran antara anggota tim dan kesadaran anggota tim yang lain dan
tindakan mereka.
- Kemampuan untuk berbagi praktek-praktek dan keterampilan antara tim dalam
organisasi.
2.3.3 Incremental planning
Temuan menunjukan gaya kepemimpinan sangat memainkan peran penting
dalam hal perencanaan, dan membantu mengembangkan kebutuhan akan kompetensi
dalam sumber daya manusia untuk organisasi yang berkembang, dan akhirnya nanti kita
akan dapat melihat kedalam hasil yang di peroleh dari perencanaan incremental
kedalam implikasi karyawan untuk organisasi. Kita mungkin dapat mengatakan bahwa
gaya kepemimpinan adalah salah satu hal yang menolong, dan menginspirasi orang
untuk melebihi standart perencanaan yang jelas serta peran, struktur, dan proses yang di
rancang dengan baik untuk pembelajaran organisasi yang berkembang (singh 2010).
2.3.4 Temporary system
Secara singkat sistem sementara menurut feldman dan rafaeli (2002) adalah
fleksibilitas yaitu situasi yang berbeda, dan dengan berbagai atau kemampuan untuk
beradaptasi dan bekerja dengan efektif dalam individu atau kelompok. Metafora serupa
yang diberikan oleh mereka untuk menunjukkan demonstrasi, dan penyesuaian diri dari
rutinitas adalah sebuah ballroom dance. Setiap aksi individu dalam menari telah
diberikan naskah, dan alur untuk dilatih sebelumnya, akan tetapi penari di ijinkan
melakukan adaptasi tergantung pada konteksnya. penari akan menyesuaikan gaya
mereka, untuk konteks ini tergantung pada jumlah penari lainnya, penghalang atau
kecelakaan jenis apapun yang terjadi di panggung, kompetensi pasangan mereka dan
apakah ya atau tidak mereka telah menari dengan jumlah tertentu sebelumnya.
Komunikasi antara penari (mirip dengan aktivitas organisasi) akan memungkinkan
fleksibilitas dalam tarian terjadi.
13
Feldmen (2000) mengatakan penelitian empiris menunjukkan bahwa
perubahan dalam rutinitas organisasi dapat terjadi karena beberapa alasan :
1. Repairing routines : agar partisipan dapat memproduksi hal yang diharapkan,
dan di inginkan oleh organisasi.
2. Expanding routines : agar partisipan dapat memproduksi kemungkinan yang
baru dari hasil.
3. Striving routines : agar partisipan dapat merespon dengan hasil yang jatuh
tidak terlalu menyimpang jauh dari cita-cita organisasi.
2.3.5 Competency building
Ashok jashapara (2003) menekankan bahwa kekuatan eksternal yang dominan
berdampak pada organisasi karena perubahan dalam lingkungan yang kompetitif
adalah sebagai berikut :
-
kekuatan untuk arah yang bersangkutan dengan visi strategis dan mungkin
terkait dengan organisasi di awal atau perputaran situasi.
-
Kekuatan untuk efisiensi yang bersangkutan dengan standarisasi dan
formalisasi dari proses dan mungkin terkait kepada birokrasi organisasi
dimana rasionalisme dan melakukan struktur ulang merupakan fokus utama.
-
Kekuatan
untuk
kecakapan
yang
bersangkutan
dengan
tugas
yang
membutuhkan pengetahuan, dan kemampuan yang tinggi dan mungkin terkait
dengan organisasi yang besar.
-
Kekuatan untuk berkonsentrasi yang bersangkutan dengan usaha pada
pelayanan tertentu kepada pasar.
-
Kekuatan untuk ber inovasi yang bersangkutan dengan menemukan hal baru
untuk pelanggan dan mungkin terkait kepada adhocracies, dan terdiri dari ahli
atau proyek multidisiplin.
Singh (2010) menekankan bahwa dengan adanya tekanan kompetitif dari segi
eksternal perusahaan pemimpin merupakan sosok yang dapat membuat struktur
organisasi, dan membentuk budaya organisasi untuk menghasilkan pengaruh melalui
berbagai urusan, tindakan, dan layanan, sehingga kepemimpinan dapat benar-benar
mempengaruhi Organization Learning. Telah di temukan bahwa Kepemimpinan juga
dapat meningkatkan proses dan hasil kegiatan Organization Learning. Literatur penelitian
menunjukkan
bahwa
bentuk
kepemimpinan
transformasional,dan
transaksional
berhubungan secara positif dengan proses Organization Learning. Dalam studi ini dapat
14
dilihat bahwa kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh positif secara
signifikan untuk mendorong dan menekankan kerja sama tim dan keterlibatan di tempat
kerja. Demikian pula juga ditemukan bahwa kepemimpinan transaksional secara
signifikan membantu meningkatkan efisiensi Organization Learning. Oleh karena itu,
dapat
disimpulkan
bahwa
kedua
transformasional
serta
bentuk
transaksional
kepemimpinan telah secara signifikan membentuk efek positif pada fungsi organisasi
pembelajaran.
2.3.6 Penelitian terdahulu
Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang menunjukkan adanya
pengaruh gaya kepemimpinan dan mekanisme pembelajaran organisasi terhadap fase
pembelajaran organisasi :
1. Penelitian yang dilakukan oleh sanjay kumar (2010) yang berjudul
“Benchmarking leadership styles for organizational learning in Indian
context”. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa Tujuan dari makalah ini
adalah untuk mengetahui gaya kepemimpinan untuk membantu perusahaan
untuk mengembangkan sistem dan proses untuk menjadi organisasi belajar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan konsultasi serta
delegating positif berpengaruh terhadap OL tapi direktif serta gaya
kepemimpinan suportif negatif terkait dengan proses pembelajaran organisasi
(OL). Temuan dari studi ini juga menggambarkan konsultasi serta
mendelegasikan gaya kepemimpinan akan sangat berdampak bagi proses OL.
hal ini menunjukkan bahwa fase OL dan mekanisme OL belum ditemukan
secara signifikan berhubungan dengan salah satu dari empat gaya
kepemimpinan bagi karyawan secara keseluruhan. Ini mungkin berarti bahwa
mungkin ada variabel selain selain gaya kepemimpinan yang berpengaruh dan
pemeriksaan input atau eksperimentasi dan sikap inovatif untuk pembaharuan
organisasi.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Le Chen and Sherif Mohamed (2008) yang
berjudul “Impact of the internal business environment on knowledge
management within construction organisations”. Wawancara mencerminkan
intensitas yang bervariasi dari kegiatan KM seperti yang dirasakan oleh
responden yang mewakili OEs yang berbeda, maka menawarkan beberapa
15
wawasan dari asosiasi antara BE internal dan intensitas kegiatan KM dalam
pengaturan yang berbeda. Wawancara juga menyoroti bahwa bimbingan dan
inovasi kebijakan strategis dianggap sebagai "kekuatan pendorong" yang
berpengaruh kuat pada kegiatan KM, yang sejalan dengan temuan statistik.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Christina Boateng (2012) yang berjudul
“Evolving Conceptualization of Leadership and Its Implication for Vocational
Technical Education Published”. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa Dia
menggambarkan proses dimana pemimpin dan pengikut saling menaikkan ke
tingkat yang lebih tinggi secara moralitas dan motivasi. Dia menyatakan
bahwa, pemimpin transformasional adalah individu yang menarik bagi cita-cita
yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral bagi karyawan yang dipimpinnya,
seperti, keadilan dan kesetaraan, dan bahwa kepemimpinan transformasional
dapat ditemukan di berbagai tingkat organisasi. Ia membedakan pemimpin
transformasional
dari
pemimpin
transaksional,
yang
menggambarkan
pemimpin transaksional sebagai pemimpin yang termotivasi dan menarik bagi
pengikutnya. Bass menegaskan, pemimpin transformasional memotivasi
pengikutnya dengan menarik emosi yang kuat terlepas dari efek utama pada
pengikut, dan mereka tidak selalu hadir untuk hal-hal yang positif.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Andreia ISPAS (2012) yang berjudul “The
Perceived Leadership Style and Employee Performance in Hotel Industry – a
Dual Approach”. Industri Hotel adalah industri yang berbasis pada layanan
khusus dan tingkat tinggi karyawan ( karyawan garis depan terutama ). Sebuah
hubungan yang baik dengan manajer membantu bawahan untuk bekerja di luar
pekerjaan sehari-hari, yang akan berorientasi untuk meningkatkan terus prestasi
kerja dan untuk memberikan kepuasan maksimal kepada klien. Makalah
penelitian ini bertujuan untuk membahas gaya kepemimpinan yang dirasakan
dan kinerja individual karyawan yang berhubungan dengan kepuasan kerja dan
komitmen organisasi di industri hotel dari Rumania. Kinerja karyawan
dipelajari dengan mempertimbangkan : efisiensi dan efektivitas. Perbedaan dan
persamaan yang diidentifikasi dalam dominasi gaya kepemimpinan dan kinerja
individual yang dirasakan oleh karyawan. Dirasakan manajer memiliki gaya
kepemimpinan yang lebih otokratis dan sementara karyawan secara partisipatif
16
dirasakan mereka
menjadi lebih otokratis dan transformasional. Kinerja
karyawan tidak dianggap sebagai hal penting oleh mereka sendiri dan manajer.
Keduanya sepakat bahwa kualitas mayoritas kerja karyawan tergantung dari
kepentingan mereka dan hubungan mereka dengan rekan-rekan mereka.
5. Penelitian yang dilakukan oleh John Benson, Drea Zigarmi, dan Kim Nimon
(2012) yang berjudul “Manager’s Emotional Intelligence, Their Perceived Use
of Directive and Supportive Leader Behaviors and Resultant Employee
Satisfaction August”. Penelitian ini menguji kemungkinan hubungan antara
kecerdasan emosional seorang manajer, persepsi penggunaan manajer direktif
dan pemimpin mendukung perilaku dan laporan langsung terhadap persepsi
kepuasan dengan manajer mereka. Pemodelan linear hirarkis analisis data
menunjukkan hubungan positif antara kecerdasan emosional dan lima perilaku
kepemimpinan suportif yang spesifik, dan antara kecerdasan emosional dan
kepuasan karyawan dengan manajer mereka. Saran untuk praktisi sumber daya
manusia, praktisi pengembangan kepemimpinan, dan peneliti yang dibuat
berdasarkan hasil yang telah di berikan.
2.4 Kerangka pemikiran
Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang
penting (Sugiyono, 2012). Menurut hubungan antar variabel terdapat empat macam
variabel dalam penelitian yaitu variabel independen atau variabel bebas (X), variabel
dependen atau variabel terikat (Y), variabel moderator dan variabel intervening (Sugiyono,
2012). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independennya adalah gaya
kepemimpinan, dan yang menjadi variabel dependen adalah fase pembelajaran organisasi
dengan variabel mediatornya yaitu mekanisme pembelajaran organisasi.
17
Fase pembelajaran
organisasi:
Leadership style :
•
Directive
•
• Inovasi
Delegating
•
• implementation
Supportive
• Stabilitation
Mekanisme pembelajaran
organisasi:
• Experimentation
• Mutuality
• Planning
• Temporary system
• Competency
building
Gambar 2.1 Theoretical framework
2.5
Hipotesis
Penelitian ini memiliki empat hipotesis mendasar mengenai hubungan antara gaya
kepemimpinan yang dirasakan oleh karyawan, dan mekanisme pembelajaran organisasi, serta
fase pembelajaran organisasi pada PT. Sinar indah plastik pratama. Pengikut diminta untuk
menggambarkan perilaku kepemimpinan arah dan dukungan yang digunakan oleh pemimpin
serta kepuasan mereka dengan pemimpin dan organisasi. Pekerjaan dengan sumber daya
mental dan fisik merupakan tuntutan yang tinggi bagi karyawan dan karena itu menyebabkan
keadaan menipisnya energi ( yaitu keadaan yg melelahkan ) ( Bakker 2003). Dua hal penting
yang dapat mempengaruhi staf adalah gaya kepemimpinan dan tekanan emosional dari
pekerjaan tersebut. Gaya kepemimpinan merupakan konsep yang agak luas, dan dapat
merujuk kepada komitmen waktu, seperti jumlah jam yang ditujukan untuk dibayar. Telah
dikonseptualisasikan
sebagai
tekanan
atas
kecocokan
gaya
kepemimpinan
yang
mempengaruhi organisasi bersifat belajar atau tidak. Konsep tuntutan emosional tampaknya
menjadi sangat penting dalam penelitian ini , karena pemimpin atau manager melakukan
kontak langsung dengan para karyawan. Tuntutan emosional mengacu pada aspek-aspek
18
pekerjaan yang memerlukan upaya emosional berkelanjutan karena luasnya kontak dengan
karyawan ( Van Vegchel 2004) .
Ketika gaya kepemimpinan yang tidak cocok dengan budaya organisasi dilakukan terus
menerus maka kekuatan karyawan untuk ber-eksperimen, hal kebersamaan, kemampuan
perencanaan sampai kepada mempertahankan pembangunan kompetisi akan mengalami
deplesi energi yang hasilnya dapat merusak upaya untuk berpartisipasi aktif dalam inisiatif
terhadap perubahan, hal tersebut menjadi lebih mungkin jika karyawan mengembangkan
sikap negatif terhadap inisiatif perubahan organisasi, dengan demikian dalam penelitian ini
kita merumuskan hipotesis yang pertama adalah sebagai berikut.
H1 : ada pengaruh positif antara leadership style terhadap mekanisme pembelajaran
organisasi di PT Sinar indah plastik pratama.
Dari sejumlah besar sumber daya pekerjaan dalam konteks bekerja, penulis memilih dua
karakteristik yang menonjol dan memberi dukungan kepada organisasi agar menjadi
organisasi yang belajar. Kontrol pekerjaan , atau otonomi , mengacu pada jumlah keputusan
karyawan untuk mengontrol kegiatan mereka sendiri dan penggunaan keterampilan
individual (De Jonge 1999) . Lingkungan kerja merupakan hal yang sangat penting untuk
pengembangan keprofesionalan karyawan, serta dapat mendorong keinginan untuk
mendedikasikan kemampuan seseorang untuk tugas dan hasil yang positif ( Bakker dan
Geurts , 2004) bukannya mengembangkan sikap negatif, seperti evaluasi yang tidak
menguntungkan dari perubahan organisasi. Semakin organisasi mengakui bahwa karyawan
akan lebih efektif ketika mereka memiliki kontrol atas bagaimana mereka memenuhi
tingkatan tanggung jawab pekerjaan mereka dan bagaimana bentuk pengembangan
profesional mereka ,maka akan semakin terbuka keadaan yang mendukung untuk
pembelajaran organisasi (Schaubroeck 2001) . Hal ini juga akan memberikan kontribusi
untuk sikap yang lebih positif terhadap perubahan, sebagai karyawan akan melihat peluang
yang lebih pribadi untuk mempengaruhi konsekuensi pekerjaan mereka, dan dapat
mengevaluasi bahwa perubahan yang diusulkan tidak sebagai ancaman , dan lebih sebagai
peluang karir.
Dukungan dari supervisor kemungkinan akan terkait dengan inisiatif perubahan
organisasi dan evaluasi baik dari perubahan organisasi . Dalam studi Antoni , dengan 104
responden mengevaluasi proses perubahan ( 2004) , efek dari dukungan dari atasan tersebut
tidak dapat diuji secara langsung, tetapi itu menunjukkan bahwa dirasakan keterbukaan
19
seseorang terhadap perubahan meningkatkan peluang partisipasi dan keunggulan kompetitif
bagi perusahaan. Dari penelitian ini, tampaknya keputusan karyawan untuk berpartisipasi
atau tidak berpartisipasi secara positif dalam proses perubahan didasarkan pada persepsi
mereka tentang peluang partisipasi dan dukungan dari manager serta sikap umum mereka
terhadap perubahan . Van Knippenberg dan Van Knippenberg (2005) mencatat bahwa
kemampuan seseorang untuk melakukan perubahan sering dianggap sebagai aspek kunci dari
kepemimpinan yang efektif dan kesediaan berpendapat bahwa karyawan dapat berpartisipasi
dalam program organisasi.
Dukungan dari supervisor mungkin memiliki efek langsung tetapi juga tidak langsung
pada karyawan melalui lingkungan kerja. Sebuah mekanisme pembelajaran organisasi yang
berjalan dengan baik akan mendukung, mengaktifkan dan meningkatkan pula fase
pembelajaran organisasi. Inovasi, implementasi, serta stabilitas adalah gagasan bahwa
karyawan yang bekerja di perusahaan yang sama cenderung melihat perilaku kepemimpinan
yang sama dengan dirinya dan lewat mekanisme pembelajaran yang baik akan mengubah
organisasi tersebut menuju perubahan, dan karenanya penulis merumuskan hipotesis berikut.
H2
:
ada pengaruh pengaruh yang positif antara mekanisme pembelajaran organisasi
terhadap fase pembelajaran organisasi di PT Sinar indah plastik pratama.
Sampai saat ini Sumber daya yang berbeda dalam organisasi dianggap mampu
memainkan peran penyangga untuk tuntutan pekerjaan yang berbeda. Gaya kepemimpinan
dan fase pembelajaran organisasi memainkan peran dalam sebuah organisasi tertentu yang
tergantung pada karakteristik pekerjaan tertentu yang berlaku. Hipotesis ini menunjukan
bahwa ada banyak sumber daya potensial yang dapat memfasilitasi perubahan tujuan yang
spesifik, menyiratkan bahwa berbagai tujuan kemungkinan akan dipengaruhi oleh berbagai
sumber daya.
Dalam penelitian ini dapat menunjukan bahwa gaya kepemimpinan juga dapat
memberikan efek positif terhadap fase pembelajaran organisasi seperti keinginan untuk
berinovasi, mengimplementasikan inovasi tersebut, serta mempertahankan stabilitas untuk
terus mengimplementasikan inovasi tersebut. Dengan demikian, Tujuan tambahan dari
penelitian ini adalah untuk mempertimbangkan peran sumber daya gaya kepemimpinan
terhadap fase pembelajaran organisasi di PT. Sinar indah plastik pratama, maka dari itu,
penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut.
20
H3 : ada
pengaruh yang positif antara gaya
kepemimpinan terhadap fase
pembelajaran organisasi di PT Sinar indah plastik pratama.
Efek mediator yang diharapkan bahwa mekanisme pembelajaran organisasi memiliki
hubungan antara gaya kepemimpinan dan fase pembelajaran organisasi dapat dijelaskan
dalam hipotesis ini. Menurut hipotesis ini, karyawan yang memiliki kecocokan pada gaya
kepemimpinan dapat lebih mudah untuk melewati mekanisme pembelajaran dalam
pekerjaannya, dan tanggung jawab, sehingga lebih mampu mengatasi dengan baik perubahan
yang terjadi pada mekanisme pembelajaran organisasi daripada karyawan yang kurang
memiliki kecocokan dengan gaya kepemimpinan dari managernya . Akibatnya, kelompok
karyawan yang dapat mengantisipasi perubahan lewat mekanisme pembelajaran akan
dipromosikan tanggung jawab nya, dan dapat meninggikan peluang karirnya dalam
organisasi tersebut, sebaliknya karyawan yang tidak siap akan perubahan yang terjadi, akan
terikat pada monotonsitas pekerjaan sehari – hari sehingga banyak karyawan yang merasa
tidak memiliki peluang karir pada suatu perusahaan akan mencari peluang karir lain pada
organisasi atau perusahaan yang berbeda, hal tersebut akan meningkatkan turnover pada
perusahaan tersebut, dengan mempertimbangkan hal tersebut, penulis merumuskan hipotesis
yang terakhir sebagai berikut.
H4 : ada pengaruh yang positif antara gaya kepemimpinan terhadap fase pembelajaran
organisasi dengan mekanisme pembelajaran organisasi sebagai mediator di PT Sinar
indah plastik pratama.
21
Download