Radar Bandung Kamis, 22 Desember 2011 Tak Kenal Maka Tak Sayang Tan Kwang En Pepatah tak kenal maka tak sayang adalah istilah yang sangat sering sekali digunakan pada percakapan sehari-hari, untuk menyatakan apabila kita tidak mengenal seseorang, maka kita tidak memiliki perhatian kepada orang tersebut. Arti sebenarnya dari pepatah terebut adalah jika kita tidak mengerti atau memahami sesuatu hal/benda maka kita tidak akan tahu arti sebenarnya dan tidak dapat menghargai hal/benda tersebut. Hal tersebut juga berlaku dalam sistem sebuah perusahan. Banyak pelaku bisnis keluarga yang menganggap bahwa sistem informasi akuntansi (SIA) dan struktur pengendalian Internal (SPI) serta investasi terkait SIA dan SPI sebagai sesuatu yang tidak penting dalam bisnis, karena toh tanpa SIA dan SPI pun perusahaan masih bisa berjalan. Hal tersebut memang benar, ibarat sebuah mobil, SIA dan SPI bukanlah bensin, tetapi SIA dan SPI dapat dianalogikan sebagai kemudi dan rem pada sebuah mobil. Tanpa kemudi dan rem, mobil masih bisa berjalan, tetapi jalannya tentu saja tidak dapat diarahkan dan dikendalikan dengan benar. Yang mengarahkan dan mengendalikan dengan benar adalah kemudi dan rem. Demikian juga dalam perusahaan. Tanpa SIA dan SPI, perusahaan tentu saja bisa berjalan, tetapi tidak akan dapat diarahkan dan dikendalikan sesuai dengan keinginan pelaku bisnis. Sebagai seorang konsultan dan analis sistem, penulis banyak sekali bertemu dengan para pelaku bisnis keluarga yang mengeluhkan hal yang sama. 80% di antara mereka mengeluhkan bahwa mereka tidak dapat mengetahui berapa sebenarnya keuntungan yang mereka dapatkan dari bisnis mereka. Berapa jumlah saldo lebih di rekening perusahaan, itulah yang dianggap keuntungan perusahaan. Jelas hal tersebut sama sekali salah. Keluhan lain yang diungkapkan adalah mereka tahu bahwa para pegawai melakukan kecurangan terhadap aset perusahaan, tetapi mereka tidak punya cukup bukti untuk membuktikan hal tersebut, dan kecurangan tersebut akan semakin besar sehingga akan merugikan perusahaan. Salah satu cara untuk meminimalisasi hal tersebut adalah dengan menggunakan SIA dan SPI. Memang, dalam mengimplementasi SIA dan SPI bukanlah hal yang mudah dan murah. Belum apa-apa perusahaan sudah harus mengeluarkan uang untuk membayar konsultan dan analis sistem. Kemudian, setelah SIA dan SPI selesai disusun, ada biaya lain yang harus dikeluarkan, seperti biaya untuk mencetak dokumen, biaya untuk membeli komputer dan software, biaya pelatihan atau training karyawan dan lain sebagainya. Karena melihat sebegitu banyaknya biaya yang harus dikeluarkan, para pemilik usaha tersebut langsung menutup mata atas kemungkinan tersebut. Jadi, apa yang harus dilakukan oleh para pelaku bisnis? Saran saya adalah melakukan CBA atau Cost Benefit Analysis. Salah satu klien saya memiliki masalah seperti ini. Dia memiliki sebuah hotel kecil di kawasan Bandung Utara. Sistem masih sangat manual dengan pegawai sangat sedikit. Dia hanya memiliki satu orang administrasi yang merangkap respsionis dengan jam kerja dari pk. 7.00 sampai dengan pk. 17.00. Penerimaan tamu hotel di malam hari dilakukan oleh office boy yang saat itu bertugas hanya dengan menggunakan kuitansi manual. Pada suatu hari, si pemilik merasa heran, kenapa kamar seharga Rp. 600.000,00 hanya dijual dengan harga Rp. 480.000,00 saja. Office boy menyatakan bahwa hal itu terjadi karena tamu diberi diskon 20 persen sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apakah sang tamu membayar Rp. 600.000,00 atau Rp. 480.000,00 tidak ada seorang pun yang mengetahuinya kecuali office boy dan tamu itu sendiri yang tidak akan mungkin dimintai keterangan. Saya menyarankan untuk mempekerjakan lagi satu orang resepsionis supaya dapat bekerja shift atau bergantian dengan Radar Bandung Kamis, 22 Desember 2011 resepsionis yang lain, sehingga selalu ada resepsionis yang dapat melakukan pencetakan bukti transaksi dengan menggunakan komputer. Ide saya dengan serta merta ditolak oleh si pemilik dengan alasan dia harus mengeluarkan biaya sebesar Rp. 2.000.000,00 untuk menggaji pegawai baru tersebut. Saya katakan bahwa mana yang dia pilih, mengeluarkan uang Rp. 2.000.000,00 per bulan atau kehilangan uang minimal Rp. 3.600.000,00 per bulan (dengan asumsi terjadi kecurangan satu orang tamu per hari / Rp. 120.000,00 x 30 hari). Dia tidak pernah sadar, bahwa dengan mengeluarkan uang Rp. 2.000.000,00 dia akan mendapatkan uang lebih sebesar Rp. 1.600.000,00 per bulan. Itulah yang disebut dengan cost benefit analysis. Begitu pula dengan software akuntansi. Banyak pemilik usaha yang merasa sayang untuk mengeluarkan uang sebesar Rp. 5.000.000,00 sampai Rp. 15.000.000,00 untuk membeli software. Padahal dengan menggunakan software tersebut, semua hal dapat diakses dengan mudah, penghitungan stok bahan baku, penghitungan stok barang jadi, besar hutang yang harus dibayar supaya tidak terkena penalti, besar piutang yang harus ditagih, dan lain-lain. Waktu yang biasanya digunakan oleh pemilik bisnis untuk mengingat-ingat jumlah stok, utang dan piutang yang harus diselesaikan, dapat digunakan untuk mencari order tambahan atau melakukan kerja sama yang akan meningkatkan penjualan sehingga dapat menambah keuntungan perusahaan. Jadi tunggu apa lagi? Segera kenali SIA dan SPI, supaya kita bisa mengetahui kegunaan SIA dan SPI tersebut untuk meningkatkan keuntungan usaha kita.