bab ii tinjauan pustaka - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pneumonia
2.1.1 Defenisi Pneumonia
Pneumonia adalah keradangan parenkim paru dimana asinus terisi dengan
cairan dan sel radang, dengan/atau tanpa disertai infiltrasi sel radang ke dalam
dinding alveoli dan rongga intersitium (Alsagaff, 2005).
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh
gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan
Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk pneumonia baik pneumonia maupun
bronchopneumonia disebut pneumonia (Depkes RI, 2002).
Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses
infeksi akut pada bronkus (biasa disebut bronchopneumonia). Pneumonia
merupakan penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau napas cepat. Napas
sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam, sedangkan napas
cepat diketahui dengan menghitung tarikan napas dalam satu menit. Untuk balita
umur 2 tahun sampai 5 tahun tarikan napasnya 40 kali atau lebih dalam satu
menit, balita umur 2 bulan sampai 2 tahun tarikan napasnya 50 kali atau lebih per
menit, dan umur kurang dari 2 bulan tarikan napasnya 60 kali atau lebih per menit
(Depkes, 1991).
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Penyebab Pneumonia
Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh
bakteri, virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan
protozoa.
a. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum
adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat.
Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri
segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi
pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut
jantungnya meningkat cepat (Misnadiarly, 2008).
b. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.
Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus
(RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan
bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada
umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam
waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza,
gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).
c. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan
penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus
Universitas Sumatera Utara
maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang
dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang
segala jenis usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka
kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008).
d. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia
(PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur.
Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa
bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika
ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru
(Djojodibroto, 2009).
2.1.3 Klasifikasi Pneumonia
Klasifikasi pneumonia berdasarkan umur diklasifikasikan sebagai berikut:
A. Pneumonia pada anak yang berusia kurang dari 2 bulan
a. Pneumonia berat
Bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti menyusui (jika
sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk yang tidak wajar atau
sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi, demam (38ºC atau lebih) atau
suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5 ºC), pernapasan cepat 60 kali atau lebih
per menit, penarikan dinding dada berat, sianosis sentral (pada lidah), serangan
apnea, distensi abdomen dan abdomen tegang.
Universitas Sumatera Utara
b. Bukan pneumonia
Anak kurang dari 2 bulan yang nafasnya kurang dari 60 kali per menit dan
tidak mengalami tarikan kuat dinding dada bagian bawah ke dalam (tidak terdapat
tanda pneumonia berat).
B. Pneumonia pada anak usia 2 bulan - <5 tahun
a. Pneumonia sangat berat
Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis sentral, tidak
dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang dan sulit dibangunkan.
b. Pneumonia berat
Batuk atau kesulitan bernapas ditandai dengan nafas cepat dan sesak nafas
yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam., tetapi tidak disertai
sianosis sentral dan dapat minum.
c. Pneumonia
Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa penarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam. Patokan nafas cepat adalah 50 kali permenit
atau lebih untuk anak umur 2 -<12 bulan dan untuk anak umur 1-5 tahun adalah
40 kali permenit atau lebih.
d. Bukan pneumonia (Batuk Pilek Biasa)
Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau tanpa penarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam dan nafas tidak cepat.
e. Pneumonia persisten
Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati
selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang kuat dan antibiotik yang sesuai,
Universitas Sumatera Utara
biasanya terdapat penarikan dinding dada, frekuensi pernapasan yang tinggi, dan
demam ringan (WHO, 2003).
2.1.4 Gejala dan Tanda Pneumonia
a. Gejala
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran
napas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu
tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan
batuk dengan dahak kental, terkadang dapat bewarna kuning hingga hijau. Pada
sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu
makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008).
b. Tanda
Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita
antara lain : Batuk nonproduktif ; Ingus (nasal discharge) ; suara napas lemah ;
Penggunaan otot bantu napas ; Demam ; Cyanosis (kebiru-biruan) ; Thorax photo
menunjukan infiltrasi melebar ; Sakit kepala; Kekauan dan nyeri otot; Sesak
napas; Menggigil; Berkeringat; Lelah; Terkadang kulit menjadi lembab ; Mual
dan muntah
2.1.5 Cara Penularan Penyakit Pneumonia
Pada umumnya pneumonia termasuk kedalam penyakit menular yang
ditularkan melalui udara. Sumber penularan adalah penderita pneumonia yang
menyebarkan kuman ke udara pada saat batuk atau bersin dalam bentuk droplet.
Inhalasi merupakan cara terpenting masuknya kuman penyebab pneumonia
kedalam saluran pernapasan yaitu bersama udara yang dihirup, di samping itu
Universitas Sumatera Utara
terdapat juga cara penularan langsung yaitu melalui percikan droplet yang
dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin dan berbicara kepada orang di
sekitar penderita, transmisi langsung dapat juga melalui ciuman, memegang dan
menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran pernapasan penderita
(Azwar, 2002).
2.1.6 Diagnosis Pneumonia
Dalam pelaksanaan program P2 ISPA, penentuan klasifikasi pneumonia
berat dan pneumonia sekaligus merupakan penegakan diagnosis, sedangkan
penentuan klasifikasi bukan pneumonia tidak dianggap sebagai penegakan
diagnosis. Jika seorang balita keadaan penyakitnya termasuk dalam klasifikasi
bukan pneumonia maka diagnosis penyakitnya adalah : batuk pilek biasa
(common cold), pharyngitis, tonsillitis, otitis atau penyakit ISPA non-pneumonia
lainnya.Dalam pola tatalaksana penderita pneumonia yang dipakai oleh Program
P2 ISPA, diagnosis pneumonia pada balita didasarkan pada adanya batuk atau
kesukaran bernapas disertai peningkatan frekuensi napas (napas cepat) sesuai
umur. Adanya napas cepat (fast breathing) ini ditentukan dengan cara menghitung
frekuensi pernapasan. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50
kali per menit atau lebih pada usia 2 bulan - <1 tahun dan 40 kali per menit atau
lebih pada anak usia 1 tahun - <5 tahun.
Diagnosis pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran
bernapas disertai napas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke
dalam (chest indrawing) pada anak usia 2 bulan - <5 tahun. Untuk kelompok
umur < 2 bulan diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat,
Universitas Sumatera Utara
yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya
penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam (severe chest
indrawing).
2.2 Karakteristik Balita
2.2.1
Umur
Istilah umur adalah lamanya keberadaan seseorang diukur dalam satuan
waktu di pandang dari segi kronologik, individu normal yang memperlihatkan
derajat perkembangan anatomis dan fisiologik sama (Nuswantari, 1998). Umur
adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan) (Hoetomo,
2005).
Bayi lebih mudah terkena pneumonia dibandingkan dengan anak balita.
Anak berumur kurang dari 1 tahun mengalami batuk pilek 30% lebih besar dari
kelompok anak berumur antara 2 sampai 3 tahun. Mudahnya usia di bawah 1
tahun mendapatkan resiko pneumonia, disebabkan imunitas yang belum sempurna
dan lubang saluran pernapasan yang relatif masih sempit.
Prevalensi infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah (pneumonia)
lebih tinggi pada umur yang lebih muda. Ini terlihat dari hasil SDKI tahun 1997
yang menunjukkan prevalensi pneumonia paling tinggi terdapat pada kelompok
umur 6-11 bulan yaitu 12% (Djaja, 2000).
Menurut hasil penelitian oleh Sulaeman (2011), menyatakan bahwa usia
anak berhubungan dengan kejadian pneumonia balita. Anak yang berusia lebih
Universitas Sumatera Utara
muda, beresiko untuk menderita pneumonia 2,48 kali lebih besar dengan anak
yang berusia lebih tua.
2.2.2
Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara
biologis sejak seseorang lahir (Hungu, 2007). Berdasarkan hasil SDKI tahun 1997
menunjukkan adanya perbedaan prevalensi 2 minggu pada balita dengan batuk
dan napas cepat (yang merupakan cirri khas pneumonia) antara anak laki-laki
dengan perempuan, dimana prevalensi untuk anak laki-laki adalah 9,4%
sedangkan untuk anak perempuan 8,5% (Depkes RI, 1997).
2.2.3
Berat Badan Lahir
Berat badan lahir adalah berat badan bayi yang di timbang dalam waktu 1
jam pertama setelah lahir. Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan
bayi baru lahir. (Kosim, 2008)
Berat badan lahir bayi dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu:
1.
Berat badan lahir rendah jika berat kurang dari 2500 gram tanpa memandang
masa gestasi.
2. Berat badan lahir normal bila berat antara 2500 – 4000 gram
3. Bayi besar bila berat badan lahir lebih dari 4000 gram
Berat badan lahir merupakan hasil interaksi dari beberapa faktor melalui
suatu proses yang berlangsung selama berada dalam kandungan. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Umur Ibu Hamil
Umur ibu hamil yang masih muda, perkembangan organ - organ
reproduksi dan fungsi fisiologinya belum optimal. Selain itu emosi dan
kejiwaanya belum cukup matang, sehingga pada saat kehamilan ibu tersebut
belum dapat menanggapi kehamilannya secara sempurna dan sering terjadi
komplikasi. Selain itu semakin muda usia ibu hamil, maka anak yang dilahirkan
akan semakin ringan (Setianingrum, 2005).
2. Umur kehamilan
Umur kehamilan dapat menentukan berat badan janin , semakin tua
kehamilan maka berat badan janin akan semakin bertambah. Pada umur
kehamilan 28 minggu berat janin ± 1000 gram, sedangkan pada kehamilan 37 –
42 minggu berat janin di perkirakan mencapai 2500 – 3500 gram (Wiknjosastro,
2005).
Hubungan antara berat lahir dengan umur kehamilan, berat bayi lahir
dapat dikelompokan :
a. Bayi kurang bulan (BKB), yaitu bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi <
37 minggu (259 hari).
b. Bayi cukup bulan (BCB), bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi antara 3742 minggu (259 - 293 hari)
c. Bayi lebih bulan (BLB), bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi > 42
minggu (294 hari)
Universitas Sumatera Utara
3. Status Gizi Hamil
Status gizi pada trimester pertama akan sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan embrio pada masa perkembangan dan pembentukan organ – organ
tubuh (organogenesis). Pada trimester II dan III kebutuhan janin terhadap zat – zat
atus gizi semakin meningkat jika tidak terpenuhi, plasenta akan kekurangan zat
makanan sehingga akan mengurangi kemampuannya dalam mensintesis zat – zat
yang dibutuhkan oleh janin.
4. Pemeriksaan Kehamilan
Pemeriksaan kehamilan bertujuan untuk mengenal dan mengidentifikasi
masalah yang timbul selama kehamilan, sehingga kesehatan selama ibu hamil
dapat terpelihara dan yang terpenting ibu dan bayi dalam kandungan akan baik
dan sehat sampai saat persalinan. Pemeriksaan kehamilan dilakukan agar kita
dapat segera mengetahui apabila terjadi gangguan / kelainan pada ibu hamil dan
bayi yang dikandung, sehingga dapat segera ditolong tenaga kesehatan (Depkes
RI, 2000 dalam Setianingrum, 2005).
5. Kehamilan ganda
Pada kehamilan kembar dengan distensi uterus yang berlebihan dapat
menyebabkan persalinan premature dengan BBLR.
Kebutuhan ibu untuk
pertumbuhan hamil kembar lebih besar sehingga terjadi defisiensi nutrisi seperti
anemia hamil yang dapat mengganggu pertumbuhan janin dalam rahim (Datta,
2004).
Universitas Sumatera Utara
6. Penyakit Saat Kehamilan
Penyakit pada saat kehamilan yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir
diantaranya adalah Diabetes mellitus (DM), cacar air, dan penyakit infeksi
TORCH.
7. Faktor Kebiasaan Ibu
Kebiasaan ibu sebelum / selama hamil yang buruk seperti merokok,
minum minuman beralkohol, pecandu obat dan pemenuhan nutrisi yang salah
dapat menyebabkan anomaly plasenta karena plasenta tidak mendapat nutrisi yang
cukup dari arteri plasenta ataupun karena plasenta tidak mampu mengantar
makanan ke janin. Selain itu, aktifitas yang berlebihan juga dapat merupakan
faktor pencetus terjadinya masalah berat badan lahir rendah.
Berat badan lahir rendah ditetapkan sebagai suatu berat lahir yang kurang
dari 2500 gram. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) akan
meningkatkan resiko kesakitan dan kematian bayi karena bayi rentan terhadap
kondisi-kondisi infeksi saluran pernapasan bagian bawah (Ngastiyah, 1997).
Menurut Sulistyowati (2000) bayi dengan berat badan lahir rendah
mempunyai angka kematian lebih tinggi dari pada bayi berat badan lebih dari
2500 gram saat lahir selama satu tahun pertama kehidupannya. Pneumonia adalah
penyebab terbesar kematian akibat infeksi pada bayi yang baru lahir dengan berat
badan rendah, bila dibandingkan dengan bayi yang beratnya diatas 2500 gram.
2.2.4
ASI Ekslusif
ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-
garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu sebagai
Universitas Sumatera Utara
makanan utama bayi (Soetjiningsih, 1997). ASI eksklusif adalah pemberian ASI
tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur 0-6 bulan (Depkes
RI, 2004).
Pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa
tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan
tambahan makan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan
tim. Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu
setidaknya selama 6 bulan, setelah bayi berusia 6 bulan, ia harus mulai dikenalkan
dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai berusia dua tahun
atau bahkan lebih dari 2 tahun (Roesli, 2000).
A. Fisiologi Pengeluaraan ASI
Saat bayi menghisap payudara, hisapan ini menstimulasi ujung syaraf
payudara. Syaraf memerintahkan otak untuk mengeluarkan dua hormon, yaitu
prolaktin dan oksitosin. Hormon prolaktin merangsang alveoli untuk lebih banyak
ASI Sementara itu, hormon oksitosin menyebabkan sel-sel otot di sekitar alveoli
mengerut, mendorong ASI masuk ke saluran penyimpanan sehingga bayi dapat
menghisapnya. Semakin sering dan semakin lama bayi menghisap, semakin
banyak ASI yang dihasilkan. Pengeluaran ASI juga disebut sebagai reflex let
down
yang
mekanisme
kerjanya
dikontrol
oleh
reflek
neurohormonal
(Roesli,2000)
B. Volume Produksi ASI
Pada bulan terakhir kehamilan, kelenjar–kelenjar pembuat ASI mulai
menghasilkan ASI. Kondisi normal, pada hari pertama dan kedua sejak bayi lahir,
Universitas Sumatera Utara
air susu yang dihasilkan sekitar 50-100 ml sehari. Jumlahnya pun meningkat
hingga 500 ml pada minggu kedua. Produksi ASI semakin efektif dan terusmenerus meningakat pada 10-14 hari setelah melahirkan. Kondisi tersebut
berlangsung hingga beberapa bulan ke depan. Bayi yang sehat mengkonsumsi
700-800 ml ASI setiap hari. Setelah memasuki masa 6 bulan volume pengeluaran
air susu mulai menurun. Sejak saat itu, kebutuhan gizi tidak lagi dapat dipenuhi
oleh ASI, dan harus mendapatkan makanan tambahan (Prasetyono, 2009).
C. Klasifikasi ASI
Berdasarkan waktu produksinya, ASI dibedakan menjadi tiga, yaitu
kolostrum, foremilk (air susu peralihan), hindmilk (air susu matang). Penjelasan
selengkapnya sebagai berikut (Prasetyono, 2009) :
1) Kolostrum
Kolostrum disekresi oleh kelenjar mamae pada hari pertama hingga ketiga
atau keempat sejak masa laktasi. Pada masa awal menyusui, kolostrum yang
keluar mungkin hanya sesendok teh. Meskipun sedikit, kolostrum mampu
melapisi usus bayi dan melindunginya dari bakteri, serta sanggup mencukupi
kebutuhan nutrisi bayi pada hari pertama kelahirannya. Kolostrum mengandung
protein tinggi sekitar 10%, vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A), mineral
natrium dan immunoglobulin (IgA) (Kodrat, 2010).
Adapun manfaat kolostrum bagi bayi adalah sebagai pembersih selaput
usus bayi, yang dapat membersihkan mekonium sehingga saluran pencernaan siap
untuk menerima makanan, memberikan perlindungan tubuh terhadap infeksi,
Universitas Sumatera Utara
mampu melindungi tubuh bayi dari berbagai penyakit infeksi auntuk jangka waktu
sampai enam bulan (Weni, 2009).
2) Air Susu Peralihan
Air susu yang keluar pertama kali disebut susu awal atau air susu
peralihan. Air susu peralihan disekresi sejak hari ke-4/ke-7 sampai hari ke-10/ke14 (Roesli, 2000). Air susu ini hanya mengandung sekitar 1-2% lemak dan terlihat
encer, serta tersimpan dalam saluran penyimpanan. Jumlahnya sangat banyak dan
membantu menghilangkan rasa haus pada bayi. Dalam air susu peralihan ini,
kadar protein makin rendah sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin
meningkat (Roesli, 2000).
3) Air Susu Matang/ Matur
Air susu matang (matur), keluar setelah air susu peralihan habis, yakni saat
menyusui hampir selesai. Air susu matang merupakan ASI yang dikeluarkan pada
sekitar hari ke-14 dan seterusnya dengan komposisi relatif konstan (Roesli, 2000).
Air susu matang sangat kaya, kental, dan penuh lemak bervitamin. Air susu ini
memberikan sebagian besar energi yang dibutuhkan oleh bayi.
D. Komposisi ASI
ASI mengandung zat gizi dan vitamin yang diperlukan oleh tubuh bayi
antara lain LPUFAs (long chain polyunsaturated fatty), protein, lemak,
karbohidrat, laktosa, zat besi, mineral, sodium, kalsium, fosfor dan magnesium,
vitamin, taurin, laktobacilus, laktoferin dan lisosim serta air (Kodrat, 2010). Oleh
karena itu, ASI dalam jumlah cukup dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama
enam bulan pertama setelah kelahiran.
Universitas Sumatera Utara
E. Manfaat ASI
a) Manfaat bagi bayi :
1) Ketika bayi berusia 6-12 bulan, ASI bertindak sebagai makanan tambahan
utama bayi, karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi. untuk
memenuhi semua kebutuhan bayi, maka ASI perlu ditambah dengan
makanan pendamping ASI;
2) ASI merupakan komposisi makanan ideal untuk bayi;
3) Bayi yang diberi ASI lebih kebal terhadap penyakit ketimbang bayi yang
tidak memperoleh ASI.;
4) ASI selalu siap sedia ketika bayi menginginkannya. ASI pun selalu dalam
keadaan steril dan suhunya cocok;
5) Bayi yang prematur lebih cepat tumbuh jika diberi ASI. Komposisi ASI
akan beradaptasi sesuai kebutuhan bayi. ASI bermanfaat untuk menaikkan
berat badan dan menumbuhkan sel otak pada bayi prematur.
b. Manfaat bagi ibu :
1) Isapan bayi dapat membuat rahim menciut, mempercepat kondisi ibu
untuk kembali ke masa prakehamilan, serta mengurangi resiko perdarahan;
2) Lemak di sekitar pinggul berpindah ke dalam ASI, sehingga ibu lebih
cepat langsung kembali;
3) Resiko terkena kanker rahim dan kanker payudara pada ibu yang
menyusui bayi lebih rendah daripada ibu yang tidak menyusui;
4) Menyusui bayi lebih menghemat waktu, karena ibu tidak perlu
menyiapkan dan mensterilkan botol susu atau dot (Prasetyono, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Penelitian
di
Negara-negara
sedang
berkembang
menunjukkan
menunjukkan bahwa ASI melindungi bayi terhadap infeksi saluran pernapasan
berat (Djaja, 2000). Anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif mempunyai
risiko 2,49 kali lebih besar untuk menderita pneumonia dibandingkan anak yang
mendapat ASI ekslusif (Annah, 2012).
2.2.5
Status Gizi Balita
Status gizi diartikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh
keseimbangan antara kebutuhan dan masukan zat gizi. Status gizi sangat
ditentukan oleh ketersediaan zat gizi dalam jumlah cukup dan dalam kombinasi
waktu yang tepat di tingkat sel tubuh agar berkembang dan berfungsi secara
normal. Status gizi ditentukan oleh sepenuhnya zat gizi yang diperlukan tubuh dan
faktor yang menentukan besarnya kebutuhan, penyerapan, dan penggunaan zat-zat
tersebut (Supariasa, 2002)
Status gizi merupakan keadaan keseimbangan antara asupan dan
kebutuhan zat gizi yang diperlukan tubuh untuk tumbuh kembang terutama untuk
anak balita, aktifitas, pemeliharan kesehatan, penyembuhan bagi mereka yang
menderita sakit dan proses biologis lainnya di dalam tubuh. Kebutuhan bahan
makanan pada setiap individu berbeda karena adanya variasi genetik yang akan
mengakibatkan perbedaan dalam proses metabolisme. Sasaran yang dituju yaitu
pertumbuhan yang optimal tanpa disertai oleh keadaan defisiensi gizi. Status gizi
yang baik akan turut berperan dalam pencegahan terjadinya berbagai penyakit,
khususnya penyakit infeksi dan dalam tercapainya tumbuh kembang anak yang
optimal (Depkes RI, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Depkes (2010), pemeliharan status gizi anak sebaiknya :
a. Dimulai sejak dalam kandungan. Ibu hamil dengan gizi yang baik, diharapkan
akan melahirkan bayi dengan status gizi yang baik pula.
b.
Setelah lahir segera beri ASI eksklusif sampai usia 6 bulan
c.
Pemberian makanan pendampingan ASI (weaning food ) bergizi, mulai usia 6
bulan secara bertahap sampai anak dapat menerima menu lengkap keluarga.
d. Memperpanjang masa menyususi (prolog lactation) selama ibu dan bayi
menghendaki.
e. Status gizi dapat diperoleh dengan pemeriksaan antropometri.
Status
gizi
balita
secara
sederhana
dapat
diketahui
dengan
membandingkan 3 hal, yaitu antara berat badan terhadap umur, tinggi/panjang
badan terhadap umur, dan berat badan terhadap tinggi/panjang badan dengan
rujukan standar yang telah ditetapkan.
Menginterprestasikan hasil pengukuran diperlukan baku rujukan. Di
Indonesia baku rujukan dan telah direkomendasikan pemakaiannya salah satunya,
yaitu baku rujukan WHO – NCHS yang direkomendasikan pada semiloka
Antropometri 1991. Data rujukan WHO-NCHS sebagai batas ambang untuk status
gizi baik yang disarankan WHO adalah Standar deviasi unit disebut juga Z-skor.
WHO menyarankan menggunakan cara ini untuk meneliti dan untuk memantau
pertumbuhan. Rumus perhitungan Z skor adalah :
Nilai Individu Subjek- Nilai Median Rujukan
Nilai Simpangan Baku Rujukan
Klasifikasi status gizi berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U)
adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Gizi lebih (Z-Score > 2,0 SD)
2. Gizi baik (Z-Score, -2,0 SD ≤ Z ≤ 2,0 SD)
3. Gizi kurang (Z-Score < -2,0 SD)
4. Gizi buruk (Z-Score < -3,0 SD)
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sulaeman (2011), menyatakan bahwa
balita yang status gizinya kurang mempunyai resiko untuk menderita pneumonia
3,19 kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang status gizinya baik.
2.2.6
Imunisasi
Imunisasi bersal dari kata imun yaitu kebal atau resisten. Anak
diimunisasi, berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak
kebal atau resisten terhadap suatu penyakit. Tetapi belum tentu kebal terhadap
penyakit yang lain (Notoatmodjo, 2003).
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak
dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk
mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan vaksin
adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang
dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan (misalnya vaksin BCG, DPT, dan
Campak) dan melalui mulut (misalnya vaksin polio) (Hidayat, 2008).
A. Tujuan Imunisasi
Tujuan diberikannya imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal
terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas
serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu (A. Azis, 2005).
Tujuan dalam pemberian imunisasi antara lain :
Universitas Sumatera Utara
1. Melalui imunisasi, tubuh tidak mudah terserang penyakit menular.
2. Imunisasi sangat efektif mencegah penyakit menular.
3. Menurunkan angka morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka
kematian) serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu.
4. Melindungi dan mencegah penyakit-penyakit menular yang sangat berbahaya
bagi bayi dan anak.
5. Mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan
kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa
penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti campak, polio,
difteri, tetanus, batuk rejan, hepatitis B, gondongan, cacar air, TBC, dan lain
sebagainya.
B.
Manfaat Imunisasi
1. Untuk Anak : mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan
kemungkinan cacat atau kematian.
2. Untuk Keluarga : menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila
anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa
anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
3. Untuk Negara : memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang
kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan Negara.
C. Macam-macam Imunisasi
Imunisasi atau kekebalan,dibagi dalam dua hal, yaitu aktif dan pasif. Aktif
adalah bila tubuh anak itu menyelenggarakan terbentuknya imunitas, sedangkan
Universitas Sumatera Utara
pasif adalah apabila tubuh anak tidak bekerja membentuk kekebalan, tetapi hanya
menerimanya saja.
1. Imunisasi Aktif
Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah
dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi
antibodi sendiri. Contohnya : imunisasi polio atau campak.
2. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif merupakan pemberian zat (immunoglobulin), yaitu suatu
zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma
manusia atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga
sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi (Hidayat, 2008).
D.
Jenis-jenis Imunisasi Dasar
Imunisasi dasar adalah imunisasi pertama yang perlu diberikan pada
semua orang, terutama bayi dan anak sejak lahir untuk melindungi tubuhnya dari
penyakit-penyakit yang berbahaya.
1. Imunisasi BCG (Bacillus Celmette Guerin)
a. Pengertian
Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC), yaitu penyakit paru-paru
yang sangat menular.
b. Pemberian Imunisasi
Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah satu kali dan tidak perlu
diulang (boster). Sebab, vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga antibodi yang
Universitas Sumatera Utara
dihasilkannya tinggi terus. Berbeda dengan vaksin berisi kuman mati, hingga
memerlukan pengulangan.
c. Usia pemberian imunisasi
Sedini mungkin atau secepatnya, tetapi pada umumnya di bawah 2 bulan.
d. Efek samping Imunisasi
Umumnya tidak ada. Namun, pada beberapa anak timbul pembengkakan
kelenjar getah bening di ketiak atau leher bagian bawah (diselangkangan bila
penyuntikan dilakukan di paha). Dan biasanya akan sembuh sendiri.
2. Imunisasi DPT (Diphtheria, Pertusis, Tetanus)
a. Pengertian
Imunuisasi DPT merupakan imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan aktif terhadap beberapa penyakit berikut ini:
1) Penyakit difteri, yaitu radang tenggorokan yang sangat berbahaya karena
menimbulkan
tenggorokan
tersumbat
dan
kerusakan
jantung
yang
menyebabkan kematian dalam beberapa hari saja.
2) Penyakit pertusis, yaitu radang paru (pernapasan), yang disebut juga batuk
rejan atau batuk 100 hari. Karena sakitnya bisa mencapai 100 hari atau 3 bulan
lebih.
3) Penyakit tetanus, yaitu penyakit kejang otot seluruh tubuh dengan mulut
terkunci / terkancing sehingga mulut tidak bisa membuka atau dibuka.
b. Pemberian Imunisasi dan usia pemberian Imunisasi
Pemberian imunisasi 3 kali (paling sering dilakukan), yaitu pada usia 2
bulan, 4 bulan dan 6 bulan. Namun, bisa juga ditambahkan 2 kali lagi, yaitu 1 kali
Universitas Sumatera Utara
di usia 18 bulan dan 1 kali di usia 5 tahun. Selanjutnya di usia 12 tahun, diberikan
imunisasi TT.
c. Efek Samping Imunisasi
Biasanya, hanya gejala-gejala ringan, seperti sedikit demam dan rewel
selama 1-2 hari, kemerahan, pembengkakan, agak nyeri atau pegal-pegal pada
tempat suntikan, yang akan hilang sendiri dalam beberapa hari, atau bila masih
demam dapat diberikan obat penurun panas bayi.
3. Imunisasi Polio
a. Pengertian
Imunisasi Polio adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis, yaitu penyakit radang yang menyerang
saraf dan dapat mengakibatkan lumpuh kaki.
b. Pemberian Imunisasi
Imunisasi polio dapat diberikan 4 kali (polioI,II,III,IV) dengan interval
tidak kurang dari 4 minggu.
c. Usia Pemberian Imunisasi
Waktu pemberian polio adalah pada umur bayi 0-11 bulan atau saat lahir
(0 bulan), dan berikutnya pada usia bayi 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan. Kecuali
saat lahir, pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin DPT.
d. Efek Samping Imunuisasi
Pada umumnya tidak ada efek samping. Hanya sebagian kecil saja yang
mengalami pusing, diare ringan, dan sakit otot. Dan kasusnya biasanya jarang
terjadi.
Universitas Sumatera Utara
4. Imunisasi Campak
a. Pengertian
Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan aktif terhadap penyakit campak (morbili/measles). Kandungan vaksin
campak ini adalah virus yang dilemahkan.
Sebenarnya, bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun
seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh
antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak. Penyakit campak mudah
menular, dan anak yang daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali terserang
penyakit yang disebabkan virus morbili ini. Campak hanya diderita sekali seumur
hidup.
b. Pemberian Imunisasi
Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah satu kali
c. Usia Pemberian Imunisasi
Imunisasi campak diberikan 1 kali pada usia 9 bulan, dan dianjurkan
pemberiannya sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di
usia bayi 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika
sampai usia 12 bulan anak belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia
12 bulan ini anak harus diimunisasi MMR (Measles Mumps Rubella).
c. Efek Samping Imunisasi
Mungkin
terjadi
demam
ringan.
Kemungkinan
juga
terdapat
pembengkakan pada tempat penyuntikan.
Universitas Sumatera Utara
5. Imunisasi Hepatitis B
a. Pengertian
Imunisasi
Hepatitis
B
adalah
imunisasi
yang
diberikan
untuk
menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B, yaitu penyakit infeksi
yang dapat merusak hati.
b. Pemberian Imunisasi
Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis B adalah 3 kali.
c. Usia Pemberian Imunisasi
Sebaiknya diberikan 12 jam setelah lahir. Dengan syarat kondisi bayi
dalam keadaan stabil, tidak ada gangguan pada paru-paru dan jantung. Kemudian
dilanjutkan pada saat bayi berusia 1 bulan, dan usia antara 3 - 6 bulan. Khusus
bayi yang lahir dari ibu pengidap hepatitis B, selain imunisasi yang diberikan
kurang dari 12 jam setelah lahir, juga diberikan imunisasi tambahan dengan
immunoglobulin anti hepatitis B dalam waktu sebelum usia 24 jam.
d. Efek Samping Imunisasi
Umumnya tidak terjadi. Jikapun terjadi (sangat jarang), berupa keluhan
nyeri pada tempat suntikan, yang disusul demam ringan dan pembengkakan.
Namun reaksi ini akan menghilang dalam waktu dua hari.
E. Jadwal Imunisasi
Pemberian imunisasi pada anak, tepat pada waktunya merupakan faktor
yang sangat penting untuk kesehatan ank. Imunisasi dapat diberikan ketika ada
kegiatan posyandu, pemeriksaan kesehatan pada petugas kesehatan atau pekan
imunisasi.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Jadwal Imunisasi
Jenis Vaksin
Lahir
1
2
Umur Pemberian Vaksin
Bulan
3
4
5
6
7
8
BCG
1
DPT
1
2
POLIO
0
1
2
CAMPAK
Hepatitis B
1
2
Sumber: Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2011
9
10
11
12
3
3
1
3
Keterangan Jadwal Imunisasi :
1) BCG
Imunisasi BCG ini diberikan sejak lahir. Apabila usia > 3 bulan harus dilakukan
uji tuberkulin terlebih dahulu, BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif.
2) DPT
Imunisasi diberikan pada usia lebih ≥ 6 minggu, secara terpisah atau secara
kombinasi dengan hepatitis B.
3) Polio
Imunisasi polio-0 diberikan pada saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir
dirumah bersalin atau rumah sakit Oral Polio Vaccine (OPV) diberikan pada saat
bayi dipulangkan (untuk menghindari transmisi virus vaksin ke bayi lain).
4) Campak
Imunisasi campak diberikan pada usia 9 bulan.
5) Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan
pada usia 1-2 bulan dan 6 bulan. Interval dosis minimal 4 minggu.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penelitian Rahayu (2007), menunjukkan hubungan antara
status imunisasi campak dan timbulnya kematian akibat pneumonia yaitu anakanak yang belum pernah menderita campak dan belum mendapatkan imunisasi
campak mempunyai resiko meninggal yang lebih besar akibat pneumonia.
Berdasarkan penelitian Annah (2012) risiko anak terkena pneumonia yang
memiliki status imunisasi yang tidak lengkap yaitu sebesar 2,39 kali lebih besar
daripada anak yang mendapatkan status imunisasi lengkap.
2.3 Karakteritik Keluarga
2.3.1
Pendidikan
Menurut Azwar (2007) pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan
untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan individu atau masyarakat.
Ini berarti bahwa pendidikan adalah suatu pembentukan watak yaitu sikap disertai
kemampuan dalam bentuk kecerdasan, pengetahuan dan keterampilan. Seperti
diketahui bahwa pendidikan formal yang ada di Indonesia adalah tingkat sekolah
dasar, sekolah lanjut tingkat pertama, sekolah lanjut tingkat atas, dan tingkat
akademik/perguruan tinggi. Tingkat pendidikan sangat menentukan daya nalar
seseorang yang lebih baik, sehingga memungkinkan menyerap informasiinformasi juga dapat berpikir secara rasional dalam menanggapi informasi atau
setiap masalah yang dihadapi.
Makin tinggi pendidikan, terdapat kemungkinan makin baik tingkat
ketahanan pangan keluarga, makin baik pula pengasuhan anak, dan makin banyak
keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada demikian juga sebaliknya
Universitas Sumatera Utara
(Depkes RI, 2004). Berdasarkan hasil penelitian oleh Husni dkk (2012), balita
yang lahir dari ibu yang berpendidikan rendah mempunyai resiko 2,037 kali lebih
besar untuk menderita pneumonia bila dibandingkan dengan balita yang lahir dari
ibu berpendidikan tinggi.
2.3.2
Pendapatan
Pendapatan adalah tingkat penghasilan penduduk. Semakin tinggi
penghasilan semakin tinggi pula persentase pengeluaran yang dibelanjakan untuk
barang, makanan, juga semakin tinggi penghasilan keluarga semakin baik pula
status gizi masyarakat (BPS, 2006).
Masyarakat berpenghasilan rendah mempunyai suatu prevalensi sakit,
kelemahan, kronitas penyakit dan keterbatasan kegiatan karena masalah
kesehatan. Ditambah pula bahwa mereka lebih sukar mencapai pelayanan
kesehatan, dan bila dapat mencapainya akan memperoleh mutu pelayanan
kesehatan yang lebih rendah dibanding dengan lapisan masyarakat menengah atas
(Zulikfan, 2004).
Tingkat penghasilan merupakan penghasilan yang diperoleh bapak dan ibu
yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari, sehingga semakin besar jumlah
pendapatannya, maka taraf kehidupan akan semakin baik. Status sosial ekonomi
dianggap sebagai salah satu faktor risiko penting untuk pneumonia, karena
penderita pneumonia pada balita banyak ditemukan pada kelompok keluarga
dengan sosial ekonomi rendah (Kartasasmita, 1993).
2.3.3
Kebiasaan Merokok
Universitas Sumatera Utara
Rokok adalah benda beracun yang memberi efek santai dan sugesti merasa
lebih jantan. Rokok adalah produk yang berbahaya dan adiktif (menimbulkan
ketergantungan) karena didalam rokok terdapat 4000 bahan kimia berbahaya dan
merupakan zat karsinogenik (Syafrudin, 2011).
Jenis-jenis perokok menurut Syafrudin (2011):
f. Perokok aktif
Perokok yang secara langsung menghisap asap rokok/pecandu rokok.
Perokok ini lebih sering terlibat langsung dalam hal merokok.
g.
Perokok pasif
Perokok yang secara tidak langsung menghisap asap rokok yang biasanya
dikeluarkan oleh perokok aktif, perokok pasif mendapatkan bahaya jauh lebih
besar besar daripada perokok aktif.
Penelitian Sugihartono (2012), membuktikan bahwa ada hubungan
signifikan antara keberadaan anggota keluarga merokok dalam rumah dengan
kejadian pneumonia. Balita yang tinggal di rumah dengan anggota keluarga
merokok dalam rumah berisiko 5,743 kali lebih besar terkena pneumonia
dibanding dengan balita yang tinggal di rumah dengan anggota keluarga yang
tidak merokok.
2.4 Karakteristik Rumah
2.4.1
Lingkungan
Lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam
Universitas Sumatera Utara
itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain. Lingkungan yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap
warga Negara Indonesia sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kualitas lingkungan yang semakin
menurun dapat mengancam perikehidupan manusia (UU RI Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, 2009).
Lingkungan merupakan kondisi dan segala sesuatu yang ada di sekitar
makhluk hidup maupun kelompok makhluk hidup ataupun kondisi sosial dan
budaya yang mempengaruhi seseorang maupun sekumpulan orang (William,
2004). Banyak aspek kehidupan manusia yang dipengaruhi oleh lingkungan.
Banyak pula penyakit yang disebabkan, dipengaruhi, dan ditularkan oleh faktorfaktor lingkungan. Oleh karena itu, hubungan manusia dengan lingkungannya
merupakan hal yang penting dalam kesehatan masyarakat (Moeller, 2005).
2.4.2
Lingkungan Rumah
Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, disamping
kebutuhan sandang, pangan dan kesehatan. Rumah berfungsi sebagai tempat
untuk melepas lelah, tempat bergaul dan membina rasa kekeluargaan di antara
anggota keluarga serta sebagai tempat berlindung dan menyimpan barang
berharga (Mukono, 2000).
Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau
hunian dan sarana pembinaan keluarga (Undang-Undang RI no. 4 tahun 1992).
Rumah sehat adalah kondisi fisik, kimia, biologi di dalam rumah dan perumahan
sehingga memungkinkan penghuni atau masyarakat memperoleh derajat
Universitas Sumatera Utara
kesehatan yang optimal. Oleh karena itu rumah haruslah sehat dan nyaman agar
penghuninya dapat berkarya untuk meningkatkan produktivitas (Syafrudin,2011).
Menurut WHO, rumah dikatakan sehat apabila memenuhi beberapa
kriteria, antara lain (Wicaksono, 2009):
1. Harus dapat melindungi dari hujan, panas, dingin, dan berfungsi sebagai
tempat istirahat.
2. Mempunyai tempat-tempat untuk tidur, masak, mandi, mencuci, kakus, dan
kamar mandi.
3. Dapat melindungi penghuninya dari bahaya kebisingan dan bebas dari
pencemaran.
4. Bebas dari bahan bangunan yang berbahaya.
5. Terbuat dari bahan bangunan yang kokoh dan dapat melindungi penghuninya
dari gempa, keruntuhan, dan penyakit menular.
6. Memberi rasa aman dan lingkungan tetangga yang serasi
2.4.3
Udara
Udara merupakan zat yang paling penting setelah air dalam memberikan
kehidupan di permukaan bumi ini. Udara merupakan campuran mekanis dari
bermacam-macam gas yang terdiri dari 78,1% nitrogen, 20,9% oksigen, 0,03%
karbon dioksida, dan selebihnya berupa gas neon, argon, krypton, xenon, dan
helium. Selain sebagai sumber oksigen, udara memiliki fungsi sebagai penghantar
suara dan sebagai pendingin benda yang panas. Namun udara juga dapat menjadi
media penyebaran penyakit bagi manusia (Chandra, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Penurunan kualitas udara sebagai akibat dari masuknya komponen lain ke
dalam udara baik karena kegiatan manusia ataupun secara alami yang
mengakibatkan lingkungan manjadi tidak dapat lagi dimanfaatkan sesuai dengan
peruntukannya disebut sebagai polusi udara. Selain dapat mempengaruhi struktur
dan kepekaan udara, polusi udara juga dapat mempengaruhi kesehatan manusia
(Journal of Allergy and Clinical Immunology, 2004).
2.4.4 Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal
Adapun persyaratan kesehatan rumah tinggal menurut Kepmenkes
No.829/Menkes/SK/VII/1999 adalah sebagai berikut :
1. Bahan bangunan
a) Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat
membahayakan kesehatan, antara lain: debu total kurang dari 150 μg/m2,
asbestos kurang dari 0,5 serat/m3 per 24 jam, timbale (Pb) kurang dari 300
mg/kg.
b) Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tempat tumbuh dan
berkembangnya mikroorganisme patogen.
2. Komponen dan penataan ruangan
b) Lantai kedap air dan mudah dibersihkan.
c) Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap
air dan mudah dibersihkan.
d) Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidah rawan kecelakaan.
e) Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir.
f) Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap.
Universitas Sumatera Utara
3. Pencahayaan
Pencahayaan alami dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung
dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux
dan tidak menyilaukan mata.
4. Kualitas udara
a. Suhu udara nyaman antara 18-300C
b. Kelembaban udara 40 % - 70%
c. Konsentrasi gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam
d. Pertukaran udara
e. Konsentrasi gas CO tidak melebihi dari 100 ppm/8 jam
f. Konsentrasi gas formaldehid tidak melebihi dari 120 mg/m3
5. Ventilasi
Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10%
luas lantai.
6. Vektor penyakit
Tidak ada tikus yang bersarang di dalam rumah.
7. Penyediaan air
a) Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60
liter/orang/hari.
b) Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air
minum menurut Permenkes 416 tahun 1990 dan Kepmenkes 907 tahun
2002.
Universitas Sumatera Utara
8. Sarana penyimpanan makanan
Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman.
9. Pembuangan limbah
a. Limbah cair yang berasal dari rumah tangga tidak mencemari sumber air,
tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah.
b. Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau,
tidak mencemari permukaan tanah dan air tanah.
10. Kepadatan hunian
Luas kamar tidur minimal 8 m2 dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2
orang.
Berdasarkan penelitian Febbryani (2014), anak balita yang tinggal di
rumah dengan kondisi dinding rumah tidak memenuhi syarat memiliki risiko
terkena pneumonia sebesar 2,9 kali lebih besar. Anak balita yang tinggal di rumah
dengan jenis lantai tidak memenuhi syarat memiliki risiko terkena pneumonia
sebesar 5,22 kali lebih besar. Anak balita yang tinggal di rumah dengan
pencahayaan yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko terkena pneumonia
sebesar 2,82 kali lebih besar.
2.5 Kebiasaan Penggunaan Arang Panas
A. Arang Panas
Arang adalah residu hitam berisi karbon tidak murni yang dihasilkan
dengan menghilangkan kandungan air dan komponen volatil dari hewan atau
tumbuhan. Arang panas merupakan arang yang terbuat dari kayu. Arang kayu
Universitas Sumatera Utara
adalah arang yang terbuat dari bahan dasar kayu. Arang kayu paling banyak
digunakan untuk keperluan memasak. Bahan kayu yang digunakan untuk dibuat
arang kayu adalah kayu yang masih sehat, dalam hal ini kayu belun membusuk.
Arang kayu memiliki cirri-ciri hitam, ringan, mudah hancur, dan
menyerupai batu bara yang terdiri dari 85% sampai 98% karbon, sisanya adalah
abu atau benda kimia lainnya. Arang pada awalnya digunakan sebagai pengganti
mesiu. Ia juga digunakan dalam metalurgi sebagai reducing agent, walaupun
sekarang sudah ditinggalkan. Tetapi sebagian besar arang digunakan sebagai
bahan bakar. Hasil pembakarannya lebih bersih daripada kayu biasa.
Pemakaian arang di dalam ruangan memiliki resiko berbahaya terhadap
kesehatan, karena karbon monoksida yang dihasilkan. Arang merupakan suatu
padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan
yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi.
Arang kayu dibuat dengan mengarangkan kayu dalam tumpukkan yang
ditutupi lempengan kering, atau di dalam oven yang tertutup atau juga labu
destilasi. Mengandung 93% karbon, 2,5% hidrogen dan 3% abu dengan
pemanasan diatas 1500 oC hidrogen menjadi 0,62%. Yield kira-kira 24% kayu,
dalam oven 25% dengan 10% teer, 40% asam pyroligeous dan 25% gas.
B. Kandungan Arang Panas
Sifat fisika/kimia sangat penting dalam kaitan dengan penentuan kualitas
arang. Arang terdiri dari unsur C, H, O dan komponen non organis (mineral).
Komposisi unsur tersebut didalam arang tergantung dari proses karbonisasi, suhu
dan metode karbonisasi. Arang mempunyai kadar CO tinggi, sedikit unsur P,S,N
Universitas Sumatera Utara
dan daya serap besar. Selanjutnya beberapa sifat fisika/kimia arang dapat
didefinisikan sebagai berikut:
1. Nilai Kalor
Dibandingkan dengan kayu, nilai kalor arang menjadi lebih tinggi yaitu
berkisar 6.760 - 7.860 Kal/gr untuk kadar air 5 - 6 %. Variasi nilai kalor banyak
disebabkan oleh komposisi kimia dari kayu dan proses karbonisasi. Kayu dengan
berat jenis tinggi umumnya menghasilkan arang dengan nilai kalor yang tinggi.
2. Kadar Abu
Kadar abu adalah persentasi abu (residu) yang terjadi dari pembakaran
sempurna arang. Kadar abu dipengaruhi proses karbonisasi terutama suhu
maksimum dan lamanya pengarangan. Kadar abu bervariasi antara 1 - 4 % tetapi
kadang bisa lebih misalnya arang dari kulit kayu.
3. Kadar Zat Terbang
Kadar zat terbang disebut juga kadar zat mudah menguap (volatile matter),
yaitu persen zat yang terbuang dalam bentuk gas pada saat pembakaran arang.
C. Arang Panas Dalam Budaya Masyarakat Batak
Arang panas terbuat dari kayu yang memilki ciri-ciri hitam, ringan, kering.
alam budaya batak dapat dimanfaatkan pada ibu pasca melahirkan. Pembakaran
arang sampai menjadi arang panas yang dapat dimanfaatkan pada ibu pasca
melahirkan agar panas yang dikeluarkan oleh arang tersebut dapat melancarkan
peredaran darah ibu, mempercepat keluarnya darah kotor ibu pasca melahirkan
dan menghangatkan tubuh jika berada di daerah yang dingin.
Universitas Sumatera Utara
Arang panas biasanya ditempatkan dimana ibu istirahat yaitu dalam
ruangan atau ruang tidur. Hal ini sebenarnya dapat membahayakan bagi ibu
maupun anak yang berada di ruangan yang sama dengan ibu.
2.6 Kerangka Konsep
Kerangka konsep untuk menentukan hubungan antara variabel independen
dan variabel dependen. Kerangka konsep pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Variabel Independen
Variabel Dependen
Karakteristik Balita
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Berat Badan Lahir
1. Status ASI Eksklusif
2. Status gizi
3. Status Imunisasi
Karakteristik Keluarga
4. Pendidikan Orang Tua
5. Pendapatan Orang Tua
6. Kebiasaan Merokok
Kejadian Pneumonia
Pada Balita
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Karakteristik Rumah
Kepadatan Hunian
Ventilasi
Jenis Lantai
Jenis Dinding
Jenis Langit-Langit
Pencahayaan
Kelembaban
Suhu
Umur 0 – 4 Tahun
Kebiasaan Penggunaan
Arang Panas
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan
kerangka
konsep
tersebut
yang
menjadi
variabel
independennya adalah kebiasaan penggunaan arang panas, karakteristik rumah
(kepadatan Hunian, ventilasi, jenis lantai, jenis dinding, jenis langit-langit,
pencahayaan, kelembapan, suhu), karakteristik keluarga (pendidika orang tua,
pendapatan orangtua, kebiasaan merokok) dan karakteristik balita (umur, jenis
kelamin, status gizi, berat badan lahir, status ASI ekslusif, status imunisasi)
kebiasaan penggunaan arang panas. Sedangkan yang menjadi variabel dependen
adalah kejadian pneumonia pada balita umur 0-4 tahun di Kecamatan Pangaribuan
Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2016.
Universitas Sumatera Utara
Download