BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia memiliki posisi yang sangat strategis dalam
organisasi, artinya unsur manusia memegang peranan penting dalam
melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan. Eksistensi sumber daya
manusia itulah yang terdapat dalam organisasi yang kuat. Mencapai
kondisi yang diharapkan diperlukan adanya manajemen terhadap sumber
daya manusia secara memadai sehingga terciptalah sumber daya manusia
yang berkualitas, loyal dan berprestasi.
Menurut Sulistiyani dan Rosidah (2003), manajemen sumber daya
manusia bergerak dalam usaha menggerakan dan mengelola sumber daya
manusia di dalam suatu organisasi agar mampu berpikir dan bertindak
seperti apa yang diharapkan oleh organisasi. Manajemen sumber daya
manusia adalah pendekatan terhadap manajemen manusia. Pendekatan
manajemen manusia didasarkan pada nilai manusia dalam hubungannya
dengan organisasi.
Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu proses yang
terdiri dari :
9
10
a. Rekruitmen atau penarikan sumber daya manusia.
Menurut Sedarmayanti (2009:6), Rekruitmen merupakan suatu
proses mencari, mengadakan, menemukan, dan menarik para pelamar
untuk dipekerjakan dalam suatu organisasi. Sementara menurut
Sutrisno, Edy (2009), proses rekruitmen sumber daya manusia tidak
boleh diabaikan, disebabkan untuk menjaga supaya tidak terjadi
ketidaksesuaian antara apa yang dibutuhkan dan apa yang didapat.
b. Seleksi sumber daya manusia.
Menurut Sedarmayanti (2009), seleksi merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk menentukan dan memilih pelamar yang memenuhi
kriteria. Seleksi menurut Ambar T. Sulistiyani dan Rosidah (2003)
adalah serangkaian langkah kegiatan yang dilaksanakan untuk
memutuskan apakah seorang pelamar diterima atau ditolak, dalam suatu
instansi tertentu setelah menjalani serangkaian tes yang dilaksanakan.
c. Pengembangan sumber daya manusia.
Menurut Sedarmayanti (2009), Pengembangan di dasarkan pada
kenyataan bahwa seorang pegawai akan membutuhkan serangkaian
pengetahuan, keahlian dan kemampuan yang berkembang agar bekerja
dengan baik, seperti yang diungkapkan oleh Edy Sutrisno (2009) bahwa
proses pengembangan sumber daya manusia merupakan starting point
di mana organisasi ingin meningkatkan dan mengembangkan skill,
knowledge dan ability (SKA) individu sesuai dengan kebutuhan masa
kini maupun masa mendatang.
11
d. Pemeliharaan sumber daya manusia.
Menurut Sedarmayanti (2009), pemeliharaan karyawan/pegawai
dari
manajer/pemimpin
dalam
memberikan
semangat
bekerja,
berdisiplin tinggi, dan bersikap loyal sangat membantu dalam
menunjang tercapainya tujuan organisasi. Pendapat Malayu S.P.
Hasibuan (2007), menyebutkan pemeliharaan (maintenance) adalah
usaha mempertahankan dan atau meningkatkan kondisi fisik, mental,
dan sikap karyawan, agar meraka tetap loyal dan bekerja produktif
untuk menunjang tercapainya tujuan perusahaan. Pemeliharaan yang
baik dilakukan dengan program-program kesejahteraan dengan
berdasarkan kebutuhan sebagian besar dari aparatur.
e. Penggunaan sumber daya manusia.
Menurut Sedarmayanti (2009), penggunaan sumber daya
manusia menekankan pada pelaksanaan tugas dan pekerjaan oleh
aparatur agar lebih efektif dan efisien serta jenjang peningkatan posisi
aparatur.
Manusia merupakan sumber daya yang penting dalam organisasi,
efektifitas organisasi sangat ditentukan oleh manajemen manusia.
Amstrong dalam Sulistiyani dan Rosidah (2003) mengatakan bahwa
pendekatan manajemen manusia didasarkan pada empat prinsip dasar,
yaitu :
12
a. Sumber daya manusia adalah harta yang paling penting yang dimiliki
organisasi,
sedangkan
manajemen
yang
efektif
adalah
kuncikeberhasilan organisasi.
b. Keberhasilan ini sangat mungkin dicapai jika peraturan atau
kebijaksanaan dan prosedur yang bertalian dengan manusia dari
perusahaan tersebut saling berhubungan, memberikan sumbangan
terhadap pencapaian tujuan serta perencanaan strategis.
c. Kultur dan nilai organisasi, suasana organisasi dan perilaku manajerial
berasal dari kultur tersebut, sehingga memberikan pengaruh yang besar
terhadap hasil pencapaian yang terbaik.
d. Manajemen manusia, berhubungan dengan intergrasi yaitu menjadikan
semua anggota organisasi tersebut terlibat dan bekerja sama untuk
mencapai tujuan bersama.
Pendapat di atas, menyebutkan bahwa manajemen memiliki
pendekatan dengan faktor manusia karena manajemen dikelola oleh
manusia. Sumber daya manusia merupakan asset yang penting yang
dimilki oleh organisasi manajemen.
Keberhasilan manajemen sumber daya manusia bertalian dengan
kebijaksanaan dan peraturan yang ditetapkan dalam organisasi dan kultur
dan nilai-nilai yang terdapat dalam lingkungan organisasi serta manajemen
manusia yang seluruh anggota organisasi terlibat dalam pencapaian tujuan
organisasi.
13
Menurut Simamora (2009), manajemen sumber daya manusia
(human resources management) adalah pendayagunaan, pengembangan,
penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota
organisasi atau kelompok pekerja.
Manajemen sumber daya manusia itu merupakan aktivitas atau
kegiatan yang dilakukan oleh sumber daya manusia di dalam suatu
organisasi yang dapat digunakan secara efektif dalam mencapai berbagai
tujuan. Bambang Wahyudi (2006)mengungkapkan bahwa :
“Manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai ilmu
dan seni atau proses memperoleh, memajukan atau
mengembangkan dan memelihara tenaga kerja yang kompeten,
sehingga tujuan organisasi dapat tercapai dengan efisien dan ada
kepuasan pada diri pribadi yang bersangkutan”.
Pengertian tersebut menyebutkan bahwa pengelolaan sumber daya
manusia dalam organisasi tidak hanya menyangkut hal mengenai
ketenagakerjaan
tetapi
menjangkau
lingkungan
organisasi
yang
mempengaruhi sumber daya manusia sehingga dapat mencapai tujuan
yang diinginkan. Tujuan pokok dari manajemen sumber daya manusia
yaitu mewujudkan pendayagunaan secara optimal sumber daya manusia di
dalam suatu organisasi.
Menurut Mangkunegara (2000), manajemen sumber daya manusia
dapat didefinisikan sebagai suatu pengelolaan dan pendayagunaan sumber
daya yang ada pada individu (pegawai). Pengelolaan dan pendayagunaan
tersebut dikembangkan secara maksimal di dalam suatu organisasi untuk
mencapai tujuan serta pengembangan individu pegawai.
14
Sejalan dengan pendapat tersebut, Buchari Zainun (2001),
mendefinisikan manajemen sebagai berikut:
Manajemen merupakan suatu kegiatan, kemampuan dalam
mencapai tujuan dengan memanfaatkan bantuan manusia dan
menggunakan sarana yang tersedia. Jadi manajemen sumber daya
manusia merupakan bagianyang penting, dapat dikatakan bahwa
manajemen itu pada hakikatnya adalah manajemen sumber daya
manusia atau manajemen sumber daya manusia adalah identik
dengan manajemen itu sendiri.
Kegiatan manajemen dilakukan dengan menggunakan bantuan
manusia dengan didukung sarana dan prasarana yang tersedia. Manajemen
tidak terlepas dari manajemen sumber daya manusia yaitu aktivitas
manusia dan manajemen sumber daya manusia itu sendiri adalah
manajemen yang mengaturnya.
Menurut Handoko (2004), manajemen sumber daya manusia adalah
penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan dan penggunaan sumber
daya manusia untuk mencapai baik tujuan individu maupun organisasi.
Definisi tersebut menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia
merupakan pokok utama dalam mengelola manusia. Keberhasilan
pengelolaan organisasi sangat ditentukankegiatan pendayagunaan sumber
daya manusia.
Menurut Yuniarsih dan Suwatno (2008), manajemen sumber daya
manusia adalah serangkaian kegiatan pengelolaan sumber daya manusia
yang memusatkan pada praktek dan kebijakan, serta fungsi-fungsi
manajemen untuk mencapai tujuan organisasi. Pentingnya peran sumber
15
daya manusia dalam pelaksanaan tujuan organisasi maka pengelolaan
sumber daya manusia dalam suatu organisasi.
Pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa sumber daya manusia
harus diartikan sebagai sumber dari kekuatan yang berasal dari manusiamanusia yang dapat didayagunakan oleh organisasi.
2. Kinerja Karyawan
Secara umum, pengertian kinerja adalah hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam kemampuan
melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
oleh atasan kepadanya. Selain itu, kinerja juga dapat diartikan sebagai
suatu hasil dan usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan
dan perbuatan dalam situasi tertentu.
Pengertian kinerja karyawan menunjuk pada kemampuan karyawan
dalam melaksanakan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Tugas-tugas
tersebut
biasanya
berdasarkan
indikator-indikator
keberhasilan yang sudah ditetapkan. Sebagai hasilnya akan diketahui
bahwa seseorang karyawan masuk dalam tingkatan kinerja tertentu.
Menurut Mathis dan Jackson (2002), mendefinisikan bahwa kinerja
pada dasarnya adalah apa yang dilakukan dan tidak dilakukan karyawan.
Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak karyawan
memberikan kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk:
16
kuantitas keluaran, kualitas keluaran, jangka waktu keluaran, kehadiran di
tempat kerja dan sikap kooperatif.
Menurut Wibowo (2007) menjelaskan bahwa kinerja merupakan
hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis
organisasi, kepuasaan konsumen, dan memberikan kontribusi pada
ekonomi. Sedangkan menurut Mangkunegara (2000), kinerja adalah hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai
dalam melaksanakan tugasnya.
Sementara menurut Gomes (2003), menyatakan bahwa kinerja atau
prestasi kerja seorang pegawai pada dasarnya adalah hasil kerja seseorang
pegawai selama periode tertentu dibandingkankan dengan kemungkinan,
misalnya standar, target/sasaran atau kinerja yang telah ditentukan terlebih
dahulu dan telah di sepakati.
Dengan demikian kinerja adalah tentang melakukan pekerjaaan dan
hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja merupakan hasil kerja
baik itu secara kualitas maupun kuantitas yang telah dicapai pegawai,
dalam menjalankan tugas-tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan organisasi, dan hasil kerjanya tersebut disesuaikan dengan hasil
kerja yang diharapkan organisasi, melalui kriteria-kriteria atau standar
kinerja pegawai yang berlaku dalam organisasi.
Kinerja karyawan dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain:
menurut
Sutermeister
(1999)
terdiri
dari
motivasi,
kemampuan,
pengetahuan, keahlian, pendidikan, pengalaman, pelatihan, minat, sikap
17
kepribadian kondisi-kondisi fisik dan kebutuhan fisiologis, kebutuhan
sosial dan kebutuhan egoistik.
Sedangkan menurut Mahsun (2006) ada beberapa elemen pokok
yaitu :
a. Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi.
b. Merumuskan indikator dan ukuran kinerja.
c. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi.
d. Evaluasi
kinerja/feed
back,
penilaian
kemajuan
organisasi,
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.
Menurut Robbins (2002), hampir semua cara pengukuran kinerja
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai.
Pengukuran kuantitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses
atau pelaksanaan kegiatan. Ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang
dihasilkan.
b. Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran
kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran ”tingkat kepuasan”, yaitu
seberapa baik penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran.
c. Ketepatan
waktu,
yaitu
sesuai tidaknya
dengan waktu
yang
direncanakan. Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus
dari pengukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu
penyelesaian suatu kegiatan.
18
Penilaian kinerja yang baik adalah yang mampu untuk menciptakan
gambaran yang tepat mengenai kinerja pegawai yang dinilai. Penilaian
tidak hanya ditujukan untuk menilai dan memperbaiki kinerja yang buruk,
namun juga untuk mendorong para pegawai untuk bekerja lebih baik lagi.
Siagian (2004) menyatakan bahwa penilaian prestasi kerja adalah:
Suatu pendekatan dalam melakukan penilaian prestasi kerja para pegawai
yang didalamnya terdapat berbagai faktor seperti:
a. Penilaian dilakukan pada manusia sehingga disamping memiliki
kemampuan tertentu juga tidak luput dari berbagai kelemahan dan
kekurangan;
b. Penilaian yang dilakukan pada serangkaian tolak ukur tertentu yang
realistik, berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta kriteria yang
ditetapkan dan diterapkan secara obyektif;
c. Hasil penilaian harus disampaikan kepada pegawai yang dinilai dengan
lima maksud:
1) Apabila penilaian tersebut positif maka penilaian tersebut menjadi
dorongan kuat bagi pegawai yang bersangkutan untuk lebih
berprestasi lagi pada masa yang akan datang sehingga kesempatan
meniti karir lebih terbuka baginya.
2) Apabila penilaian tersebut bersifat negatif maka pegawai yang
bersangkutan mengetahui kelemahannya dan dengan sedemikian
rupa mengambil berbagai langkah yang diperlukan untuk mengatasi
kelemahan tersebut.
19
3) Jika seseorang merasa mendapat penilaian yang telah obyektif,
kepadanya diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan
sehingga pada akhirnya ia dapat memahami dan menerima hasil
penilaian yang diperolehnya.
4) Hasil penilaian yang dilakukan secara berkala itu terdokumentaskan
secara rapi dalam arsip kepegawaian setiap pegawai sehingga tidak
ada informasi yang hilang, baik yang sifatnya menguntungkan
maupun merugikan pegawai bersangkutan.
5) Hasil penilaian prestasi kerja setiap orang menjadi bahan yang selalu
turut dipertimbangkan dalam setiap keputusan yang diambil
mengenai mutasi pegawai, baik dalam arti promosi, alih tugas, alih
wilayah, demosi maupun dalam pemberhentian tidak atas permintaan
sendiri.
Wirawan (2009:105) menjelaskan bahwa secara umum aspek-aspek
kinerja dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yang dalamnya terkandung
indikator-indikator dari kinerja.
a. Hasil kerja
Hasil kerja adalah hal yang dihasilkan dari apa yang telah
dikerjakan (keluaran hasil atau keluaran jasa), dapat berupa barang dan
jasa yang dihitung dan diukur kuantitas dan kualitasnya. Kualitas kerja
yang merupakan kemapuan karyawan menunjukkan kualitas hasil kerja
yang ditinjau dari segi ketelitian dan kerapian. Kuantitas kerja yang
20
merupakan kemampuan karyawan dalam menyelesaikan sejumlah hasil
tugas pada setiap harinya.
b. Perilaku kerja
Dalam kesehariannya di tempat kerja, seorang karyawan akan
menghasilkan dua bentuk perilaku kerja, yaitu:
1) Perilaku pribadi adalah perilaku yang tidak ada hubungannya dengan
pekerjaan, contohnya cara berjalan, cara makan siang, dll.
2) Perilaku kerja adalah perilaku karyawan yang berhubungan dengan
pekerjaannya, contohnya disiplin kerja, perilaku yang disyaratkan
dalam prosedur kerja dan kerja sama, komitmen terhadap tugas,
ramah pada pelanggan, dll. Perilaku kerja juga bisa meliputi inisiatif
yang dihasilkan untuk memecahkan permasalahan kerja, seperti ide
atau tindakan yang dihasilkan, serta mampu untuk membuat
alternatif
solusi
demi
memperlancar
pekerjaan,
agar
dapat
menghasilkan kinerja tinggi. Disiplin kerja merupakan suatu sikap
dan peril aku yang berniat untuk menaati segala peraturan organisasi
yang didasari atas kesadaran diri untuk menyesuaikan diri dengan
peraturan organisasi atau perusahann. Kerja sama (team work)
adalah keinginan untuk bekerja sama dengan orang lain secara
kooperatif dan menjadi bagian dari kelompok.
c. Sifat pribadi
Sifat pribadi adalah sifat yang dimiliki oleh setiap karyawan.
Sifat
pribadi karyawan
yang diperlukan dalam melaksanakan
21
pekerjaannya. Sebagai seorang manusia biasa, seorang karyawan
memiliki banyak sekali sifat bawaan, artinya sifat yang memang sudah
dibawa sejak lahir atau watak. Sifat bawaan yang diperoleh sejak lahir
ini akan diperkuat oleh pengalaman-pengalaman yang diperoleh pada
saat manusia beranjak dewasa. Untuk dapat menunjang pekerjaan agar
dapat terlaksana dengan baik maka seorang karyawan memerlukan sifat
pribadi tertentu seperti kemampuan beradaptasi yang merupakan
kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan
kerjanya, kesabarn yang merupakan menunggu, bertahan, atau
menghindari respon buruk dalam bekerja untuk beberapa saat sampai
dapat merasa tenang dan pikiran dapat berfungsi kembali dengan baik,
dan kejujuran dalam bekerja merupakan menceritakan informasi,
fenomena yang ada dan sesuai dengan realitas tanpa ada perubahan
dalam menyelesaikan pekerjaan.
3. Disiplin
Secara etimologi, disiplin berasal dari bahasa latin “disipel” yang
berarti pengikut. Seiring dengan perkembangan zaman, kata tersebut
mengalami perubahan menjadi “disipline” yang artinya kepatuhan atau
yang menyangkut tata tertib.
Menurut Siagian (2004:305): “Disiplin adalah suatu bentuk
pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap
dan perilaku pegawai sehingga para pegawai tersebut secara sukarela
22
berusaha bekerja kooperatif dengan para pegawai yang lain serta
meningkatkan prestasi kerja (kinerja).”
Menurut Moenir (2004) disiplin kerja pada dasarnya selalu
diharapkan menjadi ciri setiap SDM dalam organisasi, karena dengan
kedisiplinan organisasi akan berjalan dengan baik dan bisa mencapai
tujuannya dengan baik pula. Setiap karyawan harus memiliki disiplin kerja
didalam organisasi atau perusahaannya, seperti mematuhi peraturan tertulis
maupun tidak tertulis yang telah di tetapkan oleh perusahaan karena hal
tersebut dapat menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan harmonis
sehingga akan memberikan dampak yang positif terhadap kinerja
karyawannya.
Menurut Susiarto dan Ahmadi (2006), disiplin kerja karyawan
bagian dari faktor kinerja. Prasetyo (2008) menyatakan bahwa salah satu
faktor penentu dari efektifitas kinerja adalah disiplin kerja. Disiplin kerja
harus dimiliki setiap karyawan dan harus dibudayakan di kalangan
karyawan agar bisa mendukung tercapainya tujuan organisasi karena
merupakan wujud dari kepatuhan terhadap aturan kerja dan juga sebagai
tanggung jawab diri terhadap perusahaan.
Oleh sebab itu, menumbuhkan disiplin membutuhkan kebiasaankebiasaan positif dilingkungan dalam suatu organisasi atau perusahaan,
sehingga dengan kebiasaan positif itu para pegawai akan terbiasa dengan
berdisiplin tanpa merasa terpaksa atau tekanan dari luar.
23
Menurut
Handoko
(2004),
disiplin
kerja
adalah
kegiatan
manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasional. Sedangkan
menurut Hasibuan (2007), kedisiplinan adalah kesadaran dan ketaatan
seseorang terhadap peraturan perusahaan/lembaga dan norma sosial yang
berlaku.
Dari beberapa pendapat itu dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja
adalah sikap ketaatan dan kesetiaan seseorang/sekelompok orang terhadap
peraturan tertulis/tidak tertulis yang tercermin dalam bentuk tingkah laku
dan perbuatan pada suatu organisasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Menurut Sastrohadiwiryo (2003) secara khusus tujuan disiplin
kerja para pegawai, antara lain :
a. Agar para pegawai menepati segala peraturan dan kebijakan
ketenagakerjaan maupun peraturan dan kebijakan organisasi yang
berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis, serta melaksanakan perintah
manajemen dengan baik.
b. Pegawai dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta
mampu memberikan pelayanan yang maksimum kepada pihak tertentu
yang berkepentingan dengan organisasi sesuai dengan bidang pekerjaan
yang diberikan kepadanya.
c. Pegawai dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana,
barang dan jasa organisasi dengan sebaik-baiknya.
d. Para pegawai dapat bertindak dan berpartisipasi sesuai dengan normanorma yang berlaku pada organisasi.
24
e. Pegawai mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi sesuai dengan
harapan organisasi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Menurut Luthans (2006), disiplin kerja dapat timbul dari diri
sendiri dan dari perintah, antara lain :
a. Self dicipline
Disiplin ini timbul karena seseorang merasa terpenuhi kebutuhannya
dan telah menjadi bagian dari organisasi, sehingga orang akan tergugah
hatinya untuk sadar dan secara sukarela mematuhi segala peraturan
yang berlaku.
b. Command dicipline
Dalam setiap organisasi, yang diinginkan pastilah jenis disiplin yang
pertama, yaitu datang karena kesadaran dan keinsyafan. Akan tetapi
kenyataan selalu menunjukkan bahwa disiplin itu lebih banyak di
sebabakan oleh adanya semacam paksaan dari luar.
Umumnya disiplin kerja dapat terlihat apabila karyawan datang ke
kantor teratur dan tepat waktu, jika mereka berpakaian rapi ditempat kerja,
jika mereka menggunakan perlengkapan kantor dengan hati-hati, jika
mereka menghasilkan jumlah dan kualitas pekerjaan yang memuaskan
dengan mengikuti cara kerja yang telah ditentukan oleh perusahaan.
Adapun indikator – indikator dari disiplin kerja menurut Sugiono (2002),
yaitu :
25
a. Ketepatan waktu.
Para pegawai datang ke kantor tepat waktu, tertib dan teratur, dengan
begitu dapat dikatakan disiplin kerja baik.
b. Menggunakan peralatan kantor dengan baik.
Sikap hati- hati dalam menggunakan peralatan kantor, dapat
menunjukkan bahwa seseorang memiliki disiplin kerja yang baik,
sehingga peralatan kantor dapat terhindar dari kerusakan.
c. Tanggungjawab yang tinggi.
Pegawai yang senantiasa menyelesaikan tugas yang dibebankan
kepadanya sesuai dengan prosedur dan bertanggungjawab atas hasil
kerja, dapat pula dikatakan memiliki disiplin kerja yang baik.
d. Ketaatan terhadap aturan kantor.
Pegawai memakai seragam kantor, menggunakan kartu tanda pengenal /
identitas, membuat ijin bila tidak masuk kantor, juga merupakan
cerminan dari disiplin yang tinggi.
Hasibuan (2007), menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi
kedisiplinan, yaitu:
a. Tujuan dan Kemampuan
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan
pegawai. Tujuan yang harus dicapai harus jelas dan ditetapkan secara
ideal serta cukup menantang bagi kemampuan pegawai. Hal ini berarti
bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada pegawai harus
sesuai dengan kemampuan pegawai bersangkutan, agar dia bekerja
sungguh-sungguh dan disiplin itu di luar kemampuannya atau jauh di
26
bawah kemampuannya maka kesungguhan dan kedisiplinan pegawai
rendah. Misalnya: pekerjaan untuk pegawai berpendidikan SMU
ditugaskan kepada seorang Sarjana, atau pekerjaan utuk Sarjana
ditugaskan
bagi
pegawai
berpendidikan
SMU.
Jelas
pegawai
bersangkutan kurang berdisplin dalam melaksanakan pekerjaannya itu.
Disinilah letak pentingnya asas the right man in the right place and the
right man in the righ job.
b. Tauladan Pimpinan
Tauladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan
pegawai karena pimpinan dijadikan tauladan dan panutan oleh para
bawahannya. Pimpinan yang harus memberi contoh yang baik,
berdisiplin, jujur, adil serta sesuai kata dengan perubatan. Dengan
tauladan pimpinan yang baik, kedisiplinan bahwa pun akan ikut baik.
Jika tauladan pimpinan kurang baik (kurang disiplin), para bawahan
pun akan kurang disiplin. Pimpinan jangan mengharapkan kedisiplinan
bawahannya baik jika dia sendiri kurang disiplin. Pimpinan harus
menyadari
bahwa
perilakunya
akan
dicontoh
dan
ditauladani
bawahannya. Hal inilah yang mengharuskan pimpinan mempunyai
kedisiplinan yang baik agar para bawahannya pun mempunyai disiplin
yang baik pula.
c. Balas jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisplinan
pegawai karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan
pegawai terhadap organisasi/pekerjaannya. Jika kecintaan pegawai
semakin baik terhadap pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin
27
baik pula. Untuk mewujudkan kedisplinan pegawai yang baik,
organisasi harus memberikan balas jasa yang relatif besar.
Kedisiplinan pegawai tidak mungkin baik apabila balas jasa yang
mereka terima kurang memuaskan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya beserta keluarganya. Jadi, balas jasa berperan penting untuk
menciptakan kedisiplinan pegawai. Artinya semakin besar balas jasa
semakin baik kedisiplinan pegawai. Sebaliknya, apabila balas jasa kecil
kedisiplinan pegawai menjadi rendah. Pegawai sulit untuk berdisiplin
baik bilamana kebutuhan-kebutuhan primernya tidak terpenuhi dengan
baik.
d. Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan pegawai, karena
ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta
diperlukan sama dengan manusia lainnya. Keadilan yang dijadikan
dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa (pengakuan) atau
hukuman akan merangsang terciptanya kedisiplinan pegawai yang baik.
Manajer yang cakap dalam memimpin selalu berusaha bersikap adil
terhadap semua bawahannya. Dengan keadilan yang baik akan
menciptakan kedisiplinan yang baik pula. Jadi, keadilan harus
diterapkan dengan baik pada setiap organisasi supaya kedisiplinan
pegawai baik pula.
e. Waskat
Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif
dalam mewujudkan kedisiplinan pegawai organisasi. Dengan waskat
berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral,
28
sikap, gairah kerja dan prestasi kerja bawahannya. Hal ini berarti atasan
harus selalu ada/hadir di tempat kerja agar dapat mengawasi dan
memberikan petunjuk dalam menyelesaikan pekerjaannya. Dengan
waskat, atasan secara langsung dapat mengetahui kemampuan dan
kedisiplinan setiap individu bawahannya. Sehingga kondisi setiap
bawahan dinilai objektif. Waskat bukan hanya mengawasi moral kerja
dan kedisiplinan pegawai saja, tetapi juga harus mencari sistem kerja
yang efektif untuk mewujudkan tujuan organisasi, pegawai dan
masyarakat. Dengan sistem yang baik akan tercipta internal control
yang
dapat
mengurangi
kesalahan-kesalahan
dan
mendukung
kedisiplinan serta moral kerja pegawai. Jadi, waskat menuntut adanya
kebersamaan aktif antara atasan dengan bawahan dalam mencapai
tujuan oganisasi, pegawai dan masyarakat. Dengan kebersamaan aktif
antara atasan dengan bawahan, terwujudnya kerja sama yang baik dan
harmonis dalam organisasi yang mendukung terbinanya kedisiplinan
pegawai yang baik.
f. Sangsi Hukuman
Sangsi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan
pegawai. Dengan sangsi hukuman yang semakin berat, pegawai akan
semakin takut melanggar peraturan-peraturan organisasi, sikap dan
perilaku indisipliner yang akan tetap diterapkan ikut mempengaruhi
baik/buruknya kedisiplinan pegawai. Sangsi hukuman harus ditetapkan
berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal dan diinformasikan secara
29
jelas kepada semua pegawai. Sangsi hukuman seharusnya tidak terlalu
ringan atau terlalu berat supaya hukuman itu tetap mendidik pengawai
untuk mengubah perilakunya. Sangsi hukuman seharusnya cukup wajar
untuk setiap indisipliner, bersifat mendidik dan menjadi alat motivasi
untuk memelihara kedisiplinan dalam organisasi.
g. Ketegasan
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi
kedisplinan pegawai organisasi. Pimpinan harus berani dan tegas,
bertindak untuk menghukum setiap pegawai yang indipliner sesuai
dengan sangsi hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani
bertindak tegas menerapkan hukuman bagi pegawai yang indispliner
akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahan. Dengan
demikian, pimpinan akan dapat memelihara kedisiplinan bawahannya,
bahkan sikap indisipliner pegawai semakin banyak karena mereka
beranggapan bahwa peraturan dan sangsi hukumannya tidak berlaku
lagi. Pimpinan tidak tegas menindak atau menghukum pegawai yang
melanggar peraturan, sebaiknya tidak usah membuat peraturan atau tata
tertib pada organisasi tersebut.
4. Kompetensi Kerja
Sedarmayanti (2007) menyatakan bahwa kinerja merupakan sistem
yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seorang karyawan
telah melaksanakan pekerjaannya secara keseluruhan, atau merupakan
30
perpaduan dari hasil kerja (apa yang harus dicapai seseorang) dan
kompetensi (bagaimana seseorang mencapainya).
Dharma (2005) menyatakan bahwa penilaian kinerja didasarkan
pada pemahaman, pengetahuan, keahlian, kepiawaian dan prilaku yang
diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan baik dan analisis
tentang atribut perilaku seseorang sesuai kriteria yang ditentukan untuk
masing-masing pekerjaan.
Menurut Syaiful F. Prihadi (2004:105) mengatakan: “Kompetensi
menghasilkan kinerja yang efektif dan/atau superior”. Dari penjelasan
tersebut berarti kompetensi mempunyai hubungan yang erat dengan
kinerja. Bisa dikatakan bila pegawai memiliki kompetensi di bidangnya
maka pegawai tersebut akan meningkatkan kinerja yang efektif.
Dari pendapat diatas juga dapat dikatakan bahwa kompetensi
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja. Kompetensi
sebagai kemampuan seseorang untuk menghasilkan pada tingkat
memuaskan ditempat kerja, termasuk diantaranya kemampuan seseorang
untuk mentransfer dan mengaplikasikan keterampilan dan pengetahuan
tersebut dalam situasi yang baru dan meningkatkan manfaat yang
disepakati.
Menurut Wibowo (2007), Kompetensi adalah suatu kemampuan
untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang
dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap
kerja yangdituntut oleh pekerjaan tersebut.
31
Dessler (2006) mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik
dari seseorang yang dapat diperlihatkan, yang meliputi pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku, yang dapat menghasilkan kinerja dan prestasi.
Watson
Wyatt
dalam
Noor
Fuad
(2009),
mendefinisikan
kompetensi sebagai kombinasi dari keterampilan (skill), pengetahuan
(knowledge), dan perilaku (attitude).
a. Pengetahuan (knowledge), merupakan informasi yang dimiliki oleh
seseorang. Pengetahuan adalah komponen utama kompetensi yang
mudah diperoleh dan mudah diidentifikasi. Seseorang yang mengetahui
tentang banyak hal belum tentu orang tersebut dapat melakukan apa
yang mereka ketahui.
b. Keterampilan
(skill),
merupakan
kemampuan
seseorang
untuk
melakukan suatu aktivitas atau pekerjaan. Telah dibahas di atas bahwa
seseorang
yang
memiliki
pengetahuan
belum
tentu
memiliki
kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan, misalnya seseorang yang
mengetahui bagaimana mengetik, tidak berarti orang tersebut mampu
mengetik. Keterampilan lebih sukar dimiliki daripada pengetahuan.
Namun, seseorang yang memiliki keterampilan dengan sendirinya
sudah memiliki pengetahuan atas pekerjaan yang mereka lakukan.
c. Sikap (attitude) merupakan pola tingkah laku seorang pegawai di dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan peraturan
organisasi. Sikap adalah bentuk dari semua keputusan dan tindakan
seseorang.
32
Keterampilan, pengetahuan, dan perilaku itu dapat diamati dan
diterapkan secara kritis untuk suksesnya sebuah organisasi dan prestasi
kerja serta kontribusi pribadi pegawai terhadap organisasinya. Kompetensi
knowledge, skill dan attitude cenderung lebih nyata (visible) dan relatif
berada di permukaan (ujung) sebagai karakteristik yang dimiliki manusia.
Namun, kompetensi pengetahuan dan keterampilan relatif lebih mudah
untuk
dikembangkan,
misalnya
dengan
program
pelatihan
dan
pengembangan pegawai untuk meningkatkan tingkat kemampuan sumber
daya manusia. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
kompetensi adalah kemampuan dan kemauan untuk melakukan sebuah
tugas dengan kinerja yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan
organisasi.
Menurut Spencer dan Spencer (1993), kompetensi menjelaskan apa
yang dilakukan orang di tempat kerja pada berbagai tingkatan dan
memperinci
standar
masing-masing
tingkatan,
mengidentifikasi
karakteristik, pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan oleh
individual yang memungkinkan menjalankan tugas dan tanggung jawab
secara efektif sehingga mencapai standar kualitas profesional dalam
bekerja, dan mencakup semua aspek catatan, manajemen kinerja,
keterampilan dan pengetahuan tertentu, sikap, komunikasi, aplikasi, dan
pengembangan. Terdapat lima karakteristik kompetensi, yaitu sebagai
berikut :
33
a. Motif adalah sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau diinginkan
orang yang menyebabkan tindakan.
b. Sifat adalah karakteristik fisik dan respon yang konsisten terhadap
situasi atau informasi. Kecepatan reaksi dan ketajaman mata merupakan
ciri fisik kompetensi seorang pilot tempur.
c. Konsep diri sendiri adalah sikap, nilai-nilai, atau citra diri sseorang.
Percaya diri merupakan keyakinan orang bahwa mereka dapat efektif
dalam hampir setiap situasi adalah bagian dari konsep diri orang.
d. Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki orang dalam bidang
spesifik. Pengetahuan adalah kompetensi yang kompleks. Skor pada tes
pengetahuan sering gagal memprediksi prestasi kerja karena gagal
mengukur pengetahuan dan keterampilan dengan cara yang sebenarnya
dipergunakan dalam pekerjaan.
e. Keterampilan adalah kemampuan mengerjakan tugas fisik atau mental
tertentu. Kompetensi mental atau keterampilan kognitif termasuk
berpikir analitis dan konseptual.
Michael Zwell dalam Wibowo (2007), memberikan lima kategori
kompetensi yang terdiri dari :
a. Task achievement merupakan kategori kompetensi yang berhubungan
dengan kinerja baik. Kompetensi yang berkaitan dengan task
achievement ditunjukkan oleh orientasi pada hasil, mengelola kinerja,
memengaruhi, inisiatif, inovasi dan keahlian teknis.
34
b. Relationship merupakan kategori kompetensi yang berhubungan dengan
komunikasi dan bekerja baik dengan orang lain dan memuaskan
kebutuhannya. Kompetensi yang berhubungan dengan relationship
meliputi kerjasama, orientasi pada pelayanan, kepeduliaan antar pribadi,
penyelesaian konflik.
c. Personal attribute merupakan kompetensi instrinsik individu dan
menghubungkan bagaimana orang berpikir, merasa, belajar, dan
berkembang. Personal attribute merupakan kompetensi yang meliputi :
integritas dan kejujuran, pengembangan diri, ketegasan, kualitas
keputusan, berpikir analitis, dan berpikir konseptual.
d. Managerial merupakan kompetensi yang secara spesifik berkaitan
dengan pengelolaan, pengawasan, dan mengembangkan orang lain.
Kompetensi manajerial berupa : memotivasi, memberdayakan, dan
mengembangkan orang lain.
e. Leadership
merupakan
kompetensi
yang
berhubungan
dengan
memimpin organisasi dan orang untuk mencapai maksud, visi, dan
tujuan organisasi.
Kompetensi berkenaan dengan leadership meliputi kepemimpinan
visioner, berpikir strategis, membangun komitmen organisasional.
Menurut Moeheriono (2009) mengatakan tipe kompetensi dapat dibagi
menjadi dua tipe kompetensi yaitu sebagai berikut :
35
a. Kompetensi Individu
Dalam kompetensi individu ini dapat dikategorikan atau
dikelompokkan menjadi dua, terdiri atas (1) threshold competence atau
dapat disebut kompetensi minimum, yaitu kompetensi dasar yang harus
dimiliki oleh seseorang, misalnya kemampuan pengetahuan atau
keahlian dasar seperti kemampuan mambaca dan menulis. Contohnya
jika seseorang menjadi manajer keuangan, minimal harus mempunyai
pengetahuan dan keahlian khusus akuntansi atau keuangan. Dan (2)
differentiating competence, yaitu kompetensi yang membedakan
seseorang berkinerja tinggi atau berkinerja rendah dengan karyawan
lainnya, misalnya seseorang yang yang memiliki orientasi motivasi
tinggi biasanya yangdiperhatikan adalah pada tujuan melebihi apa yang
ditargetkan oleh organisasi dalam standar kerja. Akan tetapi, justru
kompetensi dari pengetahuan dan keterampilan atau keahlian labih
mudah untuk dikembangkan apabila akanmenambah atau meningkatkan
kompetensi tersebut yaitu dengan cara menambahprogram pendidikan
dan
pelatihan
bagi
pegawai
yang
masih
dianggap
kurang
kompetensinya.
Secara rinci, ada lima dimensi kompetensi yang harus dimiliki
oleh semua individu, yaitu sebagai berikut :
1) Task skills, yaitu keterampilan untuk melaksanakan tugas-tugas rutin
sesuai dengan standar di tempat kerja.
36
2) Task management skills, yaitu keterampilan untuk mengelola
serangkaian tugas yang berbeda yang muncul dalam pekerjaan.
3) Contingency management skill, yaitu keterampilan mengambil
tindakan yang cepat dan tepat bila timbul suatu masalah dalam
pekerjaan.
4) Job role environment skill, yaitu keterampilan untuk bekerjasama
serta memelihara kenyamanan lingkungan kerja.
5) Transfer skill, yaitu keterampilan untuk beradaptasi dengan
lingkungan kerja baru.
b. Kompetensi Jabatan
Seseorang agar mendapat kinerja tinggi secara maksimal
seharusnya kompetensi individu yang dimiliki harus sesuai atau cocok
dengan
kompetensi
mengakibatkan
jabatan
terjadi
yang
kecocokan
diembannya,
dengan
hal
ini
akan
kemampuan
yang
dimilikinya. Berdasarkan standar kompetensi pada kompetensi jabatan,
tercakup dua komponen yang mendasar, yaitu kompetensi utama dan
kompetensi pendukung yang rinciannya adalah sebagai berikut :
1) Kompetensi utama, merupakan kompetensi yang harus dimiliki
seseorang berkaitan dengan suatu jabatan atau tugas pekerjaan pada
lingkup tertentu. Seperti : Akuntabilitas, organisasi pembelajar, dan
menentukan masalah dan memecahkannya.
2) Kompetensi pendukung, adalah kompetensi yang diperlukan untuk
membantu atau mendukung terwujudnya pelaksanaan jabatan
37
tertentu, yang terdiri atas berikut : komunikasi, dan teknologi
informasi.
Kajian riset terdahulu yang berhasil dikumpulkan penulis pada
penelitian ini adalah:
1. Penelitian dilakukan oleh Suprapto pada tahun 2009, dengan judul:
Pengaruh Kompetensi Dan Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai Dengan
Kepuasan Sebagai Moderating Variabel. Penelitian dilakuan di Kecamatan
Eromoko Kabupaten Wonogiri. Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif kuantitatif yaitu metode penelitian yang bertujuan membuat
pencandraan (deskripsi) secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai
fakta-fakta dan sifatsifat populasi atau daerah tertentu. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa analisa regresi linier berganda dengan kontrol uji
asumsi
klasik
(normalitas,
heteroskedastisitas,
autokorelasi,
dan
multikolinieritas), menjadi model utama terpilih dalam penelitian ini,
setelah lolos uji validitas dan reliabilitas instrumen, dapat disimpulkan:
pertama, kompetensi, dan motivasi secara parsial berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja pegawai Kecamatan Eromoko Kabupaten
Wonogiri. Kedua, Interaktif antara kompetensi dan motivasi secara parsial
dengan kepuasan sebagai moderating variabel tidak berpengaruh
signifikan terhadap kinerja pegawai Kecamatan Eromoko Kabupaten
Wonogiri, maka kepuasan bukan merupakan moderating variabel yang
memoderasi hubungan antara kompetensi dan motivasi secara parsial
terhadap kinerja. Kepuasan merupakan variabel bebas yang berpengaruh
38
positif dan signifikan terhadap kinerja. Kepuasan merupakan variabel
dominan dalam model regresi. Ketiga, Model regresi dapat digunakan
sebagai prediksi pengaruh antara kompetensi, motivasi dan kepuasan
terhadap kinerja pegawai Kecamatan Eromoko Kabupaten Wonogiri, dan
model regresi telah memenuhi uji persyaratan regresi. Ketepatan perkiraan
sebesar 0.887 atau 88,7%. yang berarti variabilitasvariabel dependen yang
dapat dijelaskan oleh variabilitas variable independen sebesar 88,7%
sedangkan sisanya (11,3%) dijelaskan atau dipengaruhi oleh faktor lain.
Misalnya:kepemimpinan,
disiplin
kerja,
lingkungan
kerja,
dan
pengawasan.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Syarah Pulungan pada tahun 2012,
dengan judul: Analisis Pengaruh Kompetensi Dan Disiplin Kerja Terhadap
Kinerja Pegawai Negri Sipil Dinas Pertanian, Peternakan, Dan Perikanan
Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Penelitian dilakukan pada
Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perikanan Kabupaten Labuhanbatu
Selatan. Metode penelitian ini termasuk kedalam penelitian survey.
Metode analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda. Jenis
penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, dan sifat penelitian ini adalah
deskriptif eksplanatory. Hasil penelitian menunjukkan kompetensi dan
disiplin kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas
Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan.
Kompetensi dan disiplin kerja secara bersama-sama maupun parsial
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas
39
Pertanian, Peternakan, dan Perikanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Ini
memberi arti bahwa semakin baik kompetensi dan disiplin kerja yang
dimiliki pegawai maka semakin tinggi kinerja pegawai tersebut.
Kompetensi berpengaruh lebih dominan daripada disiplin kerja pegawai di
Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perikanan Kabupaten Labuhanbatu
Selatan.
3. Penelitian dilakukan oleh Muhammad Dzulkifli pada tahun 2013, dengan
judul:
Pengaruh Gaya
Kepemimpinan, Motivasi,
Disiplin Kerja,
Kompetensi Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai (Studi
Kasus Pada Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura Pasar
Minggu Jakarta Selatan). Penelitian dilakukan pada Direktorat Budidaya
dan Pascapanen Florikultura. Metode analisis data yang digunakan adalah
Statistik Deskriptif yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisis data
dengan cara mendeskripsikan atau menggambar data yang telah terkumpul
sebagaimana dengan adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang
berlaku untuk umum generalisasi. Hasil Uji regresi ditemukan bahwa
kepemimpinan, motivasi, disiplin kerja, kompetensi dan budaya organisasi
berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Direktorat Budidaya dan
Pascapanen Florikultura. Hasil uji regresi juga ditemukan bahwa budaya
organisasi merupakan variabel yang berpengaruh paling dominan terhadap
kinerja pegawai Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura.. Hal ini
ditujukan dengan nilai Standardized Coefficien Beta yang lebih besar
40
0,423 atau42,3% dibanding dengan variabel lainnya yang nilainya dibawah
variable budaya organisasi.
B. Kerangka Pemikiran
Dalam rangka memberikan pedoman dan arahan agar penelitian
yang dikemukakan dapat sesuai dengan yang telah digariskan data latar
belakang, perumusan masalah maka perlu disusun kerangka pemikiran.
Adapun kerangka pemikiran dari kegiatan penelitian ini adalah :
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir
Disiplin
(X1)
H1
Kinerja
Karyawan (Y)
H3
Kompetensi Kerja (X2)
H2
C. Hipotesis
Menurut Arikunto (2006), hipotesis adalah suatu jawaban yang
bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui
data yang terkumpul. Suatu hipotesis akan diterima apabila data yang
dikumpulkan mendukung pernyataan maka hipotesis diterima. Hipotesis
merupakan anggapan dasar yang kemudian membuat suatu teori yang masih
harus diuji kebenarannya.
41
Berdasarkan kajian teori di atas maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. H1= Terdapat pengaruh Disiplin Terhadap Kinerja Karyawan Pada Bank
Danamon Jakarta.
2. H2= Terdapat pengaruh Kompetensi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan
Pada Bank Danamon Jakarta.
3. H3= Terdapat pengaruh Disiplin dan Kompetensi Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan Pada Bank Danamon Jakarta.
Download