pemodelan sistem pembiayaan di bank syari`ah dengan

advertisement
PEMODELAN SISTEM PEMBIAYAAN DI BANK SYARI’AH DENGAN
PENDEKATAN METODOLOGI SISTEM DINAMIK : STUDI KASUS
PEMBIAYAAN PADA USAHA SAPI PERAH DAN PERKEBUNAN TEBU
Liza Fajarningtyas, Dr. Ir. Budisantoso Wirjodirdjo, M.Eng., Nani Kurniati, ST., MT.
Jurusan Teknik Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 60111 Indonesia
Email : [email protected] ; [email protected] ; [email protected]
ABSTRAK
Pendapatan bank merupakan variabel yang cukup dipertimbangkan dalam pemberian
pembiayaan. Oleh karena itu, Bank Syari’ah lebih banyak menggunakan skema pembiayaan yang
memberikan kepastian terhadap pendapatan yang diperoleh. Meskipun demikian, terdapat variabelvariabel lain dalam suatu pembiayaan yang juga perlu dipertimbangkan, termasuk pendapatan yang
diterima nasabah pembiayaan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabel dalam sistem pembiayaan
di Bank Syari’ah. Variabel-variabel yang berpengaruh dalam sistem pembiayaan dimodelkan dengan
pendekatan sistem dinamik. Selain itu juga dilakukan perbandingan antara penerapan konsep margin dan
bagi hasil, serta perbandingan antara bagi hasil dan bunga deposito bank konvensional.
Berdasarkan hasil penelitian, penerapan konsep bagi hasil lebih adil bagi pihak Bank Syari’ah
dan nasabah karena pendapatan yang dibagi hasilkan bergantung pada pendapatan usaha nasabah.
Pengembalian pokok pembiayaan juga dapat lebih cepat dilakukan dengan penerapan konsep bagi hasil.
Dari perbandingan antara bagi hasil dan bunga deposito, menabung di Bank Syari’ah lebih
menguntungkan karena tidak dipengaruhi oleh naik turunnya suku bunga.
Kata kunci : deposito, dinamik, sistem, syari’ah
ABSTRACT
Bank earning is considered as an important variable in defrayal agreement. Therefore, Syari’ah
Bank uses defrayal schemes that give certainty to the obtained earning. Nevertheless, there are other
variables in defrayal system which also required considering.
This exploratory research studies the relationship between variables of a defrayal system in
Syari’ah Bank. These variables are modeled using a dynamic system approach. Comparison in
implementation of marginal concept with profit sharing as well as profit sharing with conventional
banking deposit is also conducted in this research.
The research concluded that the implementation of profit sharing is more equitable for the
Syari’ah Bank and the client, due to the profit sharing that is based on the client business. Returning of
the base defrayal is also quicker due to the profit sharing concept. From the comparison between profit
sharing concept with convensional interest based deposit, saving in Syari’ah Bank is more beneficial
because it is not influenced by the fluctuating rate of interest.
Key word : deposit, dynamic, syari’ah, system
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perbankan syariah merupakan salah
satu bagian dari sistem perbankan yang
diyakini dapat memiliki peranan yang penting
dalam Perekonomian Nasional. Sistem
Perbankan
Syariah
menawarkan
pola
kerjasama kemitraaan dengan sistem bagi
hasil keuntungan dan risiko usaha. Meskipun
demikian, pesatnya pertumbuhan bank syariah
di Indonesia belum dibarengi oleh pemahaman
dan pengetahuan masyarakat tentang sistem
operasional perbankan syariah. Meski bank
syariah terus berkembang setiap tahunnya,
namun dikalangan masyarakat Indonesia masih
belum mengenal apa dan bagaimana bank
syariah menjalankan kegiatan bisnisnya.
Umumnya masyarakat masih beranggapan
bahwa bank syariah tak ubahnya seperti bank
konvensional yang hanya diberi label syariah
saja (Muchtasib, 2007).
Dalam
hal
penyaluran
dana,
pembiayaan yang diberikan didominasi oleh
skema murabahah atau jual beli, dimana
keuntungan diperoleh berdasarkan margin.
Secara praktek pengambilan margin yang
1
dilakukan oleh perbankan syariah seperti
pengambilan bunga yang dilakukan perbankan
konvensional. Cara seperti ini yang
menyebabkan
melekatnya
anggapan
masyarakat bahwa bank syariah tidak berbeda
dengan bank konvensional pada umumnya.
Sementara itu pembiayaan dengan
sistem bagi hasil seperti akad mudharabah dan
musyarakah, memiliki porsi yang cukup kecil
jika dibandingkan dengan pembiayaan dengan
pendapatan
tetap. Dengan
kata
lain
pembiayaan perbankan syari’ah dengan pola
tersebut belum menjadi barometer Bank
Syari’ah.
Berdasarkan pemaparan di atas,
pendapatan bank merupakan variabel yang
cukup dipertimbangkan dalam pemberian
pembiayaan. Meskipun demikian, terdapat
variabel-variabel lain dalam suatu pembiayaan
yang juga perlu dipertimbangkan, termasuk
pendapatan
yang
diterima
nasabah
pembiayaan. Hubungan antar variabel tersebut
perlu diketahui sehingga Bank Syari’ah dapat
lebih bijak dalam memberikan pembiayaan.
Penelitian tentang Bank Syari’ah yang
telah dilakukan, diantaranya mengkaji
manajemen kredit Bank Syari’ah, memprediksi
dan mengevaluasi pertumbuhan perbankan
syariah di Indonesia, serta penelitian yang
mengkaji potensi pembiayaan syari’ah untuk
sektor pertanian.
Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui hubungan antar variabel dalam
sistem pembiayaan di Bank Syari’ah. Variabelvariabel yang berpengaruh dalam sistem
pembiayaan dimodelkan dengan pendekatan
sistem dinamik. Dari model tersebut dapat
diketahui hubungan antar variabel serta
pengaruhnya pada pembiayaan yang diberikan.
Variabel yang dijadikan indikator utama dalam
model simulasi sistem pembiayaan syariah
yaitu pengembalian pokok pembiayaan,
pendapatan yang diperoleh bank, dan
pendapatan yang diperoleh oleh nasabah
setelah membayar kewajibannya pada bank.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang dikaji dalam
penelitian ini yaitu belum diketahuinya
keterkaitan antar variabel pada pembiayaan
dan manfaat dari Bank Syari’ah.
1.3 Tujuan Penelitian
Mengacu pada latar belakang dan
perumusan masalah di atas, penelitian ini
bertujuan yaitu:
1. Membuat model sistem pembiayaan yang
ada di Bank Syariah pada kasus peternakan
sapi perah dan perkebunan tebu.
2. Membandingkan antara penerapan konsep
margin dan bagi hasil pada distribusi
pendapatan antara pihak Bank Syari’ah
dan nasabah, serta membandingkan bagi
hasil deposito dan bunga deposito pada
bank konvensional.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Sesuai dengan permasalahan dan
tujuan dari kajian ini maka terdapat beberapa
hal yang menjadi batasan dalam penelitian ini,
diantaranya:
a. Sistem yang dimodelkan dalam penelitian
ini adalah penyaluran dana pada
peternakan sapi perah dengan skema
pembiayaan murabahah dan perkebunan
tebu dengan skema pembiayaan isthisna.
b. Pembuatan model sistem dalam penelitian
ini hanya melihat dari sudut pandang pihak
bank saja.
Asumsi yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu:
1. Bank syariah yang menjadi objek bahasan
dalam kajian yang hendak dilakukan
merupakan sub sistem dari sistem
perbankan
nasional
dimana
Bank
Indonesia menjadi pemegang autoritas
tunggal devisa dan moneter.
2. Bank-bank yang menawarkan sistem
syariah dalam pengoperasionalannya tidak
berbeda satu terhadap lainnya.
3. Rekening wadiah yang ada dalam model
sistem diasumsikan wadiah jenis yad adhdhamanah yaitu titipan yang dapat
dimanfaatkan untuk dana pembiayaan.
4. Dalam model diasumsikan deviden
ditanam kembali ke dalam bank.
5. Pembiayaan
lainnya
diasumsikan
menggunakan
skema
pembiayaan
Murabahah.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari
penelitian ini, diantaranya:
1. Dari penelitian yang dilakukan dapat
diketahui hubungan antar variabel dalam
sistem pembiayaan di Bank Syariah.
2
2. Memberikan informasi tentang mekanisme
pembiayaan dalam bank syariah sehingga
dapat
diketahui
perbedaan
antara
pembiayaan yang diberikan oleh bank
syariah dan bank konvensional.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembiayaan Syariah
Peranan perbankan syariah dalam
aktivitas ekonomi Indonesia tidak jauh berbeda
dengan perbankan konvensional. Perbedaan
mendasar antara keduanya adalah prinsipprinsip dalam transaksi keuangan/operasional.
Salah satu prinsip dalam operasional
perbankan syariah adalah penerapan bagi hasil
keuntungan dan risiko (profit and loss
sharing). Prinsip ini tidak berlaku di perbankan
konvensional yang menerapkan sistem bunga
atau adanya fungsi time value of money,
artinya nilai uang saat ini belum tentu sama
dengan nilai uang di masa mendatang.
Perbedaan antara prinsip bank syariah
dengan bank umum (konvensional) adalah
terletak pada pola pembiayaan dan pemberian
balas jasa, baik yang diterima oleh bank
maupun investor. Jika dilihat pada bank umum,
pembiayaan disebut loan atau pinjaman,
sementara di bank syariah disebut financing
atau pembiayaan (Nasution, 2003). Artinya
pada bank umum pemberian pembiayaan lebih
didasarkan pada kerjasama transaksi (untungrugi), sedangkan pada bank syariah lebih
didasarkan
pada
kerjasama
kemitraan.
Sedangkan balas jasa yang diberikan atau
diterima pada bank umum berupa bunga
(interest loan atau deposit) dalam prosentase
pasti. Sementara pada bank syariah dengan
sistem syariah, hanya memberi dan menerima
balas jasa berdasarkan perjanjian (akad) bagi
hasil.
Dalam perbankan syariah dikenal
istilah
mudharabah,
murabahah
dan
musyarakah untuk program pembiayaan.
Mudharabah yaitu jenis pembiayaan dimana
bank dapat menyediakan pembiayaan modal
investasi atau modal kerja hingga 100%,
sedangkan nasabah menyediakan usaha
manajemennya, keuntungan dibagi sesuai
kesepakatan bersama dalam bentuk nisbah
(prosentase) dari keuntungan. Murabahah
yaitu produk perbankan Islam dalam
pembiayaan pembelian barang lokal ataupun
international, keuntungan diperoleh dari harga
barang yang dinaikkan (bank melakukan suatu
mark-up sebelum menjual barang tersebut
kepada nasabahnya atas dasar cost plus profit ).
Musyarakah adalah pembiayaan sebagian
(50%) dari modal usaha keseluruhan, dalam
jenis pembiayaan ini bank dapat dilibatkan
dalam
proses
manajemen.
Pembagian
keuntungan berdasarkan perjanjian yang
disepakati bersama (Shomad, dkk., 2000).
Dalam pendanaan kepada nasabah
dalam bentuk pemberian kredit, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan
penilaian kredit, oleh karena layak tidaknya
kredit
yang
diberikan
akan
sangat
mempengaruhi stabilitas keuangan bank.
Penilaian kredit harus memenuhi beberapa
kriteria sebagai berikut (Rahardja, 1997) :
1. Keamanan kredit (safety). Harus benarbenar diyakini bahwa kredit tersebut dapat
dilunasi kembali.
2. Terarahnya tujuan penggunaan kredit
(suitability). Kredit akan digunakan untuk
tujuan yang sejalan dengan kepentingan
masyarakat
atau
setidaknya
tidak
bertentangan dengan peraturan yang
berlaku.
3. Menguntungkan (profitable). Kredit yang
diberikan menguntungkan bagi bank
maupun bagi nasabah.
Permasalahan yang biasanya dialami
oleh lembaga keuangan syariah diantaranya: i)
modal, ii) kegiatan operasional, iii) sistem
manajemen operasional, iv) sistem manajemen
keuangan, v) loyalitas kredit.
2.2
Metode Pendekatan Sistem
Metode pendekatan sistem merupakan
salah satu cara penyelesaian persoalan yang
dimulai dengan dilakukannya identifikasi
terhadap
adanya
sejumlah
kebutuhankebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu
operasi dari sistem yang dianggap efektif
(Eriyatno 1999).
Dalam pendekatan sistem umumnya
ditandai oleh dua hal, yaitu: (1) mencari semua
faktor penting yang ada dalam mendapatkan
solusi yang baik untuk menyelesaikan
masalah; dan (2) dibuat suatu model kuantitatif
untuk
membantu
keputusan
rasional.
Pengkajian
dalam
pendekatan
sistem
seyogyanya memenuhi tiga karakteristik, yaitu:
(1) kompleks, dimana interaksi antar elemen
cukup rumit; (2) dinamis, dalam arti faktor
yang terlibat ada yang berubah menurut waktu
dan ada pendugaan ke masa depan; dan (3)
3
probabilistik, yaitu diperlukannya fungsi
peluang dalam inferensi kesimpulan maupun
rekomendasi (Eriyatno 1999).
Dalam
pelaksanaan
metode
pendekatan sistem diperlukan tahapan kerja
yang sistematis (Hartrisari dalam Sadelie,
2003). Prosedur analisis sistem meliputi
tahapan-tahapan sebagai berikut: analisis
kebutuhan,
formulasi
permasalahan,
identifikasi
sistem,
pemodelan
sistem,
verifikasi model dan implementasi (Eriyatno,
1999). Secara diagramatik, tahapan analisis
sistem disajikan pada Gambar 2.1.
Mulai
A
Analisis Kebutuhan
Pemodelan Sistem
No
Formulasi Permasalahan
Memuaskan
B
Yes
Identifikasi Sistem
Implementasi
No
A
Memuaskan
Yes
Selesai
Gambar 2.1. Tahapan Analisis Sistem
(Eriyatno, 1999)
2.2.1 Pendekatan Dengan Pemodelan
Menurut Borshchev dan Filippov
(2006), pemodelan adalah cara penyelesaian
masalah yang terjadi pada dunia nyata. Model
dapat dibuat apabila prototype ataupun
eksperimen dengan sistem sebenarnya mahal
atau tidak mungkin dilakukan. Pemodelan
meliputi proses pemetaan problem dari dunia
nyata terhadap model, kemudian proses
abstraksi (analisa dan optimasi model), serta
memetakan solusi kembali pada sistem yang
sebenarnya.
Borshchev dan Filippov (2006) juga
memaparkan perbedaan antara metode analitis
dan model simulasi. Metode analitis atau biasa
disebut model statis adalah hasil fungsional
dari input yang saling berpengaruh (sejumlah
parameter). Solusi analitis tidak selalu exist,
atau terkadang sulit untuk mencari solusinya.
Sedangkan simulasi atau pemodelan dinamis
lebih mudah diaplikasikan. Simulasi adalah
proses ”eksekusi” model yang terjadi pada
suatu waktu tertentu (diskrit atau kontinu).
Secara umum, untuk problem yang kompleks,
dimana waktu dinamis adalah hal yang
penting, maka permodelan simulasi adalah
jawaban yang lebih baik.
2.2.2 Sistem Dinamis
Sistem dinamis adalah sistem yang
dipengaruhi oleh perubahan waktu. Sistem
dinamis menggunakan waktu sebagai variable
independent (bebas/berpengaruh). Sistem
dinamis menunjukkan perubahannya setiap
saat akibat aktivitas-aktivitasnya. Perubahanperubahan yang terjadi dalam sistem dapat
diturunkan sebagai fungsi dari waktu.
Tujuan utama dari permodelan dalam
sistem dinamik adalah untuk memahami,
mengenal, dan mempelajari bagaimana
struktur, kebijaksanaan, dan delay pada
keputusan serta tindakan dapat mempengaruhi
sistem. Model ini ditujukan tidak hanya untuk
menghasilkan prediksi atau perkiraanperkiraan, akan tetapi lebih ditujukan untuk
pemahaman atas karakteristik maupun
mekanisme internal yang bekerja di dalam
sistem tersebut yang selanjutnya digunakan
untuk merancang suatu cara yang efektif untuk
memperbaiki perilaku sistem tersebut.
Metode sistem dinamis merupakan alat
yang sangat efektif dalam menunjukkan
perubahan dalam sebuah sistem. Metode ini
mampu mengembangkan pemahaman yang
lebih baik terhadap akibat perubahan yang
terjadi serta mampu merancang kebijakan
alternatif dalam meningkatkan performance
sebuah sistem. Metode sistem dinamis yang
dikembangkan oleh Jay Forrester pada tahun
1960 ini dapat diaplikasikan pada berbagai
lingkup seperti pengembangan produk,
manajemen proyek, manajemen supply chain,
bahkan dalam sistem sosial.
Permasalahan
yang
dapat
diaplikasikan dalam sistem dinamis minimal
memiliki dua ciri (Richardson, 1981), yaitu:
1) Permasalahan tersebut harus dinamis,
artinya permasalahan tersebut melibatkan
tendensi-tendensi dinamis sistem yang
kompleks yaitu pola-pola tingkah laku
yang dibangun oleh sistem tersebut dengan
bertambahnya waktu.
2) Permasalahan tersebut harus melibatkan
umpan balik (feedback loop).
Model
sistem
dinamik
dibuat
berdasarkan hubungan sebab akibat (kausal).
State variable yang disertakan dalam model
adalah variabel yang dipandang memiliki
peranan terhadap perilaku sistem yang
4
dimaksud. Karena itu dengan metode ini dapat
dilakukan agregasi sesuai dengan keinginan
dari pembuat model. Hubungan sebab akibat
dibuat oleh pembuat model berdasarkan
pengalaman, situasi, sumber data, kesimpulan,
asumsi, dan informasi lain yang bisa diperoleh.
3. PENGEMBANGAN MODEL
3.1 Pemodelan Sistem Pembiayaan Syari’ah
Sebagai
langkah
awal
dalam
pemodelan
terlebih
dahulu
dilakukan
konseptualisasi
terhadap
sistem
yang
dimodelkan. Konseptualisasi Sistem Perbankan
Syari’ah dilakukan dengan membuat model
yang menggambarkan hubungan sebab akibat
antar variabel dalam sistem tersebut.
Konseptualisasi Sistem Perbankan Syari’ah
dari model sistem yang dibuat dapat dilihat
pada Gambar 3.1.
<Jumlah Sapi Yang
dibeli>
+
<Luas Lahan>
<Jumlah masa angsuran
Pembiayaan Isthisna>
<Biaya Pengolahan
lahan tebu>
<Harga Sapi
Perah>
Pembiayaan
Murabahah
+
+
+
<Time>
Pembiayaan untuk
non UKM
+
Pembiayaan UKM
lainnya
+ Pembiayaan untuk
UKM
Pembiayaan
Isthisna
<Time>
Jumlah Dana
+ Pembiayaan
+
+
<Time>
<Deposito untuk
pembiayaan>
<Wadiah untuk
pembiayaan>
+
DPK untuk
Pembiayaan
+
+
Modal Bank untuk
Pembiayaan
<Tabungan untuk
pembiayaan>
-
+
+
+
Total DPK
+
Jumlah
Pembiayaan
+
<CAR>
+
<Saldo total
DPK>
+
+
Jumlah Pembiayaan
yang diberikan
<Angsuran
pokok>
+
Angsuran pokok
Pembiayaan
+ <Angsuran pokok
+
Pembiayaan
Murabahah>
<Pembayaran
pokok Pembiayaan
Isthisna>
Gambar 3.1. Model Utama dalam Hubungan
Sebab-Akibat pada Sistem Pembiayaan
Syari’ah
Tanda positif (+) di ujung tanda panah
mengindikasikan bahwa kedua variabel yang
terhubung memiliki hubungan yang sebanding,
sedangkan tanda negatif (-) mengindikasikan
bahwa kedua variabel yang terhubung
memiliki hubungan yang saling berkebalikan.
Misalnya variabel DPK untuk pembiayaan dan
variabel jumlah dana pembiayaan memiliki
hubungan positif, artinya semakin besar DPK
untuk pembiayaan maka jumlah dana
pembiayaan juga semakin besar. Variabel
pembiayaan murabahah memiliki hubungan
negatif dengan variabel pembiayaan UKM
lainnya, artinya nilai pembiayaan murabahah
yang
dimodelkan
mengurangi
nilai
pembiayaan yang lain dari total pembiayaan
yang diberikan ke UKM.
Gambar
3.1.
memperlihatkan
hubungan antara sumber dana dan penyaluran
dana dalam Sistem Pembiayaan Syari’ah. Dari
model sistem tersebut dapat dilihat bahwa
sumber dana pembiayaan yang terhimpun
dalam variabel jumlah dana pembiayaan
berasal dari DPK untuk pembiayaan, angsuran
(pengembalian) pokok pembiayaan dan modal
bank untuk pembiayaan.
DPK untuk pembiayaan berasal dari
dana masyarakat yang disimpan dalam bank
syari’ah dalam bentuk tabungan mudharabah,
deposito mudharabah, atau dalam bentuk
wadiah, setelah dikurangi Giro Wajib
Minimum sebesar 5%. Angsuran pokok
pembiayaan merupakan pengembalian pokok
pembiayaan yang telah diberikan. Besarnya
modal bank untuk pembiayaan diperoleh
dengan mengalikan saldo DPK dengan selisih
antara CAR pada periode tersebut dan nilai
CAR minimum yaitu 8%. Oleh karena itu
modal bank dapat disalurkan dalam
pembiayaan bila bank tersebut memiliki CAR
lebih dari 8%. Variabel total DPK merupakan
penjumlahan dari DPK untuk pembiayaan dan
angsuran pokok pembiayaan. Bila total DPK
telah mencukupi kebutuhan pembiayaan maka
modal bank tidak perlu ikut disalurkan dalam
pembiayaan.
Jumlah pembiayaan yang diberikan
dipengaruhi oleh dua variabel yaitu jumlah
pembiayaan (untuk UKM dan non UKM) dan
jumlah dana pembiayaan. Pembiayaan untuk
non UKM adalah pembiayaan yang diberikan
pada sektor non UKM. Skema pembiayaan
yang digunakan sama dengan skema yang
diterapkan pada pembiayaan untuk UKM.
Pembiayaan untuk UKM merupakan
jumlah pembiayaan yang diberikan dengan
skema pembiayaan murabahah, isthisna¸ atau
dengan skema pembiayaan yang lain.
Pembiayaan murabahah yang dimodelkan
mengambil studi kasus pembiayaan yang
diberikan pada peternakan sapi dimana
besarnya jumlah pembiayaan bergantung pada
harga sapi dan jumlah sapi yang dibeli. Untuk
pembiayaan dengan skema isthisna, studi
kasus diambil pada penyaluran pembiayaan
untuk perkebunan tebu dimana dana
pembiayaan yang diberikan disesuaikan
dengan kebutuhan dana untuk mengolah
perkebunan tebu, mulai dari penanaman
sampai tebang angkut. Sedangkan pembiayaan
UKM dengan skema lainnya merupakan
pembiayaan yang dapat menggunakan skema
murabahah, mudharabah, musyarakah, ijarah,
isthisna, atau skema pembiayaan yang lain,
5
yang disalurkan pada jenis usaha maupun
pihak yang berbeda.
Berdasarkan model sebab akibat pada
Gambar 3.1. dibuat diagram alir untuk
mensimulasikan model sistem tersebut.
Diagram alir ini terdiri dari lima diagram
simulasi, yaitu submodel modal bank,
penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK),
skema pembiayaan murabahah (studi kasus
penyaluran dana untuk pembelian sapi perah),
skema pembiayaan isthisna (studi kasus
penyaluran dana untuk modal kerja penanaman
tebu) dan skema pembiayaan lainnya yang
merupakan gabungan dari pembiayaan untuk
non UKM dan pembiayaan untuk UKM yang
diasumsikan menggunakan skema pembiayaan
murabahah.
3.2. Submodel Skema Pembiayaan
Murabahah (studi kasus penyaluran
dana untuk pembelian sapi perah)
Penerapan
skema
pembiayaan
murabahah mengambil studi kasus pada
penyaluran dana untuk pembelian sapi perah.
Besarnya
pembiayaan
yang
diberikan
disesuaikan dengan biaya yang dibutuhkan
untuk membeli sapi perah, dalam studi kasus
ini jumlah sapi perah yang dibeli adalah 2.575
ekor dimana harga sapi perah adalah Rp.
17.500.000,-/ekor.
Sehingga
pembiayaan
murabahah yang diberikan yaitu Rp.
45.062.500.000,-. Margin yang ditetapkan
adalah 13.8% dengan masa angsuran 60 bulan
dan grace period 6 bulan. Dalam model yang
dibuat, diasumsikan setiap sapi perah dapat
menghasilkan susu setiap bulan dengan jumlah
yang sama yaitu 600 liter/bulan. Submodel
pembiayaan murabahah dapat dilihat pada
Gambar 3.2.
Penyaluran pembiayaan dari bank ke
peternak sapi melalui sebuah koperasi dimana
para peternak sapi yang menerima pembiayaan
merupakan anggota dari koperasi tersebut.
Sumber
pembayaran
kembali
fasilitas
pembiayaan yang diberikan berasal dari hasil
penjualan susu anggota koperasi ke pabrik
susu.
Mekanismenya dengan pemotongan
kewajiban anggota (peternak) ke koperasi.
Hasil pemotongan penjualan susu dari anggota
yang dikumpulkan setiap bulan disetorkan ke
bank.
<Pembayaran pokok
Pembiayaan Isthisna>
Grace period
Pembiayaan
Murabahah
<Time>
<Time>
Potongan kewajiban
peternak ke koperasi
Angsuran pokok
Pembiayaan
Angsuran pokok
Pembiayaan
Murabahah
<Time>
<Angsuran
pokok>
Angsuran per bulan
P. Murabahah
Susu segar yang
dihasilkan per sapi
Pembayaran hasil
penjualan susu ke
peternak sapi
Susu segar yang
dihasilkan dan dikirim ke
PT. X
Angsuran margin
Pembiayaan
Murabahah
Periode angsuran
Pembiayaan
Murabahah
Pembayaran susu
segar ke koperasi
<Time>
Jumlah Sapi Yang
dibeli
Harga jual susu
segar ke PT. X
Pembiayaan
Murabahah
Harga Sapi Perah
Margin Pembiayaan
Murabahah
Sisa pokok P.
Murabahah yang belum
dibayar
OST pokok P.
Murabahah
<Pembayaran margin
Pembiayaan Isthisna>
<Time>
Bagi hasil
Pendapatan
<Pendapatan untuk
pemilik modal>
Pendapatan
Bank
Pendapatan Bank
per bulan
<Bonus
Wadiah>
<Time>
<Angsuran margin
per bulan>
<Total Bagi Hasil
DPK>
Angsuran pokok
P.Murabahah yang
sudah dibayar
Pembayaran angsuran
pokok P. Murabahah
Gambar 3.2. Diagram Simulasi Submodel
Skema Pembiayaan Murabahah
Selain dipengaruhi oleh persentase
margin,
angsuran
margin
pembiayaan
murabahah juga dipengaruhi oleh sisa pokok
pembiayaan murabahah yang belum dibayar.
Sedangkan angsuran pokok pembiayaan
murabahah berasal dari angsuran per bulan
pembiayaan murabahah dikurangi angsuran
margin pembiayaan murabahah.
Angsuran
margin
pembiayaan
murabahah dihitung dengan persamaan 3.1
sebagai berikut:
AngsuranM arg inPembiayaanMurabahah = SisaPokokPembiayaan ×
M arg inPembiayaan
12
.......(3.1)
Angka 12 merupakan jumlah bulan dalam satu
tahun.
Persamaan 3.2 digunakan untuk menghitung
angsuran per bulan pembiayaan murabahah
sebagai berikut:
⎡ ⎛ M arg in ⎞ ⎛ M arg in ⎞ SisaPeriodeAngsuran ⎤
⎥
⎢⎜
⎟ × ⎜1 +
⎟
12 ⎠
⎥
⎢ ⎝ 12 ⎠ ⎝
AngsuranPerBulanP.Murabahah = SisaPokokPembiayaan × ⎢
⎥
SisaPeriodeAngsuran
M
in
arg
⎛
⎞
⎥
⎢
−1
⎜1 +
⎟
⎥⎦
⎢⎣
12
⎝
⎠
…..(3.2)
3.3. Submodel Skema Pembiayaan Isthisna
(studi kasus penyaluran dana untuk
modal kerja penanaman tebu)
Studi
kasus
penerapan
skema
pembiayaan isthisna yaitu pada penyaluran
dana untuk modal kerja penanaman tebu.
Mekanisme pembiayaan ini sebagai berikut:
a. Bank
syari’ah
menerima
pesanan
penanaman tebu dari koperasi dengan
kriteria progres termin yang disepakati.
b. Bank syari’ah meneruskan pesanan
penanaman tebu ke petani tebu (anggota
koperasi).
c. Proses pembiayaan (akad pembiayaan)
dilakukan antara Bank syari’ah dengan
koperasi.
d. Pencairan dana ke koperasi yang
selanjutnya didistribusikan kepada para
6
petani tebu berupa sarana produksi
(peralatan, pupuk, bibit tebu, dsb) dan dana
untuk pengolahan lahan.
e. Hasil panen tebu (pesanan) diserahkan ke
koperasi yang selanjutnya akan dijual ke
pabrik gula.
f. Hasil penjualan barang pesanan (tebu)
langsung dipotong untuk pembayaran
kewajiban ke Bank syari’ah (pokok +
margin).
g. Sisa dari hasil pemotongan selanjutnya
didistribusikan ke petani sesuai dengan
kontribusi barang pesanannya (tebu).
Dalam kasus ini luas lahan yang
mendapat pembiayaan adalah 1.952 hektar.
Biaya pengolahan perkebunan tebu sebesar Rp.
20.260.000,-/hektar, meliputi pembelian bibit
sebesar Rp. 3.800.000,-/hektar, ongkos tenaga
kerja untuk penanaman Rp. 1.000.000,-/hektar,
pupuk
Rp.
1.960.000,-/hektar,
biaya
pengolahan lahan (awal dan pemeliharaan)
sebesar Rp. 5.800.000,-/hektar, pengairan Rp.
700.000,-/hektar, dan biaya tebang angkut pada
masa panen sebesar Rp. 7.000,-/kuintal tebu
dimana satu hektar lahan dapat menghasilkan
1.000 kuintal tebu sehingga total biaya tebang
angkut
adalah
Rp.
7.000.000,-/hektar.
Diasumsikan harga jual tebu ke pabrik gula
Rp. 25.000,-/kuintal.
Pembiayaan isthisna yang diberikan
diperoleh
dengan
mengalikan
biaya
pengolahan perkebunan tebu dengan luas lahan
yang akan dibiayai, sehingga pembiayaan yang
diberikan sebesar Rp. 39.547.520.000,-.
Margin yang ditetapkan adalah 11% per tahun
dengan masa angsuran 12 bulan dan grace
period 11 bulan. Karena dalam sekali tanam
bibit tebu bisa menghasilkan hingga tiga kali
panen maka dalam model ini pembiayaan
diberikan sebanyak tiga kali. Pembiayaan
pertama juga dialokasikan untuk membeli bibit
tebu sedangkan pada pembiayaan kedua dan
ketiga tidak ada alokasi dana untuk membeli
bibit karena tebu yang tumbuh berasal dari
tunas tebu sebelumnya. Model pembiayaan ini
dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Tebang Angkut
Pupuk
Bibit tebu
Pengolahan lahan
Penanaman
Luas Lahan
Hasil tebu per
hektar
Biaya Pengolahan
lahan tebu
Hasil panen tebu
Harga jual tebu ke
pabrik gula
<Time>
Pembayaran margin
Pembiayaan Isthisna
Pembayaran pokok
Pembiayaan Isthisna
<Time>
<Time>
<Time>
Bagi hasil
Pendapatan
Angsuran pokok
Pembiayaan
<Angsuran pokok
Pembiayaan
Murabahah>
<Angsuran margin
per bulan>
Jumlah masa angsuran
Pembiayaan Isthisna
<Time>
Total pembayaran
P. Isthisna
Margin Pembiayaan
Isthisna
Pembiayaan
Isthisna
Hasil penjualan tebu
ke pabrik gula
Distribusi Hasil
penjualan tebu ke petani
tebu
Pengairan
<Time>
<Bonus
Wadiah>
<Pendapatan untuk
pemilik modal>
<Angsuran
pokok>
Pendapatan
Bank
<Total Bagi Hasil
DPK>
Pendapatan Bank
per bulan
<Angsuran margin
Pembiayaan
Murabahah>
Gambar 3.3. Diagram Simulasi Submodel
Skema Pembiayaan Isthisna
4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembiayaan Murabahah
Hasil penjualan susu, angsuran
pembiayaan ke bank, margin yang diterima,
dari pembiayaan untuk pembelian sapi perah
dapat dilihat pada Tabel 4.1. dan Gambar 4.1.
Tabel 4.1. Pembiayaan Murabahah
Pembayaran
Distribusi
"Angsuran per
Time
susu segar ke pendapatan ke
bulan P.
(Month)
koperasi
peternak sapi Murabahah"
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
…
56
57
58
59
60
0
0
0
0
0
0
3862500096
3862500096
3862500096
3862500096
…
3862500096
3862500096
3862500096
3862500096
3862500096
-518218752
-518218752
-518218752
-518218752
-518218752
-518218752
2737613824
2737614080
2737613824
2737613824
…
2737613312
2737615360
2737614336
2737611776
2737613824
518218752
518218752
518218752
518218752
518218752
518218752
1124886144
1124886016
1124886144
1124886144
…
1124886656
1124884864
1124885760
1124888320
1124886144
Angsuran
pokok
Pembiayaan
Murabahah
Angsuran
"Sisa pokok P.
margin
Murabahah yang
Pembiayaan
belum dibayar"
Murabahah
0
0
0
0
0
0
606667392
613643904
620701056
627839104
…
1062378688
1074594176
1086952960
1099455488
1112097024
518218752
518218752
518218752
518218752
518218752
518218752
518218752
511242080
504185120
497047072
…
62507988
50290644
37932792
25432830
12789116
45062500352
45062500352
45062500352
45062500352
45062500352
45062500352
45062500352
44455833600
43842187264
43221487616
…
5435477504
4373099520
3298503680
2211550464
1112097024
Pembiayaan Murabahah
4B
3.08 B
2.16 B
1.24 B
320 M
-600 M
1
16
31
Time (Month)
45
"Angsuran per bulan P. Murabahah" : MODEL AWAL
Pembayaran susu segar ke koperasi : MODEL AWAL
Pembayaran hasil penjualan susu ke peternak sapi : MODEL AWAL
60
Rupiah
Rupiah
Rupiah
Gambar 4.1. Pembiayaan Murabahah
Dari Tabel 4.1. dapat dilihat pada
periode 1 sampai 6, angsuran pokok dan
pembayaran susu segar ke koperasi bernilai 0.
Periode 1 sampai 6 ini adalah waktu
penangguhan pembayaran cicilan (grace
period). Adanya grace period ini karena
diasumsikan sapi perah yang dibeli belum bisa
langsung menghasilkan susu. Pada masa ini
koperasi belum menerima pembayaran hasil
penjualan susu ke pabrik, sehingga dibutuhkan
7
waktu penangguhan pembayaran karena para
peternak sapi belum memperoleh penghasilan.
Meskipun
demikian,
margin
pembiayaan tetap dihitung pada masa ini.
Margin dihitung dari sisa pokok pembiayaan
yang belum dibayar. Karena pada periode 1
sampai 6 belum ada cicilan pokok pembiayaan,
maka pada masa ini margin pembiayaannya
sama yaitu Rp. 518.218.752,-. Angsuran per
bulan yang merupakan penjumlahan dari
pembayaran pokok dan margin pembiayaan
pada masa ini nilainya sama dengan margin
pembiayaan.
Karena angsuran pembiayaan per
bulan berasal dari pemotongan kewajiban
peternak sapi ke koperasi, sementara pada
masa
ini
koperasi
belum
menerima
pembayaran dari pabrik susu sehingga pada
Tabel 4.1 distribusi pendapatan ke peternak
sapi bernilai negatif. Pada masa grace periode
ini peternak sapi tidak dibebankan untuk
membayar cicilan pokok pembiayaan tetapi
tetap membayar marginnya. Karena pada masa
ini peternak sapi belum memiliki penghasilan
untuk membayar angsuran tersebut, bank
memberikan
kebijakan
penangguhan
pembayaran
margin.
Artinya
margin
pembiayaan selama masa grace periode dapat
dibayar ketika peternak telah memperoleh
pendapatan (hasil penjualan susu ke pabrik).
Besarnya angsuran pembiayaan dan
margin per bulan dipengaruhi oleh sisa pokok
pembiayaan yang belum dibayar. Karena setiap
bulan dilakukan pembayaran angsuran pokok
(setelah grace periode) maka sisa pokok
pembiayaan semakin berkurang. Angsuran
margin dihitung berdasarkan nilai sisa pokok
pembiayaan yang belum dibayar, sehingga
nilai angsuran margin terus mengecil sampai
akhir periode pelunasan. Angsuran pokok
pembiayaan dipengaruhi oleh angsuran
pembiayaan dan angsuran margin per bulan.
Karena nilai angsuran per bulan (pokok +
margin) tetap dan angsuran margin semakin
mengecil, maka angsuran pokok pembiayaan
semakin besar sampai seluruh pokok
pembiayaan dilunasi.
4.2 Pembiayaan Isthisna
Pembiayaan isthisna diberikan pada
periode 1, 13, dan 25 dari waktu simulasi
karena dalam satu kali penanaman bibit tebu
bisa untuk tiga kali panen. Oleh karena itu
dalam penelitian ini diasumsikan pembiayaan
diberikan selama masa itu. Masa pertumbuhan
tebu sampai panen adalah 12 bulan. Besarnya
pembiayaan yang diberikan sesuai dengan
dana yang dibutuhkan untuk membiayai
perkebunan tebu, mulai dari pembelian bibit,
penanaman, pengolahan lahan, sampai tebang
angkut pada masa panen.
Besarnya pembiayaan yang diberikan
pada periode 1 yaitu Rp. 39.547.518.976,-.
Karena dalam sekali tanam bibit tebu bisa
menghasilkan 3 kali panen maka pada musim
kedua dan ketiga (periode 13 dan 25) tidak ada
biaya pembelian bibit tebu sehingga dana
pembiayaan yang diberikan oleh bank lebih
kecil
yaitu
Rp.
32.129.924.024,-.
Pengembalian pembiayaan dilakukan setelah
masa panen yaitu pada periode 12, 24, dan 36.
Hasil penjualan tebu ke pabrik gula dan
distribusi pendapatan antara petani tebu dan
bank dapat dilihat pada Tabel 4.2. dan Gambar
4.2.
Tabel 4.2. Pembiayaan Isthisna
Time Hasil penjualan tebu "Total pembayaran P. Pembayaran pokok Pembayaran margin
(Month)
ke pabrik gula
Isthisna"
Pembiayaan Isthisna Pembiayaan Isthisna
12
24
36
48,799,997,952.00
48,799,997,952.00
48,799,997,952.00
43,897,745,408.00
35,664,211,968.00
35,664,211,968.00
39,547,518,976.00
32,129,921,024.00
32,129,921,024.00
4,350,226,944.00
3,534,291,200.00
3,534,291,200.00
Distribusi Hasil
penjualan tebu ke
petani tebu
4,902,252,032.00
13,135,785,984.00
13,135,785,984.00
Pembiayaan Isthisna
60 B
48 B
36 B
24 B
12 B
0
1
16
31
Time (Month)
Hasil penjualan tebu ke pabrik gula : MODEL AWAL
"Total pembayaran P. Isthisna" : MODEL AWAL
45
60
Rupiah
Rupiah
Gambar 4.2. Pembiayaan Isthisna
Dari Tabel 4.2. dapat dilihat bahwa
hasil penjualan tebu yang diterima oleh petani
lebih besar dari margin yang diterima oleh
bank. Pada periode 12, setelah membayar
kewajiban pada bank (pokok + margin) sebesar
Rp. 43.897.745.408,-, petani tebu masih
menerima Rp. 4.902.252.032,- sedangkan
margin yang diterima bank sebesar Rp.
4.350.226.944,-. Total pembayaran (pokok +
margin), pendapatan yang diterima petani tebu,
dan margin untuk bank, pada periode 24
memiliki nilai yang sama dengan periode 36.
Total pembayaran angsuran (pokok + margin)
yaitu Rp. 35.664.211.968,-, pendapatan yang
diterima petani tebu Rp. 13.135.785.984,-, dan
margin untuk bank sebesar Rp. 3.534.291.200,. Nilai ini dibagikan kepada para petani tebu
sesuai dengan kontribusi tebu yang diberikan.
8
4.3 Analisis Perilaku Model
Salah satu karakteristik Bank Syari’ah
adalah adanya mekanisme bagi hasil. Pada
model awal simulasi pembiayaan yang
diberikan menggunakan prinsip jual beli
dengan skema murabahah dan isthisna dimana
pendapatan bank berasal dari nilai margin yang
dihitung dari sisa pokok pembiayaan. Dalam
skenario yang dibuat, pembiayaan yang
diberikan menggunakan prinsip bagi hasil
dengan skema musyarakah dan mudharabah.
Skema musyarakah diterapkan pada
pembiayaan untuk peternakan sapi karena dana
yang diberikan oleh bank digunakan untuk
membeli sapi perah sementara biaya pakan
ternak, tenaga kerja, dan sebagainya dibiayai
oleh peternak sapi sendiri. Karena biaya untuk
peternakan sapi ditanggung oleh kedua pihak
(bank syari’ah dan peternak sapi) maka skema
yang sesuai adalah musyarakah. Sedangkan
untuk
pembiayaan
perkebunan
tebu
menggunakan skema mudharabah karena
seluruh pembiayaan yang dibutuhkan berasal
dari bank. Tabel 4.3. dan Tabel 4.4.
memperlihatkan
perbandingan
antara
penerapan konsep margin (model awal) dan
konsep bagi hasil (skenario).
Tabel 4.3. Perbandingan Konsep Margin dan
Bagi Hasil (studi kasus pada pembiayaan untuk
peternakan sapi)
Dari Tabel 4.3. dapat dilihat bahwa
angsuran pokok dan margin pembiayaan pada
prinsip margin berubah-ubah dari satu periode
ke periode yang lain. Sedangkan pada prinsip
bagi hasil nilainya tetap. Dalam masa grace
periode, margin tetap dihitung sedangkan bagi
hasil pendapatan belum dihitung. Dalam
prinsip bagi hasil, nilai angsuran pokok
pembiayaan diperoleh dengan membagi nilai
pembiayaan dengan periode pelunasan.
Sehingga nilai per bulannya tetap. Setelah
pendapatan yang diterima oleh pengelola
usaha, dalam kasus ini peternak sapi, dikurangi
angsuran pokok per bulan, pendapatan dibagi
hasilkan antara peternak sapi (pengelola usaha)
dan bank sesuai dengan nisbah yang telah
disepakati di awal perjanjian (akad). Karena
pendapatan (hasil penjualan susu) tetap maka
bagi hasil yang diterima juga tetap. Namun bila
pendapatan yang diperoleh berubah-ubah
setiap periode maka bagi hasil yang diterima
juga akan berbeda antar periode. Data pada
Tabel 4.3. juga dapat dilihat dalam bentuk
grafik seperti pada Gambar 4.3. sebagai
berikut:
4.5
Pembayaran susu segar ke
koperasi
4
Miliar Rupiah
Pembiayaan yang diberikan pada
periode 24 dan 36 lebih kecil dari pembiayaan
yang diberikan pada periode 12 (tidak ada
biaya pembelian bibit tebu). Karena margin
pembiayaan dihitung dari pokok pembiayaan,
maka pada 24 dan 36 margin untuk bank juga
lebih kecil. Sehingga pada periode ini
kewajiban pelunasan pembiayaan ke bank
lebih kecil dari periode 12. Dengan jumlah
pendapatan yang sama maka pendapatan yang
diterima petani tebu pada periode 24 dan 36
lebih besar dari periode 12.
3.5
Distribusi pendapatan ke peternak
sapi (Model aw al)
3
Pembayaran hasil penjualan susu
ke peternak sapi (Skenario)
2.5
"Angsuran per bulan P.
Murabahah" (Model aw al)
2
"Angsuran per bulan P.
Musyarakah" (Skenario)
1.5
1
Angsuran pokok Pembiayaan
Murabahah (Model aw al)
0.5
Angsuran pokok Pembiayaan
Musyarakah (Skenario)
0
1
6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56
Angsuran margin Pembiayaan
Murabahah (Model aw al)
-0.5
Bagi hasil Pembiayaan
Musyarakah (Skenario)
-1
Waktu
Gambar 4.3. Grafik Perbandingan Konsep
Margin dan Bagi Hasil (studi kasus pada
pembiayaan untuk peternakan sapi)
Bila dijumlahkan, pada prinsip margin,
pendapatan yang diterima oleh peternak sapi
selama
60
bulan
yaitu
Rp.144.721.841.152,- sedangkan pendapatan
yang diterima bank dengan margin 13.8%
yaitu Rp. 18.790.665.394,-. Bila bank
menerapkan bagi hasil, pendapatan yang
diperoleh bank dengan nisbah bagi hasil 40 :
60 dimana bagian bank adalah 40% dari
pendapatan setelah dikurangi angsuran pokok
yaitu Rp. 65.405.007.360,- dan bagi hasil yang
diterima oleh peternak sapi yaitu Rp.
98.107.497.216,-.
9
Perbandingan prinsip margin dan bagi
hasil untuk studi kasus pada pembiayaan untuk
perkebunan tebu dapat dilihat pada Tabel 4.4.
dan Gambar 4.4.
Tabel 4.4. Perbandingan Konsep Margin dan
Bagi Hasil (studi kasus pada pembiayaan untuk
perkebunan tebu)
Pada prinsip margin, pendapatan yang
diterima bank dengan margin 11% setelah tiga
periode
pembiayaan
yaitu
Rp.
11.418.809.344,-. Sedangkan pendapatan yang
diterima oleh petani tebu yaitu Rp.
31.173.824.000,-. Bila bank menerapkan bagi
hasil, pendapatan yang diperoleh bank dengan
nisbah bagi hasil 40 : 60 dimana bagian bank
adalah 40% dari pendapatan setelah dikurangi
angsuran pokok yaitu Rp. 17.037.053.696,dan bagi hasil yang diterima oleh petani tebu
yaitu Rp. 25.555.582.976,-.
60
Hasil penjualan tebu ke
pabrik gula
Miliar Rupiah
50
Pembayaran pokok
Pembiayaan
Mudharabah
40
Distribusi Hasil
penjualan tebu ke
petani tebu (Model
Aw al)
Distribusi Hasil
penjualan tebu ke
petani tebu (Skenario)
30
20
Pembayaran margin
Pembiayaan Isthisna
(Model Aw al)
10
0
1
2
3
Bagi hasil Pembiayaan
Mudharabah (Skenario)
Periode
Ket : Periode 1 = Periode 12 dalam simulasi; periode 2 = periode
24; Periode 3 = periode 36
Gambar 4.4. Grafik Perbandingan Konsep
Margin dan Bagi Hasil (studi kasus pada
pembiayaan untuk perkebunan tebu)
4.4 Perbandingan dengan Penggunaan Suku
Bunga Bank Konvensional
Sebagai imbalan kepada para nasabah
yang menyimpan uangnya di bank maka bank
konvensional memberikan bunga simpanan
yang dihitung berdasarkan jumlah saldo
rekening nasabah. Sehingga semakin besar
nilai saldo rekening, bunga simpanan yang
diterima juga akan semakin besar. Selain itu,
suku bunga simpanan biasanya juga digunakan
untuk menarik nasabah baru dan lama untuk
meningkatkan
jumlah
saldonya.
Pada
umumnya bank yang memberikan bunga
simpanan yang tinggi yang akan diminati oleh
calon nasabah.
Agar dapat bersaing dengan bank
konvensional dalam mendapatkan nasabah,
bank syariah juga berupaya memberikan
imbalan berupa bagi hasil yang setara dengan
bunga simpanan pada bank konvensional.
Tabel 4.5. memperlihatkan perbandingan
antara bunga deposito pada bank konvensional
dengan suku bunga 8.95% dan bagi hasil
deposito pada bank syariah dengan nisbah
antara nasabah dan bank syariah 56 : 44.
Tabel 4.5. Perbandingan antara Bunga
Deposito pada Bank Konvensional dan Bagi
Hasil Deposito pada Bank Syariah
Tabel di atas memperlihatkan bagi
hasil deposito lebih besar pada saat pendapatan
Bank Syari’ah Rp. 441.50 miliar. Meskipun
pada periode awal simulasi bunga deposito
lebih besar dari bagi hasil pada bank syariah
namun pada periode tiga dan seterusnya bagi
hasil deposito pada bank syariah lebih besar
dari bunga deposito pada bank konvensional.
Hal ini disebabkan karena pada bank syariah
bagi hasil yang diberikan pada pemilik dana
pihak ketiga tergantung pada pendapatan bank.
Sehingga bila pendapatan bank tinggi maka
bagi hasil yang diterima nasabah juga akan
besar, demikian pula sebaliknya. Hal ini
berbeda dengan suku bunga simpanan pada
bank konvensional dimana bunga dihitung
berdasarkan saldo simpanan dan bank tetap
membayar bunga simpanan pada nasabah
meskipun bank mengalami kerugian.
Pada bulan Oktober dan Nopember BI
rate berada pada posisi 9.50% dan berada pada
posisi 9.25% pada bulan Desember 2008.
Berdasarkan survei yang dilakukan Bank
Indonesia diperkirakan rata-rata suku bunga
simpanan deposito akan naik menjadi 9.41%.
Tabel 4.5. juga memperlihatkan nilai bunga
deposito dengan suku bunga 9.41%
dibandingkan dengan bagi hasil deposito pada
bank syariah.
Berdasarkan Tabel 4.5., meskipun
bunga deposito naik menjadi 9.41%, pada
periode ketiga nilai bagi hasil deposito pada
bank syariah lebih besar dari bunga deposito
10
Pendapatan Bank, Bagi Hasil
dan Bunga Deposito
pada bank konvensional. Data Tabel 4.5. juga
dapat dilihat dalam bentuk grafik seperti
Gambar 4.5.
Pendapatan
Bank per bulan
(Miliar Rupiah)
1,000.00
800.00
Bagi hasil
deposito
(Miliar Rupiah)
600.00
400.00
Bunga
Deposito 8.95%
(Miliar Rupiah)
200.00
0.00
1
2
3
4
5
Waktu
Gambar 4.5. Grafik Perbandingan antara
Bunga Deposito pada Bank Konvensional dan
Bagi Hasil Deposito pada Bank Syariah
Tabel
4.6.
memperlihatkan
perbandingan antara nilai bunga deposito
dengan beberapa perubahan suku bunga dan
bagi hasil deposito dengan nisbah yang sama
yaitu 56 : 44.
Catatan : warna menunjukkan periode bagi hasil deposito
Bank Syari’ah lebih
besar dari bank konvensional
Dari Tabel 4.6. dapat dilihat bahwa
pada awal simulasi bunga deposito lebih besar
dari bagi hasil yang diberikan bank syari’ah.
Pada kondisi bagi hasil deposito yang
diberikan bank syari’ah lebih kecil dari bunga
deposito, biasanya bank syari’ah akan
menaikkan besaran nisbah bagi hasilnya untuk
nasabah. Meskipun demikian, setelah beberapa
periode dari simulasi bagi hasil yang diberikan
bank syariah semakin besar karena selain nilai
saldo deposito semakin besar, dalam simulasi
pendapatan yang diperoleh bank syariah dari
pembiayaan juga semakin besar, sehingga bagi
hasil yang diterima oleh pemilik dana pihak
ketiga juga akan semakin besar. Gambar 4.6.
merupakan grafik dari data Tabel 4.6.
Perbandingan Bagi Hasil dan Bunga Deposito
Catatan : warna menunjukkan periode bagi hasil deposito
Bank Syari’ah lebih
besar dari bank konvensional
Tabel 4.6. Perbandingan Antara Nilai Bunga
Deposito Dengan Beberapa Perubahan Suku
Bunga Dan Bagi Hasil Deposito (lanjutan)
3,000.00
Pendapatan Bank syari'ah, Bagi Hasil dan
Bunga Deposito
Tabel 4.6. Perbandingan Antara Nilai Bunga
Deposito Dengan Beberapa Perubahan Suku
Bunga Dan Bagi Hasil Deposito
2,500.00
P endapatan B ank Syari'ah per
bulan (M iliar Rupiah)
B agi hasil deposito (M iliar
Rupiah)
2,000.00
B unga Depo sito 15% (M iliar
Rupiah)
B unga Depo sito 30% (M iliar
Rupiah)
1,500.00
B unga Depo sito 45% (M iliar
Rupiah)
B unga Depo sito 60% (M iliar
Rupiah)
1,000.00
B unga Depo sito 80% (M iliar
Rupiah)
500.00
B unga Depo sito 100% (M iliar
Rupiah)
0.00
1
4
7 10 13 16 19 22 25 28
Waktu
Gambar 4.6. Grafik Perbandingan Antara Nilai
Bunga Deposito Dengan Beberapa Perubahan
Suku Bunga Dan Bagi Hasil Deposito
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dari penelitian ini sebagai
berikut:
1. Beberapa faktor yang sangat menentukan
bagi Bank Syari’ah dalam memberikan
persetujuan pembiayaan antara lain:
- ketersediaan dana pembiayaan dari
pihak bank dan prioritas pembiayaan;
- kelayakan dan kehalalan usaha yang
diberikan pembiayaan;
- kredibilitas nasabah.
2. Pada
simulasi
pembiayaan
untuk
peternakan sapi, pendapatan Bank Syari’ah
dengan bagi hasil lebih besar yaitu sekitar
348.07% dari pendapatan dengan margin.
Sedangkan pendapatan nasabah lebih besar
11
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
dengan penerapan margin yaitu sekitar
147.5% dari pendapatan dengan bagi hasil.
Dengan menurunnya hasil penjualan susu,
pendapatan Bank Syari’ah dengan bagi
hasil tetap lebih besar yaitu sekitar
298.74% dari pendapatan dengan margin.
Sedangkan pendapatan nasabah lebih besar
dengan penerapan margin yaitu sekitar
144.35% dari pendapatan dengan bagi
hasil.
Pelunasan pembiayaan dapat lebih cepat
dilakukan dengan penerapan konsep bagi
hasil.
Percepatan
pelunasan
dapat
mengurangi pendapatan bank, sebaliknya
dapat menambah pendapatan nasabah.
Pada
simulasi
pembiayaan
untuk
perkebunan tebu, pendapatan Bank
Syari’ah dengan bagi hasil lebih besar
yaitu sekitar 149.2% dari pendapatan
dengan margin. Sedangkan pendapatan
nasabah lebih besar dengan penerapan
margin yaitu sekitar 121.98% dari
pendapatan dengan bagi hasil.
Dengan menurunnya hasil penjualan tebu,
pendapatan Bank Syari’ah lebih besar
dengan penerapan margin yaitu sekitar
102.13% dari pendapatan dengan bagi
hasil. Sedangkan pendapatan nasabah lebih
besar dengan bagi hasil yaitu sekitar
101.44% dari pendapatan dengan margin.
Peningkatan nilai CAR menjadi 10%
menambah jumlah modal disetor sekitar
80.83% dari modal disetor yang
dibutuhkan
sebelumnya.
Sedangkan
dengan peningkatan nilai GWM menjadi
8% mengurangi jumlah DPK untuk
pembiayaan sekitar 3.36%.
Pengembalian pokok pembiayaan dapat
lebih cepat dengan penerapan konsep bagi
hasil.
Penerapan konsep bagi hasil lebih adil bagi
pihak Bank Syari’ah dan nasabah karena
pendapatan
yang
dibagi
hasilkan
tergantung dari pendapatan usaha nasabah.
Sedangkan penerapan konsep margin lebih
memberikan jaminan bagi pihak Bank
Syari’ah dalam hal pendapatan karena
dihitung dari pokok pembiayaan yang
diberikan.
Dari perbandingan yang dilakukan,
menabung di Bank Syari’ah lebih
menguntungkan karena tidak dipengaruhi
oleh naik turunnya suku bunga.
Saran yang diberikan untuk penelitian
selanjutnya, antara lain:
1. Diperlukan penelitian untuk mengkaji
alternatif solusi yang dapat mengurangi
risiko bagi pendapatan Bank Syari’ah pada
penerapan konsep bagi hasil. Dengan
demikian diharapkan Bank Syari’ah dapat
menerapkan konsep bagi hasil pada
pembiayaan dengan skala yang lebih besar.
2. Perlu adanya penelitian yang mengkaji
pengaruh kebijakan Bank Indonesia
sebagai bank sentral yang memegang
kebijakan moneter di Indonesia terhadap
kinerja dari Bank Syari’ah. Dengan adanya
penelitian ini diharapkan dapat diketahui
apakah Bank Indonesia dapat menjadi
lembaga yang menaungi Bank Syari’ah
yang memiliki karakteristik yang berbeda
dengan bank konvensional.
6. DAFTAR PUSTAKA
Antonio, M. Syafi’i (2001), Bank Syari’ah
Dari Teori Ke Praktek, Jakarta : Gema
Insani
Bank Indonesia dan Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Balitbang Pertanian (2007), Potensi
Pembiayaan Syari’ah Untuk Sektor
Pertanian, Padi, dan Palawija di Jawa
Barat, < URL : http://www.bapedajabar.go.id >
Borschev, A., dan Filipov, A. (2006), From
System Dynamic and Descrete Event
to Practical Agent Based Modelling :
Reasons, Technique, Tolls, Paper of St
Peters, Sburg Technical University dan
XJ Technologies, Rusia.
Cahyadin, Malik., dan Sasmitasiswa, Banoon
(2007), PREDIKSI PERTUMBUHAN
PERBANKAN
SYARIAH
DI
INDONESIA TAHUN 2008, <URL
:http://www. lebi.fe.ugm.ac.id.>
Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia
(2007), Statistik Perbankan Syariah,
<URL :http://www.bi.go.id.>
Eriyatno (1999), Ilmu Sistem, Meningkatkan
Mutu dan Efektifitas Manajemen,
Bogor : IPB Press.
Forrester, J.W (1968), Principle of System,
Massachusetts : Wright-Allen Press,
Inc.
Giyanti, Ida (2004), Kajian Kebijakan
Makroekonomi untuk Mendorong
Pertumbuhan
Industri
dengan
12
Pendekatan Model Sistem Dinamis,
Laporan Penelitian Tugas Akhir
Jurusan Teknik Industri, Institut
Teknologi Bandung, Bandung.
Harimurti, Tisna (2005), Rekaan Kebijakan
Pengentasan Masyarakat Miskin Di
Kota Surabaya dengan Pendekatan
Sistem Dinamik, Laporan Penelitian
Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri,
Fakultas Teknologi Industri, Institut
Teknologi
Sepuluh
Nopember,
Surabaya.
Muchtasib, Ach. Bakhrul (2007), Penguatan
Sistem Bagi Hasil Bank Syariah,
<URL :http://www.pkes.org>
Muhamad (2002), Manajemen Bank Syari’ah.
Yogyakarta: UPP AMPYKPN.
Nasution,
Chaeruddin
Syah
(2003),
Manajemen Kredit Syariah Bank
Muamalat, Jurnal Kajian Ekonomi
Dan Keuangan, Vol. 7 No. 3.
Rahardja, Prathama (1997), Uang dan
Perbankan, Cetakan Ketiga, Jakarta :
PT. Rineka Cipta.
Richardson, George P dan Alexander L. P. III
(1983), Introduction to System
Dynamics Modelling with Dynamo.
Cambridge : The MIT Press.
Sadelie, Agus (2003), Pemodelan Sistem
Dinamik Pengembangan Pariwisata
Dalam Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir
Berkelanjutan,
Makalah
Falsafah Sains, Program Pascasarjana
IPB, Bogor.
Setiawan, Aziz Budi (2006), Perbankan
Syariah: Challenges dan Opportunity
Untuk Pengembangan di Indonesia,
Jurnal Koordinat, Vol. VIII No.1.
Shomad, Abdul., Purwoleksono, Didik Endro.,
dan P.U, Trisadini (2000), Modifikasi
dan Aplikasi Kontrak Muamalah
Menurut Hukum Islam Dalam
Perbankan Syariah, Jurnal Penelitian
Dinamika Sosial, Vol. 1 No. 3, pp. 4149.
13
Download