BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia memiliki posisi yang sangat strategis dalam organisasi, artinya unsur manusia memegang peranan penting dalam melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan. Eksistensi sumber daya manusia itulah yang terdapat dalam organisasi yang kuat. Mencapai kondisi yang diharapkan diperlukan adanya manajemen terhadap sumber daya manusia secara memadai sehingga terciptalah sumber daya manusia yang berkualitas, loyal dan berprestasi. Menurut Sulistiyani dan Rosidah (2003), manajemen sumber daya manusia bergerak dalam usaha menggerakan dan mengelola sumber daya manusia di dalam suatu organisasi agar mampu berpikir dan bertindak seperti apa yang diharapkan oleh organisasi. Manajemen sumber daya manusia adalah pendekatan terhadap manajemen manusia. Pendekatan manajemen manusia didasarkan pada nilai manusia dalam hubungannya dengan organisasi. Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu proses yang terdiri dari : 9 10 a. Rekruitmen atau penarikan sumber daya manusia. Menurut Sedarmayanti (2009:6), Rekruitmen merupakan suatu proses mencari, mengadakan, menemukan, dan menarik para pelamar untuk dipekerjakan dalam suatu organisasi. Sementara menurut Sutrisno, Edy (2009), proses rekruitmen sumber daya manusia tidak boleh diabaikan, disebabkan untuk menjaga supaya tidak terjadi ketidaksesuaian antara apa yang dibutuhkan dan apa yang didapat. b. Seleksi sumber daya manusia. Menurut Sedarmayanti (2009), seleksi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menentukan dan memilih pelamar yang memenuhi kriteria. Seleksi menurut Ambar T. Sulistiyani dan Rosidah (2003) adalah serangkaian langkah kegiatan yang dilaksanakan untuk memutuskan apakah seorang pelamar diterima atau ditolak, dalam suatu instansi tertentu setelah menjalani serangkaian tes yang dilaksanakan. c. Pengembangan sumber daya manusia. Menurut Sedarmayanti (2009), Pengembangan di dasarkan pada kenyataan bahwa seorang pegawai akan membutuhkan serangkaian pengetahuan, keahlian dan kemampuan yang berkembang agar bekerja dengan baik, seperti yang diungkapkan oleh Edy Sutrisno (2009) bahwa proses pengembangan sumber daya manusia merupakan starting point di mana organisasi ingin meningkatkan dan mengembangkan skill, knowledge dan ability (SKA) individu sesuai dengan kebutuhan masa kini maupun masa mendatang. 11 d. Pemeliharaan sumber daya manusia. Menurut Sedarmayanti (2009), pemeliharaan karyawan/pegawai dari manajer/pemimpin dalam memberikan semangat bekerja, berdisiplin tinggi, dan bersikap loyal sangat membantu dalam menunjang tercapainya tujuan organisasi. Pendapat Malayu S.P. Hasibuan (2007), menyebutkan pemeliharaan (maintenance) adalah usaha mempertahankan dan atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan sikap karyawan, agar meraka tetap loyal dan bekerja produktif untuk menunjang tercapainya tujuan perusahaan. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program-program kesejahteraan dengan berdasarkan kebutuhan sebagian besar dari aparatur. e. Penggunaan sumber daya manusia. Menurut Sedarmayanti (2009), penggunaan sumber daya manusia menekankan pada pelaksanaan tugas dan pekerjaan oleh aparatur agar lebih efektif dan efisien serta jenjang peningkatan posisi aparatur. Manusia merupakan sumber daya yang penting dalam organisasi, efektifitas organisasi sangat ditentukan oleh manajemen manusia. Amstrong dalam Sulistiyani dan Rosidah (2003) mengatakan bahwa pendekatan manajemen manusia didasarkan pada empat prinsip dasar, yaitu : 12 a. Sumber daya manusia adalah harta yang paling penting yang dimiliki organisasi, sedangkan manajemen yang efektif adalah kuncikeberhasilan organisasi. b. Keberhasilan ini sangat mungkin dicapai jika peraturan atau kebijaksanaan dan prosedur yang bertalian dengan manusia dari perusahaan tersebut saling berhubungan, memberikan sumbangan terhadap pencapaian tujuan serta perencanaan strategis. c. Kultur dan nilai organisasi, suasana organisasi dan perilaku manajerial berasal dari kultur tersebut, sehingga memberikan pengaruh yang besar terhadap hasil pencapaian yang terbaik. d. Manajemen manusia, berhubungan dengan intergrasi yaitu menjadikan semua anggota organisasi tersebut terlibat dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Pendapat di atas, menyebutkan bahwa manajemen memiliki pendekatan dengan faktor manusia karena manajemen dikelola oleh manusia. Sumber daya manusia merupakan asset yang penting yang dimilki oleh organisasi manajemen. Keberhasilan manajemen sumber daya manusia bertalian dengan kebijaksanaan dan peraturan yang ditetapkan dalam organisasi dan kultur dan nilai-nilai yang terdapat dalam lingkungan organisasi serta manajemen manusia yang seluruh anggota organisasi terlibat dalam pencapaian tujuan organisasi. 13 Menurut Simamora (2009), manajemen sumber daya manusia (human resources management) adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok pekerja. Manajemen sumber daya manusia itu merupakan aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh sumber daya manusia di dalam suatu organisasi yang dapat digunakan secara efektif dalam mencapai berbagai tujuan. Bambang Wahyudi (2006)mengungkapkan bahwa : “Manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai ilmu dan seni atau proses memperoleh, memajukan atau mengembangkan dan memelihara tenaga kerja yang kompeten, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai dengan efisien dan ada kepuasan pada diri pribadi yang bersangkutan”. Pengertian tersebut menyebutkan bahwa pengelolaan sumber daya manusia dalam organisasi tidak hanya menyangkut hal mengenai ketenagakerjaan tetapi menjangkau lingkungan organisasi yang mempengaruhi sumber daya manusia sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Tujuan pokok dari manajemen sumber daya manusia yaitu mewujudkan pendayagunaan secara optimal sumber daya manusia di dalam suatu organisasi. Menurut Mangkunegara (2000), manajemen sumber daya manusia dapat didefinisikan sebagai suatu pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya yang ada pada individu (pegawai). Pengelolaan dan pendayagunaan tersebut dikembangkan secara maksimal di dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan serta pengembangan individu pegawai. 14 Sejalan dengan pendapat tersebut, Buchari Zainun (2001), mendefinisikan manajemen sebagai berikut: Manajemen merupakan suatu kegiatan, kemampuan dalam mencapai tujuan dengan memanfaatkan bantuan manusia dan menggunakan sarana yang tersedia. Jadi manajemen sumber daya manusia merupakan bagianyang penting, dapat dikatakan bahwa manajemen itu pada hakikatnya adalah manajemen sumber daya manusia atau manajemen sumber daya manusia adalah identik dengan manajemen itu sendiri. Kegiatan manajemen dilakukan dengan menggunakan bantuan manusia dengan didukung sarana dan prasarana yang tersedia. Manajemen tidak terlepas dari manajemen sumber daya manusia yaitu aktivitas manusia dan manajemen sumber daya manusia itu sendiri adalah manajemen yang mengaturnya. Menurut Handoko (2004), manajemen sumber daya manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai baik tujuan individu maupun organisasi. Definisi tersebut menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan pokok utama dalam mengelola manusia. Keberhasilan pengelolaan organisasi sangat ditentukankegiatan pendayagunaan sumber daya manusia. Menurut Yuniarsih dan Suwatno (2008), manajemen sumber daya manusia adalah serangkaian kegiatan pengelolaan sumber daya manusia yang memusatkan pada praktek dan kebijakan, serta fungsi-fungsi manajemen untuk mencapai tujuan organisasi. Pentingnya peran sumber 15 daya manusia dalam pelaksanaan tujuan organisasi maka pengelolaan sumber daya manusia dalam suatu organisasi. Pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa sumber daya manusia harus diartikan sebagai sumber dari kekuatan yang berasal dari manusiamanusia yang dapat didayagunakan oleh organisasi. 2. Kinerja Karyawan Secara umum, pengertian kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam kemampuan melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan oleh atasan kepadanya. Selain itu, kinerja juga dapat diartikan sebagai suatu hasil dan usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu. Pengertian kinerja karyawan menunjuk pada kemampuan karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Tugas-tugas tersebut biasanya berdasarkan indikator-indikator keberhasilan yang sudah ditetapkan. Sebagai hasilnya akan diketahui bahwa seseorang karyawan masuk dalam tingkatan kinerja tertentu. Menurut Mathis dan Jackson (2002), mendefinisikan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan dan tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak karyawan memberikan kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk: 16 kuantitas keluaran, kualitas keluaran, jangka waktu keluaran, kehadiran di tempat kerja dan sikap kooperatif. Menurut Wibowo (2007) menjelaskan bahwa kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasaan konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi. Sedangkan menurut Mangkunegara (2000), kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Sementara menurut Gomes (2003), menyatakan bahwa kinerja atau prestasi kerja seorang pegawai pada dasarnya adalah hasil kerja seseorang pegawai selama periode tertentu dibandingkankan dengan kemungkinan, misalnya standar, target/sasaran atau kinerja yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah di sepakati. Dengan demikian kinerja adalah tentang melakukan pekerjaaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja merupakan hasil kerja baik itu secara kualitas maupun kuantitas yang telah dicapai pegawai, dalam menjalankan tugas-tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan organisasi, dan hasil kerjanya tersebut disesuaikan dengan hasil kerja yang diharapkan organisasi, melalui kriteria-kriteria atau standar kinerja pegawai yang berlaku dalam organisasi. Kinerja karyawan dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain: menurut Sutermeister (1999) terdiri dari motivasi, kemampuan, pengetahuan, keahlian, pendidikan, pengalaman, pelatihan, minat, sikap 17 kepribadian kondisi-kondisi fisik dan kebutuhan fisiologis, kebutuhan sosial dan kebutuhan egoistik. Sedangkan menurut Mahsun (2006) ada beberapa elemen pokok yaitu : a. Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi. b. Merumuskan indikator dan ukuran kinerja. c. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi. d. Evaluasi kinerja/feed back, penilaian kemajuan organisasi, meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Menurut Robbins (2002), hampir semua cara pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran kuantitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang dihasilkan. b. Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran ”tingkat kepuasan”, yaitu seberapa baik penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran. c. Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan. Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu kegiatan. 18 Penilaian kinerja yang baik adalah yang mampu untuk menciptakan gambaran yang tepat mengenai kinerja pegawai yang dinilai. Penilaian tidak hanya ditujukan untuk menilai dan memperbaiki kinerja yang buruk, namun juga untuk mendorong para pegawai untuk bekerja lebih baik lagi. Siagian (2004) menyatakan bahwa penilaian prestasi kerja adalah: Suatu pendekatan dalam melakukan penilaian prestasi kerja para pegawai yang didalamnya terdapat berbagai faktor seperti: a. Penilaian dilakukan pada manusia sehingga disamping memiliki kemampuan tertentu juga tidak luput dari berbagai kelemahan dan kekurangan; b. Penilaian yang dilakukan pada serangkaian tolak ukur tertentu yang realistik, berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta kriteria yang ditetapkan dan diterapkan secara obyektif; c. Hasil penilaian harus disampaikan kepada pegawai yang dinilai dengan lima maksud: 1) Apabila penilaian tersebut positif maka penilaian tersebut menjadi dorongan kuat bagi pegawai yang bersangkutan untuk lebih berprestasi lagi pada masa yang akan datang sehingga kesempatan meniti karir lebih terbuka baginya. 2) Apabila penilaian tersebut bersifat negatif maka pegawai yang bersangkutan mengetahui kelemahannya dan dengan sedemikian rupa mengambil berbagai langkah yang diperlukan untuk mengatasi kelemahan tersebut. 19 3) Jika seseorang merasa mendapat penilaian yang telah obyektif, kepadanya diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan sehingga pada akhirnya ia dapat memahami dan menerima hasil penilaian yang diperolehnya. 4) Hasil penilaian yang dilakukan secara berkala itu terdokumentaskan secara rapi dalam arsip kepegawaian setiap pegawai sehingga tidak ada informasi yang hilang, baik yang sifatnya menguntungkan maupun merugikan pegawai bersangkutan. 5) Hasil penilaian prestasi kerja setiap orang menjadi bahan yang selalu turut dipertimbangkan dalam setiap keputusan yang diambil mengenai mutasi pegawai, baik dalam arti promosi, alih tugas, alih wilayah, demosi maupun dalam pemberhentian tidak atas permintaan sendiri. Wirawan (2009:105) menjelaskan bahwa secara umum aspek-aspek kinerja dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yang dalamnya terkandung indikator-indikator dari kinerja. a. Hasil kerja Hasil kerja adalah hal yang dihasilkan dari apa yang telah dikerjakan (keluaran hasil atau keluaran jasa), dapat berupa barang dan jasa yang dihitung dan diukur kuantitas dan kualitasnya. Kualitas kerja yang merupakan kemapuan karyawan menunjukkan kualitas hasil kerja yang ditinjau dari segi ketelitian dan kerapian. Kuantitas kerja yang 20 merupakan kemampuan karyawan dalam menyelesaikan sejumlah hasil tugas pada setiap harinya. b. Perilaku kerja Dalam kesehariannya di tempat kerja, seorang karyawan akan menghasilkan dua bentuk perilaku kerja, yaitu: 1) Perilaku pribadi adalah perilaku yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan, contohnya cara berjalan, cara makan siang, dll. 2) Perilaku kerja adalah perilaku karyawan yang berhubungan dengan pekerjaannya, contohnya disiplin kerja, perilaku yang disyaratkan dalam prosedur kerja dan kerja sama, komitmen terhadap tugas, ramah pada pelanggan, dll. Perilaku kerja juga bisa meliputi inisiatif yang dihasilkan untuk memecahkan permasalahan kerja, seperti ide atau tindakan yang dihasilkan, serta mampu untuk membuat alternatif solusi demi memperlancar pekerjaan, agar dapat menghasilkan kinerja tinggi. Disiplin kerja merupakan suatu sikap dan peril aku yang berniat untuk menaati segala peraturan organisasi yang didasari atas kesadaran diri untuk menyesuaikan diri dengan peraturan organisasi atau perusahann. Kerja sama (team work) adalah keinginan untuk bekerja sama dengan orang lain secara kooperatif dan menjadi bagian dari kelompok. c. Sifat pribadi Sifat pribadi adalah sifat yang dimiliki oleh setiap karyawan. Sifat pribadi karyawan yang diperlukan dalam melaksanakan 21 pekerjaannya. Sebagai seorang manusia biasa, seorang karyawan memiliki banyak sekali sifat bawaan, artinya sifat yang memang sudah dibawa sejak lahir atau watak. Sifat bawaan yang diperoleh sejak lahir ini akan diperkuat oleh pengalaman-pengalaman yang diperoleh pada saat manusia beranjak dewasa. Untuk dapat menunjang pekerjaan agar dapat terlaksana dengan baik maka seorang karyawan memerlukan sifat pribadi tertentu seperti kemampuan beradaptasi yang merupakan kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan kerjanya, kesabarn yang merupakan menunggu, bertahan, atau menghindari respon buruk dalam bekerja untuk beberapa saat sampai dapat merasa tenang dan pikiran dapat berfungsi kembali dengan baik, dan kejujuran dalam bekerja merupakan menceritakan informasi, fenomena yang ada dan sesuai dengan realitas tanpa ada perubahan dalam menyelesaikan pekerjaan. 3. Disiplin Secara etimologi, disiplin berasal dari bahasa latin “disipel” yang berarti pengikut. Seiring dengan perkembangan zaman, kata tersebut mengalami perubahan menjadi “disipline” yang artinya kepatuhan atau yang menyangkut tata tertib. Menurut Siagian (2004:305): “Disiplin adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku pegawai sehingga para pegawai tersebut secara sukarela 22 berusaha bekerja kooperatif dengan para pegawai yang lain serta meningkatkan prestasi kerja (kinerja).” Menurut Moenir (2004) disiplin kerja pada dasarnya selalu diharapkan menjadi ciri setiap SDM dalam organisasi, karena dengan kedisiplinan organisasi akan berjalan dengan baik dan bisa mencapai tujuannya dengan baik pula. Setiap karyawan harus memiliki disiplin kerja didalam organisasi atau perusahaannya, seperti mematuhi peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang telah di tetapkan oleh perusahaan karena hal tersebut dapat menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan harmonis sehingga akan memberikan dampak yang positif terhadap kinerja karyawannya. Menurut Susiarto dan Ahmadi (2006), disiplin kerja karyawan bagian dari faktor kinerja. Prasetyo (2008) menyatakan bahwa salah satu faktor penentu dari efektifitas kinerja adalah disiplin kerja. Disiplin kerja harus dimiliki setiap karyawan dan harus dibudayakan di kalangan karyawan agar bisa mendukung tercapainya tujuan organisasi karena merupakan wujud dari kepatuhan terhadap aturan kerja dan juga sebagai tanggung jawab diri terhadap perusahaan. Oleh sebab itu, menumbuhkan disiplin membutuhkan kebiasaankebiasaan positif dilingkungan dalam suatu organisasi atau perusahaan, sehingga dengan kebiasaan positif itu para pegawai akan terbiasa dengan berdisiplin tanpa merasa terpaksa atau tekanan dari luar. 23 Menurut Handoko (2004), disiplin kerja adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasional. Sedangkan menurut Hasibuan (2007), kedisiplinan adalah kesadaran dan ketaatan seseorang terhadap peraturan perusahaan/lembaga dan norma sosial yang berlaku. Dari beberapa pendapat itu dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja adalah sikap ketaatan dan kesetiaan seseorang/sekelompok orang terhadap peraturan tertulis/tidak tertulis yang tercermin dalam bentuk tingkah laku dan perbuatan pada suatu organisasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Menurut Sastrohadiwiryo (2003) secara khusus tujuan disiplin kerja para pegawai, antara lain : a. Agar para pegawai menepati segala peraturan dan kebijakan ketenagakerjaan maupun peraturan dan kebijakan organisasi yang berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis, serta melaksanakan perintah manajemen dengan baik. b. Pegawai dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta mampu memberikan pelayanan yang maksimum kepada pihak tertentu yang berkepentingan dengan organisasi sesuai dengan bidang pekerjaan yang diberikan kepadanya. c. Pegawai dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana, barang dan jasa organisasi dengan sebaik-baiknya. d. Para pegawai dapat bertindak dan berpartisipasi sesuai dengan normanorma yang berlaku pada organisasi. 24 e. Pegawai mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi sesuai dengan harapan organisasi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Menurut Luthans (2006), disiplin kerja dapat timbul dari diri sendiri dan dari perintah, antara lain : a. Self dicipline Disiplin ini timbul karena seseorang merasa terpenuhi kebutuhannya dan telah menjadi bagian dari organisasi, sehingga orang akan tergugah hatinya untuk sadar dan secara sukarela mematuhi segala peraturan yang berlaku. b. Command dicipline Dalam setiap organisasi, yang diinginkan pastilah jenis disiplin yang pertama, yaitu datang karena kesadaran dan keinsyafan. Akan tetapi kenyataan selalu menunjukkan bahwa disiplin itu lebih banyak di sebabakan oleh adanya semacam paksaan dari luar. Umumnya disiplin kerja dapat terlihat apabila karyawan datang ke kantor teratur dan tepat waktu, jika mereka berpakaian rapi ditempat kerja, jika mereka menggunakan perlengkapan kantor dengan hati-hati, jika mereka menghasilkan jumlah dan kualitas pekerjaan yang memuaskan dengan mengikuti cara kerja yang telah ditentukan oleh perusahaan. Adapun indikator – indikator dari disiplin kerja menurut Sugiono (2002), yaitu : 25 a. Ketepatan waktu. Para pegawai datang ke kantor tepat waktu, tertib dan teratur, dengan begitu dapat dikatakan disiplin kerja baik. b. Menggunakan peralatan kantor dengan baik. Sikap hati- hati dalam menggunakan peralatan kantor, dapat menunjukkan bahwa seseorang memiliki disiplin kerja yang baik, sehingga peralatan kantor dapat terhindar dari kerusakan. c. Tanggungjawab yang tinggi. Pegawai yang senantiasa menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya sesuai dengan prosedur dan bertanggungjawab atas hasil kerja, dapat pula dikatakan memiliki disiplin kerja yang baik. d. Ketaatan terhadap aturan kantor. Pegawai memakai seragam kantor, menggunakan kartu tanda pengenal / identitas, membuat ijin bila tidak masuk kantor, juga merupakan cerminan dari disiplin yang tinggi. Hasibuan (2007), menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kedisiplinan, yaitu: a. Tujuan dan Kemampuan Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai. Tujuan yang harus dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan pegawai. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada pegawai harus sesuai dengan kemampuan pegawai bersangkutan, agar dia bekerja sungguh-sungguh dan disiplin itu di luar kemampuannya atau jauh di 26 bawah kemampuannya maka kesungguhan dan kedisiplinan pegawai rendah. Misalnya: pekerjaan untuk pegawai berpendidikan SMU ditugaskan kepada seorang Sarjana, atau pekerjaan utuk Sarjana ditugaskan bagi pegawai berpendidikan SMU. Jelas pegawai bersangkutan kurang berdisplin dalam melaksanakan pekerjaannya itu. Disinilah letak pentingnya asas the right man in the right place and the right man in the righ job. b. Tauladan Pimpinan Tauladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan pegawai karena pimpinan dijadikan tauladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan yang harus memberi contoh yang baik, berdisiplin, jujur, adil serta sesuai kata dengan perubatan. Dengan tauladan pimpinan yang baik, kedisiplinan bahwa pun akan ikut baik. Jika tauladan pimpinan kurang baik (kurang disiplin), para bawahan pun akan kurang disiplin. Pimpinan jangan mengharapkan kedisiplinan bawahannya baik jika dia sendiri kurang disiplin. Pimpinan harus menyadari bahwa perilakunya akan dicontoh dan ditauladani bawahannya. Hal inilah yang mengharuskan pimpinan mempunyai kedisiplinan yang baik agar para bawahannya pun mempunyai disiplin yang baik pula. c. Balas jasa Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisplinan pegawai karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan pegawai terhadap organisasi/pekerjaannya. Jika kecintaan pegawai semakin baik terhadap pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin 27 baik pula. Untuk mewujudkan kedisplinan pegawai yang baik, organisasi harus memberikan balas jasa yang relatif besar. Kedisiplinan pegawai tidak mungkin baik apabila balas jasa yang mereka terima kurang memuaskan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya beserta keluarganya. Jadi, balas jasa berperan penting untuk menciptakan kedisiplinan pegawai. Artinya semakin besar balas jasa semakin baik kedisiplinan pegawai. Sebaliknya, apabila balas jasa kecil kedisiplinan pegawai menjadi rendah. Pegawai sulit untuk berdisiplin baik bilamana kebutuhan-kebutuhan primernya tidak terpenuhi dengan baik. d. Keadilan Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan pegawai, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlukan sama dengan manusia lainnya. Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman akan merangsang terciptanya kedisiplinan pegawai yang baik. Manajer yang cakap dalam memimpin selalu berusaha bersikap adil terhadap semua bawahannya. Dengan keadilan yang baik akan menciptakan kedisiplinan yang baik pula. Jadi, keadilan harus diterapkan dengan baik pada setiap organisasi supaya kedisiplinan pegawai baik pula. e. Waskat Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan pegawai organisasi. Dengan waskat berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, 28 sikap, gairah kerja dan prestasi kerja bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selalu ada/hadir di tempat kerja agar dapat mengawasi dan memberikan petunjuk dalam menyelesaikan pekerjaannya. Dengan waskat, atasan secara langsung dapat mengetahui kemampuan dan kedisiplinan setiap individu bawahannya. Sehingga kondisi setiap bawahan dinilai objektif. Waskat bukan hanya mengawasi moral kerja dan kedisiplinan pegawai saja, tetapi juga harus mencari sistem kerja yang efektif untuk mewujudkan tujuan organisasi, pegawai dan masyarakat. Dengan sistem yang baik akan tercipta internal control yang dapat mengurangi kesalahan-kesalahan dan mendukung kedisiplinan serta moral kerja pegawai. Jadi, waskat menuntut adanya kebersamaan aktif antara atasan dengan bawahan dalam mencapai tujuan oganisasi, pegawai dan masyarakat. Dengan kebersamaan aktif antara atasan dengan bawahan, terwujudnya kerja sama yang baik dan harmonis dalam organisasi yang mendukung terbinanya kedisiplinan pegawai yang baik. f. Sangsi Hukuman Sangsi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan pegawai. Dengan sangsi hukuman yang semakin berat, pegawai akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan organisasi, sikap dan perilaku indisipliner yang akan tetap diterapkan ikut mempengaruhi baik/buruknya kedisiplinan pegawai. Sangsi hukuman harus ditetapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal dan diinformasikan secara 29 jelas kepada semua pegawai. Sangsi hukuman seharusnya tidak terlalu ringan atau terlalu berat supaya hukuman itu tetap mendidik pengawai untuk mengubah perilakunya. Sangsi hukuman seharusnya cukup wajar untuk setiap indisipliner, bersifat mendidik dan menjadi alat motivasi untuk memelihara kedisiplinan dalam organisasi. g. Ketegasan Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisplinan pegawai organisasi. Pimpinan harus berani dan tegas, bertindak untuk menghukum setiap pegawai yang indipliner sesuai dengan sangsi hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani bertindak tegas menerapkan hukuman bagi pegawai yang indispliner akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahan. Dengan demikian, pimpinan akan dapat memelihara kedisiplinan bawahannya, bahkan sikap indisipliner pegawai semakin banyak karena mereka beranggapan bahwa peraturan dan sangsi hukumannya tidak berlaku lagi. Pimpinan tidak tegas menindak atau menghukum pegawai yang melanggar peraturan, sebaiknya tidak usah membuat peraturan atau tata tertib pada organisasi tersebut. 4. Kompetensi Kerja Sedarmayanti (2007) menyatakan bahwa kinerja merupakan sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya secara keseluruhan, atau merupakan 30 perpaduan dari hasil kerja (apa yang harus dicapai seseorang) dan kompetensi (bagaimana seseorang mencapainya). Dharma (2005) menyatakan bahwa penilaian kinerja didasarkan pada pemahaman, pengetahuan, keahlian, kepiawaian dan prilaku yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan baik dan analisis tentang atribut perilaku seseorang sesuai kriteria yang ditentukan untuk masing-masing pekerjaan. Menurut Syaiful F. Prihadi (2004:105) mengatakan: “Kompetensi menghasilkan kinerja yang efektif dan/atau superior”. Dari penjelasan tersebut berarti kompetensi mempunyai hubungan yang erat dengan kinerja. Bisa dikatakan bila pegawai memiliki kompetensi di bidangnya maka pegawai tersebut akan meningkatkan kinerja yang efektif. Dari pendapat diatas juga dapat dikatakan bahwa kompetensi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja. Kompetensi sebagai kemampuan seseorang untuk menghasilkan pada tingkat memuaskan ditempat kerja, termasuk diantaranya kemampuan seseorang untuk mentransfer dan mengaplikasikan keterampilan dan pengetahuan tersebut dalam situasi yang baru dan meningkatkan manfaat yang disepakati. Menurut Wibowo (2007), Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yangdituntut oleh pekerjaan tersebut. 31 Dessler (2006) mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik dari seseorang yang dapat diperlihatkan, yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan perilaku, yang dapat menghasilkan kinerja dan prestasi. Watson Wyatt dalam Noor Fuad (2009), mendefinisikan kompetensi sebagai kombinasi dari keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge), dan perilaku (attitude). a. Pengetahuan (knowledge), merupakan informasi yang dimiliki oleh seseorang. Pengetahuan adalah komponen utama kompetensi yang mudah diperoleh dan mudah diidentifikasi. Seseorang yang mengetahui tentang banyak hal belum tentu orang tersebut dapat melakukan apa yang mereka ketahui. b. Keterampilan (skill), merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas atau pekerjaan. Telah dibahas di atas bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan belum tentu memiliki kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan, misalnya seseorang yang mengetahui bagaimana mengetik, tidak berarti orang tersebut mampu mengetik. Keterampilan lebih sukar dimiliki daripada pengetahuan. Namun, seseorang yang memiliki keterampilan dengan sendirinya sudah memiliki pengetahuan atas pekerjaan yang mereka lakukan. c. Sikap (attitude) merupakan pola tingkah laku seorang pegawai di dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan peraturan organisasi. Sikap adalah bentuk dari semua keputusan dan tindakan seseorang. 32 Keterampilan, pengetahuan, dan perilaku itu dapat diamati dan diterapkan secara kritis untuk suksesnya sebuah organisasi dan prestasi kerja serta kontribusi pribadi pegawai terhadap organisasinya. Kompetensi knowledge, skill dan attitude cenderung lebih nyata (visible) dan relatif berada di permukaan (ujung) sebagai karakteristik yang dimiliki manusia. Namun, kompetensi pengetahuan dan keterampilan relatif lebih mudah untuk dikembangkan, misalnya dengan program pelatihan dan pengembangan pegawai untuk meningkatkan tingkat kemampuan sumber daya manusia. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah kemampuan dan kemauan untuk melakukan sebuah tugas dengan kinerja yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Spencer dan Spencer (1993), kompetensi menjelaskan apa yang dilakukan orang di tempat kerja pada berbagai tingkatan dan memperinci standar masing-masing tingkatan, mengidentifikasi karakteristik, pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan oleh individual yang memungkinkan menjalankan tugas dan tanggung jawab secara efektif sehingga mencapai standar kualitas profesional dalam bekerja, dan mencakup semua aspek catatan, manajemen kinerja, keterampilan dan pengetahuan tertentu, sikap, komunikasi, aplikasi, dan pengembangan. Terdapat lima karakteristik kompetensi, yaitu sebagai berikut : 33 a. Motif adalah sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau diinginkan orang yang menyebabkan tindakan. b. Sifat adalah karakteristik fisik dan respon yang konsisten terhadap situasi atau informasi. Kecepatan reaksi dan ketajaman mata merupakan ciri fisik kompetensi seorang pilot tempur. c. Konsep diri sendiri adalah sikap, nilai-nilai, atau citra diri sseorang. Percaya diri merupakan keyakinan orang bahwa mereka dapat efektif dalam hampir setiap situasi adalah bagian dari konsep diri orang. d. Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki orang dalam bidang spesifik. Pengetahuan adalah kompetensi yang kompleks. Skor pada tes pengetahuan sering gagal memprediksi prestasi kerja karena gagal mengukur pengetahuan dan keterampilan dengan cara yang sebenarnya dipergunakan dalam pekerjaan. e. Keterampilan adalah kemampuan mengerjakan tugas fisik atau mental tertentu. Kompetensi mental atau keterampilan kognitif termasuk berpikir analitis dan konseptual. Michael Zwell dalam Wibowo (2007), memberikan lima kategori kompetensi yang terdiri dari : a. Task achievement merupakan kategori kompetensi yang berhubungan dengan kinerja baik. Kompetensi yang berkaitan dengan task achievement ditunjukkan oleh orientasi pada hasil, mengelola kinerja, memengaruhi, inisiatif, inovasi dan keahlian teknis. 34 b. Relationship merupakan kategori kompetensi yang berhubungan dengan komunikasi dan bekerja baik dengan orang lain dan memuaskan kebutuhannya. Kompetensi yang berhubungan dengan relationship meliputi kerjasama, orientasi pada pelayanan, kepeduliaan antar pribadi, penyelesaian konflik. c. Personal attribute merupakan kompetensi instrinsik individu dan menghubungkan bagaimana orang berpikir, merasa, belajar, dan berkembang. Personal attribute merupakan kompetensi yang meliputi : integritas dan kejujuran, pengembangan diri, ketegasan, kualitas keputusan, berpikir analitis, dan berpikir konseptual. d. Managerial merupakan kompetensi yang secara spesifik berkaitan dengan pengelolaan, pengawasan, dan mengembangkan orang lain. Kompetensi manajerial berupa : memotivasi, memberdayakan, dan mengembangkan orang lain. e. Leadership merupakan kompetensi yang berhubungan dengan memimpin organisasi dan orang untuk mencapai maksud, visi, dan tujuan organisasi. Kompetensi berkenaan dengan leadership meliputi kepemimpinan visioner, berpikir strategis, membangun komitmen organisasional. Menurut Moeheriono (2009) mengatakan tipe kompetensi dapat dibagi menjadi dua tipe kompetensi yaitu sebagai berikut : 35 a. Kompetensi Individu Dalam kompetensi individu ini dapat dikategorikan atau dikelompokkan menjadi dua, terdiri atas (1) threshold competence atau dapat disebut kompetensi minimum, yaitu kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seseorang, misalnya kemampuan pengetahuan atau keahlian dasar seperti kemampuan mambaca dan menulis. Contohnya jika seseorang menjadi manajer keuangan, minimal harus mempunyai pengetahuan dan keahlian khusus akuntansi atau keuangan. Dan (2) differentiating competence, yaitu kompetensi yang membedakan seseorang berkinerja tinggi atau berkinerja rendah dengan karyawan lainnya, misalnya seseorang yang yang memiliki orientasi motivasi tinggi biasanya yangdiperhatikan adalah pada tujuan melebihi apa yang ditargetkan oleh organisasi dalam standar kerja. Akan tetapi, justru kompetensi dari pengetahuan dan keterampilan atau keahlian labih mudah untuk dikembangkan apabila akanmenambah atau meningkatkan kompetensi tersebut yaitu dengan cara menambahprogram pendidikan dan pelatihan bagi pegawai yang masih dianggap kurang kompetensinya. Secara rinci, ada lima dimensi kompetensi yang harus dimiliki oleh semua individu, yaitu sebagai berikut : 1) Task skills, yaitu keterampilan untuk melaksanakan tugas-tugas rutin sesuai dengan standar di tempat kerja. 36 2) Task management skills, yaitu keterampilan untuk mengelola serangkaian tugas yang berbeda yang muncul dalam pekerjaan. 3) Contingency management skill, yaitu keterampilan mengambil tindakan yang cepat dan tepat bila timbul suatu masalah dalam pekerjaan. 4) Job role environment skill, yaitu keterampilan untuk bekerjasama serta memelihara kenyamanan lingkungan kerja. 5) Transfer skill, yaitu keterampilan untuk beradaptasi dengan lingkungan kerja baru. b. Kompetensi Jabatan Seseorang agar mendapat kinerja tinggi secara maksimal seharusnya kompetensi individu yang dimiliki harus sesuai atau cocok dengan kompetensi mengakibatkan jabatan terjadi yang kecocokan diembannya, dengan hal ini akan kemampuan yang dimilikinya. Berdasarkan standar kompetensi pada kompetensi jabatan, tercakup dua komponen yang mendasar, yaitu kompetensi utama dan kompetensi pendukung yang rinciannya adalah sebagai berikut : 1) Kompetensi utama, merupakan kompetensi yang harus dimiliki seseorang berkaitan dengan suatu jabatan atau tugas pekerjaan pada lingkup tertentu. Seperti : Akuntabilitas, organisasi pembelajar, dan menentukan masalah dan memecahkannya. 2) Kompetensi pendukung, adalah kompetensi yang diperlukan untuk membantu atau mendukung terwujudnya pelaksanaan jabatan 37 tertentu, yang terdiri atas berikut : komunikasi, dan teknologi informasi. Kajian riset terdahulu yang berhasil dikumpulkan penulis pada penelitian ini adalah: 1. Penelitian dilakukan oleh Suprapto pada tahun 2009, dengan judul: Pengaruh Kompetensi Dan Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai Dengan Kepuasan Sebagai Moderating Variabel. Penelitian dilakuan di Kecamatan Eromoko Kabupaten Wonogiri. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yaitu metode penelitian yang bertujuan membuat pencandraan (deskripsi) secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifatsifat populasi atau daerah tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisa regresi linier berganda dengan kontrol uji asumsi klasik (normalitas, heteroskedastisitas, autokorelasi, dan multikolinieritas), menjadi model utama terpilih dalam penelitian ini, setelah lolos uji validitas dan reliabilitas instrumen, dapat disimpulkan: pertama, kompetensi, dan motivasi secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai Kecamatan Eromoko Kabupaten Wonogiri. Kedua, Interaktif antara kompetensi dan motivasi secara parsial dengan kepuasan sebagai moderating variabel tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Kecamatan Eromoko Kabupaten Wonogiri, maka kepuasan bukan merupakan moderating variabel yang memoderasi hubungan antara kompetensi dan motivasi secara parsial terhadap kinerja. Kepuasan merupakan variabel bebas yang berpengaruh 38 positif dan signifikan terhadap kinerja. Kepuasan merupakan variabel dominan dalam model regresi. Ketiga, Model regresi dapat digunakan sebagai prediksi pengaruh antara kompetensi, motivasi dan kepuasan terhadap kinerja pegawai Kecamatan Eromoko Kabupaten Wonogiri, dan model regresi telah memenuhi uji persyaratan regresi. Ketepatan perkiraan sebesar 0.887 atau 88,7%. yang berarti variabilitasvariabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variable independen sebesar 88,7% sedangkan sisanya (11,3%) dijelaskan atau dipengaruhi oleh faktor lain. Misalnya:kepemimpinan, disiplin kerja, lingkungan kerja, dan pengawasan. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Syarah Pulungan pada tahun 2012, dengan judul: Analisis Pengaruh Kompetensi Dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Negri Sipil Dinas Pertanian, Peternakan, Dan Perikanan Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Penelitian dilakukan pada Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perikanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Metode penelitian ini termasuk kedalam penelitian survey. Metode analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, dan sifat penelitian ini adalah deskriptif eksplanatory. Hasil penelitian menunjukkan kompetensi dan disiplin kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Kompetensi dan disiplin kerja secara bersama-sama maupun parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas 39 Pertanian, Peternakan, dan Perikanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Ini memberi arti bahwa semakin baik kompetensi dan disiplin kerja yang dimiliki pegawai maka semakin tinggi kinerja pegawai tersebut. Kompetensi berpengaruh lebih dominan daripada disiplin kerja pegawai di Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perikanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan. 3. Penelitian dilakukan oleh Muhammad Dzulkifli pada tahun 2013, dengan judul: Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi, Disiplin Kerja, Kompetensi Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai (Studi Kasus Pada Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura Pasar Minggu Jakarta Selatan). Penelitian dilakukan pada Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura. Metode analisis data yang digunakan adalah Statistik Deskriptif yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambar data yang telah terkumpul sebagaimana dengan adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum generalisasi. Hasil Uji regresi ditemukan bahwa kepemimpinan, motivasi, disiplin kerja, kompetensi dan budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura. Hasil uji regresi juga ditemukan bahwa budaya organisasi merupakan variabel yang berpengaruh paling dominan terhadap kinerja pegawai Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura.. Hal ini ditujukan dengan nilai Standardized Coefficien Beta yang lebih besar 40 0,423 atau42,3% dibanding dengan variabel lainnya yang nilainya dibawah variable budaya organisasi. B. Kerangka Pemikiran Dalam rangka memberikan pedoman dan arahan agar penelitian yang dikemukakan dapat sesuai dengan yang telah digariskan data latar belakang, perumusan masalah maka perlu disusun kerangka pemikiran. Adapun kerangka pemikiran dari kegiatan penelitian ini adalah : Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Disiplin (X1) H1 Kinerja Karyawan (Y) H3 Kompetensi Kerja (X2) H2 C. Hipotesis Menurut Arikunto (2006), hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Suatu hipotesis akan diterima apabila data yang dikumpulkan mendukung pernyataan maka hipotesis diterima. Hipotesis merupakan anggapan dasar yang kemudian membuat suatu teori yang masih harus diuji kebenarannya. 41 Berdasarkan kajian teori di atas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. H1= Terdapat pengaruh Disiplin Terhadap Kinerja Karyawan Pada Bank Danamon Jakarta. 2. H2= Terdapat pengaruh Kompetensi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Bank Danamon Jakarta. 3. H3= Terdapat pengaruh Disiplin dan Kompetensi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Bank Danamon Jakarta.