View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Setiap dokter gigi diputuskan untuk menjawab pertanyaan mengenai lama
perawatan yang dianjurkan pada saat konsultasi. Menurut Shia (1986), keberhasilan
suatu praktik ortodontik dipengaruhi prediksi yang akurat mengenai lama
perawatan.1
Berdasarkan hasil survei pada tahun 2003 di praktik ortodontik Inggris,
diperoleh bahwa penyelesaian kasus dalam waktu yang telah diperhitungkan
dianggap sebagai metode penting yang membangun.2 Menurut Klein (1988), pasien
yang diberikan informasi akurat akan menjadi konsumen yang lebih baik pada
pelayanan gigi, dengan harapan yang lebih masuk akal untuk hasil perawatan dan
kepuasaan yang lebih besar dengan perawatan mereka secara keseluruhan.1
Pengetahuan tentang pentingnya fungsi gigi geligi serta akibat kelalaian
pemeliharaannya memungkinkan meningkatnya tuntutan akan perawatan yang
sebaik-baiknya. Orangtua menginginkan anaknya tampak normal, berpenampilan
menarik, sehingga mereka membawa anaknya ke dokter gigi untuk memperbaiki
maloklusi.2
Lembaga Ortodontik Inggris merekomendasikan bahwa pasien harus
menerima informasi yang cukup tentang perawatan yang dianjurkan, termasuk
perkiraan realistis mengenai skala waktu yang dibutuhkan.
1
Menurut Turbill dkk (2001), efisiensi merupakan konsep penting dalam
pemeliharaan kesehatan yang modern dan perawatan yang lama dapat merusak
“keuntungan” praktik atau sistem pemeliharaan kesehatan nasional. Menurut Graber
dkk (2004), perawatan yang lebih pendek juga diinginkan dalam waktu yang singkat
untuk kemungkinan efek samping yang berbahaya.1
Oleh karena itu, hal ini merupakan keuntungan untuk pasien dan operator
yang awalnya telah menyajikan informasi yang dapat diandalkan mengenai lama
perawatan.
Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal, hal ini dapat
terjadi karena ketidaksesuaian antara lengkung gigi dan lengkung rahang. Keadaan
ini terjadi baik pada rahang atas maupun rahang bawah. Gambaran klinisnya berupa
crowding, protrusi, crossbite baik anterior maupun posterior.2
Maloklusi, khususnya kelainan dentofasial, merupakan salah satu penyakit
yang perlu ditanggulangi dengan kesungguhan.3 Selain itu, luasnya pengaruh
maloklusi terhadap kesehatan juga akan menimbulkan gangguan terhadap keserasian
dan estetika muka.4 Maloklusi tidak dapat diberantas, jadi akan senantiasa ada,
karena penyebab kelainan tersebut tidak hanya karena faktor lingkungan, tetapi juga
faktor keturunan yang tidak dapat dihindari. Namun demikian maloklusi dapat
dicegah agar tidak bertambah parah.5
Lama perawatan pada satu maloklusi tidaklah sama dengan lama perawatan
pada maloklusi jenis yang lain. Ada banyak faktor yang mempengaruhi lama
perawatan ortodontik, diantaranya: usia pasien, tipe maloklusi, ada atau tidaknya
ekstraksi, penggunaan perangkat yang digunakan cekat atau lepasan, keparahan
2
maloklusi awal, kooperatif pasien, dll. Beberapa hal tersebut adalah faktor-faktor
yang mempengaruhi lama perawatan ortodontik.1
Menurut Salzmann yang dikutip oleh Dewanto menyatakan bahwa oklusi
ideal adalah sebuah formula hipotesis (dugaan) yang tidak ada dan tidak akan terjadi
pada seseorang. Dalam perawatan ortodontik semaksimal mungkin dilakukan
perawatan untuk mencapai oklusi yang normal maupun yang ideal.6
Salah satu faktor yang mempengaruhi lama perawatan ortodontik adalah tipe
maloklusi.1 Tipe maloklusi tersebut dapat diukur dengan beberapa Indeks Maloklusi
yang ada, diantaranya yang paling populer dan sampai saat ini masih digunakan
secara luas karena keadaan maloklusi dapat dilihat secara langsung adalah
menggunakan Klasifikasi Angle. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan hubungan
anteroposterior lengkung gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah (hubungan gigi
molar pertama). Fungsi dari klasifikasi ini adalah untuk menegakkan diagnosis dan
rencana perawatan.7
Pada bagian Ortodonsia RSGM FKG UNHAS ditemukan berbagai macam
kasus maloklusi. Perawatan maloklusi dilakukan dengan alat ortodontik lepasan oleh
mahasiswa kepanitraan. Dengan mengetahui lama perawatan ortodontik berdasarkan
tipe maloklusi diharapkan dapat menjadi suatu informasi yang penting dan
membangun bagi mahasiswa klinik di bagian Ortodonsia RSGM FKG UNHAS.
Untuk saat ini belum ada informasi mengenai lama perawatan pada pasien yang
menggunakan piranti lepasan. Oleh karena itu, dianggap penting untuk melakukan
penelitian mengenai lama perawatan berdasarkan tipe maloklusi pada pasien yang
menggunakan piranti lepasan di RSGM FKG UNHAS.
3
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, maka dapat
dirumuskan permasalahan, yaitu:
Berapa lama perawatan ortodontik berdasarkan tipe maloklusi pada pasien
yang menggunakan piranti lepasan di RSGM FKG UNHAS ?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umum
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mengevaluasi lama perawatan ortodontik berdasarkan tipe maloklusi pada pasien
yang menggunakan piranti ortodontik lepasan di RSGM FKG UNHAS.
1.3.1 Tujuan Khusus
Berdasarkan tujuan penelitian umum, maka tujuan penelitian khusus yang
ingin dicapai penulis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui gambaran lama perawatan ortodontik pada kasus maloklusi
Klas I Angle.
2. Untuk mengetahui gambaran lama perawatan ortodontik pada kasus maloklusi
Klas II Angle.
3. Untuk mengetahui gambaran lama perawatan ortodontik pada kasus maloklusi
Klas III Angle.
4
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian yang dilakukan adalah
untuk memberikan konstribusi sebagai berikut:
1.4.1 Institusi Pendidikan
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi salah satu penelitian yang
bermanfaat bagi almamater penulis.
1.4.2 Bidang Ortodonsia
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber informasi mengenai
gambaran lama perawatan ortodontik berdasarkan tipe maloklusi pada pasien yang
menggunakan piranti lepasan di bagian Ortodonsia RSGM FKG UNHAS.
1.4.3 Bidang Kemasyarakatan
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga
kesehatan gigi dan mulut dan pentingnya kontrol rutin ke dokter gigi guna mencegah
terjadinya maloklusi yang lebih kompleks sehingga menghindarkan diri dari
perawatan dengan durasi yang lebih lama.
1.4.4 Peneliti Lainnya
Diharapkan penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan
bagi pembacanya, serta menginspirasi peneliti lain untuk melakukan penelitian
serupa.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI MALOKLUSI
Maloklusi merupakan oklusi abnormal yang ditandai
harmonisnya
dengan tidak
hubungan antar lengkung di setiap bidang spasial atau
anomali
abnormal dalam posisi gigi.8 Maloklusi menunjukkan kondisi oklusi intercuspal
dalam pertumbuhan gigi yang tidak reguler. Penentuan maloklusi dapat didasarkan
pada kunci oklusi normal. Angle membuat pernyataan key of occlusion artinya molar
pertama merupakan kunci oklusi.6
Menurut Angle yang dikutip oleh Dewanto, oklusi normal sebagai hubungan
dari bidang-bidang inklinasi tonjol gigi pada saat kedua rahang atas dan rahang
bawah dalam keadaan tertutup, disertai kontak proksimal dan posisi aksial semua
gigi yang benar, dan keadaan pertumbuhan, perkembangan posisi dan relasi antara
berbagai macam jaringan penyangga gigi yang normal pula.6
Menurut Andrew yang dikutip oleh Bisara, terdapat enam kunci oklusi normal,
sebagai berikut: 9
1. Relasi molar menujukkan tonjol mesiobukal molar pertama rahang atas
beroklusi dalam celah antara mesial dan sentral dari molar pertama rahang
bawah.
2. Angulasi mahkota yang benar.
3. Inklinasi mahkota menjamin dari keseimbangan maloklusi.
6
4. Inklinasi mahkota menjamin dari keseimbangan oklusi.
5. Tidak ada rotasi gigi.
6. Tidak ada celah diantara gigi geligi.
7. Adanya curve of spee yang datar terhadap dataran oklusal.
Oleh karena itu, jika berbagai ketentuan oklusi normal di atas tidak sesuai,
maka akan tergolong kasus maloklusi. Menurut Graber yang dikutip oleh Dewanto
maloklusi merupakan penyakit gigi terbesar kedua setelah karies gigi. Gambaran
maloklusi pada remaja di Indonesia masih sangat tinggi, mulai dari tahun 1983
adalah 90% sampai tahun 2006 adalah 89%, sementara perilaku kesehatan gigi pada
remaja khususnya tentang maloklusi masih belum cukup baik dan pelayanan
kesehatan gigi belum optimal.6
Tingginya prevalensi maloklusi juga dapat dilihat dari beberapa hasil survei
yang telah dilakukan terhadap populasi di berbagai tempat. Survei tersebut
membuktikan bahwa kebanyakan anak-anak memiliki gigi yang tidak teratur atau
maloklusi. Penelitian Silva et al tentang maloklusi tahun 2001 di Amerika Latin pada
anak usia 12-18 tahun yang dikutip dari penelitian Apsari menunjukkan bahwa lebih
dari 93% anak menderita maloklusi. Hasil penelitian Apsari di SMPN 1 Ungaran
tahun 1997 pada 91 remaja menunjukkan bahwa 83,5% menderita maloklusi, dengan
38,2% merupakan maloklusi ringan.10 Hasil penelitian Dewi Oktavia tentang
maloklusi pada remaja SMU di kota Medan tahun 2007 dengan menggunakan skor
HMA menunjukkan bahwa prevalensi maloklusi sebesar 60,5% dengan kebutuhan
perawatan ortodontik sebesar 23 %.2
7
2.2 PENYEBAB MALOKLUSI
Menurut Moyers yang dikutip oleh Suminy, maloklusi dapat disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya : 11
1. Faktor keturunan, seperti sistem neuromuskuler, tulang, gigi dan bagian lain di
luar otot dan saraf.
2. Gangguan pertumbuhan.
3. Trauma, yaitu trauma sebelum lahir dan trauma saat dilahirkan serta trauma
setelah dilahirkan.
4. Keadaan fisik, seperti prematur ekstraksi.
5. Kebiasaan buruk seperti menghisap jari yang dapat menyebabkan insisivus
rahang atas lebih ke labial sedangkan insisivus rahang bawah ke lingual,
menjulurkan lidah, menggigit kuku, menghisap dan menggigit bibir.
6. Penyakit yang terdiri dari penyakit sistemik, kelainan endokrin, penyakit lokal
(gangguan saluran pernapasan, penyakit gusi, jaringan penyangga gigi, tumor,
dan gigi berlubang).
7. Malnutrisi.
2.3 DAMPAK MALOKLUSI
Maloklusi dapat menimbulkan berbagai dampak diantaranya dapat dilihat dari
segi fungsi yaitu jika terjadi maloklusi yang berupa gigi berjejal akan berakibat gigi
sulit dibersihkan ketika menyikat gigi. Dari segi rasa sakit, maloklusi yang parah
dapat menimbulkan kesulitan menggerakkan rahang (gangguan TMJ dan nyeri). Dari
42
segi fonetik, maloklusi salah satunya adalah distooklusi dapat mempengaruhi
kejelasan pengucapan huruf p, b, m sedangkan mesio-oklusi s, z, t dan n. Dari segi
psikis, maloklusi dapat mempengaruhi estetis dan penampilan seseorang.10
2.4 KLASIFIKASI MALOKLUSI
Cara paling sederhana untuk menentukan maloklusi ialah dengan Klasifikasi
Angle.6 Menurut Angle yang dikutip oleh Rahardjo, mendasarkan klasifikasinya atas
asumsi bahwa gigi molar pertama hampir tidak pernah berubah posisinya. Angle
mengelompokkan maloklusi menjadi tiga kelompok, yaitu maloklusi Klas I, Klas II,
dan Klas III. 12
1.
Maloklusi Klas I : relasi normal anteroposterior dari mandibula dan
maksila.
12
Tonjol mesiobukal cusp molar pertama permanen berada pada
bukal groove molar pertama permanen mandibula. Seperti yang terlihat
pada gambar (Gambar 2.1)
13, 14
Terdapat relasi lengkung anteroposterior
yang normal dilihat dari relasi molar pertama permanen (netrooklusi).
12
Kelainan yang menyertai maloklusi klas I yakni: gigi berjejal, rotasi dan
protrusi. 14
Tipe 1 : Klas I dengan gigi anterior letaknya berdesakan atau crowded atau
gigi C ektostem
Tipe 2 : Klas I dengan gigi anterior letaknya labioversi atau protrusi
Tipe 3 : Klas I dengan gigi anterior palatoversi sehingga terjadi gigitan
terbalik (anterior crossbite).
42
Tipe 4 : Klas I dengan gigi posterior yang crossbite.
Tipe 5 : Klas I dimana terjadi pegeseran gigi molar permanen ke arah
mesial akibat prematur ekstraksi. 15
Gambar 2.1 Maloklusi Klas I
2. Maloklusi Klas II : relasi posterior dari mandibula terhadap maksila.
12
Tonjol mesiobukal cusp molar pertama permanen atas berada lebih mesial
dari bukal groove gigi molar pertama permanen mandibula. Seperti yang
terlihat pada gambar (Gambar 2.2). 13, 14
Gambar 2.2 Maloklusi Klas II
Divisi 1
: insisivus sentral atas proklinasi sehingga didapatkan jarak
gigit besar (overjet), insisivus lateral atas juga proklinasi,
tumpang gigit besar (overbite), dan curve of spee positif. 12
42
Divisi 2
: insisivus sentral atas retroklinasi, insisivus lateral atas
proklinasi, tumpang gigit besar (gigitan dalam). Jarak gigit
bisa normal atau sedikit bertambah. 12, 14
Pada penelitian di New York Amerika Serikat diperoleh 23,8%
mempunyai maloklusi Klas II. Peneliti lain mengatakan bahwa 55% dari
populasi Amerika Serikat mempunyai maloklusi Klas II Divisi I. 14
3.
Maloklusi klas III : relasi anterior dari mandibula terhadap maksila.
12
Tonjol mesiobukal cusp molar pertama permanen atas berada lebih distal
dari bukal groove gigi molar pertama permanen mandibula dan terdapat
anterior crossbite (gigitan silang anterior). Seperti yang terlihat pada
gambar (Gambar 2.3). 13, 14
Gambar 2.3 Maloklusi Klas III
Tipe 1
: adanya lengkung gigi yang baik tetapi relasi lengkungnya tidak
normal.
Tipe 2
: adanya lengkung gigi yang baik dari gigi anterior maksila
tetapi ada linguoversi dari gigi anterior mandibula.
Tipe 3
: lengkung maksila kurang berkembang; linguoversi dari gigi
anterior maksila; lengkung gigi mandibula baik. 15
42
Untuk kasus crossbite ada yang membaginya menjadi crossbite anterior dan
crossbite posterior. 10
a. Crossbite anterior
Suatu keadaan rahang dalam relasi sentrik, namun terdapat satu atau beberapa
gigi anterior maksila yang posisinya terletak di sebelah lingual dari gigi
anterior mandibula.
b. Crossbite posterior
Hubungan bukolingual yang abnormal dari satu atau beberapa gigi posterior
mandibula.
Selain Klasifikasi Angle, terdapat berbagai jenis maloklusi, seperti: 10
1. Deepbite adalah suatu keadaan dimana jarak menutupnya bagian insisal gigi
insisivus maksila terhadap insisal gigi insisivus mandibula dalam arah vertikal
melebihi 2-3 mm. Pada kasus deepbite, gigi posterior sering linguoversi atau
miring ke mesial dan insisivus mandibula sering berjejal, linguoversi, dan supra
oklusi.
2. Openbite adalah keadaan adanya ruangan oklusal atau insisal dari gigi saat
rahang atas dan rahang bawah dalam keadaan oklusi sentrik. Macam-macam
open bite menurut lokasinya antara lain :
a. Anterior openbite
Klas I Angle anterior openbite terjadi karena rahang atas yang sempit, gigi
depan inklinasi ke depan, dan gigi posterior supra oklusi, sedangkan Klas II
Angle divisi I disebabkan karena kebiasaan buruk atau keturunan.
42
b. Posterior openbite pada regio premolar dan molar.
c. Kombinasi anterior dan posterior/total openbite terdapat baik di anterior,
posterior, dapat unilateral ataupun bilateral.
3. Crowded (Gigi berjejal)
Gigi berjejal adalah keadaan berjejalnya gigi di luar susunan yang normal.
Penyebab gigi berjejal adalah lengkung basal yang terlalu kecil daripada
lengkung koronal. Lengkung basal adalah lengkung pada prossesus alveolaris
tempat dari apeks gigi itu tertanam, lengkung koronal adalah lengkung yang
paling lebar dari mahkota gigi atau jumlah mesiodistal yang paling besar dari
mahkota gigi geligi.16 Faktor keturunan merupakan salah satu penyebab gigi
bejejal, misalnya ayah mempunyai struktur rahang besar dengan gigi yang
besar-besar, ibu mempunyai struktur rahang kecil dengan gigi yang kecil.
Kombinasi genetik antara rahang kecil dan gigi yang besar membuat rahang
tidak cukup dan gigi menjadi berjejal. Kasus gigi berjejal dibagi berdasarkan
derajat keparahannya, yaitu: 10
a. Gigi berjejal kasus ringan
Terdapat gigi-gigi yang sedikit berjejal, sering pada gigi depan mandibula,
dianggap suatu variasi yang normal dan dianggap tidak memerlukan
perawatan.
b. Gigi berjejal kasus berat
Terdapat gigi-gigi yang sangat berjejal sehingga dapat menimbulkan oral
hygiene yang buruk.
42
4. Diastema (Gigi renggang)
Gigi renggang adalah suatu keadaan terdapatnya ruang di antara gigi geligi
yang seharusnya berkontak. Diastema ada 2 macam, yaitu: 10
a. Lokal, jika terdapat diantara 2 atau 3 gigi. Penyebabnya antara lain
frenulum labial yang abnormal, kehilangan gigi, kebiasaan jelek, dan
persistensi.
b. Umum, jika terdapat pada sebagian besar gigi, dapat disebabkan oleh
faktor keturunan, lidah yang besar dan oklusi gigi yang traumatis.
2.5 PIRANTI ORTODONSI
Piranti yang digunakan untuk merawat maloklusi secara garis besar dapat
digolongkan menjadi tiga, yaitu: piranti lepasan (removable appliance), piranti
fungsional (functional appliance) dan piranti cekat (fixed appliance). 17
2.5.1 Piranti Lepasan (Removable Appliance)
Piranti lepasan adalah piranti yang dapat dipasang dan dilepas oleh pasien.
Beberapa contohnya seperti yang terlihat pada gambar (Gambar 2.4). Komponen
utama piranti lepasan adalah: 1) komponen aktif, 2) komponen pasif, 3) lempeng
akrilik, 4) penjangkaran. Komponen aktif terdiri atas pegas, busur dan sekrup
ekspansi. Komponen pasif yang utama adalah cengkeram Adams dengan beberapa
modifikasinya, cengkeram Southend dan busur pendek.
42
Gambar 2.4 Beberapa Jenis Piranti Lepasan
Piranti lepasan dapat juga dihubungkan dengan headgear untuk menambah
penjangkaran. Lempeng akrilik dapat dimodifikasi dengan menambah peninggian
gigitan anterior untuk koreksi gigitan dalam peninggian gigitan posterior untuk
membebaskan halangan gigi anterior atas pada kasus gigitan silang anterior. Salah
satu faktor keberhasilan perawatan dengan piranti lepasan adalah kooperatif pasien
untuk memakai piranti.
2.5.2 Piranti Fungsional (Functional Appliance)
Piranti
fungsional
digunakan
untuk
mengoreksi
maloklusi
dengan
memanfaatkan, menghalangi atau memodifikasi kekuatan yang dihasilkan oleh otot
orofasial, erupsi gigi dan pertumbuhkembangan dentomaksilofasial. Ada juga yang
mengatakan bahwa piranti fungsional dapat berupa piranti lepasan atau cekat yang
menggunakan kekuatan yang berasal dari regangan otot, fasia dan atau jaringan yang
lain untuk mengubah relasi skelet dan gigi. Dengan menggunakan piranti fungsional,
diharapkan terjadi perubahan lingkungan fungsional dalam suatu upaya untuk
mempengaruhi dan mengubah relasi rahang secara permanen. Biasanya piranti
42
fungsional tidak menggunakan pegas sehingga tidak dapat menggerakkan gigi secara
individual.
Piranti ini hanya efektif pada anak yang sedang bertumbuh kembang terutama
yang belum melewati pubertal growth spurt. Kekuatan otot yang digunakan
tergantung pada desain piranti fungsional, tetapi utamanya kekuatan otot yang
digunakan menempatkan mandibula ke bawah dan ke depan pada maloklusi Klas II
atau ke bawah dan belakang pada maloklusi Klas III. Penempatan mandibula ke
bawah dan belakang lebih sukar daripada ke bawah dan depan sehingga piranti ini
lebih efektif bila digunakan pada maloklusi Klas II.
Indikasi
Piranti fungsional secara terbatas dapat digunakan pada maloklusi :
-
Mandibula yang retrusi pada kelainan skeletal Klas II ringan disertai insisivus
bawah yang retroklinasi atau tegak.
-
Tinggi muka yang normal atau sedikit berkurang.
-
Mandibula yang protrusi pada kelainan skeletal Klas III ringan
-
Tidak ada gigi yang crowded
Maloklusi Klas II dengan insisivus bawah yang proklinasi merupakan
kontraindikasi pemakaian piranti fungsional. Pada maloklusi Klas II skeletal yang
parah, piranti fungsional digunakan sebagai perawatan pendahuluan untuk mengubah
relasi rahang pada saat masih ada pertumbuhan (phase one) kemudian digunakan
piranti cekat untuk mengoreksi letak gigi dan kadang-kadang diperlukan ekstraksi
gigi permanen (phase two).
42
Tipe Piranti Fungsional
1. Removable Tooth-Borne Appliance atau Passive Tooth-Borne
Piranti ini bekerjanya hanya tergantung pada jaringan lunak yang
menegang serta aktivitas otot sehingga menghasilkan efek untuk mengoreksi
maloklusi. Termasuk dalam tipe ini adalah :
a. Aktivator
Disebut juga piranti Andresen, desain aktivator yang asli terdiri atas
blok akrilik yang menutupi lengkung geligi atas dan bawah serta palatal,
blok ini longgar karena tidak mempunyai cengkeram. Aktivator dapat
memajukan mandibula beberapa milimeter untuk mengoreksi maloklusi
Klas II dan membuka gigitan kira-kira 3-4 mm.
Piranti ini berpengaruh pada pertumbuhan rahang dan piranti yang
pasif ini dapat menggerakkan gigi anterior secara tipping serta
mengontrol erupsi gigi-gigi untuk mengubah dimensi vertikal. Piranti ini
memberi kesempatan gigi posterior bawah tumbuh vertikal sedangkan
gigi posterior atas ditahan oleh lempeng akrilik untuk mengurangi
tumpang gigit. Piranti ini dipakai selama 14-16 jam sehari. Berbagai
contoh aktivator seperti terlihat pada gambar (Gambar 2.5)
42
Gambar 2.5 Berbagai Contoh Aktivator
b. Bionator
Kadang-kadang disebut piranti Balters sesuai dengan penemunya.
Prinsipnya hampir seperti aktivator tetapi kurang bulky sehingga lebih
disukai. Lempeng bagian palatal dibuang dan masih terdapat sayap
lingual untuk menstimulasi mandibula agar diposisikan ke anterior serta
adanya lempeng akrilik di antara gigi-gigi atas dan bawah untuk
mengontrol dimensi vertikalnya. Pemakaian selama 24 jam sehari sangat
dianjurkan. Seperti yang terlihat pada gambar. (Gambar 2.6)
Gambar 2.6 Bionator
2. Twin Blok Appliance
Piranti ini terdiri atas piranti atas dan bawah yang pada saat pasien
beroklusi membentuk satu kesatuan di bukal, seperti yang terlihat pada
gambar (Gambar 2.7). Serta mempunyai lempengan yang berfungsi
menempatkan mandibula ke depan pada saat menutup. Twin blok appliance
cocok untuk pasien yang mempunyai tumpang gigit normal atau sedikit
berkurang dan dimungkinkan dipakai selama 24 jam setiap hari bahkan waktu
42
malam tetap bisa dipakai. Pengurangan jarak gigit dapat terjadi dalam waktu
yang tidak terlalu lama.
Gambar 2.7 Twin Blok Appliance
3.
Removable Tissue-Borne
Satu-satunya piranti fungsional tipe removable tissue-borne adalah
functional corrector atau functional regulator ciptaan Rolf Frankel sehingga
piranti ini dikenal sebagai piranti Frankel. Seperti yang terlihat pada gambar
(Gambar 2.8). Piranti ini terdiri atas akrilik dengan kerangka dari kawat,
didesain untuk mengurangi gerakan gigi yang tidak diinginkan dan mengatur
otot yang terletak dekat dengan gigi dan menempatkan rahang dalam letak
yang dikehendaki. Sayap akrilik lingual menempatkan mandibula ke depan
sedangkan bantalan akrilik di labial dan sayap akrilik yang lebar di bukal
(buccal shield) menahan tekanan dari bibir dan pipi. Pemakaian piranti
Frankel dimulai bertahap 2-3 jam tiap hari pada minggu-minggu pertama,
kemudian dipakai semalaman tiap hari sampai akhirnya selama 24 jam tiap
hari kecuali pada saat makan.
42
Ada empat tipe piranti Frankel :
-
FR I untuk mengoreksi maloklusi Klas I dan Klas II Divisi 1
-
FR II untuk mengoreksi maloklusi Klas II Divisi 2
-
FR III untuk mengoreksi maloklusi Klas III
-
FR IV untuk mengoreksi gigitan terbuka anterior
Gambar 2.8 Piranti Frankel
4. Fixed Tooth-Borne Appliance
Tipe ketiga adalah fixed tooth-borne appliance yang mempunyai
pengertian bahwa piranti ini melekat pada gigi. Sebagai contoh adalah Herbst
Appliance dan Jasper jumper. Herbst appliance pada awalnya merupakan
piranti lepasan kemudian pada perkembangannya menjadi piranti cekat yang
terdiri atas splint yang disemen ke lengkung gigi atas dan bawah, biasanya
molar pertama atas dan premolar pertama bawah, dihubungkan oleh lengan
telescopic pin and tube yang menentukan seberapa banyak mandibula
dimajukan. Beberapa contoh herbst appliance seperti yang terlihat pada
42
gambar (Gambar 2.9). Oleh karena merupakan piranti cekat, maka herbst
appliance dipakai terus-menerus sehingga keberhasilan untuk mengoreksi
maloklusi lebih tinggi. Kekurangan piranti ini ialah dapat menyebabkan
insisivus bawah terdorong ke labial. Herbst appliance yang baru tidak
mengganggu pergerakan rahang bawah ke lateral dan dibuat dari bahan yang
lebih kuat sehingga tidak mudah patah.
Gambar 2.9 Herbst Appliance
Jasper jumper adalah juga fixed tooth-borne appliance, menggunakan
prinsip yang hampir sama dengan piranti herbst appliance, tetapi lengan
metal diganti dengan pegas yang kuat yang terbungkus plastik yang lentur
kemudian dilekatkan secara langsung dengan busur pada piranti cekat.
Seperti yang terlihat pada gambar (Gambar 2.10).
42
Gambar 2.10 Jasper Jumper
2.6 WAKTU PERAWATAN
2.6.1 Lama Perawatan
Perawatan ortodontik pada periode geligi campuran ini berlangsung sekitar
satu tahun, biasa disebut dengan intial phase. Kemudian diikuti oleh observasi
sampai
semua
gigi
erupsi.
Keuntungan
perawatan
ini
adalah
terjadi
peningkatan/penambahan ruangan dengan menggunakan molar sebagai penjangkar.
Selain itu, dapat juga digunakan transpalatal arch pada maksila, dapat juga digunakan
lingual arch pada mandibula setelah gigi tetap erupsi penuh sampai dengan oklusi
(kecuali molar ketiga). Kemudian dilanjutkan dengan pemasangan piranti cekat
untuk align dan untuk merapikan gigi hingga oklusi menjadi normal. Terapi final
phase dapat dimulai dengan pemasangan transpalatal arch, dipasang kurang lebih 6
bulan dipasang sebelum semua gigi premolar erupsi sempurna. Biasanya perawatan
orthodontik akan terus berlangsung kira-kira 12-18 bulan dengan piranti cekat. 17, 18
2.6.2 Pemilihan Waktu
Waktu penentuan terapi harus dipertimbangkan dengan saksama, harus dilihat
pula kelainan giginya (tipe maloklusi). Misalnya, maloklusi Klas I dengan ukuran
gigi yang relatif besar, gigi berjejal, pada keadaan ini dapat mulai dirawat pada umur
42
9 tahun. Secara umum, pasien dengan kelainan maloklusi Klas I dapat mulai dirawat
setelah keempat gigi insisivus mandibula dan insisivus sentralis maksila telah erupsi
penuh. Dalam banyak kejadian, terlihat kekurangan ruangan sehingga gigi insisivus
lateral atas terhalang untuk erupsi. Untuk hal ini, harus dipertimbangkan apakah akan
dilakukan perawatan serial ekstraksi atau akan dilakukan ekspansi rahang.18
Bila kejadian maloklusi klas III ada pada masa geligi bercampur dini. Konsep
terapi kemungkinan lebih dulu dirawat, bila dibandingkan dengan perawatan untuk
maloklusi Klas I. Intervensi yang terlalu dini akan menghasilkan perawatan yang
lama antara initial phase sampai akhir perawatan setelah gigi tetap erupsi semua.
Waktu terapi bagi mandibula yang kurang berkembang (defisiensi) akan berbeda
dalam hal terapi, jadi harus ditunda untuk terapi functional jaw orthopedics.
Idealnya, fungsional terapi akan diikuti langsung dengan pemasangan piranti cekat.18
42
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 KERANGKA KONSEP
Lama Perawatan Ortodontik
Kooperatif
Piranti yang
Ada/tidak
Pasien
digunakan
Ekstraksi
Tipe Maloklusi
Usia Pasien
Klasifikasi Angle
Piranti Cekat
Piranti Lepasan
Klas I
Klas II
Klas III
Keterangan :
: Variabel yang diteliti.
: Variabel yang tidak diteliti.
42
3.2 JENIS PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode observasional deskriptif yaitu suatu
penelitian yang dilakukan dengan mengambil data yang ada dengan tujuan untuk
membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif.
3.3 DESAIN PENELITIAN
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study.
3.4 LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Hasanuddin Hj. Halimah Dg. Sikati Jl. Kandea.
3.5 WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2012.
3.6 SUBJEK PENELITIAN
42
Subjek pada penelitian ini adalah Buku Pembicaraan Model (status pasien
ortodontik) yang berkunjung ke RSGM FKG UNHAS bagian Ortodonsia mulai
tahun 2009 – 2011 yang memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
3.6.1 Kriteria Inklusi
1. Buku
Pembicaraan
Model
dari
pasien
yang
telah
dinyatakan
selesai/memenuhi syarat untuk dievaluasi.
2. Mempunyai data lengkap mengenai lama perawatan ortodontik.
3. Mempunyai data lengkap mengenai tipe maloklusi.
3.6.2 Kriteria Eksklusi
Terdapat kelainan patologis gigi
3.7 DEFINISI OPERASIONAL
a. Lama perawatan ortodontik : Adalah kurun waktu yang diukur dari tanggal
cetak awal sampai tanggal cetak selesai/evaluasi yang dilihat di Buku
Pembicaraan Model (BPM) dalam satuan bulan.
b. Tipe maloklusi : Adalah jenis maloklusi yang diukur berdasarkan Klasifikasi
Angle. Indeks ini adalah sebagai salah satu indeks yang digunakan untuk
menilai tipe maloklusi. Ciri oklusi yang dinilai adalah hubungan
anteroposterior segmen bukal gigi geligi rahang atas dan rahang bawah.
Fungsi dari klasifikasi ini adalah untuk membantu menegakkan diagnosis dan
rencana perawatan. Penilaian dilakukan dengan melihat hubungan gigi Molar
Pertama RA dan RB.4
42
c. Pasien di RSGM FKG UNHAS : Pasien yang dimaksud adalah BPM (kartu
status pasien ortodontik) yang telah dinyatakan selesai/memenuhi syarat
untuk dievaluasi di bagian Ortodonsia RSGM FKG UNHAS.
3.8 ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Buku Pembicaraan Model pasien tahun 2009-2011 di bagian Ortodonsia.
b. Alat tulis.
3.9 PROSEDUR PENELITIAN
1. Mendatangi RSGM FKG UNHAS bagian Ortodonsia.
2. Dilakukan pemilihan subjek penelitian.
3. Dilakukan pengambilan sampel sesuai kriteria penelitian yang ada.
4. Dilakukan pengumpulan data, pencatatan lama perawatan ortodontik
mulai dari tanggal pencetakan awal sampai tanggal pencetakan selesai
pada sampel yang telah ditentukan.
5. Menyajikan hasil penelitian dalam bentuk tabel distribusi/tabulasi.
3.10 DATA PENELITIAN
a.
Jenis data : Data sekunder, data ini diperoleh dari hasil pengamatan
BPM (kartu status pasien ortodontik) sebagai objek yang diteliti.
b.
Pengolahan data : Menggunakan Program SPSS versi 16.0 untuk
Windows dan Microsoft Excel 2010.
c.
Penyajian data : Dalam bentuk tabel distribusi (tabulasi).
42
3.11 ALUR PENELITIAN
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di bagian Ortodonsia RSGM FKG
UNHAS pada bulan Maret 2012, diperoleh 130 sampel Buku Pembicaaan
Model.Kemudian data hasil penelitian tersebut diolah dan disajikan dalam bentuk
tabel distribusi sebagai berikut:
Tabel 4.1 Distribusi karakteristik sampel berdasarkan buku pembicaraan modelyang
diteliti (N=130)
Karakteristik pasien
Usia
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Klasifikasi MaloklusiAngle
Klas I Tipe 1
Klas I Tipe 2
Klas I Tipe 3
Klas I Tipe 6
Klas II Divisi 1
Klas II Subdivisi
Klas II Divisi 2
Lama perawatan (bulan)
Frekuensi
(N)
Persen
(%)
Rerata ± Simpang Baku
19.94 ± 4.43
41
89
31.5
68.5
41
13
1
54
18
1
2
31.5
10.0
0.8
41.5
13.8
0.8
1.5
12.69 ± 7.75
Tabel 4.1 menunjukkan distribusi karakteristik sampel berdasarkan Buku
Pembicaraan Model. Terlihat pada Tabel 4.1bahwa BPM yang diteliti terdiri dari 89
(68.5%) perempuan dan 41 (31.5%) laki-laki, dengan rata-rata usia sampel yang
diteliti adalah 19.94 tahun (19 tahun 11 bulan 8 hari). Standar pengukuran tipe
maloklusi yang digunakan peneliti adalah berdasarkan Klasifikasi Angle, dimana
42
peneliti hendak menjadikan semua klas serta pembagiannya sebagai sampel pada
penelitian ini, tanpa batasan tipe/divisi tertentu.
Terlihat pada Tabel 4.1 tipe maloklusi Angle yang tidak ditemukan pada
sampel adalah Klas I Tipe 4 dan Tipe 5, serta Klas III Tipe 1, Tipe 2, dan Tipe 3.
Pada Tabel 4.1 juga terlihat jumlah tipe maloklusi yang paling banyak adalah Klas1
Tipe 6yaitu sebanyak 54 (41.5%) sampel dan KlasI Tipe 1 yaitu sebanyak 41
(31.5%) sampel.Sedangkan tipe maloklusi yang paling sedikitditemukan adalah
KlasI Tipe 3 yaitu sebanyak 1 (0.8%) sampel dan KlasIISubdivisi yaitu sebanyak 1
(0.8%) sampel. Rata-rata lama perawatan ortodontik sampel adalah 12.69 bulan atau
dapat dikatakan rata-rata lama perawatan adalah 12 bulan 20 hari. Lama perawatan
ortodontik diperoleh melalui pengurangan cetak berhasildan tanggal cetak
awalperawatan.
Tabel 4.2 Distribusi kelompok lama perawatan berdasarkan jenis kelamin dan tipe
maloklusi (N=130)
Kelompok lama perawatan (bulan)
1-10
11-20
21-30
>30
N (%)
N (%)
N (%)
N (%)
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Klasifikasi
Maloklusi
Angle
Klas I Tipe 1
Klas I Tipe 2
Klas I Tipe 3
Klas I Tipe 6
Klas II Divisi 1
Klas II Subdivisi
Klas II Divisi 2
Total
Total
N (%)
21 (32.3)
44 (67.7)
65 (100)
13 (31.0)
29 (39.0)
42 (100)
6 (28.6)
15 (71.4)
21 (100)
1 (50.0) 41 (31.5)
1 (50.0) 89 (68.5)
2 (100) 130 (100)
15 (23.1)
6 (9.2)
0 (0)
39 (60.0)
4 (6.2)
0 (0)
1 (1.5)
65 (100)
17 (40.5)
1 (2.4)
0 (0)
11 (26.2)
11 (26.2)
1 (2.4)
1 (2.4)
42 (100)
7 (33.3)
6 (28.6)
1 (4.8)
4 (19.0)
3 (14.3)
0 (0)
0 (0)
21 (100)
2 (100)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
2 (100)
41 (31.5)
13 (10.0)
1 (0.8)
54 (41.5)
18 (13.8)
1 (0.8)
2 (1.5)
130 (100)
42
Tabel 4.2 menunjukkan distribusi kelompok lama perawatan berdasarkan
jenis kelamin dan jenis maloklusi. Pada Tabel 4.2 dimana kelompok lama perawatan
berdasarkan jenis kelamin, didapatkan perempuan lebih banyak dibandingkan lakilaki, yang terdiri dari 41 (31.5%) laki-laki dan 89 (68.5%) perempuan. Lama
perawatan terbanyak, baik pada laki-laki maupun perempuan adalah 1-10 bulan,
dengan jumlah 21 (32.3%) laki-laki dan 44 (67.7%) perempuan.Sedangkan untuk
lama perawatan yang diselesaikan dalam waktu >30 bulan, diperoleh jumlah yang
paling sedikit dengan jumlah yang sama baik laki-laki maupun perempuan.
Terlihat pula pada Tabel 4.2 dimana kelompok lama perawatan berdasarkan
tipe maloklusiyang paling banyak adalah Klas 1 Tipe 6 yaitu sebanyak 54 (41.5%)
sampel, sedangkan tipe maloklusi yang paling sedikit adalah Klas I Tipe 3 dan Klas
II Subdivisi yaitu sebanyak 1 (0.8%) sampel. Lama perawatan terbanyak berdasarkan
tipe maloklusi adalah 1-10 bulan, dengan Klas I Tipe 6 sebanyak 39 (60.0%) sampel,
Klas I Tipe 1 sebanyak 15 (23.1%), Klas I Tipe 2 sebanyak 6 (9.2%), Klas II Divisi 1
sebanyak 4 (6.2%) dan Klas II Divisi 2 sebanyak 1 (1.5%) sampel, serta
tidakditemukan Klas I Tipe 3 dan Klas II Subdivisi untuk kelompok lama perawatan
1-10 bulan. Sedangkan untuk lama perawatan paling >30 bulan,hanya ditemukan 2
sampelyaitu pada tipe maloklusiKlas I Tipe 1.
Pada Tabel 4.3 disajikan distribusi tipe maloklusi sampel berdasarkan jenis
kelamin. Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa perempuan lebih banyak dibandingkan lakilaki untuk semua tipe maloklusi, ditemukan 17 laki-laki dan 24 perempuan untuk tipe
maloklusi Klas I Tipe 1, sedangkan ditemukan 14 laki-laki dan 40 perempuan untuk
Klas I Tipe 6, serta 5 laki-laki dan 13 perempuan untuk Klas II Divisi 1. Untuk Klas
42
II Divisi 2 mempunyai jumlah yang sama, yaitu 1 laki-laki dan 1 perempuan,
sedangkan untuk Klas I Tipe 3 dan Klas II Subdivisi, keduanya hanya satu
perempuan dan tidak terdapat sama sekali laki-laki.
Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa tidak ditemukan jenis kelamin laki-laki
pada tipe maloklusi Klas 1 Tipe 3, hanya ditemukan satu orang perempuan pada tipe
maloklusi ini. Lama perawatan, baik pada laki-laki maupun perempuan adalah 1-10
bulan, dengan jumlah 10 untuk laki-laki dan 23 untuk perempuan.
Tabel 4.3 Distribusi tipemaloklusisampel berdasarkan jenis kelamin (N=130)
Jenis kelamin
Laki-laki
Klasifikasi
Frekuensi Persen
MaloklusiAngle
(N)
(%)
Klas I Tipe 1
17
41.5
Klas I Tipe 2
4
9.8
Klas I Tipe 3
0
0
Klas I Tipe 6
14
34.1
Klas II Divisi 1
5
12.2
Klas II Subdivisi 0
0
Klas II Divisi 2
1
2.4
Total
41
100
Perempuan
Frekuensi Persen
(N)
(%)
24
27.0
9
10.1
1
1.1
40
44.9
13
14.6
1
1.1
1
1.1
89
100
Total
N (%)
41 (31.5)
13 (10.0)
1 (0.8)
54 (41.5)
18 (13.8)
1 (0.8)
2 (1.5)
130 (100)
Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa tipe maloklusi yang paling banyak berdasarkan
jenis kelamin adalah Klas 1 Tipe 6 untuk jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 40
(44.9%) sampel dan Klas 1 Tipe 1 untuk jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 17
(41.5%) sampel,sedangkan untuk tipe maloklusiKlas I Tipe 3 dan Klas II Subdivisi
untuk jenis kelamin laki-laki, sama sekali tidak ada.
42
Tabel 4.4 Distribusi rata-rata usia dan lama perawatan berdasarkan jenis kelamin dan
tipemaloklusi (N=130)
Frekuensi Usia (tahun)
Karakteristik sampel
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Klasifikasi
MaloklusiAngle
Klas I Tipe 1
Klas I Tipe 2
Klas I Tipe 3
Klas I Tipe 6
Klas II Divisi 1
Klas II Subdivisi
Klas II Divisi 2
Total
Kelompok
Lama
Perawatan
(N)
Rerata± Simpang Baku
Lama
perawatan
(bulan)
Rerata± Simpang Baku
41
89
130
18.93±4.27
20.40±4.46
19.94±4.43
12.30±7.94
12.87±7.70
12.69±7.75
41
13
1
54
18
1
2
130
18.73±4.31
19.54±3.33
23.00±0
20.76±4.96
20.33±3.68
17.00±0
21.50±2.12
19.94±4.43
14.24±7.99
16.56±9.36
23.37±0
9.44±6.56
15.33±6.37
11.07±0
15.38±7.74
12.69±7.75
19.98±4.88
6.65±2.91
19.52±4.42
14.78±3.20
20.76±3.01
25.36±2.37
1-10 bulan
65
11-20 bulan
42
21-30 bulan
21
>30 bulan
2
18.50±2.12
31.93±1.13
130
19.94±4.43
12.69±7.75
Total
Tabel 4.4 menyajikan distribusi rata-rata usia dan lama perawatan
berdasarkan jenis kelamin dan tipe maloklusi. Rata-rata usia laki-laki adalah 18.93
tahun (18 tahun 11 bulan 4 hari)dan untuk perempuan adalah 20.40 tahun (20 tahun 4
bulan 24 hari). Adapun berdasarkan tipe maloklusi, Klas I tipe 3 memiliki rata-rata
usia paling tinggi, yaitu 23 tahun. Pada kelompok lama perawatan, kelompok 21-30
42
bulan memiliki rata-rata usia tertinggi dengan 20.76 tahun atau dapat dikatakan usia
tertinggi adalah 20 tahun 9 bulan 3 hari.
Selain rata-rata usia, Tabel 4.4 juga memperlihatkan rata-rata lama perawatan
ortodontik. Rata-rata lama perawatan ortodontik pada laki-laki adalah 12.30 bulan
(12 bulan 9 hari), sedangkan untuk perempuan memiliki rata-rata lama perawatan
selama 12.87 bulan (12 bulan 26 hari). Berdasarkan tipe maloklusi, Klas II Divisi 2
membutuhkan waktu perawatanortodontik yang paling lama, yaitu diselesaikan
dalam waktu 21.50 bulan (21 bulan 15 hari), sedangkan Klas II Divisi 2 perawatan
ortodontik tersingkat dapat diselesaikan dalam waktu 17 bulan.
42
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian mengenai evaluasi lama perawatan ortodontik berdasarkan tipe
maloklusi pada pasien yang mengunakan piranti lepasan telah dilakukan di bagian
Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Hasanuddin Hj. Halimah Dg. Sikati Jl. Kandea.
Lama perawatan ortodontik dalam penelitian ini menggunakan satuan bulan.
Tipe maloklusi dinilai berdasarkan Klasifikasi Angle, dimana semua klas dan
pembagian masing-masing klas diteliti. Penelitian ini menggunakan Buku
Pembicaraan Model (kartu status pasien ortodontik) sebagai sampel yang telah
diseleksi terlebih dahulu berdasarkan kriteria sampel yang telah ditetapkan oleh
peneliti.
Peneliti melakukan pengumpulan data melalui kartu status pasien ortodontik
yang telah selesai dirawat menggunakan piranti lepasan oleh mahasiswa kepanitraan
di bagian Ortodonsia RSGM FKG UNHAS dari tahun 2009-2011 dengan jumlah 130
sampel. Peneliti mengumpulkan data nama pasien, jenis kelamin, usia, dan tipe
maloklusi pasien, serta tanggal cetak awal (sebelum) perawatan dan tanggal cetak
berhasil/evaluasi (setelah) perawatan. Peneliti juga mendapatkan data lama
perawatan ortodontik pasien melalui pengurangan cetak (sebelum) perawatan dan
tanggal cetak berhasil/evaluasi (setelah) perawatan.
42
Setelah data hasil penelitian dikumpulkan, data kemudian diolah dengan
menggunakan program SPSS versi 16.0 untuk Windows. Data hasil penelitian yang
telah diolah kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi (seperti yang
dipaparkan pada Bab sebelumnya) maka dapat diketahui :
Berdasarkan Tabel 4.1 terlihat bahwa usia pasien yang menggunakan piranti
lepasan memiliki rata-rata sekitar 19.94 ± 4.43 tahun. Hal ini memperlihatkan bahwa
usia termuda dari pasien yang menggunakan piranti lepasan adalah sekitar 15.51
tahun (15 tahun 6 bulan 3 hari) dan usia tertua pasien adalah 24.37 tahun (24 tahun 4
bulan 13 hari).
Informasi mengenai usia pasien ini sangat penting untuk merencanakan
perawatan ortodontik yang akan diberikan. Usia berperan penting dalam mengaitkan
antara perkembangan umum dan gigi dengan usia kronologis serta dalam
menentukan laju pertumbuhan serta tahap maturitas. Usia juga penting dalam
memilih saat terbaik untuk melakukan perawatan ortodontik.13
Berdasarkan Tabel 4.1 terlihat bahwa persentase pasien yang menggunakan
piranti ortodontik lebih banyak didominasi oleh pasien perempuan dengan
frekuensi(N) sebanyak 89 dari 130 sampel atau sekitar 68,5% jika dibandingkan
dengan pasien laki-laki yang frekuensinya(N) sebanyak 41 atau sekitar 31,5%.
Hasil penelitian tersebut hampir sama dengan hasil penelitian yang diperoleh
Isnaniah Malik di klinik terpadu bagian Ortodonsia FKG UNPAD, dimana
didapatkan 62,86% pasien yang menggunakan piranti ortodontik didominasi oleh
pasien perempuan dan hanya 37,14% pasien laki-laki.
42
Hal ini dapat terjadi karena kecenderungan perempuan yang lebih
mengutamakan estetik, sehingga sangat memperhatikan kesehatan dan keteraturan
giginya. Bila terjadi maloklusi, susunan gigi geligi menjadi tidak beraturan sehingga
dengan sendirinya bentuk wajah menjadi kurang baik dan apabila tersenyum atau
tertawa akan jelas terlihat. Sehingga hal ini dapat menjadi salah satu alasan
perempuan lebih banyak dirawat menggunakan piranti ortodontik lepasan di RSGM
FKG UNHAS.
Berdasarkan Tabel 4.1 pula dapat terlihat bahwa pasien yang menggunakan
piranti lepasan paling banyak adalah pasien dengan Maloklusi Klas I Tipe 6 Angle
yaitu ditemukan frekuensinya(N) sebanyak 54 dengan persentase 41,5%. Hal ini jauh
berbeda dengan beberapa tipe maloklusi lain. Dimana pada pasien yang dirawat
dengan menggunakan piranti lepasan di bagian Ortodonsia tidak diperoleh pasien
dengan tipe Maloklusi Klas I Tipe 4 Angle, Klas I Tipe 5 Angle, dan Maloklusi Klas
III Angle.
Pada kasus Klas III sebenarnya ditemukan 2 sampel, namun termasuk dalam
kriteria drop out karena tidak memiliki data lengkap mengenai tipe maloklusinya
(kriteria inklusi). Sedikitnya maloklusi Klas III yang ditemukan ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Farella yang menyatakan bahwa persentase crossbite
sangat rendah pada tiga sekolah yang diteliti.18
Menurut Ramara yang dikutip oleh Susanti, crossbite merupakan salah satu
kasus yang kompleks dan sulit untuk dilakukan perawatan. Banyak pendapat yang
menyatakan bahwa crossbite atau Maloklusi Klas III Angle sebaiknya dirawat
dengan menggunakan kombinasi ortodontik dan bedah ortognatik setelah selesainya
42
pertumbuhan rahang agar didapatkan hasil perawatan yang maksimal dan stabil.19
Oleh karena itu, untuk pasien crossbite di RSGM FKG UNHAS sangat minim
mengingat piranti yang dipergunakan hanya piranti ortodontik lepasan sehingga
crossbite yang berat sangat sulit ditangani.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama penelitian diperoleh data
mengenai lama perawatan ortodontik pada pasien yang menggunakan piranti lepasan
sangat bervariasi. Untuk itu, peneliti mengklasifikasikan lama perawatan kedalam 4
interval, yaitu: 1-10 bulan, 11-20 bulan, 21-30 bulan dan 31-40 bulan.
Berdasarkan Tabel 4.2 terlihat bahwa lama perawatan Maloklusi Klas I Tipe
1 Angle terbanyak frekuensinya(N) 17 sampel atau sekitar 41.5% dapat diselesaikan
dalam waktu 11-20 bulan sedangkan persentase terendah dengan frekuensi(N) 2
sampel atau sekitar 4.9% diselesaikan dalam waktu 31-40 bulan. Untuk Maloklusi
Klas I Tipe 2 Angle diperoleh lama perawatan yang sama yaitu dengan persentase
46.2% dapat diselesaikan pada interval waktu 1-10 bulan dan 21-30 bulan.
Berdasarkan Tabel 4.2 terlihat pula bahwa untuk Maloklusi Klas I Tipe 3
Angle hanya diperoleh 1 sampel dengan persentase 100% dan diperoleh lama
perawatan sekitar 21-30 bulan sedangkan untuk lama perawatan Maloklusi Klas I
Tipe 6 Angle diperoleh persentase tertinggi sebanyak 72.2% dengan frekuensi(N) 39
dapat diselesaikan dalam waktu 1-10 bulan dan persentase terendah dengan
frekuensi(N) 4 atau sekitar 7.4% diselesaikan dalam waktu 21-30 bulan.
Berdasarkan Tabel 4.2 untuk Maloklusi Klas II Divisi 1 Angle dengan
persentase terbanyak yaitu 61.1% diselesaikan dalam waktu 11-20 bulan sedangkan
terendah sekitar 16.7% diselesaikan dalam waktu 21-30 bulan. Pada Maloklusi Klas
42
II subdivisi hanya diperoleh 1 sampel dengan persentase 100% diselesaikan dalam
waktu 11-20 bulan. Untuk Maloklusi Klas II Divisi 2 Angle diperoleh data yang
sama mengenai lama perawatan, yaitu dengan frekuensi(N) 1 sampel dengan
persentase 50% diselesaikan dalam waktu 1-10 bulan dan frekuensi(N) 1 sampel
dengan persentase 50% diselesaikan dalam waktu 11-20 bulan.
Berdasarkan Tabel 4.3 diperoleh bahwa dari 7 tipe maloklusi yang diteliti, 6
dari tipe maloklusi tersebut persentase terbanyak didapatkan pada perempuan yaitu:
untuk Klas I Tipe 1 58.5%, Klas I Tipe 2 69.2%, Klas I Tipe 3 100%, Klas I Tipe 6
74.1%, Klas II Divisi 1 75.2%, Klas II Subdivisi 100% sedangkan untuk Klas II
Divisi 2 diperoleh persentase yang sama antara laki-laki dan perempuan yaitu
sebanyak 50%.
Beberapa data penelitian yang diperoleh mengenai lama perawatan tersebut
hampir sesuai dengan hasil penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Von Bremen
dan Pancherz pada tahun 2002. Piranti yang digunakan selama perawatan adalah
piranti fungsional/lepasan, kombinasi fungsional/cekat, herbst/kombinasi piranti
cekat dan piranti cekat. Dari penelitian tersebut diperoleh rata-rata lama perawatan
adalah 37 bulan dan menurun seiring dengan perkembangan gigi; pasien pada masa
awal gigi bercampur dirawat selama rata-rata 57 bulan, yang berada pada masa akhir
gigi bercampur selama 33 bulan dan pada masa gigi permanen selama 21 bulan.
Pasien yang dirawat dengan herbst/kombinasi piranti cekat dan piranti cekat
memiliki periode perawatan yang lebih pendek (masing-masing 19 dan 24 bulan)
daripada yang dirawat dengan piranti fungsional atau kombinasi piranti fungsional
(masing-masing 38 dan 48 bulan).1
42
BAB VI
PENUTUP
6.1 SIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kartu status pasien ortodontik
(Buku Pembicaraan Model), maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Gambaran lama perawatan berdasarkan tipe maloklusi:
-
Maloklusi Klas I Angle diperoleh rata-rata lama perawatan dapat diselesaikan
dalam waktu 20.51 bulan (20 bulan 16 hari).
-
Maloklusi Klas II Angle diperoleh rata-rata lama perawatan dapat
diselesaikan dalam waktu 19.61 bulan (19 bulan 18 hari).
-
Pada kasus Maloklusi Klas III Angle, sebenarnya ditemukan 2 sampel namun
termasuk dalam kriteria drop out karena tidak memiliki data lengkap
mengenai tipe maloklusinya (tidak memenuhi kriteria inklusi).
2.
Pasien yang menggunakan piranti lepasan di RSGM FKG UNHAS lebih banyak
didominasi oleh pasien perempuan dengan persentase 68,5% dibandingkan
dengan pasien laki-laki 31,5%.
3.
Pasien yang menggunakan piranti lepasan paling banyak adalah pasien dengan
Maloklusi Klas I Tipe 6 Angle yaitu ditemukan dengan persentase 41,5%.
42
6.2 SARAN
- Perlu dilakukan penelitian serupa mengenai evaluasi lama perawatan
ortodontik berdasarkan tipe maloklusi pada beberapa tahun yang belum diteliti
oleh peneliti (sebelum atau setelah tahun 2009-2011), agar diperoleh jumlah
sampel yang lebih besar dan hasil penelitian yang lebih akurat.
- Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor penyebab lama
perawatan pada pasien yang menggunakan piranti lepasan.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Mavreas D, Athanasiou A.E. Factors affecting the duration of orthodontic treatment:
a systematic review. European journal of Orthodontics. Inggris: 2008.
2. Finn SB. Clinical Pedodontics. 4th ed. Birmingham: WB Saunders Co; 2003.
3. Mc Namara JA, Brudon WL. Orthodontics and orthopedic treatment in the mixed
dentition. Michigan: Needham Press Inc; 1995.
4. Mc Donald RE, Avery. Dentistry for child and adolescent. 7thed. St Louis: Mosby;
1994.
5. Oktavia D. Hubungan maloklusi dengan kualitas hidup remaja di kota Medan tahun
2007. Dentika Dent J ; 2009 :14(2): 115.
6. Dewanto H. Aspek-aspek epidemologi maloklusi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press; 1993.p.135-50;167-75.
7. Angle EH. Classification of malocclusion. Dental Cosmos. 1899; 41: 248-64.
8. Harty FJ. Kamus Kedokteran gigi. Alih bahasa: Narlan S. Jakarta: EGC; 1995. p.189.
9. Bisara SE. Textbook of ortodontics. Philadelphia:W.B Sounders Company; 2001.
p.101.
10. Need dan demand serta akibat dari maloklusi pada siswa SMU Negeri 1 Binjai.
[internet]. Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18207/4/Chapter%20II.pdf.
Accessed Dec 20th, 2011.
11. Suminy D, Zen Y. Hubungan antara maloklusi dan hambatan saluran pernapasan
Kedokteran Gigi Scientific Journal in Dentistry; FKG Trisakti; 2007; 22(1): 32-3.
43
12. Rahardjo P. Diagnosis ortodonsi. Surabaya: Airlangga University; 2008. p.79-91.
13. Foster TD. Buku ajar ortodonsi edisi III. Jakarta: EGC. 1993. p.32-39.
14. Proffit WR. Fields HW. Contemporary orthodontics 2nd ed.St. Louis (MO): Mosby;
1993. p.4.
15. Widodo A, Kisnawati. Penggunaan inclined bite plane sebagai piranti awal untuk
koreksi anterior crossbite. M.I Kedokteran Gigi Scientific Journal in Dentistry;
FKG Trisakti; 2007; 20 (60).
16. Pudyani PR. Perbandingan lebar lengkung basal dan lengkung gigi rahang atas
pada maloklusi klas II divii 1 dan oklusi normal remaja keturunan Cina di Kodya
Yogyakarta. MIKG.2004; IV (12): 340.
17. Rahardjo P. Ortodonsi Dasar. Surabaya: Airlangga University; 2008. p.126-134.
18. Yohana W. Perawatan ortodontik pada geligi campuran. Bandung: 2008.
19. Farella M, Michelotti A, Iodice G. Unilateral Posterior crossbite is not associated
with TMJ clicking in young adolescents. . J of Dental Res [serial online] 2007. Jan;
86: [internet]. Available from: http://jdr.sagepub.com/content/86/2/1337.
Accessed April 14th, 2012.
44
Download