BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Profesional di bidang kesehatan ibu dan anak telah berusaha untuk memaksimalkan upaya kesehatan masyarakat. Berbagai kebijaksanaan dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan anak telah terlaksana, namun masih belum mencapai angka yang ditargetkan. Hal ini menjadi tantangan bersama untuk mencari jalan keluar. Indonesia memiliki jumlah pasangan usia subur yang cukup besar. Menurut hasil pendataan keluarga, pada tahun 2010 terdapat sekitar 66.053.730 wanita usia subur berusia 15-49 tahun, sejumlah 44.431.227 di antaranya adalah pasangan usia subur dan 1.606.004 dengan kehamilan (BKKBN, 2012). Terdapat sekitar 40.636 ibu mengalami penyulit kehamilan dan persalinan, dan 276 meninggal dunia (case fatality rate = 0,68%) (BKKBN, 2013). Sejumlah wanita usia subur tersebut berisiko mengalami permasalahan kesehatan reproduksi. Salah satu di antara masa reproduksi adalah masa nifas. Masa nifas menjadi periode penting bagi ibu dan bayi baru lahir (World Health Organization, 2009). Masa ini merupakan masa transisi, namun menjadi aspek yang sering diabaikan dalam perawatan kesehatan wanita. Selama masa nifas, ibu mengalami serangkaian perubahan fisik, emosional dan sosial (Bahadoran et al., 2009), sehingga pada masa ini ibu membutuhkan banyak adaptasi (Figueiredo & Conde, 2011). Masa nifas berkaitan dengan kesakitan ibu, kematian ibu, dan kematian neonatal. Sebanyak 54,7% dari kematian bayi di Indonesia terjadi pada periode neonatal (Depkes, 2011). Neonatus atau bayi baru lahir (0-28 hari) memiliki risiko gangguan kesehatan paling tinggi (Bahadoran et al., 2009). Jumlah bayi berat lahir rendah/BBLR (< 2.500 gram) cukup tinggi yaitu sebesar 11,1% dan ≥ 4.000 gram sebesar 6,4% (Depkes, 2010). Jumlah bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan jenis kelamin perempuan (12,4%) lebih tinggi daripada anak laki-laki (9,8%) (Depkes, 2010). Sebanyak 78,5% kematian neonatus terjadi di minggu pertama kehidupan (0-6 hari), dan 29,9% di antaranya terjadi di hari pertama (Titaley et al., 2008). Berbagai permasalahan kesehatan fisik dapat dialami ibu, seperti kelelahan, nyeri perineum, sakit punggung, puting pecah-pecah, seksio sesarea, wasir, sakit kepala, sembelit, inkontinensia uri, gangguan tidur, kurangnya gairah seksual, hubungan seksual yang menyakitkan, gangguan psikologis, dan depresi (Ansara et al., 2005). Rasa sakit tersebut dapat membatasi ibu untuk melaksanakan tugas-tugas rutin (Hammoudeh et al., 2009). Permasalahan kesehatan cenderung lebih banyak di pedesaan dan kalangan berpendidikan rendah. Persentase bayi berat badan lahir rendah (BBLR) di pedesaan (12,0%) lebih tinggi daripada di perkotaan (10,4%). Terdapat kecenderungan semakin tinggi tingkat pendidikan dan status ekonomi, semakin rendah persentase BBLR. Anak balita dari keluarga yang tidak bekerja, petani/buruh/nelayan, dan jenis pekerjaan lainnya mempunyai persentase yang lebih tinggi mengalami BBLR (Depkes, 2010). Beberapa permasalahan kesehatan yang timbul di masa kehamilan dan nifas menjadi faktor kendala pencapaian kualitas hidup ibu nifas. Kualitas hidup adalah tujuan pencapaian pelayanan kesehatan. Kualitas hidup ibu terdiri dari kualitas dari banyak faktor, yaitu meliputi biologis, psikologis, sosial, kultural dan spiritul (Bahadoran et al., 2007). Penilaian kesehatan ibu dan anak di Indonesia masih menggunakan indikator morbiditas dan mortalitas. Penilaian ini dianggap masih tradisional, karena dilakukan berdasarkan penilaian fisik atau indikator fisik. Kesehatan ibu dan anak perlu dinilai dalam meningkatkan kualitas hidup, tidak hanya berdasar menyelamatkan nyawa (Hill et al., 2007). Namun, penelitian mengenai kualitas hidup pada periode nifas masih terbatas (Wong & Fielding, 2007). Penilaian kualitas hidup pada ibu nifas digunakan untuk mengukur ketepatan pemberian perawatan nifas. Isu penelitian sementara ini berhubungan dengan aspek biomedis, pengalaman melahirkan, pengetahuan, dan dukungan medis yang diperlukan (Webb et al., 2008; Hammoudeh et al., 2009). Kelahiran anak pertama merupakan masa sulit. Periode ini menjadi pengalaman baru bagi istri maupun suami. Orangtua merasakan kebingungan, khususnya istri merasakan cemas, takut, dan bahagia. Kelahiran anak pertama yang diinginkan merupakan campuran antara perasaan gembira dan cinta, dapat disertai dengan tuntutan berat terhadap pekerjaan, munculnya kebingungan akan perubahan peran dan perubahan menjadi orangtua. Kelahiran anak pertama merupakan peristiwa menantang sehingga perlu dipersiapkan, sehingga dapat membantu orangtua mengatasi banyak situasi. Tanggung jawab perawatan anak, kurangnya pengetahuan dan persiapan dapat menjadi sumber frustrasi dan kelelahan bagi ibu baru (Aston, 2002). Dukungan sosial dan efikasi diri dibutuhkan oleh ibu nifas. Menurut Dennis & Ross (2006), dukungan sosial merupakan prediktor depresi postpartum yang akhirnya dapat mempengaruhi kualitas hidup ibu. Dukungan sosial pada bulan pertama postpartum penting untuk dikaji karena berhubungan dengan kejadian depresi bulan pertama, dan kejadian depresi bulan pertama berpengaruh terhadap kejadian depresi bulan keenam. Menurut Webster et al. (2011), penilaian tentang tingkat dukungan pada wanita setelah melahirkan, terutama dari pasangannya dan keluarga, dapat memberikan informasi yang berguna bagi kemungkinan intervensi di enam minggu postpartum. Menurut Bahadoran et al. (2009), tingkat yang rendah atau ketidakkonsistenan dukungan sosial menjadi prediktor kuat depresi nifas. Adanya ketidakpuasan pada dukungan sosial dapat meningkatkan risiko klinis dan sub klinis depresi selama postpartum. Menurut Karademas (2006), efikasi diri diperlukan bagi ibu nifas untuk mencegah terjadinya depresi postpartum. Efikasi diri merupakan variabel mediator terjadinya depresi postpartum. Kepercayaan diri ibu yang rendah dapat merusak hubungan ibu dan bayi, dan berhubungan negatif dengan perkembangan bayi (Reck et al., 2012). Selama bertahun-tahun, sesi pelatihan antenatal telah direkomendasikan untuk ibu hamil (Woods et al., 2010; Chittleborough, et al., 2012). Pengetahuan ibu dan pendidikan sebelum persalinan penting untuk kesiapan masa nifas (Escobar et al., 2001). Adanya kesalahan informasi dan adat/kebiasaan di masyarakat yang dinilai cenderung tidak rasional, membuat kebingungan bagi ibu nifas, terutama ibu yang pertama kali melahirkan (primipara). Persiapan masa nifas yang tidak diberikan sejak masa kehamilan, menyebabkan ibu tidak mengetahui cara perawatan diri dan bayinya dengan baik. Persiapan menghadapi kondisi postpartum perlu dilakukan sejak masa kehamilan. Persiapan masa nifas yang tidak diberikan sejak masa kehamilan, menyebabkan ibu tidak mengetahui cara perawatan diri dan bayinya dengan baik. Ibu merasa kurang waktu dan ruang pribadi dalam mengendalikan kehidupan mereka. Mayoritas studi tentang nifas terfokus pada aspek pengalaman ibu, komplikasi nifas, depresi postpartum, permasalahan administrasi, dan akses keperawatan nifas. Juga pada penelitian tentang pengasuhan anak, perilaku pencarian perawatan, kepercayaan, budaya, sikap dan keterampilan berkaitan dengan perawatan pada nifas (Hammoudeh et al., 2009; Hill et al., 2006). Namun, terdapat porsi yang kecil pada penelitian yang berkaitan dengan pengetahuan, dukungan sosial, efikasi diri dan kualitas hidup ibu nifas dan implikasinya dalam kehidupan sehari-hari (Hammoudeh et al., 2009). Penelitian Suryawati (2007) menyatakan bahwa secara umum pengetahuan ibu tentang perawatan nifas dan bayi baru lahir masih kurang. Sebanyak 41,7% ibu nifas berpantang makan daging dan ikan laut (agar ASI tidak berbau amis). Hampir semua responden minum jamu dan 83,3% responden melakukan pijat badan untuk mengembalikan kebugaran tubuh setelah bersalin. Kebiasaan perawatan yang lain adalah bayi digedhong (dibungkus) dengan jarik (kain batik pelengkap busana kebaya) agar bayi hangat dan diam, mengaitkan kesalahan masa lalu orangtuanya dengan kondisi bayi lahir cacat atau sungsang, sebanyak 1,7% melakukan senggama pada saat nifas. Studi pada 40 orang ibu nifas di Rumah Sakit Panti Wilasa Semarang menunjukkan bahwa 30% ibu nifas mengetahui bahwa perawatan luka perineum dan status gizi berhubungan dengan proses penyembuhan luka (Suryati et al., 2013). B. Masalah Kabupaten Sragen telah dianggap berhasil dalam pencapaian angka kematian ibu (Dinkes, 2012). Angka kematian ibu (AKI) di Kabupaten Sragen terendah di Jawa Tengah, yaitu sebesar 50/100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu (AKI) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 yang tertinggi di Kabupaten Pemalang, yaitu sebesar 196/100.000 kelahiran hidup, dan posisi kedua tertinggi di Pekalongan dengan jumlah AKI sebesar 184/100.000 kelahiran hidup. Namun, hasil studi pendahuluan di Kecamatan Miri Sragen bulan Desember 2012, menunjukkan adanya permasalahan tentang efikasi diri dan dukungan sosial ibu primipara. Sebanyak 80% ibu nifas hidup bersama suami dan ibunya, namun perawatan bayinya tidak secara mandiri karena ibu merasa takut memegang bayi dan tidak mempercayai bahwa dirinya dapat merawat bayinya. Sebanyak tujuh dari sepuluh orang (70%) ibu nifas primigravida menyerahkan perawatan bayi baru lahirnya kepada orangtua/mertua. Kajian terhadap sepuluh orang ibu nifas mendapatkan hasil sebanyak 80% ibu merasa tidak diperhatikan oleh pasangannya. Sebanyak 40% menyatakan kunjungan tetangga tidak dianggap sebagai sesuatu yang membantu. Sebanyak 70% menyatakan terganggu karena kunjungan tetangga dan bantuan yang diberikan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan. Sebanyak 60% ibu menyatakan khawatir jika bayinya dirawat oleh orang lain selain suami dan ibu kandung/mertua. Sebanyak 60% ibu menyatakan suaminya melarang berbelanja selama masa nifas, sehingga merasa tergantung dengan orang lain. Hasil studi pendahuluan di wilayah Kecamatan Miri Sragen melalui penyebaran kuesioner kepada 30 ibu hamil, menunjukkan masih ada sebanyak 23,3% ibu memilih dukun bayi dalam perawatan nifas dan bayi baru lahir mereka. Sebanyak 63,3% menyatakan setelah bersalin wanita tidak boleh langsung menyusui bayi. Sebanyak 13,3% ibu tidak mengetahui tanda bahaya ibu nifas, sebanyak 6,7% tidak mengetahui waktu sebaiknya mulai menggunakan alat kontrasepsi, sebanyak 16,7% tidak mengetahui jenis kontrasepsi yang akan digunakan. Sebanyak 3% ibu tidak mengetahui waktu pemberian air susu ibu eksklusif selama enam bulan, dan sebanyak 33,3% menyatakan boleh berpantang makanan saat nifas. Data tersebut menunjukkan kurangnya informasi mengenai perawatan nifas. Upaya peningkatan kualitas hidup ibu nifas melalui program kelas ibu hamil telah digulirkan pemerintah sejak tahun 2009 (Depkes, 2011), tetapi dalam pelaksanaannya belum sesuai dengan pedoman kelas ibu hamil. Seharusnya, kelas ibu hamil diberikan kepada ibu hamil trimester I, II, dan III dengan metode partisipatif, ceramah, tanya jawab, demonstrasi dan redemonstrasi, dilaksanakan tiga kali pertemuan, masing-masing 130 menit, namun para bidan di Kecamatan Miri dan Sukodono menyampaikan materi-materi kelas ibu hamil melalui konseling individu yaitu pada saat ibu memeriksakan kehamilannya. Hasil analisis kebutuhan pelatihan persiapan masa nifas di Kecamatan Miri dan Sukodono pada bulan Desember 2012, menunjukkan sebanyak 53,3% ibu menyatakan tempat penyuluhan yang ada tidak memadai jika digunakan, sejumlah 83,3% ibu lebih menginginkan pemberi materi pelatihan adalah bidan dibandingkan dengan perawat. Sebanyak 96,7% ibu menyatakan membutuhkan buku panduan perawatan nifas, sebanyak 73,3% ibu telah mendapatkan informasi tentang perawatan nifas dari buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), sebanyak 20% dari televisi, dan 1% dari radio. Semua ibu menyatakan bahwa pelatihan untuk mempersiapkan masa nifas adalah penting dan diperlukan. Semua ibu bersedia mengikuti pelatihan dan yakin akan didukung oleh suami mereka. Bidan menggunakan buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) sebagai buku pegangan ibu dalam konseling. Meskipun buku KIA berisi informasi tentang cara memelihara dan merawat kesehatan ibu dan anak, namun materi tentang perawatan nifas masih terbatas. Buku KIA terdiri dari 61 halaman, namun materi tentang perawatan nifas hanya dua halaman saja (4,16%), yaitu pada halaman 10 dan 11. Adanya ketidaklengkapan materi perawatan nifas dalam buku KIA dan analisis kebutuhan pelatihan, membuat peneliti tertarik untuk menyusun sebuah bentuk pelatihan bagi ibu hamil trimester III. Pelatihan tersebut diberi nama “Pelatihan Persiapan Masa Nifas (PMN)”. Pelatihan Persiapan Masa Nifas (PMN) disusun oleh peneliti dan belum pernah diujicobakan. Program pelatihan dikatakan bermanfaat apabila dapat meningkatkan pengetahuan, sehingga perlu diketahui ada tidaknya perbedaan pengetahuan antara sebelum dan setelah pelatihan, dan perlu dibandingkan antara kelompok yang diberi pelatihan dan kelompok tanpa pelatihan. Juga tidak tersedianya alat pengukuran di masyarakat berupa instrumen pengetahuan, dukungan sosial, efikasi diri dan kualitas hidup ibu nifas, membuat peneliti tertarik untuk menyusun instrumen pengukurannya. Antar variabel tersebut kemudian dilakukan analisis untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antar variabel. Berdasarkan latarbelakang dan masalah penelitian di atas, pertanyaan penelitian ini adalah: 1. “Apakah ada perbedaan yang signifikan antara pengetahuan ibu hamil sebelum dan setelah Pelatihan Persiapan Masa Nifas?” 2. “Apakah ada perbedaan yang signifikan antara pengetahuan ibu nifas dengan dan tanpa Pelatihan Persiapan Masa Nifas?” 3. “Apakah ada perbedaan yang signifikan antara efikasi diri ibu nifas dengan dan tanpa persiapan masa nifas?” 4. “Apakah ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu nifas dengan kualitas hidup ibu nifas?” 5. “Apakah ada hubungan yang signifikan antara efikasi diri ibu nifas dengan kualitas hidup ibu nifas?” 6. “Apakah ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial ibu nifas dengan kualitas hidup ibu nifas?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum: Menguji adanya hubungan antara Pelatihan Persiapan Masa Nifas, pengetahuan ibu nifas, dukungan sosial, efikasi diri ibu nifas dengan kualitas hidup ibu nifas. 2. Tujuan khusus: a. Menguji perbedaan antara pengetahuan ibu hamil sebelum dan setelah Pelatihan Persiapan Masa Nifas b. Menguji perbedaan antara pengetahuan ibu nifas dengan dan tanpa Pelatihan Persiapan Masa Nifas c. Menguji adanya perbedaan antara efikasi diri ibu nifas dengan dan tanpa persiapan masa nifas d. Menguji adanya hubungan antara pengetahuan ibu nifas dengan kualitas hidup ibu nifas e. Menguji adanya hubungan antara efikasi diri ibu nifas dengan kualitas hidup ibu nifas f. Menguji adanya hubungan antara dukungan sosial ibu nifas dengan kualitas hidup ibu nifas D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi: 1. Fasilitas kesehatan tingkat pertama (fasilitas kesehatan primer), yaitu mengaplikasikan Pelatihan Persiapan Masa Nifas untuk digunakan sebagai cara meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang perawatan nifas dan bayi baru lahir. Kuesioner yang dihasilkan dapat digunakan sebagai sarana pengukuran dan bahan evaluasi dalam pencapaian kualitas hidup. 2. Dinas kesehatan, yaitu sebagai upaya peningkatan kualitas hidup ibu nifas. 3. Peneliti selanjutnya, yaitu sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan studi literatur yang peneliti telusuri, belum dijumpai penelitian yang sama seperti penelitian ini. Keaslian penelitian dijabarkan pada tabel 1. Tabel 1. Keaslian penelitian: perbandingan dengan penelitian sebelumnya No Penelitian dan judul penelitian Persamaan Perbedaan Bastani et al. (2005). A Randomized Controlled Trial of the Effects of Applied elaxation Training on Reducing Anxiety and Perceived Stress in Pregnant Women − Sampel ibu hamil primigravida − Disain pretest-posttest − Memberikan pelatihan − Randomized controlled trial − Untuk mengetahui hubungan antara latihan relaksasi diterapkan pada mengurangi kecemasan dan stres yang dirasakan pada ibu hamil. − Ibu hamil trimester II − Kelompok eksperimen menerima perawatan prenatal rutin dengan latihan relaksasi 2 Bahrami et al. (2013) The Effect of Prenatal Education on Mother’s Quality of Life during First Year Postpartum among Iranian Women: A Randomized Controlled Trial − Sampel ibu hamil trimester III primravida − Variabel bebas=kelas antenatal.Variabel terikat= postpartum quality of life − Kelompok kontrol hanya menerima perawatan prenatal rutin 3 Bahadoran et al. (2009) The relation between social support and postpartum physical health in mothers 1 Kelompok kontrol hanya menerima perawatan prenatal rutin Sampel ibu nifas − Single-blind randomized control trial study. − Materi kelas antenatal tentang kehamilan, persalinan, perawatan neonatus, dan pengasuhan − Pengukuran kualitas hidup ibu nifas pada 6-8 minggu dan 1 tahun post partum − Media perangkat audiovisual (televisi dan komputer) − Kuesioner WHOQOLBREF − Kelompok eksperimen menerima kelas antenatal − Analisis t test, chi-square dan Mann-Withney. − Multistage cluster sampling strategy − Crossectional − Ibu nifas 6-7 minggu postpartum Lanjutan tabel 1. Keaslian penelitian: perbandingan dengan penelitian sebelumnya Penelitian dan No Persamaan Perbedaan judul penelitian Barakat et al. 4 Kelompok perlakuan − Sampel ibu hamil − Randomized controlled (2011) dan kontrol Exercise during trial pregnancy − Physical conditioning improves maternal program pada ibu hamil health perception: 6-9 minggu dan akhir a randomized trimester III minggu ke controlled trial 38-39 5 Leahy-Warren et al. (2011) First-time mothers: social support,maternal parental selfefficacy and postnatal depression − Desain kuantitatif − Sampel ibu nifas − Menguji hubungan antara dukungan sosial, efikasi diri dan depresi − Sampel ibu nifas primipara, pada 6 minggu postpartum − Kuesioner Social Support Questionnaire, Perceived Maternal Parental SelfEfficacy Scale, dan Edinburgh Postnatal Depression Scale. 6 Handajani et al. (2012) Childbirth Education dan Perubahan Pengetahuan Ibu Hamil tentang Kehamilan, Persalinan, Nifas dan BBL − Quasi Experiment − Dengan pendekatan one group pre-test post-test − Membandingkan hasil sebelum dan setelah mengikuti Kelas Ibu. − Sampel ibu-ibu primigravida dan hamil trimester III Berdasarkan dari enam penelitian pada Tabel 1, kebaruan dalam penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini belum pernah diteliti di Indonesia. 2. Penelitian ini mengaplikasikan Pelatihan Persiapan Masa Nifas kepada ibu hamil trimester III 3. Penelitian ini meneliti secara bersama-sama Pelatihan Persiapan Masa Nifas dan aspek psikososial ibu nifas (meliputi dukungan sosial, efikasi diri, dan kualitas hidup ibu nifas) 4. Adanya produk baru berupa buku pegangan peserta PMN berjudul “Perawatan ibu nifas dan bayi baru lahir”. 5. Adanya produk baru berupa kuesioner dukungan sosial, efikasi diri, dan kualitas hidup ibu nifas.