BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis 2.1.1 Definisi Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis yaitu sebagian dari organisma kompleks termasuklah M. bovis dan M. africanum (Innes JA, Reid PT, 2005). 2.1.2 Penyebab Penyakit Penyakit Tuberkulosis adalah disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). M. tuberculosis berbentuk batang lurus tidak berspora dan juga tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang 1 – 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks dan terdiri dari lapisan lemak yang cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 – C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam-alkohol. Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal (PDPI, 2002). Universitas Sumatera Utara 2.1.3 Penularan Transmisi basil Mycobacterium ini adalah melalui manusia, kecuali untuk M. bovis (Varaine F., Henkens M. & Grouzard V., 2010). Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Menurut Rachmand Y.N. (2008) dan Schiffman. G (2010), sewaktu batuk atau bersin, kuman akan tersebar ke udara dalam bentuk droplet ataupun percikan dahak. Droplet yang mengandungi kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Jika droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernapasan, orang lain dapat terinfeksi. Selama kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya. Banyaknya kuman yang dikeluarkan dari paru menentukan daya penularan dari seorang penderita. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut menentukan kemungkinan seseorang terinfeksi TB (Saroso S., 2005). Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-2%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1%, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB. Hanya 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB. Dari keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa daerah dengan ARTI 1%, maka diantara 100.000 penduduk, rata-rata terjadi 100 penderita tuberkulosis setiap tahun, dimana 50% penderita adalah BTA positif (Saroso S., 2005). Universitas Sumatera Utara 2.1.4 Patogenesis Pada patogenesis Tuberkulosis primer, kuman Tuberkulosis akan masuk melalui saluran napas dan akan bersarang di jaringan paru. Kemudian, akan terbentuk suatu sarang pneumonik yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini bisa timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer, akan kelihatan peradangan saluran getah bening yang menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Efek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenali sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sama ada sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali ataupun sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotic dan sarang perkapuran di hilus). Ia juga bisa menyebar dengan cara perkontinuitatum yaitu menyebar ke sekitarnya. Salah satu contohnya adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas yang bersangkutan dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis. Selain itu, kuman ini bisa menyebar melalui penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau tertelan. Ada juga yang menyebar secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa dan typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya (PDPI, 2005). Universitas Sumatera Utara Pada fase Tuberkulosis pasca primer, dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer mempunyai nama yang bermacam macam antaranya adalah tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis dan tuberkulosis menahun. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini pada awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sama ada melalui diresopsi kembali dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat ataupun sarang tadi pada mulanya meluas, tetapi segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Ia selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar. Ada juga sarang pneumonik yang meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Nasib kaviti ini mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola. Perjalanan seperti yang disebutkan diatas, ia dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi. Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri lalu akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang atau stellate shaped (PDPI, 2002). Universitas Sumatera Utara 2.1.5 Faktor resiko Terdapat pelbagai factor resiko yang bisa menyebabkan tertularnya penyakit Tuberkulosis. Yang pertama adalah faktor usia. Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York pada panti penampungan orang-orang gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun. Faktor resiko seterusnya adalah jenis kelamin. Di benua Afrika pada tahun 1996 jumlah penderita TB paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah penderita TB paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada wanita. TB paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena lakilaki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB paru. Tingkat pendidikan juga menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit Tuberkulosis. Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. Diketahui juga bahwa kebiasaan merokok mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan kanker kandung kemih. Menurut Yuliyanti Purnamasari (2009) di dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Merokok Dengan Angka Kejadian Tuberkulosis Paru di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, Perokok memiliki resiko untuk mengalami Tuberkulosis 3 kali lebih besar daripada bukan perokok. Ini karena, merokok dapat memperlemah paru dan menyebabkan paru lebih mudah terinfeksi kuman tuberkulosis. Bahkan, asap rokok dalam jumlah besar yang dihirup dapat meningkatkan risiko keparahan tuberkulosis, kekambuhan dan Universitas Sumatera Utara kegagalan pengobatan tuberkulosis. Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah untuk terjadinya infeksi TB Paru. Selain itu, kepadatan hunian kamar tidur juga menjadi factor resiko penyebab penyakit Tuberkulosis. Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain. Antara kelompok yang beresiko untuk menularkan penyakit Tuberkulosis adalah pelajar-pelajar di asrama sekolah. Kondisi rumah juga menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TB. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman. Lantai dan dinding yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium tuberculosis. Faktor resiko penularan penyakit Tuberkulosis yang seterusnya adalah status gizi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ratnawati LY (2002) terhadap pasien Tuberkulosis, terdapat 96,7% responden mempunyai kecukupan energi kurang. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit. Keadaan sosial ekonomi juga berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru. Universitas Sumatera Utara 2.1.6 Gejala klinis Gejala-gejala umum untuk penyakit TB adalah demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama. Biasanya demam ini dirasakan malam hari disertai keringat malam. Penderita sering terbangun di malam hari karena tubuhnya basah kuyup oleh keringat sehingga pakaian atau bahkan sepreinya harus diganti. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. Gejala umum lain adalah penurunan nafsu makan dan berat badan serta batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). Bisa juga dirasakan perasaan tidak enak atau malaise dan lemah (PDPI, 2002). Gejala-gejala khusus atau khas pula tergantung dari organ tubuh mana yang terkena. Bila terjadi sumbatan di sebagian bronkus akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, ia akan menimbulkan suara "mengi" yaitu suara nafas melemah yang disertai sesak. Jika ada cairan dirongga pleura, ia dapat disertai dengan keluhan sakit dada. Apabila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya. Pada muara ini akan keluar cairan nanah. Pada anak-anak, dapat mengenai otak dan terjadinya meningitis (radang selaput otak). Gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1. Gejala atau komplikasi bagian lain yang terinfeksi M. tuberculosis Bagian yang Terinfeksi Rongga perut Kandung kemih Otak Pericardium Persendian Ginjal Organ reproduksi pria Organ reproduksi wanita Tulang belakang Gejala atau komplikasi - Lelah - Nyeri tekan ringan - Nyeri seperti apendisitis - Nyeri ketika berkemih - Demam - Sakit kepala - Mual - Penurunan kesadaran - Kerusakan otak yang menyebabkan terjadinya koma - Demam - Pelebaran vena leher - Sesak nafas - Gejala yang menyerupai artritis - Kerusakan gijal - Infeksi di sekitar ginjal - Benjolan di dalam kantung zakar - Kemandulan - Nyeri - Kollaps tulang belakang - Kelumpuhan tungkai 2.1.7 Pengobatan Obat anti TB (OAT) untuk lini pertama adalah Rifampisin, Isoniazid (INH), Pirazinamid, Streptomisin dan Etambutol. Obat tambahan lainnya ataupun obat lini 2 adalah Kanamisin, Amikasin dan Kuinolon (PDPI, 2005). Biasanya, Isoniazid diberikan selama 6-9 bulan melalui oral. Pengobatan rifampin pula diberikan selama 4-9 bulan (Federal Bureau of Prisons, 2010). Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2. Kategori TB 1. Kasus baru TB positif 2. TB ekstra berbahaya 3. Negatif TB berbahaya 4. TB paru positif sudah diobati paru paru Pengobatan yang dianjurkan oleh WHO Fasa awal Fasa seterusnya 1. 2 bulan H3R3Z3E3 / 2 1. 4 bulan H3R3 bulan H3R3Z3S3 2. 4 bulan HR 2. 2 bulan HRZE / 2 3. 6 bulan HE bulan HRZS paru yang 1. 2 bulan H3R3Z3E3S3 / 2 bulan H3R3Z3E3 2. 2 bulan HRZES / 1 bulan HRZE 1. 2 bulan H3R3Z3E3 2. 2 bulan HRZE 1. Kasus baru TB paru negatif 2. TB paru kurang berbahaya Sumber : Davidson’s Principles & Practice of Medicine H Isoniazid R Rifampin E Etambutol S Streptomisin 1. 5 bulan H3R3E3 2. 5 bulan HRE 1. 4 bulan H3R3 2. 4 bulan HR 3. 6 bulan HE Z Pirazinamid 2.1.8 Komplikasi Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan dalam masa pengobatan ataupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi dini yang mungkin timbul adalah batuk berdarah, pneumotoraks, luluh paru, gagal napas, gagal jantung dan efusi pleura. Komplikasi lanjut pada penyakit Tuberkulosis pula bisa jadi obstruksi jalan napas, kor pulmonal, amiloidosis dan karsinoma paru (Taufik A., 2009). Universitas Sumatera Utara 2.1.9 Pencegahan Penyakit Tuberkulosis ini bias dicegah. Seperti yang diketahui, mencegah lebih baik dari mengobati. Antara pencegahan penyakit Tuberkulosis yang bisa dilakukan oleh masyarakat adalah ventilasi dan pencahayaan rumah yang baik serta menutup mulut saat batuk. Selain itu, masyarakat juga perlulah menjaga kebersihan lingkungan termasuk alat makan dan tidak meludah di sembarang tempat (Rahmawati VK, 2009). Selain pencegahan dinyatakan di atas, terdapat juga vaksinasi yang bisa mencegah daripada terjadinya penyakit Tuberkulosis ini yaitu vaksin BCG (Squire B., 2009). 2.2 Pengetahuan Pengetahuan adalah suatu hasil penginderaan manusia terhadap objek melalui indra yang dimilikinya seperti mata, hidung, telinga dan alat indera lainnya. Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek tersebut (Natoatmodjo, 2005). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu: 1. Tahu (know) Tahu boleh diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Hal yang termasuk dalam tingkat pengetahuan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ‘tahu’ ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang itu tahu tentang apa yang Universitas Sumatera Utara dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya. 2. Memahami (comprehension) Memahami boleh diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan dan dapat menginterpretasikan secara benar tentang obejek/materi yang diketahuinya. Orang yang telah paham tentang objek/materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan sebagainya. 3. Aplikasi (application) Aplikasi boleh diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya. 4. Analisis (analysis) Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur oraganisasi yang masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasi-formulasi yang sedia ada. Universitas Sumatera Utara 6. Evaluasi (evaluation) Merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian teradap suatu obejek/materi. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau dengan menggunakan kriteria yang telah ada. Menurut Natoatmodjo (2005), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lainnya adalah: 1. Pengalaman Diperolehi dari pengalaman sendiri maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman yang diperolehi dapat memperluaskan pengetahuan seseorang. 2. Umur Pertambahan umur seseorang akan menyebabkan proses perkembangan metalnya semakin bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berusia belasan tahun. Selain itu, daya ingat seseorang banyak dipengaruhi oleh umur. Dari uraian dapat disimpulkan bahwa dengan bertambahnya umur seseorang, akan mempengaruhi pada petambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada satu umur tertentu atau pada menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang. 3. Tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan seseorang dapat memperluas pengetahuan dan wawasan seseorang. Secara umumnya, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi, akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih rendah. Universitas Sumatera Utara 4. Keyakinan Keyakinan biasanya diperoleh secara turun temurun dan tanpa ada pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini biasanya akan mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik dari segi positifnya maupun yang negatifnya. 5. Sumber informasi Sumber informasi yang baik akan meningkatkan pengetahuan seseorang meskipun seseorang itu memiliki pendidikan yang rendah. Sumber informasi di masa sekarang sangat banyak antaranya termasuklah radio, telivisi, majalah, koran dan buku. 6. Penghasilan Sebenarnya, penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap tingkat pengetahuan seseorang. Namun bila seseorang mempunyai penghasilan yang cukup besar, maka beliau akan mampu untuk menyediakan fasilitasfasilitas sumber informasi. 7. Sosial budaya Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi dan sikap seseorang terhadap sesuatu. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan menggunakan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkat pengetahuan yang telah dikemukakan di atas. Universitas Sumatera Utara