ANALISIS PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI DOMESTIK DAN MAKROEKONOMI GLOBAL TERHADAP INDEKS SAHAM SYARIAH INDONESIA (ISSI) PERIODE 2012 – 2016 Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh: Anggardito Antokolaras NIM : 1112086000040 JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2017 M i ii iii iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP Identitas Pribadi Nama : Anggardito Antokolaras Jenis Kelamin : Laki-laki Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 4 April 1994 Kewarganegaraan : Indonesia Status : Belum Menikah Tinggi/Berat : 171 cm / 75 kg Agama : Islam Pendidikan Terakhir : Madrasah Aliyah Alamat : Perum. Villa Pamulang Mas Jln. Puring Mas II Blok C7/12 RT 003/006 Bambu Apus, Pamulang, Tangerang Selatan No. HP : 0812-9811-9151 E-mail : [email protected] Pendidikan Formal 2000 – 2006 : MI Pembangunan UIN Jakarta 2006 – 2009 : MTS Pembangunan UIN Jakarta 2009 – 2012 : MA Pembangunan UIN Jakarta 2012 – 2017 : Program Sarjana (S1) Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta v Pengalaman Organisasi 1. Anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan Ekonomi Syariah (2013 – 2014). 2. KKN (Kuliah Kerja Nyata) UIN Jakarta 2015. Seminar 1. Seminar Motivasi dan Kewirausahaan “Burn Your Spirit! Be A Super Student” pada tanggal 6 September 2012. 2. Seminar Nasional IAEI “Penyiapan SDM Berbasis Kompetensi Syariah dalam Pengembangan Perbankan Syariah Era MEA 2015” pada tanggal 11 Oktober 2014. vi ABSTRACT This study aims to determine the Influence Analysis of Domestic Macroeconomic Variables and Global Macroeconomic to Indonesia Sharia Shares Index (ISSI) Period 2012 – 2016. The object of this research is the Indonesia Sharia Shares Index (ISSI) in Indonesia Stock Exchange period July 2012 – July 2016. The analysis method used in this research is Multiple Linear Regression using SPSS 16 and Microsoft Excel 2010. From the results of the hypothesis simultaneously (F test) shows that the Inflation, Exchange Rate, Bank Indonesia Sharia Certificates (SBIS), BI Rate, and World Gold Price significantly influence the Indonesia Sharia Shares Index (ISSI) with a significance value of 0,000. Based on partial hypothesis result (t test) shows that variable of Inflation, Exchange Rate, Bank Indonesia Sharia Certificates (SBIS), and BI Rate have a significant effect to Indonesia Sharia Shares Index (ISSI) while World Gold Price variables have no significant effect to ISSI. Keywords : Inflation, Exchange Rate, SBIS, BI Rate, World Gold Price, ISSI, Multiple Linear Regression. vii ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Domestik dan Makroekonomi Global terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) Periode 2012 – 2016. Objek dalam penelitian ini adalah Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) di Bursa Efek Indonesia periode Juli 2012 – Juli 2016. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Regresi Linier Berganda dengan menggunakan SPSS 16 dan Microsoft Excel 2010. Dari hasil hipotesis secara simultan (uji-F) menunjukkan bahwa Inflasi, Kurs, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Suku Bunga, dan Harga Emas Dunia berpengaruh signifikan terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) dengan nilai signifikansi 0,000. Berdasarkan hasil hipotesis secara parsial (uji-t) menunjukkan bahwa variabel Inflasi, Kurs, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dan BI Rate berpengaruh signifikan terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) sedangkan variabel Harga Emas Dunia tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Kata kunci : Inflasi, Kurs, SBIS, Suku Bunga, Harga Emas Dunia, ISSI, Regresi Linier Berganda. viii KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Domestik dan Makroekonomi Global terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) Periode 2012 – 2016” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tak lupa pula shalawat dan salam tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terselesaikan tanpa dukungan, bantuan, bimbingan serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama pada: 1. Kedua orang tua pembimbing sepanjang masa, Papah dan Mamah. Terima kasih telah mencintai, mendidik, memberikan pelajaran, memotivasi, dan berdo’a tanpa henti kepada penulis. Serta, adik Saya Laras yang selalu menghibur dan menghapus segala kejenuhan selama proses penyelesaian skripsi ini. 2. Bapak Dr. Arief Mufraini, Lc,M.Si selaku Dekan FEB, Bapak Dr.Amilin, SE., Ak.,M.Si., QIA., BKP selaku Wakil Dekan I Bid. Akademik, Bapak Dr. Ade Sofyan Mulazid, S.Ag, M.H selaku Wakil Dekan II Bid Administrasi Umum dan Bapak Dr. Desmadi Saharuddin M.A selaku Wakil Dekan III Bid. Kemahasiswaan yang telah memberikan jalan bagi saya dalam mengerjakan skripsi ini. 3. Bapak Yoghi Citra Pratama, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Syariah dan Ibu Endra Kasni Laila Yuda, S.Ag., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Syariah. 4. Bapak Ali Rama, S.E., M.Ec selaku Dosen Penasihat Akademik. 5. Bapak Dr. Burhanuddin Yusuf MM., MA selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang dengan kerendahan hati bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan, ilmu yang bermanfaat, serta masukan yang sangat berarti selama penyelesaian skripsi ini. 6. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, terima kasih atas curahan ilmu yang Bapak dan Ibu berikan kepada kami. Semoga amalmu mendapat keberkahan dari Allah SWT. 7. Seluruh jajaran karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, atas kerja kerasnya melayani mahasiswa dengan baik dan meningkatkan citra Fakultas Ekonomi dan Bisnis. 8. Ari Pramana dan Ulul Albab dengan kerendahan hati telah berbagi ilmu dan memberikan banyak saran dan dukungan bagi Saya selama penulisan skripsi ini. ix 9. Sahabat-sahabat terbaik “FF” Mubasysyir Jamili, Aditya Mulawarman Setya, Ari Pramana, Ahmad Zacky Siddiq, Ulul Albab Badru Zaman, Dorojatyas Nuroska Hutomo, Ulfa Rianti, Suci Nuraini, Irianne Sakinah, Annisa Nurhidayati Arief Daud, dan Fitriyani yang telah menemani dan mengisi harihari selama kuliah, terimakasih atas kebersamaan, perjuangan, dan semua cerita yang telah terangkai. 10. Sahabat-sahabat MTS Mufti Gilang, Mirza Andre, Enggar, Puspita, Adinda Viviani, terimakasih telah memberikan motivasi selama penulisan skripsi ini. 11. Wisnu Wardhana teman terbaik IPS yang telah memberikan semangat, kritik, saran, dan motivasi selama penulisan skripsi ini. 12. Kelompok KKN BRIGHT, yang telah menghabiskan waktu hidup satu bulan bersama dengan canda dan tawa serta pelajaran hidup yang sangat berguna bagi saya. 13. Terimakasih teman-teman Ekonomi Syariah angkatan 2012 atas empat tahun kebersamaan dengan kalian yang penuh warna dan adik-adik Ekonomi Syariah angkatan 2013 – 2015 yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas semangat, do’a, dan dukungannya. 14. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih terdapat kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun masih sangat diperlukan penulis. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang positif bagi semua pihak. Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh Jakarta, 22 Juni 2017 Anggardito Antokolaras x DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .......................................................... i LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ............................. ii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ............................................... iii LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ..................................... iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................... v ABSTRACT ................................................................................................... vi ABSTRAK .................................................................................................... vii KATA PENGANTAR .................................................................................. ix DAFTAR ISI ................................................................................................ xi DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.................................................................................... 1 B. Pembatasan Masalah .......................................................................... 14 C. Perumusan Masalah ........................................................................... 14 D. Tujuan Penelitian ................................................................................ 15 E. Manfaat Penelitian .............................................................................. 16 F. Sistematika Penulisan ......................................................................... 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori .................................................................................. 19 1. Investasi .......................................................................................... 19 xi 2. Pasar Modal Syariah ....................................................................... 27 3. Saham ............................................................................................ 34 4. Indeks Saham.................................................................................. 42 5. Inflasi ............................................................................................ 40 6. Exchange Rate (ER) USD/IDR ........................................................ 57 7. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) ....................................... 60 8. BI Rate …………………………………………………………….. 66 9. Harga Emas Dunia ......................................................................... 68 B. Keterkaitan Antara Variabel Bebas dengan Variabel Terikat .............. 70 C. Penelitian Terdahulu .......................................................................... 75 D. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 79 E. Hipotesis ............................................................................................ 80 BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................... 83 B. Metode Pengumpulan Data ................................................................. 83 C. Teknik Analisis Data .......................................................................... 84 D. Operasional Variabel Penelitian .......................................................... 95 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian .................................................... 99 B. Analisis dan Pembahasan .................................................................... 112 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan......................................................................................... 134 B. Saran ................................................................................................. 135 xii DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 136 LAMPIRAN ................................................................................................. 139 xiii DAFTAR TABEL No. Keterangan 1.1 Kapitalisasi Pasar Bursa Efek Indonesia Halaman 6 1.2 Perkembangan Kurs Periode Juli 2012 – Juli 2016 8 1.3 Perkembangan SBIS Periode Juli 2012 – Juli 2016 9 1.4 Perkembangan BI Rate Periode Juli 2012 – Juli 2016 10 1.5 Perkembangan Harga Emas Dunia Periode Juli 2012 – Juli 2016 11 2.1 Penelitian Terdahulu 75 3.1 Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson 91 4.1 Perkembangan Kurs Periode Juli 2012 – Juli 2016 105 4.2 Perkembangan SBIS Periode Juli 2012 – Juli 2016 107 4.3 Perkembangan BI Rate Periode Juli 2012 – Juli 2016 109 4.4 Perkembangan Harga Emas Dunia Periode Juli 2012 – Juli 2016 111 4.5 Hasil Uji Normalitas Secara Statistik 117 4.6 Hasil Uji Multikolonieritas 118 4.7 Hasil Uji Durbin-Watson 121 4.8 Hasil Uji-F 122 4.9 Hasil Uji-t 123 4.10 Hasil Uji R-Square 131 4.11 Hasil Uji Regresi Linier Berganda 132 xiv DAFTAR GAMBAR No. 1.1 2.1 Keterangan Perkembangan Inflasi Periode Juli 2012 – Juli 2016 Kerangka Pemikiran Halaman 7 79 4.1 Perkembangan ISSI Periode Juli 2012 – Juli 2016 101 4.3 Hasil Uji Normalitas Secara Grafik Histogram 113 4.4 Hasil Uji Normalitas Secara Grafik P-p Plot 115 4.5 Hasil Uji Heterokedastisitas Secara Scatterplot 120 xv DAFTAR LAMPIRAN No. Keterangan Halaman 1. Uji Asumsi Klasik 139 2. Hasil Uji Multikolonieritas 141 3. Hasil Uji Heterokedastisitas 142 4. Hasil Uji Autokorelasi 143 5. Uji Hipotesis 143 6. Hasil Uji Regresi Linier Berganda 144 7. Data Variabel Penelitian (Data Mentah) 145 8. Tabel Persentase Distribusi Funtuk α = 0,05 149 9. Tabel Persentase Distribusi t 150 10. Daftar Saham ISSI 151 xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semenjak krisis ekonomi menghantam Indonesia pada pertengahan 1997, kinerja pasar modal mengalami penurunan tajam bahkan diantaranya mengalami kerugian. Kondisi ini tentu akan mempengaruhi Investor untuk melakukan investasi di pasar modal khusunya saham, dan akan berdampak terhadap harga pasar saham di bursa. Selain itu, krisis ekonomi juga menyebabkan variabel-variabel ekonomi seperti suku bunga, inflasi, nilai tukar, maupun pertumbuhan ekonomi mengalami perubahan yang cukup tajam. Suku bunga meningkat sampai mencapai angka 68,76% pertahun pada tahun 1998, demikian juga inflasi mencapai angka 77 % pertahun (Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, 1998 dalam Novianto : 2). Pada pertengahan tahun 2007, Amerika Serikat dilanda krisis subprime mortgage dan memuncak pada September 2008 yang ditandai dengan pengumuman kebangkrutan beberapa lembaga keuangan. Awal mula masalah tersebut terjadi pada periode 2000-2001, saat saham-saham perusahaan dotcom4 di Amerika Serikat kolaps, sehingga perusahaan-perusahaan yang menerbitkan saham tersebut tidak mampu membayar pinjaman ke bank. Untuk mengatasi hal tersebut, The Fed (Bank Sentral AS) menurunkan suku bunga. Suku bunga yang rendah dimanfaatkan oleh para perusahaan developer dan perusahaan pembiayaan perumahan. Rumah-rumah yang dibangun oleh 1 developer dan dibiayai oleh perusahaan pembiayaan perumahan adalah rumahrumah murah, dijual kepada kalangan berpenghasilan rendah yang tidak memiliki jaminan keuangan yang memadai. Dengan runtuhnya nilai saham perusahaan-perusahaan tersebut, bank menghadapi gagal bayar dari para debiturnya (developer dan perusahaan pembiayaan perumahan). Menurut Crockett (1997), stabilitas keuangan erat kaitannya dengan kesehatan suatu perekonomian. Semakin sehat sektor keuangan di suatu negara, semakin sehat pula perekonomian, demikian pula sebaliknya. Dengan demikian perkembangan sektor keuangan, termasuk di dalamnya pasar modal, merupakan salah satu indikator yang perlu diperhatikan untuk menjaga kesehatan atau kestabilan perekonomian. Pergerakan harga saham, obligasi, dan sebagainya di pasar modal suatu negara disebabkan oleh persepsi investor terhadap kondisi pasar modal tersebut. Persepsi ini pada akhirnya akan mempengaruhi dana investasi yang masuk ke negara tersebut, sehingga mempengaruhi keadaan perekonomian negara yang bersangkutan. Hal tersebut bukan hanya terjadi di Amerika Serikat, namun juga melanda Eropa dan Asia, termasuk Indonesia. Nilai tukar Rupiah terhadap USD mulai merosot sejak pertengahan tahun 2008 dan terus terdepresiasi hingga mencapai level terendah pada awal tahun 2009 yaitu sebesar Rp. 11.900 per 1 USD. Perubahan nilai tukar yang terjadi, baik apresiasi maupun depresiasi akan mempengaruhi kegiatan ekspor impor di negara tersebut, karena USD masih merupakan mata uang yang mendominasi pembayaran perdagangan global. 2 Kenaikan maupun penurunan ekspor dan impor akan mempengaruhi penerimaan Negara yang diperoleh dari pajak perdagangan internasional. Depresiasi rupiah pada pertengahan tahun 2008 menyebabkan peningkatan ekspor yang mempengaruhi penerimaan bea keluar pada khususnya dan pajak perdagangan internasional pada umumnya. Perubahan nilai ekspor dan impor juga mempengaruhi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Indeks produksi merupakan indikator perekonomian yang sering digunakan untuk menggantikan PDB dikarenakan publikasi datanya yang dilakukan setiap bulan (Nezky, 2013:90-91). Kondisi tersebut mulai mempengaruhi kinerja keuangan perusahaanperusahaan di Indonesia, dan tentunya akan mempengaruhi Investor untuk berinvestasi di pasar modal, khususnya pada surat-surat berharga. Situasi ini mengakibatkan kegiatan produksi dan investasi menjadi terbatasi karena dunia perbankan menjadi enggan untuk menyalurkan kredit disebabkan tingginya ketidakpastian. Pada saat yang sama, bank-bank yang sedang kesulitan likuiditas, karena tidak mendapatkan pinjaman dari bank yang memiliki kelebihan likuiditas, terpaksa menetapkan suku bunga tinggi untuk tabungan dan deposito guna memenuhi kebutuhan akan dana operasional mereka, walaupun BI sudah menurunkan tingkat suku bunga acuannya. Bagi sebagian orang, suku bunga yang tinggi merupakan suatu peluang investasi yang menjanjikan karena adanya kepastian pendapatan yang lebih besar. Akibatnya bursa saham akan mengalami tekanan karena dana yang tersedia di masyarakat lebih banyak terserap di tabungan dan deposito (Nurhakim, 2010:2). 3 Faktor tersebut merupakan salah satu faktor yang menyebabkan ekonomi syariah tumbuh berkembang begitu besar di Indonesia. Karena saat perbankan konvensional merosot tajam, kondisi sebaliknya justru terjadi pada perbankan syariah. Perbankan syariah justru dapat menunjukkan kinerja yang relatif lebih baik dibandingkan dengan lembaga perbankan konvensional. Hal ini dapat dipahami mengingat tingkat pengembalian pada bank syariah tidak mengacu pada tingkat suku bunga tetapi berdasarkan prinsip bagi hasil. Kondisi ini membuat kepercayaan dan harapan masyarakat yang tinggi terhadap perbankan syariah sebagai alternatif sistem perbankan yang sehat dan juga memenuhi prinsip-prinsip syariah. Berdasarkan historis perbankan syariah tersebut, mulai menjamurlah ekonomi berbasis sistem syariah yang hadir memberikan pilihan kepada masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonominya atas dasar syariah. Banyak lembaga keuangan yang dapat disalurkan untuk menyimpan, menginvestasikan, dan memperoleh daya guna dari harta agar dapat dimanfaatkan sehingga tidak terjadi penimbunan uang yang menyebabkan mubazir yang dilarang oleh Islam. Lembaga keuangan tersebut seperti asuransi syariah, pegadaian syariah, dan tidak terkecuali pasar modal syariah. Pasar modal merupakan salah satu tonggak penting dalam perekonomian dunia saat ini yang menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (Investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, penambahan modal kerja, dan lain-lain. Banyak perusahaan yang 4 menggunakan institusi pasar modal sebagai media untuk menyerap investasi dalam memperkuat kondisi keuangannya (Burhanuddin, 2010:131). Kedua, pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrumen keuangan, seperti saham, obligasi, reksadana, dan lain-lain. Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik keuntungan dan risiko masing-masing konsumen. Pasar modal didefinisikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek (Martalena dan Malinda, 2011). Indonesia sebagai salah satu Negara muslim terbesar di dunia merupakan pasar yang sangat besar untuk pengembangan industri keuangan syariah. Investasi syariah di pasar modal yang merupakan bagian dari industri keuangan syariah, mempunyai peranan yang cukup penting untuk meningkatkan pangsa pasar industri keuangan syariah di Indonesia. Pasar modal Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menjadi perhatian banyak pihak khususnya masyarakat bisnis. Perkembangan pasar modal di Indonesia telah menjadi salah satu alternatif dan sarana investasi yang menarik bagi para pelaku pasar modal. Salah satu contoh berinvestasi ialah dengan menanamkan modalnya pada pasar modal syariah. Jakarta Islamic Index (JII) adalah salah satu alat ukur kinerja pasar modal syariah yang terdiri dari 30 saham syariah yang likuid berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Perkembangan pasar modal syariah di Indonesia semakin semarak dengan lahirnya Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) yang diterbitkan oleh Bapepam-LK dan 5 Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) pada tanggal 12 Mei 2011. Indeks Saham Syariah Indonesia merupakan salah satu indeks saham berbasis syariah di Bursa Efek Indonesia. Konstituen ISSI adalah seluruh saham yang tergabung dalam Daftar Efek Syariah (DES) dan tercatat di BEI. Alasan yang melatarbelakangi dibentuknya ISSI adalah untuk memisahkan antara saham syariah dengan saham non syariah yang dahulunya disatukan didalam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Cara ini diharapkan agar masyarakat yang ingin menginvestasikan modalnya pada saham syariah tidak lagi salah tempat. Tabel 1.1 Kapitalisasi Pasar Bursa Efek Indonesia Tahun 2011 ISSI (Miliar Rp.) 1.968.091,37 JII (Miliar Rp.) 1.414.983,81 2012 2.451.334,37 1.671.004,23 2013 2.557.846,77 1.672.099,91 2014 2.946.892,79 1.944.531,70 2015 2.600.850,72 1.737.290,98 2016 3.175.053,04 2.041.070,80 Sumber : www.ojk.go.id, data diolah Pada tabel 1.1 menunjukkan bahwa dari mulai dibentuknya ISSI pada Mei 2011 tercatat sebesar 1.968.091,37 hingga tahun 2016 mencapai 3.175.053,04 6 yang melebihi cukup tinggi dibandingkan dengan indeks JII. Setiap tahunnya ISSI memberikan kontribusi yang cukup besar dibandingkan dengan JII. Trend naik yang dialami ISSI ini menandakan adanya faktor-faktor sensitif yang dapat mempengaruhi fluktuasi pergerakannya. Berikut ini adalah data persentase tingkat inflasi yang dialami Indonesia pada tahun 2016: Gambar 1.1 Perkembangan Inflasi Periode Juli 2012 – Juli 2016 Sumber : Bank Indonesia, data diolah Pada Gambar 1.1 diatas menunjukkan bahwa perkembangan inflasi mengalami fluktuatif setiap tahunnya. Tingkat inflasi tertinggi terjadi pada bulan Juli tahun 2013 sebesar 8,61 %, kemudian mengalami penurunan yang tajam pada bulan Juli tahun 2014 sebesar 4,53 %. Pada akhir tahun 2014 inflasi kembali mengalami kenaikan sampai dengan pertengahan tahun 2015 sebesar 7 7,26 %, kemudian mengalami penurunan yang tajam pada pertengahan tahun 2016 sebesar 3,21 %. Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif tergantung parah atau tidaknya inflasi tersebut. Apabila inflasi ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung, dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali, keadaan perekonomian menjadi kacau. Tak hanya orang miskin, orang kaya pun akan terkena dampak dari inflasi. Nilai uang yang mereka miliki akan sama-sama tergerus. Tapi, tentu saja daya tahan masing-masing orang untuk bisa memikul dampak inflasi berbeda-beda. Orang miskin merasakan dampak yang paling pahit. Tabel 1.2 Perkembangan Kurs Periode Juli 2012 – Juli 2016 Rupiah Tahun Bulan 2012 2013 2014 2015 Januari 9.698 12.226 12.625 Februari 9.667 11.634 12.863 Maret 9.719 11.404 13.084 April 9.722 11.532 12.937 Mei 9.802 11.611 13.211 Juni 9.929 11.969 13.332 Juli 9.485 10.278 11.591 13.481 Agustus 9.560 10.924 11.717 14.027 September 9.588 11.613 12.212 14.657 Oktober 9.615 11.234 12.082 13.639 November 9.605 11.977 12.196 13.840 Desember 9.670 12.189 12.440 13.795 Sumber : www.pusatdata.kontan.co.id, data diolah 2016 13.846 13.395 13.276 13.204 13.615 13.180 13.094 8 Pada Tabel 1.2 diatas menunjukkan bahwa nilai kurs tertinggi pada tahun 2012 terjadi pada bulan Desember sebesar 9.670 Rupiah dan terendah pada bulan Juli sebesar 9,485 Rupiah. Pada tahun 2013 kurs tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 12.189 Rupiah dan terendah pada bulan Februari sebesar 9.667 Rupiah. Pada tahun 2014 kurs tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 12.440 Rupiah dan terendah pada bulan Maret sebesar 11.404 Rupiah. Pada tahun 2015 kurs tertinggi terjadi pada bulan September sebesar 14.657 Rupiah dan terendah pada bulan Januari sebesar 12.626 Rupiah. Pada tahun 2016 kurs tertinggi pada bulan Januari sebesar 13.846 Rupiah dan terendah pada bulan Juli 13.094 Rupiah. Sedangkan selama periode penelitian ini kurs tertinggi terjadi pada bulan September 2015 sebesar 14.657 Rupiah dan terendah pada bulan Juli 2012 sebesar 9.485 Rupiah. Tabel 1.3 Perkembangan SBIS Periode Juli 2012 – Juli 2016 Triliun Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Tahun 2012 2013 2014 4.709 5.253 5.103 5.331 5.611 5.843 5.343 6.234 5.423 6.680 5.443 6.782 3.036 4.640 5.880 2.918 4.299 6.514 3.412 4.523 6.450 3.321 5.213 6.680 3.242 5.107 6.530 4.993 6.699 8.130 Sumber : www.ojk.go.id, data diolah 2015 8.050 9.040 8.810 9.130 8.858 8.858 8.163 8.585 7.720 7.192 6.495 6.280 2016 6.275 7.188 6.994 7.683 7.225 7.470 8.130 9 Pada tabel 1.3 menunjukkan bahwa nilai SBIS tertinggi pada tahun 2012 terjadi pada bulan Desember sebesar 4.993 dan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 2.918. Pada tahun 2013 nilai SBIS tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 6.699 dan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 4.299. Pada tahun 2014 nilai SBIS tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 8.130 dan terendah terjadi pada bulan Januari sebesar 5.253. Pada tahun 2015 nilai SBIS tertinggi terjadi pada bulan April sebesar 9.130 dan terendah terjadi pada bulan Desember sebesar 6.280. Pada tahun 2016 nilai SBIS tertinggi terjadi pada bulan Juli sebesar 8.130 dan terendah terjadi pada bulan Januari sebesar 6.275. Sedangkan selama periode penelitian, nilai SBIS tertinggi terjadi pada bulan April tahun 2015 sebesar 9.130 dan nilai terendah terjadi pada bulan Agustus tahun 2012 sebesar 2.918. Tabel 1.4 Perkembangan BI Rate Periode Juli 2012 – Juli 2016 Persen% Tahun 2012 2013 2014 2015 2016 Januari 5,75 7,5 7,75 7,25 Februari 5,75 7,5 7,5 7 Maret 5,75 7,5 7,5 6,75 April 5,75 7,5 7,5 6,75 Mei 5,75 7,5 7,5 6,75 Juni 6 7,5 7,5 6,5 Juli 5,75 6,5 7,5 7,5 6,5 Agustus 5,75 7 7,5 7,5 September 5,75 7,25 7,5 7,5 Oktober 5,75 7,25 7,5 7,5 November 5,75 7,5 7,75 7,5 Desember 5,75 7,5 7,75 7,5 Sumber : www.bi.go.id, data diolah Bulan 10 Berdasarkan Tabel 1.4 diatas menunjukkan bahwa suku bunga tertinggi terjadi pada bulan November dan Desember tahun 2014 sebesar 7,75 % dan suku bunga terendah terjadi pada bulan Juli 2012 sampai bulan Mei 2013 sebesar 5,75 %. Tabel 1.5 Perkembangan Harga Emas Dunia Periode Juli 2012 – Juli 2016 Triliun Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Tahun 2013 2014 2015 1644.75 1251.00 1260.25 1588.50 1326.50 1214.00 1598.25 1291.75 1187.00 1469.00 1288.50 1180.25 1394.50 1250.50 1191.40 1192.00 1315.00 1171.00 1622.50 1314.50 1285.25 1098.40 1648.50 1394.75 1285.75 1135.00 1776.00 1326.50 1216.50 1114.00 1719.00 1324.00 1164.25 1142.35 1726.00 1253.00 1182.75 1061.90 1657.50 1204.50 1206.00 1060.00 Sumber : www.kitco.com, data diolah 2012 2016 1111.80 1234.90 1237.00 1285.65 1212.10 1320.75 1342.00 Pada Tabel 1.5 menunjukkan bahwa nilai tertinggi Harga Emas Dunia pada tahun 2012 terjadi pada bulan September sebesar 1776.00 dan nilai terendah terjadi pada bulan Juli sebesar 1622.50. Pada tahun 2013 nilai tertinggi Harga Emas Dunia terjadi pada bulan Januari sebesar 1644.75 dan nilai terendah terjadi pada bulan Juni sebesar 1192.00. Pada tahun 2014 nilai tertinggi Harga Emas Dunia terjadi pada bulan Februari sebesar 1326.50 dan nilai terendah terjadi pada bulan Oktober sebesar 1164.25. Pada tahun 2015 nilai tertinggi Harga Emas Dunia terjadi pada bulan Januari sebesar 1260.25 11 dan nilai terendah terjadi pada bulan Desember sebesar 1060.00. Pada tahun 2016 nilai tertinggi Harga Emas Dunia terjadi pada bulan Juli sebesar 1342.00 dan nilai terendah terjadi pada bulan Januari sebesar 1111.80. Sedangkan selama periode penelitian, nilai tertinggi Harga Emas Dunia terjadi pada bulan September tahun 2012 sebesar 1776.00 dan nilai terendah terjadi pada bulan Desember tahun 2015 sebesar 1060.00. Melalui Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) menjelaskan pasar modal sebagai lembaga syariah memberikan kesempatan para Investor untuk menanamkan dananya pada perusahaan yang sesuai prinsip syariah. ISSI merupakan Indeks Saham Syariah yang terdiri dari seluruh saham yang tercatat dalam Bursa Efek Indonesia dan yang tergabung pada Daftar Efek Syariah (DES). Meskipun baru dibentuk pada Mei 2011 tetapi perkembangan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) mengalami kenaikan yang cukup bagus pada setiap periode (Nasir, dkk, 2016:53). Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) merupakan salah satu indeks pasar modal berbasis syariah di BEI yang diterbitkan oleh Bapepam-LK sebagai regulator yang berwenang dan bekerjasama dengan DSN-MUI. Konstituen ISSI adalah seluruh saham yang tergabung dalam DES dan tercatat di BEI. Secara historis, walaupun indeks ini tergolong masih baru namun pergerakan ISSI pada bulan Juli 2012 sampai Juli 2016 bergerak fluktuatif dan trend naik. Hal ini menandakan ada faktor-faktor yang secara sensitif mempengaruhi fluktuasi pergerakan ISSI. 12 Meskipun ISSI ini baru saja dibentuk namun perkembangannya menunjukkan trend yang sangat positif. Pertumbuhan ISSI yang selalu terjadi setiap periodenya ini tidak terlepas karena pertumbuhan pangsa pasar syariah yang telah tumbuh dan berkembang di Indonesia beberapa tahun belakangan ini. Pertumbuhan pangsa pasar syariah yang berawal dari sektor perbankan yang kemudian merambah ke asuransi dan kini eranya telah masuk pada pasar modal. Inilah yang dijadikan kesempatan oleh beberapa perusahaan atau emiten untuk mengeluarkan indeks syariah agar dapat menarik minat para masyarakat penanam modal yang ingin berinvestasi pada indeks syariah. Dilihat dari pergerakan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) yang mengalami perkembangan signifikan tentu hal tersebut dipengaruhi berbagai faktor. Menurut Syahrir (1995) terdapat faktor-faktor penting yang mampu mempengaruhi perkembangan indeks syariah yaitu oleh beberapa variabel makro ekonomi dan moneter seperti Sertifikat Bank Indonesia Syariah, Inflasi, Jumlah Uang Beredar (JUB), Nilai Tukar, dan lain-lain. Sedangkan faktor internal yang mampumempengaruhi adalah seperti kondisi ekonomi nasional, keamanan, kondisi politik, kebijakan pemerintah, dan lain-lain. Dalam penelitian ini variabel makro ekonomi yang digunakan yaitu Inflasi, Exchange Rate (ER) USD/IDR, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dan Harga Emas Dunia. Beberapa variabel tersebut diperkirakan mampu mempengaruhi fluktuasi pergerakan indeks saham syariah (Suciningtias dan Khoiroh, 2015:399). 13 Dari fenomena latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Domestik dan Makroekonomi Global Terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) Periode 2012 – 2016”. B. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman yang sesuai dengan tujuan yang ditetapkan agar masalah yang akan diteliti tidak terlalu meluas. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel bebas yang digunakan adalah Inflasi, Exchange Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), BI Rate, dan Harga Emas Dunia. 2. Variabel terikat yang digunakan adalah adalah Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). 3. Periode penelitian dari Juli 2012 sampai dengan Juli 2016. 4. Objek penelitian adalah Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). C. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh secara parsial antara variabel Inflasi terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) periode 2012 – 2016? 2. Bagaimana pengaruh secara parsial antara variabel Exchange Rate terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) periode 2012 – 2016? 14 3. Bagaimana pengaruh secara parsial antara variabel Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) periode 2012 – 2016? 4. Bagaimana pengaruh secara parsial antara variabel BI Rate terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI)? 5. Bagaimana pengaruh secara parsial antara variabel Harga Emas Dunia terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) periode 2012 – 2016? 6. Bagaimana pengaruh secara simultan antara variabel Inflasi, Exchange Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dan Harga Emas Dunia terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) periode 2012 – 2016? D. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis pengaruh secara parsial antara variabel Inflasi terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) periode 2012 – 2016. 2. Untuk menganalisis pengaruh secara parsial antara variabel Exchange Rate terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) periode 2012 – 2016. 3. Untuk menganalisis pengaruh secara parsial antara variabel Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) periode 2012 – 2016. 4. Untuk menganalisis pengaruh secara parsial antara variable BI Rate terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) periode 2012 – 2016. 15 5. Untuk menganalisis pengaruh secara parsial antara variabel Harga Emas Dunia terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) periode 2012 – 2016. 6. Untuk menganalisis pengaruh secara simultan antara variabel Inflasi, Exchange Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), BI Rate, dan Harga Emas Dunia terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) periode 2012 – 2016. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Penulis Penelitian ini memberikan pengetahuan dan pemahaman bagi penulis tentang Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Domestik dan Makroekonomi Global terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) Periode 2012 – 2016 dan sebagai syarat kelulusan tugas akhir penulis, serta media penulisan dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dan dipelajari selama perkuliahan. 2. Bagi Investor Dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk pengambilan keputusan investasi syariah bagi Investor yang ingin menginvestasikan dananya di pasar modal, terutama saham syariah. 3. Bagi Akademisi Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti tentang saham syariah, 16 sekaligus sebagai sumber motivasi dan inspirasi untuk mengembangkan aspek analisis. 4. Bagi Pemerintah Dapat dijadikan bahan pertimbangan dan referensi dalam menentukan kebijakan yang tepat untuk mengembangkan saham syariah yang terdaftar pada Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini untuk mengetahui gambaran secara singkat, sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini penulis menguraikan masalah-masalah yang akan diteliti, yakni mengenai latar belakang yang akan diteliti, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan tentang pasar modal syariah, Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), Inflasi, Exchange Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), BI Rate, dan Harga Emas Dunia. Serta review studi terdahulu yang dapat menghindarkan dari tuduhan penjiplakan dan duplikasi. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini dikemukakan data penelitian dan metode yang digunakan untuk melakukan penelitian. 17 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini dikemukakan tentang analisis data dan pembahasan, yang menjelaskan analisis bagaimana Inflasi, Exchange Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), BI Rate, dan Harga Emas Dunia terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), kemudian dilanjutkan dengan pembahasan hasil penelitian. BAB V PENUTUP Pada bab ini dikemukakan tentang kesimpulan dari hasil penelitian sekaligus menjawab dari masalah yang telah dirumuskan. Selain itu juga berisi saran-saran yang ditujukan untuk berbagai pihak dan rekomendasi yang muncul berkaitan dengan pembahasan skripsi untuk penelitian selanjutnya. 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Investasi a. Teori Investasi Ada banyak pengertian tentang investasi. Investasi pada hakekatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan dimasa mendatang (Halim, 2005). Menurut Fahmi dan Hadi (2011), investasi dapat didefinisikan sebagai bentuk pengelolaan dana guna memberikan keuntungan dengan cara menempatkan dana tersebut pada alokasi yang diperkirakan akan memberikan tambahan keuntungan atau coumpouding. Investasi dibedakan menjadi real investment dan financial investment. Real investment adalah investasi pada sektor riil yang melibatkan asset berwujud seperti tanah, mesin, atau pabrik. Sedangkan financial investment adalah investasi yang melibatkan kontrak tertulis seperti saham dan obligasi. Investasi dalam Islam tidak hanya berorientasi pada keuntungan semata, namun juga merupakan kegiatan yang bernuansa spiritual dan dilakukan dengan norma-norma syariah dan juga merupakan hakikat dari sebuah ilmu yang bersifat amaliyah. Oleh karena itu, investasi sangat dianjurkan bagi setiap muslim (Nawawi, 2012). Hal ini juga dijelaskan 19 dalam firman Allah SWT dalam (Q.S. 59 : 18) bahwa manusia harus memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok. Allah SWT dan Rasul-Nya memberikan petunjuk dan rambu-rambu pokok yang seyogyanya diikuti oleh setiap muslim yang beriman. Diantara ramburambu tersebut adalah terhindar dari unsur riba, gharar, judi, haram, dan syubhat. Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2012), menyatakan bahwa selain kondisi industri perusahaan analisis fundamental juga menggunakan berbagai indikator makro ekonomi untuk menilai saham. Perubahan-perubahan seperti inflasi, suku bunga, dan kurs dapat berpotensi untuk meningkatkan atau menurunkan harga saham perusahaan-perusahaan yang sahamnya aktif diperdagangkan di bursa. Perubahan nilai ketiga indikator makro ekonomi ini merupakan risiko yang dihadapi oleh perusahaan pada seluruh sektor. Pemikiran ahli ekonomi klasik dengan golongan Keynesian mengenai investasi (Sukirno, 2010): 1. Pandangan Ahli Ekonomi Klasik Keyakinan ahli-ahli ekonomi klasik bahwa penawaran akan selalu menciptakan permintaan dapat dengan jelas dilihat dari pandangan Jean Baptiste Say (1762 – 1832), seorang ahli ekonomi Klasik bangsa Perancis. Ia mengatakan “penawaran menciptakan permintaannya sendiri” atau “supply creates its own demand”. Ini didasarkan pada dua landasan, yaitu fleksibilitas 20 harga upah dan teori suku bunganya. Teori bunga yang mendasarkan pada antaraksi tabungan dan investasi yang disebut dengan teori leonable fund, menyatakan bahwa “penurunan permintaan agregatif sektor konsumsi rumah tangga akibat tabungan tetap diimbangi pengeluaran konsumsi pada barangbarang modal oleh sektor bisnis yang dibiayai oleh tabungan rumah tangga. Teori klasik menekankan bahwa investasi hanya dipengaruhi dan ditentukan oleh tingkat suku bunga. Menurut ahli-ahli ekonomi klasik, dalam perekonomian suku bunga selalu mengalami perubahan, dan perubahan itu akan menyebabkan seluruh tabungan yang diciptakan sektor rumah tangga pada waktu perekonomian mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh akan selalu sama besarnya dengan jumlah investasi yang dilakukan oleh para pengusaha. 2. Pandangan Keynesian Teori Keynesian menolak anggapan ekonomi klasik bahwa rencana investasi dipengaruhi oleh tingkat suku bunga. Keynes tidak yakin bahwa jumlah investasi yang dilakukan para pengusaha sepenuhnya ditentukan oleh suku bunga. Keynes tetap mengakui bahwa suku bunga memegang peranan yang cukup menentukan didalam pertimbangan para pengusaha melakukan investasi. Tetapi disamping faktor itu terdapat beberapa faktor penting lainnya, seperti keadaan ekonomi masa kini, ramalan 21 perkembangannya di masa depan, dan luasnya perkembangan teknologi yang berlaku. Apabila tingkat kegiatan ekonomi pada masa kini adalah menggalakkan dan di masa depan diramalkan perekonomian akan tumbuh dengan cepat, maka walaupun suku bunga adalah tinggi, para pengusaha akan melakukan banyak investasi. Sebaliknya, walaupun suku bunga rendah, investasi tidak akan banyak dilakukan apabila barang-barang modal yang terdapat dalam perekonomian digunakan pada tingkat yang jauh lebih rendah dari kemampuannya yang maksimal. b. Teori Investasi Syariah Investasi secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan harta (Rodoni, 2009). Selain dari pada itu, tujuan investasi merupakan suatu komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat sekarang ini, dengan tujuan untuk memperoleh sejumlah keuntungan dimasa yang akan datang. Menurut Halim (2005), pada hakikatnya investasi merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang. Sedangkan menurut Huda dan Mustafa (2008), investasi merupakan salah satu ajaran dari konsep Islam yang memenuhi proses tadrij dan trichotomy pengetahuan tersebut. Hal tersebut dapat dibuktikan bahwa konsep investasi selain sebagai pengetahuan juga bernuansa spiritual karena menggunakan norma syariah, sekaligus merupakan hakikat dari sebuah ilmu 22 dan amal, oleh karenanya investasi sangat dianjurkan bagi setiap muslim. Hal tersebut dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Hasyr ayat 18 sebagai berikut: َّ َّللاَ ۚ إِ َّن َّ ت لِ َغ ٍد ۖ َواتَّقُوا َّ ين آ َمنُوا اتَّقُوا ْ َّللاَ َو ْلتَنْظُرْ نَ ْفسٌ َما قَ َّد َم َ يَا أَيُّهَا ال َّ ِذ ََّللا ون َ َُخبِي ٌر بِ َما تَ ْع َمل “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Lafal ٍلِ َغد ُ َو ْل َت ْن ْ ظرْ َن ْفسٌ َما َق َّد َم ت ditafsirkan dengan : “Hitung dan introspeksi diri kalian sebelum diintrospeksi, dan lihatlah apa yang telah kalian simpan (invest) untuk diri kalian dari amal saleh (after here investment) sebagai bekal kalian menuju hari perhitungan amal pada hari kiamat untuk keselamatan diri di depan Allah SWT”. Harta merupakan hak milik Allah, sementara Allah telah menyerahkan kekuasaan atas harta tersebut kepada manusia, melalui izin dari-Nya, maka perolehan seorang atas harta tersebut sama dengan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk memanfaatkan serta mengembangkan harta, yang antara lain yang menjadi miliknya. Sebab ketika seseorang memiliki harta dan mendiamkan harta secara tidak produktif (idle) dan menumpuk kekayaan adalah perbuatan yang sangat tidak dibenarkan (Rodoni, 2009). 23 Kewajiban melakukan upaya kerja produktif dan pengembangan harta kekayaan melalui investasi sangat ditekankan oleh Nabi Muhammad SAW. Ahmad Al-Haritsi (2006) dalam bukunya Fiqih Ekonomi Umar bin AlKhattab dalam Rodoni (2009), menulis bahwa Khalifah Umar pernah menyuruh kaum muslimin untuk menggunakan modal mereka secara produktif dengan mengatakan : “Siapa saja yang memiliki uang, hendaklah ia menginvestasikannya dan siapa saja yang memiliki tanah hendaklah ia menanaminya”. Menurut Pontjowindo (2003) dalam Huda dan Mustafa (2008), ada beberapa prinsip dasar transaksi menurut syariah dalam investasi keuangan yang ditawarkan, yaitu: a. Transaksi dilakukan atas harta yang memberikan nilai manfaat dan menghindari setiap transaksi yang zalim. Setiap transaksi yang memberikan manfaat akan dilakukan bagi hasil. b. Uang sebagai alat pertukaran bukan komoditas perdagangan dimana fungsinya adalah sebagai alat pertukaran nilai yang menggambarkan daya beli suatu barang atau harta. Sedangkan manfaat atau keuntungan yang ditimbulkannya berdasarkan atas pemakaian barang atau harta yang dibeli dengan uang tersebut. c. Setiap transaksi harus transparan, tidak menimbulkan kerugian atau unsur penipuan disalah satu pihak baik secara sengaja maupun tidak sengaja. 24 d. Risiko yang mungkin timbul harus dikelola sehingga tidak menimbulkan risiko yang besar atau melebihi kemampuan menanggung risiko. e. Dalam Islam setiap transaksi yang mengharapkan hasil harus bersedia menanggung risiko. f. Manajemen yang diterapkan adalah manajemen Islami yang tidak mengandung unsur spekulatif dan menghormati Hak Asasi Manusia serta menjaga lestarinya lingkungan hidup. Menurut investasi syariah, ada hal lain yang turut berperan dalam investasi. Investasi syariah tidak hanya berorientasi pada persoalan duniawi sebagaimana yang dikemukakan para ekonom sekuler. Ada unsur lain yang sangat menentukan berhasil tidaknya suatu investasi di masa depan, yaitu ketentuan dan kehendak Allah. Islam memadukan antara dimensi dunia dan akhirat. Setelah kehidupan dunia yang fana, ada kehidupan akhirat yang abadi. Setiap muslim harus berupaya meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kehidupan dunia hanyalah sarana dan masa yang harus dilewati untuk mencapai kehidupan yang kekal di akhirat. Return investasi dalam islam sesuai dengan besarnya sumber daya yang dikorbankan. Hasil yang akan didapatkan manusia di dunia bisa berlipat ganda. Itulah nilai yang membedakan investasi Islam dari konvensional. Investasi yang Islami adalah pengorbanan sumber daya pada masa sekarang untuk mendapatkan hasil yang pasti, dengan harapan memperoleh hasil yang lebih besar di masa yang akan datang, baik langsung maupun tidak 25 langsung seraya tetap berpijak pada prinsip-prinsip syariah secara menyeluruh (kaffah). Selain itu, semua bentuk investasi dilakukan dalam rangka ibadah kepada Allah untuk mencapai kebahagiaan lahir batin di dunia dan akhirat baik bagi generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Menurut Suprayatno (2005), menyebutkan bahwa investasi di Negara penganut ekonomi Islam dipengaruhi oleh 3 faktor sebagai berikut: 1. Terdapat sanksi untuk pemegang aset kurang atau tidak produktif (hoarding idle assets). 2. Dilarang melakukan berbagai macam bentuk spekulasi dan segala macam judi (maysir). 3. Tingkat bunga untuk berbagai macam pinjaman adalah nol (0) dan sebagai gantinya dipakai sistem bagi hasil. Dari ketiga kriteria diatas, menunjukkan bahwa dalam ekonomi Islam tingkat bunga tidak memberikan pengaruh apakah investasi dilakukan atau tidak. Oleh karena itu, opportunity cost yang digunakan untuk tujuan investasi adalah tingkat zakat yang dibayarkan atas dana tersebut. Dengan kata lain, ketika tabungan yang disalurkan tidak disalurkan ke investasi nyata, maka seseorang akan terbebani zakat (seperti yang telah ditentukan). 26 2. Pasar Modal Syariah a. Pengertian Pasar Modal Syariah Secara umum dalam keuangan dikenal dua jenis pasar keuangan yaitu pasar modal (capital market) dan pasar uang (money market). Menurut Manan (2009), pasar modal adalah sarana yang mempertemukan antara pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus fund) dengan pihak yang kekurangan dana (defisit fund), dimana dana yang diperdagangkan merupakan dana jangka panjang. Definisi pasar modal sesuai dengan Undang Undang Pasar Modal (UUPM) Nomor 8 Tahun 1995, “Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek-efek”. Berdasarkan definisi tersebut, terminologi pasar modal syariah dapat diartikan sebagai kegiatan penawaran umum dan perdagangan efek syariah yaitu efek sebagaimana dimaksud dalam UUPM adalah surat berharga yang akad, pengelolaan perusahaannya, maupun cara penerbitannya memenuhi prinsip-prinsip syariah. Karakteristik khusus yang membedakan pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional yaitu bahwa produk dan mekanisme transaksi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah yang bersumber pada AlQuran dan Hadist Nabi Muhammad SAW sebagaimana telah diatur dalam Fatwa DSN-MUI No.40/DSN-MUI/X/2003 dan No.80/DSN- 27 MUI/III/2011. Adapun efek syariah yang ditransaksikan mencakup saham syariah, obligasi syariah, reksa dana syariah, Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIKEBA) syariah, dan surat berharga lainnya yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Menurut Karim dalam Aziz (2008), transaksi di pasar modal cenderung kepada teori pertukaran dalam sistem ekonomi Islam. Teori pertukaran dalam ekonomi Islam terdiri atas dua pilar, yaitu objek pertukaran dan waktu pertukaran. Pertukaran bila dilihat dari sisi objeknya dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu pertukaran real asset ('ayn) dan dengan real asset ('ayn), pertukaran real asset ('ayn) dengan financial asset (dayn), dan pertukaran financial asset (dayn) dengan financial asset (dayn). Bentuk transaksi di pasar modal merupakan pertukaran antara real asset ('ayn) dalam bentuk sekuritas dan dengan real asset ('ayn) dalam bentuk uang. b. Instrumen Pasar Modal Dalam melakukan transaksi di pasar biasanya ada barang atau jasa yang diperjualbelikan. Begitu pula dalam pasar modal, barang yang diperjualbelikan dikenal dengan istilah instrumen pasar modal (Kasmir, 2008:208). Adapun masing-masing jenis instrumen pasar modal dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Saham (Stocks) Merupakan surat berharga yang bersifat kepemilikan. Artinya, si pemilik saham merupakan pemilik perusahaan. Semakin besar saham yang dimilikinya, maka semakin besar pula 28 kekuasaannya di perusahaan tersebut. Keuntungan yang diperoleh dari saham dikenal dengan nama deviden. Pembagian deviden ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 2. Obligasi (Bonds) Surat berharga obligasi merupakan instrumen utang bagi perusahaan yang hendak memperoleh modal. Keuntungan dari membeli obligasi diwujudkan dalam bentuk kupon. Berbeda dengan saham, maka obligasi tidak mempunyai hak terhadap manajemen dan kekayaan perusahaan. Artinya, perusahaan yang mengeluarkan obligasi hanya mengakui mempunyai utang kepada si pemegang obligasi sebesar obligasi yang dimilikinya. Oleh karena itu, dalam struktur modal perusahaan yang terlihat dalam neraca, obligasi dimasukkan dalam modal asing atau utang jangka panjang. Utang ini akan dilunasi apabila telah sampai waktunya. c. Para Pemain di Pasar Modal Penjual dan pembeli di pasar modal disebut sebagai para pemain dalam transaksi di pasar modal. Para pemain terdiri dari para pemain utama dan lembaga penunjang yang bertugas melayani kebutuhan dan kelancara pemain utama. Adapun para pemain utama yang terlibat di pasar modal dan lembaga penunjang yang terlibat langsung dalam proses transaksi antara pemain utama sebagai berikut (Kasmir, 2008:213): 29 1. Emiten Perusahaan yang akan melakukan penjualan surat-surat berharga atau melakukan emisi di bursa disebut emiten. Emiten melakukan emisi dapat memilih dua macam instrumen pasar modal apakah bersifat kepemilikan atau utang. Jika bersifat kepemilikan, maka diterbitkanlah saham dan jika bersifat instrumen utang, maka yang dipilih adalah obligasi. 2. Investor Pemain kedua adalah pemodal yang akan membeli atau menanamkan modalnya di perusahaan yang melakukan emisi, pemodal ini disebut juga Investor. Tujuan utama para Investor dalam pasar modal ada tiga, yang diantaranya adalah untuk memperoleh deviden atau keuntungan berupa bunga yang dibayar oleh emiten dalam bentuk deviden, menguasai perusahaan (kepemilikan perusahaan) karena semakin banyak saham yang dimiliki maka akan semakin besar pula pengusahaan perusahaan, dan yang terakhir yaitu untuk tujuan berdagang atau menjual kembali pada saat harga yang tinggi. 3. Lembaga Penunjang Disamping pemain utama di pasar modal, maka pemain lainnya yang turut memperlancar proses transaksi perdagangan efek adalah adanya lembaga penunjang. Fungsi lembaga penunjang ini antara lain turut serta mendukung beroperasinya 30 pasar modal, sehingga mempermudah baik emiten maupun investor dalam melakukan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pasar modal. Peran lembaga penunjang yang memegang peranan penting didalam mekanisme pasar modal adalah sebagai penjamin emisi (underwriter), perantara perdagangan efek (broker/pialang), perdagangan efek (dealer), penanggung (guarantor), wali amanat (trustee), perusahaan surat berharga (securities company), perusahaan pengelola dana (investment company), dan sebagai kantor administrasi efek. d. Analisis Teknikal dan Fundamental pada Pasar Modal Syariah Dalam melakukan transaksi mata uang tidak terlepas dari kepiawaian pelaku pasar untuk menganalisis pergerakan indeks saham. Analisis ini penting dilakukan untuk menentukan arah pergerakan dari indeks saham tersebut. Ada dua metode analisis, yaitu analisis teknikal dan analisis fundamental. Analisis teknikal hanya mengandalkan tren harga kedepan berdasarkan perkembangan harga masa lalu. Sedangkan analisis fundamental adalah analisis terhadap fundamental suatu negara pemilik indeks saham, untuk ISSI misalnya, akan dianalisis kondisi ekonomi, sosial, dan politik Indonesia. Secara umum analisis fundamental merupakan satu proses memerlukan waktu yang lama dengan menyelidiki keadaan ekonomi, politik, sosial, industri, dan laporan keuangan perusahaan. 31 Pada dasarnya analisis fundamental adalah analisis yang dilakukan terhadap perusahaan itu sendiri yang berhubungan dengan prospek pertumbuhan dan kemampuan memperoleh keuntungan yang meliputi tiga tahap analisis (Rodoni, 2005:62): 1. Ekonomi Makro Analisis ini bertujuan untuk melihat faktor yang menguntungkan dalam ekonomi makro dalam kaitannya dengan kegiatan perusahaan itu sendiri. Misalnya, apakah berita yang up to date tentang kebijakan moneter, surplus atau defisit, anggaran atau cadangan devisa, tax holiday, political news, dan lain-lain yang mempengaruhi. 2. Industri Analisis ini lebih spesifik dan bertujuan untuk melihat kaitan industri dengan perusahaan, seperti perkembangan perusahaan pesaing, standar industri, dan pertumbuhan pasar. 3. Perusahaan Analisis yang bertujuan untuk melihat situasi perusahaan yang meliputi berbagai aspek perusahaan, seperti keadaan keuangan perusahaan, situasi pemasaran, produksi, dan manajemen. Didalam analisis fundamental terdapat dua pendekatan yang biasa dilakukan, yaitu (Rodoni, 2005:62): 32 a. Pendekatan Top Down Pendekatan yang dimulai dari tingkatan makro ekonomi kemudian kepada situasi dan pertumbuhan industri, dan terakhir adalah situasi dan pertumbuhan perusahaan itu sendiri. Pada tahap analisis ekonomi dan pasar modal, Investor melakukan analisis terhadap berbagai alternatif keputusan tentang alokasi investasi yang akan dilakukan (saham, obligasi, produk derivatif, dan lainnya). Tahap kedua, yaitu analisis industri meliputi analisis berdasarkan hasil analisis ekonomi dan pasar untuk menentukan jenis-jenis industri mana saja yang akan dipilih (tentu saja yang memiliki prospek baik dan menguntungkan). Tahap ketiga, yang didasari tahap sebelumnya bertujuan untuk menentukan perusahaan-perusahaan mana saja yang menguntungkan sehingga layak dijadikan pilihan investasi. b. Pendekatan Bottom Up Pendekatan yang dimulai dari tingkatan mikro (perusahaan) yang kemudian berkembang kepada analisis industri dan terakhir adalah analisis makro ekonomi. Analisis fundamental berhubungan dengan estimasi penentu dasar nilai sekuritas, seperti penjualan masa depan, pengeluaran dan pendapatan perusahaan. Fundamentalis cenderung melihat ke depan, memperhatikan hal seperti pendapatan, dan deviden masa depan. Para fundamentalis sangat mengandalkan analisis jenis ini karena menurut 33 mereka analisis ini bebas dari bias karena mempergunakan data-data yang valid. Analisis fundamental mencoba memperkirakan harga saham di masa yang akan datang dengan: 1. Mengestimasi nilai faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham di masa datang. 2. Menerapkan hubungan variabel-variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham. Menurut Husnan (2001) dalam Wastriati (2010:24), model ini sering disebut sebagai share price forecasting model. 3. Saham a. Definisi Saham Konvensional Secara konsep saham (stock) dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) atas sebagian kepemilikan perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan menyertakan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas asset perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (BEI, 2014). Berdasarkan hak-hak yang melekat, saham dapat dibedakan menjadi jenis saham biasa (common stock) dan saham istimewa (prefered stock). Common stock adalah saham yang menempatkan pemiliknya paling junior atau paling akhir terhadap pembagian deviden dan hak atas kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut diliquidasi. Prefered stock adalah saham yang memilki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena 34 memiliki hak klaim atas kekayaan perusahaan dan pembayaran deviden didahulukan (Fahmi dan Hadi, 2011). Saham merupakan surat berharga yang paling popular dan dikenal luas di masyarakat, baik negara maju maupun negara sedang berkembang. Menurut Darmawi (2006), saham adalah surat bukti kepemilikan (equity) terhadap perusahaan yang bersangkutan. Saham atau stock adalah surat bukti tanda kepemilikan terhadap suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dalam transaksi jual beli di bursa efek, saham atau sering pula disebut share merupakan instrument yang paling dominan diperdagangkan (Iskandar, 2003:33). b. Definisi Saham Syariah Saham syariah merupakan saham-saham yang memiliki karakteristik sesuai dengan syariah Islam atau yang lebih dikenal dengan syariah compliant. Dalam melakukan transaksi di pasar modal yang harus diperhatikan adalah niat bertransaksi, untuk investasi, bukan untuk judi atau spekulasi. Sesuai Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) No.40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal, yang mendefinisikan saham syariah merupakan bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi kriteria tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Selanjutnya, pengertian saham menurut Fakhruddin dalam Prabowo (2013:14) adalah tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu 35 perusahaan atau perseroan terbatas. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut. Syariah dalam arti luas “al-syariah” berarti seluruh ajaran Islam yang berupa norma-norma ilahiyah, baik yang mengatur tingkah laku batin (sistem kepercayaan/doktrinal) maupun tingkah laku konkrit (legal formal) yang individual dan kolektif. Dalam arti ini, AlSyariah identik dengan din, yang berarti meliputi seluruh cabang pengetahuan keagamaan Islam, seperti kalam, tasawuf, tafsir, hadist, fiqih, usul fiqih, dan seterusnya. Menurut Hamid (2009:47), produk investasi berupa saham pada prinsipnya sudah sesuai dengan ajaran islam. Dalam teori pencampuran, Islam mengenal akad syirkah atau musyarakah yaitu suatu kerjasama antara dua atau lebih pihak untuk melakukan usaha dimana masingmasing pihak menyerahkan sejumlah dana barang atau jasa. Adapun jenis-jenis syirkah atau musyarakah yaitu wujuh, mufawadhah, inan, abdan, dan mudharabah. Pembagian tersebut berdasarkan pada jenis setoran masing-masing pihak dan siapa diantara pihak tersebut yang mengelola kegiatan usaha tersebut (Rodoni, 2009:61). Menurut ketentuan Bapepam-LK, suatu saham dapat dikategorikan sebagai saham syariah jika saham tersebut diterbitkan oleh (Rama, 2015:136-137): 36 a. Emiten dan Perusahaan Publik yang secara jelas menyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. b. Emiten dan Perusahaan Publik yang tidak menyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, namun memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) Kegiatan usaha tidak bertentangan dengan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam peraturan IX.A.13, yaitu tidak melakukan kegiatan usaha: a) Perjudian dan permainan yang tergolong judi; b) Perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa; c) Perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu; d) Bank berbasis bunga; e) Perusahaan pembiayaan berbasis bunga; f) Jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/ atau judi (maisir), antara lain asuransi konvensioanl; g) Memproduksi, memperdagangkan mendistribusikan, dan/ atau menyediakan 37 barang atau jasa haram zatnya (haram lidzatihi), barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI; dan/ atau, barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat; h) Melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah); 2) Rasio total hutang berbasis bunga dibandingkan total ekuitas tidak lebih dari 45%, dan 3) Rasio total pendapatan bunga dan total pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan total pendapatan usaha dan total pendapatan lainnya tidak lebih dari 10%. c. Jenis-Jenis Saham Dalam pasar modal ada dua jenis saham yang paling umum dikenal oleh publik yaitu saham biasa (common stock) dan saham istimewa (preferred stock), dimana kedua jenis saham ini memiliki arti dan aturannya masing-masing (Fahmi, 2012): 1. Common Stock Common stock (saham biasa) adalah suatu surat berharga yang dijual oleh perusahaan yang menjelaskan secara nominal (rupiah, dollar, yen, dan sebagainya) dimana pemegangnya diberi hak untuk mengikuti RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) dan RUPLSB (Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa) serta 38 berhak untuk menentukan membeli right issue (penjualan saham terbatas) atau tidak, yang selanjutnya diakhir tahun akan memperoleh keuntungan berupa deviden. 2. Preferred Stock Preferred stock (saham istimewa) adalah surat berharga yang dijual oleh suatu perusahaan yang menjelaskan nilai nominal (rupiah, dollar, yen, dan sebagainya) dimana pemegangnya memperoleh pendapatan tetap dalam bentuk deviden yang akan diterima setiap kuartal (tiga bulanan). Sebagai catatan, keuntungan yang diperoleh dari saham common stock adalah lebih tinggi dibandingkan preferred stock. Perolehan tersebut juga diikuti oleh tingginya risiko yang akan diterima nantinya. Karena saham preferred stock tidak memiliki nilai jatuh tempo, maka perhitungannya lebih sederhana (Ahmad, 2004:84). Common stock (saham biasa) memiliki kelebihan daripada preferred stock (saham istimewa), dimana pemegangnya diberi hak untuk ikut RUPS dan RUPSLB yang secara otomatis memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk ikut serta dalam menentukan berbagai kebijakan perusahaan. Menurut Fahmi (2012), menyebutkan bahwa common stock ini memiliki beberapa jenis, yaitu: a. Blue Chip-Stock (saham unggulan), adalah saham dari perusahaan yang dikenal secara nasional dan memiliki sejarah 39 laba, pertumbuhan, dan manajemen yang berkualitas. Contohnya saham IBM dan Du Point yang merupakan saham Blue-Chip. Jika di Indonesia kita bisa melihat pada 5 (lima) besar saham termasuk kategori LQ 45. b. Growth Stock, adalah saham-saham yang diharapkan memberikan pertumbuhan laba yang lebih tinggi dari rata-rata saham lain, dan karenanya mempunyai Price Earning Ratio (PER) yang tinggi. c. Defensive Stock (saham-saham defensive), adalah saham yang cenderung lebih stabil dalam masa resesi atau perekonomian yang tidak menentu berkaitan dengan deviden, pendapatan, dan kinerja pasar. Contoh perusahaan yang masuk kategori ini biasanya perusahaan yang produknya memang dibutuhkan oleh publik seperti perusahaan yang masuk dalam kategori food and beverage, yaitu produk gula, beras, minyak goreng, garam, dan sejenisnya. d. Seasonal Stock, adalah perusahaan yang penjualannya bervariasi karena dampak musiman, misalnya karena cuaca hujan dan liburan. Sebagai contoh, pabrik mainan memiliki penjualan musiman yang khusus pada saat musim natal. e. Speculative Stock, adalah saham yang kondisinya memiliki tingkat spekulasi yang tinggi, yang kemungkinan tingkat pengembalian hasilnya adalah rendah atau negatif. Ini biasanya 40 dipakai untuk membeli saham pada perusahaan pengeboran minyak. d. Manfaat Saham Pada dasarnya, ada dua keuntungan yang diperoleh Investor dengan membeli atau memiliki saham (Wastriati, 2010): 1. Dividen Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal ingin mendapatkan dividen, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan deviden. Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa deviden tunai, artinya kepada setiap pemegang saham diberikan deviden berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham atau dapat pula berupa deviden saham yang berarti kepada setiap pemegang saham diberikan deviden sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut. 41 2. Capital Gain Capital gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Misalnya Investor membeli saham ABC dengan harga per saham Rp. 3.000 kemudian menjualnya dengan harga Rp. 3.500 per saham yang berarti pemodal tersebut mendapatkan capital gain sebesar Rp. 500 untuk setiap saham yang dijualnya. 4. Indeks Saham Indeks saham atau stock index adalah harga atau nilai dengan perhitungan baku dari sekelompok saham yang dikumpulkan berdasarkan kategori tertentu. Indeks saham merupakan indikator pergerakan harga dari seluruh saham yang diwakilinya. Salah satu indikator kondisi perekonomian Negara dapat dilihat dari kondisi indeks saham gabungan dari saham-saham seluruh perusahaan go public di Negara tersebut. Indeks saham gabungan mencerminkan perekonomian suatu Negara sedang melesu atau bergairah (Suta, 2000). Menurut Halim (2005), indeks harga saham merupakan ringkasan dari pengaruh simultan dan kompleks dari berbagai macam variabel yang berpengaruh, terutama tentang kejadian ekonomi. Sedangkan menurut Darmaji dan Hendy (2006), indeks harga saham merupakan indikator utama yang menggambarkan pergerakan harga saham, sehingga Indeks Harga Saham (IHS) dapat dijadikan barometer kesehatan suatu negara. 42 Ada banyak jenis indeks di pasar modal dunia karena pada umumnya hampir seluruh Negara memiliki indeks sahamnya sendiri. Bahkan beberapa negara memiliki lebih dari satu indeks saham. Seperti halnya di Indonesia yang memiliki Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Jakarta Islamic Index (JII), serta Indeks Saham Syariah Indonesai (ISSI), Amerika Serikat memiliki Dow Jones, Dow Jones Islamic Index (DJII), serta NASDAQ. Dari berbagai jenisindeks yang ada di BEI, yang menjadi objek penelitian ini adalah ISSI karenaindeks ini merupakan proyeksi dari pergerakan seluruh saham syariah yang terdaftar di DES dan BEI. Indeks ini pertama kali diluncurkan di BEI pada tanggal 12 Mei 2011 sebagai indikator kinerja seluruh saham syariah yang terdaftar di BEI. Menurut Iskandar (2003:89), di pasar modal sebuah indeks memiliki 5 (lima) fungsi, yaitu: a. Sebagai indikator untuk mengetahui tingkat perkembangan dan penurunan pasar. b. Sebagai indikator tingkat keuntungan dari saham. c. Sebagai tolak ukur (benchmark) kinerja suatu portofolio investasi. d. Sebagai dasar pembentukan portofolio dalam strategi pasif. e. Menggambarkan perkembangan produk derivatif yang diperdagangkan bursa. 43 5. Inflasi a. Teori Inflasi Konvensional Secara umum inflasi berarti kenaikan tingkat harga secara umum dari barang atau komoditas dan jasa selama suatu periode waktu tertentu. Inflasi dapat dianggap sebagai fenomena moneter karena terjadinya penurunan nilai unit perhitungan moneter terhadap suatu komoditas. Definisi inflasi oleh para ekonom modern adalah kenaikan yang menyeluruh dari jumlah uang yang harus dibayarkan (nilai unit perhitungan moneter) terhadap barang-barang atau komoditas dan jasa (Greenwald (1982) dalam Karim, 2006:135). Sebaliknya, jika yang terjadi adalah penurunan nilai unit perhitungan moneter terhadap barangbarang atau komoditas dan jasa didefinisikan sebagai deflasi (deflation). Inflasi diukur dengan tingkat inflasi (rate of inflation) yaitu tingkat perubahan dari tingkat harga secara umum. Persamaannya adalah sebagai berikut: Tingkat Hargat– Tingkat Hargat-1 X 100 = Rate of Inflation Tingkat Hargat-1 Umumnya, otoritas yang bertanggung jawab dalam mencatat statistik perekonomian suatu negara menggunakan ‘Consumer Price Index’ atau CPI dan ‘Producer Price Index’ atau PPI sebagai pengukur tingkat inflasi. Hanya saja, kedua metode pengukuran tersebut mempunyai kelemahan-kelemahan, yang salah satunya adalah karena menggunakan kumpulan yang mewakili sebuah subset dari seluruh 44 barang dan jasa yang diproduksi oleh keseluruhan perekonomian, sehingga index harga tersebut tidak merefleksikan secara akurat seluruh perubahan harga yang terjadi. Selain itu, CPI dan PPI juga kurang dapat mengakomodasi barang dan jasa yang baru diciptakan walaupun kelompok dari subset barang dan jasa yang dipakai sebagai pengukur pada CPI dan PPI tersebut selalu direvisi dari waktu ke waktu (Landsburg dan Feinstone (1997) dalam Karim, 2006:136). Para ekonomi cenderung lebih senang menggunakan ‘Implicit Gross Domestic Product Deflator’ atau GDP Deflator untuk melakukan pengukuran tingkat inflasi. GDP Deflator adalah rata-rata harga dari seluruh barang tertimbang dengan kuantitas barang-barang tersebut yang betul-betul dibeli. Perhitungan dari GDP Deflator ini sangat sederhana, persamaannya adalah sebagai berikut: Implicit Price Deflator = Nominal GDP x 100 Real GDP Untuk dapat mengerti apa dan bagaimana inflasi, perlu dipahami bahwa uang mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut dalam perkonomian: 1. Media Pertukaran. 2. Pengukur Nilai. 3. Unit Perhitungan dan Akuntansi. 4. Penyimpan Nilai. 5. Instrumen Terms of Payment. 45 Sedangkan motif orang menyimpan uang adalah: 1. Transactionery Motive. 2. Precautionery Motive. 3. Speculative (Investment) Motive. Suatu masyarakat yang memakai sistem barter dalam pertukaran barang dan jasa pada perkonomiannya dapat dianggap tidak akan mengalami inflasi. Yang terjadi adalah perubahan relatif harga suatu barang terhadap barang (misalnya ‘x’) yang lainnya (misalnya ‘y’) atau Px/Py atau istilah ekonominya adalah perubahan Terms of Trade (TOT) suatu kelompok barang terhadap kelompok barang yang lainnya. Akan tetapi, hal tersebut akan sangat tidak efisien akibat kesulitan-kesulitan yang ditimbulkannya karena dalam barter harus ada ‘double concident of needs’ agar pertukaran barang dapat terjadi. Tanpa adanya uang, akan banyak dibutuhkan sumber daya (waktu dan usaha) untuk mencari dan melakukan pertukaran yang saling menguntungkan serta akan banyak sekali modal yang tertanam dalam persediaan (inventory). Untuk menghindari kesulitan-kesulitan dan ketidakefisienan tersebut orangorang, bahkan pada masyarakat primitif pun setuju untuk menggunakan suatu komoditas umum yang dapat menjadi media perantara pertukaran yaitu ‘uang’. Uang dalam masyarakat menjadi alat pertukaran yang lazim diterima dimana barang dan jasa dapat diperdagangkan dengan uang daripada langsung dipertukarkan dengan barang dan jasa yang lain. Uang 46 itu sendiri dapat berbentuk berbagai macam dan terbuat dari berbagai bahan (mulai dari logam mulia sampai dengan bahan yang kurang berharga seperti kertas atau logam biasa). Pada masa kini intrinsic value uang (= nilai intrinsik = nilai dari bahan yang digunakan sebagai uang) biasanya jauh lebih kecil daripada nilai nominal dari uang tersebut. Akibat dari rendahnya nilai intrinsik uang inilah yang menjadi salah satu sebab terjadinya inflasi. Sepanjang sejarah, nilai dari penyimpan nilai moneter berubahubah dan tidak dapat diprediksi karena sifat alamiah dari uang itu sendiri. Orang menabung untuk konsumsi dimasa depan, untuk simpanan dimasa tua, untuk anak-anaknya. Akan tetapi, apa pun bentuk kekayaan yang diakumulasikan tersebut (rumah, tanah, mesin, peralatan, human capital, ataupun saham), tidak ada seorang pun yang dapat memastikan nilainya pada saat nanti ketika orang tersebut membutuhkannya. Selain itu, tak seorang pun dapat menyimpan suatu komoditas tertentu yang nanti akan dibutuhkannya secara tepat. Akan ada selalu ketergantungan pada kesediaan dari orang lain untuk membayar suatu harga tertentu untuk aset yang dimiliki (Karim, 2006:135-137). Menurut Sukirno (2004:27), memberikan definisi bahwa inflasi adalah suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Tingginya inflasi juga dapat mempengaruhi harga saham dan juga dapat mempengaruhi permintaan pada saham. 47 Menurut Purnomo (2013), indikator inflasi berdasarkan international best practice, antar a lain: 1. Indeks Harga Konsumen (IHK) IHK adalah indikator utama inflasi yang paling sering digunakan. 2. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) harga pergadangan besar dari suatu komoditas adalah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli atau pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas. 3. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu wilayah ekonomi atau suatu Negara. Inflasi adalah suatu kejadian yang menunjukkan kenaikan tingkat harga secara umum dan berlangsung secara terus menerus. Dari definisi tersebut ada tiga kriteria yang perlu diamati untuk melihat telah terjadinya inflasi, yaitu kenaikan harga, bersifat umum, dan terjadi terus menerus dalam rentang waktu tertentu. Jenis inflasi dapat dibedakan berdasarkan tingkatan laju inflasi dan berdasarkan pada penyebabnya. Berdasarkan tingkatannya inflasi dibedakan menjadi (Murni, 2013): 1. Moderate Inflation, inflasi yang ditandai dengan harga-harga yang meningkat secara lambat (antara 7% - 10%). 48 2. Galloping Inflation, tingkat inflasi antara 20% - 100% yang dapat menimbulkan gangguan serius pada perekonomian. 3. Hyper Inflation, tingkat inflasi yang sangat tinggi diatas 100%. Selain itu, inflasi dapat digolongkan karena penyebab- penyebabnya yaitu sebagai berikut (Karim, 2006:138): 1. Natural Inflation dan Human Error Inflation. Sesuai dengan namanya, Natural Inflation adalah inflasi yang terjadi karena sebab-sebab alamiah yang manusia tidak mempunyai kekuasaan dalam mencegahnya. Human Error Inflation adalah inflasi yang terjadi karena kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh manusia sendiri. 2. Expected Inflation dan Unexpected Inflation. Pada Expected Inflation tingkat suku bunga pinjaman riil akan sama dengan tingkat suku bunga pinjaman nominal dikurangi inflasi atau secara notasi, ret= Rt– Пet sedangkan pada Unexpected Inflation tingkat suku bunga pinjaman nominal belum atau tidak merefleksikan kompensasi terhadap efek inflasi (Barro (1990) dalam Karim, 2006:138). 3. Demand Pull dan Cost Push Inflation. Demand Pull Inflation diakibatkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada sisi Permintaan Agregatif (AD) dari barang dan jasa pada suatu perekonomian. Cost Pull Inflation adalah inflasi yang terjadi 49 karena adanya perubahan-perubahan pada sisi Penawaran Agregatif (AS) dari barang dan jasa pada suatu perekonomian. 4. Spiralling Inflation. Inflasi jenis ini adalah inflasi yang diakibatkan oleh inflasi yang terjadi sebelumnya yang mana inflasi yang sebelumnya itu terjadi sebagai akibat dari inflasi yang terjadi sebelumnya lagi dan begitu seterusnya. 5. Imported Inflation dan Domestic Inflation. Imported Inflation bisa dikatakan adalah inflasi di negara lain yang ikut dialami oleh suatu negara karena harus menjadi price taker dalam pasar perdagangan internasional. Domestic Inflation bisa dikatakan inflasi yang hanya terjadi di dalam negeri suatu negara yang tidak begitu mempengaruhi negara-negara lainnya. b. Teori Inflasi Islam Menurut para ekonom Islam, inflasi berakibat sangat buruk bagi perekonomian karena (Masri (1996) dalam Karim, 2006:139): 1. Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama terhadap fungsi tabungan (nilai simpan), fungsi dari pembayaran dimuka, dan fungsi dari unit perhitungan. Orang harus melepaskan diri dari uang dan aset keuangan akibat dari beban inflasi tersebut. Inflasi juga telah mengakibatkan terjadinya inflasi kembali, atau dengan kata lain ‘self feeding inflation’. 2. Melemahkan semangat menabung dan sikap terhadap menabung dari masyarakat (turunnya Marginal Propensity to Save). 50 3. Meningkatkan kecenderungan untuk berbelanja terutama untuk non-primer dan barang-barang mewah (naiknya Marginal Propensity to Consume). 4. Mengarahkan investasi pada hal-hal yang non-produktif yaitu penumpukan kekayaan (hoarding) seperti tanah, bangunan, logam mulia, mata uang asing dengan mengorbankan investasi ke arah produktif seperti pertanian, industrial, perdagangan, transportasi, dan lainnya. Selain itu, inflasi juga mengakibatkan masalah-masalah yang berhubungan dengan akuntansi seperti (Masri (1996) dalam Karim, 2006:139): 1. Apakah penilaian terhadap aset teap dan aset lancar dilakukan dengan metode biaya historis atau metode biaya aktual? 2. Pemeliharaan modal riil dengan melakukan isolasi keuntungan inflasioner. 3. Inflasi menyebabkan dibutuhkannya koreksi dan rekonsiliasi operasi (index) untuk mendapatkan kebutuhan perbandingan waktu dan tempat. Ekonom Islam Taqiuddin Ahmad ibn al-Maqrizi (1364 M – 1441 M), yang merupakan salah satu murid dari Ibn Khaldun, menggolongkan inflasi dalam dua golangan yaitu: 51 1. Natural Inflation. 2. Human Error Inflation (Maqrizi dalam Karim, 2006:140). 1. Natural Inflation Sesuai dengan namanya, inflasi jenis ini diakibatkan oleh sebabsebab alamiah, dimana orang tidak mempunyai kendali atasnya (dalam hal mencegah). Ibn al-Maqrizi mengatakan bahwa inflasi adalah inflasi yang diakibatkan oleh turunnya Penawaran Agregatif (AS) atau naiknya Permintaan Agregatif (AD). Jika memakai perangkat analisis konvensional yaitu persamaan identitas: MV = PT = Y dimana: M = jumlah uang beredar V = kecepatan peredaran uang P = tingkat harga T = jumlah barang dan jasa (kadang dipakai juga notasi Q) Y = tingkat pendapatan nasional (GDP) maka Natural Inflation dapat diartikan sebagai: a. Gangguan terhadap jumlah barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu perekonomian (T). Misalnya T turun sedangkan M dan V tetap, maka konsekuensinya P naik. 52 b. Naiknya daya beli masayarakat secara riil. Misalnya nilai ekspor lebih besar daripada nilai impor, sehingga secara netto terjadi impor uang yang mengakibatkan M turun sehingga jika V dan T tetap maka P naik. Lebih jauh, jika dianalisis dengan persamaan: AD = AS dan: AS = Y AD = C + I + G + (X – M) dimana: Y = pendapatan nasional C = konsumsi I = investasi G = pengeluaran pemerintah (X – M ) = net export maka: Y = C + I + G + (X – M) maka Natural Inflation akan dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya menjadi dua golongan yaitu sebagai berikut: a. Akibat uang yang masuk dari luar negeri terlalu banyak, dimana ekspor (X naik) sedangkan impor (M turun) sehingga net export nilainya sangat besar, maka 53 mengakibatkan naiknya Permintaan Agregatif (AD naik). Hal ini pernah terjadi semasa pemerintahan Khalifah Umar ibn Khattab r.a. Pada masa itu kafilah pedagang yang menjual barangya di luar negeri membeli barangbarang dari luar negeri lebih sedikit nilainya daripada nilai barang-barang yang mereka jual (positive net export). Adanya positive net export akan menjadikan keuntungan, keuntungan yang berupa kelebihan uang tersebut akan dibawa masuk ke Madinah sehingga pendapatan dan daya beli masyarakat akan naik (AD naik). Naiknya Permintaan Agregatif (AD naik), atau pada grafik dilukiskan sebagai kurva AD yang bergeser ke kanan, akan mengakibatkan naiknya tingkat harga secara keseluruhan (P naik). Apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar ibn Khattab r.a. untuk mengatasi permasalahan tersebut? Beliau melarang penduduk Madinah untuk membeli barang-barang atau komoditi selama 2 hari berturut-turut. Akibatnya adalah turunnya Permintaan Agregatif (AD turun) dalam perekonomian. Setelah pelarangan tersebut berakhir maka tingkat harga kembali menjadi normal. b. Akibat dari turunnya tingkat produksi (AS turun) karena terjadinya paceklik, perang, ataupun embargo dan boycott. 54 Hal ini pernah terjadi pula semasa pemerintahan Khalifah Umar ibn Khattab yaitu pada saat paceklik yang mengakibatkan kelangkaan gandum, atau dilukiskan pada grafik sebagai kurva AS yang bergeser ke kiri (AS turun), yang kemudian mengakibatkan naiknya tingkat hargaharga (P naik). Apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar ibn Khattab r.a. terhadap permasalahan ini? Beliau melakukan impor gandum dari Fustat-Mesir sehingga Penawaran Agregatif (AS) barang di pasar kembali naik (AS naik) yang kemudian berakibat pada turunnya tingkat harga-harga (P turun). 2. Human Error Inflation Selain dari penyebab-penyebab yang dimaksud pada Natural Inflation, maka inflasi-inflasi yang disebabkan oleh hal-hal lainnya dapat digolongkan sebagai inflasi yang diakibatkan oleh kesalahan dari manusia itu sendiri (sesuai dengan Q.S. Al-Rum [30] : 41). Human Error Inflation dapat dikelompokkan menurut penyebabpenyebabnya sebagai berikut: a. Korupsi dan administrasi yang buruk (Corruption and Bad Administration). b. Pajak yang berlebihan (Excessive Tax). c. Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang berlebihan (Excessive Seignorage). 55 c. Dampak Inflasi Inflasi atau kenaikan harga-harga yang tinggi dan terus menerus telah menimbulkan beberapa dampak buruk terhadap masyarakat dan perekonomian secara keseluruhan. Kenaikan harga atau inflasi memiliki dampak terhadap masyarakat dan perekonomian, yaitu sebagai berikut: 1. Dampak terhadap pendapatan (equity effect) Efek terhadap pendapatan adalah terjadinya pendapatan yang tidak merata. Ada yang dirugikan dan ada yang diuntungkan. 2. Dampak terhadap efisiensi (efficiency effect) Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Dengan adanya inflasi permintaan akan barang tertentu mengalami kenaikan yang lebih besar dari barang lain, yang kemudian produksi barang tersebut mengalami kenaikan. Kenaikan produksi barang ini pada gilirannya akan mengubah pola alokasi faktor produksi yang sudah ada. 3. Dampak terhadap output (output effect) Disaat laju inflasi sangat tinggi maka akan mengurangi output nasional. Karena dalam keadaan inflasi yang tinggi, nilai mata uang riil turun dengan drastis, masyarakat cenderung tidak suka memegang uang kas, transaksi mengarah kearah barter, yang biasanya diikuti dengan penurunan produksi barang. 56 6. Exchange Rate (ER) USD/IDR Menurut Fabozzi dan Francis (1996:724), nilai tukar rupiah adalah harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Nilai tukar Rupiah merupakan nilai dari satu mata Rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS, nilai tukar Rupiah terhadap Yen, dan lain sebagainya. Menurut Purnomo (2013), berdasarkan perkembangan sistem moneter internasional sejak berlakunya Bretton Woods System pada tahun 1944, pada umumnya penetapan kurs dikenal 3 sistem: a. Sistem Kurs Tetap atau Stabil (Fixed Exchange Rate System) Diciptakan berdasarkan perjanjian Bretton Woods pada tahun 1944. Penetapan sistem nilai mata uang tetap (fixed rate) sangat bergantung pada ketentuan yang diberlakukan oleh pemerintah atau bank sentral. Biasanya, sistem tetap diikuti dengan aturan penyesuaian (devaluasi) dari nilai mata uang. b. Sistem Kurs Mengambang atau Floating Exchange Rate (FER) Dalam hal ini nilai tukar suatu mata uang atau valas ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran pada bursa valas. c. Sistem Kurs Terkait (Pagged Exchange Rate System) Sistem nilai tukar ini dilakukan dengan mengaitkan nilai mata uang suatu negara dengan negara lain atau sejumlah mata uang tertentu. 57 Menurut Madura (2000), nilai tukar atau kurs adalah ukuran nilai dari suatu valuta dari prespektif valuta lain. Sejalan dengan berubahnya kondisi makroekonomi, nilai tukar juga dapat berubah secara substansional. Nilai tukar ekuilibrium akan berubah sepanjang waktu seiring dengan berubahnya permintaan dan penawaran. Faktor-faktor yang memengaruhi perubahan nilai tukar antara lain laju inflasi relatif, suku bunga relatif, tingkat pendapatan relatif, kontrol pemerintah, espektasi, sentimen pasar, dan interaksi antar faktor. Sistem nilai tukar dapat diklasifikasikan menurut seberapa jauh nilai tukar dapat dikendalikan oleh pemerintah yaitu: a. Tetap (fixed). b. Mengambang bebas (free floating exchange rate). c. Mengambang terkendali (managed float). d. Terpatok (paged). Saat ini Indonesia menganut nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate) sejak 14 Agustus 1997, dimana pergerakan nilai tukar Rupiah dipengaruhi oleh kekuatan permintaan dan penawarannya tanpa ditentakan batasan-batasan pergerakannya oleh pemerintah. Exchange Rate (nilai tukar uang) atau yang lebih populer dikenal dengan sebutan kurs mata uang adalah catatan (quotation) harga pasar dari mata uang asing (foreign currency) dalam harga mata uang domestik (domestic currency) atau resiprokalnya, yaitu harga mata uang domestik dalam mata uang asing (Greenwald (1982) dalam Karim, 2006:157). Nilai mata uang merepresentasikan tingkat harga pertukaran dari satu mata uang 58 ke mata uang yang lainnya dan digunakan dalam berbagai transaksi, antara lain transaksi perdagangan internasional, turisme, investasi internasional, ataupun aliran uang jangka pendek antar negara, yang melewati batas-batas geografis ataupun batas-batas hukum. Nilai tukar suatu mata uang dapat ditentukan oleh pemerintah (otoritas moneter) seperti pada Negara-negara yang memakai sistem fixed exchange rates ataupun ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan-kekuatan pasar yang saling berinteraksi (bank komersial – perusahaan multinasional – perusahaan multinasional – perusahaan manajemen aset – perusahaan asuransi – bank devisa – bank sentral) serta kebijakan pemerintah seperti pada negara-negara yang memakai rezim sistem ‘flexible exchange rates’. Nilai tukar uang dapat dicatat sebagai spot atau immediate delivery (penyerahan +/- 2 hari) ataupun juga dapat dicatat sebagai transaksi dimuka (forward transaction) dalam berbagai periode penyerahan. Perbedaan antara catatan spot dan forward dalam dua mata uang dalam periode waktu yang terkait. Karena setiap negara mempunyai hubungan dalam investasi dan perdagangan dengan beberapa negara lainnya, maka tidak ada satu nilai tukar yang dapat mengukur secara memadai daya beli (purchasing power) dari mata uang domestik atas mata uang asing secara umum. Konsep-konsep dari nilai tukar uang yang efektif telah dikembangkan untuk mengukur ratarata tertimbang (weighted average) harga dari mata uang asing dalam mata uang domestik. Begitu juga berbagai skema penimbangan (weighting) telah 59 diajukan, termasuk didalamnya timbangan (weight) impor untuk merefleksikan daya beli terhadap barang-barang impor, timbangan perdagangan bilateral untuk merefleksikan pentingnya hubungan perdagangan dengan negara asing tertentu, timbangan perdagangan global untuk merefleksikan pentingnya berbagai mata uang dalam perdagangan global (dunia), dan juga timbangan elastisitas porsi perdagangan untuk merefleksikan tingkatan yang berbeda dari daya saing (competitiveness) sebuah negara dengan negara-negara lainnya. 7. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Dalam rangka pelaksanaan pengendalian moneter Bank Indonesia menggunakan piranti moneter yang terdiri dari cadangan wajib minimum, tingkat bunga diskonto, dan operasi pasar terbuka. Dalam operasi pasar terbuka, Bank Indonesia melakukan transksi jual beli surat berharga termasuk didalamnya Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No.63/DSN-MUI/XII/2007 bahwa Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia berjangka waktu pendek berdasarkan prinsip syariah. Dalam penerbitan intrumen Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) menggunakan akad Ju’alah. Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No.62/DSNMUI/XII/2007, ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan tertentu (‘iwadh/ju’l) atas pencapaian hasil (natijah) yang berjanji akan memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil pekerjaan (natijah) yang ditentukan, 60 dimana tingkat imbalan disesuaikan dengan tingkat diskonto yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Keberadaan SBI sebagai instrumen kebijakan moneter memiliki tingkat keberhasilan yang signifikan. Akan tetapi SBI dengan sistem diskontonya tentu saja membuat bank syariah tidak dapat ikut serta dalam upaya pengendalian jumlah uang beredar tersebut. Untuk itu, kemudian Bank Indonesia menyiapkan instrumen lain berupa Sertifikat Wadiah Bank Indonesia. Akan tetapi, karakteristik dasarnya yang berprinsip wadiah rupanya kurang efektif. Maka dari itu, untuk meningkatkan efektifitas pengendalian moneter, maka Bank Indonesia menyiapkan sebuah instrumen yang bernama Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. SBIS tentu saja tidak menggunakan sistem diskonto. Akad yang dapat digunakan dalam SBIS adalah akad mudharabah (muqaradhah)/qiradh, musyarakah, ju’alah, wadi’ah, qardh, dan wakalah. Dari keenam akad diatas, yang saat ini telah digunakan hanyalah SBIS berdasarkan akad Ju’alah. Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan (reward/’iwadh/ju’l) tertentu atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Menurut Bank Indonesia (2013), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat berharga sebagai pengakuan utang Bank Indonesia yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah. Karakteristik SBIS saat ini adalah: 61 1. Menggunakan akad Ju’alah namun, berdasarkan Fatwa DSNMUI. SBI Syariah juga dapat diterbitkan dengan menggunakan akad mudharabah, musyarakah, wadi’ah, qardh, dan wakalah). 2. Bersatuan unit sebesar Rp. 1 juta. 3. Berjangka waktu paling kurang satu bulan dan paling lama 12 bulan. 4. Diterbitkan tanpa warkat (scripless). 5. Dapat digunakan kepada Bank Indonesia, dan 6. Tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder (non-negotiable). Seperti halnya SBI, SBIS adalah juga instrumen Bank Indonesia untuk operasi pasar terbuka, utamanya melalui mekanisme perbankan syariah. Mekanisme penerbitan SBIS adalah lewat cara lelang. Pihak yang dapat diikutsertakan dalam proses pelelangan SBIS adalah sebagai berikut: a. Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS) atau pialang yang bertindak untuk dan atas nama BUS atau UUS ; dan b. BUS atau UUS, baik sebagai peserta langsung maupun peserta tidak langsung, wajib memenuhi persyaratan Financing to Deposit Ratio (FDR) yang ditetapkan Bank Indonesia. Bank Indonesia memberikan imbalan terhadap SBIS yang diterbitkan. Sedangkan hasil dari transaksi lelang SBIS dapat dibatalkan dengan cara sebagai berikut: a. Hasil lelang SBIS dapat dibatalkan oleh Bank Indonesia. 62 b. Transaksi SBIS (setelmen lelang SBIS, setelmen first leg Repo SBIS, dan setelmen second leg Repo SBIS) dinyatakan batal apabila saldo rekening giro dan saldo rekening surat berharga BUS atau UUS di Bank Indonesia tidak mencukupi. Menurut Fatwa DSN-MUI No.63/DSN-MUI/XII/2007 akad pada SBIS yang digunakan saat ini adalah Ju’alah. Akad Ju’alah adalah janji atau komitmen untuk memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil yang ditentukan dari suatu hasil pekerjaan. Adapun rukun dan syarat syahnya Ju’alah adalah sebagai berikut: a. Sighat, hendaknya kalimat itu mengandung arti izin kepada yang akan bekerja juga tidak ditentukan waktunya. b. Ja’il, yaitu pihak yang berjanji akan memberikan imbalan tertentu dari hasil pencapaian atas suatu pekerjaan yang telah dijanjikan sebelumnya. c. Maj’ulah adalah orang yang melaksanakan akad Ju’alah. d. Ma’julaih adalah pekerjaan yang dilaksanakan. e. Upah. Syarat syahnya akad Ju’alah adalah sebagai berikut: a. Orang yang menjanjikan hadiah atau upah harus orang yang cakap untuk melakukan tindakan hukum, yaitu baliqh, berakal, dan cerdas. b. Objek Ju’alah harus berupa pekerjaan yang tidak dilarang oleh syariah. 63 c. Upah atau hadiah yang dijanjikan harus terdiri dari sesuatu yang berharga atau bernilai dan harus jelas juga nilainya. d. Ijab harus disampaikan dengan jelas oleh pihak yang menjanjikan upah walaupun tanpa ucapan qabul dari pihak yang melaksanakan pekerjaan. e. Pekerjaan yang mengharapkan hasilnya itu harus mengandung manfaat yang jelas dan boleh dimanfaatkan menurut hukum syar’i. Dalam SBIS Ju’alah, Bank Indonesia bertindak sebagai ja’il (pemberi pekerjaan) dan bank syariah bertindak sebagai maj’ullah (penerima pekerjaan) dan objek Ju’alah (mahall al-‘aqd) adalah partisipasi bank syariah untuk membantu tugas Bank Indonesia dalam pengendalian moneter melalui penyerapan likuiditas dari masyarakat dan menempatkannya di Bank Indonesia dalam jumlah dan jangka waktu tertentu. Dalam hal supaya akad ini menjadi sah, rukun, dan syarat Ju’alah pun harus dipenuhi. Menurut Fatwa DSN-MUI No.64/DSN-MUI/XII/2007 ketentuan akad SBIS Ju’alah adalah sebagai berikut: a. SBIS Ju’alah sebagai instrumen moneter boleh diterbitkan untuk pengendalian moneter dan pengelolaan likuiditas perbankan syariah. b. Dalam SBIS Ju’alah, Bank Indonesia bertindak sebagai ja’il (pemberi pekerjaan) ; bank syariah bertindak sebagai maj’ul lah (penerima pekerjaan) ; dan objek Ju’alah (mahall al-‘aqd) adalah partisipasi bank syariah untuk membantu tugas Bank Indonesia dalam pengendalian moneter melalui penyerapan likuiditas dari 64 masyarakat dan menempatkannya di Bank Indonesia dalam jumlah dan jangka waktu tertentu. c. Bank Indonesia dalam operasi moneternya melalui penertiban SBIS mengumumkan target penyerapan likuiditas kepada bank-bank syariah sebagai upaya pengendalian moneter dan menjanjikan imbalan (reward/’iwadh/ju’l) tertentu bagi yang turut berpartisipasi dalam pelaksanaannya. Adapun ketentuan hukum dari SBIS Ju’alah adalah sebagai berikut: a. Bank Indonesia wajib memberikan imbalan (reward/’iwadh/ju’l) yang telah dijanjikan kepada bank syariah yang telah membantu Bank Indonesia dalam upaya pengendalian moneter dengan menempatkan dana di Bank Indonesia dalam jangka waktu tertentu, melalui “pembelian” SBIS Ju’alah. b. Dana Bank Syariah yang ditempatkan di Bank Indonesia melalui SBIS adalah wadi’ah amanah khusus yang ditempatkan dalam rekening SBIS Ju’alah, yaitu titipan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan kesepakatan atau ketentuan Bank Indonesia, dan tidak dipergunakan oleh Bank Indonesia selaku penerima titipan, serta tidak boleh ditarik oleh bank syariah sebelum jatuh tempo. c. Dalam hal bank syariah selaku pihak penitip dana (mudi’) memerlukan likuiditas sebelum jatuh tempo, ia dapat me-repokan SBIS Ju’alahnya dan Bank Indonesia dapat mengenakan denda (gharamah) dalam jumlah tertentu sebagai ta’zir. 65 d. Bank Indonesia berkewajiban mengembalikan dana SBIS Ju’alah kepada pemegangnya pada saat jatuh tempo. e. Bank Syariah hanya boleh atau dapat menempatkan kelebihan likuiditasnya pada SBIS Ju’alah sepanjang belum dapat menyalurkannya ke sektor riil. f. SBIS Ju’alah merupakan instrumen moneter yang tidak dapat diperjualbelikan (non redeable) atau dipindahtangankan, dan bukan merupakan bagian dari portofolio investasi bank syariah. 8. BI Rate Menurut Keynes, dalam Wardane (2003), tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran akan uang (ditentukan dalam pasar uang). Perubahan tingkat suku bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi, misalnya pada surat berharga, dimana harga dapat naik atau turun tergantung pada tingkat bunga (bila tingkat bunga naik maka surat berharga turun dan sebaliknya), sehingga ada kemungkinan pemegang surat berharga akan menderita capital loss atau capital gain (Novianto : 11-12). Suku bunga dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Suku bunga nominal adalah suku bunga dalam nilai uang. Suku bunga ini merupakan nilai yang dapat dibaca secara umum. 66 2. Suku bunga riil adalah suku bunga yang telah mengalami koreksi akibat inflasi dan didefinisikan sebagai suku bunga nominal dikurangi laju inflasi. Suku bunga merupakan faktor penting dalam perekonomian suatu Negara karena suku bunga mampu mempengaruhi perekonomian secara umum. tingkat suku bunga mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap pasar modal (Erawati: 2002). Suku bunga SBI merupakan instrumen keuangan yang diterbitkan Bank Indonesia (BI) untuk mengontrol peredaran uang di masyarakat dengan menggunakan acuan suku bunga BI (Rismawati: 2010). Suku bunga BI merupakan tingkat suku bunga yang ditetapkan oleh BI sebagai patokan bagi suku bunga pinjaman maupun simpanan bagi bank dan atau lembaga-lembaga keuangan di seluruh Indonesia. Suku bunga merupakan salah satu variabel yang dapat mempengaruhi harga saham. Perubahan tingkat suku bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan seseorang untuk melakukan suatu investasi, karena secara umum perubahan suku bunga SBI dapat mempengaruhi suku bunga deposito dan suku bunga kredit di masyarakat (Amin: 2012). Jika Suku bunga deposito meningkat maka investor cenderung menanamkan modalnya dalam bentuk deposito karena dapat menghasilkan return yang besar dengan resiko yang lebih kecil dan sebaliknya. Dalam penelitian ini suku bunga SBI menggunakan data suku bunga SBI bulanan yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia (Sudarsana dan Candraningrat : 3292). 67 9. Harga Emas Dunia Sejak tahun 1968, harga emas yang dijadikan patokan seluruh dunia adalah harga emas berdasarkan standar pasar emas London (en.wikipedia.org). Sistem ini dinamakan London Gold Fixing. London Gold Fixing adalah prosedur dimana harga emas ditentukan dua kali sehari setiap hari kerja di pasar London oleh lima anggota Pasar London Gold Fixing Ltd (www.goldfixing.com). Kelima anggota tersebut adalah: a. Bank of Nova Scottia b. Barclays Capital c. Deutsche Bank d. HSBC e. Societe Generale Proses penentuan harga adalah melalui lelang diantara kelima member tersebut. Pada setiap awal tiap periode perdagangan, Presiden London Gold Fixing Ltd akan mengumumkan suatu harga tertentu. Kemudian kelima anggota tersebut akan mengabarkan harga tersebut kepada dealer. Dealer inilah yang berhubungan langsung dengan para pembeli sebenarnya dari emas yang diperdagangkan tersebut. Posisi akhir harga yang ditawarkan oleh setiap dealer kepada anggota Gold London Fixing merupakan posisi bersih dari hasil akumulasi permintaan dan penawaran klien mereka. Dari sinilah harga emas akan terbentuk. Apabila permintaan lebih banyak dari penawaran, secara otomatis harga akan naik, demikian pula sebaliknya. Penentuan harga yang pasti menunggu hingga tercapainya 68 titik keseimbangan. Ketika harga sudah pasti, maka Presiden akan mengakhiri rapat dan mengatakan “There are no flags, and we're fixed”. Proses penentuan harga emas dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pukul 10.30 (harga emas Gold A.M) dan pukul 15.00 (harga emas Gold P.M). Harga emas ditentukan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat, Poundsterling Inggris, dan Euro. Pada umumnya Gold P.M dianggap sebagai harga penutupan pada hari perdagangan dan sering digunakan sebagai patokan nilai kontrak emas di seluruh dunia (www.goldfixing.com). Emas merupakan salah satu bentuk investasi yang cenderung bebas resiko (Sunariyah, 2006). Emas banyak dipilih sebagai salah satu bentuk investasi karena nilainya cenderung stabil dan naik. Sangat jarang sekali harga emas turun. Dan lagi, emas adalah alat yang dapat digunakan untuk menangkal inflasi yang kerap terjadi setiap tahunnya. Ketika akan berinvestasi, Investor akan memilih investasi yang memiliki tingkat imbal balik tinggi dengan resiko tertentu atau tingkat imbal balik tertentu dengan resiko yang rendah. Investasi di pasar saham tentunya lebih berisiko daripada berinvestasi di emas, karena tingkat pengembaliannya yang secara umum relatif lebih tinggi dari emas (www.investopedia.com). Kenaikan harga emas akan mendorong Investor untuk memilih berinvestasi di emas daripada di pasar modal. Sebab dengan resiko yang relatif lebih rendah, emas dapat memberikan hasil imbal balik yang baik dengan kenaikan harganya (Adrienne Roberts FT Personal Finance, 69 October 27th 2001, p. 14). Ketika banyak Investor yang mengalihkan portofolionya investasi kedalam bentuk emas batangan, hal ini akan mengakibatkan turunnya indeks harga saham di Negara yang bersangkutan karena aksi jual yang dilakukan Investor. B. Keterkaitan Antara Variabel Bebas dengan Variabel Terikat 1. Hubungan Inflasi dengan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) Menurut Suta (2000), salah satu indikator makro ekonomi yang dapat mempengaruhi pasar modal adalah tingkat harga yang dapat diukur dengan inflasi. Besar kecilnya inflasi akan mempengaruhi pendapatan riil maupun suku bunga riil. Perubahan inflasi yang tidak terkendali cenderung membuat masyarakat ingin melindungi asetnya ke dalam investasi yang lebih aman seperti berinvestasi pada logam mulia seperti emas daripada berinvestasi pada saham. Namun, inflasi yang stabil dan terkendali (inertial inflation) cenderung memberikan rasa aman bagi investor dalam kegiatan investasi pada pasar modal. Inflasi adalah kecenderungan dari kenaikan harga-harga secara umum dan terus menerus. Menurut Nopirin, yang dimaksud dengan inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan harga ini diukur dengan menggunakan indeks harga. Sebaliknya, jika yang terjadi adalah penurunan nilai unit perhitungan moneter terhadap barang-barang atau komoditas dan jasa didefinisikan sebagai deflasi (deflation) (Karim, 2008:510). 70 Inflasi adalah salah satu variabel makro ekonomi yang dapat sekaligus menguntungkan dan merugikan sebuah perusahaan. Fahmi (2012) melihat bahwa investasi di negara berkembang (develop countries) dianggap oleh banyak pihak memiliki tingkat risiko lebih tinggi dibandingkan dengan di negara maju. Hal ini dikarenakan peningkatan inflasi akan meningkatkan biaya perusahaan. Jika peningkatan biaya produksi lebih tinggi dari peningkatan harga profitabilitas yang dapat perusahaan akan dinikmati turun. oleh Secara perusahaan, maka langsung, inflasi mengakibatkan turunnya profitabilitas dan daya beli uang. Secara tidak langsung inflasi mempengaruhi lewat perubahan tingkat bunga. Penurunan inflasi akan membuat perusahaan memperoleh profitabilitas lebih besar karena harga bahan baku menjadi lebih murah dengan asumsi harga penjualan tetap atau bahkan naik. Inflasi dapat menurunkan keuntungan suatu perusahaan sehingga sekuritas di pasar modal menjadi komoditi yang tidak menarik. Hal ini berarti inflasi memiliki hubungan yang negatif dengan harga saham dan pada akhirnya mempengaruhi pendapatan deviden saham (return). 2. Hubungan Exchange Rate (ER) USD/IDR dengan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) Menurut Suta (2000), fluktuasi nilai Rupiah terhadap mata uang asing akan mempengaruhi iklim investasi. Kurs yang terlalu tinggi akan melemahkan persaingan harga di luar negeri. Secara tidak langsung akan memengaruhi neraca perdagangan karena menurunnya nilai ekspor 71 dibandingkan dengan nilai impor. Buruknya neraca perdagangan akan mengurangi kepercayaan Investor terhadap perekonomian Indonesia. Bagi Investor asing akan cenderung melakukan penarikan modal sehingga terjadi capital outflow. Menurut Madura (2000), dampak nilai tukar yang melemah akan meningkatkan persaingan produk domestik di luar negeri. Menurut Fahmi dan Hadi (2011), terdapat hubungan saling mempengaruhi antara nilai tukar dan harga saham di pasar modal baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Secara jangka pendek menguatnya nilai Rupiah berdampak positif pada harga saham secara keseluruhan dan melemahnya nilai tukar berdampak negatif terhadap harga saham akibat ekspektasi Investor pada kondisi perekonomian yang lemah. Kebijakan pemerintah ketika nilai Rupiah terdepresiasi adalah dengan menaikan suku bunga yang ditujukan untuk menghindari masyarakat membeli valuta asing dan untuk menarik capital inflow agar Rupiah terapresiasi. Tapi dengan tingginya suku bunga dapat mengakibatkan turunnya present value dari future cash flow perusahaan sehingga mengakibatkan harga saham menjadi turun. 3. Hubungan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dengan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) Tujuan terbentuknya SBIS sebagai pengendali moneter tentu perubahan kebijakan yang dibuat oleh Bank Indonesia mampu mempengaruhi bank syariah ataupun pasar modal syariah. SBIS juga berfungsi sebagai salah satu instrumen untuk membantu dalam investasi bank syariah apabila terjadi 72 kelebihan dana (Overlikuiditas). Dalam penerbitan SBIS akad yang digunakan adalah ju’alah. Maka bank syariah yang menempatkan dana pada SBIS berhak mendapatkan upah (ujrah) atas jasa membantu pemeliharaan keseimbangan moneter Indonesia. Tingkat imbalan yang diberikan oleh Bank Indonesia mengacu pada SBI konvensional, sehingga tidak akan memicu kesenjangan profit yang diperoleh dari penempatan dana tersebut oleh bank syariah. Ketika imbalan yang diperoleh bank syariah dalam melakukan investasi SBIS itu besar tentu keuntungan akan diperoleh bank syariah, selanjutnya return yang dibagi hasilkan pada DPK (Dana Pihak Ketiga) yaitu para nasabah yang menabung, deposito juga akan tinggi. Hal tersebut mampu menarik Investor untuk beralih berinvestasi di bank syariah daripada instrumen investasi lainnya yaitu pasar modal syariah. Ketika minat Investor turun untuk berinvestasi dipasar modal syariah tentu hal itu akan memicu menurunnya indeks saham syariah (Suciningtias dan Khoiroh, 2015:403). 4. Hubungan BI Rate dengan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) Kenaikan tingkat suku bunga dapat meningkatkan beban perusahaan (emiten) yang lebih lanjut dapat menurunkan harga saham. Kenaikan ini juga potensial mendorong investor mengalihkan dananya ke pasar uang atau tabungan maupun deposito sehingga investasi di lantai bursa turun dan selanjutnya dapat menurunkan harga saham (Novianto : 15) 73 5. Hubungan Harga Emas Dunia dengan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) Kenaikan harga emas akan mendorong Investor untuk memilih berinvestasi di emas daripada di pasar modal. Sebab dengan resiko yang relatif lebih rendah, emas dapat memberikan hasil imbal balik yang baik dengan kenaikan harganya. Ketika banyak Investor yang mengalihkan portofolionya investasi kedalam bentuk emas batangan, hal ini mengakibatkan turunnya indeks harga saham di Negara yang bersangkutan karena aksi jual yang dilakukan Investor (Witcaksono, 2010 dalam Rusbariandi : 4). Namun, di Indonesia dengan penduduk mayoritas beragama muslim berinvestasi dalam bentuk emas mempunyai keyakinan dan ketertarikan tersendiri, apalagi bila didukung dengan kondisi perekonomian yang baik dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang meningkat. Tingkat permintaan emas tentunya akan mengalami peningkatan, yang kemudian berdampak pada meningkatnya harga emas. Peningkatan harga emas ini juga disinyalir akan meningkatkan laba bagi perusahaan tambang emas sehingga hal ini memotivasi para Investor untuk berinvestasi pada saham-saham perusahaan tambang emas. Kejadian ini akan memacu peningkatan harga saham perusahaan yang nantinya juga akan tercemin dalam indeks harga saham (Rusbariandi : 4-5). 74 C. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu akan diuraikan secara ringkas karena penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya. Meskipun ruang lingkup hampir sama, tetapi karena beberapa variabel, objek, periode waktu yang digunakan dan penentuan sampel berbeda maka terdapat banyak hal yang tidak sama, sehingga dapat dijadikan sebagai referensi untuk saling melengkapi. Berikut ringkasan beberapa penelitian: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No 1 Nama Peneliti Siti Aisiyah Sucinin gtias dan Rizki Khoiro h (Jurnal2015) Judul Penelitian Analisis Dampak Variabel Makroekonomi Terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) Metode Analisis Hasil Penelitian Analisis Regresi Linier Berganda Variabel Inflasi dan Nilai Tukar IDR/USD mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) selama periode Mei 2011 sampai Nopember 2014. Dimana semakin tinggi tingkat inflasi dan Nilai Tukar IDR/USD akan menurukan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) Variabel Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan Harga Minyak Dunia mempunyai pengaruh tidak signifikan terhadap Indek Saham Syariah Indonesia (ISSI) selama periode Mei 2011 sampai Nopember 2014. Dimana perubahan tingkat imbalan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) 75 2 Hadelin a Hafni (Skripsi -2015) Dampak Fluktuasi Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Exchange Rate dan Harga Emas Dunia Terhadap Jakarta Islamic Index Periode (Jan 2010 – Des 2014) Ordinary Least Square (OLS) dan perubahan harga minyak dunia tidak mampu mempengaruhi secara kuat pergerakan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel Inflasi memilki pengaruh positif secara signifikan dengan koefisien sebesar 0.161132 dan Prob. sebesar 0.0064, Sertifikat Bank Indonesia Syariah memilki pengaruh negatif secara signifikan dengan koefisien sebesar 0.363340 dan Prob. sebesar 0.0001, Exchange Rate memiliki pengaruh positif secara tidak signifikan dengan koefisien sebesar 0.732745 dan Prob. sebesar 0.2843 dan Harga Emas Dunia memilki pengaruh negatif secara signifikan dengan koefisien -0.026329 dan Prob. sebesar 0.0000. Secara simultan semua variabel independen (Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah, Exchange Rate dan Harga Emas Dunia) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Jakarta Islamic Index dengan F-Statistik sebesar 13.51905 dan Prob. sebesar 0.000000. Kemudian hasil regresi Adjusted R-Squared sebesar 0.463342 menunjukkan bahwa 76 3 4 5 variasi variabel dependen (Jakarta Islamic Index secara bersama-sama mampu dijelaskan oleh variabel-variabel independen (Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah, Exchange Rate, dan Harga Emas Dunia) sebesar 46.33%, sedangkan sisanya sebesar 53.67% dijelaskan oleh variasi lain yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini Muham Analisis Vector ISSI model jangka mad Variabel Autoregre pendek dipengaruhi oleh Nassir, Makroekonomi ssion Inflasi dan Jumlah Uang Fakriah Terhadap Indeks (VAR) Beredar (JUB) pada , dan Saham Syariah dan Vector tingkat kepercayaan 90%. Ayuwa Indonesia Error ISSI dipengaruhi Inflasi ndirah dengan Metode Corection di lag pertama secara (Jurnal- Pendekatan Model signifikanmempengaruhi 2016) Vector (VECM) Indonesia Stock Index Autoregression Syariah. ISSI juga dipengaruhi oleh lag JUB 2 Amalia Analisis Ordinary Hasil penelitian ini Adani Pengaruh Least menunjukkan bahwa ISSI (Skripsi Tingkat Suku Square dipengaruhi oleh Tingkat -2014) Bunga SBI, (OLS) Suku Bunga SBI, Jumlah Jumlah Uang Uang Beredar, dan Kurs Beredar, dan Rupiah secara simultan. Kurs Rupiah Namun secara parsial, Terhadap Indeks ISSI dipengaruhi secara Saham Syariah signifikan positif oleh Indonesia (ISSI) Tingkat Suku Bunga SBI dan Jumlah Uang Beredar, sedangkan Kurs Rupiah berpengaruh negatif terhadap ISSI Septian Analisis OLS Hasil penelitian a Prima Pengaruh (Ordinary menunjukkan bahwa Rusbari Tingkat Inflasi, Least parsial Tingkat Inflasi dan andi Harga Minyak Square) Kurs Rupiah berpengaruh (Skripsi Dunia, Harga negatif dan signifikan 77 -2012) 6 7 Emas Dunia, dan Kurs Rupiah Terhadap Jakarta Islamic Index di Bursa Efek Indonesia (Periode Jan 2005 – Mar 2012) Gilang Analisis Rizky Pengaruh Dewant Inflasi, Suku i Bunga, Jumlah (Skripsi Uang Beredar, -2012) Kurs Nilai Tukat Dollar Amerika/Rupiah dan Harga Emas Dunia Terhadap Jakarta Islamic Index di Bursa Efek Indonesia (Periode 20092012) Rahmat Analisis ika Pengaruh Istiqam Inflasi, Jumlah ah Uang Beredar, (Skripsi Sertifikat Bank -2016) Indonesia Syariah dan Harga Minyak Dunia terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) (Periode Mei 2011 – Mei 2016) terhadap JII. Harga Emas Dunia tidak berpengaruh signifikan terhadap JII. Sedangkan Harga Minyak Dunia mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap JII OLS (Ordinary Least Square) Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial Suku Bunga dan Nilai Tukar Dollar Amerika/Rupiah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Jakarta Islamic Index. Inflasi, Jumlah Uang Beredar dan Harga Emas Dunia tidak berpengaruh signifikan terhadap JII Analisis Regresi Linier Berganda Dari hasil uji hipotesis secara simultan (uji F) secara simultan bahwa Inflasi, Jumlah Uang Beredar, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan Harga Minyak Dunia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia dengan nilai signifikansi 0,000. Dan berdasarkan hasil uji hipotesis secara parsial (uji t) pada Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) menunjukkan bahwa variable Jumlah Uang Beredar dan Harga Minyak Dunia berpengaruh signifikan terhadap Indeks Saham 78 Syariah dan variabel Inflasi dan Sertifikat Bank Indonesia (SBIS) tidak berpengaruh terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia D. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian teori yang tertuang dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya merupakan gambaran sistematis dari kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari serangkaian masalah yang ditetapkan. Kerangka pemikiran dapat disajikan dalam bentuk bagan, deskripsi kualitatif, dan atau gabungan keduanya (Hamid, 2010:15). Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dideskripsikan sebagai berikut: 79 Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran INVESTASI Pasar Modal Syariah Makroekonomi Domestik: Inflasi, Exchange Rate, SBIS, BI Rate Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) Makroekonomi Global: Harga Emas Dunia Metode Analisis Regresi Linier Berganda E. Hipotesis Hipotesis merupakan dugaan sementara atas suatu hubungan, sebab akibat dari kinerja variabel yang perlu dibuktikan kebenarannya. Hipotesis dapat dibedakan dalam hipotesis deskriptif, hipotesis argumentatif, hipotesis kerja, dan hipotesis statistik, atau hipotesis nol. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesis statistik atau hipotesis nol yang bertujuan untuk memeriksa ketidakbenaran sebuah dalil atau teori selanjutnya akan ditolak melalui bukti-bukti yang sah (Hamid, 2010:16). 80 Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel Inflasi (X1) H0.1 : Inflasi tidak berpengaruh terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia. Ha.1 : Inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia. 2. Variabel Exchange Rate (ER) USD/IDR (X2) H0.2 : Exchange Rate tidak berpengaruh terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia. Ha.2 : Exchange Rate berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia. 3. Variabel Sertifikat Bank Indonesia Syariah (X3) H0.3: Sertifikat Bank Indonesia Syariah tidak berpengaruh terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia. Ha.3: Sertifikat Bank Indonesia Syariah berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia. 4. Variabel BI Rate (X4) H0.4 : BI Rate tidak berpengaruh terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia. Ha.4 : BI Rate berpengaruh terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia. 81 5. Variabel Harga Emas Dunia (X5) H0.5: Harga Emas Dunia tidak berpengaruh terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia. Ha.5 : Harga Emas Dunia berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia. 6. Variabel Inflasi (X1), Exchange Rate (X2), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (X3), BI Rate (X4), dan Harga Emas Dunia (X5) H0.6 : Inflasi, Exchange Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah, BI Rate, dan Harga Emas Dunia tidak berpengaruh secara simultan terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia. Ha.6 : Inflasi, Exchange Rate, Sertifikat Bank Indonesia Syariah, BI Rate, dan Harga Emas Dunia berpengaruh signifikan secara simultan terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia. 82 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah seluruh saham syariah yang terdaftar pada Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) pada periode waktu Juli 2012 – Juli 2016. Untuk jenis data yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder sendiri adalah data yang diperoleh secara tidak langsung kepada pihak (instansi) lain yang biasa digunakan untuk melakukan penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan data sekunder yang meliputi dua variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini. Kedua variabel tersebut adalah variabel dependen yang diwakili oleh Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) serta variabel independen yang diwakili oleh Inflasi, Kurs, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), BI Rate, dan Harga Emas Dunia. B. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data diperoleh dari data statistik dan data yang dipublikasikan secara umum. Data-data yang dikumpulkan adalah sebagai berikut: 83 1. Data statistik kapitalisasi ISSI pada periode Juli 2012 – Juli 2016 bersumber dari situs resmi Otoritas Jasa Keuangan www.ojk.go.id. 2. Data statistik Inflasi pada periode Juli 2012 – Juli 2016 bersumber dari situs resmi Bank Indonesia www.bi.go.id. 3. Data statistik Kurs pada periode Juli 2012 – Juli 2016 bersumber dari situs www.pusatdata.kontan.co.id. 4. Data statistik Sertifikat Bank Indonesia Syariah pada periode Juli 2012 – Juli 2016 bersumber dari situs resmi Otoritas Jasa Keuangan www.ojk.go.id. 5. Data statistik BI Rate pada periode Juli 2012 – Juli 2016 bersumber dari situs resmi Bank Indonesia www.bi.go.id. 6. Data statistik Harga Emas Dunia pada periode Juli 2012 – Juli 2016 bersumber dari situs www.kitco.com. C. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode data kuantitatif, yaitu dimana data yang digunakan dalam penelitian berbentuk angka. Dengan pendekatan kuantitatif diharapkan dapat menjelaskan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat yaitu bagaimana pengaruh Inflasi, Kurs, Sertifikat Bank Indonesia Syariah, BI Rate, dan Harga Emas Dunia terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Penelitian ini menggunakan metode Analisis Regresi Linier Berganda dengan menggunakan program komputer (software) SPSS versi 16 dan Micosoft Excel 2010. Berikut ini adalah metode yang digunakan dalam menganalisis data pada penelitian ini: 84 1. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah nilai residual yang telah distandarisasi pada model regresi berdistribusi normal atau tidak. Nilai residual dikatakan berdistribusi normal jika nilai residual terstandarisasi tersebut sebagian besar mendekati nilai rata-ratanya. Untuk mendeteksi apakah nilai residual terstandarisasi berdistribusi normal atau tidak, maka dapat digunakan metode analisis grafik dan metode statistik. Disamping itu, pengujian normalitas dengan analisis grafik dapat memberikan hasil yang subyektif. Artinya, antara orang yang satu dengan yang lain dapat berbeda dalam menginterpretasikannya, maka penulis menggunakan uji normalitas dengan KolmogorovSmirnov. Pengujian normalitas distribusi data populasi dilakukan denngan menggunakan nilai Asymp. Sig. (2-tailed). Kriteria yang digunakan yaitu H0 diterima apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > dari tingkat alpha yang telah ditetapkan (5%), karenanya dapat dinyatakan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Apabila data terdistribusi normal, maka data tersebut mamenuhi persyaratan untuk melakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t dan uji-F sehingga data tersebut dapat diuji untuk pengambilan keputusan penelitian (Sudarmanto, 2005). 85 Ada beberapa cara yang dapat dilakukan bila data tidak normal, diantaranya adalah: 1) Jika jumlah sampel besar, kita perlu menghilangkan nilai outliner dari data. Kita bisa membuang nilai-nilai yang ekstrem, baik atas atau bawah. Nilai ekstrem ini disebut outliners. Pertama kita perlu membuat grafik, dengan sumbu x sebagai frekuensi dan y sebagai semua nilai yang ada dalam data kita. Dari sini kita akan bisa melihat nilai mana yang sangat jauh dari kelompoknya. Nilai inilah yang kemudian perlu dibuang dari data kita, dengan asumsi nilai ini muncul akibat situasi yang tidak biasanya. 2) Melakukan transformasi data, Ada banyak cara untuk mentransform data kita, misalnya dengan mencari akar kuadrat dari data kita, dan lain-lain. 3) Menggunakan alat analisis non parametric, analisis ini disebut juga analisis yang distribution free. Sayangnya analisis ini seringkali mengubah data menjadi lebih rendah dari tingkatannya. Misal kalau sebelum data kita termasuk data interval dengan analisis ini akan diubah menjadi data ordinal. b. Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang terbentuk adanya korelasi antar variabel 86 independen dan bila terjadi korelasi berarti terjadinya problem multikolinieritas. Model regresi dikatakan baik bila tidak terjadi korelasi antar variabel independen. Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinieritas adalah nilai Tolerance > 0,10 atau sama dengan VIF < 10 dan nilai korelasi antar variabel independen < 0,5 maka model dinyatakan tidak terdapat gejala multikolinieritas (Oramahi, 2007). Jika model mengandung multikolinieritas yang serius yakni korelasi yang tinggi antar veriabel independen, maka ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menyembuhkannya: 1. Menghilangkan Variabel Independen Salah satu metode sederhana yang bisa dilakukan adalah dengan menghilangkan salah satu variabel independen yang mempunyai hubungan linier kuat. Namun menghilangkan variabel independen di dalam suatu model akan menimbulkan bias spesifikasi model regresi. 2. Transformasi Variabel Transformasi variabel dapat dilakukan dengan cara melakukan transformasi kedalam bentuk diferensi pertama (first difference). Bentuk diferensiasi pertama ini akan mengurangi masalah multikolinieritas. Transformasi variabel ini akan tetap menimbulkan masalah berkaitan dengan masalah variabel gangguan. Kesalahan pengganggu 87 Vt mungkin tidak memenuhi salah satu asumsi daripada model regresi linier klasik yang mengatakan bahwa kesalahan pengganggu tidak berkorelasi antara yang satu dengan lainnya, akan tetapi kemungkinan besar berkorelasi serial (serially correlated). 3. Penambahan Data Masalah multikolinieritas pada dasarnya merupakan persoalan sampel. Oleh karena itu, masalah multikolinieritas seringkali bisa diatasi jika kita menambah jumlah data. Ketika kita menambah jumlah data karena ada masalah multikolinieritas antara X1 dan X2 maka akan menyebabkan varians dari β1 akan mengalami penurunan. Jika varian mengalami penurunan maka otomatis standard error juga akan mengalami penurunan. Dengan kata lain, jika multikolinieritas menyebabkan variabel independen tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen melalui uji-t, maka dengan penambahan jumlah data maka sekarang variabel independen menjadi signifikan mempengaruhi variabel dependen (Widarjono, 2012). c. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah variasi residual absolut sama atau tidak sama untuk semua pengamatan. Gejala heteroskedastisitas ditunjukkan oleh koefisien 88 regresi dari masing-masing variabel bebas terhadap nilai absolut residualnya. Jika nilai probabilitas lebih besar dari nilai alpha (Sig. > α), maka dapat dipastikan model tidak mengandung gejala heteroskedastisitas (Sudarmanto, 2005). Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas, yaitu melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Dasar analisis: (1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heterokedastisitas; (2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas (Ghozali, 2012). Ada beberapa cara mengatasi gejala heterokedastisitas. Salah satunya menurut J. Supranto (1983), jika varian heteroskedastik diketahui, maka cara yang paling mudah untuk memecahkan masalah heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil tertimbang. Dimana timbangannya untuk mengurangi pengaruh dari nilai observasi yang ekstrim. Namun dalam prakteknya varian heteroskedastik jarang diketahui sehingga kita harus membuat berbagai asumsi tentang varian heteroskedastik tersebut dan kemudian kita membuat transformasi terhadap data yang akan dipergunakan didalam model dengan maksud agar data 89 yang sudah dirubah bentuknya itu mempunyai kesalahan pengganggu dengan varian yang tetap dan tercapai keadaan yang homoskedastis. Beberapa alternatif solusi jika model menyalahi asumsi heteroskedastisitas adalah dengan mentransformasikan ke dalam bentuk logaritma, yang hanya dapat dilakukan jika semua data bernilai positif. Atau dapat juga dilakukan dengan membagi semua variabel dengan variabel yang mengalami gangguan heteroskedastisitas. d. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dimaksudkan untuk menguji model linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode-t dengan kesalahan pada periode-t sebelumnya (Oramahi, 2007). Adanya autokorelasi dapat mengakibatkan penaksir mempunyai varians tidak minimum dan uji-t tidak dapat digunakan, karena akan memberikan kesimpulan yang salah. Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada tidaknya masalah autokorelasi, yaitu menggunakan metode Durbin-Watson dan metode Run Test sebagai salah satu uji statistik non parametrik. Uji Durbin-Watson (Uji D-W) merupakan uji yang sangat populer untuk menguji ada tidaknya masalah autokorelasi dari model empiris yang diestimasi (Sudarmanto, 2005). 90 Tabel 3.1 Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson DW Kesimpulan < D1 Ada Autokorelasi (+) dL s.d Du Tanpa Kesimpulan dU s.d 4 – dU Tidak Ada Autokorelasi 4 – dU s.d 4 – dL Tanpa Kesimpulan > 4 – dL Ada Autokorelasi (-) Menurut Oramahi (2007), untuk mendeteksi terjadi autokorelasi atau tidak dapat dilihat melalui nilai Durbin-Watson (D-W) yang bisa dijadikan patokan untuk mengambil keputusan adalah: 1) Bila nilai D-W < -2, berarti ada autokorelasi positif. 2) Bila nilai D-W diantara -2 sampai dengan +2, berarti tidak terjadi autokorelasi. 3) Bila nilai D-W + 2, berarti ada autokorelasi negatif. Jika ada masalah autokorelasi, maka model regresi yang seharusnya signifikan (lihat angka F dan signifikansinya), menjadi tidak layak untuk dipakai. Autokorelasi dapat diatasi dengan berbagai cara antara lain dengan melakukan transformasi data dan menambah data observasi. 91 Menurut Imam Ghozali (2012) dalam Fitria Saraswati (2013), jika pada model regresi terjadi autokorelasi, maka ada beberapa opsi penyelesaiannya antara lain: 1) Tentukan apakah autokorelasi yang terjadi merupakan pure autocorrelation dan bukan karena kesalahan spesifikasi model regresi. Pola residual dapat terjadi karena adanya kesalahan spesifikasi model yaitu ada variabel penting yang tidak dimasukkan kedalam model atau dapat juga karena bentuk fungsi persamaan regresi tidak benar. 2) Jika yang terjadi adalah pure autocorrelation, maka solusi autokorelasi adalah dengan mentranformasi model awal menjadi model difference. Misalkan model regresi dengan dua variabel sebagai berikut: Yt = β1 + β2Xt + μt Dan diasumsikan bahwa error mengikuti autoregressiveAR(1) sebagai berikut: μt = ρμt – 1 + €t -1 < ρ < 1 Nilai ρ diestimasi berdasarkan Durbin-Watson d statistik dengan rumus sebagai berikut: ρ = 1 – d/2 Keterangan: d = durbin-watson 92 Pada kasus dengan jumlah sampel kecil, Theil dan Nagar mengajukan rumus untuk menghitung ρ sebagai berikut: ρ = n2(1 – d/2) + k2 n2 – k2 Keterangan: n = jumlah observasi k = jumlah variabel bebas 2. Uji Hipotesis a. Uji-F Nilai F hitung digunakan untuk menguji ketepatan model (goodness of fit). Uji-F ini juga sering disebut sebagai uji simultan, untuk menguji apakah variabel bebas yang digunakan dalam model mampu menjelaskan perubahan nilai variabel terikat atau tidak. Adapun cara pengujian dalam uji F ini, yaitu dengan menggunakan suatu tabel yang disebut dengan Tabel ANOVA (Analysis of Variance) dengan melihat nilai signifikasi (Sig. < 0,05 atau 5 %). Jika nilai signifikasi > 0.05 maka H1 ditolak, sebaliknya jika nilai signifikasi < 0.05 maka H1 diterima. b. Uji-t Uji-t merupakan uji signifikansi yang digunakan untuk mengukur keberartian koefisien regresi variabel independen satu per satu. Uji-t dugunakan untuk menguji Apakah variabel independen tersebut memiliki pengaruh yang berarti terhadap 93 variabel dependennya atau tidak. Uji-t digunakan untuk menentukan pengujian hipotesis uji-t. Apabila harga koefisien-t yang digunakan sebagai ukuran, maka nilai koefisien tersebut harus dibandingkan dengan nilai t-tabel untuk tingkat alpha yang telah ditetapkan dengan dk yang sesuai. Kriteria yang digunakan yaitu menolak H0 dan menerima Ha apabila t-hitung > t-tabel, serta menerima H0 dan menolak Ha apabila t-hitung < t-tabel (Sudarmanto, 2005). c. Uji Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi merupakan besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Semakin tinggi koefisien determinasi, semakin tinggi kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variasi perubahan pada variabel terikatnya (Suliyanto, 2011). Nilai koefisien determinasi adalah diantara nol dan satu. Bila nilai koefisien determinasi sama dengan 0 (R2 = 0), artinya variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali. Sementara bila nilai koefisien determinasi sama dengan 1 (R2 = 1), artinya variasi Y secara keseluruhan dapat diterangkan oleh X. 3. Analisis Regresi Linier Berganda Menurut Umi Narimawati (2008), analisis regresi linier berganda adalah suatu analisis asosiasi yang digunakan secara bersamaan untuk meneliti pengaruh dua atau lebih variabel bebas terhadap satu variabel tergantung dengan skala interval. Metode analisis data yang digunakan adalah model regresi berganda, yaitu regresi yang digunakan untuk 94 mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Pengaruh regresi linier berganda dapat dituliskan sebagai berikut: Y = α +β1X1+ β2X2+ β3X3+ β4X4 + β5X5 Keterangan: Y = LN ISSI X1 = Inflasi X2 = LN Kurs X3 = LN SBIS X4 = BI Rate X5 = Harga Emas Dunia D. Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel Terikat (Dependent Variable) Indeks harga saham merupakan ringkasan pengaruh simultan dan kompleks dari berbagai macam variabel yang berpengaruh terutama kejadian-kejadian ekonomi. Dengan kata lain indeks harga saham dapat dijadikan sebagai barometer ekonomi suatu Negara dan sebagai dasar melakukan analisis statistik atas kondisi pasar terakhir. Di Indonesia terdapat dua indeks saham syariah, yaitu Jakarta Islamic Index (JII) dan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Dalam penelitian ini indeks saham syariah yang digunakan adalah ISSI. ISSI merupakan indeks yang telah diluncurkan oleh BEI pada tanggal 12 Mei 2011 dimana konstituen ISSI adalah seluruh saham yang tergabung dalam Daftar Efek Syariah dan 95 tercatat di BEI. Hingga saat ini jumlah konstituen ISSI adalah lebih dari 200 saham. Tujuan pembentukan ISSI adalah untuk meningkatkan kepercayaan Investor dalam melakukan investasi pada saham berbasis syariah dan memberikan manfaat bagi pemodal dalam menjalankan syariah Islam untuk melakukan investasi di bursa efek (Pasaribu dan Firdaus, 2013:119). 2. Variabel Bebas (Independent Variable) Berikut ini adalah variabel-variabel independen yang digunakan dalam penelitian, yaitu: a. Inflasi (X1) Inflasi merupakan variabel bebas pertama. Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum secara terus-menerus. Akibat dari inflasi secara umum adalah menurunnya daya beli masyarakat karena secara riil tingkat pendapatan juga menurun. Indikator inflasi yang digunakan adalah Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia. IHK merupakan pengukur perkembangan daya beli Rupiah yang dibelanjakan untuk membeli barang dan jasa dari bulan ke bulan. b. Exchange Rate (ER) USD/IDR (X2) Kurs valuta asing atau kurs mata uang asing menunjukan harga atau nilai mata uang suatu Negara dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain. Kurs valuta asing dapat juga didefinisikan sebagai jumlah uang domestic yang dibutuhkan, yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing (Sukirno, 2011:397). 96 Menurut Karim (2007:157), nilai tukar uang mempresentasikan tingkat harga pertukaran dari satu mata uang ke mata uang lainnya dan digunakan dalam berbagai transaksi, antara lain transaksi perdagangan internasional, turisme, investasi internasional, ataupun aliran uang jangka pendek antar negara, yang melewati batas-batas geografis ataupun batas-batas hukum. Kurs yang digunakan adalah kurs tengah rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. c. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) (X3) Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia yang diterbitkan Bank Indonesia yang dibuat dalam rangka pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah dan merupakan salah satu upaya untuk mengatasi bila terjadi kelebihan likuiditas pada bank syariah (Arifin, 2009:198). d. BI Rate (X4) Menurut Keynes, dalam Wardane (2003), tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran akan uang (ditentukan dalam pasar uang). Perubahan tingkat suku bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi, misalnya pada surat berharga, dimana harga dapat naik atau turun tergantung pada tingkat bunga (bila tingkat bunga naik maka surat berharga turun dan sebaliknya), sehingga ada kemungkinan pemegang surat 97 berharga akan menderita capital loss atau capital gain (Novianto :11-12). Suku bunga dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Suku bunga nominal adalah suku bunga dalam nilai uang. Suku bunga ini merupakan nilai yang dapat dibaca secara umum. 2. Suku bunga riil adalah suku bunga yang telah mengalami koreksi akibat inflasi dan didefinisikan sebagai suku bunga nominal dikurangi laju inflasi. e. Harga Emas Dunia (X4) Emas adalah logam mulia padat, lembut, mengkilat, dan salah satu logam yang paling lentur diantara logam lainnya. Dibandingkan dengan jenis logam lainnya emas memiliki beberapa kelebihan, seperti pendapat Jack Weatherford “Dimanapun orang ingin menyentuhnya, mengenakannya, bermain-main dengannya dan juga memiliknya, karena berbeda dengan tembaga yang berubah menjadi hijau, besi yang mudah berkarat dan perak yang memudar, emas murni tetaplah murni dan tidak berubah”. Sifat-sifat alamiah inilah yang menyebabkan nilai atau harga emas menjadi amat bernilai (Dipraja, 2011:7). 98 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Perkembangan Indeks Saham Syariah Indonesia Dewasa ini perkembangan ekonomi syariah telah tumbuh dan berkembang pesat pada perekonomian Indonesia, baik dikalangan akademisi maupun praktisi. Hal ini juga berimplikasi pada berkembangnya pasar modal syariah yang merupakan bagian dari industri keuangan syariah. Salah satu indeks pasar modal berbasis syariah yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) yang diterbitkan oleh Bapepam-LK sebagai regulator yang berwenang dan bekerjasama dengan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) pada 12 Mei 2011 (Pasaribu dan Firdaus, 2013:118). Konstituen ISSI adalah seluruh saham yang tergabung dalam Daftar Efek Syariah (DES) dan tercatat di BEI dimana saat ini jumlah konstituen ISSI sudah lebih dari 200 saham. ISSI digunakan sebagai sarana untuk memudahkan dan menarik Investor muslim dalam pemilihan investasi di pasar modal yang seringkali diragukan kehalalannya, meskipun tidak semua Investor saham syariah adalah mereka yang beragama Islam. Secara singkat, pasar modal syariah menggunakan prinsip, prosedur, asumsi, instrumen, dan aplikasi yang bersumber pada nilai Islam yaitu Al-Quran dan As-Sunnah yang kemudian disajikan dalam bentuk Fatwa DSN-MUI terkait pasar modal syariah. Berdasarkan Fatwa tersebut kemudian diaplikasikan oleh 99 lembaga pengawas yaitu Bapepam-LK serta pelaksana yaitu Bursa Efek Indonesia, emiten, dan Investor (Pasaribu dan Firdaus, 2013:118). Dalam menjalankan peranannya, pasar modal memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Dalam fungsi ekonomi pasar modal menyediakan fasilitas untuk mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana (Investor) dan pihak yang memerlukan dana (emiten). Dengan adanya pasar modal, pihak yang memiliki kelebihan dana dapat menginvestasikan dana tersebut dengan harapan memperoleh imbalan, sedangkan emiten dapat memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan operasional perusahaan. Dalam fungsi keuangan, pasar modal memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan bagi Investor, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih. Pasar modal diharapkan mampu meningkatkan aktivitas perekonomian, karena pasar modal merupakan alternative pendanaan jangka panjang bagi perusahaan. Sehingga perusahaan dapat beroperasi dengan skala yang lebih besar dan pada gilirannya akan meningkatkan laba perusahaan dan kemakmuran masyarakat luas (Pasaribu dan Firdaus, 2013:118). Keberadaan pasar modal di Indonesia merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan perekonomian nasional, terbukti telah banyak industry dan perusahaan yang menggunakan institusi ini sebagai media untuk menyerap dana investasi serta sebagai media untuk memperkuat posisi keuangannya (Pasaribu dan Firdaus, 2013:118). 100 Gambar 4.1 Perkembangan ISSI Periode Juli 2012 – Juli 2016 ISSI 3.500.000,00 3.000.000,00 2.500.000,00 2.000.000,00 1.500.000,00 ISSI 1.000.000,00 500.000,00 Jul-16 Mar-16 Nov-15 Jul-15 Mar-15 Nov-14 Jul-14 Mar-14 Nov-13 Jul-13 Mar-13 Nov-12 Jul-12 - Sumber : www.ojk.go.id, data diolah Gambar diatas merupakan perkembangan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) periode Juli 2012 – Juli 2016. Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa ISSI hampir selalu mengalami pertumbuhan pada setiap periodenya walaupun ada beberapa penurunan, namun penurunan ini tidak terlalu signifikan dan kemudian mengalami kenaikan kembali di periode selanjutnya. Meskipun ISSI ini baru saja dibentuk namun perkembangannya menunjukkan trend yang sangat positif. Pertumbuhan ISSI yang selalu terjadi setiap periodenya ini tidak terlepas karena pertumbuhan pangsa pasar syariah yang telah tumbuh dan berkembang di Indonesia beberapa tahun belakangan ini. Pertumbuhan pangsa pasar syariah yang berawal dari sektor 101 perbankan yang kemudian merambah ke asuransi dan kini eranya telah masuk pada pasar modal. Inilah yang dijadikan kesempatan oleh beberapa perusahaan atau emiten untuk mengeluarkan indeks syariah agar dapat menarik minat para masyarakat penanam modal yang ingin berinvestasi pada indeks syariah. 2. Perkembangan Inflasi Inflasi merupakan kenaikan dalam tingkat harga barang dan jasa secara umum selama periode waktu tertentu. Tingkat inflasi dapat diestimasikan dengan mengukur tingkat presentase perubahan dalam indeks harga konsumen yang mengindikasikan harga dari sejumlah besar produk konsumen seperti produk kebutuhan sehari-hari, peumahan, bahan bakar, layanan kesehatan, dan listrik (Madura, 2007:128). Berikut ini disajikan gambar perkembangan Inflasi di Indonesia pada periode Juli 2012 – Juli 2016: 102 Gambar 4.2 Perkembangan Infasi Periode Juli 2012 – Juli 2016 Inflasi 10,00 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 - Inflasi Sumber : www.bi.go.id, data diolah Pada Gambar 4.2 diatas menunjukkan bahwa perkembangan inflasi mengalami fluktuatif setiap tahunnya. Tingkat inflasi tertinggi terjadi pada bulan Juli tahun 2013 sebesar 8,61 %, kemudian mengalami penurunan yang tajam pada bulan Juli tahun 2014 sebesar 4,53 %. Pada akhir tahun 2014 inflasi kembali mengalami kenaikan sampai dengan pertengahan tahun 2015 sebesar 7,26 %, kemudian mengalami penurunan yang tajam pada pertengahan tahun 2016 sebesar 3,21 %. 3. Perkembangan Exchange Rate (ER) USD/IDR Kurs Rupiah adalah nilai tukar Rupiah terhadap uang dari Negara lain, yaitu banyaknya Rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing. Misalnya kurs yang menunjukkan bahwa US$ 1.00 sama 103 dengan Rp. 8.400, berarti untuk memperoleh satu Dolar Amerika Serikat dibutuhkan 8.400 Rupiah Indonesia (Sukirno, 2011:397). Menurut Subalno (2010:25), nilai tukar rupiah adalah harga rupiah terhadap mata uang Negara lain. Jadi, nilai tukar Rupiah merupakan nilai dari satu mata Rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang Negara lain. Misalnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS, nilai tukar Rupiah terhadap Yen, dan lain sebagainya. Dalam transaksi valuta asing dibedakan menjadi dua jenis kurs yaitu kurs spot (spot rate) dan kurs berjangka (forward rate). Dari kedua jenis transaksi tersebut, transaksi valuta asing yang paling dikenal transaksi seketika (on the spot). Transaksi spot yang lazirn digunakan dalam melakukan pembayaran dan penerimaan valuta asing adalah dalam jangka waktu dua hari kerja setelah disepakatinya transaksi tersebut. Sedangkan transaksi berjangka (forward transaction) merupakan kesepakatan yang dicapai pada hari ini namun baru berlaku beberapa waktu kemudian (misalnya 3 bulan). Dalarn penelitian ini kurs yang dipakai adalah kurs spot (spot rate). Berikut ini adalah tabel perkembangan Exchange Rate (Kurs) periode Juli 2012 – Juli 2016: 104 Tabel 4.1 Perkembangan Kurs Periode 2012 – 2016 Rupiah Tahun 2012 2013 2014 2015 Januari 9.698 12.226 12.625 Februari 9.667 11.634 12.863 Maret 9.719 11.404 13.084 April 9.722 11.532 12.937 Mei 9.802 11.611 13.211 Juni 9.929 11.969 13.332 Juli 9.485 10.278 11.591 13.481 Agustus 9.560 10.924 11.717 14.027 September 9.588 11.613 12.212 14.657 Oktober 9.615 11.234 12.082 13.639 November 9.605 11.977 12.196 13.840 Desember 9.670 12.189 12.440 13.795 Sumber : www.pusatdata.kontan.co.id, data diolah Bulan 2016 13.846 13.395 13.276 13.204 13.615 13.180 13.094 Pada Tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa nilai kurs tertinggi pada tahun 2012 terjadi pada bulan Desember sebesar 9.670 Rupiah dan terendah pada bulan Juli sebesar 9,485 Rupiah. Pada tahun 2013 kurs tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 12.189 Rupiah dan terendah pada bulan Februari sebesar 9.667 Rupiah. Pada tahun 2014 kurs tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 12.440 Rupiah dan terendah pada bulan Maret sebesar 11.404 Rupiah. Pada tahun 2015 kurs tertinggi terjadi pada bulan September sebesar 14.657 Rupiah dan terendah pada bulan Januari sebesar 12.626 Rupiah. Pada tahun 2016 kurs tertinggi pada bulan Januari sebesar 13.846 Rupiah dan terendah pada bulan Juli 13.094 Rupiah. Sedangkan selama periode penelitian ini kurs tertinggi terjadi pada bulan September 105 2015 sebesar 14.657 Rupiah dan terendah pada bulan Juli 2012 sebesar 9.485 Rupiah. 4. Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 63/DSN-MUI/XII/2007 bahwa Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia berjangka waktu pendek berdasarkan prinsip syariah. Dalam penerbitan intrumen Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) menggunakan akad ju’alah. Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 62/DSN-MUI/XII/2007, ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan tertentu (‘iwadh/ju’l) atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Ja’il adalah pihak yang berjanji akan memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil pekerjaan (natijah) yang ditentukan. Dimana tingkat imbalan disesuaikan dengan tingkat diskonto yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Menurut Bank Indonesia (www.bi.go.id), SBIS diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu instrumen operasi pasar terbuka dalam rangka pengendalian moneter yang dilakukan berdasarkan prinsip Syariah. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) bagi bank syariah dijadikan sebagai alat instrumen investasi, sebagaimana Sertifikat Bank Indonesia (SBI) di bank konvensional (Ardana, 2016:121). Berikut ini adalah tabel perkembangan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) periode Juli 2012 – Juli 2016: 106 Tabel 4.2 Perkembangan SBIS Triliun Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Tahun 2012 2013 2014 2015 4.709 5.253 8.050 5.103 5.331 9.040 5.611 5.843 8.810 5.343 6.234 9.130 5.423 6.680 8.858 5.443 6.782 8.858 3.036 4.640 5.880 8.163 2.918 4.299 6.514 8.585 3.412 4.523 6.450 7.720 3.321 5.213 6.680 7.192 3.242 5.107 6.530 6.495 4.993 6.699 8.130 6.280 Sumber : www.ojk.go.id, data diolah 2016 6.275 7.188 6.994 7.683 7.225 7.470 8.130 Pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai SBIS tertinggi pada tahun 2012 terjadi pada bulan Desember sebesar 4.993 dan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 2.918. Pada tahun 2013 nilai SBIS tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 6.699 dan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 4.299. Pada tahun 2014 nilai SBIS tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 8.130 dan terendah terjadi pada bulan Januari sebesar 5.253. Pada tahun 2015 nilai SBIS tertinggi terjadi pada bulan April sebesar 9.130 dan terendah terjadi pada bulan Desember sebesar 6.280. Pada tahun 2016 nilai SBIS tertinggi terjadi pada bulan Juli sebesar 8.130 dan terendah terjadi pada bulan Januari sebesar 6.275. Sedangkan selama periode penelitian, nilai SBIS tertinggi terjadi pada bulan April tahun 2015 sebesar 107 9.130 dan nilai terendah terjadi pada bulan Agustus tahun 2012 sebesar 2.918. 5. Perkembangan BI Rate Suku bunga merupakan faktor penting dalam perekonomian suatu negara karena suku bunga mampu mempengaruhi perekonomian secara umum. tingkat suku bunga mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap pasar modal (Erawati, 2002). Suku bunga SBI merupakan instrumen keuangan yang diterbitkan Bank Indonesia (BI) untuk mengontrol peredaran uang di masyarakat dengan menggunakan acuan suku bunga BI (Rismawati, 2010). Suku bunga BI merupakan tingkat suku bunga yang ditetapkan oleh BI sebagai patokan bagi suku bunga pinjaman maupun simpanan bagi bank dan atau lembaga-lembaga keuangan di seluruh Indonesia. Suku bunga merupakan salah satu variabel yang dapat mempengaruhi harga saham. Perubahan tingkat suku bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan seseorang untuk melakukan suatu investasi, karena secara umum perubahan suku bunga SBI dapat mempengaruhi suku bunga deposito dan suku bunga kredit di masyarakat (Amin, 2012). Jika suku bunga deposito meningkat maka Investor cenderung menanamkan modalnya dalam bentuk deposito karena dapat menghasilkan return yang besar dengan resiko yang lebih kecil dan sebaliknya. Dalam penelitian ini suku bunga SBI menggunakan data suku bunga SBI bulanan yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia (Sudarsana dan Candraningrat : 3292). 108 Tabel 4.3 Perkembangan BI Rate Periode Juli 2012 – Juli 2016 Persen% Tahun 2012 2013 2014 2015 Januari 5,75 7,5 7,75 Februari 5,75 7,5 7,5 Maret 5,75 7,5 7,5 April 5,75 7,5 7,5 Mei 5,75 7,5 7,5 Juni 6 7,5 7,5 Juli 5,75 6,5 7,5 7,5 Agustus 5,75 7 7,5 7,5 September 5,75 7,25 7,5 7,5 Oktober 5,75 7,25 7,5 7,5 November 5,75 7,5 7,75 7,5 Desember 5,75 7,5 7,75 7,5 Sumber : www.bi.go.id, data diolah Bulan 2016 7,25 7 6,75 6,75 6,75 6,5 6,5 Berdasarkan Tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa suku bunga tertinggi terjadi pada bulan November dan Desember tahun 2014 sebesar 7,75 % dan suku bunga terendah terjadi pada bulan Juli 2012 sampai bulan Mei 2013 sebesar 5,75 %. 6. Perkembangan Harga Emas Dunia Emas mempunyai standar nilai internasional yang mudah dipantau, emas sangat liquid (mudah diuangkan). Emas sebagai salah satu bentuk investasi yang tidak terpengaruh oleh inflasi dan aman terhadap depresiasi nilai tukar. Emas di dunia berasal dari dalam bumi berupa bongkahan campuran batu dan emas, yang harus melalui proses pemurnian atau refinery 109 untuk dijadikan emas murni 24 karat atau 99,9 %. Emas murni 24 K umumnya berwujud dalam bentuk batangan (gold bar), koin emas dan perhiasan (Susilo, 2011 dalam Rusbariandi : 7). Harga emas di negara manapun mengikuti harga emas dunia yang ditentukan di London (pasar emas london) setiap hari. Harga emas dunia ditentukan berdasarkan supply and demand emas dari seluruh penjuru dunia, bukan ditentukan dari satu daerah saja. Standar internasional emas dalam US$ per troy ounce/oz (1 troy oz = 31.1 gr). Pasar emas london menjadi rujukan pasar emas global dalam menentukan patokan harga emas hampir di setiap negara (termasuk dengan harga Dinar Dirham Islam). Selain di London, pusat perdagangan emas lainnya adalah New York, Zurich, Tokyo, Sydney dan Hongkong, dimana Hongkong menjadi pusat perdagangan di Asia (Firman, 2012 dalam Rusbariandi : 7). Berikut ini adalah tabel perkembangan Harga Emas Dunia periode Juli 2012 – Juli 2016: 110 Tabel 4.4 Perkembangan Harga Emas Dunia Periode Juli 2012 – Juli 2016 Triliun Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Tahun 2012 2013 2014 2015 1644.75 1251.00 1260.25 1588.50 1326.50 1214.00 1598.25 1291.75 1187.00 1469.00 1288.50 1180.25 1394.50 1250.50 1191.40 1192.00 1315.00 1171.00 1622.50 1314.50 1285.25 1098.40 1648.50 1394.75 1285.75 1135.00 1776.00 1326.50 1216.50 1114.00 1719.00 1324.00 1164.25 1142.35 1726.00 1253.00 1182.75 1061.90 1657.50 1204.50 1206.00 1060.00 Sumber : www.kitco.com, data diolah 2016 1111.80 1234.90 1237.00 1285.65 1212.10 1320.75 1342.00 Pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa nilai tertinggi Harga Emas Dunia pada tahun 2012 terjadi pada bulan September sebesar 1776.00 dan nilai terendah terjadi pada bulan Juli sebesar 1622.50. Pada tahun 2013 nilai tertinggi Harga Emas Dunia terjadi pada bulan Januari sebesar 1644.75 dan nilai terendah terjadi pada bulan Juni sebesar 1192.00. Pada tahun 2014 nilai tertinggi Harga Emas Dunia terjadi pada bulan Februari sebesar 1326.50 dan nilai terendah terjadi pada bulan Oktober sebesar 1164.25. Pada tahun 2015 nilai tertinggi Harga Emas Dunia terjadi pada bulan Januari sebesar 1260.25 dan nilai terendah terjadi pada bulan Desember sebesar 1060.00. Pada tahun 2016 nilai tertinggi Harga Emas Dunia terjadi pada bulan Juli sebesar 1342.00 dan nilai terendah terjadi pada bulan Januari sebesar 1111.80. Sedangkan selama periode penelitian, nilai tertinggi Harga Emas Dunia 111 terjadi pada bulan September tahun 2012 sebesar 1776.00 dan nilai terendah terjadi pada bulan Desember tahun 2015 sebesar 1060.00. B. Analisis dan Pembahasan 1. Uji Asumsi Klasik Untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel (X) terhadap variabel terikat (Y), maka penelitian ini menggunakan analisis untuk membandingkan dua variabel yang berbeda. Pada analisis regresi untuk memperoleh model regresi yang bisa dipertanggungjawabkan, maka asumsiasumsi berikut harus dipenuhi: a. Uji Normalitas Data Menurut Ghozali (2009:147), uji normalitas bertujuan apakah dalam model regresi variabel dependen (terikat) dan variabel indepedent (bebas) mempunyai kontribusi atau tidak. Terdapat dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik (uji kolmogorov-smirnov), adapun penjelasan mengenai uji normalitas data dalah sebagai berikut (Ghozali, 2009:147): 1) Uji Normalitas Secara Grafik Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendeteksi distribusi normal. Adapun hasil uji normalitas 112 dengan melihat dari segi grafik yang ditunjukkan pada grafik histogram berikut ini: Gambar 4.3 Hasil Uji Normalitas Secara Grafik Histogram Sumber : Data diolah dengan SPSS 16 Menurut Ghozali (2009:147), salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. 113 Berdasarkan Gambar 4.3 diatas, histogram Regression Residual membentuk kurva seperti lonceng maka nilai residual tersebut dinyatakan normal atau data berdistribusi normal. Menurut Ghozali (2009:147), namun demikian hanya dengan melihat histogram hal ini dapat menyesatkan khususnya untuk jumlah yang sampelnya kecil. Metode yang paling handal adalah dengan melihat normal propability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dan distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk suatu garis lurus diagonal dan plotting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal (Ghozali, 2009:147). Adapun hasil uji normalitas dengan melihat dari segi grafik yang ditunjukkan pada gambar P-p plot berikut ini: 114 Gambar 4.4 Hasil Uji Normalitas Secara Grafik P-p Plot Sumber : Data diolah dengan SPSS 16 Berdasarkan Gambar 4.4 diatas, dapat dilihat pada grafik normal plot titik-titik menyebar disekitar garis normal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Grafik ini menunjukkan bahwa model regresi layak dipakai karena memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2009:112). 2) Hasil Uji Normalitas Secara Statistik Uji normalitas secara grafik dapat menyesatkan kalau tidak hati-hati secara visual kelihatan normal, padahal secara statistik bisa sebaliknya. Oleh sebab itu dianjurkan 115 disamping uji grafik dilengkapi dengan uji statistik (Ghozali, 2009:149). Menurut Sufren dan Yonathan (2013:65), normalitas data juga dapat dilihat dengan menggunakan KolmogorovSmirnov Test. Kolmogorov-Smirnov Test yang paling sering digunakan di SPSS dalam hal mengecek normalitas. Untuk mengetahui data terdistribusi normal atau tidak dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov Test adalah dengan memperhatikan angka pada Asymp. Sig (2-tailed), data berdistribusi normal apabila nilai signifikansi > 0,05 dan data tidak berdistribusi tidak normal apabila nilai signifikansi < 0,05 (Sufren dan Yonathan, 2013:68). Adapun hasil uji normalitas secara statistik menggunakan hasil uji kolmogorov-smirnov adalah sebagai berikut: 116 Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Secara Statistik One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 49 Normal Parametersa Mean Std. Deviation Most Extreme Differences .0000000 .01909712 Absolute .074 Positive .065 Negative -.074 Kolmogorov-Smirnov Z .517 Asymp. Sig. (2-tailed) .952 a. Test distribution is Normal. Sumber : Data diolah dengan SPSS 16 Berdasarkan tabel 4.5 diatas, maka dapat disimpulkan bahwa nilai unstandardized residual sebesar 0,952 ini menandakan bahwa nilai Sig. lebih besar dari > 0,05 , ini mengartikan bahwa data terdistribusi secara normal dan memenuhi asumsi klasik normalitas data. b. Uji Multikolonieritas Uji multikolonieritas berguna untuk mengetahui apakah dalam model regresi yang terbentuk ada korelasi yang tinggi atau sempurna diantara variabel bebas atau tidak bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Untuk 117 mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas didalam model regresi dapat dilihat dari nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai Tolerance > 0,10 atau sama dengan VIF < 10, maka model dinyatakan tidak terdapat gejala multikolonieritas. Dari uji multikolonieritas yang dilakukan penulis, tidak ditemukan gejala multikolonieritas terlihat pada tabel berikut: Tabel 4.6 Hasil Uji Multikolonieritas Model Colinearity Statistic Tolerance VIF INFLASI .490 2.041 LN_KURS .117 8.549 LN_SBIS .319 3.132 BI RATE .217 4.615 LN_HARGA_EMAS .166 6.019 Sumber : Data diolah dengan SPSS 16 Berdasarkan Tabel 4.6 diatas, menunjukkan bahwa nilai Tolerance Inflasi sebesar 0,490 (0,490 > 0,10), nilai Tolerance Kurs sebesar 0,117 (0,117 > 0,10), nilai Tolerance SBIS sebesar 0,319 (0,319 > 0,10), nilai Tolerance BI Rate sebesar 0,217 (0,217 > 0,10), dan nilai Tolerance Harga Emas sebesar 0,166. Nilai VIF Inflasi 118 sebesar 2,041 (2.041 < 10,00), nilai VIF Kurs sebesar 8,549 (8,549 < 10,00), nilai VIF SBIS sebesar 3,132 (3,132 < 10,00), nilai VIF BI Rate sebesar 4,615 (4,615 < 10,00), dan nilai VIF Harga Emas sebesar 6,019 (6,019 < 10,00). Kesimpulan dari hasil nilai Tolerance menunjukkan > 0,10 dan nilai VIF < 10,00 ini berarti bahwa variabel Inflasi, Kurs, SBIS, BI Rate, dan Harga Emas tidak menunjukkan adanya gejala multikolonieritas. c. Uji Heterokedastisitas Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalah model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari satu residual pengamatan ke residual pengamatan lainnya. Heterokedastisitas menunjukkan bahwa variasi variabel tidak sama untuk semua pengamatan. Sebaliknya, jika varian variabel sama untuk semua pengamatan maka disebut dengan homokedastisitas. Yang diharapkan pada model regresi adalah yang homokedastisitas. Berikut adalah hasil dari uji heterokedastisitas menggunakan Analisis Grafik dengan Scatterplot: 119 Gambar 4.5 Hasil Uji Heterokedastisitas Secara Scatterplot Sumber : Data diolah dengan SPSS 22 Berdasarkan Gambar 4.5 diatas, menunjukkan bahwa plot menyebar secara acak diatas maupun dibawah angka nol pada sumbu Regression Studentized Residual (sumbu Y). Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala heterokedastisitas pada model regresi (Ghozali, 2009:107). d. Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara anggota serangkaian data observasi yang diuraikan menurut waktu (time series) atau ruang (cross section). Beberapa penyebab munculnya masalah autokorelasi dari sebagian data time 120 series dalam analisis regresi adalah adanya kelembaman (inertia) artinya data observasi pada periode sebelumnya dan periode sekarang, kemungkinan besar akan mengandung saling ketergantungan (interdependence). Uji Durbin-Watson (Uji D-W) merupakan uji yang sangat populer untuk menguji ada tidaknya masalah autokorelasi dari model empiris yang diestimasi. Berikut adalah hasil dari uji autokorelasi: Tabel 4.7 Hasil Uji Durbin-Watson b Model Summary Model R R Square .823a 1 Adjusted R Std. Error of the Square Estimate .678 .641 .02018 Durbin-Watson 1.066 a. Predictors: (Constant), LN_HARGA_EMAS, INFLASI, LN_SBIS, BI_RATE, LN_KURS b. Dependent Variable: LN_ISSI Sumber : Data diolah dengan SPSS 22 Berdasarkan Tabel 4.7 diatas, nilai Durbin-Watson sebesar 1,066. Uji Autokorelasi dilihat dari nilai Durbin-Watson dengan nilai diantara -2 sampai 2. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada autokorelasi positif maupun negatif. 121 2. Uji Hipotesis a. Hasil Uji Secara Simultan (Uji-F) Pengujian ini bertujuan untuk membuktikan apakah variabelvariabel independen secara simultan (bersama-sama) mempunyai pengaruh terhadap variabel dependent (Ghozali, 2009:88). Hasil uji statistik F dapat dilihat pada tabel dibawah ini, jika nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka Ha di terima dan menolak Ho sedangkan jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima dan menolak Ha. Hasil pengujian hipotesis dengan Uji-F adalah sebagai berikut: Tabel 4.8 Hasil Uji-F ANOVAb Model Sum of Squares 1Regression df Mean Square .037 5 .007 Residual .018 43 .000 Total .054 48 F 18.116 Sig. .000a a. Predictors: (Constant), LN_HARGA_EMAS, INFLASI, LN_SBIS, BI_RATE, LN_KURS b. Dependent Variable: LN_ISSI Sumber : Data diolah dengan SPSS 16 Berdasarkan Tabel 4.8 diatas, dapat dilihat nilai F hitung sebesar 18,166 dengan nilai tingkat signifikan 0,000. Karena nilai signifikan lebih kecil dari 0,05 maka H0 ditolak atau Ha diterima. Dapat disimpulkan bahwa variabel Inflasi, Kurs, Sertifikat Bank Indonesia 122 Syariah (SBIS), BI Rate, dan Harga Emas Dunia berpengaruh secara simultan terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Karena tingkat probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). b. Hasil Uji Secara Parsial (Uji-t) Menurut Ghozali (2009:88), hasil uji-t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependent dan digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh masing-masing variabel independent secara individual terhadap variabel dependent yang diuji pada tingkat signifikansi 0,05. Tabel 4.9 Hasil Uji-t Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model B Std. Error 1(Constant) 7.585 1.061 9.517E-5 .000 LN_KURS -.616 LN_SBIS Beta t Sig. 7.147 .000 .348 2.818 .007 .147 -1.057 -4.178 .000 .308 .040 1.173 7.662 .000 BI_RATE .020 .008 .448 2.409 .020 LN_HARGA_EMAS .009 .121 .016 .075 .941 INFLASI a. Dependent Variable : LN_ISSI Sumber : Data diolah dengan SPSS 16 123 Berdasarkan Tabel 4.9 diatas menunjukkan bahwa variabel Inflasi, Kurs, SBIS, dan BI Rate menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap ISSI. Sedangkan Harga Emas tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap ISSI. Berikut adalah hasil penjelasan mengenai pengaruh antar variabel independen terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI): 1) Uji-t Terhadap Variabel Inflasi Variabel Inflasi secara statistik menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,007. Nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 (0,007 < 0,05) dan nilai t hitung > t tabel (2.818 > 1.680). Maka H0 ditolak dan Ha diterima, disimpulkan bahwa variabel Inflasi sehingga dapat secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap ISSI. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Siti Aisiyah Suciningtias dan Rizki Khoiroh (2015) yang menunjukkan bahwa variabel Inflasi berpengaruh signifikan terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan inflasi akan memberikan arti bagi ISSI selama periode Juli 2012 sampai Juli 2016. Dimana ketika tingkat inflasi meningkat maka akan menurunkan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). 124 Kenaikan Inflasi menyebabkan kenaikan harga-harga secara umum. Kondisi demikian mampu meningkatkan biaya produksi dari meningkatnya harga bahan baku sedangkan daya beli masyarakat akan semakin melemah. Melemahnya daya beli masyarakat menyebabkan beberapa perusahaan kurang mampu menjual produk perusahaan sehingga mempengaruhi melemahnya tingkat penjualan profitablitas dan menyebabkan perusahaan. Menurunnya profitabilitas perusahaan juga akan berpengaruh pada menurunnya harga saham perusahaan tersebut. Menurunya harga saham perusahaan dinilai kurang menarik dan kurang menguntungkan bagi Investor sebab return yang akan dibagikan perusahaaan pada pemegang saham juga akan menurun. Hal tersebut yang membuat pertimbangan bagi para Investor dan lebih memilih untuk menahan diri agar tidak berinvestasi pada perusahaan yang terdaftar di pasar modal syariah sehingga hal tersebut berpengaruh pada permintaan saham syariah dan ketika penawaran saham syariah lebih tinggi dari pada permintaan maka akan menurunkan Indek Saham Syariah Indonesia (ISSI) (Suciningtias dan Khoiroh, 2015:407-408). 125 2) Uji-t terhadap Variabel Kurs Variabel Kurs secara statistik menunjukkan hasil signifikansi sebesar 0,000. Nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05) dan nilai t hitung > t table (-4,178 > 1.680). Maka H0 ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa variable Kurs secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap ISSI. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Millati Azka (2016) yang menunjukkan bahwa variabel Kurs berpengaruh signifikan terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Exchange Rate dapat berpengaruh positif maupun negatif terhadap pasar modal bergantung pada kondisi perekonomian negara. Kurs yang rendah akan lebih diharapkan dan berdampak positif bagi perusahaan yang berorientasi ekspor. Hussin et al. (2012), Fatmawati (2013), Novianto (2011), Pasaribu dan Firdaus (2013), Prabowo (2013), Rusbariand et al. (2012), dan Antonio et al. (2013) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa penurunan Exchange Rates berdampak negatif terhadap harga saham. Hal ini dapat dipahami bahwa bagi Investor pelemahan kurs menandakan prospek perekonomian yang suram akibat kondisi fundamental perekonomian negara tersebut tidaklah kuat. 126 3) Uji-t terhadap Variabel SBIS Variabel SBIS secara statistik menunjukkan hasil signifikansi sebesar 0,000. Nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05) dan nilai t hitung > t tabel (7,662 > 1.680). Maka H0 ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel SBIS secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap ISSI. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Dimas Prabowo (2013) yang menunjukkan bahwa variabel SBIS berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Hal ini dapat tercermin dalam perekonomian bahwa antara ISSI dan SBIS sama-sama merupakan instrumen investasi syariah, keduanya saling bersinergi dalam meningkatkan iklim investasi di Indonesia, khususnya di pasar modal syariah. Selain itu menurut penelitian yang dilakukan oleh Sri Wulan Fatmawati dan Irfan Syauqi Beik (2012) perilaku masyarakat yang ingin menanamkan modalnya di indeks syariah juga masih mengamati variabel inflasi ini. Hal inilah yang kemudian menimbulkan adanya hubungan antara SBIS dan ISSI. 4) Uji-t terhadap Variabel BI Rate Variabel BI Rate secara statistik menunjukkan hasil signifikansi sebesar 0,020. Nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 127 (0,020 < 0,05) dan nilai t hitung > t tabel (2.409 > 1.680). Maka H0 ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel BI Rate secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap ISSI. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Ni Made Anita Dewi Sudarsana dan Ica Rika Candraningrat yang menunjukkan bahwa variabel BI Rate berpengaruh secara signifikan terhadap ISSI. Suku bunga merupakan faktor penting dalam perekonomian suatu negara karena suku bunga mampu mempengaruhi perekonomian secara umum. tingkat suku bunga mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap pasar modal (Erawati, 2002). Suku bunga SBI merupakan instrumen keuangan yang diterbitkan Bank Indonesia (BI) untuk mengontrol peredaran uang di masyarakat dengan menggunakan acuan suku bunga BI (Rismawati, 2010). Suku bunga BI merupakan tingkat suku bunga yang ditetapkan oleh BI sebagai patokan bagi suku bunga pinjaman maupun simpanan bagi bank dan atau lembaga-lembaga keuangan di seluruh Indonesia. Suku bunga merupakan salah satu variabel yang dapat mempengaruhi harga saham. Perubahan tingkat suku bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan seseorang untuk melakukan suatu investasi, karena secara umum perubahan 128 suku bunga SBI dapat mempengaruhi suku bunga deposito dan suku bunga kredit di masyarakat (Amin, 2012). Jika Suku bunga deposito meningkat maka Investor cenderung menanamkan modalnya dalam bentuk deposito karena dapat menghasilkan return yang besar dengan resiko yang lebih kecil dan sebaliknya. 5) Uji-t Terhadap Harga Emas Dunia Variabel Harga Emas secara statistik menunjukkan hasil signifikansi sebesar 0,941. Nilai tersebut lebih besar dari 0,05 (0,941 > 0,05) dan nilai t hitung < t tabel (0,075 < 1.680). Maka H0 diterima dan Ha ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Harga Emas secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ISSI. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Septian Prima Rusbariandi (2012) yang menunjukkan bahwa variabel independen Harga Emas Dunia tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks Harga Saham. Hasil ini dapat dijelaskan bahwa sebenarnya investasi pada emas dan saham syariah bersifat substitusi. Namun pada kenyataannya investasi pada emas merupakan investasi yang sangat disenangi oleh Investor. Mengingat harga emas relatif mengalami peningkatan terus menerus, sehingga risiko relatif rendah. Berbeda dengan investasi pada 129 saham syariah, yang relatif masih muda dan berisiko, karena faktor yang mempengaruhinya jauh lebih kompleks. c. Uji Adjusted R-Square Koefisien determinasi atau R Square (R2) merupakan besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Semakin tinggi koefisien determinasi, semakin tinggi kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variasi perubahan pada variabel terikatnya. Koefisien determinasi memiliki kelemahan, yaitu bias terhadap jumlah variabel bebas yang dimasukkan dalam model regresi di mana setiap penambahan satu variabel bebas dan jumlah pengamatan dalam model akan meningkatkan nilai R2 meskipun variabel yang dimasukkan tersebut tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikatnya. Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka digunakan koefisien determinasi yang telah disesuaikan, Adjusted R Square (R2 adj). Koefisien determinasi yang telah disesuaikan berarti bahwa koefisien tersebut telah dikoreksi dengan memasukkan jumlah variabel dan ukuran sampel yang digunakan. Dengan menggunakan koefisien determinasi yang disesuaikan maka nilai koefisien determinasi yang disesuaikan itu dapat naik atau turun oleh adanya penambahan variabel baru dalam model. Berikut adalah hasil uji Adjusted R Square: 130 Tabel 4.10 Hasil Uji R-Square Model Summaryb Std. Error of the Model R R Square .823a 1 .678 Adjusted R Square .641 Estimate .02018 a. Predictors: (Constant), LN_HARGA_EMAS, INFLASI, LN_SBIS, BI_RATE, LN_KURS b. Dependent Variable: LN_ISSI Sumber : Data diolah dengan SPSS 16 Berdasarkan Tabel 4.10 diatas, nilai R Square sebesar 0,678 atau 67,8% dan Adjusted R Square sebesar 0,641 atau 64,1%. Dapat disimpulkan bahwa pengaruh Inflasi, Kurs, SBIS, BI Rate, dan Harga Emas adalah 64,1% sedangkan sisanya 35,9% (100% - 64,1%) dipengaruhi variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini, misalnya seperti Harga Minyak Dunia, Indeks Dow Jones, dan lain-lain. Adapun angka koefisien korelasi (R) menunjukkan nilai sebesar 0,823 yang menandakan bahwa hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat sangat kuat karena memiliki nilai lebih dari 0,5 (R > 0,5) atau 0,823 > 0,5. 3. Analisis Regresi Linier Berganda Berdasarkan data-data yang disajikan pada tabel diatas, selanjutnya akan dianalisis dengan bantuan aplikasi SPSS 16 untuk mengetahui besarnya pengaruh Inflasi, Kurs, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), 131 BI Rate, dan Harga Emas Dunia. Hasil pengolahan data dengan SPSS dapat dilihat dibawah ini: Tabel 4.11 Hasil Uji Regresi Linier Berganda Coefficientsa Unstandardized Standardized Collinearity Coefficients Coefficients Statistics Model B 1(Constant) 7.585 1.061 9.517E-5 .000 LN_KURS -.616 .147 LN_SBIS .308 .040 1.173 BI_RATE .020 .008 LN_HARGA_EMAS .009 .121 INFLASI Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF 7.147 .000 2.818 .007 .490 2.041 -1.057 -4.178 .000 .117 8.549 7.662 .000 .319 3.132 .448 2.409 .020 .217 4.615 .016 .075 .941 .166 6.019 .348 a. Dependent Variable: LN_ISSI Sumber : Data diolah dengan SPSS 16 Berdasarkan Tabel 4.11 diatas, diperoleh model persamaan regresi sebagai berikut: Y = α +β1X1+ β2X2+ β3X3+ β4X4 + β5X5 Keterangan: Y = LN ISSI X1 = Inflasi X2 = LN Kurs X3 = LN SBIS X4 = BI Rate 132 X5 = Harga Emas Pada persamaan regresi diatas menunjukkan nilai konstanta sebesar 7,585 artinya jika variabel Inflasi, Kurs, SBIS, BI Rate, dan Harga Emas dianggap konstan atau bernilai 0, maka ISSI nilainya adalah 7,585. Nilai β1 sebesar 0.00009517 artinya jika nilai Inflasi meningkat 1% maka akan meningkatkan ISSI sebesar 0.00009517 dengan asumsi bahwa variabel lain bernilai konstan atau tetap. Nilai β2 sebesar -0.016 artinya jika nilai Kurs meningkat 1% maka akan menurunkan ISSI sebesar 0,016 dengan asumsi bahwa variabel lain bernilai konstan atau tetap. Nilai β3 sebesar 0,308 artinya jika nilai SBIS meningkat 1% maka akan meningkatkan ISSI sebesar 0,308 dengan asumsi bahwa variabel lain bernilai konstan atau tetap. Nilai β4 sebesar 0,020 artinya jika nilai BI Rate meningkat 1% maka akan meningkatkan ISSI sebesar 0,020 dengan asumsi bahwa variabel lain bernilai konstan atau tetap. Nilai β5 sebesar 0,009 artinya jika nilai Harga Emas meningkat 1% maka akan meningkatkan ISSI sebesar 0,009 dengan asumsi bahwa variabel lain bernilai konstan atau tetap. 133 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan dari penelitian mengenai Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Domestik dan Makroekonomi Global terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) Periode 2012 – 2016: 1. Hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa: a. Variabel Inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). b. Variabel Kurs berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). c. Variabel Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). d. Variable BI Rate berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). e. Variabel Harga Emas Dunia tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). 2. Hasil pengujian secara simultan menunjukkan bahwa Variabel Inflasi, Kurs, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), BI Rate, dan Harga Emas Dunia berpengaruh terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia 134 (ISSI) dengan nilai probabilitas F-statistik sebesar 0,000 karena tingkat probabilitas lebih kecil dari 0,05. B. Saran 1. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan variabel independen eksternal. Saran peneliti sebaiknya pada penelitian selanjutnya menggunakan faktor internal investasi khususnya pada pasar modal dan faktor eksternal yang lebih beragam. 2. Dalam penelitian ini, periode penelitiannya adalah 2012 – 2016. Penelitian berikutnya diharapkan lebih memperbaharui dan menambah periode penelitian agar hasil yang didapat lebih maksimal. 3. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode Analisis Regresi Linier Berganda. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan metode yang berbeda untuk mendapatkan hasil yang maksimal. 4. Bagi peneliti, hasil penelitian ini merupakan salah satu referensi yang bermanfaat untuk penelitian selanjutnya dengan memperhatikan keterbatasan yang ada. 135 DAFTAR PUSTAKA Buku Burhanuddin. 2010. “Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah”. Yogyakarta : Graha Ilmu. Darmadji, dkk. “Pasar Modal di Indonesia”. Edisi Kedua. Salemba Empat : Jakarta. 2006. Ghozali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 20 Edisi 6”. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2012. __________. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 20 Edisi 7”. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2013. Halim, Abdul. “Analisis Investasi”. Edisi Kedua. Salemba Empat : Jakarta. 2005. Hamid, Abdul. 2009. “Pasar Modal Syariah”. Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Jakarta. Huda, dkk.. “Investasi Pada Pasar Modal Syariah”. Edisi Revisi. Jakarta : Kencana. 2008. __________. “Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis”. Edisi Pertama. Jakarta : Kencana. 2008. Karim, Adiwarman. "Ekonomi Makro Islami". Edisi Kedua. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta. 2008. Kasmir. 2008. "Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya". Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Manan, Abdul. “Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah Indonesia”. Edisi Pertama. Jakarta : Kencana. 2009. Martalena dan Malinda. 2011. “Pengantar Pasar Modal”. Edisi Pertama. Yogyakarta : Andi. Murni, Asfia. 2006. "Ekonomika Makro". Bandung : Refika Aditama. Rama, Ali. 2015. “Sistem Ekonomi dan Keuangan Islam”. Jakarta : Puslitpen UIN Jakarta. Rodoni, Ahmad. 2005. “Analisis Teknikal dan Fundamental pada Pasar Modal”. Jakarta : Center for Social Economics Studies (CSEC) Press. __________. 2009. “Investasi Syariah”. Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Jakarta. Santoso, Singgih. “Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik”. Penerbit PT. Elex Media Komputindo Gramedia : Jakarta. 2002. Sukirno, Sadono. 2011. “Makroekonomi Teori Pengantar”. Edisi Ketiga. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. __________. 2010. “Makroekonomi Teori Pengantar”. Jakarta : Rajawali Pers. Sunariyah. “Pengantar Pengetahuan Pasar Modal”. YKPN Yogyakarta. 2004. 136 Suprayatno, Eko. “Ekonomi Islam” : Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional”. Graha Ilmu : Jakarta. 2005. Widarjono, Agus. "Ekonometrika Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis". Ekonosia FE UII : Yogyakarta. 2007. Jurnal Ardana, Yudhistira. 2016. “Variabel Makroekonomi Terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (Periode Mei 2011 – September 2015 dengan Model ECM)”. Media Trend Vol. 11 No. 2 Oktober 2016, hal. 117-130. Rowland Pasaribu dan Mikail Firdaus. 2013. "Pengaruh Variabel Makroekonomi terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia". Vol. 7 No. 2. Jurnal Ekonomi dan Bisnis STIE YKPN : Yogyakarta. Muhammad Nasir, dkk. “Analisis Variabel Makroekonomi terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia dengan Metode Pendekatan Vector Autoregression”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Volume 15, No. 1, FEB 2016. Nezky, Mita. 2013. “Pengaruh Krisis Ekonomi Amerika Serikat terhadap Bursa Saham dan Perdagangan Indonesia”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Ni Made Sudarsana dan Ica Candraningrat. “PENGARUH SUKU BUNGA SBI, NILAI TUKAR, INFLASI DAN INDEKS DOW JONES TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DI BEI”. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. Novianto, Aditya. 2011. “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Dolar Amerika/Rupiah, Tingkat Suku Bunga SBI, Inflasi, dan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI)”. Nurhakim. 2010. “Pengaruh Perubahan Nilai Tukar, Inflasi, Suku Bunga, dan Beta terhadap Return Saham Jakarta Islamic Index pada Periode Bullish dan Bearish”. Siti Aisiyah Suciningtias dan Rizki Khoiroh. “Analisis Dampak Variabel Makro Ekonomi terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI)”. Jurnal UNISSULA Vol. 2 No. 1, 2015. Skripsi Adani, Amalia. “Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar, dan Kurs Terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI)”. Jakarta (ID) : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Azizah, Amalia Nur. “Pengaruh Jumlah Uang Beredar (M2), Inflasi, dan Investasi Kepemilikan Saham Asing Terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (Periode Juli 2011 – Juli 2014)”. Jakarta (ID) : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 137 Fuadi, Anwar. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jakarta Islamic Index (JII) Periode Januari 2006 – September 2013”. Jakarta : UIN Jakarta. Harfian, Ridho Alfin. “Analisis Pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar Rupiah, Inflasi, dan Indeks Harga Saham Terhadap Indeks Saham Gabungan Jakarta Islamic Index (Periode Oktober 2009 – Desember 2012). Jakarta : UIN Jakarta. Prabowo, Dimas. “Analisis Pengaruh Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dan Jumlah Uang Beredar (JUB) Terhadap Indeks Syariah Yang Terdaftar di Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI)”. Jakarta (ID) : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Wastriati. 2010. "Analisis Pengaruh Variabel Ekonomi Makro terhadap Nilai Jakarta Islamic Index". Website Wikipedia www.kitco.com www.ojk.go.id www.bi.go.id www.duniainvestasi.com www.investopedia.com www.pusatdata.kontan.co.id 138 LAMPIRAN Lampiran 1 : Uji Asumsi Klasik a. Hasil Uji Normalitas Secara Grafik Histogram Sumber : Data diolah dengan SPSS 16 139 b. Hasil Uji Normalitas Secara Grafik P-p Plot Sumber : Data diolah dengan SPSS 16 140 c. Hasil Uji Normalitas Secara Statistik One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 49 Normal Parameters a Mean .0000000 Std. Deviation Most Extreme Differences .01909712 Absolute .074 Positive .065 Negative -.074 Kolmogorov-Smirnov Z .517 Asymp. Sig. (2-tailed) .952 a. Test distribution is Normal. Sumber : Data diolah dengan SPSS 16 Lampiran 2 : Hasil Uji Multikolonieritas Model Colinearity Statistic Tolerance VIF INFLASI .490 2.041 LN_KURS .117 8.549 LN_SBIS .319 3.132 BI RATE .217 4.615 LN_HARGA_EMAS .166 6.019 Sumber : Data diolah dengan SPSS 16 141 Lampiran 3 : Hasil Uji Heterokedastisitas Sumber : Data diolah dengan SPSS 16 Lampiran 4 : Hasil Uji Autokorelasi Model Summaryb Model R .823a 1 R Square Adjusted R Std. Error of the Square Estimate .678 .641 .02018 Durbin-Watson 1.066 a. Predictors: (Constant), LN_HARGA_EMAS, INFLASI, LN_SBIS, BI_RATE, LN_KURS b. Dependent Variable: LN_ISSI Sumber : Data diolah dengan SPSS 16 142 Lampiran 5 : Uji Hipotesis a. Hasil Uji Secara Simultan (Uji-F) b ANOVA Model Sum of Squares 1Regression df Mean Square .037 5 .007 Residual .018 43 .000 Total .054 48 F 18.116 Sig. .000a a. Predictors: (Constant), LN_HARGA_EMAS, INFLASI, LN_SBIS, BI_RATE, LN_KURS b. Dependent Variable: LN_ISSI Sumber : Data diolah dengan SPSS 16 b. Hasil Uji Secara Parsial (Uji-t) Coefficients a Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model B Std. Error 1(Constant) 7.585 1.061 9.517E-5 .000 LN_KURS -.616 LN_SBIS Beta t Sig. 7.147 .000 .348 2.818 .007 .147 -1.057 -4.178 .000 .308 .040 1.173 7.662 .000 BI_RATE .020 .008 .448 2.409 .020 LN_HARGA_EMAS .009 .121 .016 .075 .941 INFLASI Sumber : Data diolah dengan SPSS 16 143 c. Hasil Uji Adjusted R-Square Model Summaryb Std. Error of the Model R R Square .823a 1 Adjusted R Square .678 Estimate .641 .02018 a. Predictors: (Constant), LN_HARGA_EMAS, INFLASI, LN_SBIS, BI_RATE, LN_KURS b. Dependent Variable: LN_ISSI Sumber : Data diolah dengan SPSS 16 Lampiran 6 : Hasil Uji Regresi Linier Berganda Coefficients a Unstandardized Standardized Collinearity Coefficients Coefficients Statistics Model B 1(Constant) 7.585 1.061 9.517E-5 .000 LN_KURS -.616 .147 LN_SBIS .308 .040 1.173 BI_RATE .020 .008 LN_HARGA_EMAS .009 .121 INFLASI Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF 7.147 .000 2.818 .007 .490 2.041 -1.057 -4.178 .000 .117 8.549 7.662 .000 .319 3.132 .448 2.409 .020 .217 4.615 .016 .075 .941 .166 6.019 .348 a. Dependent Variable: LN_ISSI Sumber : Data diolah dengan SPSS 16 144 Lampiran 7 : Data Variabel Penelitian (Data Mentah) a. Inflasi Persen% Tahun 2012 2013 2014 2015 Januari 4,57 8,22 6,96 Februari 5,31 7,75 6,29 Maret 5,9 7,32 6,38 April 5,57 7,25 6,79 Mei 5,47 7,32 7,15 Juni 5,9 6,7 7,26 Juli 4,56 8,61 4,53 7,26 Agustus 4,58 8,79 3,99 7,18 September 4,31 8,4 4,53 6,83 Oktober 4,61 8,32 4,83 6,25 November 4,32 8,37 6,23 4,89 Desember 4,3 8,38 8,36 3,35 Sumber : www.bi.go.id, data diolah Bulan 2016 4,14 4.42 4.45 3.60 3.33 3.45 3.21 b. Kurs Rupiah Tahun 2013 2014 2015 2016 Januari 9.698 12.226 12.625 13.846 Februari 9.667 11.634 12.863 13.395 Maret 9.719 11.404 13.084 13.276 April 9.722 11.532 12.937 13.204 Mei 9.802 11.611 13.211 13.615 Juni 9.929 11.969 13.332 13.180 Juli 9.485 10.278 11.591 13.481 13.094 Agustus 9.560 10.924 11.717 14.027 September 9.588 11.613 12.212 14.657 Oktober 9.615 11.234 12.082 13.639 November 9.605 11.977 12.196 13.840 Desember 9.670 12.189 12.440 13.795 Sumber : www.pusatdata.kontan.co.id, data diolah Bulan 2012 145 c. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Triliun Tahun 2013 2014 2015 Januari 4.709 5.253 8.050 Februari 5.103 5.331 9.040 Maret 5.611 5.843 8.810 April 5.343 6.234 9.130 Mei 5.423 6.680 8.858 Juni 5.443 6.782 8.858 Juli 3.036 4.640 5.880 8.163 Agustus 2.918 4.299 6.514 8.585 September 3.412 4.523 6.450 7.720 Oktober 3.321 5.213 6.680 7.192 November 3.242 5.107 6.530 6.495 Desember 4.993 6.699 8.130 6.280 Sumber : www.ojk.go.id, data diolah Bulan 2012 2016 6.275 7.188 6.994 7.683 7.225 7.470 8.130 d. BI Rate Persen% Tahun 2012 2013 2014 2015 Januari 5,75 7,5 7,75 Februari 5,75 7,5 7,5 Maret 5,75 7,5 7,5 April 5,75 7,5 7,5 Mei 5,75 7,5 7,5 Juni 6 7,5 7,5 Juli 5,75 6,5 7,5 7,5 Agustus 5,75 7 7,5 7,5 September 5,75 7,25 7,5 7,5 Oktober 5,75 7,25 7,5 7,5 November 5,75 7,5 7,75 7,5 Desember 5,75 7,5 7,75 7,5 Sumber : www.bi.go.id, data diolah Bulan 2016 7,25 7 6,75 6,75 6,75 6,5 6,5 146 e. Harga Emas Dunia Triliun Tahun 2012 2013 2014 2015 Januari 1644.75 1251.00 1260.25 Februari 1588.50 1326.50 1214.00 Maret 1598.25 1291.75 1187.00 April 1469.00 1288.50 1180.25 Mei 1394.50 1250.50 1191.40 Juni 1192.00 1315.00 1171.00 Juli 1622.50 1314.50 1285.25 1098.40 Agustus 1648.50 1394.75 1285.75 1135.00 September 1776.00 1326.50 1216.50 1114.00 Oktober 1719.00 1324.00 1164.25 1142.35 November 1726.00 1253.00 1182.75 1061.90 Desember 1657.50 1204.50 1206.00 1060.00 Sumber : www.kitco.com, data diolah Bulan 2016 1111.80 1234.90 1237.00 1285.65 1212.10 1320.75 1342.00 147 e. Kapitalisasi ISSI Miliar Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des 2012 2.356.326,08 2.346.810,54 2.486.873,61 2.555.085,73 2.491.195,85 2.451.334,37 Tahun 2013 2014 2015 2.503.227,79 2.615.657,86 2.997.601,71 2.676.295,37 2.723.490,09 3.045.812,76 2.763.653,98 2.803.512,82 3.068.467,89 2.837.700,26 2.838.689,95 2.852.497,67 2.909.766,36 2.887.030,80 2.960.219,00 2.751.397,77 2.821.554,16 2.863.813,60 2.616.430,24 2.959.197,62 2.813.505,41 2.442.591,45 2.993.518,56 2.591.624,10 2.475.359,61 2.954.724,03 2.449.104,28 2.581.612,37 2.896.273,23 2.576.748,18 2.442.512,55 2.944.676,98 2.556.257,33 2.557.846,77 2.946.892,79 2.600.850,72 Sumber : www.ojk.go.id, data diolah 2016 2.598.203,24 2.689.933,17 2.796.012,59 2.824.409,18 2.804.579,10 3.029.643,77 3.172.188,14 148 Lampiran 8 : Tabel Persentase Distribusi F untuk α = 0,05 149 Lampiran 9 : Tabel Persentase Distribusi t 150 Lampiran 10 : Daftar Saham ISSI 151 152