9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Pemasaran
Pemasaran telah didefinisikan dalam beberapa versi oleh berbagai
kalangan, baik dari kalangan akademisi maupun praktisi. Berikut beberapa
pengertian dari pemasaran, yang dianggap dapat mewakili maksud dari pemasaran
itu sendiri.
Menurut Joel R. Evans dalam Keller (2009:13), pemasaran adalah “The
anticipation, management and satisfaction of demand through the exchange
market”.
Sedangkan arlan (2006:66), mendefinisikan pemasaran sebagai “Total
system of bussiness activities designed to plan, price, promotion, and distribute
want to satisfying products to target market to achieve organizational objectives”.
Berdasarkan kedua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pemasaran adalah suatu proses yang melibatkan aktifitas bisnis
secara
keseluruhan, bukan hanya bagian pemasaran saja, melainkan bagian keuangan,
produksi, dan juga SDM dalam rangka merencanakan produk, harga, promosi, dan
saluran distribusi, untuk kemudian ditawarkan terhadap pasar sasaran.
2.2
1.2.1.
Bauran Pemasaran
Pengertian Bauran Pemasaran
Dalam menjalankan suatu perusahaan harus bisa melakukan kegiatan
pemasaran sehingga perusahaan dapat menawaekan produk yang dihasilkan
kepada konsumen dan mecapai tujuan perusahaan melaluli strategi pemasaran.
9
Definisi
bauran pemasaran menurut Stanton (2003 ; 193) adalah empat
kombinasi dari empat variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sisi
pemasaran perusahaan yaitu produk, struktur harga, kegiatan promosi dan
distribusi.
Bauran pemasaran atau matketing mix merupakan suatu perangkat yang
akan menentukan tingkat keberhasilan pemasaran bagi perusahaan, semua ini
diajukan untuk memberikan kepuasan kepada segmen pasar atau konsumen yang
dipilih. Menurut Basu (2005: 5) definisi bauran pemasaran adalah kombinasi dari
empat variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran
perusahaan yakni, produk, struktur harga, kegiatan promosi dan distribusi.
Sedangkan menurut Kotler (2004: 21) dalam bukunya maketing managemen
mengemukakan Marketing mix adalah campuran dari variabel-variabel pemasaran
yang dapat dikendalikan, yang dipergunakan oleh suatu perusahaan untuk
mengejar tingkat keuntungan yang diinginan di pasar sasarannya.
Berdasarkan pengertian bauran pemasaran di atas, dapat diketahui dan
disimpulkan bahwa telah terjadi pengembangan elemen bauran pemasaran dari
empat elemen menjadi tujuh elemen. Ketujuh elemen bauran pemasaran tersebut
merupakan perluasan dari bauran pemasaran tradisional yang dirasakan kurang
relevan, terutama untuk sektor
jasa, sehingga perlu ditambahkan beberapa
elemen lagi yang relevan untuk sektor jasa, tetapi tidak menutup kemungkinan
untuk diterapkan pada industri non jasa, dimana dimensi jasa sangat penting
dalam kebanyakan perusahaan pemanufakturan.
10
1.2.2. Variabel-Variabel Bauran Pemasaran
Bauran pemasaran merupakan seperangkat alat pemasaran yang sifatnya
controllable, dan dipadukan oleh perusahaan untuk menghasilkan respon yang
diinginkan oleh pasar. Dalam bauran pemasaran terdapat empat variabel utama
dan tiga variabel tambahan, sehingga terdapat tujuh variabel (Adrian Payne,
1993:33), yaitu :
1. Produk
Produk adalah alat bauran pemasaran yang paling mendasar, dan merupakan
penawaran berwujud perusahaan kepada pasar, yang mencakup kualitas,
rancangan, bentuk, merek dan kemasan produk. yang termasuk dalam produk
selain berbentuk fisik juga ada jasa atau layanan yang sifatnya abstrak.
Pengembangan sebuah produk mengharuskan perusahaan menetapkan
manfaat-manfaat apa yang akan diberikan oleh produk itu. manfaat-manfaat
ini dikomunikasikan dan hendaknya dipenuhi oleh atribut produk. Untuk
produk barang misalnya, dalam bentuk, seperti mutu, ciri desain, dan merek.
Mutu menunjukkan kemampuan produk untuk menjelaskan fungsinya, ciri
produk merupakan sarana bersaing untuk membedakan produk perusahaan
dengan pesaing. Sedangkan merek
merupakan sarana bersaing yang
mempunyai nilai-nilai intangible dan relatif sulit ditiru pesaing, desain dapat
mengembangkan manfaat produk serta coraknya.
2. Harga
Harga adalah sejumlah nilai yang ditukarkan konsumen dengan manfaat dari
memiliki atau menggunakan produk atau jasa yang nilainya ditetapkan oleh
11
pembeli dan penjual melalui tawar-menawar, atau ditetapkan oleh penjual
untuk satu harga yang sama terhadap semua pembeli.
3. Saluran distribusi
Termasuk didalamnya kegiatan untuk membuat produk dapat diperoleh dan
tersedia bagi pelanggan sasaran. Perusahaan harus mengerti berbagai jenis
pengecer, pedagang grosir, perusahaan distribusi fisik, dan bagaimana mereka
membuat keputusan mereka.
4. Promosi
Merupakan
semua
kegiatan
yang
dilakukan
perusahaan
untuk
mengkomunikasikan dan mempromosikan produknya kepada pasar sasaran
agar pasar tertarik dan akhirnya
membeli produk tersebut. untuk
mengkomunikasikan produk ini perlu disusun strategi yang disebut bauran
promosi.
a) Layanan pelanggan
Dalam literatur pemasaran, layanan pelanggan seringkali dilihat sebagai
bagian
dari
unsur
saluran
distribusi
yang
berupaya
menjelaskan
signifikansinya dalam hal cara barang atau jasa disampaikan dan sejauh mana
pelanggan puas, khususnya dalam konteks reliabilitas dan kecepatan
penyampaian.
Layanan
pelanggan
merupakan
senjata
ampuh
untuk
mendiferensiasikan diri dari pesaing dan membina hubungan yang lebih dekat
dan langgeng dengan pelanggan.
b) Orang
Orang merupakan unsur yang penting, baik dalam produksi maupun
12
penyampaian kebanyakan jasa. Orang-orang secara bertahap menjadi bagian
diferensiasi yang dapat menciptakan nilai tambahan dan memperoleh
keunggulan bersaing.
c) Proses
Merupakan seluruh prosedur, mekanisme, dan kebiasaan dimana sebuah
barang atau jasa diciptakan dan disampaikan kepada pelanggan, termasuk
keputusan kebijakan tentang beberapa keterlibatan pelanggan dan persoalan
keleluasaan karya
2.3
Keputusan Produk
Istilah produk didefinisikan sebagai segala sesuatu yang diperoleh
konsumen pada saat melakukan pembelian. Sebagai akibatnya, keputusan produk
mencakup ruang lingkup yang sangat luas. Keputusan produk tidak hanya menitik
beratkan pada pengembangan produk secara fisik saja, tapi juga pengembangan
hal-hal yang sifatnya khusus dan berfungsi untuk mendukung keberadaan produk
itu sendiri. Hal-hal khusus tersebut menurut Rewoldt, Scott, dan W.Y. Stanton
(2003:167), meliputi :
1. Packaging (kemasan)
Merupakan kegiatan-kegiatan umum dalam perencanaan barang yang
melibatkan penentuan desain dan pembuatan bungkus atau kemasan bagi
suatu barang. Kemasan mempunyai dua fungsi utama, yakni sebagai sarana
pendukung penampilan produk secara fisik dan sebagai promosi. Apabila
suatu produk mempunyai kemasan yang bagus, dan kemasan itu dapat
menarik perhatian konsumen melebihi kemasan produk pesaing, maka dapat
13
dikatakan bahwa kemasan produk tersebut dapat memenuhi kedua fungsinya.
2. Branding (merek)
Produk tradisional semacam sayur dan buah-buahan segar, seringkali dijual
tanpa merek. Sedangkan untuk beberapa produk seperti kosmetik dan jam
tangan, merek beserta konotasi implisitnya dapat menjadi nilai yang paling
penting yang diterima konsumen pada saat mereka membelinya. Merek yang
berhasil terpilih dalam seleksi merek suatu produk yang dilakukan konsumen,
adalah merek-merek yang dapat menghasilkan penerimaan maksimal bagi
produsen.
3. Garansi produk
Garansi juga merupakan bagian dari proses penciptaan produk. Garansi
memberikan jaminan kalau penjual akan bertanggung jawab terhadap masalah
yang mungkin terjadi sehubungan dengan produk yang dibeli oleh konsumen.
Terdapat dua macam garansi, ada garansi yang diberikan secara langsung,
yakni saat terjadi pembelian produk, dengan cara pengucapan lisan oleh
penjual. Selanjutnya, adalah garansi yang sudah tercantum pada kemasan
produk.
4. Layanan produk
Layanan ini merupakan nilai tambah dari kinerja suatu produk secara fisik,
yang dapat berupa ketersediaan dan pengiriman produk secara cepat,
perlakukan tenaga penjual yang bersahabat dengan konsumen, layanan
perbaikan dan cara pemakaian, serta kemudahan mendapatkan spare part.
14
2.4
Merek
Merek merupakan salah satu bagian yang cukup penting dari fase
penciptaan produk. Dalam mengembangkan strategi pemasaran untuk produk
individual, penjual harus menghadapi keputusan pemberian merek. Pemberian
merek sendiri merupakan masalah utama dalam strategi produk. Di satu pihak,
mengembangkan produk bermerek memerlukan pengeluaran investasi jangka
panjang yang besar, khususnya untuk iklan, promosi, dan pengemasan. Sebuah
merek pada dasarnya merupakan janji penjual untuk senantiasa memberikan
sekumpulan features khusus, manfaat, dan layanan kepada pembeli. Merek terbaik
selalu membawa satu jaminan kualitas, bahkan dapat merupakan simbol yang
kompleks.
Tantangan dalam pemberian merek adalah mengambangkan satu paket arti
yang mendalam bagi merek tersebut. seperti atribut, manfaat, nilai, budaya,
kepribadian, dan pengguna dapat divisualisasikan dengan baik. Salah satu contoh
dari merek dengan artian mendalam atau deep brand adalah Mercedes, yang
mereknya mempunyai arti tekhnologi tinggi, kinerja tinggi, dan keberhasilan.
Sedangkan contoh dari merek yang mempunyai artian dangkal atau shallow brand
adalah Audi, sebab kita belum dapat menangkap dengan mudah manfaat,
kepribadian, dan profit penggunanya
Salah satu pakar merek terkemuka, yakni Paul Temporal (2001:14),
menyatakan bahwa peran dan arti merek memang belum pernah menjadi
sepenting seperti apa yang terjadi sekarang ini. Merek tidak hanya dianggap
sebagai nama perusahaan, produk dan jasa saja, tapi merek telah dijadikan sebagai
15
aset bersaing perusahaan yang bernilai tinggi, apalagi jika perusahaan dapat
memanage merek tersebut menjadi merek yang kuat dan tahan banting. Maka dari
itu manajemen merek sangatlah penting, karena manajemen merek adalah proses
yang mencoba untuk mengontrol segala sesuatu yang dilakukan dan dikatakan
oleh merek, serta cara mempersepsi proses itu. Aset merek yang bersifat
intangible dan tangible, sehingga relatif sulit ditiru oleh pesaing, jika dikelola
secara tepat akan memberikan keuntungan bagi perusahaan yang memilikinya,
antara lain dapat dijadikan alat pembeda produk perusahaan dengan pesaing,
membukakan akses dengan lebih mudah ke pasar dan industri baru, memberikan
ROI, dan mendatangkan profit berkelanjutan (Freddy Rangkuti, 2002:xi).
2.4.1
Pengertian Merek
Untuk lebih memahami merek, berikut dapat disimak pengertian merek yang telah
dirumuskan oleh beberapa ahli. salah satunya Menurut American Marketing
Association (AMA) dalam Ardianto Eka (2003:11), yang dimaksud dengan merek
adalah : “Nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan , atau kombinasi hal-hal
tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari
seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing
Dari pengertian merek diatas, dapat disimpulkan bahwa merek adalah nama
atau simbol dari suatu produk yang didalamnya terdapat penjelasan mengenai
atribut, manfaat, nilai, budaya, kepribadian, dan pemakai yang dimaksudkan oleh
pihak penjual untuk mengidentifikasikan produknya dan sebagai alat pembeda
dari produk pesaing.
16
2.4.2
Tujuan Merek
Menurut Ardianto Eka, (2003:67), tujuan adanya merek adalah :
1.
Sebagai identitas, yang bermanfaat dalam diferensiasi atau membedakan
produk suatu perusahaan dengan produk pesaingnya. Hal ini akan
memudahkan konsumen untuk mengenalinya saat berbelanja dan saat
melakukan pembelian ulang.
2.
Alat promosi, yaitu sebagai daya tarik produk.
3.
Untuk membawa citra, yaitu dengan memberikan keyakinan, jaminan
kualitas, serta prestice tertentu kepada konsumen
4.
Untuk mengendalikan pasar
5.
Untuk mengukur kemajuan dan kinerja perusahaan
6.
Untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk merancang
strategi yang berhubungan dengan perluasaan merek, penetapan harga
produk, dan dukungan periklanan.
7.
Untuk mengetahui informasi yang berhubungan dengan konsumen, seperti
mengulangi pembelian, rata-rata besarnya pembelian, kepercayaan dan
penghargaan, konversi para pembeli, kepuasaan dan diferensiasi yang
dirasakan yang nantinya dapat dikombinasikan dengan pengukuran keuangan
tradisional seperti ROI, ROE, EBITDA, dan lain-lain.
2.4.3
Manfaat Merek
Keberadaan merek sangat bermanfaat, tidak hanya bagi produsen tapi juga bagi
konsumen. Adapun manfaat dari keberadaan merek tersebut (DS. Wijaya, et.
17
2009: 45) , antara lain :
a. Manfaat bagi konsumen :
1) Dengan adanya produk yang mempunyai merek, akan memudahkan
konsumen dalam melakukan pembelian ulang akan suatu produk yang pernah
dibeli sebelumnya, dan mereka merasa cocok.
2) Merek dapat memberikan manfaat psikologis bagi konsumen, beberapa
konsumen merasa sangat puas membeli suatu produk dengan merek tertentu
karena merek tersebut memiliki image yang bagus dan prestise yang tinggi.
b. Manfaat bagi produsen :
1) Merek memudahkan penjual memproses pesanan dan menelusuri masalah.
2) Merek memberikan penjual kemudahan untuk menarik pelanggan yang setia
dan menguntungkan.
3) Merek membantu penjual melakukan segmentasi pasar.
4) Merek yang kuat membantu membangun citra perusahaan , memudahkan
perusahaan meluncurkan merek-merek baru yang diterima para distributor dan
pelanggan.
2.4.4
Karakteristik Merek Yang Potensial
Agar suatu merek bisa menjadi merek yang kuat dan potensial maka harus
memenuhi karakteristik (Edy Rismanda, 2005:22) berikut :
1. Kualitas produk
Kualitas menjadi faktor yang sangat penting untuk menentukan nilai suatu
merek., semenjak adanya perasaan puas disaat awal pemakaian produk.
18
Apabila suatu produk mempunyai kualitas yang buruk dibanding kualitas
produk pesaing, maka produk tersebut akan berada pada posisi yang paling
bawah. Meskipun nilai merek produk tersebut melebihi produk pesaing.
2.
Jadilah yang pertama
Menjadi yang masuk pertama di pasar tidaklah terlalu penting, meskipun hal
ini berarti beban kerja perusahaan akan berkurang karena meraih pasar dimana
tidak ada produk pesaing akan sangat mudah. Yang dimaksud menjadi yang
pertama disini adalah yang pertama meraih pasar kunci, bukan terdepan dalam
hal tekhnologi.
3. Memiliki konsep positioning yang unik.
Apabila suatu merek bukanlah sang inovator, maka harus memiliki konsep ini,
yang terdiri dari rencana segmentasi yang tepat, memanfaatkan peremajaan
merek, yang dapat membedakannya dari produk pesaing.
4. Program komunikasi yang kuat.
Merek yang sukses memerlukan penjualan yang efektif, iklan, dan promosi
yang dapat mengkomunikasikan funsi daripada merek dan nilai nilai
psikologis.
5. Konsistensi dan waktu.
Seringkali merek yang kuat tidak dapat dibangun secara cepat, diperlukan
beberapa tahun untuk membangun dan menambah nilai suatu merek, dan ini
harus dilakukan secara konsisten.
6. Harus menyatakan sesuatu tentang manfaat produk.
7. Harus mudah diucapkan , dikenal, dan diingat.
19
8. Merek harus dapat menyesuaikan diri dengan produk-produk baru yang
mungkin ditambahkan ke dalam lini produk.
2.4.5
Tahap-Tahap Perkembangan Merek
Menurut Goodyear sebagaimana yang dikutip oleh Ardianto Eka (2003:42) bahwa
suatu merek memiliki tahap perkembangan yang terdiri dari 6 tahap, yakni :
1. Tahap 1 : produk yang tidak memiliki merek
Pada tahap ini, produk dikelola sebagai komoditi sehingga merek hampir tidak
diperlukan. Tujuan yang terpenting dari produk yang tidak memiliki merek
adalah fungsi dan harganya murah. Contoh untuk produk dalam tahap ini
adalah beras murah, BBM, ikan asin, peniti, paku, dan lain-lain.
2. Tahap 2 : merek yang dipakai sebagai referensi
Pada tahap ini sudah terjadi persaingan sedikit-sedikit, meskipun tingkatnya
belum begitu ketat. Persaingan ini merangsang produsen untuk membuat
diferensiasi terhadap produk yang dihasilkannya. Tujuannya adalah agar
produk yang ia hasilkan memiliki perbedaan dari produk perusahaan lain.
Strategi diferensiasi yang diterapkan pada tahap ini adalah dengan melakukan
perubahan terhadap atribut fisik produk. Contohnya, sepatu olahraga dan
sepatu ke kantor. Karakteristik produk pada tahap ini adalah ia sudah
membandingkan berbagai macam produk dari perusahaan lain berdasarkan
konsistensi kualitas produk yang dihasilkan. Dengan demikian, strategi
perusahaan adalah memberi merek yang tepat dengan keunggulan produk
yang dimiliki sehingga sulit ditiru oleh para pesaing.
20
3. Tahap 3 : merek sebagai personality (kepribadian)
Pada tahap ini, diferensiasi antar merek berdasarkan atribut fungsi menjadi
semakin sulit dilakukan. Karena hampir sebagian besar perusahaan melakukan
kegiatan yang sama. Untuk membedakan produk yang dihasilkandari produk
pesaing, perusahaan melakukan tambahan nilai-nilai personaliti pada setiap
merek, contohnya sabun mandi kesehatan. Personaliti yang melekat pada
sabun tersebut dibuat agar pelanggan terlibat emosinya sehingga merasa lebih
dekat dengan merek yang ditampilkan. Pada tahap ini fungsi merek bukan
sekedar gambaran tentang produk. Merek merupakan wakil pribadi
penggunanya, sehingga nilai suatu merek telah berubah dari instrumental
menjadi simbolik, yaitu dapat mengekspresikan pemakainya. Maka dari itu
strategi positioning yang diterapkan juga harus hati-hati sebab berhubungan
dengan personaliti pemakainya.
4. Tahap 4 : merek sebagai simbol
Pada tahap ini merek menjadi milik pelanggan. Pelanggan memiliki
pengetahuan yang lebih mendalam mengenai merek yang ia gunakan. Pada
umumnya merek yang masuk pada tahap ini sudah bersifat internasional dan
pelanggan menggunakannya untuk mengekspresikan dirinya atau dapat
menunjukkan jati dirinya. Contohnya, rokok Marlboro, penampilan coboy
yang selalu melekat pada iklan tersebut seakan-akan menggambarkan sosok
yang kuat, teguh kepribadiannya penyendiri, dan tegas.
5. Tahap 5 : merek sebagai sebuah perusahaan
Iklan pada tahap ini memiliki identitas yang sangat kompleks dan lebih
21
bersifat interaktif, sehingga pelanggan dapat dengan mudah menghubungi
merek dan turut terlibat dalam proses penciptaannya. Karena merek seperti
wakil perusahaan , maka merek perusahaan, semua direksi dan karyawan
memiliki persepsi yang sama tentang merek yang dimilikinya.
6. Tahap 6 : merek sebagai kebijakan moral.
Pada tahap ini perusahaan berusaha untuk mengoperasikan kegiatannya secara
transparan baik mulai dari bahan baku yang digunakan, proses produksi dan
operasionalnya sampai produk maupun jasa dan pelayanan purna jualnya
kepada pelanggan. Perusahaan senantiasa berhati-hati menjaga kredibilitas
mereknya dan berusaha untuk memenuhi keinginan pelanggan.
2.4.6
Cara Membangun Merek
Membangun merek yang kuat, sehingga dapat memiliki nilai merek yang
tinggi dan secara otomatis bakal dapat memiliki brand equity yang tinggi pula
memang sangat penting dan menuntut upaya keras dari para pembangun merek.
Berikut cara membangun merek yang dipaparkan Ardian Eko (2003:13) :
1. Memiliki positioning yang tepat
Membangun positioning adalah menempatkan semua aspek dari nilai merek
secara konsisten sehingga selalu menjadi nomor satu di benak pelanggan.
Positioning yang tepat memerlukan pemahaman yang mendalam terhadap
produk yang bersangkutan, perusahaan, tingkat persaingan, dan kondisi pasar
serta pelanggan.
2. Memiliki nilai merek yang tepat.
Makin tepat merek di-positiononing-kan di benak pelanggan merek tersebut
22
akan makin bersaing. Untuk mengelola hal tersebut kita perlu mengetahui
nilai merek. Diibaratkan sebuah pakaian, positioning adalah kesesuaian
ukuran pakaian, sedang nilai merek adalah keindahan warna serta model
pakaian. Nilai merek juga dapat membentuk kepribadian merek.
3. Memiliki konsep yang tepat.
Konsep yang baik adalah dapat mengkomunikasikan semua elemen-elemen
nilai merek dan positioning yang tepat, sehingga citra merek dapat terusmenerus ditingkatkan.
Dari kedua pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa untuk membangun merek
yang prestisius, diperlukan tindakan positioning merek yang tepat di benak
pelanggan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memahami nilai merek dari merek
tersebut yang dapat mendiferensiasikannya dengan merek pesaing. Kemudian
berusaha untuk mengkomunikasikannya secara efektif, sehingga tercipta image
merek yang dihargai dan memiliki kesadaran tinggi dalam ingatan pelanggan.
Namun sebaik apapun sebuah merek dibangun, tanpa dukungan dari elemen
bauran pemasaran yang terdiri dari produk, harga, saluran distribusi, dan promosi
dalam pengimplementasiannya maka tujuan perusahaan untuk menjadikan
mereknya sebagai yang nomor satu di pasar dan memiliki konsumen yang luar
biasa loyal akan sulit untuk diwujudkan.
2.4.7
Ekuitas Merek (Brand Equity)
Suatu produk yang memiliki merek yang baik dapat memberikan nilai sehingga
nilai total produk yang bermerek baik menjadi lebih tinggi dibandingkan produk
yang dinilai semat-mata secara obyektif. Hal ini dikarenakan karena reputasi
23
merek yang baik tentunya tidak jatuh dari langit tetapi dibangun melalui proses
yang memakan waktu ratusan tahun, maka wajar jika muncul kompensasi
tambahan nilai. David A. Aaker menyebut nilai tersebut sebagai ekuitas merek
atau brand equity. Merek yang prestisius memiliki ekuitas merek yang tinggi.
Semakin kuat ekuitas merek suatu produk, semakin kuat daya tariknya untuk
menggiring konsumen. mengkonsumsi produk tersebut, yang selanjutnya akan
mengantar perusahaan memanen keuntungan dari waktu ke waktu (Darmadi
Durianto, et. all.,2004:2).
Konsep ekuitas merek mulanya dicetuskan oleh David A. Aaker, pakar merek dari
Universitas California. yang mendefinisikan ekuitas merek sebagai (Ardian Eko,
2003:27) :
“a set of assets (and liabillities) linked to a brands name and symbol that adds
to substracts from the value provided by a product or services to a firm and or
that firms customers. The major assets categories are : brand awareness,
perceived quality, brand association, and brand loyalty”.
Adapun inti dari konsep ekuitas merek diatas adalah bahwa sebuah merek
dikatakan memiliki ekuitas yang tinggi jika merek tersebut mempunyai posisi
yang kuat di benak konsumen sudah bisa menjadi modal yang sangat berharga
bagi perusahaan yang memilikinya. Dan suatu merek bisa memiliki posisi kuat
apabila merek tersebut memenuhi empat dimensi utama dari ekuitas merek, yaitu
brand awareness (telah dikenal oleh konsumen), brand association (memiliki
asosiasi merek yang baik), perceived quality (dirasakan konsumen sebagai produk
yang berkualitas), dan brand loyalty (memiliki pelanggan yang setia). Untuk
memperjelas konsep ekuitas merek, maka gambarannya dapat disimak pada bagan
24
2.1. (Freddy Rangkuti, 2002:39) dibawah ini.
Bagan 2.1.
Konsep Ekuitas Merek
2.4.8
Dimensi-Dimensi Ekuitas Merek
Aset atau liabilitas yang mendasari ekuitas merek harus dihubungkan dengan
nama dan/atau simbol dari brand. Jika nama merek atau simbol diubah, beberapa
atau keseluruhan dari aset atau liabilitas dapat dipengaruhi bahkan hilang,
walaupun beberapa mungkin diganti dengan nama atau simbol yang baru.
Menurut Aaker yang dikutip oleh Fandy Tjiptono (2005: 40) terdapat empat
elemen utama dari ekuitas merek, yaitu :
1. Brand awareness (kesadaran merek)
Merupakan kesanggupan seseorang calon pembeli untuk mengenali atau
25
mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori
produk tertentu. Orang seringkali membeli merek yang tidak asing karena
mereka merasa nyaman dengan ketidakasingan yang mereka rasakan. Mereka
juga berasumsi bahwa merek yang tidak asing kemungkinan besar reliable dan
memiliki kualitas yang lebih meyakinkan.
2. Brand association (asosiasi merek)
Nilai yang seringkali tertera pada nama merek adalah berdasarkan asosiasi
spesifik yang melekat padanya. Asosiasi merupakan serangkaian ingatan yang
melekat pada suatu merek. Asosiasi mengenai gaya hidup atau kepribadian
kemungkinan dapat mengubah pengalaman penggunaan.
3. Perceived quality (kualitas yang dirasakan)
Merek akan mempunyai asosiasi dengan persepsi akan keseluruhan kualitas
tidak selalu hanya didasarkan pada pengetahuan akan spesifikasi yang
mendetail. Persepsi kualitas mungkin memiliki bentuk yang berbeda untuk
jenis industri yang berbeda. Persepsi kualitas akan mempengaruhi secara
langsung keputusan pembelian dan loyalitas merek terutama jika pembeli
tidak dimotivasi atau mampu untuk menerapkan analisis yang mendetail.
4. Brand loyalty (loyalitas merek)
Merupakan ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Untuk
semua bisnis lebih mahal untuk mendapatkan konsumen baru jika
dibandingkan untuk mempertahankan konsumen yang benar-benar loyal
terhadap perusahaan, karena kepuasan mereka terhadap merek perusahaan.
Konsumen yang loyal dapat dijadikan tameng dalam menghadapi persaingan.
26
Pesaing akan merasa takut untuk menghabiskan sumber dayanya dalam usaha
untuk menarik konsumen yang puas dan loyal, sebab konsumen yang loyal
tidaklah mudah untuk dibujuk.
5. The other proprietary asset (aset merek lainnya)
Jika keempat dimensi utama dari ekuitas merek sudah kuat maka otomatis aset
merek lainnya juga akan kuat. Aset ini terdiri dari hak cipta, tanda merek
dagang, kemasan, kesetiaan perantara maupun pemasar. Aset merek
memberikan keuntungan bersaing bagi perusahaan dengan memanfaatkan
celah-celah yang tidak dimiliki pesaing.
2.4.9
Brand Association (Asosiasi Merek)
Brand association adalah segala sesuatu yang melekat dalam ingatan akan suatu
merek (David A. Aaker, 2004: 109). Contohnya McDonalds, asosiasi yang
melekat pada merek tersebut adalah karakter Ronald McDonald, Big Mac, dan
lain sebagainya. Asosiasi tidak hanya eksis tapi juga mempunyai tingkatan
kekuatan ingatan, yang didasarkan pada banyak pengalaman atau penampakan
untuk dikomunikasikan. Ingatan akan semakin kuat apabila didukung oleh
jaringan ingatan, maksudnya ingatan akan suatu hal yang dihubungkan dengan
ingatan lain yang relevan, misalnya ingatan mengenai McD dan anak-anak yang
hanya akan mengingatkan kita pada anak-anak yang ada di McD, tapi jika
mengingat menghubungkannya dengan ingatan yang lebih kompleks, maka
ingatan itu tidak akan selemah sebelumnya, contohnya dengan melibatkan ingatan
akan McD yang mempunyai program pesta ulang tahun, maka dengan
menggabungkan ingatan tersebut dengan yang sebelumnya akan didapatkan
27
ingatan yang sangat kompleks.
Brand image adalah seperangkat asosiasi yang seringkali didapatkan dengan cara
mengartikan. Maksudnya asosiasi tersebut disusun dalam kelompok-kelompok
ingatan yang mempunyai arti tertentu. Asosiasi dan image, keduanya
menampilkan persepsi yang mampu merefleksikan kenyataan yang obyektif.
Suatu image terkadang merupakan hasil dari penilaian yang kurang realistis,
contohnya mengenai jasa pengobatan yang diberikan seorang dokter, dapat dilihat
dari arsitektur tempat praktek dokter serta kesopanan dari para staf dokter,
bukannya kemampuan dokter tersebut dalam menyembuhkan pasiennya.
Positioning berhubungan erat dengan konsep asosiasi dan image, hanya saja
dicantumkan dalam suatu kerangka petunjuk. Butir-butir petunjuk tersebut
seringkali menyangkut masalah persaingan. Merek yang diposisikan secara tepat
akan memiliki posisi yang bersaing dan atraktif yang didukung oleh asosiasi yang
unik dan kuat sehingga menempati posisi yang berbeda dari para pesiang,
misalnya menjadi satu-satunya toko yang menyediakan layanan take in delivery.
Positioning merek merefleksikan bagaimana orang merasakan suatu merek serta
pembuktian diri perusahaan atas janji yang telah dikomunikasikannya melalui
merek.
Sementara itu, salah seorang pakar merek lainnya, Paul Temporal (2001:50)
menyatakan bahwa konsep brand identity tidak dapat dipisahkan dari konsep
brand association, brand image, dan positioning. Terdapat keterkaitan yang
sangat erat diantara keempat konsep tersebut. Brand identity adalah seperangkat
nilai-nilai kepribadian yang ditanamkan oleh perusahaan terhadap produknya
28
sehingga produk tersebut mempunyai identitas yang unik. Nilai-nilai kepribadian
tersebut mewakili keunggulan yang dimiliki oleh produk. Kemudian perusahaan
akan memposisikan produknya berdasarkan keunggulan yang dimiliki dan segmen
pasar yang dituju. Sedangkan brand association dan brand image adalah persepsi
konsumen sebagai bentuk responnya terhadap janji-janji keunggulan yang
dipersepsikan perusahaan dalam brand identity produknya.
Perusahaan yang ingin sukses dalam membangun mereknya, maka harus
senantiasa menjaga keselarasan diantara brand identity dan brand image
produknya. Apabila sampai terjadi gap yang negatif diantara keduanya maka
harus segera diatasi, yakni dengan menghilangkan nilai kepribadian yang
sekiranya tidak dapat dipenuhi oleh perusahaan. Maka dari itu dalam membentuk
brand identity jangan sampai menjanjikan keunggulan-keunggulan yang sulit
untuk direalisasikan oleh perusahaan.
2.4.10 Nilai-Nilai Brand Association
Asosiasi menampilkan dasar untuk keputusan pembelian dan loyalitas merek.
Berikut adalah nilai-nilai yang diciptakan oleh asosiasi merek untuk perusahaan
maupun konsumen (David A. Aaker, 2004: 110) :
1. Membantu proses perolehan informasi
Asosiasi dapat meringkas seperangkat fakta dan spesifikasi yang kemungkinan
sulit untuk diproses dan diakses oleh konsumen, juga mahal untuk
dikomunikasikan oleh perusahaan. Asoasiasi dapat menciptakan informasi
yang padat dan dapat memberikan perlindungan terhadap konsumen. Asosiasi
juga dapat mengingatkan kembali mengenai pengalaman pemakaian pada saat
29
menggunakan merek tertentu, dan ini sangat berguna dalam pengambilan
keputusan pembelian.
2. Diferensiasi
Asosiasi dapat memberikan dasar yang penting untuk diferensiasi pada kelas
produk tertentu serta dapat digunakan untuk membedakan antara merek yang
satu dengan yang lainnya. Apabila suatu merek diposisikan dengan asosiasi
yang benar berdasarkan atribut dan keunggulan kunci dari merek tersebut,
maka merek akan menjadi senjata yang bersaing sekaligus halangan berat bagi
para pesaing.
3. Alasan pembelian
Banyak asosiasi yang melibatkan atribut produk atau manfaat yag diharapkan
konsumen sehingga memberikan alasan yang spesifik untuk membeli dan
memakai merek tersebut. Selain memberikan dasar untuk melakukan
pembelian asosiasi merek juga menyajikan dasar untuk loyalitas merek dan
kredibilitas serta kepercayaan diri.
4. Menciptakan sikap dan perasaan positif
Beberapa asosiasi dapat menstimulus perasaan positif yang dapat disalurkan
pada merek. Semacam simbol asosiasi juga dapat digunakan untuk
mengurangi akibat yang ditimbulkan dari terjadinya kontra argumen antara
logika konsumen dan persepsi mereka terhadap pesan yang dibawa oleh iklan
yang terkadang terkesan kurang realistis.
5. Dasar untuk perluasan
Asosiasi dapat memberikan dasar perluasan dengan menciptakan kesan
30
kesesuaian antara nama merek dan produk baru, atau dengan memberikan
alasan untuk membeli keluasan tersebut.
2.4.11 Atribut-Atribut Brand Association
Terdapat beberapa atribut dari asosiasi yang relevan dengan cakupan yang luas.
Mungkin manager merek tidak akan mempunyai ketertarikan yang sama terhadap
seluruh asosiasi. Mereka akan tertarik pertama kali pada aosiasi yang secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhi perilaku pembelian. Ketertarikan
mereka tidak hanya ditujukan kepada identitas dari asosiasi merek tapi lebih
kepada faktor kekuatan dari asosiasi tersebut dan keluasan daya cakupnya. Hal
ini dikarenakan karena asosiasi yang terdapat dalam ingatan konsumen akan
sangat beragam sehingga para manajer merasa sangat perlu untuk menyeleksinya.
Adapun atribut-atribut brand association yang akan dicantumkan penulis disini
,yaitu :
Atribut-Atribut Asosiasi Merek Menurut David A. Aaker
David A. Aaker (2004:326-332) seperti yang dikutip oleh Darmadi Durianto,
et. all., (2004:9-15) menyebutkan
bahwa
atribut-atribut dari asosiasi
merek adalah sebagai berikut :
1. Perceived value (Nilai Yang Dirasakan)
Salah satu peranan brand identity adalah membentuk value proposition yang
biasanya melibatkan manfaat fungsional yang merupakan dasar bagi merek
dalam hampir semua kelas produk. Jika merek tidak menghasilkan value,
biasanya mudah diserang oleh pesaing. Ukuran nilai menghasilkan indikator
singkat tentang sukses suatu merek dalam menciptakan value proposition.
31
Dengan berfokus pada nilai lebih manfaat fungsional, suatu pengukuran dapat
diaplikasikan pada berbagai kelas produk. Nilai merek dapat diukur dengan
memperhatikan :
a) Apakah suatu merek membuktikan bahwa nilainya sesuai dengan uang yang
dikeluarkan konsumen.
b) Apakah ada alasan untuk memilih merek ini dibandingkan merek yang lain.
Konsep perceived value berbeda dengan perceived quality. Perceived value
diartikan sebagai perceived quality dibagi harga. Sedangkan perceived quality
berhubungan dengan prestise dan penghargaan terhadap suatu merek. Sebaliknya,
nilai berkaitan erat dengan manfaat fungsional, praktek pembelian, dan
penggunaan merek tersebut. Terdapat lima penggerak utama pembentukan
perceived value yang terkait erat dengan kepuasan pelanggan, yaitu :
1) Dimensi kualitas produk
Menurut Vincent Gazpers sebagaimana yang dikutip oleh Fandy Tjiptono
(2005:37) bahwa kualitas produk merupakan kepuasan pelanggan yang
pertama. Terdapat beberapa dimensi untuk mengukur kualitas produk, antara
lain :
a) Performance, hal ini berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan
merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan dalam
membeli barang tersebut.
b) Features, yaitu aspek performansi yang berguna untuk menambah fungsi
dasar, berkaitan dengan kelengkapan dan keinovatifan serta pilihan-pilihan
produk dan pengembangannya.
32
c) Reliability, hal yang berkaitan dengan kemungkinan suatu produk berhasil
dalam menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam situasi dan kondisi
tertentu dan kemampuan produk menyesuaikan diri terhadap tuntutan zaman.
d) Conformance, hal ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi
yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan, misalnya
mengenai tekhnologi yang digunakan dan manfaat tekhnologi tersebut bagi
pelanggan.
e) Durability, yaitu suatu refleksi umur ekonomis berupa ukuran daya tahan atau
masa pakai barang.
f) Serviceability, yaitu karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan,
kompetensi, kemudahan, dan akurasi, dalam memberikan layanan untuk
perbaikan barang.
g) Aesthetics, merupakan karakteristik yang bersifat subyektif mengenai nilainilai estetika yang berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari
preferensi individual.
h) Fit and finish, sifat subyektif berkaitan dengan perasaan pelanggan mengenai
keberadaan
produk
tersebut
sebagai
produk
yang
berkualitas
dan
kemampuannya untuk memiliki nilai jual yang tinggi. Perasaan seperti ini
biasanya timbul pada produk elektronik dengan merek tertentu.
2) Dimensi harga
Untuk pelanggan yang sensitif, biasanya harga yang terjangkau adalah
sumber kepuasan yang penting karena mereka akan mendapatkan value for money
yang tinggi. Namun bagi mereka yang tidak sensitif terhadap harga komponen
33
harga ini tidaklah penting. Pada setiap kelas produk terdapat tingkatan harga yang
bervariasi dan seringkali hal ini mempersulit perusahaan untuk memposisikan
merek produknya untuk ditempatkan pada kategori atau tingkatan harga yang
mana. Terkadang ada beberapa perusahaan yang nekat menempatkan mereknya
pada tingkatan harga yang tinggi, bahkan mungkin level premium. Mereka pikir
dengan cara ini dapat meningkatkan prestice merek tersebut, tentu saja hal ini
didukung dengan menawarkan kualitas yang premium pada merek tersebut.
3) Dimensi kualitas layanan
Kualitas layanan sangat bergantung pada tiga hal yaitu sistem, tekhnologi, dan
manusia. Faktor manusia memegang kontribusi terbesar sehingga kualitas layanan
relatif lebih sulit ditiru dibanding dibandingkan kualitas produk dan harga.
Terdapat lima elemen dalam mengukur kualitas layanan/jasa (Griffin, 2003:38)
antara lain :
a) Reliability, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai
dengan janji yang ditawarkan.
b) Responsiveness, yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam membantu
pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yang meliputi
kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam
menangani transaksi, dan penanganan keluhan pelanggan.
c) Assurance, meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan terhadap produk
secara tepat, kualitas keramah-tamahan, perhatian dan kesopanan dalam
memberi pelayanan, keterampilan dalam memberikan informasi, kemampuan
dalam memberikan keamanan didalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan,
34
dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap
perusahaan. Elemen ini juga merupakan gabungan dari elemen kompetensi,
kesopanan, dan kredibilitas.
d) Empathy, yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada
pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan
karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan, dan usaha perusahaan
untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya.
e) Tangibles, meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan ruangan front
office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan kenyamanan
ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi dan penampilan karyawan.
4) Dimensi emosional
Ada banyak faktor emosional ketika konsumen melakukan pembelian. Dimensi
emosional terdiri atas :
a) Aesthetic, berkaitan dengan bentuk dan warna atau desain produk. Bentuk
meliputi besar kecilnya produk, proporsi, dan kesimetrisan.
b) Brand personality, berkaitan dengan karakter personal.
c) Self expresive value, adalah bentuk kepuasan yang terjadi karena lingkungan
sosial disekitarnya. Hal ini sering terjadi pada produk otomotif dan kosmetik,
dimana banyak orang yang memilih merek berdasarkan pertimbangan
bagaimana orang lain akan melihat dia dengan merek mobil atau kosmetik
tersebut.
5) Dimensi kemudahan
Dimensi kemudahan merupakan penggerak yang kelima. Pelanggan akan
35
semakin puas apabila mereka merasa relatif mudah, nyaman, dan efisien dalam
menggunakan produk. Dalam mengukur perceived value, dimensi-dimensi diatas
sifatnya sangat relatif. Maksudnya, terkadang ada beberapa dimensi yang tidak
diikut sertakan dalam mengukur perceived value. Hal ini dikarenakan produk
yang akan diukur asosiasi mereknya dapat bersifat barang murni, jasa murni, atau
perpaduan dari keduanya.
2.4.12 Brand Personality (Kepribadian Merek)
Kepribadian merek dapat menjadi dasar diferensiasi merek dan customer
relationship. Kepribadian merek suatu produk pada umumnya merespon
pertanyaan-pertanyaan :
• Apakah merek ini memiliki kepribadian ?
• Apakah merek ini menarik ?
• Tipe orang seperti apa yang akan memakai merek ini ?
Adapun pendekatan yang umum dilakukan untuk mengasosiasikan kepribadian
sebuah merek adalah berdasarkan pada :
a. Tipe pengguna atau pelanggan produk tersebut.
Misalnya rokok Marlboro, yang dalam iklannnya diperlihatkan seorang coboy
yang sangat lihai menjinakkan kuda, macho, berani, kuat, dan seolah-olah
mengindikasikan bahwa orang yang mengkonsumsi rokoknya adalah laki-laki
sejati.
b. Demografi.
Meliputi hal-hal yang berhubungan dengan demografi, misalnya usia, jenis
36
kelamin, sosial ekonomi, dan ras.
c. Gaya hidup
Meliputi hal-hal yang menyangkut aktifitas, kegemaran, pendapat, pandangan
hidup, dan lain-lain.
d. Ciri pembawaan kepribadian seseorang
Meliputi hal-hal yang berkaitan dengan kepribadian atau sifat yang dimiliki
seseorang, misalnya tertutup, ketergantungan, agreeableness.
e. Iklan
Iklan dapat digunakan sebagai media untuk membentuk kepribadian suatu
merek. Iklan yang baik adalah yang mudah diphami dan menarik untuk
disimak, sehingga dapat melekat dalam benak konsumen.
f. Tagline (slogan)
Seperti halnya iklan, tagline juga dapat membentuk kepribadian suatu merek.
Tagline harus dibuat seunik mungkin, mudah dipahami, dan juga mudah
diucapkan, sehingga mudah diingat dan melekat dibenak konsumen.
2.4.13 Organization Association (Asosiasi Organisasi)
Asosiasi organisasi akan menjadi faktor yang penting jika merek yang kita
miliki serupa dalam hal atribut dengan merek lainnya, atau jika organisasi
merupakan hal yang penting untuk dilihat (seperti dalam bisnis barang yang tahan
lama atau dalam bisnis jasa), atau jika memang corporate brand terlibat. Berikut
adalah contoh pernyataan dimana tercipta brand as organization :
-
Merek ini dibuat oleh organisasi yang saya percaya.
37
Syarat agar produsen dapat diingat adalah produsen tersebut harus sering
diiklankan dan harus membuat orang percaya akan produk yang dibuatnya,
misalnya jika orang mendengar tentang merek Big Mac maka orang akan
mengasosiasikannya dengan McDonalds.
-
Saya kagum dengan organisasi merek X.
Disini konsumen menyebutkan asosiasinya sebagai akibat dari kekagumannya
pada merek tersebut atau program dari merek tersebut.
-
Saya akan bangga manjalin bisnis dengan organisasi merek X.
Kevin Lane Keller (2003:92) menyatakan bahwa atribut-atribut dari
Asosiasi Merek adalah sebagai berikut :
1. Atribut
Atribut adalah ciri-ciri deskriptif yang menggambarkan sebuah barang atau
jasa seperti pemikiran tentang sebuah barang, jasa atau apa saja yang
melibatkan daya beli dan konsumsi. Atribut dapat dikategorikan dalam
berbagai cara. Disini kita membedakannya berdasarkan pada hal yang
berhubungan langsung dengan tampilan barang atau jasa, yakni :
2. Manfaat
Manfaat merupakan nilai pribadi dan makna yang konsumen berikan kepada
sifat barang atau jasa yang dipikirkan konsumen tentang hal yang dapat
dilakukan oleh suatu barang atau jasa untuk mereka dan apakah barang atau
jasa itu mewakili jenis barang atau jasa pada umumnya. Contohnya, manfaat
dari penyejuk udara adalah nyaman, kemempuannya bekerja di cuaca panas,
dan lain-lain. Manfaat dibedakan dalam 3 kategori, antara lain :
38
3. Sikap
Jenis asosiasi merek yang paling abstrak dan termasuk tingkat tinggi adalah
sikap. Sikap merek didefinisikan sebagai keseluruhan evaluasi konsumen pada
sebuah merek. Sikap merek ini penting karena hal inilah yang membentuk
dasar dari tindakan dan tingkah laku yang diambil konsumen lewat merek
tersebut. Sikap merek konsumen biasanya tergantung pada pertimbangan yang
spesifik mengenai sifat dan manfaat merek. Seorang psikolog sosial, Daniel
Katz, mengembangkan teori fungsional tentang sikap, terdapat 4 fungsi utama,
yaitu :
2.4.14 Perilaku Konsumen
Meskipun sampai saat ini belum ada pandangan yang sama mengenai
definisi tentang perilaku konsumen, namun para ahli telah banyak memberikan
pandangan dan merumuskan definisi perilaku konsumen. Untuk lebih jelasnya,
berikut ini disajikan beberapa pengertian perilaku konsumen dari para ahli.
Menurut James F. Engel, et. all., (1990:6) , bahwa perilaku konsumen
adalah “ The acts of individuals directly involved in obtaining and using economic
good services includingthe decision process that precede and determine these acts
”. Menurut David L. Loudon dan Albert J. Della Bitta (1993:9), menyebutkan
bahwa perilaku konsumen adalah “ The decision process and physical activity
individuals engage in when evaluating, acquiring, using, or disposing of goods
and services ”.
Sedangkan, menurut American Marketing Association dalam Amirullah
39
(2001:10) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai “ Interaksi dinamis antara
pengaruh dan kognisi, perilaku, dan kejadian disekitar kita dimana manusia
melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka ”.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan perilaku konsumen adalah sejumlah tindakan-tindakan
nyata konsumen yang dipengaruhi oleh faktor psikologis dan faktor eksternal
lainnya yang mengarahkan mereka untuk memilih dan mempergunakan barangbarang yang diinginkannya.
2.4.15 Tahap-Tahap Dalam Proses Pengambilan Keputusan Pembelian
Proses keputusan pembelian merupakan tahap yang paling penting dalam
pengambilan suatu keputusan. Maka dari itu produsen harus mengetahui perilaku
konsumen dalam hal menentukan keputusan pembeliannya. Adapun model
pengambilan keputusan pembelian menurut Henry Assael (1996:37-54) dapat
disimak berikut ini.
Bagan 2.2.
Model Keputusan Pembelian Assael
40
Penjelasan :
1. Need Arousal (kesadaran akan kebutuhan).
Pada tahap ini ingatan konsumen digambarkan seperti seperangkat
elemen-elemen psikologis yang bereaksi untuk melakukan pembelian dimasa
yang akan datang karena mulai menyadari adanya kebutuhan akan produk yang
bisa memberikan manfaat, dan mulai menunjukkan perilaku mereka terhadap
beberapa pilihan merek. Adapun proses dari kesadaran akan kebutuhan ini dapat
disimak pada bagan 2.5. berikut ini.
Bagan
Bagan2.5
2.3
Proses Kesadaran Akan Kebutuhan
41
Berdasarkan bagan 2.5. diatas kita dapat mengetahui faktor-faktor yang
membentuk proses kesadaran akan kebutuhan, antara lain :
a. Input variabel.
Yang bersifat internal :

Consumer
past
experiences
(pengalaman
masa
lalu
konsumen),
merupakan pengalaman konsumen dalam menggunakan produk dengan
merek tertentu di masa lalu.

Consumer characteristic (karakter konsumen), kebutuhan dan tingkah laku
konsumen terhadap merek dipengaruhi oleh karakter mereka, seperti
demografi, gaya hidup, kepribadian konsumen.

Consumer motivations (motivasi konsumen), merupakan keadaan umum
yang mudah mempengaruhi secara langsung terhadap perilaku konsumen
disertai dengan keinginan yang kuat. Motif yang umum terdiri dari cita
rasa, kepemilikan, ekonomi, keinginan, kesenangan, kebutuhan sosial dan
ego.
b. Yang bersifat eksternal :

Enviromental influences (pengaruh lingkungan), kebanyakan pembelian
terjadi dalam lingkungan sosial, dimana seringkali keputuan pembelian
dipengaruhi pihak-pihak yang saling berinteraksi dalam lingkungan
tersebut, seperti kelompok sosial, situasi yang mendukung, kelas sosial,
dan budaya.

Past marketing stimuli (stimulus pemasaran dimasa lalu), stimulus ini
meliputi informasi mengenai karakteristik merek dan harga, yang
42
mempengaruhi kepercayaan dan tingkah laku merek. Stimulus peasaran ini
terdiri atas bauran pemasaran.
c. Consumer psycological set (perangkat psikologis konsumen), berhubungan
dengan merek, produk, dan evaluasi toko. Terdiri atas dua komponen, yaitu :

Need criteria (kriteria yang ditetapkan), yaitu faktor yang mempengaruhi
keputusan konsumen dalam memilih merek. Kriteia ini juga berkaitan
dengan manfaat yang konsumen harapkan dari suatu merek.

Brand attitudes (perilaku merek), keyakinan terhadap merek, evaluasi
merek, dan tindakan pembelian merek merupakan perilaku konsumen atas
merek.
d. Stimulus exposures (keterbukaan stimulus), merupakan proses yang selektif
yang berkaitan dengan kebutuhan untuk memperkuat perilaku dan persepsi
merek yang eksis, serta mencari informasi tambahan.
e. Need recognition (mengenali kebutuhan), terdapat interaksi antara pengenalan
kebutuhan dan keterbukaan stimulus. Stimulus yang baru dikarenakan
seseorang mengenali adanya kebutuhan yang membuat orang tersebut lebih
peka terhadap stimulus yang relevan. Pengambilan keputusan dapat
dipengaruhi sumber daya eksternal, pengaruh lingkungan, evaluasi kebutuhan
konsumen. Stimulus internal meliputi pengenalan akan performa produk yang
buruk, atau kebutuhan fisik.
2. Consumer information processing (proses informasi konsumen).
Dalam rangka untuk mempengaruhi psikologis konsumen, stimulus harus
43
bisa meraih perhatian konsumen dan melekat dalam ingatan mereka dalam waktu
yang cukup lama. Perhatian, kemampuan mengingat dipengaruhi oleh
ketersediaan dan kredibilitas sumber informasi, ketersediaan pesan, dan cara
konsumen dalam memproses informasi.
Berdasarkan bagan 2.8. dapat diketahui bahwa proses pembelian beserta
evaluasinya terdiri dari :
a. Purchase (pembelian)

Intention to buy (intensitas pembelian), pada saat merek dievaluasi,
konsumen rutin membeli merek yang terbukti dapat memenuhi kepuasan
yang diharapkannya. Untuk melakukan pembelian, konsumen harus
melakukan beberapa keputusan yang mendahului proses pembelian,
seperti keputusan merek, keputusan toko, kapan membeli, dan lain-lain.

No purchase (tidak membeli), terkadang konsumen memilih untuk
menunda pembelian mereka, bahkan mungkin membatalkannya karena
alasan tertentu, misalnya kenaikan harga.

Purchase (pembelian), merupakan pilihan keputusan konsumen setelah
mereka betul-betul yakin bahwa denagn melakukan pembelian maka
masalah mereka akan terpecahkan.
b. Postpurchase evaluation (evaluasi pasca pembelian).
Penting sekali untuk membedakan antara pembelian dengan konsumsi
dikarenakan tiga alasan, yakni produk mungkin dibeli oleh seseorang dan
dikonsumsi oleh orang lainnya, pembelian bergantung pada derajat harapan
konsumen akan tingkat kepuasaan yang mereka butuhkan, evaluasi pembelian
44
menentukan apakah merek yang telah dibeli sebelumnya akan dibeli kembali.
Dalam tahapan ini terdapat hasil dari evaluasi berupa kepuasan atau
ketidakpuasan serta perselisihan pasca pembelian (tindakan negatif konsumen
akibat ketidakpuasan mereka).
45
Download