BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Bank Syariah Pengertian bank syariah menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 pasal ayat 3 adalah sebagai berikut: “Bank syariah adalah bank umum yang melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.” Menurut Heri Sudarsono (2003:18) mendefinisikan bank syariah adalah: “Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip syariah.” Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian bank syariah adalah suatu bank umum yang memberikan jasa dan melakukan kegiatan dalam lalulintas pembayaran bank dengan menggunakan prinsip islam (syariah) didalamnya. 2.1.2 Prinsip Bank Syariah Prinsip syariah menurut Pasal 1 ayat 13 UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah. Adapun prinsip-prinsip Bank Syariah antara lain (Nadratuzzaman, 2006) : 1. Prinsip Al Ta’awun yaitu prinsip untuk saling membantu dan bekerja sama antara anggota masyarakat dalam kebaikan. 2. Prinsip menghindari Al Ikhtina yaitu dana berhenti,membiarkan uang menganggur dan tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat umum. 2.1.3 Tujuan Bank Syariah Bank syariah mempunyai tujuan yang lebih luas dibandingkan dengan bank konvensional, hal ini terkait dengan keberadaannya sebagai intitusi komersial serta kewajiban moral yang disandangnya. Menurut Undang-Undang No, 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 yang disimpulkan, bahwa system perbankan syariah dikembangkan dengan dapat tujuan sebagai berikut: 1. Memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak menerima konsep bunga. 2. Membuka peluang bagi pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan. 3. Memenuhi kebutuhan akan produk dan jasa perbankan yang memiliki beberapa keunggulan komparatif berupa peniadaan pembebanan bunga yang berkesinambungan (perpetual interest effect) membatasi kegiatan spekulasi yang tidak produtif, pembiayaan ditujukan kepada usaha-usaha yang lebih memperhatikan unsure moral. Sedangkan menurut Sumitro (1996:17-18) menyatakan selain bertujuan meraih keuntungan sebagaimana layaknya bank konvensional pada umumnya, bank syariah juga bertujuan sebagai berikut: 1. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalah secara islam, khususnya muamalah yang berhubungan dengan perbankan agar terhindar dari praktek-praktek riba atau jenis-jenis usaha/perdagangan lain yang mengandung unsure tipuan (gharar). 2. Untuk menciptakan suatu keadilan dibidang ekonomi. Hal ini dilakukan dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana. 3. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat. Hal ini dilakukan dengan jalan membuka peluang usaha yang lebih besar terutama bagi kelompok miskin yang diarahkan pada kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian berusaha (berwirausaha). 4. Untuk membantu menanggulangi (mengentaskan) masalah kemiskinan yang pada umumnya merupakan program utama dari Negara-negara yang sedang berkembang untuk menjaga kestabilan ekonomi/moneter pemerintah. 5. Untuk menyelamatkan umat islam terhadap bank konvensional yang menyebabkan umat islam berada di bawah kekuasaan bank konvensional, sehingga umat islam tidak bisa melaksanakan ajaran agamanya secara penuh terutama dibidang kegiatan bisnis dan perekonomian. 2.1.4 Manfaat Bank Syariah Manfaat bank syariah tidak dapat dipisahkan dengan fungsi dan kedudukan sesuatu. Manfaat bank syariah menurut Karnaen Perwataat Madja yang dikutip oleh Muhammad (2001:116) di antaranya adalah: 1. Memurnikan operasional perbankan syariah sehingga dapat lebih meningkatkan kepercayaan masyarakat. 2. Meningkatkan kesadaran syariah umat islam sehingga dapat memperluas segmen dan pangsa pasar perbankan syariah. 3. Menjalin kerjasama dengan para ulama, khususnya di Indonesia sangat dominan bagi kehidupan umat Islam. Adanya bank Syariah diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui pembiayaan yang dikeluarkan oleh bank Syariah. Melalui pembiayaan ini bank Syariah dapat menjadi mitra dengan nasabah, sehingga hubungan bank Syariah dengan nasabah tidak lagi hanya sebagai kreditur dan debitur saja tetapi menjadi hubungan kemitraan. Fungsi bank syariah yang diantaranya tercantum dalam pembukaan Standar Akuntansi yang dikeluarkan oleh AAOFI (Accounting and Auditing Organization For Islamic Financial Institusio), sebagai berikut: 1. Manajer Investasi, bank syariah dalam mengelola investasi nasabah 2. Investor, Bank syariah menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun nasabah yang dipercayakan kepadanya 3. Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, bank syariah dapat melakukan kegiatan jasa-jasa layanan perbankan sebagaimana lazimnya. 4. Pelaksanaan kegiatan sosial, sebagai ciri yang melekat pada entitas keuangan syariah, bank islam juga memiliki kewajiban untuk mengeluarkan dan mengelola (menghimpun, mengadministrasikan, mendistribusikan) zakat serta dana-dana sosial lainnya. 2.1.5 Sumber Dana Bank Syariah Sumber dana bank adalah usaha bank dalam menghimpun dana dari masyarakat. Perolehan ini tergantung pada bank itu sendiri, apakah dari simpanan masyarakat atau dari lembaga lainnya. Adapun sumber dana bank syariah terdiri dari Muhammad (2001:116) : a) Modal inti (core capital) adalah modal yang berasal dari para pemilik bank, yang terdiri dari modal yang disetor oleh para pemegang saham, cadangan dan laba ditahan. b) Kuasi ekuitas (mudharabah account) adalah dana-dana yang tercatat dalam rekening-rekening bagi hasil. c) Titipan (wadiah) adalah simpanan tanpa imbalan 2.1.6 Produk Penghimpunan Dana Penghimpunan dana atau disebut funding adalah kegiatan penarikan dana atau penghimpunan dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan investasi berdasarkan prinsip syariah. Dalam prinsip syariah dibedakan antara simpanan yang tidak memberikan imbalan dan simpanan yang mendapatkan imbalan. Bentuk-bentuk simpanan berdasarkan prinsip syariah dapat disebutkan sebagai berikut (Dahlan siamat :2005): 1. Giro Wadiah Wadi’ah amanah yang mempunyai prinsip harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sedangkan wadi’ah dhamanah adalah pihak yang dititipi (bank) bertanggungjawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut. 2. Rekening Tabungan Bank menerima simpanan dari nasabah dengan jasa penitipan dana. Bank mendapatkan ijin dari nasabah untuk menggunakan dana tersebut selama mengendap di bank. keuntungan dari penggunaan dana akan dibagi dengan nasabah dengan pembagian yang disepakati pada awal perjanjian. Bank juga menjamin pembayaran kembali pada semua simpanan nasabah. 3. Rekening Investasi Umum Produk ini menggunakan prinsip mudharabah mutlaqah, dimana bank bertindak sebagai mudharib dan nasabah sebagai baitul maal. Variasi waktu simpanan bisa 1, 3, 6, 24 bulan, dan seterusnya. Dalam hal ini, kerugian ditanggung nasabah dan bank akan kehilangan keuntungan. 4. Rekening Investasi Khusus Produk ini menggunakan prinsip mudharabah muqayyadah, dimana bank menerima pinjaman dari pemerintah atau nasabah korporasi. Bentuk investasi dan pembagian keuntungan dinegosiasikan kasus per kasus. 2.1.7 Produk Jasa Bank syariah selain memiliki fungsi dan tujuan untuk menghimpun dana juga memfasilitasi atau melayani masyarakat dengan mengeluarkan produk yang berbentuk jasa, adapun produknya adalah sebagai berikut (www.muamalt.com) : a. Rahn Merupakan akad menggadaikan barang dari satu pihak ke pihak lain, dengan uang sebagai gantinya. Akad ini dapat berubah menjadi produk jika digunakan untuk pelayanan kebutuhan konsumtif dan jasa seperti pendidikan, kesehatan, dan lain-lain b. Wakalah Merupakan akad perwakilan antara dua pihak. Umumnya digunakan untuk penerbitan L/C (Letter of Credit), akan tetapi juga dapat digunakan untuk mentransfer dana nasabah ke pihak lain. c. Kafalah merupakan akad untuk penjaminan. Akad ini digunakan untuk penerbitan garansi ataupun sebagai jaminan pembayaran lebih dulu. d. Hawalah merupakan akad pemindahan utang piutang. Akad ini dapat digunakan dalam penyelesaian utang impor. Pengalihan utang harus dilakukan atas dasar kerelaan dari para pihak yang terkait e. Ju’alah merupakan akad pemberian imbalan tertentu atas pencapaian hasil yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Akad ini digunakan oleh bank dalam menawarkan jasa dengan fee sebagai imbalannya 2.1.8 Sistem Pembiayaan Bank Syariah Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi 2 hal, yaitu (Syafi’i Antonio, 2001) : 1. Pembiayaan Produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi. 2. Pembiayaan Konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 2.1.9 Produk Penyaluran Dana Pembiayaan adalah salah satu tugas pokok, yaitu pemberin fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang membutuhkan dana (devisit unit) adapun jenis-jenis pembiayaan menurut (muhammad:2002), antara lain: a. Akad Bagi Hasil 1. Musyarakah, merupakan transaksi yang dilandasi oleh adanya keinginan para pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersam-sama. Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek. 2. Mudharabah,merupakan bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi 100% modal shaibul maal dan keahlian dari pihak mudharib. Dalam mudharabah modal hanya berasal dari salah satu pihak,sedangkan dalam musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih. Juka obyek yang didanai ditentukan oleh pemilik modal,maka kontrak tersebut dinamakan mudharabah al muqayyadah. b. akad jual beli 1. Murabahah, yaitu kontrak jual beli dimana bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank ditambah keuntungan. Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad, sedangkan pembayaran dapat dilakukan secara cicilan maupun sekaligus. 2. Ba’ As Salam, yaitu kontrak jual beli dimana nasabah bertindak sebagai penjual, sementara bank sebagai pembeli barang yang diserahkan oleh nasabah secara tangguh, sedangkan pembayaran secara tunai oleh bank. Dalam transaksi ini kuantitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan ssecara pasti. Transaksi ini biasanya digunakan untuk produk pertanian dalam jangka waktu yang singkat. 3. Bai’ Al Isthisna’, yaitu produk yang menyerupai produk salam. Sistem pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali pembayaran. Umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi. 4. Ijarah dan Ijarah wa Iqtina, yaitu kontrak jual beli dimana bank bertindak sebagai penjual jasa, sementara nasabah sebagai pembeli. Diakhir masa kontrak bank dapat menawarkan nasabah untuk membeli barang yang disewakan. Jika sewa cicilan sudah termasuk harga pokok barang disebut ijarah wa iqtina. c. Qard Al-Hasan Merupakan pinjaman dana bank kepada pihak yang layak untuk mendapatkannya, dan bank sama sekali dilarang untuk menerima manfaat apapun. 2.1.10 Peran dan Fungsi Bank Syariah Peran dan fungsi bank,antara lain sebagai berikut : Sebagai penerima dana titipan nasabah. 1. 2. Sebagai manager investasi 3. Sebagai investor. 4. Sebagai penyedia jasa pembayaran selama tidak bertentangan dengan syariah. 5. Sebagai pengelola dana kebijakan, Zakat Infaq Shadaoh (ZIS) 2.2 Laporan Keuangan Perbankan Syariah Laporan keuangan pada sektor perbankan syariah, sama seperti sektor lainnya adalah untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan aktifitas operasi bank yang bermanfaat dalam mengambil keputusan. Semua lembaga keuangan yang melaksanakan kegiatan usaha menyelenggarakan sistem akuntansi yang juga disebut dengan sistem pembukuan untuk mencatat semua transaksi ekonomi yang dilakukan oleh lembaga keuangan yang bersangkutan minimal setahun sekali yaitu pada akhir tahun akuntansi. Salah satu indikator utama yang dijadikan dasar penelitian adalah laporan keuangan bank yang bersangkutan. Oleh karena itu, kegiatan usaha suatu bank menurut ketentuan pemerintah harus dinyatakan dalam laporan keuangan yang diterbitkan dan dilaporkan kepada masyarakat dan otoritas moneter sebagai pengawas perbankan nasional. Laporan keuangan yang dihasilkan bank tersebut diharapkan dapat memberikan informasi tentang kinerja keuangan dan pertanggungjawaban manajemen bank kepada seluruh stakeholder bank. Adapun pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap laporan keuangan bank adalah pemegang saham, pemerintah, manajemen, karyawan, masyarakat luas. 2.3 Analisis Rasio Keuangan Analisis rasio keuangan bank merupakan suatu alat atau cara yang paling umum digunakan dalam membuat analisis laporan keuangan. Analisis rasio menggambarkan hubungan matematis antara suatu jumlah dengan jumlah lainnya.Karena penginterprestasikan terhadap rasio – rasio ini cukup kompleks, maka keefektifan rasio keuangan ini sebagai suatu alat analisis sangat tergantung dan kemampuan dan keahlian analisis dalam menginterprestasikannya. Berikut beberapa analisis rasio keuangan yang digunakan dalam suatu bank Astohar (2009), yaitu sebagai berikut : 1. Likuiditas 2. Solvabilitas 3. Rentabilitas 4. Aktivitas Untuk lebih jelasnya jenis-jenis rasio keuangan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Likuiditas Untuk bank memiliki perbedaan dalam pengertiannya dengan likuiditas non bank, tidak pernah ada pemilik dana yang meletakan dananya pada sebuah bank tanpa mengharapkan dana tersebut suatu waktu dimiliki kembali atau digunakan untuk membayar kepada pihak lain. Namun kebutuhan likuiditas tidak seluruhnya berdasarkan fungsi peranan, tetapi juga berhubungan erat dengan fungsi pembiayaan. Likuiditas membuat bank dapat memberikan pembiayaan kepada nasabah yang telah lama berhubungan dengan bank tersebut dan menikmati kepercayaan yang diberikan bank. Likuid keuangan bank dapat dibatasi dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam arti sempit bank dapat dikatakan likuid apabila mereka memiliki saldo harta likuid (termasuk kas) yang cukup untuk memenuhi kebutuhan reserves requiered, membayar kewajiban segera kepada pihak ketiga yang ditaih, menyediakan dana pemiayaan dan membiayai operasi perusahan mereka. Dalam arti luas bank juga dapat dikatakan likuid, tidak hanya bila saldo likuid mereka cukup untuk menutup berbagai macam kewajiban segara harta melaikan juga bila mereka mampu dengan cepat mengupulkan dana dari sumber yang lain untuk menutup kekurangan yang ada. Hal tersebut dapat dapat dijelaskan bahwa disamping dari saldo harta likuid, bank juga diharapkan mampu memenuhi kewajiban segera, dari pinjaman, deposito atau bunga baru maupun dari pembayaran kembali pembiayaan mereka dan bunga yang telah jatuh tempo. Seperti yang di ungkapkan oleh Budi Untung (2001: 123) tentang pengertian likuiditas yaitu: “ Likuiditas adalah kemampuan bank tersebut di dalam menjamin hutang-hutang jangka pendeknya.” 2. Solvabilitas Solvabilitas suatu perusahaan menunjukan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban financialnya apabila sekiranya perusahaan tersebut pada saat dilikuidasi. Seperti yang din ungkapkan Kasmir (2003: 275) pengertian solvabilitas adalah: “Solvabilitas merupakan ukuran kemampuan bank mencari sumber dana untuk membiayai kegiatannya. Dapat juga dikatakan rasio ini merupakan alat ukur untuk melihat kekayaan bank dan untuk melihat efisiensi bagi pihak menajeman bank tersebut.” 3. Rentabilitas Rentabilitas suatu perusahaan menunjukan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Di dalam manajmen bank perlu memperhatikan rasio laba terhadap nilai bersih. Hal ini di ungkapkan oleh Komarudin (2001: 42) bahwa : “yang dimaksud dengan rasio laba terhadap nilai bersih adalah rasio rentabilitas (laba bersih setelah pajak di bagi oleh nilai bersih) yang menggambarkan sejauh mana keberhasilan bank itu menggunakan dana yang diinvestasikan”. Rasio rentabilitas disebut juga dengan profitabilitas usaha. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan Dengan dana yang berasal dari modal bank http://id.wikipedia.org/wiki/Neraca(akuntansi) 4. Aktivitas Rasio aktivitas menggambarkan hubungan antara tingkat operasi perusahaan (sales) dengan aset yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan operasi perusahaan tersebut. Rasio aktivitas juga dapat digunakan untuk memprediksi modal yang dibutuhkan perusahaan (baik untuk kegiatan operasi maupun jangka panjang). Misalnya untuk meningkatkan penjualan akan membutuhkan tambahan aset. Rasio aktivitas memungkinkan para analis menduga kebutuhan ini serta menilai kemampuan perusahaan untuk mendapatkan aset yang dibutuhkan untuk mempertahankan tingkat pertumbuhannya.Dua buah contoh rasio aktivitas: inventory turnover, total asset turn over 2.4 Variabel Teoritis Penelitian Adapun variabel-variabel yang digunakan untuk mengukur Return on Assets (ROA) suatu bank adalah CAR (Capital Adequacy Ratio), NPF (Non Performing Financing), dan FDR (Financing to Deposit Ratio). 2.4.1 Capital Adequacy Ratio (CAR) Capital Adequacy Ratio adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan bank dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank (Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono : 2002). Perhitungan Capital Adequacy ratio didasarkan pada prinsip bahwa setiap penanaman yang mengandung risiko harus disediakan jumlah modal sebesar persentase tertentu terhadap jumlah penanamannya. Sejalan dengan standar yang ditetapkan Bank of International Settlements (BIS), seluruh bank yang ada di Indonesia diwajibkan untuk menyediakan modal minimum sebesar 8% dari ATMR (Kuncoro dan Suhardjono, 2002). Menurut Fanny Roswita Ria Pasaribu dan Hasan Sakti Siregar (2011), Modal merupakan faktor yang sangat penting dalam rangka pengembangan usaha dan untuk menampung risiko kerugiannya. Modal juga berfungsi untuk membiayai operasi, sebagai instrument untuk mengantisipasi rasio, dan sebagai alat untuk ekspansi usaha. Penelitian aspek permodalan suatu bank lebih dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana atau apakah modal bank tersebut telah memadai untuk menunjang kebutuhan. Artinya, permodalan yang dimiliki oleh bank yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Modal bank terdiri dari dua komponen yaitu modal inti dan modal pelengkap. Modal inti adalah modal yang berasal dari para pemilik bank, yang terdiri dari modal yang disetor oleh para pemegang saham, cadangan dan laba ditahan. Sedangkan modal pelengkap terdiri dari cadangan revaluasi aktiva tetap, penyisihan penghapusan aktiva produktif, modal pinjaman, dan pinjaman subordinasi. Kebutuhan modal minimum bank dihitung berdasarkan ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Risiko) yang merupakan penjumlahan ATMR aktiva neraca dan ATMR aktiva administratif. ATMR aktiva neraca diperoleh dengan cara mengalikan nilai nominal aktiva yang bersangkutan dengan bobot risiko masing-masing aktiva. ATMR aktiva administratif diperoleh dengan cara mengalikan nilai nominal rekening administratif yang bersangkutan dengan risiko. Semakin tinggi CAR maka semakin baik kondisi sebuah bank (Tarmidzi Achmad, 2003). Jika nilai CAR tinggi berarti bank tersebut mampu membiayai operasi bank, keadaan yang menguntungkan bank tersebut akan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas (Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono , 2002). Besarnya nilai CAR suatu bank dapat dihitung dengan rumus : CAR = M odal Bank 100% ATM R 2.4.2 Non Performing Financing (NPF) Menurur IAI dalam SAK (2007;31.5), Non Performing Financing/kredit bermasalah adalah: Kredit /pembiayaan yang pembayaran angsuran pokok dan atau bunga/bagi hasil telah lewat dari 90 hari atau lebih setelah jatuh tempo, atau kredit/pembiayaan yang pembayarannya secara tepat waktu sangat diragukan. Lukman Dendawijaya (2005:82) mendefinisikan Non Performing Financing (NPF): Kredit Bermasalah (NPF) adalah kegagalan pihak debitur memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran (cicilan) pokok kredit yang telah disepakati. Non Performing Financing (NPF) merupakan risiko tidak terbayarnya pembiayaan yang telah diberikan. Keberadaan NPF dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan kesulitan sekaligus penurunan tingkat kesehatan bank yang bersangkutan, karenanya bank dituntut untuk selalu menjaga kualitas pembiayaan bermasalah diusahakan agar jumlahnya tidak terlalu besar atau masih berada pada tingkat yang wajar. Menurut Lukman Dendawijaya (2005:68) : Non Performing Financing adalah kredit yang kategori kolektibilitasnya masuk dalam kriteria kredit kurang lancar, kredit diragukan dan kredit macet. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas pembiayaan yang masuk dalam kategori Non Performing Financing (NPF) adalah kurang lancar, diragukan, macet. Berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam Surat Edaran Bank Indonesia no. 30/30/DPNP tanggal 29 Mei 2001, besarnya Non Performing Financingt (NPF) ditetapkan oleh Bank Indonesia tidak lebih dari 5%. Adapun kriteria tingkat kesehatan NPF yang di tetepkan oleh Bank Indonesia adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Kriteria kesehatan NPF Peringkat 1 2 3 Nilai NPF NPF < 2% 2% ≤ NPF < 5% 5% ≤ NPF <8% Predikat Sangat Baik Baik Cukup Baik Sumber : Bank Indonesia (data diolah kembali) 2.4.2.1 Penyebab Timbulnya Non Performing Financing (NPF) Kagagalan perbankan antara lain disebabkan meningkatnya Non Performing Financing (NPF) dan hal ini memberikan dampak yang sangat serius pada pertumbuhan perekonomian. Untuk menyelesaikan tidak cukup hanya sekedar melakukan penyuntikan modal tetapi diperlukan pembenahan sistem yang melatarbelakangi kehidupan perbankan. Non Performng Financing (NPF) pada dasarnya disebabkan oleh faktor intern dan faktor ekstern. Kedua faktor tersebut tidak dapat dihindari mengingat adanya berbagai kepentingan yang berkaitan sehingga mempengaruhi kegiatan usaha bank. Menurut Kasmir (2003:35), kemacetan suatu fasilitas kredit disebabkan oleh dua faktor, yaitu: a. Dari pihak perbankan Dalam hal ini analisis kredit kurang teliti baik dalam mengecek kebenaran dan keaslian dokumen maupun salah dalam melakukanperhitungan dengan rasio-rasio yang ada. Akibatnya apa yang seharusnya terjadi, akibat kolusi dari pihak analisis kredit dan pihak debitur sehingga dalam analisisnya secara tidak objektif. b. Dari pihak nasabah Kemacetan kredit/pembiayaan yang disebabkan oleh nasabah diakibatkan 2 hal yaitu: Adanya unsur kesengajaan. Artinya nasabah dengan sengaja tidak mampu membayar kewajibannya kepada bank sehingga kredit/pembiayaan yang diberikan dengan sendirinya macet Adanya unsur ketidaksengajaan. Artinya nasabah memiliki kemampuan untuk membayar akan tetapi tidak mampu dikarenakan usaha yang dibiayai terkena musibah, misalnya kebanjiran atau kebakaran 2.4.2.2 Upaya-upaya Penyelesaian Non Performing Financing (NPF) Penyelesaian Non performing Financing (NPF) adalah upaya bank menjaga kualitas kredit/pembiayaan dan menghindari risiko kerugian yang mungkin akan diderita bank. Menurut Kasmir (2003:103-104) upaya penyelamatan terhadap kredit/pembiayaan yang macet, yaitu: 1. Reschdulling adalah penjadwalan kembali sebagian atau seluruh kewajiban debitur, misalnya angsuran pokok pembiayaan yang semula dijadwalkan dalam waktu 4 tahun diubah menjadi 5 tahun, rescheduling merupakan upaya pertama dari pihak bank untuk menyelamatkan kredit yang diberikan kepada debitur. Cara ini dilakukan jika ternyata pihak debitur (berdasarkan penelitian dan perhitungan yang dilakukan account officer bank) tidak mampu memenuhi kewajiban dalam hal pembayaran kembali angsuran pokok. 2. Reconditioning, merupakan usaha bank untuk menyelamatkan pembiayaan yang diberikannya dengan cara mengubah sebagian atau seluruh kondisi (persyaratan) yang semula disepakati bersama pihak debitur dan dituangkan dalam perjanjian pembiayaan. 3. Restructuring, merupakan upaya penyelamatan kredit/pembiayaan yang terpaksa harus dilakukan bank dengan cara mengubah komposisi pembiayaan yang mendasarinya. Pembiayaan suatu proyek tidak seluruhnyan berasal dari modak sendiri tetapi dibiayai bank. 4. Kombinasi, merupakan kombinasi dari ketiga jenis metode yang diatas. Misalnya kombinasi antara restructuring, dengan reconditioning atau reschdulling dengan restructuring. 5 Penyitaan Jaminan, merupakan jalan terakhir apabila nasabah sudah benarbenar tidak punya itikad baik atau sudah tidak mampu lagi untuk membayar hutang-hutangnya. 2.4.2.3 Penghitungan Non Performing Financing (NPF) Tingkat Non Performing Financing (NPF) ini secara otomatis akan mempengaruhi profitabilitas, NPF semakin tinggi maka profitabilitas akan semakin rendah dan sebaliknya, jika NPF semakin rendah maka profitabilitas akan semakin tinggi. Seperti yang diungkapkan M. Faisal Abdullah (2000:114) : Jika kredit bermasalah sangat besar dan cadangan yang dibentuk juga besar berakibat modal bank kemungkinan menjadi negatif sehingga laba yang diperoleh menjadi terganggu. Bank Indonesia mengintruksikan perhitungan Non Performing Financing (NPF) sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia no. 3/30/DPNP/2001 tentang penghitungan rasio keuangan bank dirumuskan sebagai berikut: NPF = Kredit bermasalah 100% Total Kredit (Sumber: Surat Edaran BI No. 30/30/DPNP/2001) Risiko pembiayaan terjadi ketika bank tidak dapat memperoleh kembali sebagian atau seluruh pembiayaan yang disalurkan atau investasi yang sedang dilakukannya. Risiko pembiayaan dapat mempengaruhi tingkat profitabilitas pada bank syariah. Hal ini disebabkan ketika tingkat jumlah pembiayaan bermasalah (NPF) menjadi besar, semakin besar pula jumlah kebutuhan biaya penyisihan penghapusan pembiayaan yang berpengaruh terhadap kemampuan bank untuk menghasilkan keuntungan/laba. Kemampuan bank dalam menghasilkan keuntungan.laba dipengaruhi oleh kemampuan manajemen bank dalam mengelola asset dan liabilities yang ada. Menurut Muhammad (2005:265) menjelaskan bahwa: komponen penilaian suatu aktiva produktif sebagai indikator penilaian kinerja dan kesehatan bank terdiri dari total kredit/pembiayaan bermasalah dan total kredit/pembiayaan yang diberikan. 2.4.3 Financing to Deposit Ratio (FDR) Pengertian Financing to Deposit Ratio (FDR) menurut Sutan Remi (1997:177) adalah perbandingan antara pembiayaan yang diberikan oleh bank dengan dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh bank. Berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam Surat Edaran Bank Indonesia no. 30/30/DPNP tanggal 29 Mei 2001 besarnya Financing to Deposit Ratio (FDR) ditetapkan oleh Bank Indonesia tidak boleh melebihi 110%. Dengan ketentuan itu berarti bank boleh memberikan pembiayaan melebihi jumlah dana pihak ketiga asalkan tidak melebihi 110%. Dengan ditetapkannya batas maksimum pemberian kredit (pembiayaan) dan Financing to Deposit Ratio (FDR) yang harus diperhatikan oleh bank syariah, maka bank syariah tidak dapat begitu saja melakukan ekspansi pembiayaan dengan hanya bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya atau bertujuan untuk secepatnya dapat membesarkan jumlah asetnya, karena hal itu dapat membahayakan kelangsungan hidup bank tersebut dan tentu saja akan membahayakan dana simpanan para nasabah penyimpan dana tersebut dari bank itu. 2.4.3.1 Tujuan Financing to Deposit Ratio (FDR) Seperti halnya bank konvensional, bank syariah juga dapat digolongkan menjadi tiga kegiatan, yaitu menghimpun dana, penyaluran dana, dan pemberian jasa. Dana yang berhasil dihimpun oleh bank justru akan menjadi beban apabila dibiarkan begitu saja tanpa ada usaha alokasi untuk tujuan-tujuan produktif. Dana yang telah dihimpun bukanlah dana yang murah tetapi sebagian dana dari deposan yang menimbulkan kewajiban bagi bank untuk membayar imbal jasa. Karena untuk menutupi kebutuhan dan untuk memperoleh penerimaan yang digunakan menutup biaya-biaya lain serta mendapat keuntungan, maka bank berusaha mengalokasikan dananya dalam berbagai bentuk aktiva dengan berbagai macam pertimbangan. Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah ukuran yang dipakai oleh bank Indonesia yang tertuang dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/30/DPNP/2001 tanggal 14 Desember 2001 tentang pedoman perhitungan rasio keuangan yaitu: Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah untuk mengukur keamanan likuiditas bank. Tujuan dari Financing to Deposit ratio (FDR) adalah untuk mengukur kesehatan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit/pembiayaan yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Dan untuk mengukur berjalan atau tidaknya suatu fungsi intermediasi dari bank. 2.4.3.2 Karakteristik Financing to Deposit Ratio (FDR) Financing to deposit Ratio (FDR) adalah perbandingan antara pembiayaan yang diberikan oleh bank dengan dana pihak ketiga yang berhasil dikerahkan oleh bank. Berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam Surat Edaran Bank Indonesia no. 30/30/DPNP tanggal 29 Mei 2001 besarnya Financing to Deposit Ratio (FDR) ditetapkan oleh Bank Indonesia tidak boleh melebihi 110%. Dalam tata cara penilaian tingkat kesehatan bank, Bank Indonesia dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/30/DPNP/2001 menetapkan sebagai berikut: 1. Untuk Rasio FDR sebesar 110% atau lebih diberikan kredit 0, artinya likuiditas bank tersebut dinilai tidak sehat. 2. Untuk rasio FDR dibawah 110% diberi nilai kredit 100, artinya likuiditas bank tersebut dinilai sehat. Surat keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/27/KEP/DIR tanggal 19 maret 1998, Financing to Deposit Ratio mengukur seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan pembiayaan yang diberikan, dengan kata lain seberapa jauh pemberian pembiayaan kepada nasabahnya dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang ingin kembali uangnya yang telah digunakan bank untuk membiayai pembiayaan. Menurut Muhammad Syafi’I Antonio (2001:160) penggunaanya, pembiayaan dapat menjadi dua hal yaitu: Menurut sifat 1. Yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha produksi, perdagangan maupun investasi. 2. Pembiayaan Konsumtif Yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan Pembiayaan Produktif konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan. (Muhammad Syafi’I Antonio 2001:160) 2.4.3.3 Penghitungan Financing to Deposit Ratio (FDR) Berdasarkan Surat Edaran Bank indonesia no. 3/30/DPNP/2001 Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan perbandingan antara pembiayaan dengan dana pihak ketiga ditambah modal sendiri. Besarnya nilai Financing to Deposit Ratio (FDR) dapat dihitung dengan rumus sebagi berikut: FDR = Pembiayaan yang Diberikan 100% Total Dana Pihak Ketiga (Sumber: Surat Edaran BI No. 3/30/DPNP/2001) 2.4.4 Return On asset (ROA) Return On Asset (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan total yang dimilikinya. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, maka standar ROA yang baik adalah sekitar 1,5%. Semakin besar ROA menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik, karena return semakin besar. Perhitungan ROA terdiri dari : 1. Menghitung Earning Before Tax (EBT) laba perusahaan (bank) sebelum dikurangi pajak. 2. Menghitung keseluruhan aktiva yang dimiliki oleh bank yang terdiri dari aktiva lancar dan aktiva tetap. Secara matematis ROA dapat dirumuskan sebagai berikut : ROA = Laba Bersih 100% Total Aktiva 2.5 Penelitian Terdahlu Berikut ini beberapa penelitian tentang kinerja bank yang telah dilakukan oleh beberapa orang peneliti. Dalam penelitian Bactiar Usman (2003) menguji pengaruh rasio-rasio keuangan seperti LDR, ROA, BOPO, NPM, GWM terhadap Hasilnya adalah ROA dan BOPO merupakan variabel yang tepat digunakan ROA. untuk memprediksi laba perusahaan pada masa yang akan datang. Sedangkan LDR, NPM, GWM, CAR mempunyai pengaruh negatif terhadap laba yang akan datang. Variabel tersebut mampu menjelaskan variabel dependen sebesar 23,33% sedangkan sisanya 77,67% dijelaskan oleh faktor lain. Mabruroh (2004) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis manfaat dan pengaruh rasio keuangan dalam analisis kinerja keuangan perbankan. Obyek penelitian yang digunakan adalah bank-bank yang go publik di BEJ selama periode tahun 1999-2000 sebanyak 22 bank. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan variabel CAR, LDR dan GWM, ROA dan ROE, NPL dan PPAP, BOPO dan NIM berpengaruh terhadap ROA. Secara parsial variabel ROA, ROE,CAR, PPAP dan BOPO tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA sedangkan NPL dan NIM berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA. Gelos (2006) menguji pengaruh risiko kredit, risiko bunga, CAR, PPAP, dan LDR pada bank-bank America Latin, dimana hasilnya menunjukkan bahwa risiko kredit dan PPAP menunjukkan pengaruh negatif terhadap ROA, sedangkan risiko suku bunga, CAR dan LDR menunjukkan pengaruh yang positif terhadap ROA. Astohar (2009) tentang Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi profitabilitas perbankan di Indonesia, menggunakan sampel bank domestik, bank campuran dan bank asing. Hasilnya ukuran perbankan, CAR, LDR, pertumbuhan deposito perbankan, dan kepemilikan perbankan berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas perbankan, sedangkan kepemilikan saham mempunyai pengaruh positif tidak signifikan terhadap profitabilitas perbankan. Dalam penelitian Bayu Edhi (2009) tentang analisis pengaruh rasio CAR, BOPO, NIM, LDR, NPL, PPAP, dan PLO terhadap ROA menggunakan sampel bank umum di Indonesia periode 2004-2007 dengan uji regresi. Hasilnya CAR, NIM, PLO berpengaruh positif signifikan terhadap ROA sedangkan BOPO, NPL, PPAP berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA. Namun LDR menunjukkan tidak mempunyai pengaruh terhadap ROA. Heriyanto (2009) meneliti tentang analisis pengaruh CAR, NIM, LDR, NPL, BOPO, KAP terhadap ROA, dengan menggunakan sampel bank pemerintah di Indonesia periode tahun 2004-2008. Hasilnya adalah CAR, NIM mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap ROA. LDR mempunyai pengaruh positif tidak signifikan, sedangkan NPL dan BOPO berpengaruh negatif signifikanterhadap ROA. Namun KAP mempunyai pengaruh negatif tidak signifikan terhadap ROA. Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu PENELITI JUDUL HASIL Bachtiar usman (2003) “Analisis pengaruh rasiorasio keuangan terhadap ROA.” BOPO berpengaruh positif terhadap ROA. Sedangkan LDR, NPM, GWM, CAR berpengaruh negatif terhadap ROA. “Pengaruh rasio keuangan dalam analisis kinerja keuangan perbankan.” ROA, ROE, CAR, PPAP, BOPO tidak berpengaruh signifikan, sedangkan NPL dan NIM berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA. Mabruroh (2004) Gelos (2006) “Analisis pengaruh risiko kredit, risiko bunga, CAR, PPAP, dan LDR pada bank-bank America Latin.” risiko kredit dan PPAP menunjukkan pengaruh negatif terhadap ROA, sedangkan risiko suku bunga, CAR dan LDR menunjukkan pengaruh yang positif terhadap ROA “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi profitabilitas perbankan di Indonesia” CAR, LDR, perbankan, dan berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas, sedangkan kepemilikan saham mempunyai pengaruh positif tidak signifikan terhadap profitabilitas. Bayu Edhi (2009) “Analisis pengaruh rasio CAR, BOPO, NIM, LDR, NPL, PPAP, dan PLO terhadap ROA.” CAR, NIM, PLO berpengaruh positif signifikan terhadap ROA sedangkan BOPO, NPL, PPAP berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA. Namun LDR tidak berpengaruh terhadap ROA. Heriyanto (2009) “Analisis pengaruh CAR, NIM, LDR, NPL, BOPO, KAP terhadap ROA” Astohar (2009) CAR, NIM mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap ROA. LDR mempunyai pengaruh positif tidak signifikan, sedangkan NPL dan BOPO berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA. Namun KAP mempunyai pengaruh negatif tidak signifikan terhadap ROA. Sumber : gabungan dari berbagai sumber peneliti (data dioah kembali) 2.6 Kerangka Pemikiran Salah satu fungsi bank yaitu sebagai intermediasi, yakni menghimpun dan menyalurkan kembali dana kepada masyarakat merupakan fungsi yang penting dalam perbankan. Berdasarkan fungsi intermediasi, maka kegiatan menghimpun dana dari masyarakat merupakan kegiatan utama sebuah bank, karena sebuah bank tidak dapat berdiri sendiri dengan mengandalkan perolehan dana dari modal milik bank itu sendiri, tetapi juga diperlukan pihak-pihak lain untuk mendukung terkumpulnya dana dalam sebuah bank. Dana untuk membiayai operasi suatu bank dapat diperoleh dari berbagai sumber yakni dari modal bank itu sendiri dan dana dari masyarakat. Faktor penting dalam sebuah badan usaha adalah modal. Modal merupakan sumber dana pembelanjaan untuk membiayai aktivitas-aktivitas usaha. Dana modal dapat digunakan untuk pembelian gedung, tanah, perlengkapan dan sebagainya yang secara langsung tidak menghasilkan. Selain itu, modal juga dapat digunakan untuk hal-hal yang produktif, yaitu disalurkan menjadi pembiayaan. Modal ini amat penting karena akan dapat digunakan untuk keperluan operasional, untuk pengembangan usaha bisnis dan menampung resiko kerugian serta berfungsi melindungi kepentingan para pemegang rekening titipan (wadi’ah) atau pinjaman (qard), terutama atas aktiva yang didanai oleh modal sendiri dan dana-dana wadi’ah atau qard. Modal harus dapat dialokasikan secara optimal dan efisien untuk dapat menghasilkan keuntungan, tapi disamping itu modal merupakan faktor yang sangat penting dalam rangka untuk menampung risiko kerugiannya dengan demikian peran Capital adequacy Ratio (CAR) adalah berfungsi untuk membiayai operasi dan sebagai instrument untuk mengantisipasi resiko. Kegiatan operasional bank pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama dengan kegiatan ekonomi, yaitu memperoleh keuntungan. Bank dalam melaksanakan kegiatan operasinya akan tercermin dalam beberapa hal diantaranya: beberapa banyak sumber dana yang berupa pinjaman yang mampu diberikan kepada nasabah, serta investasi aktiva tetap. Menurut Kasmir (2005:11) “bank diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada mayarakat serta memberikan jasa perbankan lainnya”. Simpanan masyarakat yang berupa sumber dana mudharabah dan wadi’ah merupakan sumber dana utama bank yang dapat digunakan untuk mendukung kegiatan operasional bank, sehingga penurunan dan peningkatan simpanan masyarakat akan memberikan pengaruh pada kemampuan bank memperoleh laba. Kemampuan memperoleh laba ini dihasilkan dari penyaluran pembiayaan yang dilakukan oleh bank. Penyaluran pembiayaan yang dilakukukan sebuah bank selain untuk menjalankan fungsinya, juga untuk mendapatkan pendapatan dan menghindari terjadinya dana menganggur. Oleh karena itu, sebuah bank harus bisa memanfaatkan dana yang telah diterima itu untuk disalurkan kembali kepada masyarakat karena dapat menguntungkan semua pihak. Tetapi dalam penyaluran dana ini sebuah bank harus memperhatikan seberapa besar dana yang harus dialurkan dan seberapa besar yang harus ditahan. Hal ini dilakukan untuk menjaga tingkat likuiditas, karena jika semua dana pihak ketiga yang telah diperoleh disalurkan semuanya, dikhawatirkan bank tersebut tidak dapat mengembalikan dana pihak ketiga yang diperolehnya jika tiba-tiba masyarakat ingin mengambil dananya. Setiap penciptaan aktiva, disamping berpotensi menghasilkan keuntungan juga berpotensi menimbulkan terjadinya resiko. Oleh karena itu, modal juga harus dapat digunakan untuk menjaga kemungkinan terjadinya resiko kerugian atas investasi pada aktiva, terutama yang berasal dari dana-dana pihak ketiga atau masyarakat. Peningkatan peran aktiva sebagai penghasil keuntungan harus secara simultan dibarengi dengan pertimbangan resiko yang mungkin timbul guna melindungi kepentingan para pemilik dana. Bank syariah dalam memberikan pembiayaan sebaiknya lebih berhati-hati sehingga bisa menghindari terjadinya non performing financing. Tingginya nilai NPF akan menimbulkan kesulitan bagi bank, antara lain menurunnya tingkat kesehatan bank yang bersangkutan, berdampak buruk terhadap operasional bank sendiri serta mengakibatkan bank harus menyediakan cadangan penghapusan piutang yang cukup besar sehingga kemampuan memberikan pembiayaan menjadi sangat terbatas yang nantinya akan berimbas juga dengan menurunnya profitabilitas bank. Tercapainya laba merupakan keberhasilan suatu perusahaan dalam melakukan usahanya. Laba ini juga bisa digunakan sebagai indikator untuk melihat baik tidaknya suatu perusahaan. Dengan peningkatan dan pengelolaan penyaluran pembiayaan yang baik akan mendorong suatu bank untuk meningkatkan kemampuan dalam memperoleh laba. Bank dalam menjalankan kegiatan operasionalnya terutama dalam pemberian pembiayaan harus tetap memperhatikan modal yang dimiliki, sehingga bank tidak sembarangan melakukan ekspansi pembiayaan hanya untuk memperoleh keuntungan (profitabilitas) yang optimal. Menilai kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba disebut dengan profitabilitas/rentabilitas. Profitabiltas perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Dengan kata lain profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan keuntungan atau laba selama periode tertentu melalui operasinya. Dalam meneliti besarnya profitabilitas yang dicapai oleh bank, pada umumnya digunakan indikator rasio profitabilitas seperti return on asset (ROA), return on equity (ROE), rasio biaya operasional, dan net profit margin (NPM). Khusus untuk perbankan penilaian tentang profitabilitas yang digunakan untuk menilai kesehatan suatu bank dengan menggunakan rasio return on asset (ROA). Hal ini sesuai dengan surat keputusan direksi bank Indonesia No. 30/277 KEP/DIR tanggal 19 Maret 1998 tentang tata cara penilaian tingkat kesehatan bank yang diperbaharui melalui peraturan BI No. 6/10/PBI/2004 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum yang terdapat dalam pasal 4 ayat (4). Return on asset adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan yang dihitung dengan cara membandingkan laba bersih setelah pajak dengan total aktiva. Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya profitabilitas suatu bank adalah besarnya CAR, FDR serta tingkat NPF, yang ketiganya memiliki hubungan korelasional dengan profitabilitas. Besar kecilnya peningkatan ketiga faktor tersebut, akan menentukan besar kecilnya kenaikan atau penurunan laba bank. Bagi perusahaan pada umumnya masalah profitabilitas adalah lebih penting daripada masalah laba, karena laba yang besar belumlah merupakan ukuran bahwa perusahaan itu telah bekerja dengan efisien. Melalui analisis profitabilitas dapat diketahui efisiensi dan efektivitas suatu bank selama periode waktu tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat Bambang Riyanto (1995:37) bahwa “Efisiensi baru dapat diketahui dengan membandingkan laba diperoleh itu dengan kekayaan atau modal yang menghasilkan laba tersebut, yang atau dengan kata lain ialah menghitung rentabilitasnya.” Dari uraian diatas, kerangka penelitian dalam penelitian ini dapat digambarkan pada gambar berikut: Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Masyarakat Bank syariah Menghimpun dana Return on assets (ROA) Total DPK & modal Lancar/Macet NPF FDR CAR penyaluran dana( pembiayaan) 2.7 Hipotesis Penelitian Suharsimi Arikunto (2006:64), mengatakan hipotesis sebagai “suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul”. Sugiyono (2008:39) mengemukakan pengertian hipotesis sebagai berikut: “Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data”. Berdasarkan pengertian diatas hipotesis yang diajukan penulis sebagai berikut: 1. Diduga secara bersama-sama Capital Adequacy Ratio (CAR), Financing to Deposit Ratio (FDR), dan Non Perforning Financing (NPF), mampu menjelaskan tingkat Return on Assets (ROA) di Bank Muamalat Indonesia. 2. Diduga Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat Return on Assets (ROA) di Bank Muamalat Indonesia. 3. Diduga Financing to Deposit Ratio (FDR) berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat Return on Assets (ROA) di Bank Muamalat Indonesia. 4. Diduga Non Performing Financing (NPF) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat Return on Assets (ROA) di Bank Muamalat Indonesia