PENERAPAN METODE TALKING STICK UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA PADA SISWA KELAS I SD NEGERI 1 KATONG, TOROH, KABUPATEN GROBOGAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014 NASKAH PUBLIKASI UNTUK JURNAL ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar KISPARINI WIJI UTAMI A54F100007 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014 PENERAPAN METODE TALKING STICK UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA PADA SISWA KELAS I SD NEGERI 1 KATONG, TOROH, KABUPATEN GROBOGAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014 KISPARINI WIJI UTAMI A54F100007 ABSTRAK Kisparini Wiji Utami, A54F100007, Jurusan PSKGJ Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013, 1145halaman. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA melalui metode Talking Stick pada siswa kelas I SD Negeri 1 Katong tahun pelajaran 2013/2014. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan selama 2 siklus. Subyek penelitian adalah siswa kelas I SD Negeri 1 Katong yang berjumlah 19 anak. Penelitian ini dilaksanakan dengan teknik pengumpulan data menggunakan observasi, dokumentasi dan catatan lapangan. Analisis data dengan analisis komparatif dan anlisis kritis. Uji validitas data menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keaktifan siswa mengalami peningkatan setelah penerapan metode Talking Stick. Pada pra siklus siswa yang aktif hanya 8 anak atau 42,1% dengan rata-rata persentase keaktifan siswa 49,1% dan termasuk dalam kriteria keaktifan rendah. Pada siklus I siswa yang aktif 15 anak atau 78,9% dengan rata-rata persentase keaktifan 65,1% dan termasuk dalam kriteria cukup aktif. Pada siklus II siswa yang aktif 17 anak atau 89,4% dengan rata-rata persentase keaktifan 75,3% dan termasuk dalam kriteria aktif. Kinerja guru pra siklus mendapatkan skor 33 atau 60%. Sedangkan pada penerapan metode Talking Stick siklus I mendapatkan skor 40 atau 72,7%, dan pada siklus II skor 46 atau 83,6%. Dengan demikian penerapan metode Talking Stick terbukti dapat meningkatkan keaktifan siswa. Kata Kunci : keaktifan siswa, metode Talking Stick, pembelajaran IPA PENDAHULUAN Dalam pelaksanaan pembelajaran, salah satu masalah yang sering dijumpai adalah kurangnya keaktifan siswa. Jika kondisi seperti itu terus dibiarkan akan berdampak pada rendahnya prestasi siswa. Sesungguhnya keaktifan siswa merupakan hal yang penting untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, guru tidak boleh diam saja tanpa mengambil tindakan apapun jika menemui kondisi siswanya yang tidak aktif. Aunurrahman (Nico, 2012) menyatakan bahwa “Keaktifan siswa dalam belajar merupakan persoalan penting dan mendasar yang harus dipahami dan dikembangkan setiap guru dalam proses pembelajaran”. Trinandita (Nico, 2012) menyatakan bahwa, “Hal yang paling mendasar yang dituntut dalam proses pembelajaran adalah keaktifan siswa”. Nico (2012) menyatakan bahwa, “Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa maupun dengan siswa itu sendiri”. Banyak faktor yang menjadi penyebab kurangnya keaktifan siswa dalam pembelajaran. Faktor penyebab tersebut bisa berasal dari diri siswa dan dapat pula bersumber dari guru. Untuk itu guru harus mencari tahu apa faktor penyebabnya. Guru harus introspeksi diri, jangan asal menyalahkan siswa. Setelah mengetahui faktor penyebabnya, langkah selanjutnya guru harus mPampu mengupayakan peningkatan keaktifan siswa dengan menerapkan berbagai strategi, metode maupun media yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik siswa. Pada saat ini kondisi keaktifan siswa kelas 1 SD Negeri 1 Katong dalam pembelajaran IPA masih rendah. Dalam pembelajaran masih banyak anak yang senang bicara sendiri, tidak merespon pertanyaan guru, tidak melaksanakan perintah guru, dll. Hal tersebut menunjukkan kurangnya keaktifan siswa dalam pembelajaran. Dari total siswa 19 anak, yang aktif selama pembelajaran hanya 8 anak atau 42,1%. Artinya sebanyak 11 anak atau 57,9% masih belum aktif dalam kegiatan pembelajaran. Setelah dilakukan observasi ternyata yang menjadi akar permasalahan penyebab ketidakaktifan siswa adalah karena guru masih menerapkan metode konvensional dalam pelaksanaan pembelajaran. Akibatnya siswa cenderung bosan dan merasa tidak senang dalam proses pembelajaran. Selain itu guru kurang memotivasi siswa untuk aktif. Sehingga siswa cenderung bersikap pasif dan kurang berminat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Untuk mengatasi masalah tersebut, guru mencoba menerapkan suatu metode yang diharapkan mampu meningkatkan keaktifan siswa yaitu metode Talking Stick. Admin (2013) menyatakan bahwa metode Talking Stick merupakan suatu cara yang efektif untuk melaksanakan pembelajaran yang mampu mengaktifkan siswa. Siswa dituntut mandiri sehingga tidak bergantung pada siswa yang lainnya. Siswa harus mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan siswa juga harus percaya diri dan yakin dalam menyelesaikan masalah. Penerapan metode Talking Stick diharapkan mampu menjadikan suasana pembelajaran yang lebih menarik dan menyenangkan serta dapat meningkatkan keaktifan siswa. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan penerapan metode tersebut, siswa harus selalu siap dan sigap. Siswa dituntut untuk berani mengemukakan pendapatnya. Siswa juga harus dapat berlatih disiplin dengan mengikuti aturan yang berlaku dalam pelaksanaan pembelajaran. Dengan demikian diharapkan tidak ada siswa yang pasif. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA melalui metode Talking Stick pada siswa kelas I SD Negeri 1 Katong tahun pelajaran 2013/2014. Sedangkan tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran dan untuk meningkatkan hasil belajar serta prestasi siswa. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 1 Katong yang beralamat di Dusun Katong Rt. 04/Rw. 03, Desa Katong, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan. Penelitian dilaksanakan pada semester gasal tahun pelajaran 2013/2014. Penelitian dilaksanakan dalam jangka waktu 3 bulan yaitu pada bulan Oktober sampai bulan Desember. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Subyek dalam penelitian ini yaitu siswa kelas I SD Negeri 1 Katong sejumlah 19 anak dengan perincian siswa laki-laki sebanyak 11 anak dan siswa perempuan sebanyak 8 anak. Selain siswa, guru (peneliti) juga menjadi subyek penelitian yang dalam pelaksanaan tindakan diobservasi oleh guru kolaborator. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen (variabel terikat) adalah keaktifan siswa (Y). Sedangkan variabel independen (bebas) yaitu metode Talking Stick (X). Data keaktifan siswa diperoleh dari siswa kelas I SD Negeri 1 Katong yang berjumlah 19 siswa dengan rincian siswa laki-laki sebanyak 11 siswa dan siswa perempuan sebanyak 8 siswa. Untuk memperoleh data keaktifan siswa digunakan lembar pedoman observasi keaktifan siswa. Data metode Talking Stick diperoleh dari guru (peneliti) yang datanya dikumpulkan oleh kolaborator yang bertindak sebagai observer. Untuk memperoleh data digunakan lembar pedoman observasi penerapan metode Taking Stick. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, dokumentasi, dan catatan lapangan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008:1014), observasi diartikan sebagai pengamatan; peninjauan. Menurut Rubiyanto (2011:84), “Observasi adalah cara mengumpulkan data dengan jalan mengamati langsung terhadap obyek yang diteliti”. Margono (Rubiyanto, 2011:84) mendefinisikan observasi sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistemik terhadap gejala yang nampak pada objek penelitian. Menurut Riyanto (Abana, 2010), “Observasi adalah mengadakan pengamatan secara langsung terhadap gejala-gejala subyek yang diselidiki, baik pengamatan itu dilakukan di dalam situasi sebenarnya maupun dilakukan dalam situasi buatan yang khusus diadakan”. Observasi tindakan di kelas dilakukan saat pembelajaran tindakan dilakukan. Observasi berfungsi untuk mendokumen-tasikan pengaruh tindakan bersama prosesnya (Suwandi, 2011:28). Dalam penelitian ini, observasi digunakan untuk mengamati kinerja guru dan tingkat keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Untuk memperoleh data dalam observasi digunakan pedoman observasi keaktifan siswa dan pedoman observasi kinerja guru dalam penerapan metode Talking Stick. Dalam Kamus Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008:361), dokumentasi diartikan sebagai (1) pengumpulan, pemilihan, pengolahan, dan penyimpanan informasi dalam bidang penetahuan; (2) pemberian dan pengumpulan bukti-bukti dan keterangan-keterangan (seperti gambar, kutipan). Catatan lapangan berfungsi untuk mencatat hal-hal penting yang terjadi selama proses pengamatan. Hal-hal yang dapat dicatat misalnya mengenai perilaku siswa selama proses pembelajaran, tindakan guru dalam melaksanakan pembelajaran, dan sebagainya, Suwandi (2011:44) menyatakan bahwa: “Catatan lapangan dapat digunakan untuk mencatat data kualitatif, kasus istimewa, atau untuk melukiskan suatu proses, seperti melukiskan bagaimana sekelompok siswa menemukan konsep mengenai binatang memamah biak, bagaimana komentar siswa mengenai pemakaian metode pembelajaran yang sebelumnya tidak pernah digunakan”. Teknik analisis data dengan analisis komparatif dan analisis kritis. Data keaktifan siswa menggunakan analisis komparatif dan data metode Talking Stick menggunakan analisis kritis. Instrumen penelitian yang digunakan antara lain pedoman observasi keaktifan siswa, pedoman observasi penerapan metode Talking Stick, dan format catatan lapangan. Penelitian dikatakan berhasil apabila telah mencapai indikator kinerja yang telah ditetapkan. Adapun indikator kinerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Keaktifan siswa meningkat menjadi 65% pada Siklus I, dan 75% pada Siklus II. 2. Kinerja guru dalam penerapan metode Talking Stick meningkat menjadi 70% pada Siklus I dan 80% pada siklus II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasakan refleksi awal dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, penulis menemukan beberapa permasalahan. Permasalahan tersebut antara lain rendahnya keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Siswa kurang memperhatikan ketika guru menjelaskan materi pelajaran. Akibatnya, pada saat diberi pertanyaan, banyak siswa yang tidak bisa menjawab dengan baik, bahkan ada yang hanya diam saja tidak mau menjawab. Hal tersebut menunjukkan kurangnya keaktifan siswa dalam pembelajaran. Dari total siswa 19 anak, yang aktif selama pembelajaran hanya 8 anak atau 42,1%. Artinya sebanyak 11 anak atau 57,9% masih belum aktif dalam kegiatan pembelajaran. Setelah dilakukan observasi ternyata yang menjadi akar permasalahan penyebab ketidakaktifan siswa adalah karena guru masih menerapkan metode konvensional dalam pelaksanaan pembelajaran. Akibatnya siswa cenderung bosan dan merasa tidak senang dalam proses pembelajaran. Selain itu guru kurang memotivasi siswa untuk aktif. Sehingga siswa cenderung bersikap pasif dan kurang berminat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Siklus I dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 7 Desember 2013 dengan menggunakan tema pengalaman. Pelaksanaan pada siklus I meliputi kegiatan perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan tindakan dan refleksi. Data yang diperoleh dari pelaksanaan siklus I menunjukkan bahwa siswa yang aktif menjadi 15 anak atau 78,9% dan persentase keaktifan seluruh siswa 65,1% atau dalam kriteria cukup tinggi. Dengan demikian keaktifan siswa di kelas tersebut mengalami peningkatan sebesar 16% setelah dilakukan tindakan pada siklus I. Sedangkan untuk kinerja guru, sebelum adanya penerapan metode Talking Stick mendapatkan skor 33 atau 60% dan termasuk dalam kriteria cukup aktif. Pada Siklus I, skor kinerja guru meningkat menjadi 40 atau 72,7% dan termasuk dalam kriteria baik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kinerja guru dalam penerapan metode Talking Stick mengalami peningkatan sebesar 12,7% setelah dilaksanakan tindakan pada siklus I. Hasil Catatan Lapangan Siklus I menunjukkan bahwa pada saat pembelajaran, peneliti telah memanfaatkan media pendukung walaupun belum maksimal. Pada saat mengatur perputaran tongkat, peneliti terlalu lama dalam menghentikan perputarannya. Peneliti masih kurang memperhatikan manajemen waktu sehingga pembelajaran berlangsung melebihi waktu yang ditetapkan. Penerapan metode Talking Stick menjadikan suasana pembelajaran lebih menyenangkan. Para siswa tampak antusias dan bersemangat. Walaupun sempat mengalami sedikit kebingungan saat pertama kali melakukan perputaran tongkat, namun pada akhirnya para siswa dapat menikmati kegiatan tersebut dan tampak riang gembira. Siklus II dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 14 Desember 2013 dengan menggunakan tema pengalaman. Setelah dilakukan tindakan pada Siklus II, siswa yang aktif menjadi 17 anak atau 89,4%. Rata-rata persentase keaktifan siswa mencapai 75,3% dan termasuk dalam kriteria aktif. Kinerja guru dalam penerapan metode Talking Stick meningkat menjadi 46 atau 83,6% dan termasuk dalam kriteria baik. Hasil catatan lapangan Siklus II menunjukkan bahwa peneliti mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan dengan baik. Pada saat pembelajaran, peneliti telah memanfaatkan media pendukung dengan baik. Peneliti memberikan perhatian lebih kepada siswa yang kurang aktif untuk mendorong peningkatan keaktifan mereka dalam kegitan pembelajaran. Penerapan metode Talking Stick menjadikan siswa lebih aktif dan semangat dalam mengikuti kegiata pembelajaran. Siswa merasa senang melaksanakan pembelajaran dengan metode Talking Stick. B. Pembahasan Penerapan metode Talking Stick pada siklus I menjadikan suasana pembelajaran di dalam kelas mengalami perubahan. Para siswa yang sebelumnya hanya diam saja mulai berani bertanya dan mengemukakan pendapatnya. Mereka juga mampu menjawab ketika diberi peranyaan guru. Hal ini menunjukkan bahwa mereka mulai menunjukkan keaktifan mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat Rosalia (Damanik, 2013) yang menyatakan bahwa: “Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti: sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar, dan lain sebagainya”. Hasil observasi pada siklus II menghasilkan data bahwa rata-rata persentase keaktifan siswa yaitu 75,3%. Data tersebut menunjukkan adanya peningkatan sebesar 10,2% dari siklus I yang baru mencapai 65,1%. Peningkatan keaktifan siswa tersebut tidak terlepas dari usaha yang dilakukan peneliti yang berupaya memberikan motivasi dan merancang pembelajaran yang mampu memunculkan aktifitas dan partisipasi siswa. Peneliti melaksanakan pembelajaran dengan memperhatikan faktor-faktor yang dapat menumbuhkan keaktifan siswa agar tercapai hasil yang maksimal. Peneliti berpedoman pada pendapat Gagne dan Bringinis (Martinis, 2007:84) yang mengungkapkan mengenai faktor-faktor yang dapat menumbuhkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, yaitu: 1) Memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa, sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. 2) Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar kepada siswa). 3) Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari). 4) Memberi petunjuk siswa cara mempelajarinya. 5) Memunculkan aktifitas dan partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran. 6) Memberi umpan balik (feed back). 7) Melakukan tagihan-tagihan terhadap siswa berupa tes, sehingga kemampuan siswa selalu terpantau dan terukur. 8) Menyimpulkan setiap materi yang akan disampaikan diakhir pembelajaran. Dengan berpedoman pada faktor-faktor yang dapat menumbuhkan keaktifan siswa di atas, ternyata mampu meningkatkan keaktifan siswa hingga mencapai rata-rata persentase 75,3% dan termasuk dalam kriteria keaktifan tinggi. Penerapan metode Talking Stick ternyata mampu meningkatkan interaksi antara siswa dengan guru. Kegiatan pembelajaran pun menjadi semakin menyenangkan. Namun demikian guru harus lebih berusaha keras mengontrol kondisi kelas yang berpotensi gaduh. Penerapan metode Talking Stick memang memiliki beberapa keuntungan, namun demikian juga ada kelemahannya, sebagaimana diungkapkan oleh Admin (2013). Menurutnya penerapan metode Talking Stick memiliki beberapa keuntungan antara lain: 1) Siswa terlibat langsung dalam kegiatan belajar 2) Terdapat interaksi antara guru dan siswa 3) Siswa menjadi lebih mandiri 4) Kegiatan belajar lebih menyenangkan Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran Talking Stick adalah sebagai berikut: 1) Siswa cenderung individu 2) Materi yang diserap kurang 3) Siswa yang pandai lebih mudah menerima materi sedangkan siswa yang kurang pandai kesulitan menerima materi 4) Guru kesulitan melakukan pengawasan 5) Ketenangan kelas kurang terjaga (Admin, 2013). Walaupun mengalami beberapa kendala dalam penerapan metode Talking Stick, namun peneliti tetap berupaya menyajikan pembelajaran yang terbaik. Berdasarkan hasil observasi terhadap penerapan metode Talking Stick pada siklus II diperoleh data bahwa peneliti berhasil mengumpulkan skor 46 atau 83,6% dan termasuk dalam kriteria baik. Penelitian ini telah membuktikan bahwa dengan penerapan metode Talking Stick dalam pembelajaran IPA mampu meningkatkan keaktifan siswa kelas I SD Negeri 1 Katong, Toroh, Kabupaten Grobogan tahun pelajaran 2013/2014. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Sebelum diadakan tindakan, keaktifan siswa kelas I SD Negeri 1 Katong dalam pembelajaran IPA masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah siswa 19 anak, yang aktif dalam pembelajaran hanya 8 anak atau 42,1%. Sedangkan rata-rata persentase keaktifan siswa 49,1% dan termasuk dalam kriteria keaktifan rendah. Kinerja guru dalam pelaksanaan pembelajaran sebelum pelaksanaan tindakan mendapatkan skor 33 atau 60% dan termasuk dalam ktiteria cukup baik. 2. Keaktifan siswa setelah dilakukan penerapan metode Talking Stick pada siklus I menunjukkan adanya peningkatan. Pada sikus I, siswa yang aktif dalam pembelajaran menjadi 15 anak atau 78,9%. Sedangkan rata-rata persentase keaktifan siswa 65,1% dan termasuk dalam kriteria cukup aktif. Skor untuk penerapan metode Talking Stick yaitu 40 atau 72,7% dan termasuk dalam kriteria baik. 3. Setelah dilakukan tindakan pada siklus II, siswa yang aktif dalam pembelajaran menjadi 17 anak atau 89,4% dengan rata-rata persentase keaktifan siswa 75,3% dan termasuk dalam kriteria aktif. Sedangkan skor untuk penerapan metode Talking Stick yaitu 46 atu 83,6% dan termasuk dalam kriteria baik. 4. Dari hasil penelitian pada siklus I dan siklus II jika dikaitkan dengan hipotesis maka telah terbukti bahwa penerapan metode Talking Stick dapat meningkatka keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA pada siswa kelas I SD Negeri 1 Katong tahun pelajaran 2013/2014. DAFTAR PUSTAKA Abana, Umara. 2010. Metode Talking Stick dan Hasil Belajar IPA Kelas IV SD. http://dedenbinlaode.blogspot.com/2010/11/metode-talking-stick-danbelajar.html diakses jam 11.43 WIB pada tanggal 17 Oktober 2013 Admin. 2013. Model Pembelajaran. http://beredukasi.blogspot.com/2013/09/ model-pembelajaran-talking-stick.html diakses jam 12.10 WIB pada tanggal 17 Oktober 2013 Damanik, Erikson. 2013. Pengertian Aktivitas Menurut Para Ahli. http://sondix.blogspot.com/2013/08/pengertian-aktivitas-menurut-para-ahli. html diakses jam 10.55 WIB pada tanggal 16 Oktober 2013 Depdiknas. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas Martinis, Yamin. 2007. Kiat Membelajarkan Siswa. Jakarta: Gaung Persada Press dan Center for Learning Innovation (CLI). Nico. 2012. Keaktifan Siswa. http://elnicovengeance.wordpress.com/2012/10/ 14/ keaktifan-siswa/ diakses jam 10.45 WIB pada tanggal 16 Oktober 2013 Rubiyanto, Rubino. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Surakarta: PSKGJ-FKIP Universitas Muhamammadiyah Surakarta bekerja sama dengan Qinant Suwandi, Joko. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Surakarta: PSKGJ-FKIP Universitas Muhamammadiyah Surakarta bekerja sama dengan Qinant