penerapan metode talking stick untuk meningkatkan keaktifan siswa

advertisement
PENERAPAN METODE TALKING STICK UNTUK MENINGKATKAN
KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA
PADA SISWA KELAS I SD NEGERI 1 KATONG,
TOROH, KABUPATEN GROBOGAN
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
NASKAH PUBLIKASI UNTUK JURNAL ILMIAH
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Mencapai Derajat Sarjana S-1
Pendidikan Guru Sekolah Dasar
KISPARINI WIJI UTAMI
A54F100007
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
PENERAPAN METODE TALKING STICK UNTUK MENINGKATKAN
KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA
PADA SISWA KELAS I SD NEGERI 1 KATONG,
TOROH, KABUPATEN GROBOGAN
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
KISPARINI WIJI UTAMI
A54F100007
ABSTRAK
Kisparini Wiji Utami, A54F100007, Jurusan PSKGJ Pendidikan Guru Sekolah
Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah
Surakarta, 2013, 1145halaman.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran
IPA melalui metode Talking Stick pada siswa kelas I SD Negeri 1 Katong tahun
pelajaran 2013/2014. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang
dilakukan selama 2 siklus. Subyek penelitian adalah siswa kelas I SD Negeri 1
Katong yang berjumlah 19 anak.
Penelitian ini dilaksanakan dengan teknik pengumpulan data menggunakan
observasi, dokumentasi dan catatan lapangan. Analisis data dengan analisis
komparatif dan anlisis kritis. Uji validitas data menggunakan triangulasi sumber
dan triangulasi teknik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keaktifan siswa mengalami peningkatan
setelah penerapan metode Talking Stick. Pada pra siklus siswa yang aktif hanya 8
anak atau 42,1% dengan rata-rata persentase keaktifan siswa 49,1% dan
termasuk dalam kriteria keaktifan rendah. Pada siklus I siswa yang aktif 15 anak
atau 78,9% dengan rata-rata persentase keaktifan 65,1% dan termasuk dalam
kriteria cukup aktif. Pada siklus II siswa yang aktif 17 anak atau 89,4% dengan
rata-rata persentase keaktifan 75,3% dan termasuk dalam kriteria aktif. Kinerja
guru pra siklus mendapatkan skor 33 atau 60%. Sedangkan pada penerapan
metode Talking Stick siklus I mendapatkan skor 40 atau 72,7%, dan pada siklus II
skor 46 atau 83,6%. Dengan demikian penerapan metode Talking Stick terbukti
dapat meningkatkan keaktifan siswa.
Kata Kunci : keaktifan siswa, metode Talking Stick, pembelajaran IPA
PENDAHULUAN
Dalam pelaksanaan pembelajaran, salah satu masalah yang sering dijumpai
adalah kurangnya keaktifan siswa. Jika kondisi seperti itu terus dibiarkan akan
berdampak pada rendahnya prestasi siswa. Sesungguhnya keaktifan siswa
merupakan hal yang penting untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran.
Oleh karena itu, guru tidak boleh diam saja tanpa mengambil tindakan apapun jika
menemui kondisi siswanya yang tidak aktif.
Aunurrahman (Nico, 2012)
menyatakan bahwa “Keaktifan siswa dalam
belajar merupakan persoalan penting dan mendasar yang harus dipahami dan
dikembangkan setiap guru dalam proses pembelajaran”. Trinandita (Nico, 2012)
menyatakan bahwa, “Hal yang paling mendasar yang dituntut dalam proses
pembelajaran adalah keaktifan siswa”. Nico (2012) menyatakan bahwa,
“Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang
tinggi antara guru dengan siswa maupun dengan siswa itu sendiri”.
Banyak faktor yang menjadi penyebab kurangnya keaktifan siswa dalam
pembelajaran. Faktor penyebab tersebut bisa berasal dari diri siswa dan dapat pula
bersumber dari guru. Untuk itu guru harus mencari tahu apa faktor penyebabnya.
Guru harus introspeksi diri, jangan asal menyalahkan siswa. Setelah mengetahui
faktor penyebabnya, langkah selanjutnya guru harus mPampu mengupayakan
peningkatan keaktifan siswa dengan menerapkan berbagai strategi, metode
maupun media yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik siswa.
Pada saat ini kondisi keaktifan siswa kelas 1 SD Negeri 1 Katong dalam
pembelajaran IPA masih rendah. Dalam pembelajaran masih banyak anak yang
senang bicara sendiri, tidak merespon pertanyaan guru, tidak melaksanakan
perintah guru, dll. Hal tersebut menunjukkan kurangnya keaktifan siswa dalam
pembelajaran. Dari total siswa 19 anak, yang aktif selama pembelajaran hanya 8
anak atau 42,1%. Artinya sebanyak 11 anak atau 57,9% masih belum aktif dalam
kegiatan pembelajaran.
Setelah dilakukan observasi ternyata yang menjadi akar permasalahan
penyebab ketidakaktifan siswa adalah karena guru masih menerapkan metode
konvensional dalam pelaksanaan pembelajaran. Akibatnya siswa cenderung bosan
dan merasa tidak senang dalam proses pembelajaran. Selain itu guru kurang
memotivasi siswa untuk aktif. Sehingga siswa cenderung bersikap pasif dan
kurang berminat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
Untuk mengatasi masalah tersebut, guru mencoba menerapkan suatu metode
yang diharapkan mampu meningkatkan keaktifan siswa yaitu metode Talking
Stick. Admin (2013) menyatakan bahwa metode Talking Stick merupakan suatu
cara yang efektif untuk melaksanakan pembelajaran yang mampu mengaktifkan
siswa. Siswa dituntut mandiri sehingga tidak bergantung pada siswa yang lainnya.
Siswa harus mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan siswa juga harus
percaya diri dan yakin dalam menyelesaikan masalah.
Penerapan metode Talking Stick diharapkan mampu menjadikan suasana
pembelajaran yang lebih menarik dan menyenangkan serta dapat meningkatkan
keaktifan siswa. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan penerapan metode
tersebut, siswa harus selalu siap dan sigap. Siswa dituntut untuk berani
mengemukakan pendapatnya. Siswa juga harus dapat berlatih disiplin dengan
mengikuti aturan yang berlaku dalam pelaksanaan pembelajaran. Dengan
demikian diharapkan tidak ada siswa yang pasif.
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan keaktifan siswa
dalam pembelajaran IPA melalui metode Talking Stick pada siswa kelas I SD
Negeri 1 Katong tahun pelajaran 2013/2014. Sedangkan tujuan umum dari
penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi
pembelajaran dan untuk meningkatkan hasil belajar serta prestasi siswa.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 1 Katong yang beralamat di Dusun
Katong Rt. 04/Rw. 03, Desa Katong, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan.
Penelitian dilaksanakan pada semester gasal tahun pelajaran 2013/2014.
Penelitian dilaksanakan dalam jangka waktu 3 bulan yaitu pada bulan Oktober
sampai bulan Desember.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam
dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan,
pengamatan, dan refleksi. Subyek dalam penelitian ini yaitu siswa kelas I SD
Negeri 1 Katong sejumlah 19 anak dengan perincian siswa laki-laki sebanyak 11
anak dan siswa perempuan sebanyak 8 anak. Selain siswa, guru (peneliti) juga
menjadi subyek penelitian yang dalam pelaksanaan tindakan diobservasi oleh
guru kolaborator.
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen (variabel terikat) adalah
keaktifan siswa (Y). Sedangkan variabel independen (bebas) yaitu metode Talking
Stick (X). Data keaktifan siswa diperoleh dari siswa kelas I SD Negeri 1 Katong
yang berjumlah 19 siswa dengan rincian siswa laki-laki sebanyak 11 siswa dan
siswa perempuan sebanyak 8 siswa. Untuk memperoleh data keaktifan siswa
digunakan lembar pedoman observasi keaktifan siswa. Data metode Talking Stick
diperoleh dari guru (peneliti) yang datanya dikumpulkan oleh kolaborator yang
bertindak sebagai observer. Untuk memperoleh data digunakan lembar pedoman
observasi penerapan metode Taking Stick.
Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, dokumentasi, dan catatan
lapangan.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008:1014), observasi
diartikan sebagai pengamatan; peninjauan. Menurut Rubiyanto (2011:84),
“Observasi adalah cara mengumpulkan data dengan jalan mengamati langsung
terhadap obyek yang diteliti”. Margono (Rubiyanto, 2011:84) mendefinisikan
observasi sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistemik terhadap gejala
yang nampak pada objek penelitian.
Menurut Riyanto (Abana, 2010), “Observasi adalah mengadakan
pengamatan secara langsung terhadap gejala-gejala subyek yang diselidiki, baik
pengamatan itu dilakukan di dalam situasi sebenarnya maupun dilakukan dalam
situasi buatan yang khusus diadakan”.
Observasi tindakan di kelas dilakukan saat pembelajaran tindakan dilakukan.
Observasi berfungsi untuk mendokumen-tasikan pengaruh tindakan bersama
prosesnya (Suwandi, 2011:28). Dalam penelitian ini, observasi digunakan untuk
mengamati kinerja guru dan tingkat keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.
Untuk memperoleh data dalam observasi digunakan pedoman observasi keaktifan
siswa dan pedoman observasi kinerja guru dalam penerapan metode Talking
Stick.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008:361), dokumentasi
diartikan sebagai (1) pengumpulan, pemilihan, pengolahan, dan penyimpanan
informasi dalam bidang penetahuan; (2) pemberian dan pengumpulan bukti-bukti
dan keterangan-keterangan (seperti gambar, kutipan).
Catatan lapangan berfungsi untuk mencatat hal-hal penting yang terjadi selama
proses pengamatan. Hal-hal yang dapat dicatat misalnya mengenai perilaku siswa
selama proses pembelajaran, tindakan guru dalam melaksanakan pembelajaran,
dan sebagainya,
Suwandi (2011:44) menyatakan bahwa: “Catatan lapangan dapat digunakan
untuk mencatat data kualitatif, kasus istimewa, atau untuk melukiskan suatu
proses, seperti melukiskan bagaimana sekelompok siswa menemukan konsep
mengenai binatang memamah biak, bagaimana komentar siswa mengenai
pemakaian metode pembelajaran yang sebelumnya tidak pernah digunakan”.
Teknik analisis data dengan analisis
komparatif dan analisis kritis. Data
keaktifan siswa menggunakan analisis komparatif dan data metode Talking Stick
menggunakan analisis kritis. Instrumen penelitian yang digunakan antara lain
pedoman observasi keaktifan siswa, pedoman observasi penerapan metode
Talking Stick, dan format catatan lapangan.
Penelitian dikatakan berhasil apabila telah mencapai indikator kinerja yang
telah ditetapkan. Adapun indikator kinerja dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Keaktifan siswa meningkat menjadi 65% pada Siklus I, dan 75% pada Siklus
II.
2. Kinerja guru dalam penerapan metode Talking Stick meningkat menjadi 70%
pada Siklus I dan 80% pada siklus II.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasakan refleksi awal dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan
pembelajaran
di
kelas,
penulis
menemukan
beberapa permasalahan.
Permasalahan tersebut antara lain rendahnya keaktifan siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran di kelas. Siswa kurang memperhatikan ketika guru
menjelaskan materi pelajaran. Akibatnya, pada saat diberi pertanyaan, banyak
siswa yang tidak bisa menjawab dengan baik, bahkan ada yang hanya diam
saja tidak mau menjawab. Hal tersebut menunjukkan kurangnya keaktifan
siswa dalam pembelajaran. Dari total siswa 19 anak, yang aktif selama
pembelajaran hanya 8 anak atau 42,1%. Artinya sebanyak 11 anak atau 57,9%
masih belum aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Setelah dilakukan observasi ternyata yang menjadi akar permasalahan
penyebab ketidakaktifan siswa adalah karena guru masih menerapkan metode
konvensional dalam pelaksanaan pembelajaran. Akibatnya siswa cenderung
bosan dan merasa tidak senang dalam proses pembelajaran. Selain itu guru
kurang memotivasi siswa untuk aktif. Sehingga siswa cenderung bersikap
pasif dan kurang berminat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
Siklus I dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 7 Desember 2013 dengan
menggunakan tema pengalaman. Pelaksanaan pada siklus I meliputi kegiatan
perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan tindakan dan
refleksi. Data yang diperoleh dari pelaksanaan siklus I menunjukkan bahwa
siswa yang aktif menjadi 15 anak atau 78,9% dan persentase keaktifan seluruh
siswa 65,1% atau dalam kriteria cukup tinggi. Dengan demikian keaktifan
siswa di kelas tersebut mengalami peningkatan sebesar 16% setelah dilakukan
tindakan pada siklus I.
Sedangkan untuk kinerja guru, sebelum adanya penerapan metode Talking
Stick mendapatkan skor 33 atau 60% dan termasuk dalam kriteria cukup aktif.
Pada Siklus I, skor kinerja guru meningkat menjadi 40 atau 72,7% dan
termasuk dalam kriteria baik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kinerja
guru dalam penerapan metode Talking Stick mengalami peningkatan sebesar
12,7% setelah dilaksanakan tindakan pada siklus I.
Hasil Catatan Lapangan Siklus I menunjukkan bahwa pada saat
pembelajaran, peneliti telah memanfaatkan media pendukung walaupun belum
maksimal. Pada saat mengatur perputaran tongkat, peneliti terlalu lama dalam
menghentikan
perputarannya.
Peneliti
masih
kurang
memperhatikan
manajemen waktu sehingga pembelajaran berlangsung melebihi waktu yang
ditetapkan. Penerapan metode Talking Stick menjadikan suasana pembelajaran
lebih menyenangkan. Para siswa tampak antusias dan bersemangat. Walaupun
sempat mengalami sedikit kebingungan saat pertama kali melakukan
perputaran tongkat, namun pada akhirnya para siswa dapat menikmati
kegiatan tersebut dan tampak riang gembira.
Siklus II dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 14 Desember 2013 dengan
menggunakan tema pengalaman. Setelah dilakukan tindakan pada Siklus II,
siswa yang aktif menjadi 17 anak atau 89,4%. Rata-rata persentase keaktifan
siswa mencapai 75,3% dan termasuk dalam kriteria aktif. Kinerja guru dalam
penerapan metode Talking Stick meningkat menjadi 46 atau 83,6% dan
termasuk dalam kriteria baik. Hasil catatan lapangan Siklus II menunjukkan
bahwa peneliti mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan dengan baik. Pada
saat pembelajaran, peneliti telah memanfaatkan media pendukung dengan
baik. Peneliti memberikan perhatian lebih kepada siswa yang kurang aktif
untuk mendorong peningkatan keaktifan mereka dalam kegitan pembelajaran.
Penerapan metode Talking Stick menjadikan siswa lebih aktif dan semangat
dalam mengikuti kegiata pembelajaran. Siswa merasa senang melaksanakan
pembelajaran dengan metode Talking Stick.
B. Pembahasan
Penerapan metode Talking Stick pada siklus I menjadikan suasana
pembelajaran di dalam kelas mengalami perubahan. Para siswa yang
sebelumnya hanya diam saja mulai berani bertanya dan mengemukakan
pendapatnya. Mereka juga mampu menjawab ketika diberi peranyaan guru.
Hal ini menunjukkan bahwa mereka mulai menunjukkan keaktifan mereka.
Hal ini sesuai dengan pendapat Rosalia (Damanik, 2013) yang menyatakan
bahwa:
“Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku
seperti: sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan
tugas yang diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, senang diberi
tugas belajar, dan lain sebagainya”.
Hasil observasi pada siklus II menghasilkan data bahwa rata-rata
persentase keaktifan siswa yaitu 75,3%. Data tersebut menunjukkan adanya
peningkatan sebesar 10,2% dari siklus I yang baru mencapai 65,1%.
Peningkatan keaktifan siswa tersebut tidak terlepas dari usaha yang dilakukan
peneliti yang berupaya memberikan motivasi dan merancang pembelajaran
yang mampu memunculkan aktifitas dan partisipasi siswa. Peneliti
melaksanakan pembelajaran dengan memperhatikan faktor-faktor yang dapat
menumbuhkan keaktifan siswa agar tercapai hasil yang maksimal. Peneliti
berpedoman pada pendapat Gagne dan Bringinis (Martinis, 2007:84) yang
mengungkapkan mengenai faktor-faktor yang dapat menumbuhkan keaktifan
siswa dalam proses pembelajaran, yaitu:
1) Memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa, sehingga mereka
berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
2) Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar kepada siswa).
3) Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari).
4) Memberi petunjuk siswa cara mempelajarinya.
5) Memunculkan aktifitas dan partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran.
6) Memberi umpan balik (feed back).
7) Melakukan
tagihan-tagihan
terhadap
siswa
berupa
tes,
sehingga
kemampuan siswa selalu terpantau dan terukur.
8) Menyimpulkan setiap materi yang akan disampaikan diakhir pembelajaran.
Dengan berpedoman pada faktor-faktor yang dapat menumbuhkan keaktifan
siswa di atas, ternyata mampu meningkatkan keaktifan siswa hingga mencapai
rata-rata persentase 75,3% dan termasuk dalam kriteria keaktifan tinggi.
Penerapan metode Talking Stick ternyata mampu meningkatkan interaksi
antara siswa dengan guru. Kegiatan pembelajaran pun menjadi semakin
menyenangkan. Namun demikian guru harus lebih berusaha keras mengontrol
kondisi kelas yang berpotensi gaduh.
Penerapan metode Talking Stick memang memiliki beberapa keuntungan,
namun demikian juga ada kelemahannya, sebagaimana diungkapkan oleh
Admin (2013). Menurutnya penerapan metode Talking Stick memiliki beberapa
keuntungan antara lain:
1) Siswa terlibat langsung dalam kegiatan belajar
2) Terdapat interaksi antara guru dan siswa
3) Siswa menjadi lebih mandiri
4) Kegiatan belajar lebih menyenangkan
Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran Talking Stick adalah
sebagai berikut:
1) Siswa cenderung individu
2) Materi yang diserap kurang
3) Siswa yang pandai lebih mudah menerima materi sedangkan siswa yang
kurang pandai kesulitan menerima materi
4) Guru kesulitan melakukan pengawasan
5) Ketenangan kelas kurang terjaga (Admin, 2013).
Walaupun mengalami beberapa kendala dalam penerapan metode Talking
Stick, namun peneliti tetap berupaya menyajikan pembelajaran yang terbaik.
Berdasarkan hasil observasi terhadap penerapan metode Talking Stick pada
siklus II diperoleh data bahwa peneliti berhasil mengumpulkan skor 46 atau
83,6% dan termasuk dalam kriteria baik.
Penelitian ini telah membuktikan bahwa dengan penerapan metode Talking
Stick dalam pembelajaran IPA mampu meningkatkan keaktifan siswa kelas I
SD Negeri 1 Katong, Toroh, Kabupaten Grobogan tahun pelajaran 2013/2014.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Sebelum diadakan tindakan, keaktifan siswa kelas I SD Negeri 1 Katong
dalam pembelajaran IPA masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah siswa
19 anak, yang aktif dalam pembelajaran hanya 8 anak atau 42,1%. Sedangkan
rata-rata persentase keaktifan siswa 49,1% dan termasuk dalam kriteria
keaktifan rendah. Kinerja guru dalam pelaksanaan pembelajaran sebelum
pelaksanaan tindakan mendapatkan skor 33 atau 60% dan termasuk dalam
ktiteria cukup baik.
2. Keaktifan siswa setelah dilakukan penerapan metode Talking Stick pada siklus
I menunjukkan adanya peningkatan. Pada sikus I, siswa yang aktif dalam
pembelajaran menjadi 15 anak atau 78,9%. Sedangkan rata-rata persentase
keaktifan siswa 65,1% dan termasuk dalam kriteria cukup aktif. Skor untuk
penerapan metode Talking Stick yaitu 40 atau 72,7% dan termasuk dalam
kriteria baik.
3. Setelah dilakukan tindakan pada siklus II, siswa yang aktif dalam
pembelajaran menjadi 17 anak atau 89,4% dengan rata-rata persentase
keaktifan siswa 75,3% dan termasuk dalam kriteria aktif. Sedangkan skor
untuk penerapan metode Talking Stick yaitu 46 atu 83,6% dan termasuk dalam
kriteria baik.
4. Dari hasil penelitian pada siklus I dan siklus II jika dikaitkan dengan hipotesis
maka telah terbukti bahwa penerapan metode Talking Stick dapat meningkatka
keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA pada siswa kelas I SD Negeri 1
Katong tahun pelajaran 2013/2014.
DAFTAR PUSTAKA
Abana, Umara. 2010. Metode Talking Stick dan Hasil Belajar IPA Kelas IV SD.
http://dedenbinlaode.blogspot.com/2010/11/metode-talking-stick-danbelajar.html diakses jam 11.43 WIB pada tanggal 17 Oktober 2013
Admin. 2013. Model Pembelajaran. http://beredukasi.blogspot.com/2013/09/
model-pembelajaran-talking-stick.html diakses jam 12.10 WIB pada tanggal
17 Oktober 2013
Damanik, Erikson. 2013. Pengertian Aktivitas Menurut Para Ahli.
http://sondix.blogspot.com/2013/08/pengertian-aktivitas-menurut-para-ahli.
html diakses jam 10.55 WIB pada tanggal 16 Oktober 2013
Depdiknas. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas
Martinis, Yamin. 2007. Kiat Membelajarkan Siswa. Jakarta: Gaung Persada Press
dan Center for Learning Innovation (CLI).
Nico. 2012. Keaktifan Siswa. http://elnicovengeance.wordpress.com/2012/10/ 14/
keaktifan-siswa/ diakses jam 10.45 WIB pada tanggal 16 Oktober 2013
Rubiyanto, Rubino. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Surakarta: PSKGJ-FKIP
Universitas Muhamammadiyah Surakarta bekerja sama dengan Qinant
Suwandi, Joko. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Surakarta: PSKGJ-FKIP
Universitas Muhamammadiyah Surakarta bekerja sama dengan Qinant
Download