2 kolom - Repository Universitas Gunadarma

advertisement
PENGARUH INFLASI, TINGKAT SUKU BUNGA, DAN
NILAI TUKAR TERHADAP INDEKS HARGA
SAHAM GABUNGAN (IHSG) DI BURSA
EFEK INDONESIA (BEI)
ADITYA SETIAWAN
Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai
tukar terhadap Indeks Harga Saham Gabunga di Bursa Efek Indonesia (BEI) baik secara parsial maupun
secara simultan.
Objek penelitian ini adalah IHSG. Periode pengamatan pada penelitian ini dari tahun 2006-2010.
Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data bulanan harga penutupan IHSG, inflasi, tingkat suku
bunga, dan nilai tukar tengah Rupiah terhadap Dollar AS yang diambil dari internet. Variabel dependen
adalah IHSG sedangkan variabel independen adalah inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai tukar.
Menggunakan analisis regresi berganda dan korelasi perngaruh variabel independen tersebut akan dilihat.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan ada pengaruh yang signifikan antara
variabel independen terhadap variabel dependen. Sementara secara parsial hanya variabel inflasi yang
berpengaruh positif signifikan terhadap IHSG, sementara variabel suku bunga dan nilai tukar berpengaruh
negatif signifikan terhadap IHSG.
Kata Kunci: IHSG, inflasi, nilai tukar, suku bunga
THE EFFECT OF INFLATION, INTEREST RATES, AND
EXCHANGE RATES ON JAKARTA COMPOSITE
INDEX (JCI) IN INDONESIA
STOCK EXCHANGE (IDX)
ABSTRACT
This study aims to analyze the effect of variable inflation, interest rates, and exchange rates against
the Jakarta Composite Index in the Indonesia Stock Exchange (IDX) either partially or simultaneously.
The object of this study is JCI. The period of observation in this study from 2006-2010. The data
used are secondary data from monthly data JCI closing prices, inflation, interest rates, and the rupiah
exchange rate against the U.S. dollar was taken from the internet. The dependent variable is JCI, while the
independent variables are inflation, interest rates, and exchange rates. Using multiple regression analysis and
correlation the effect of independent variables will be seen.
The results of this study indicate that there is simultaneously a significant effect between the
independent variable on the dependent variable. While only partially inflation variables are significant
positive effect on JCI, while the variable interest rates and exchange rates negatively affect significantly to
the JCI.
Keywords: JCI, inflation, exchange rates, interest rates
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pasar modal merupakan indikator
kemajuan perekonomian suatu negara serta
menunjang
ekonomi
negara
yang
bersangkutan. Pasar Modal memiliki peran
penting bagi perekonomian suatu negara
yang mempunyai fungsi sebagai sarana bagi
pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi
perusahaan untuk mendapatkan dana dari
masyarakat pemodal (investor). Dana yang
diperoleh dari pasar modal dapat digunakan
untuk pengembangan usaha, ekspansi,
penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua
pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat
untuk berinvestasi. Pasar Modal Indonesia
mulai tumbuh dan berkembang kearah positif
pasca krisis ekonomi tahun 1998 hingga
sekarang ini. Walaupun, ditengah-tengah
krisis keuangan global tahun 2008 pun
kepercayaan investor terhadap pasar saham di
Indonesia masih tetap terjaga ketimbang
negara lain yang mengalami koreksi negatif.
Bahkan sejak beberapa bulan yang lalu
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
sudah
melebihi
level
3700.
Suatu
peningkatan yang sangat signifikan sejak 2
tahun terakhir.
Dari pasar modal diharapkan dunia
usaha memperoleh sebagian atau bahkan
seluruh pembiayaan jangka panjang yang
diperlukan. Pasar modal merupakan lahan
untuk mendapatkan modal
investasi,
sementara investor pasar modal merupakan
lahan untuk menginvestasikan uangnya.
Setiap investor dalam mengambil keputusan
investasi selalu dihadapkan pada sejumlah
alternative, apakah ia akan menginvestasikan
dananya dalam bentuk asset real seperti
membeli
peralatan
produksi
dan
mengoperasikannya untuk mendapatkan
keuntungan, atau memilih melakukan
investasi dalam bentuk asset financial dengan
membeli sekuritas yang berpendapatan tetap
seperti obligasi, deposito, Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) atau memberi sekuritas yang
berpendapatan tidak tetap seperti saham.
Saham perusahaan go public sebagai
komoditi investasi tergolong berisiko tinggi
karena sifatnya yang peka terhadap
perubahan‐perubahan yang terjadi baik oleh
pengaruh yang bersumber dari luar ataupun
dari dalam negeri.
Setiap
instrument
investasi
mengandung potensi resiko yang berbedabeda. Tetapi prinsip yang berlaku adalah
semakin besar potensi hasil suatu investasi,
instrument tersebut mempunyai potensi
resiko yang semakin besar. Demikian pula
dalam pasar modal. Resiko investasi
sahamnya dibedakan menjadi dua yaitu
resiko non sistematik dan sistematik. Resiko
non sistematik adalah berhubungan dengan
faktor mikro. Resiko ini bisa diminimalkan
karena berhubungan dengan lingkungan
mikro perusahaan dengan cara menyeleksi
asset dengan teliti dan diversifikasi. Resiko
perusahaan misalnya menyangkut besar
kecilnya hutang (financial risk) dan sifat
bisnisnya (business risk). Resiko industri
adalah resiko yang muncul karena sifat sektor
yang
menjadi
garapan
perusahaan.
Sedangkan resiko sistematik adalah yang
berkaitan dengan kondisi makro suatu
Negara. Jika perekonomian suatu Negara
buruk, maka kinerja perusahaan di Negara
tersebut akan mengecewakan.
Sebelum mengivestasikan dananya,
para investor harus mencermati emiten
tersebut apakah emiten tersebut sehat atau
tidak dilihat dari sisi eksternal dan
internalnya. Sisi eksternal berhubungan
dengan kondisi perekonomian, tingkat suku
bunga, kebijakan pemasaran, dan lain-lain.
Sedangkan dari sisi internal dilihat dari
laporan keuangannya.
Ada dua faktor yang dapat
mempengaruhi harga saham, yaitu faktor
fundamental mikro (faktor internal) dan
faktor fundamental makro (faktor eksternal).
Faktor fundamental mikro adalah faktor yang
berkaitan dengan kondisi fundamental
pcrusahaan, biasanya dilihat dari laporan
keuangannya. Faktor fundamental makro
adalah faktor yang berkaitan dcngan
fundamental makro ckonomi, seperti
misalnya Produk Domestik Bruto, tingkat
inflasi (inflation rates), tingkat suku bunga,
situasi sosial & politik dan lain sebagainya.
Investasi saham yang dipengaruhi
kondisi makro suatu negara ini ada yang
bersifat menyebar. Salah satunya adalah
resiko penurunan daya beli karena inflasi.
Dalam perekonomian dunia, nilai mata uang
tidak pernah ada yang stabil. Disisi lain,
harga-harga barang dan jasa cenderung
mengalami peningkatan. Keadaan ini akan
mengakibatkan daya beli mata uang tersebut
menjadi
turun
yang
mengakibatkan
terjadinya
inflasi.
Dengan
semakin
meningginya
angka
inflasi
maka
perekonomian akan memburuk, sehingga hal
ini akan berdampak turunnya keuntungan
suatu perusahaan, yang mengakibatkan
pergerakan harga saham (efek ekuitas)
menjadi kurang kompetitif.
Oleh karena itu kebijakan pemerintah
untuk mengontrol laju inflasi menjadi hal
yang sangat penting. Salah satunya adalah
dengan melakukan penentuan tarif suku
bunga di pasar keuangan. Suku bunga dapat
dijadikan sebagai alat moneter dalam rangka
mengendalikan penawaran dan permintaan
uang yang beredar dalam suatu sistem
perekonomian. Pada saat permintaan uang
terlalu tinggi, sirkulasi uang di masyarakat
terlalu besar, maka pemerintah dapat
menaikkan suku bunga, agar penawaran uang
meningkat dan permintaan uang turun. Dan
sebaliknya pemerintah dapat menurunkan
suku bunga untuk memberikan dukungan dan
mempercepat pertumbuhan di sektor
ekonomi dan industri, sehingga mendorong
atau meningkatkan produksi menjadi lebih
tinggi. Dengan adanya peningkatan produksi
tersebut diharapkan mampu menurunkan laju
inflasi
dan
menaikkan
keuntungan
perusahaan, yang berdampak positif pada
perkembangan pasar modal.
Selain inflasi dan suku bunga
variabel lain adalah nilai tukar (kurs). Nilai
tukar
mencerminkan
keseimbangan
permintaan dan penawaran terhadap mata
uang dalam negeri maupun mata uang asing
$US. Merosotnya nilai tukar rupiah
merefleksikan
menurunnya
permintaan
masyarakat internasional terhadap mata uang
rupiah
karena
menurunnya
peran
perekonomian
nasional
atau
karena
meningkatnya permintaan mata uang asing
USD oleh masyarakat karena perannya
sebagai alat pembayaran internasional.
Kinerja uang khususnya pasar luar negeri
diukur melalui kurs rupiah, terutama mata
uang dolar AS. Semakin menguat kurs rupiah
sampai batas tertentu berarti menggambarkan
kinerja di pasar uang semakin menunjukkan
perbaikan. Sebagai dampak meningkatnya
laju inflasi maka nilai tukar mata uang
domestik semakin melemah terhadap mata
uang asing, hal ini mengakibatkan harga
saham akan mengalami penurunan, dan
investasi di pasar modal menjadi kurang
diminati.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh inflasi, tingkat
suku bunga, dan nilai tukar terhadap
IHSG di BEI secara simultan?
2. Bagaimana pengaruh inflasi, tingkat
suku bunga, dan nilai tukar terhadap
IHSG di BEI secara parsial?
Batasan Masalah
Penulis membatasi penelitian ini
dengan menggunakan beberapa variabel
makro ekonomi, yaitu inflasi, tingkat suku
bunga, dan nilai kurs sebagai variabel bebas.
Periode penelitian adalah 5 tahun, yaitu dari
2006-2010. Penelitian ini menggunakan
analisis regresi berganda dimana Indeks
Pertanian sebagai variabel terikat (Y) dan
inflasi, suku bunga, dan nilai tukar sebagai
variabel bebas.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas
maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis pengaruh variabel inflasi, suku
bunga, dan nilai tukar terhadap IHSG di BEI
secara parsial dan simultan.
TELAAH PUSTAKA
Inflasi
Inflasi
didefinisikan
sebagai
kecenderungan dari harga-harga untuk
menaik secara umum dan terus menerus.
Kenaikan harga dari satu atau dua macam
barang saja tidak dapat dikatakan sebagai
inflasi kecuali kenaikan tersebut membawa
dampak terhadap kenaikan harga sebagian
besar barang-barang lain.
Menurut Sukirno (1994:303) faktorfaktor yang menyebabkan inflasi terbagi
menjadi dua: inflasi tarikan permintaan dan
inflasi desakan biaya. Inflasi tarikan
permintaan terjadi apabila sektor perusahaan
tidak mampu dengan cepat melayani
permintaan masayarakat yang wujud dalam
pasaran. Masalah kekurangan barang akan
berlaku dan ini akan mendorong kepada
kenaikan harga-harga. Inflasi tarikan
permintaan biasanya berlaku pada ketika
perekonomian mencapai tingkat penggunaan
tenaga kerja penuh dan pertumbuhan
ekonomi berjalan dengan cepat. Dalamp
periode seperti ini permintaan masyarakt
bertambah dengan pesat dan perusahaanperusahaan pada umumnya akan beroperasi
pada kapasitasnya yang maksimal. Kelebihan
permintaan yang masih terjadi akan
menimbulkan kenaikan harga-harga.
Inflasi desakan biaya adalah masalah
kenaikan harga-harga dalam perekonomian
yang diakibatkan oleh kenaikan biaya
produksi.
Meningkatnya biaya produksi
dapat disebabkan 2 hal, yaitu : kenaikan
harga, misalnya bahan baku dan kenaikan
upah/gaji. Pertambahan biaya produksi akan
mendorong
perusahaan-perusahaan
menaikkan harga, walaupun mereka harus
mengambil
resiko
akan
mengalami
penurunan permintaan akan barang-barang
yang diproduksinya.
Suku Bunga
Menurut Prawoto dan Avonti (2004),
suku bunga adalah pembayaran yang
dilakukan untuk penggunaan uang. Suku
bunga adalah jumlah bunga yang harus
dibayar per unit waktu. Dengan kata lain,
masyarakat harus membayar peluang untuk
meminjam uang.
Menurut Keynes, tingkat bunga
ditentukan oleh permintaan dan penawaran
akan uang (ditentukan dalam pasar uang).
Perubahan tingkat suku bunga selanjutnya
akan mempengaruhi keinginan untuk
mengadakan investasi, misalnya pada surat
berharga, dimana harga dapat naik atau turun
tergantung pada tingkat bunga (bila tingkat
bunga naik maka surat berharga turun dan
sebaliknya), sehingga ada kemungkinan
pemegang surat berharga akan menderita
capital loss atau gain.
Suku bunga dibedakan menjadi dua,
yaitu:
1. Suku bunga nominal adalah suku
bunga dalam nilai uang. Suku
bunga ini merupakan nilai yang
dapat dibaca secara umum. Suku
bunga ini menunjukkan sejumlah
rupiah untuk setiap satu rupiah
yang diinvestasikan.
2. Suku bunga riil adalah suku bunga
yang telah mengalami koreksi
akibat inflasi dan didefinisikan
sebagai suku bunga nominal
dikurangi laju inflasi. Dalam
Kamus Akuntansi (1996:69),
disebutkan bahwa interest (bunga,
kepentingan, hak) merupakan: [1]
beban atas penggunaan uang
dalam suatu periode, dan [2] suatu
pemilikan atau bagian kenyataan
dalam suatu perusahaan, usaha
dagang, atau sumber daya.
Dari sisi perusahaan, Weston dan
Brigham (1998) mengatakan bahwa suku
bunga mempengaruhi laba perusahaan
dengan dua cara yaitu :
1. Karena bunga merupakan biaya,
maka makin tinggi tingkat suku
bunga
makin
rendah laba
perusahaan apabila hal-hal lain
dianggap konstan.
2. Suku bunga mempengaruhi tingkat
aktifitas ekonomi dan karena itu
mempengaruhi laba perusahaan.
Nilai Tukar
Menurut Adiningsih, dkk (1998:155),
nilai tukar rupiah adalah harga rupiah
terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai
tukar rupiah merupakan nilai dari satu mata
rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata
uang negara lain. Misalnya nilai tukar rupiah
terhadap dollar AS, nilai tukar rupiah
terhadap Yen, dan lain sebagainya.
Kurs inilah sebagai salah satu
indikator yang mempengaruhi aktivitas di
pasar saham maupun pasar uang karena
investor cenderung akan berhati-hati untuk
melakukan investasi. Menurunnya kurs
rupiah terhadap mata uang asing khususnya
dollar AS memiliki pengaruh negatif
terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak
dan Kurniasari, 2003).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pergerakan nilai tukar, yaitu (Madura, 1993):
1. Faktor Fundamental
Faktor fundamental berkaitan
dengan
indikator-indikator
ekonomi seperti inflasi, suku
bunga,
perbedaan
relatif
pendapatan
antar-negara,
ekspektasi pasar dan intervensi
Bank Sentral.
2. Faktor Teknis
Faktor teknis berkaitan dengan
kondisi
penawaran
dan
permintaan devisa pada saat-saat
tertentu. Apabila ada kelebihan
permintaan, sementara penawaran
tetap, maka harga valas akan naik
dan sebaliknya.
3. Sentimen Pasar
Sentimen pasar lebih banyak
disebabkan oleh rumor atau
berita-berita politik yang bersifat
insidentil, yang dapat mendorong
harga valas naik atau turun secara
tajam dalam jangka pendek.
Apabila rumor atau berita-berita
sudah berlalu, maka nilai tukar
akan kembali normal.
Menurut Kuncoro (2001: 26-31), ada
beberapa sistem nilai tukar mata uang yang
berlaku di perekonomian internasional, yaitu:
1. Sistem nilai tukar mengambang
(floating exchange rate), sistem
kurs
ini
ditentukan
oleh
mekanisme pasar dengan atau
tanpa upaya stabilisasi oleh
otoritas moneter. Di dalam sistem
nilai tukar mengambang dikenal
dua macam kurs mengambang,
yaitu :
a.
Mengambang bebas (murni)
dimana nilai tukar mata uang
ditentukan sepenuhnya oleh
mekanisme pasar tanpa ada
campur tangan pemerintah.
Sistem ini sering disebut clean
floating exchange rate, di
dalam sistem ini cadangan
devisa tidak diperlukan karena
otoritas
moneter
tidak
berupaya untuk menetapkan
atau memanipulasi kurs.
b.
Mengambang terkendali
(managed or dirty floating
exchange rate) dimana otoritas
moneter berperan aktif dalam
menstabilkan nilai tukar pada
tingkat tertentu. Oleh karena
itu, cadangan devisa biasanya
dibutuhkan karena otoritas
moneter perlu membeli atau
menjual
valas
untuk
mempengaruhi
pergerakan
kurs.
2. Sistem nilai tukar tertambat (peged
exchange rate). Dalam sistem ini,
suatu negara mengkaitkan nilai
mata uangnya dengan suatu mata
uang negara lain atau sekelompok
mata uang, yang biasanya
merupakan mata uang negara
partner dagang yang utama
“menambatkan“ ke suatu mata
uang berarti nilai mata uang
tersebut bergerak mengikuti mata
uang yang menjadi tambatannya.
Jadi sebenarnya mata uang yang
ditambatkan tidak mengalami
fluktuasi tetapi hanya berfluktuasi
terhadap
mata
uang
lain
mengikuti mata uang yang
menjadi tambatannya.
3.
Sistem nilai tukar tertambat
merangkak
(crawling
pegs).
Dalam sistem ini, suatu negara
melakukan sedikit perubahan
dalam nilai mata uangnya secara
periodik dengan tujuan untuk
bergerak menuju nilai tertentu
pada rentang waktu tertentu.
Keuntungan utama sistem ini
adalah suatu negara dapat
mengatur penyesuaian kursnya
dalam periode yang lebih lama
dibanding sistem nilai tukar
tertambat. Oleh karena itu, sistem
ini dapat menghindari kejutankejutan terhadap perekonomian
akibat revaluasi atau devaluasi
yang tiba-tiba dan tajam.
4. Sistem sekeranjang mata uang
(basket of currencies). Banyak
negara terutama negara sedang
berkembang menetapkan nilai
mata
uangnya
bekanrdasar
sekeranjang
mata
uang.
Keuntungan dari sistem ini adalah
menawarkan stabilitas mata uang
suatu negara karena pergerakan
mata
uang
disebar
dalam
sekeranjang mata uang. Seleksi
mata uang yang dimasukkan
dalam “keranjang“ umumnya
ditentukan oleh peranannya dalam
membiayai perdagangan negara
tertentu.
Mata
uang
yang
berlainan diberi bobot yang
berbeda
tergantung
peran
relatifnya
terhadap
negara
tersebut. Jadi sekeranjang mata
uang bagi suatu negara dapat
terdiri dari beberapa mata uang
yang berbeda dengan bobot yang
berbeda.
5. Sistem nilai tukar tetap (fixed
exchange rate). Dalam sistem ini,
suatu negara mengumumkan
suatu kurs tertentu atas nama
uangnya dan menjaga kurs ini
dengan menyetujui untuk menjual
atau membeli valas dalam jumlah
tidak terbatas pada nilai tersebut.
Nilai tukar biasanya tetap atau
diperbolehkan berfluktuasi dalam
batas yang sangat sempit.
METODE PENELITIAN
Berdasarkan metode dan teori yang
ada maka penelitian ini berbentuk penelitian
deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang
mengungkap besar atau kecilnya suatu
pengaruh atau hubungan antar variabel yang
dinyatakan dalam angka-angka, dengan cara
mengumpulkan data-data yang merupakan
faktor pendukung terhadap pengaruh antara
variabel-variabel
yang
bersangkutan
kemudian mencoba untuk dianalisis. Alat
analisis yang digunakan adalah analisis
regresi berganda dengan menggunakan
software SPSS 17 guna mengetahui pengaruh
antara harga saham dengan sebagai variabel
dependen dengan variabel independen
(inflasi, suku bunga, dan kurs).
Persamaan regresi yang dirumuskan
sebagai berikut:
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + e
Y
= Harga saham rata-rata
α
= konstanta
β1…β3 = Koefisien regresi masingmasing variabel independen
X1
= Inflasi
X2
= Tingakat Suku Bunga
X3
= Kurs
e
= faktor residua
Koefisien Determinasi
Merupakan
besaran
yang
memberikan informasi goodness of fit
dari persamaan regresi, yaitu memberikan
proporsi atau persentase kekuatan
pengaruh variabel yang menjelaskan (X1,
X2, X3) secara simultan terhadap variasi
dari variabel dependen (Y). Koefisien
determinasi (R2) digunakan untuk
mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi
variabel dependen. Nilai koefisien
determinansi adalah antara 0 dan 1. Nilai
R² yang kecil berarti kemampuan
independen
dalam
variabel‐variabel
menjelaskan variasi variabel dependen
amat terbatas. Nilai yang mendekati 1
(satu)
berarti
variabel–variabel
independen memberikan hampir semua
informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependen.
Pengujian Terhadap Koefisien Regresi
Secara Simultan (Uji F)
Pengujian terhadap koefisien regresi
secara simultan dilakukan dengan uji F.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui
pengaruh semua variabel independen yang
terdapat
di
dalam
model
secara
bersama‐sama (simultan) terhadap variabel
independen. Dengan tingkat signifikansi
sebesar 5% nilai F hitung dari masing‐masing
koefisien regresi kemudian dibandingkan
dengan niai F tabel. Jika hitung > Ftabel atau
prob‐sig <a = 5% berarti bahwa masing‐
masing variabel independen berpengaruh
secara positif terhadap dependen. Uji F
digunakan untuk menguji signifikansi
pengaruh inflasi, suku bunga, dan nilai tukar,
terhadap IHSG secara simultan.
Pengujian Terhadap Koefisien Regresi
Secara Parsial (Uji t)
Pengujian terhadap koefisien
regeresi secara parsial dilakukan dengan
uji t. Pengujian ini dilakukan untuk
mengetahui signifikansi peran secara
parsial antara variabel independen
terhadap variabel dependen dengan
mengasumsikan
bahwa
variabel
independen lain dianggap konstan.
Dengan tingkat signifikansi sebesar 95%,
nilai t hitung dari masing‐masing
koefisien regresi kemudian dibandingkan
dengan nilai t tabel. Jika t‐hitung > t‐tabel
atau prob‐sig < α = 5% berarti bahwa
masing‐masing variabel independen
berpengaruh secara positif terhadap
variabel dependen.
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Analisa Koefisien Determinasi
Dalam perhitungan statistik ini nilai
R2 yang digunakan adalah adjusted R square.
Adjusted R square adalah suatu indikator
yang digunakan untuk mengetahui pengaruh
penambahan suatu variable independent ke
dalam suatu persamaan regresi. Nilai
adjusted R2 telah dibebaskan dari pengaruh
derajat kebebasan (degree of freedom) yang
berarti nilai tersebut telah benar-benar
menunjukkan bagaimana pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen.
Berikut adalah koefisien determinasi dari
penelitian ini yang disajikan dalam tabel
berikut
Dari tabel di atas bahwa nilai
adjusted R square adalah sebesar 0.883
menunjukkan bahwa variasi variabel
independen mampu menjelaskan 88.3%
variasi variabel dependen, sedangkan sisanya
yaitu sebesar 11.7% dijelaskan oleh variabel
lain diluar variabel independen. Nilai
koefisien korelasi (R) sebesar 0,943
menunjukkan bahwa kuat hubungan antara
variabel independen terhadap variabel
dependen sebesar 94.3%.
Analisa Uji Simultan (Uji F)
Pengujian terhadap koefisien regresi
secara simultan dilakukan dengan uji F.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui
pengaruh semua variabel independen yang
terdapat
di
dalam
model
secara
bersama‐sama (simultan) terhadap variabel
independen. Berikut hasil Uji F yang diolah
menggunakan SPSS yang disajikan dalam
tabel berikut.
Dari hasil perhitungan di atas dapat
dilihat bahwa nilai signifikansi adalah
sebesar 0,000 dan nilai F hitung sebesar
148.966. Dasar pengambilan keputusan
adalah tingkat signifikansinya sebesar 5%
atau 0,05. Karena nilai signifikansi lebih
kecil dari 0,05 maka menunjukkan adanya
pengaruh inflasi, tingkat suku bunga, dan
kurs USD secara simultan terhadap IHSG.
Analisa Uji Parsial (Uji t)
Pengujian terhadap koefisien regeresi
secara parsial dilakukan dengan uji t.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui
signifikansi peran secara parsial antara
variabel independen terhadap variabel
dependen dengan mengasumsikan bahwa
variabel independen lain dianggap konstan.
Berikut hasil Uji t yang diolah menggunakan
SPSS yang disajikan dalam tebel berikut.
Hasil hipotesis penelitan pengaruh
Inflasi, Tingkat Suku Bunga, dan Kurs
Rupiah, terhadap IHSG secara parsial akan
dibahas sebagai berikut :
1. Dari persamaan regresi di atas,
dapat dilihat bahwa nilai t-hitung
dari inflasi adalah sebesar 4.483
dengan
tingkat
signifikansi
sebesar 0.000. Karena nilai
signifikansi lebih kecil dari 5%
maka
terdapat
pengaruh
signifikan antara variabel inflasi
terhadap IHSG.
2. Dari persamaan regresi di atas,
dapat dilihat bahwa nilai t-hitung
dari Suku Bunga adalah sebesar 12.922 dengan tingkat signifikansi
sebesar 0.000. Karena nilai
signifikansi lebih kecil dari 5%
maka
terdapat
pengaruh
signifikan antara variabel Suku
Bunga terhadap IHSG.
3. Dari persamaan regresi di atas,
dapat dilihat bahwa nilai t-hitung
dari kurs adalah sebesar -11.886
dengan
tingkat
signifikansi
sebesar 0.000. Karena nilai
signifikansi lebih kecil dari 5%
maka
terdapat
pengaruh
signifikan antara variabel nilai
tukar terhadap IHSG.
Dari tabel di atas dapat disusun
persamaan regresi sebagai berikut :
IHSG = 9581.271 + 65.093 Inflasi – 394.600
Suku Bunga – 0.480 Nilai Tukar
Dari persamaan regresi tersebut dapat
diungkapkan:
1. Konstanta menunjukkan angka
sebesar 9581.271 yang berarti bila
variabel independen dianggap
konstan maka IHSG bernilai
9581.271.
2. Inflasi menunjukkan angka 65.093
mempunyai arti jika suku bunga
dan nilai tukar konstan maka
setiap kenaikan inflasi sebesar 1
akan
mempengaruhi
IHSG
sebesar 65.093.
3. Suku bunga menunjukkan nilai 394.600 mempunyai arti jika
inflasi dan nilai tukar konstan
maka setiap kenaikan suku bunga
sebesar 1 akan mempengaruhi
IHSG sebesar -394.600.
4. Nilai tukar menunjukkan nilai 0.480 mempunyai arti jika inflasi
dan suku bunga konstan maka
setiap kenaikan nilai tukar sebesar
1 akan mempengaruhi IHSG
sebesar -0.480.
SIMPULAN
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan
pembahasan yang telah dikemukakan pada
bab IV, dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Inflasi, tingkat suku bunga, dan
nilai tukar secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap
IHSG.
2. Inflasi berpengaruh positif
signifikan terhadap IHSG.
3. Tingkat Suku Bunga berpengaruh
negatif signifikan terhadap IHSG.
4. Nilai tukar berpengaruh negatif
signifikan terhadap IHSG.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, Sri dkk. 1998. Perangkat
Analisis dan Teknik Analisis
Investasi di Pasar Modal Indonesia,
P.T. Bursa Efek Jakarta, Jakarta.
Avonti, Amos Amoroso dan Hudi Prawoto.
2004. “Analisis Pengaruh Nilai
Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat
Suku Bunga SBI Terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan di Bursa
Efek Jakarta”, Jurnal Akuntansi
Bisnis, Vol. III No.5.
Dornbusch,
S.
&
Fisher.
1992.
Macroeconomics, Seventh Edition,
McGraw‐ Hill, New York.
Gozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis
Multivariate Dengan Program
SPSS, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang.
Gultekin, N. Bullent. 1983. “Stock Market
Returns and Inflation Forecasts”,
The Journal of Finance, vol.
XXXVIII. No. 3, hal 663-673.
Haryanto, Dedi M.Y. & Riyatno. 2007.
“Pengaruh Suku Bunga Sertifikat
Bank Indonesia dan Nilai Kurs
Terhadap Resiko Sistematik Saham
Perusahaan di BEJ”, Jurnal
Keuangan dan Bisnis. Vol. 5. No.1,
hal 24-40.
Kuncoro, Mudrajad. 1996. Manajemen
Keuangan Internasional, BPFE,
Yogyakarta.
Madura, Jeff. 1993. Financial Management,
Florida University Express.
Makaryanawati & Ulum. M. 2009.
“Pengaruh Tingkat Suku Bunga dan
Tingkat Likuiditas Perusahaan
terhadap Risiko Investasi Saham
yang Terdaftar pada Jakarta Islamic
Index”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis,
Vol. 14. No.1, hal 49-60.
Menike, L.M.C.S. 2006. “The Effect of
Macroeconomic Variables on Stock
Prices in Emerging Sri Lankan
Stock Market”, Sabaragamuwa
University Journal, vol. 6 No. 1,
hal 50-67.
Nugroho, Heru. 2008. “Analisis Pengaruh
Inflasi, Suku Bunga, Kurs, dan
Jumlah Uang Beredar Terhadap
Indeks LQ-45 (Studi Kasus Pada
BEI Periode 2002-2007)”, Tesis
Magister Manajemen, Program
Pasca
Sarjana,
Universitas
Diponogoro,
Semarang
(tidak
dipublikasikan).
Octavia, Ana. 2007. “Analisis Pengaruh Nilai
Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat
Suku Bunga SBI Terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan di Bursa
Efek Jakarta”, Skripsi Manajemen,
Program
Sarjana,
Universitas
Negeri Semarang, Semarang (tidak
dipublikasikan).
Pearce, Douglas. K. 1982. “The Impact of
Inflation
in
Stock
Prices”,
Economic Review.
Pratikno, Dedy. 2009. “Analisis Pengaruh
Nilai Tukar Rupiah, Inflasi, SBI,
dan Indeks Dow Jones terhadap
pergerakan Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) di Bursa Efek
Indonesia (BEI)”, Tesis Magister
Sains
Studi
Ekonomi
Pembangunan,
Sekolah
Pascasarjana, Universitas Sumatera
Utara,
Medan
(tidak
dipublikasikan).
Priyatno, Dwi. 2008. Mandiri Belajar SPSS
untuk Analisis Data & Uji Statistik,
Penerbit MediaKom, Yogyakarta.
Reilly, Frank .K. 1997. “The Impact of
Inflation on ROE, Growth and
Stock Prices”, Financial Service
Review, Vol. 6(1).
Saini, Azman dkk. 2002. “Stock Price and
Exchange rate Interaction in
Indonesia: An Empirical Inquiry”,
Jurnal ekonomi dan keuangan
Indonesia, Volume I.No.3, Hal
311‐324.
Sukirno, Sadono. 1998. Pengantar Teori
Edisi
Kedua,
Makroekonomi,
Cetakan ke-9, Penerbit PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Thobarry, Achmad. 2009. “Analisis Pengaruh
Nilai Tukar, Suku Bunga, Laju
Inflasi, dan Pertumbuhan GDP
Terhadap Indeks Harga Saham
Sektor Properti (Kajian Empiris
pada Bursa Efek Indonesia Periode
Pengamatan Tahun 2000-2008)”,
Magister
Manajemen,
Tesis
Program Pasca Sarjana, Universitas
Diponogoro,
Semarang
(tidak
dipublikasikan).
Tobing, Rumiris. L. 2009. “Analisis
Pengaruh Nilai Tukar, Inflasi dan
Suku Bunga Sertifikat Bank
Indonesia terhadap Pergerakan
Indeks Harga Saham Gabungan di
Bursa Efek Indonesia Periode
2004-2008”, Skripsi Manajemen,
Program
Sarjana,
Universitas
Sumatera Utara, Medan (tidak
dipublikasikan).
Wiwoho, Z. 2005. “Analisis Pengaruh
Fundamental dan Makro Ekonomi
Terhadap Indeks Harga Saham
Sektor Manufaktur”, Tesis Magister
Manajemen,
Program
Pasca
Sarjana, Universitas Diponogoro,
Semarang (tidak dipublikasikan).
Witjaksono, Ardian A. 2010. “Analisis
Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI,
Harga Minyak Dunia, Harga Emas
Dunia, Kurs Rupiah, Indeks Nikkei
225, dan Indeks Dow Jones
terhadap IHSG (studi kasus pada
IHSG di BEI selama periode 20002009)”, Tesis Magister Manajemen,
Program Pasca Sarjana, Universitas
Diponogoro,
Semarang
(tidak
dipublikasikan).
Download