2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Marsilea crenata Presl Klasifikasi dari semanggi air (M. crenata Presl.) menurut Haenk (1825) diacu dalam Afriastini (2003) adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Divisi : Pteridophyta Kelas : Pteridopsida Ordo : Salviniales Famili : Marsileaceae Genus : Marsilea Spesies : Marsilea crenata Presl. Gambar 1 Semanggi air (Marsilea crenata Presl.). Semanggi air merupakan tumbuhan air yang banyak terdapat di lingkungan air tawar, yaitu sawah, kolam, danau, dan sungai. Semanggi air sering dianggap sebagai gulma pada tanaman padi namun memiliki nilai kegunaan yang beraneka ragam (Afriastini 2003). Tumbuhan ini biasanya hidup dengan jenisjenis tumbuhan air lain, misalnya eceng kecil, genjer, rumput air, serta teki alit (Sastrapradja dan Afriastini 1985). Semanggi air memiliki beberapa nama lain, yaitu jukut calingcingan (Sunda), tapak itek (Malaysia), upat-upat (Filipina), chutul phnom (Kamboja), pak vaen (Laos), phak waen (Thailand), dan water clover fern (Inggris). 4 2.2 Ekstraksi Komponen Bioaktif Ekstraksi merupakan suatu metode pemisahan yang didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan pembanding tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses ekstraksi adalah lama ekstraksi, suhu, dan jenis pelarut yang digunakan. Dalam pemilihan jenis pelarut yang digunakan harus memperhatikan daya larut, titik didih, sifat toksik, mudah tidaknya terbakar, dan sifat korosif terhadap peralatan ekstraksi (Khopkar 2003). Metode ekstraksi yang digunakan tergantung dari beberapa faktor yaitu, tujuan ekstraksi, skala ekstraksi, sifat komponen-komponen yang akan diekstrak, dan sifat-sifat pelarut yang digunakan. Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai metode, misalnya ekstraksi dengan pelarut, destilasi, supercritical fluid extraction (SFE), pengepresan, dan sublimasi. Metode yang banyak digunakan adalah destilasi dan ekstraksi menggunakan pelarut (Houghton dan Raman 1998). Jenis ekstraksi meliputi ekstraksi dingin dan ekstraksi panas. Ekstraksi secara dingin terdiri atas metode maserasi, metode sokhletasi dan metode perkolasi; sedangkan ekstraksi secara panas terdiri atas metode refluks dan metode destilasi uap. Maserasi merupakan ekstraksi sederhana yang dilakukan dengan cara merendam sampel dalam suatu pelarut selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Metode maserasi bertujuan untuk mengekstrak sampel yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam pelarut, tidak mengandung benzoin dan lilin (Sudjadi 1986). Sokhletasi merupakan ekstraksi yang dilakukan secara berkesinambungan. Pelarut dipanaskan sehingga menguap, kemudian uap pelarut terkondensasi menjadi molekul-molekul air. Keuntungan metode ini adalah dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung. Perkolasi merupakan metode ekstraksi dengan mengalirkan pelarut melalui sampel yang telah dibasahi. Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan langkah tambahan yaitu sampel padat telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara sampel padat tidak merata atau terbatas dibandingkan dengan metode refluks dan pelarut yang digunakan menjadi 5 dingin selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien (Suradikusumah 1989). Metode refluks digunakan untuk mengekstrak sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung. Kerugian metode ini adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar dari sejumlah manipulasi dari operator. Destilasi uap adalah metode yang populer untuk ekstraksi minyakminyak esensial dari sampel tanaman. Metode ini diperuntukkan bagi pencarian bahan yang mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal (Sudjadi 1986). 2.3 Senyawa Fitokimia Fitokimia merupakan bagian ilmu pengetahuan alam yang menguraikan aspek kimia suatu tanaman. Kajian fitokimia meliputi uraian tentang isolasi dan konstitusi senyawa kimia dalam tanaman, perbandingan struktur senyawa kimia tanaman dan perbandingan komposisi senyawa kimia dari bermacam-macam jenis tanaman atau penelitian untuk pengembangan senyawa kimia dalam tanaman (Sirait 2007). Analisis fitokimia adalah analisis yang mencakup aneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh makhluk hidup, yaitu mengenai struktur kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebarannya secara alamiah dan fungsi biologisnya. Untuk melakukan hal-hal tersebut diperlukan metode pemisahan, pemurnian, dan identifikasi kandungan yang terdapat dalam tumbuhan. Analisis fitokimia dilakukan untuk menentukan ciri senyawa aktif penyebab efek racun atau efek bermanfaat yang ditunjukkan oleh ekstrak kasar bila diuji dengan sistem biologi (Harborne 1987). Alkaloid Alkaloid merupakan senyawa kimia tanaman hasil metabolit sekunder yang terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran. Alkaloid terbagi menjadi tiga bagian, yaitu elemen yang mengandung N terlibat pada pembentukan alkaloid, elemen tanpa N yang ditemukan dalam molekul alkaloid dan reaksi yang terjadi untuk pengikatan khas elemen-elemen pada alkaloid. Dengan adanya unsur N pada alkaloid, jelas ada hubungan dengan pembentukan asam-asam amino menjadi protein pada tanaman. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa alkaloid 6 terbentuk sebagai hasil sampingan dari pembentukan protein. Keterkaitan antara karbon dengan atom N memegang peranan penting (Sirait 2007): O NH3 a) Pembentukan asam amida, R O C R C OH NH2 (misalnya piperin, kapsaisin, galegin, kolkhisin) b) Transminasi, R O O C C OH NH2 O R CH CO2 C R (misalnya Aminbiogen, Efedrin) CH2 OH NH2 c) Kondensasi menurut cara pembentukan basa Schiff R CH2 C R1 H2N R2 O R CH2 C R1 CH C R1 N – R2 NH – R2 (misalnya Asam-pirolina-5-karbonat, piperidin) d) Kondensasi Mannich R1 R H + R1 CHO + R2 NH R CH N R3 Senayawa C-H-asida. Aldehida Amina “Alkaloid” Pada umumnya alkaloid sebagai garam dapat larut dalam air dan sukar larut dalam pelarut organik. Bentuk bebas/basanya mudah larut dalam pelarut organik dan sukar larut dalam air. Alkaloid-alkaloid terdapat pada tanaman tidak dalam keadaan bebas, tetapi terikat sebagai garam dengan asam-asam organik tanaman, yaitu asam maleat, oralat, suksinat, dan taurat. Pereaksi yang digunakan untuk mengidentifikasi alkaloid-alkaloid, yaitu asam pikrat, Mayer K2 (HgI4), Dragendorff K Bi I4, asam fosfo wolframat, kalium iodide dan platina klorida, serta asam fosfomolibdat. Prinsipnya ialah mengendapkan alkaloid dengan logamlogam berat (Sirait 2007). Pada proses fotosintesis dapat dihasilkan alkaloid. Selain pada daun, alkaloid juga didapati pada kuncup muda, akar (Conium, Ephedra), dan juga pada 7 getah yang diproduksi di tabung-tabung getah dalam epidermis dari daun opium atau tanaman candu Papaver somniferum (Sirait 2007). Hampir semua alkaloid yang ditemukan di alam mempunyai keaktifan biologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan, misalnya kuinin, morfin dan stiknin adalah alkaloid yang terkenal dan mempunyai efek fisiologis dan psikologis. Menurut Sudirman (2011), daun kangkung air mengandung senyawa alkaloid yang berpotensi sebagai antioksidan. Alkaloid tidak mempunyai tata nama sistematik, oleh karena itu, suatu alkaloid dinyatakan dengan nama trivial yang beakhiran –in atau – ina (Lenny 2006). N N Nikotina CH3 CH2CH2CH3 N Koniina Gambar 2 Struktur kimia jenis alkaloid (Sumber: Robinson 1995). Triterpenoid dan steroid Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Triterpenoid merupakan senyawa tanpa warna, berbentuk kristal, sering kali bertitik leleh tinggi dan aktif optik yang umumnya sukar dicirikan karena tak ada kereaktifan kimianya. Triterpenoid digolongkan menjadi empat golongan, yaitu triterpena sebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida jantung (Harborne 1987). Biosintesis triterpen dan steroid berasal dari senyawa farnesil-PP. dua molekul farnesil-PP akan berkondensasi ekor-ekor membentuk senyawa yang masih asiklik, yaitu preskualen dan skualen (C30). Setelah mengalami oksidasi menjadi 2-3-epoksida dan kemudian pemutusan menjadi 3 hidroksi-skualen kation, maka secara spontan akan membentuk sistem cincin -4 atau cincin-5 dengan gugus-OH pada C3. Steroid adalah molekul kompleks yang larut di dalam lemak dengan empat cincin yang saling bergabung. Steroid yang paling banyak adalah sterol yang 8 merupakan steroid alkohol. Kolesterol merupakan sterol utama pada jaringan hewan. Kolesterol dan senyawa turunan esternya, dengan lemaknya yang berantai panjang merupakan komponen penting dari plasma lipoprotein dan dari membran sel sebelah luar. Membran sel tumbuhan mengandung jenis sterol lain terutama stigmasterol yang berbeda dari kolesterol hanya dalam ikatan ganda di antara karbon 22 dan 23 (Lehninger 1982). Rantai samping delapan-karbon yang terdapat dalam lanosterol juga terdapat dalam steroid terutama dari sumber hewan, namun kebanyakan steroid tumbuhan mempunyai satu atau dua atom karbon tambahan. Menurut Santalova et al. (2004), sterol yang diisolasi dari spons Rhizochalina incrustata memiliki aktivitas sebagai sitotoksik dan hemolisis. R Sitosterol HO HO Stigmasterol Gambar 3 Struktur kimia jenis senyawa triterpenoid/steroid (Sumber: Sirait 2007). Flavonoid Flavonoid merupakan senyawa yang terdiri dari C6-C3-C6. Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Gugusan gula bersenyawa pada satu atau lebih grup hidroksil fenolik. Kegunaan flavonoid bagi tumbuhan adalah untuk menarik serangga yang membantu proses penyerbukan dan untuk menarik perhatian binatang yang membantu penyebaran biji. Bagi manusia, flavonoid dalam dosis kecil bekerja sebagai stimulan pada jantung dan pembuluh darah kapiler (Sirait 2007). Menurut Gavin dan Durako (2012), biota laut 9 misalnya lamun Halophila johnsonii yang telah diisolasi memiliki senyawa aktif sitosolik flavonoid yang dapat berfungsi sebagai antioksidan. Penggolongan jenis flavonoid dalam jaringan tumbuhan mula-mula didasarkan pada telaah sifat kelarutan dan reaksi warna. Terdapat sekitar sepuluh kelas flavonoid yaitu antosianin, proantosianidin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, khalkon, auron, flavanon, dan isoflavon. Senyawa flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, oleh karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau amoniak (Harborne 1987). C A B Gambar 4 Struktur kimia dasar flavonoid (Sumber: Harborne 1987). Saponin Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan. Glikosida adalah suatu kompleks antara gula pereduksi (glikon) dan bukan gula (aglikon). Glikon bersifat mudah larut dalam air dan glikosida-glikosida mempunyai tegangan permukaan yang kuat. Banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum adalah asam glukuronat. Adanya saponin dalam tumbuhan ditunjukkan dengan pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau memekatkan ekstrak (Harborne 1987). CH3 O H O Sarsapogenin HO Gambar 5 Struktur kimia jenis saponin (Sumber: Sirait 2007). 10 Saponin dapat menyebabkan hidrolisis pada sel darah. Saponin yang paling penting adalah hesogenin. Hesogenin mempunyai gugus keton pada C12 yang dapat ditransportasikan ke C11 membentuk 11-keto tigogenin yang dapat diubah menjadi kortison. Saponin jauh lebih polar daripada sapogenin karena ikatan glikosidanya dan lebih mudah dipisahkan dengan kromatografi kertas atau kromatografi lapis tipis selulosa (Suradikusumah 1989). Hasil penelitian Anwariyah (2011) menunjukkan bahwa lamun Cymodocea rodundata terdeteksi adanya saponin pada semua jenis pelarut. Fenol hidrokuinon Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar. Kuinon untuk tujuan identifikasi dibagi menjadi empat kelompok, yaitu benzokuinon (kuinon yang kromofor terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon), naftokuinon, antrakuinon dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok pertama biasanya terhidroksilasi dan bersifat senyawa fenol serta mungkin terdapat in vivo dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida atau dalam bentuk kuinol tanpa warna, kadang-kadang juga bentuk dimer. Dengan demikian diperlukan hidrolisis asam untuk melepaskan kuinon bebasnya (Harborne 1987). O MeO OMe O 2,6-Dimetoksibenzokuinon Gambar 6 Struktur kimia jenis kuinon (Sumber: Harborne 1987). Kuinon disintesis tumbuhan dari berbagai prekursor dan berbagai jalur, yaitu jalur asetat-polimalonat, jalur asam amino, jalur sikimat, dan melanovat. Jalur asetat-polimalonat merupakan jalur yang paling umum. Suatu senyawa poliketometilen dianggap sebagai intermediet antara ester CoA dengan fenol atau kuinon (Suradikusumah 1989). Senyawa kuinon yang terdapat sebagai glikosida mungkin larut sedikit dalam air, tetapi umumnya kuinon lebih mudah larut dalam 11 lemak dan akan terdeteksi dari tumbuhan bersama-sama dengan karotenoid dan klorofil. Reaksi yang khas adalah reduksi bolak-balik yang mengubah kuinon menjadi senyawa tanpa warna, kemudian warna kembali lagi bila terjadi oksidasi oleh udara. Reduksi dapat dilakukan menggunakan natrium borohidrida dan oksidasi ulang dapat terjadi hanya dengan mengocok larutan tersebut di udara (Harborne 1987). Hasil penelitian Prajitno (2006) diacu dalam Wiyanto (2010), menunjukkan bahwa rumput laut Halimeda opuntia yang telah diisolasi mempunyai kandungan fenol yang memiliki zat antibakteri. Tanin Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh dan memiliki batang sejati. Secara kimia terdapat dua jenis tanin, yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi hampir terdapat disemua tumbuhan pakupakuan dan gymnospermae (tumbuhan berbiji tertutup), serta tersebar luas dalam angiospermae terutama pada tumbuhan berkayu. Tanin terhidrolisis, penyebarannya terbatas hanya pada tumbuhan berkeping dua. Tetapi kedua jenis tanin ini banyak dijumpai bersamaan dalam tumbuhan yang sama. Sebagian besar tumbuhan yang banyak mengandung tanin akan dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang pahit. Salah satu fungsi tanin pada tumbuhan adalah sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan. Tanin terkondensasi atau disebut flavolan secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal (galokatekin) yang membentuk senyawa dimer dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Ikatan karbon-karbon menghubungkan satu satuan flavon dengan satuan berikutnya melalui ikatan 4-8 atau 6-8. Kebanyakan flavolan mempunyai 2 sampai 20 satuan flavon. Nama lain untuk tanin terkondensasi adalah proantosianidin karena bila direaksikan denga asam panas, beberapa ikatan karbon penghubung satuan terputus dan dibebaskanlah monomer antosianidin. Tanin terhidrolisis dibagi menjadi dua kelas, yang paling sederhana depsida galoilglukosa. Pada senyawa ini, inti yang berupa glukosa dikelilingi oleh lima gugus ester galoil atau lebih. Pada jenis kedua, inti molekul berupa senyawa dimer asam galat, yaitu asam heksahidroksidifenat, di sini pun berikatan dengan glukosa (Harborne 1987). 12 Tanin terletak terpisah dari protein dan enzim sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak, misalnya bila hewan memakannya, maka reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar dibentuk oleh cairan pencernaan hewan. Pada kenyataannya, sebagian besar tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat. Oleh karena itu fungsi tanin pada tumbuhan adalah sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan (Harborne 1987). Salah satu tanaman air yang mengandung tanin adalah enceng gondok (Eichhornia crassipes) (Rorong et al. 2010). Tanaman bakau juga diketahui mengandung senyawa tanin, misalnya Bruguiera sexangula (Sudrajat et al. 2008) dan Rhizopora mucronata (Danarto et al. (2011). Karbohidrat Karbohidrat merupakan konstituen yang paling banyak jumlahnya dibandingkan dengan kandungan kimia lainnya yang terdapat dalam tanaman atau hewan. Karbohidrat dibentuk melalui proses fotosintesis pada tanaman. Zat tersebut dapat diubah menjadi senyawa kimia organik lain yang diperlukan tanaman. Karbohidrat atau gula berguna sebagai storing energy misalnya pati, dapat pula sebagai transport of energy misalnya sukrosa, dan sebagai penyusun dinding sel misalnya selulosa. Kegunaan gula pada tanaman antara lain untuk membantu penyerbukan, melindungi luka, dan mencegah terjadinya infeksi serta detoksifikasi dari bahan lain (Sirait 2007). Fungsi karbohidrat sebagai zat bioaktif yang baik untuk kesehatan, misalnya karbohidrat jenis fruktosa yang baik untuk penderita diabetes, besi (II) glukonat digunakan untuk mengobati anemia, dan kalsium levulinat untuk penderita kekurangan kalsium. Gula pereduksi Gula pereduksi merupakan kelompok gula atau karbohidrat yang mampu mereduksi senyawa pengoksidasi. Monosakarida akan segera mereduksi senyawasenyawa pengoksidasi antara lain ferisianida, hidrogen peroksida atau ion kupri (Cu2+). Gula dioksidasi pada gugus karbonil dan senyawa pengoksidasi menjadi tereduksi pada reaksi ini. Senyawa pereduksi adalah pemberi elektron dan senyawa pengoksidasi adalah penerima elektron. Glukosa dan gula-gula lain yang mampu mereduksi senyawa pengoksidasi disebut gula pereduksi. Sifat ini berguna dalam analisis gula, dengan mengukur jumlah dari senyawa pengoksidasi yang 13 tereduksi oleh suatu larutan gula tertentu, dapat dilakukan pendugaan konsentrasi gula. Prinsip tersebut berguna dalam menganalisa kandungan gula dalam darah dan air seni untuk diagnosa diabetes mellitus (Lehninger 1988). Ada tidaknya sifat pereduksi dari suatu molekul gula ditentukan oleh ada tidaknya gugus hidroksil (OH) bebas yang reaktif. Gugus hidroksil yang reaktif pada glukosa (aldosa) biasanya terletak pada karbon nomor satu (anomerik), sedangkan pada fruktosa (ketosa) hidroksil reaktifnya terletak pada karbon nomor dua. Sukrosa tidak mempunyai gugus OH bebas yang reaktif karena keduanya sudah saling terikat, sedangkan laktosa mempunyai OH bebas pada atom C nomor 1 pada gugus glukosanya. Akibatnya, laktosa bersifat pereduksi sedangkan sukrosa bersifat non pereduksi (Winarno 2008). Peptida Peptida merupakan ikatan kovalen antara dua atau lebih molekul asam amino melalui suatu ikatan amida substitusi. Ikatan peptida dibentuk dengan menarik unsur H2O dari gugus karboksil suatu asam amino dan gugus α-amino dari molekul lain, dengan reaksi kondensasi yang kuat. Tiga asam amino dapat disatukan oleh dua ikatan peptida dengan cara yang sama untuk membentuk suatu tripeptida, tetrapeptida dan pentapeptida. Jika terdapat banyak asam amino yang bergabung dengan cara demikian, struktur yang dihasilkan dinamakan polipeptida. Peptida dengan panjang yang bermacam-macam dibentuk oleh hidrolisis sebagian dari rantai polipeptida yang panjang dari protein, yang dapat mengandung ratusan asam amino (Lehninger 1988). Pengikatan asam amino dengan ikatan peptida berlangsung dalam bermacam-macam urutan dengan perbandingan molekul dan struktur ruang yang berbeda-beda (lipatan dari rantai, cincin makro, dan lain-lain) (Sirait 2007). Pembentukan ikatan peptida memerlukan banyak energi, sedangkan untuk hidrolisis praktis tidak memerlukan energi. Reaksi keseimbangan ini cenderung untuk berjalan ke arah hidrolisis daripada sintesis (Winarno 2008). Menurut Qasim (1991), rumput laut Sargassum boveanum, Padina pavonica, Lyengada stellellata, Stockeyia indica, dan Spathoglassum variable mengandung asam amino dengan komposisi yang berbeda-beda. 14 2.4 Bakteri Patogen Bakteri patogen merupakan bakteri yang menyebabkan penyakit pada manusia, hewan, dan juga pada tanaman (Wassenaar 2009). Beberapa jenis bakteri patogen yang umum menjadi penyebab masalah kesehatan manusia, yaitu B. subtilis yang merupakan bakteri Gram-positif dan E. coli yang merupakan bakteri Gram-negatif. Bacillus subtilis Bacillus subtilis merupakan bakteri Gram-positif, uniseluler yang berbentuk batang dan hidup secara aerob. Bakteri ini membentuk tipe khusus saat dorman yang disebut endospora. Endospora terbentuk dari sel vegetatif sebagai respon terhadap lingkungan yang ekstrim. Bacillus subtilis tumbuh pada makanan dengan pH lebih dari 4 dengan kondisi aerob. Hal yang sering terjadi yaitu terbentuknya lendir pada makanan (Todar 2011). Bacillus subtilis merupakan salah satu spesies dari genus Bacillus yang biasanya menyebabkan penyakit akibat kontaminasi pada udara dan makanan. Selain itu beberapa B. subtilis dilaporkan dapat menyebabkan infeksi pada mata dan meningitis (Moffet 1980). Gambar 7 Bacillus subtilis (Sumber :Todar 2011). Escherichia coli Escherichia coli termasuk ke dalam famili Enterobacteriaceae. Bakteri ini merupakan bakteri Gram-negatif, motil, tidak berspora, berbentuk batang, dan anaerob fakultatif. E. coli tumbuh pada temperatur 30-42 °C dan dapat tumbuh pada temperatur antara 44 - 45 °C, namun tidak dapat tumbuh pada suhu dibawah 10 °C (Ray dan Bhunia 2008). 15 Escherichia coli merupakan penghuni normal saluran pencernaan (coliform fecal) manusia dan hewan, maka digunakan secara luas sebagai indikator pencemaran. Bakteri ini juga mengakibatkan banyak infeksi pada saluran pencernaaan (enterik) manusia dan hewan (Uyttendaele dan Debevere 2003). Bentuk sel bakteri E.coli dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8 Esherichia coli (Sumber: Kunkel 2002). 2.5 Antibakteri Senyawa antimikroba merupakan senyawa alami maupun kimia sintetik yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Antimikroba dapat diklasifikasikan menjadi bakteriostatik, bakteriosidal, dan bakteriolisis. Bakteriostatik dapat digunakan untuk menghambat protein dan berfungsi juga sebagai pengikat ribosom. Bakteriosidal terikat pada sel target dan tidak hilang melalui pengenceran yang tetap akan membunuh sel. Beberapa bakteriosidal merupakan bakteriolisis yakni membunuh sel dengan terjadi lisis pada sel dan mengeluarkan komponen sitoplasmanya. Lisis dapat menurunkan jumlah sel dan juga kepadatan kultur. Senyawa bakteriolitik termasuk dalam senyawa antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel misalnya penicillin, dan senyawa kimia seperti detergen yang dapat menghancurkan membran sitoplasma Respon tiap mikroorganisme terhadap antimikroba berbeda-beda. Bakteri memiliki tingkat sensitivitas yang berbeda, umumnya bakteri Gram-positif lebih rentan dibandingkan dengan bakteri Gram-negatif yang secara alami lebih resisten. Target penting antibiotik terhadap bakteri yaitu ribosom, dinding sel, membran sitoplasma, enzim biosintesis lemak, serta replikasi, dan transkripsi DNA (Madigan et al. 2009). 16 Suatu zat aktif digolongkan memiliki potensi yang tinggi sebagai antibakteri jika pada konsentrasi rendah mempunyai daya hambat yang besar. Kriteria kekuatan antibakteri menurut Nazri et al. (2011) adalah sebagai berikut, untuk diameter zona hambat 15-20 mm memiliki daya hambat kuat, diameter zona hambat 10-14 mm memiliki daya hambat sedang, dan untuk diameter zona hambat 0-9 mm memiliki daya hambat lemah. Cara kerja zat antimikroba secara umum yaitu (Pelczar dan Chan 2008): 1) Kerusakan dinding sel Struktur di dinding sel dapat rusak dengan cara menghambat pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk. 2) Perubahan permeabilitas sel Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu di dalam sel serta mengatur aliran keluar masuknya bahan-bahan lain. Membran memelihara integritas komponen komponen selular. Kerusakan pada membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel. 3) Perubahan molekul protein dan asam nukleat Kelangsungan hidup suatu sel tergantung pada terpeliharanya molekulmolekul protein dan asam nukleat dalam keadaan alamiahnya. Suatu kondisi atau substansi yang mengubah keadaan ini, yaitu mendenaturasikan protein dan asamasam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali. Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia mengakibatkan kaogulasi (denaturasi) ireversibel (tidak dapat balik) komponen-komponen selular yang vital ini. 4) Penghambatan kerja enzim Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda yang ada di dalam sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat. Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimiawi. Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau matinya sel. 5) Penghambatan sintesis asam nukleat protein DNA, RNA dan protein memegang peranan amat penting di dalam proses kehidupan normal sel. Hal itu berarti bahwa gangguan apapun yang terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan total pada sel.