1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alergi merupakan respon imun yang abnormal dari tubuh. Reaksi alergi selalu muncul setiap kali terpapar dengan alergen. Reaksi dari alergi juga tidak tergantung pada besarnya dosis alergen yang terpapar (Cianferoni, 2009). Alergi memiliki prevalensi tertinggi pada bayi dan anak. Sebanyak 6-8% bayi dan anak dilaporkan memiliki alergi (Luccioli, 2008). Angka kejadian alergi pada anak ini semakin bertambah pada setiap dekade (Zeiger, 2003). Di Indonesia, kejadian alergi pada anak sebesar 5-11% (Chandra, 2011) dengan prevalensi di kota Yogyakarta sebesar 3,7-6,4% (Departemen Menteri Kesehatan, 2008). Alergi merupakan penyakit urutan ke tujuh dalam sepuluh besar penyakit rawat jalan Puskesmas untuk anak usia 1-4 tahun yaitu sebanyak 1690 kasus (Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, 2010). Alergi dapat menyebabkan komplikasi kesehatan yang serius dan mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Alergi pada anak dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Dampak buruk dari alergi dapat mengganggu proses tumbuh kembang anak (Sudewi, 2009). Alergi terjadi karena didahului dengan respon imun berupa sekresi imunoglobulin E (IgE). Sekresi IgE menyebabkan terjadinya anafilaksis dan dapat berakibat fatal (Burks, et al., 2012) bahkan dapat menyebabkan kematian (Kattan, 2011). Alergi makanan juga dapat menjadi pencetus terjadinya rhinitis alergi dan asthma pada anak-anak (Luccioli, 2008). Reaksi dari alergi tersebut juga dapat mempengaruhi sistem organ lain seperti kulit, saluran pencernaan dan pernafasan (Burks, et al., 2012). 2 Alergi terjadi karena beberapa faktor. Penyebab utama terjadinya alergi karena ada paparan terhadap alergen (Burks, et al., 2012). Faktor-faktor risiko lain yang menjadi penyebab terjadinya alergi adalah adanya mikrobia, lama pemberian ASI, pengenalan dini pada makanan padat, pembatasan makanan mengandung alergen pada ibu hamil dan bayi, kandungan pre dan probiotik dalam makanan, suplemen, vitamin, makanan organik, dan gaya hidup (merokok, lingkungan yang terpapar racun atau polusi, dan obat-obatan) (Ezendam, 2010). Alergi dapat dipengaruhi secara genetik. Seorang ibu yang memiliki riwayat alergi akan mewariskan alergi kepada anaknya. Seorang anak berisiko tujuh kali lebih mudah terkena alergi dari pada anak normal apabila memiliki orang tua atau saudara kandung yang memiliki riwayat alergi (Lack, 2008). Menurut Halken (2004), persentase anak dengan alergi yang memiliki kedua orang tua dengan riwayat alergi sebanyak 40-50%. Persentase anak dengan alergi yang memiliki salah satu orang tua atau saudara dengan riwayat alergi sebanyak 2030%. Terjadinya penyakit alergi pada anak dapat disebabkan oleh perilaku orang tua dalam memilihkan makanan untuk anak (Odijk, 2004). Penyakit alergi akan sering timbul apabila anak diberikan bahan makanan yang diduga menjadi penyebab alergennya. Timbulnya penyakit alergi pada anak dapat dihindari dengan cara mengeliminasi makanan pencetus alergi (Munasir, 2002). Alergi pada anak juga dipengaruhi oleh perilaku ibu dalam memberikan ASI dan makanan pendamping ASI. Zeiger (2003) menyatakan bahwa pemberian ASI eksklusif dan penundaan pemberian makanan padat sampai usia 6 bulan mampu menurunkan kejadian atopi dan eksema pada anak usia 1-3 tahun dan mencegah efek alergi jangka panjang pada saluran pernafasan. 3 Kondisi tersebut menjadi alasan untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Perilaku Ibu dan Pemberian Air Susu Ibu (ASI) terhadap Alergi pada Anak”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi rumusan masalah antara lain: 1. Apakah ada hubungan antara perilaku ibu dengan alergi pada anak? 2. Apakah ada hubungan antara riwayat pemberian ASI dengan alergi pada anak? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Tujuan Umum Mengetahui ada hubungan antara perilaku ibu dan riwayat pemberian ASI terhadap alergi pada anak. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui apakah ada hubungan antara perilaku ibu yang terdiri dari perilaku pemilihan makanan dan pola pemberian MP-ASI dengan kejadian alergi pada anak b. Mengetahui apakah ada hubungan antara riwayat pemberian ASI dengan kejadian alergi pada anak 4 D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini antara lain: 1. Bagi peneliti: Mengetahui gambaran perilaku ibu, riwayat pemberian ASI dan kejadian alergi pada anak. 2. Bagi ilmu pengetahuan: Menambah ilmu dan pengetahuan di bidang gizi dan kesehatan terutama yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak. Selain itu, hasil penelitian dapat membantu memecahkan masalah alergi pada anak secara tidak langsung. 3. Bagi peneliti yang akan melakukan penelitian serupa: Mengetahui gambaran perilaku ibu, riwayat pemberian ASI dan kejadian alergi pada anak yang terjadi di lokasi penelitian. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai perilaku ibu, riwayat pemberian ASI dan kejadian alergi pada anak sehingga peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian yang lebih baik. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian mengenai pengaruh perilaku ibu dan riwayat pemberian ASI terhadap kejadian alergi pada anak yang pernah dilakukan sebelumnya antara lain: 1. Budiastuti (2008) dalam tesisnya meneliti tentang hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian dermatitis atopi pada bayi risiko tinggi alergi. 5 Penelitian dilakukan di Poliklinik Anak serta Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada bulan Februari 2005 sampai dengan Desember 2007. Penelitian ini menggunakan metode case-control dan mengikutsertakan 88 subjek (44 sebagai kasus dan 44 sebagai kontrol). Hasil penelitian menyatakan bahwa bayi risiko tinggi alergi yang tidak diberi ASI eksklusif mempunyai risiko terjadinya dermatitis atopi {OR 3,72 (IK-95%: 1,40-9,90); p 0,01}. Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan adalah variabel bebas berupa pemberian ASI dan variabel tergantung berupa alergi. Dalam penelitian ini gejala alergi yang digunakan sebagai variabel tergantung adalah dermatitis atopi. Penelitian ini memiliki variabel bebas berupa pemberian ASI eksklusif saja sedangkan penelitian yang telah dilakukan memiliki variabel bebas berupa riwayat genetik ibu, perilaku pemilihan makanan, riwayat pemberian MP-ASI dan pola pemberian ASI. Selain itu, metode yang digunakan pada penelitian yang telah dilakukan adalah cross-sectional. Perbedaan lainnya ialah variabel terikat pada penelitian ini adalah dermatitis atopi yang merupakan salah satu indikator adanya alergi. Sementara itu, penelitian yang telah dilakukan menggunakan indikator alergi berupa asthma, dermatitis atopi, dan rhinitis. 2. Kusunoki, et al. (2010) meneliti tentang ASI dan prevalensi alergi pada anak sekolah. Penelitian dilakukan di Jepang pada tahun 2006 dengan penelitian epidemiologi. Penelitian dilakukan dengan menyebarkan kuesioner yang diadaptasi dari kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC). Penelitian ini membandingkan antara anak yang diberi 6 ASI saat bayi dengan anak yang diberi susu formula saat bayi. Hasil dari penelitian ini adalah anak yang diberi susu formula saat bayi memiliki prevalensi lebih tinggi terkena asma bronkial tetapi anak yang diberi ASI saat bayi memiliki prevalensi lebih tinggi terkena alergi makanan dan dermatitis atopi. Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan adalah variabel bebas yang digunakan adalah pemberian ASI. Selain itu, persamaan lainnya adalah pada variabel tergantung yang digunakan yaitu kejadian alergi. Persamaan lainnya adalah pada alat ukur yang akan digunakan yaitu kuesioner modifikasi ISAAC yang telah divalidasi sebelum digunakan. Perbedaan dengan penelitian yang telah dilakukan adalah penelitian ini hanya membandingkan prevalensi antara pemberian susu formula dan ASI dengan alergi. Penelitian yang telah dilakukan mencari hubungan antara perilaku pemilihan makanan, perilaku pemberian MP-ASI, dan pola pemberian ASI dengan kejadian alergi pada anak. Perbedaan lainnya adalah metode yang digunakan. Penelitian yang telah dilakukan menggunakan metode cross-sectional. 3. Sugiman (1987) meneliti tentang pengaruh air susu ibu dan saat pemberian makanan padat terhadap eksema atopik pada anak berusia 3-23 bulan. Penelitian ini menggunakan desain case-control dengan 70 anak sebagai kasus dan 120 anak sebagai kontrol. Subjek pada penelitian ini adalah penderita-penderita eksema atopik infantil yang berusia 3-23 bulan. Penelitian ini mengambil subjek penelitian yang merupakan pasien poliklinik penyakit kulit dan kelamin RSUP Dr. Sardjito, poliklinik penyakit anak RSUP 7 Dr. Sardjito, dan poliklinik penyakit kulit RSU Tidar, Magelang dari bulan Januari 1984 - Juni 1987. Pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner terancang dan pemeriksaan dermatologik pada ibu dan anak. Hasil dari penelitian ini adalah bayi yang diberi ASI memiliki risiko lebih rendah untuk menderita eksema atopik daripada bayi yang diberi makanan pendamping ASI (p<0,001). Berdasarkan waktu pemberian makanan padat, bayi diberi makanan padat lebih awal lebih mudah menderita eksema atopik (p<0,001). Sementara itu, jenis dari makanan pendamping ASI tidak memiliki pengaruh terhadap timbulnya eksema atopik infantil. Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan adalah variabel bebas yang digunakan adalah pemberian ASI dan makanan padat atau makanan pendamping ASI. Persamaan lainnya adalah pada variabel terikat yang digunakan yaitu eksema. Pada penelitian yang telah dilakukan eksema menjadi salah satu gejala dari alergi yang akan diteliti. Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan adalah pada desain penelitian, pemilihan subjek, lokasi penelitian, dan pengambilan data. Desain penelitian ini adalah case-control sedangkan penelitian yang dilakukan menggunakan cross-sectional. Penelitian ini memilih subjek berusia 3-23 bulan sedangkan penelitian yang dilakukan memilih subjek berusia 2-3 tahun. Penelitian ini memilih lokasi penelitian di poliklinik penyakit kulit dan kelamin RSUP Dr. Sardjito, poliklinik penyakit anak RSUP Dr. Sardjito, dan poliklinik penyakit kulit RSU Tidar, Magelang sedangkan penelitian yang dilakukan menggunakan kelompok bermain dan taman kanak-kanak. Penelitian ini menggunakan wawancara dengan kuesioner 8 terancang dan pemeriksaan dermatologis sedangkan penelitian yang dilakukan hanya menggunakan wawancara dengan kuesioner terancang. 4. Nurani (2005) meneliti tentang pengaruh diet pantang telur pada ibu menyusui terhadap kejadian dermatitis atopi pada bayi. Penelitian ini menggunakan desain randomized controlled trial (RCT) dengan 1 macam intervensi yaitu diet pantang telur. Pembanding pada penelitian ini adalah obat sebagai kontrol positif dan placebo sebagai kontrol negatif. Populasi dari penelitian ini adalah kelompok ibu dan bayinya yang mempunyai faktor risiko atopik. Subyek yang dipilih pada penelitian ini adalah yang diteliti ibu dan bayinya dengan riwayat atopik yang melahirkan di 3 rumah bersalin di Yogyakarta antara lain RSKIA Bhakti Ibu, RS Sardjito, Puskesmas Mergangsan. Pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling. Penelitian ini membutuhkan waktu selama 1 tahun. Variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini adalah diet pantang telur dan tidak pantang telur. Variabel terikat dari penelitian ini adalah dermatitis atopik. Hasil penelitian ini adalah kejadian dermatitis atopi bayi pada kelompok ibu pantang telur lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan kelompok tidak pantang telur. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan adalah variabel bebas yang merupakan diet pada ibu. Selain itu, yang menjadi persamaan adalah variabel tergantung yang merupakan dermatitis atopik. Dermatitis atopi merupakan salah satu gejala dari alergi yang akan diteliti pada penelitian yang telah dilakukan. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan terletak pada desain penelitian, populasi, subjek, pengambilan sampel, dan 9 variabel bebas. Penelitian ini menggunakan desain penelitian RCT sedangkan penelitian yang telah dilakukan menggunakan cross-sectional. Penelitian ini menggunakan populasi kelompok ibu dan anak yang berisiko atopik dan subjek penelitian yang dipilih adalah ibu dan bayinya dengan riwayat atopik yang melahirkan di 3 rumah bersalin di Yogyakarta antara lain RSKIA Bhakti Ibu, RS Sardjito, Puskesmas Mergangsan sedangkan penelitian yang telah dilakukan menggunakan populasi dan subjek seluruh ibu dan anak pada kelompok bermain dan taman kanak-kanak. Penelitian ini mengambil sampel dengan cara consecutive sampling sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan purposive sampling. Penelitian ini menggunakan variabel bebas diet pantang telur sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan variabel bebas berupa pemilihan makanan ibu kepada anak. 5. Pesonen, et al. (2006) melakukan penelitian mengenai efek protektif dari ASI eksklusif terhadap penyakit alergi apabila ASI eksklusif diberikan lebih dari 9 bulan. Penelitian ini dilakukan dengan desain penelitian cohort selama 20 tahun. Penelitian ini membagi subjek menjadi 4 kelompok ASI eksklusif berdasarkan lama pemberian ASI eksklusif. Kelompok tersebut antara lain ASI eksklusif kurang dari 2 bulan, 2 sampai kurang dari 6 bulan, 6 sampai kurang dari 9 bulan, dan lebih dari 9 bulan. Kemudian dilakukan pemeriksaan klinis, skin prick testing, dan wawancara terstruktur kepada subjek penelitian pada saat berusia 5, 11, dan 20 tahun. Apabila anak masih berusia di bawah 5 dan 11 tahun, terdapat kuesioner alergi yang harus diisi oleh orang tua. Hasil dari penelitian ini adalah bayi yang diberi ASI eksklusif lebih dari 9 bulan berisiko lebih besar terkena alergi dari pada bayi yang 10 diberi ASI eksklusif kurang dari 9 bulan. Kesimpulan dari penelitian ini ASI eksklusif 6 bulan dapat menjadi faktor protektif terjadinya alergi. Namun, jika ASI eksklusif diberikan lebih dari 9 bulan akan menyebabkan risiko terjadi alergi lebih besar. Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan adalah variabel bebas dan terikat. Variabel bebas pada penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan adalah ASI eksklusif. Variabel terikat pada penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan adalah alergi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan terletak pada desain penelitian dan cara pengukuran. Desain penelitian pada penelitian ini adalah cohort sedangkan pada penelitian yang telah dilakukan adalah cross-sectional. Penelitian ini menggunakan pengukuran berupa pemeriksaan klinis, skin prick testing, dan wawancara terstruktur serta kuesioner untuk orang tua anak sedangkan penelitian yang telah dilakukan menggunakan wawancara berdasarkan kuesioner ISAAC yang telah divalidasi. 6. Filipiak (2007) melakukan penelitian mengenai usia pengenalan makanan padat dengan kejadian eksema pada anak. Penelitian ini menggunakan desain cohort dimulai dari saat bayi baru lahir. Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 5991 bayi yang baru lahir. Pada penelitian ini terbagi 2 kelompok yaitu kelompok yang melakukan intervensi dan kelompok yang non intervensi. Pada kelompok intervensi terdapat sebanyak 2252 bayi dan pada kelompok non intervensi sebanyak 3739 bayi. Eksema diukur dengan diagnosa dokter dan gejala-gejala klinis eksema. Pada kelompok intervensi, ibu direkomendasikan untuk memberi ASI eksklusif selama kurang lebih 4 11 bulan dan mengenalkan makanan padat setelah usia 4 bulan dengan cara mengenalkan 1 jenis makanan baru setiap 1 minggu serta menghindari makanan yang berpotensial menyebabkan alergi seperti susu sapi, produk susu sapi, telur, ikan, tomat, kacang-kacangan, produk kacang kedelai, dan buah-buahan jenis sitrus. Sementara itu pada kelompok non intervensi tidak diberikan rekomendasi apa pun. Hasil dari penelitian ini adalah usia pengenalan makanan padat pada bayi tidak berpengaruh terhadap kejadian eksema. Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan adalah pada variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yang digunakan adalah makanan padat yang dapat disebut juga makanan pendamping ASI. Variabel terikat yang digunakan adalah eksema yang merupakan salah satu manifestasi dari alergi. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan adalah pada desain penelitian dan cara pengukuran. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah cohort sedangkan penelitian yang telah dilakukan menggunakan cross-sectional. Cara pengukuran pada penelitian ini menggunakan diagnosa dokter dan pemeriksaan klinis sedangkan pada penelitian yang telah dilakukan menggunakan kuesioner ISAAC yang dimodifikasi dan telah divalidasi. 7. Saarinen dan Kajosaari (1995) meneliti tentang ASI sebagai salah satu cara mencegah terjadinya penyakit atopic atau alergi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efek jangka panjang dari ASI terhadap alergi dengan melihat berbagai jenis manifestasi dari alergi pada tiap rentang usia. Penelitian ini menggunakan desain cohort yang diikuti dari usia 0 atau 3 bulan 12 pertama sampai 17 tahun. Subjek dibagi menjadi 3 kelompok yaitu prolonged (pemberian ASI sampai lebih dari 6 bulan), intermediate (pemberian ASI antara 1-6 bulan), dan short atau no breastfeeding (pemberian ASI kurang dari 1 bulan). Subjek diperiksa pada usia 1, 3, 5, 10, dan 17 tahun menggunakan pemeriksaan laboratoium seperti skin prick test, perhitungan serum total imunoglobulin E, radioallergosorbent test, phadiatop, dan perhitungan eosinophil pada nasal. Hasil dari penelitian ini adalah prevalensi tertinggi kejadian alergi terjadi pada kelompok short atau no breastfeeding dan terendah pada kelompok prolonged breastfeeding. Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan terletak pada variabel bebas dan terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ASI dan variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian alergi. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan terletak pada desain penelitian dan cara pengukuran. Penelitian ini menggunakan desain cohort sedangkan penelitian yang telah dilakukan menggunakan cross-sectional. Penelitian ini menggunakan skin prick test, perhitungan serum total imunoglobulin E, radioallergosorbent test, phadiatop, dan perhitungan eosinophil pada nasal sedangkan penelitian yang telah dilakukan menggunakan kuesioner. 8. Virtanen, et al. (2009) meneliti tentang pengaruh usia pengenalan makanan padat untuk pertama kali dengan perkembangan asma, dan rhinitis alergi. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh dari usia pertama kali dikenalkan makanan padat dengan kejadian asma dan rhinitis alergi pada anak. Penelitian ini menggunakan desain prospective cohort. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil bayi yang baru lahir di 3 rumah sakit di 13 Finlandia sebagai subjek penelitian kemudian di follow up sampai anak berusia 5 tahun. Orang tua anak diminta melengkapi record yang diberikan mengenai usia pertama kali diberikan makanan padat dan jenis makanan padat yang pertama kali diberikan. Untuk mengetahui asma, rhinitis alergi, dan eksema pada anak, penelitian ini menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) yang dimodifikasi dan divalidasi. Sampel dari penelitian ini berjumlah 1302 anak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 6% dari responden mengalami rhinitis alergi dan 14,4% dari responden mengalami asma pada saat usia 5 tahun. Pemberian oats pada usia dini mempengaruhi penurunan kejadian asma. Pengenalan ikan pada usia dini mempengaruhi penurunan kejadian rhinitis alergi. Hasil dari penelitian ini berlawanan dengan beberapa penelitian lain yang menyatakan bahwa pengenalan makanan padat pada usia dini dapat meningkatkan kejadian alergi. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan adalah dari variabel bebas, terikat, dan alat penelitian yang digunakan. Penelitian ini dan penelitian yang telah dilakukan menggunakan variabel bebas berupa usia pengenalan makanan padat atau pemberian MP-ASI. Penelitian ini dan penelitian yang telah dilakukan menggunakan variabel terikat berupa asma dan rhinitis alergi. Penelitian ini dan penelitian yang telah dilakukan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood untuk mengetahui alergi pada anak. Persamaan lainnya yaitu usia anak pada saat pengisian kuesioner yaitu pada saat usia 5 tahun sedangkan pada penelitian yang telah dilakukan, rentang usia responden dari 2 sampai 5 tahun. 14 Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan adalah dari desain penelitian dan variabel bebas. Desain penelitian pada penelitian ini adalah prospective cohort sedangkan penelitian yang telah dilakukan menggunakan cross-sectional. Variabel bebas pada penelitian ini menyertakan jenis makanan padat yang diberikan sedangkan penelitian yang telah dilakukan hanya menggali waktu pemberian makanan padat tanpa jenis makanan yang diberikan. 9. Du Toit, et al. (2008) melakukan penelitian mengenai konsumsi dari kacangkacangan pada bayi dengan kejadian alergi kacang. Penelitian ini bertujuan mencari prevalensi dari alergi kacang pada anak-anak dan mengevaluasi hubungan konsumsi kacang dengan alergi kacang pada anak. Penelitian ini menggunakan questionnaire based survey. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah food allergy questionnaire dan food frequency questionnaire yang sudah divalidasi. Penelitian ini mengambil sampel sebesar 5171 anak dari United Kingdom (UK) dan 5615 anak dari Israel untuk mengetahui prevalensi alergi kacang. Untuk mengetahui hubungan antara konsumsi kacang dan alergi kacang, penelitian ini mengambil sampel sebanyak 77 anak dari UK dan 99 anak dari Israel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi alergi kacang di UK sepuluh kali lebih tinggi dari pada prevalensi alergi kacang di Israel. Sebagian besar anak di Israel mengonsumsi kacang pada satu tahun pertama kehidupan sedangkan anak di UK menghindari konsumsi kacang. Penelitian ini menunjukkan bahwa pengenalan dini kacang pada bayi akan mengurangi kejadian alergi kacang. Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan terletak pada variabel bebas dan terikat. Variabel bebas pada penelitian ini 15 adalah pengenalan kacang-kacangan pada usia dini. Pemberian kacangkacangan termasuk pemilihan makanan dari orang tua yang menjadi variabel bebas dari penelitian yang telah dilakukan. Variabel terikat dari penelitian ini adalah alergi kacang sedangkan penelitian yang telah dilakukan meneliti mengenai alergi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan terletak pada desain penelitian. Desain penelitian ini menggunakan questionnaire based survey. Penelitian yang telah dilakukan menggunakan desain cross-sectional. 10. Nwaru, et al. (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh usia pengenalan makanan padat terhadap alergi pada anak usia 5 tahun. Penelitian ini menggunakan desain cohort. Penelitian ini mengambil sampel sebesar 1175 anak yang baru lahir. Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner yang menanyakan pola pemberian ASI eksklusif, susu formula, suplemen, dan makanan pertama yang dikonsumsi anak beserta umur pertama kali diberikan. Untuk mengetahui alergi pada anak, penelitian ini menggunakan pemeriksaan IgE. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa pemberian ASI eksklusif tidak mempengaruhi kejadian alergi dan penundaan pemberian makanan padat juga tidak mempengaruhi kejadian alergi. Penundaan pemberian makanan padat meningkatkan kejadian alergi. Jenis makanan padat yang diberikan pertama kali mempengaruhi kejadian alergi. Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan adalah dari variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah usia pemberian makanan padat yang menjadi salah satu variabel bebas dalam penelitian yang telah dilakukan. Variabel terikat dalam penelitian 16 ini adalah alergi yang juga menjadi variabel terikat dari penelitian yang telah dilakukan. Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan terdapat pada desain penelitian dan pengambilan data. Desain yang digunakan pada penelitian ini menggunakan prospective desain cohort. Penelitian cross-sectional. yang Penelitian telah ini dilakukan menggunakan pemeriksaan IgE untuk mengetahui alergi pada anak. Penelitian yang telah dilakukan menggunakan kuesioner ISAAC yang telah dimodifikasi dan divalidasi untuk mengetahui alergi pada anak. 17 Tabel 1.1 Tabel Keaslian Penelitian Author Budiastuti, 2008, Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian Dermatitis Atopi Pada Bayi Risiko Tinggi Alergi, Tesis Kusunoki et al, 2010, Breastfeeding and The Prevalence of Allergic Diseases in Schoolchildren: Does Reverse Causation Matter?, Pediatric Allergy and Immunology Sugiman, 1987, Pengaruh Air Susu Ibu dan Saat Pemberian Makanan Padat terhadap Ekzema Atopik Infantil, Karya akhir Subjek (n) 88 anak terdiri dari: 44 sebagai kasus dan 44 sebagai kontrol Anak usia 7-15 tahun sebanyak 13.215 anak. Metode Hasil Perbedaan Case-control Bayi risiko tinggi alergi yang tidak diberi Variabel bebas, variabel ASI eksklusif mempunyai risiko terjadinya terikat, dan desain dermatitis atopi penelitian Questionnairebased survey Anak yang diberi susu formula saat bayi Variabel bebas memiliki prevalensi lebih tinggi terkena desain penelitian asma bronkial. Anak yang diberi ASI saat bayi memiliki prevalensi lebih tinggi terkena alergi makanan dan dermatitis atopi Anak berusia 3-23 Case-control bulan sebanyak 70 anak sebagai kasus dan 120 anak sebagai kontrol Bayi yang diberi ASI memiliki risiko lebih rendah untuk menderita eczema atopik daripada bayi yang diberi makanan pendamping ASI (p<0,001). Berdasarkan waktu pemberian makanan padat, bayi diberi makanan padat lebih awal lebih mudah menderita eksema atopik (p<0,001). Jenis dari makanan pendamping ASI tidak memiliki pengaruh terhadap timbulnya eksema atopik infantil. dan Desain penelitian, pemilihan subjek, lokasi penelitian, dan cara pengambilan data 18 Author Nurani, 2005, Pengaruh Diet Pantang Telur pada Ibu Menyusui terhadap Kejadian Dermatitis Atopik pada Bayi, Tesis Pesonen et al, 2006, Prolonged Exclusive Breastfeeding is Associated with Increased Atopic Dermatitis: A Prospectiv Follow-up Study of Unselected Healthy Newborns from Birth to Ager 20 Years, Clinical and Experimental Allergy Filipiak et al, 2007, Solid Food Introduction in Relation to Eczema: Result from a Four-Year Prospective Birth Cohort Study, The Journal of Pediatrics Saarinen dan Kajosaari, 1995, Breastfeeding as Prophylaxis Against Atopic Disease: Prospective Followup Study Until 17 Years Old, Lancet Subjek (n) 79 ibu yang dibagi menjadi 39 ibu diberi diet pantang telur dan 40 ibu tidak diberi diet pantang telur 200 bayi yang baru lahir Metode Hasil Perbedaan Randomized Controlled Trial dengan 1 macam intervensi yaitu diet pantang telur Cohort Kejadian dermatitis atopi bayi pada kelompok ibu pantang telur lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan kelompok tidak pantang telur Desain penelitian, populasi, subjek, pengambilan sampel, dan variabel bebas 5991 anak dijadikan subjek. Cohort Usia pengenalan makanan padat pada Desain penelitian dan bayi tidak berpengaruh terhadap cara pengukuran kejadian eksema 236 anak menjadi responden awal, yang dapat difollow-up sebanyak 150 anak Cohort Prevalensi tertinggi kejadian alergi terjadi Desain penelitian dan pada kelompok short atau no cara pengukuran breastfeeding dan terendah pada kelompok prolonged breastfeeding Bayi yang diberi ASI eksklusif lebih dari Desain penelitian dan 9 bulan berisiko lebih besar terkena cara pengukuran alergi dari pada bayi yang diberi ASI eksklusif kurang dari 9 bulan 19 Virtanen, et al., 2009, Early Introduction of Oats Associated with Decreased Risk of Persistent Asthma and Early Introduction of Fish with Decreased Risk of Allergic Rhinitis, British Journal of Nutrition vol 103 p 266-273. Du Toit, 2008, Early Consumption of Peanuts in Infancy is Associated with a Low Prevalence of Peanut Allergy, Journal of Allergy and Clinical Immunology vol 122 p 984-991 1302 anak 5171 anak dari United Kingdom (UK) dan 5615 anak dari Israel untuk mengetahui prevalensi alergi kacang. 77 anak dari UK dan 99 anak dari Israel untuk mengetahui hubungan antara konsumsi kacang dan alergi kacang Nwaru, 2010, Age at 1175 bayi Introduction of Solid Foods During the First Year and Allergic Sensitization at Age 5 years, Pediatrics vol 125 p 50-59 Prospective Cohort Pemberian oats pada usia dini Desain penelitian dan mempengaruhi penurunan kejadian variabel bebas asma. Pengenalan ikan pada usia dini mempengaruhi penurunan kejadian rhinitis alergi Questionnaire based survey Prevalensi alergi kacang di UK sepuluh Desain penelitian kali lebih tinggi dari pada prevalensi alergi kacang di Israel Pengenalan dini kacang pada bayi akan mengurangi kejadian alergi kacang Prospective Cohort Penundaan pemberian makanan padat Desain penelitian dan meningkatkan kejadian alergi. Jenis cara pengambilan data makanan padat yang diberikan pertama kali mempengaruhi kejadian alergi. 20 Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya antara lain desain penelitian dan variabel bebas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional yang dapat melihat hubungan antara variabel bebas dan terikat. Kelebihan dari desain cross-sectional adalah lebih cepat, praktis, dan efisien untuk melakukan analisis serta dapat menunjukkan informasi yang bisa digunakan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya (Budiarto, 2002). Selain itu, cross-sectional memiliki kelebihan lain yaitu dapat melihat gambaran pada suatu populasi. Variabel bebas dari penelitian ini tidak hanya melihat riwayat pemberian ASI dan MP-ASI tetapi juga melihat perilaku pemilihan makanan dari ibu. Perilaku pemilihan makanan untuk anak dapat memicu terjadinya alergi pada anak terutama anak yang memiliki alergi makanan. Selain itu, makanan merupakan sumber nutrisi bagi anak. Apabila anak harus menghindari makanan yang mengandung alergen maka anak akan kekurangan zat gizi dari makanan. Apabila anak kekurangan zat gizi maka akan terjadi gangguan pada tumbuh kembang anak (Munasir, 2002). Selain itu, alergi dapat berakibat fatal (Kattan, 2011). Oleh karena itu, orang tua harus menggantikan makanan yang mengandung alergen dengan makanan lain yang mengandung nilai gizi hampir sama (Munasir, 2002). Untuk itu, diperlukan pemilihan makanan agar anak terhindar dari alergi.