KERAGAAN ANAK HASIL PERSILANGAN KAMBING KACANG

advertisement
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2002
KERAGAAN ANAK HASIL PERSILANGAN KAMBING KACANG
DENGAN BOER DAN PERANAKAN ETAWAH
(Kidding Performance Of Crosbred Between Kambing Kacang With Boer
and Etawah Grade Goats)
ENDANG ROMJALI, LEO P . BATUBARA, KISTON SIMANIHURUK dan SIMON ELIESER
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Sumatera Utara
ABSTRACT
The improvement of lokal goat (Kacang) by crossed with Boer and Etawah grade has been done at PT Saina, South
Tapanuli, North Sumatra. A total 10 bucks and 39 embryos ofpure Boer goat have been imported from Australia, and 5 Etawah
grade bucks from Central Java. All Boer and Etawa Grade bucks were crossed with Kacang does. Result showed than average
birth weight of Boer (BO) was significantly (P<0 .05) higher than Boer cross (BOKC) and PE cross (PEKC). Average birth
weight of BO, BOKC and PEKC are 2 .62; 2.22 and 2 .04 kg, respectively . The weaning weight was significantly different
(P<0.05) among genotypes, which the ranking from the highest BO, BOKC and PEKC are 10.50 kg, 7,69 and 5,20, respectively.
Growth rates up to weaning ofBOKC (60 .10 g/d) were higher than PEKC (35 .20 g/d) but it was still lower than BO (87.60 g/d).
Pre-weaning mortality rates (90 days) ofBO, BOKC and PEKC are 7.3%, 10.2% and 31 .0%, respectively.
Key words : Goat, Boer, Etawah grade, Kacang
PENDAHULUAN
Secara umum jenis kambing yang ada di Indonesia
didominasi oleh jenis kambing lokal (Kambing Kacang)
dengan ukuran tubuh yang relatif kecil, namun memiliki
prolifikasi yang tinggi. (OBST et al., 1980 dan SAKUL et
al., 1994)
Untuk mengantisipasi peluang ekspor ternak
ruminansia kecil, telah dilakukan upaya-upaya
peningkatan produktivitas kambing Kacang melalui
persilangan dengan kambing Boer dan Peranakan Etawa
(PE) oleh PT Saina Peternakan Unggul di Tapanuli
Selatan, Sumatera Utara
Kambing hasil persilangan tersebut diharapkan
memiliki produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan
kambing Kacang dan memiliki daya adaptasi yang baik
dengan lingkungan setempat.
METODOLOGI
Lokasi peternakan berada di Gunung Tua, Tapanuli
=
Selatan kira-kira 450 km dari kota Medan. Rata-rata
temperatur 23,34oC, kelembaban udara 86,17% dan
rata-rata curah hujan pertahun 3287 mm.
Kambing yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kambing Boer hasil embryo transfer (BO),
Persilangan pejantan Boer dengan betina Kacang
(BOKC) dan persilangan pejantan Peranakan Etawah
dengan betina Kacang (PEKC) .
Semua kambing kecuali pejantan dan induk beranak
digembalakan setiap hari selama 3 jam dan selebihnya
kambing dikandangkan. Di dalam kandang semua
kambing masih diberikan legum dan rumput kira-kira 8
kg/ekor/hari . Selain itu kambing mendapakan makanan
tambahan (konsentrat) dengan kandungan CP = 16%,
DE=3,2 Mcal/kg, diberikan sebanyak 300 g/ekor/hari.
Bahan konsentrat terdiri dari jagung giling, bungkil
kacang kedelai, bungkil kelapa, molasses, ultra mineral,
urea, tepung kapur dan garam dapur.
Untuk pemeliharaan kesehatan kambing dilakukan
upaya pencegahan secara rutin dan pengobatan penyakit
antara lain sanitasi kandang, pemberian racun cacing,
penyuntikan dengan ivomec (untuk penyakit scabies) .
Analisis data dilakukan dengan model regresi
sederhana menurut petunjuk SAS (1994). Untuk
keragaan produksi anak (bobot lahir dan sapih)
digunakan model sebagai berikut:
Yiiu =U+Ai +Bi +Ck +Diju
dimana :
Yiik,
U
Ai
Bj
Ck
Dyk i
= keragaan produksi anak
= rataan umum
pengaruh bangsa
= pengaruh tipe kelahiran
= pengaruhjenis kelamin
= pengaruh sisa
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa
keragaman bangsa (genotipe), jenis kelamin dan jumlah
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2002
anak sekelahiran (JAS) berpengaruh sangat nyata
(P<0,01) terhadap bobot lahir kambing. Rataan bobot
lahir kambing jantan lebih tinggi dibandingkan yang
betina. Demikian juga rataan bobot lahir anak pada
kelahiran tunggal lebih tinggi dibandingkan pada
kembar-2. Hasil-hasil penelitian yang telah dilaporkan
juga memberikan hasil yang sama, yakni meningkatnya
jumlah anak yang dilahirkan bobot lahir sangat nyata
(P<0,01) menurun pada domba (SUBANDRIYO et al.,
1996).
Tabel 1 menunjukkan bahwa rataan bobot lahir
kambing BO (2,62 kg) nyata (P<0,05) lebih tinggi
dibandingkan dengan BOKC (2,22 kg) dan PEKC (2,04
kg). Demikian juga bobot lahir BOKC nyata lebih
tinggi dibandingkan BOKC. Rataan bobot lahir
kambing kedua persilangan tersebut masih lebih tinggi
jika dibandingkan kambing Kacang dengan rataan
bobot lahir 1,6 kg (SUTAMA, 1992). Tingginya bobot
lahir kambing Boer dan hasil persilangannya dengan
Kacang dibandingkan persilangan PE x Kacang
dimungkinkan karena kambing memiliki bobot badan
yang tinggi yaitu yang dewasa rata-rata 110 - 135 kg
untuk jantan dan 90 - 100 kg untuk betina, sedangkan
bobot dewasa kambing PE 35-40 kg untuk jantan dan
30-35kg betina . (MASON, 1988; SETIADi dan SITORUS,
1983) .
Bobot lahir anak jantan dan betina kambing Boer
(BO) baik pada kelahiran tunggal maupun kembar-2
nyata (P<0,05) lebih tinggi dibanding kedua genotipe
lainnya, kecuali bobot lahir anak betina BO dan BOKC
pada kelahiran tunggal tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata (P>0,05) .
Bobot lahir anak jantan dan betina BOKC dan
PEKC pada kelahiran tunggal maupun kembar-2 tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05), kecuali
bobot lahir untuk anak betina tunggal PEKC nyata lebih
rendah dibandingkan bobot lahir anak betina tunggal
BOKC (P<0,05) .
Rataan bobot sapih anak kambing BO (10,50 kg) nyata
(P<0,05) lebih tinggi dibandingkan kedua genotipe
lainnya . Demikian juga bobot sapih kambing BOKC
(7,69 kg) yang nyata (P<0,05) lebih tinggi dibanding
PEKC (5,20 kg) . Laju pertumbuhan yang digambarkan
dalam rataan pertambahan bobot badan harian juga
menunjukkan bahwa laju pertumbuhan anak kambing
BO (87,60 g/h) nyata lebih tinggi (P<0,05) dibanding
laju pertumbuhan anak dari kedua genotipe lainnya
yaitu untuk BOKC dan PEKC berturut-turut 60,10 dan
35,20 g/h. Demikian juga laju pertumbuhan anak
kambing BOKC nyata (P<0,05) lebih tinggi
dibandingakan PEKC (Tabel 2). Rataan bobot sapih
anak kambing Boer dan persilangannya dengan
kambing Kacang pada pengamatan ini masih lebih
tinggi, jika dibandingkan dengan bobot sapih kambing
kacang dan PE berturut-turut 6,5 dan 7,3 kg, sedangkan
untuk pertambahan bobot badan kedua persilangan
tersebut masih rendah dibandingkan untuk kambing
Kacang dan PE berturut-turut 80 dan 81 g/h (SUTAMA,
1992) .
Tabel 1. Rataan dan simpangan baku bobot lahir kambing Boer dan hasil persilangan antara Boer dengan Kacang serta PE
dengan kacang
Kriteria
Genotipe
N
BO
N
BOKC
N
PEKC
Bobot Lahir (kg)
39
2,62+0,63 -
157
2,22+0,42b
47
2,04+0,47-
Tunggal
18
3,04 + 0,81-
76
2,60+0,26b
25
2,15 + 0,25`
Jantan
8
3,35+0,12'
40
2,66+0,12b
11
2,19+0,43b
Betina
10
2,72+0,06'
36
2,52+0,20-
14
2,11+0,46b
Kembar-2
21
2,47 + 0,17-
81
2,15 + 0,29b
22
1,84 + 0,56`
Jantan
10
2,53 + 0.08-
43
2,22+0,25 b
10
1,80+0,12 b
Betina
11
2,41 +0,15-
38
1,98+0,54 b
12
1,84+0,57b
*) Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Yeteriner 1001
Tabel 2. Rataan keragaan anak pra-sapih kambing Boer dan hasil persilangan antara Boer dengan Kacang serta PE dengan
kacang
Genotipe
Kriteria
N
BO
N
BOKC
N
PEKC
Bobot Sapih (kg)
36
10,50 + 2,01'
141
7,69 + 2,30b
33
5,20+ 1,98-
PBBH pra-sapih (g/h)
36
87,60 + 0,488
141
60,10+0,37b
33
35,20 + 0,40°
Mortalitas pra-sapih (%)
3
7,6
16
9,81
14
30,00
`) Superscrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
Hal yang paling menyolok dari data kajian ini
adalah tingginya kematian anak pra-sapih pada PEKC
sangat tinggi (31%), sedangkan pada anak kambing BO
(7,3%) dan BOKC (10,2%) .
Secara umum keragaan anak pra-sapih masih
dipengaruhi oleh kondisi induk. Kambing induk yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kambing local
yang relatif masih muda maksimal bare beranak satu
kali. Dengan demikian masih rendahnya PBBH dan
tingginya mortalitas anak pra-sapih terutama untuk hasil
persilangan dimungkinkan karena umur kambing induk
yang digunakan rata-rata masih muda, sehingga
produksi susu juga masih rendah. Hal tersebut sesuai
dengan yang dikemukan oleh SUBANDRIYO et al. .
(1996) bahwa umur induk sangat nyata berpengaruh
terhadap bobot lahir maupun bobot sapih anak domba .
KESIMPULAN
Peningkatan produktivitas kambing lokal melalui
perbaikan mutu genetik dengan cara menyilangkan
dengan pejantan unggul
seperti kambing Boer
memberikan peluang yang cukup besar . Hal ini
ditunjukkan dari rataan bobot
lahir dan laju
pertumbuhan yang cukup tinggi serta rendahnya tingkat
kematian . Keragaman yang masih cukup besar dari
parameter
yang
diperoleh,
menunjukkan
bahwa
keragaan produksi hasil persilangan ini masih dapat
ditingkatkan bila disertai dengan program seleksi yang
lebih tajam yang akan dilakukan pada kegiatan
persilangan selanjutnya .
DAFTAR PUSTAKA
MASON, I .L. 1988 .
Association
Brochure of
American Boer Goat
OBST, J.M., T. BOYER, and T. CHANIAGO . 1980 . Reproductive
performances of Indonesian sheep and goats . Proc.
Australian Society of Anim . Prod . 13 : 321-324
SAKUL, H., G.E . BRADFORD, and SUBANDRIYO . 1994.
Prospects for genetic improvement of small ruminants
in Asia. Proc. Symposium: Strategic Development for
Small Ruminant Production in Asia and Pasific . SRCRSP Univ . Calif Davis .
SETIADI, B DAN P . SrroRUS. 1983 . Penampilan reproduksi dan
produksi kambing Peranakan Etawah . Proc. Pertemuan
Ilmiah Penelitian Ruminansia Kecil . Scientific Meeting
on Small Ruminant Researh, Bogor, Indonesia . Nov.
22-23 .
SUBANDRYO ; B . SETIADI ; M . RANGKUTY ; K. DwipANTO; dan
E. ROMJALL 1996. Pemuliaan bangsa domba sintetis
hasil persilangan antara domba lokal Sumatera dengan
domba bulu . Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan . Badan Penelitian dan pegembangan
Pertanian .
SUTAMA, I. K . 1992 . Reproductive development and
performance of small ruminants in Indonesia. In:
Ludgate, P and S. Scholz. 1992 . New Technologies for
Small Ruminant Production in Indonesia. Small
Ruminant-CRSP. Winrock International Development .
Route3, Box 376, Morrilton, Arkansas 72110-9537,
USA, p 7-14.
STATISTICAL ANALYSIS SYSTEM . 1994 . SASISTAT Guide for
Personal Computers. Version 6`h Ed. SAS Institute Inc .
Cant', NC ., USA .
Download