BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pneumonia 2.1.1 Defenisi Pneumonia Pneumonia adalah keradangan parenkim paru dimana asinus terisi dengan cairan dan sel radang, dengan/atau tanpa disertai infiltrasi sel radang ke dalam dinding alveoli dan rongga intersitium (Alsagaff, 2005). Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk pneumonia baik pneumonia maupun bronchopneumonia disebut pneumonia (Depkes RI, 2002). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus (biasa disebut bronchopneumonia). Pneumonia merupakan penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau napas cepat. Napas sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam, sedangkan napas cepat diketahui dengan menghitung tarikan napas dalam satu menit. Untuk balita umur 2 tahun sampai 5 tahun tarikan napasnya 40 kali atau lebih dalam satu menit, balita umur 2 bulan sampai 2 tahun tarikan napasnya 50 kali atau lebih per menit, dan umur kurang dari 2 bulan tarikan napasnya 60 kali atau lebih per menit (Depkes, 1991). Universitas Sumatera Utara 2.1.2 Penyebab Pneumonia Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri, virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa. a. Bakteri Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut jantungnya meningkat cepat (Misnadiarly, 2008). b. Virus Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008). c. Mikoplasma Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus Universitas Sumatera Utara maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008). d. Protozoa Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru (Djojodibroto, 2009). 2.1.3 Klasifikasi Pneumonia Klasifikasi pneumonia berdasarkan umur diklasifikasikan sebagai berikut: A. Pneumonia pada anak yang berusia kurang dari 2 bulan a. Pneumonia berat Bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti menyusui (jika sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi, demam (38ºC atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5 ºC), pernapasan cepat 60 kali atau lebih per menit, penarikan dinding dada berat, sianosis sentral (pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan abdomen tegang. Universitas Sumatera Utara b. Bukan pneumonia Anak kurang dari 2 bulan yang nafasnya kurang dari 60 kali per menit dan tidak mengalami tarikan kuat dinding dada bagian bawah ke dalam (tidak terdapat tanda pneumonia berat). B. Pneumonia pada anak usia 2 bulan - <5 tahun a. Pneumonia sangat berat Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis sentral, tidak dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang dan sulit dibangunkan. b. Pneumonia berat Batuk atau kesulitan bernapas ditandai dengan nafas cepat dan sesak nafas yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam., tetapi tidak disertai sianosis sentral dan dapat minum. c. Pneumonia Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Patokan nafas cepat adalah 50 kali permenit atau lebih untuk anak umur 2 -<12 bulan dan untuk anak umur 1-5 tahun adalah 40 kali permenit atau lebih. d. Bukan pneumonia (Batuk Pilek Biasa) Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau tanpa penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam dan nafas tidak cepat. e. Pneumonia persisten Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang kuat dan antibiotik yang sesuai, Universitas Sumatera Utara biasanya terdapat penarikan dinding dada, frekuensi pernapasan yang tinggi, dan demam ringan (WHO, 2003). 2.1.4 Gejala dan Tanda Pneumonia a. Gejala Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat bewarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008). b. Tanda Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita antara lain : Batuk nonproduktif ; Ingus (nasal discharge) ; suara napas lemah ; Penggunaan otot bantu napas ; Demam ; Cyanosis (kebiru-biruan) ; Thorax photo menunjukan infiltrasi melebar ; Sakit kepala; Kekauan dan nyeri otot; Sesak napas; Menggigil; Berkeringat; Lelah; Terkadang kulit menjadi lembab ; Mual dan muntah 2.1.5 Cara Penularan Penyakit Pneumonia Pada umumnya pneumonia termasuk kedalam penyakit menular yang ditularkan melalui udara. Sumber penularan adalah penderita pneumonia yang menyebarkan kuman ke udara pada saat batuk atau bersin dalam bentuk droplet. Inhalasi merupakan cara terpenting masuknya kuman penyebab pneumonia kedalam saluran pernapasan yaitu bersama udara yang dihirup, di samping itu Universitas Sumatera Utara terdapat juga cara penularan langsung yaitu melalui percikan droplet yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin dan berbicara kepada orang di sekitar penderita, transmisi langsung dapat juga melalui ciuman, memegang dan menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran pernapasan penderita (Azwar, 2002). 2.1.6 Diagnosis Pneumonia Dalam pelaksanaan program P2 ISPA, penentuan klasifikasi pneumonia berat dan pneumonia sekaligus merupakan penegakan diagnosis, sedangkan penentuan klasifikasi bukan pneumonia tidak dianggap sebagai penegakan diagnosis. Jika seorang balita keadaan penyakitnya termasuk dalam klasifikasi bukan pneumonia maka diagnosis penyakitnya adalah : batuk pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsillitis, otitis atau penyakit ISPA non-pneumonia lainnya.Dalam pola tatalaksana penderita pneumonia yang dipakai oleh Program P2 ISPA, diagnosis pneumonia pada balita didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernapas disertai peningkatan frekuensi napas (napas cepat) sesuai umur. Adanya napas cepat (fast breathing) ini ditentukan dengan cara menghitung frekuensi pernapasan. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada usia 2 bulan - <1 tahun dan 40 kali per menit atau lebih pada anak usia 1 tahun - <5 tahun. Diagnosis pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernapas disertai napas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam (chest indrawing) pada anak usia 2 bulan - <5 tahun. Untuk kelompok umur < 2 bulan diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat, Universitas Sumatera Utara yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam (severe chest indrawing). 2.2 Karakteristik Balita 2.2.1 Umur Istilah umur adalah lamanya keberadaan seseorang diukur dalam satuan waktu di pandang dari segi kronologik, individu normal yang memperlihatkan derajat perkembangan anatomis dan fisiologik sama (Nuswantari, 1998). Umur adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan) (Hoetomo, 2005). Bayi lebih mudah terkena pneumonia dibandingkan dengan anak balita. Anak berumur kurang dari 1 tahun mengalami batuk pilek 30% lebih besar dari kelompok anak berumur antara 2 sampai 3 tahun. Mudahnya usia di bawah 1 tahun mendapatkan resiko pneumonia, disebabkan imunitas yang belum sempurna dan lubang saluran pernapasan yang relatif masih sempit. Prevalensi infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah (pneumonia) lebih tinggi pada umur yang lebih muda. Ini terlihat dari hasil SDKI tahun 1997 yang menunjukkan prevalensi pneumonia paling tinggi terdapat pada kelompok umur 6-11 bulan yaitu 12% (Djaja, 2000). Menurut hasil penelitian oleh Sulaeman (2011), menyatakan bahwa usia anak berhubungan dengan kejadian pneumonia balita. Anak yang berusia lebih Universitas Sumatera Utara muda, beresiko untuk menderita pneumonia 2,48 kali lebih besar dengan anak yang berusia lebih tua. 2.2.2 Jenis Kelamin Jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir (Hungu, 2007). Berdasarkan hasil SDKI tahun 1997 menunjukkan adanya perbedaan prevalensi 2 minggu pada balita dengan batuk dan napas cepat (yang merupakan cirri khas pneumonia) antara anak laki-laki dengan perempuan, dimana prevalensi untuk anak laki-laki adalah 9,4% sedangkan untuk anak perempuan 8,5% (Depkes RI, 1997). 2.2.3 Berat Badan Lahir Berat badan lahir adalah berat badan bayi yang di timbang dalam waktu 1 jam pertama setelah lahir. Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir. (Kosim, 2008) Berat badan lahir bayi dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu: 1. Berat badan lahir rendah jika berat kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. 2. Berat badan lahir normal bila berat antara 2500 – 4000 gram 3. Bayi besar bila berat badan lahir lebih dari 4000 gram Berat badan lahir merupakan hasil interaksi dari beberapa faktor melalui suatu proses yang berlangsung selama berada dalam kandungan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 1. Umur Ibu Hamil Umur ibu hamil yang masih muda, perkembangan organ - organ reproduksi dan fungsi fisiologinya belum optimal. Selain itu emosi dan kejiwaanya belum cukup matang, sehingga pada saat kehamilan ibu tersebut belum dapat menanggapi kehamilannya secara sempurna dan sering terjadi komplikasi. Selain itu semakin muda usia ibu hamil, maka anak yang dilahirkan akan semakin ringan (Setianingrum, 2005). 2. Umur kehamilan Umur kehamilan dapat menentukan berat badan janin , semakin tua kehamilan maka berat badan janin akan semakin bertambah. Pada umur kehamilan 28 minggu berat janin ± 1000 gram, sedangkan pada kehamilan 37 – 42 minggu berat janin di perkirakan mencapai 2500 – 3500 gram (Wiknjosastro, 2005). Hubungan antara berat lahir dengan umur kehamilan, berat bayi lahir dapat dikelompokan : a. Bayi kurang bulan (BKB), yaitu bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi < 37 minggu (259 hari). b. Bayi cukup bulan (BCB), bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi antara 3742 minggu (259 - 293 hari) c. Bayi lebih bulan (BLB), bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi > 42 minggu (294 hari) Universitas Sumatera Utara 3. Status Gizi Hamil Status gizi pada trimester pertama akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan embrio pada masa perkembangan dan pembentukan organ – organ tubuh (organogenesis). Pada trimester II dan III kebutuhan janin terhadap zat – zat atus gizi semakin meningkat jika tidak terpenuhi, plasenta akan kekurangan zat makanan sehingga akan mengurangi kemampuannya dalam mensintesis zat – zat yang dibutuhkan oleh janin. 4. Pemeriksaan Kehamilan Pemeriksaan kehamilan bertujuan untuk mengenal dan mengidentifikasi masalah yang timbul selama kehamilan, sehingga kesehatan selama ibu hamil dapat terpelihara dan yang terpenting ibu dan bayi dalam kandungan akan baik dan sehat sampai saat persalinan. Pemeriksaan kehamilan dilakukan agar kita dapat segera mengetahui apabila terjadi gangguan / kelainan pada ibu hamil dan bayi yang dikandung, sehingga dapat segera ditolong tenaga kesehatan (Depkes RI, 2000 dalam Setianingrum, 2005). 5. Kehamilan ganda Pada kehamilan kembar dengan distensi uterus yang berlebihan dapat menyebabkan persalinan premature dengan BBLR. Kebutuhan ibu untuk pertumbuhan hamil kembar lebih besar sehingga terjadi defisiensi nutrisi seperti anemia hamil yang dapat mengganggu pertumbuhan janin dalam rahim (Datta, 2004). Universitas Sumatera Utara 6. Penyakit Saat Kehamilan Penyakit pada saat kehamilan yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir diantaranya adalah Diabetes mellitus (DM), cacar air, dan penyakit infeksi TORCH. 7. Faktor Kebiasaan Ibu Kebiasaan ibu sebelum / selama hamil yang buruk seperti merokok, minum minuman beralkohol, pecandu obat dan pemenuhan nutrisi yang salah dapat menyebabkan anomaly plasenta karena plasenta tidak mendapat nutrisi yang cukup dari arteri plasenta ataupun karena plasenta tidak mampu mengantar makanan ke janin. Selain itu, aktifitas yang berlebihan juga dapat merupakan faktor pencetus terjadinya masalah berat badan lahir rendah. Berat badan lahir rendah ditetapkan sebagai suatu berat lahir yang kurang dari 2500 gram. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) akan meningkatkan resiko kesakitan dan kematian bayi karena bayi rentan terhadap kondisi-kondisi infeksi saluran pernapasan bagian bawah (Ngastiyah, 1997). Menurut Sulistyowati (2000) bayi dengan berat badan lahir rendah mempunyai angka kematian lebih tinggi dari pada bayi berat badan lebih dari 2500 gram saat lahir selama satu tahun pertama kehidupannya. Pneumonia adalah penyebab terbesar kematian akibat infeksi pada bayi yang baru lahir dengan berat badan rendah, bila dibandingkan dengan bayi yang beratnya diatas 2500 gram. 2.2.4 ASI Ekslusif ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam- garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu sebagai Universitas Sumatera Utara makanan utama bayi (Soetjiningsih, 1997). ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur 0-6 bulan (Depkes RI, 2004). Pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tambahan makan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim. Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 6 bulan, setelah bayi berusia 6 bulan, ia harus mulai dikenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai berusia dua tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun (Roesli, 2000). A. Fisiologi Pengeluaraan ASI Saat bayi menghisap payudara, hisapan ini menstimulasi ujung syaraf payudara. Syaraf memerintahkan otak untuk mengeluarkan dua hormon, yaitu prolaktin dan oksitosin. Hormon prolaktin merangsang alveoli untuk lebih banyak ASI Sementara itu, hormon oksitosin menyebabkan sel-sel otot di sekitar alveoli mengerut, mendorong ASI masuk ke saluran penyimpanan sehingga bayi dapat menghisapnya. Semakin sering dan semakin lama bayi menghisap, semakin banyak ASI yang dihasilkan. Pengeluaran ASI juga disebut sebagai reflex let down yang mekanisme kerjanya dikontrol oleh reflek neurohormonal (Roesli,2000) B. Volume Produksi ASI Pada bulan terakhir kehamilan, kelenjar–kelenjar pembuat ASI mulai menghasilkan ASI. Kondisi normal, pada hari pertama dan kedua sejak bayi lahir, Universitas Sumatera Utara air susu yang dihasilkan sekitar 50-100 ml sehari. Jumlahnya pun meningkat hingga 500 ml pada minggu kedua. Produksi ASI semakin efektif dan terusmenerus meningakat pada 10-14 hari setelah melahirkan. Kondisi tersebut berlangsung hingga beberapa bulan ke depan. Bayi yang sehat mengkonsumsi 700-800 ml ASI setiap hari. Setelah memasuki masa 6 bulan volume pengeluaran air susu mulai menurun. Sejak saat itu, kebutuhan gizi tidak lagi dapat dipenuhi oleh ASI, dan harus mendapatkan makanan tambahan (Prasetyono, 2009). C. Klasifikasi ASI Berdasarkan waktu produksinya, ASI dibedakan menjadi tiga, yaitu kolostrum, foremilk (air susu peralihan), hindmilk (air susu matang). Penjelasan selengkapnya sebagai berikut (Prasetyono, 2009) : 1) Kolostrum Kolostrum disekresi oleh kelenjar mamae pada hari pertama hingga ketiga atau keempat sejak masa laktasi. Pada masa awal menyusui, kolostrum yang keluar mungkin hanya sesendok teh. Meskipun sedikit, kolostrum mampu melapisi usus bayi dan melindunginya dari bakteri, serta sanggup mencukupi kebutuhan nutrisi bayi pada hari pertama kelahirannya. Kolostrum mengandung protein tinggi sekitar 10%, vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A), mineral natrium dan immunoglobulin (IgA) (Kodrat, 2010). Adapun manfaat kolostrum bagi bayi adalah sebagai pembersih selaput usus bayi, yang dapat membersihkan mekonium sehingga saluran pencernaan siap untuk menerima makanan, memberikan perlindungan tubuh terhadap infeksi, Universitas Sumatera Utara mampu melindungi tubuh bayi dari berbagai penyakit infeksi auntuk jangka waktu sampai enam bulan (Weni, 2009). 2) Air Susu Peralihan Air susu yang keluar pertama kali disebut susu awal atau air susu peralihan. Air susu peralihan disekresi sejak hari ke-4/ke-7 sampai hari ke-10/ke14 (Roesli, 2000). Air susu ini hanya mengandung sekitar 1-2% lemak dan terlihat encer, serta tersimpan dalam saluran penyimpanan. Jumlahnya sangat banyak dan membantu menghilangkan rasa haus pada bayi. Dalam air susu peralihan ini, kadar protein makin rendah sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin meningkat (Roesli, 2000). 3) Air Susu Matang/ Matur Air susu matang (matur), keluar setelah air susu peralihan habis, yakni saat menyusui hampir selesai. Air susu matang merupakan ASI yang dikeluarkan pada sekitar hari ke-14 dan seterusnya dengan komposisi relatif konstan (Roesli, 2000). Air susu matang sangat kaya, kental, dan penuh lemak bervitamin. Air susu ini memberikan sebagian besar energi yang dibutuhkan oleh bayi. D. Komposisi ASI ASI mengandung zat gizi dan vitamin yang diperlukan oleh tubuh bayi antara lain LPUFAs (long chain polyunsaturated fatty), protein, lemak, karbohidrat, laktosa, zat besi, mineral, sodium, kalsium, fosfor dan magnesium, vitamin, taurin, laktobacilus, laktoferin dan lisosim serta air (Kodrat, 2010). Oleh karena itu, ASI dalam jumlah cukup dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama enam bulan pertama setelah kelahiran. Universitas Sumatera Utara E. Manfaat ASI a) Manfaat bagi bayi : 1) Ketika bayi berusia 6-12 bulan, ASI bertindak sebagai makanan tambahan utama bayi, karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi. untuk memenuhi semua kebutuhan bayi, maka ASI perlu ditambah dengan makanan pendamping ASI; 2) ASI merupakan komposisi makanan ideal untuk bayi; 3) Bayi yang diberi ASI lebih kebal terhadap penyakit ketimbang bayi yang tidak memperoleh ASI.; 4) ASI selalu siap sedia ketika bayi menginginkannya. ASI pun selalu dalam keadaan steril dan suhunya cocok; 5) Bayi yang prematur lebih cepat tumbuh jika diberi ASI. Komposisi ASI akan beradaptasi sesuai kebutuhan bayi. ASI bermanfaat untuk menaikkan berat badan dan menumbuhkan sel otak pada bayi prematur. b. Manfaat bagi ibu : 1) Isapan bayi dapat membuat rahim menciut, mempercepat kondisi ibu untuk kembali ke masa prakehamilan, serta mengurangi resiko perdarahan; 2) Lemak di sekitar pinggul berpindah ke dalam ASI, sehingga ibu lebih cepat langsung kembali; 3) Resiko terkena kanker rahim dan kanker payudara pada ibu yang menyusui bayi lebih rendah daripada ibu yang tidak menyusui; 4) Menyusui bayi lebih menghemat waktu, karena ibu tidak perlu menyiapkan dan mensterilkan botol susu atau dot (Prasetyono, 2000). Universitas Sumatera Utara Penelitian di Negara-negara sedang berkembang menunjukkan menunjukkan bahwa ASI melindungi bayi terhadap infeksi saluran pernapasan berat (Djaja, 2000). Anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif mempunyai risiko 2,49 kali lebih besar untuk menderita pneumonia dibandingkan anak yang mendapat ASI ekslusif (Annah, 2012). 2.2.5 Status Gizi Balita Status gizi diartikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan zat gizi. Status gizi sangat ditentukan oleh ketersediaan zat gizi dalam jumlah cukup dan dalam kombinasi waktu yang tepat di tingkat sel tubuh agar berkembang dan berfungsi secara normal. Status gizi ditentukan oleh sepenuhnya zat gizi yang diperlukan tubuh dan faktor yang menentukan besarnya kebutuhan, penyerapan, dan penggunaan zat-zat tersebut (Supariasa, 2002) Status gizi merupakan keadaan keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan tubuh untuk tumbuh kembang terutama untuk anak balita, aktifitas, pemeliharan kesehatan, penyembuhan bagi mereka yang menderita sakit dan proses biologis lainnya di dalam tubuh. Kebutuhan bahan makanan pada setiap individu berbeda karena adanya variasi genetik yang akan mengakibatkan perbedaan dalam proses metabolisme. Sasaran yang dituju yaitu pertumbuhan yang optimal tanpa disertai oleh keadaan defisiensi gizi. Status gizi yang baik akan turut berperan dalam pencegahan terjadinya berbagai penyakit, khususnya penyakit infeksi dan dalam tercapainya tumbuh kembang anak yang optimal (Depkes RI, 2008). Universitas Sumatera Utara Menurut Depkes (2010), pemeliharan status gizi anak sebaiknya : a. Dimulai sejak dalam kandungan. Ibu hamil dengan gizi yang baik, diharapkan akan melahirkan bayi dengan status gizi yang baik pula. b. Setelah lahir segera beri ASI eksklusif sampai usia 6 bulan c. Pemberian makanan pendampingan ASI (weaning food ) bergizi, mulai usia 6 bulan secara bertahap sampai anak dapat menerima menu lengkap keluarga. d. Memperpanjang masa menyususi (prolog lactation) selama ibu dan bayi menghendaki. e. Status gizi dapat diperoleh dengan pemeriksaan antropometri. Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan 3 hal, yaitu antara berat badan terhadap umur, tinggi/panjang badan terhadap umur, dan berat badan terhadap tinggi/panjang badan dengan rujukan standar yang telah ditetapkan. Menginterprestasikan hasil pengukuran diperlukan baku rujukan. Di Indonesia baku rujukan dan telah direkomendasikan pemakaiannya salah satunya, yaitu baku rujukan WHO – NCHS yang direkomendasikan pada semiloka Antropometri 1991. Data rujukan WHO-NCHS sebagai batas ambang untuk status gizi baik yang disarankan WHO adalah Standar deviasi unit disebut juga Z-skor. WHO menyarankan menggunakan cara ini untuk meneliti dan untuk memantau pertumbuhan. Rumus perhitungan Z skor adalah : Nilai Individu Subjek- Nilai Median Rujukan Nilai Simpangan Baku Rujukan Klasifikasi status gizi berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U) adalah sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 1. Gizi lebih (Z-Score > 2,0 SD) 2. Gizi baik (Z-Score, -2,0 SD ≤ Z ≤ 2,0 SD) 3. Gizi kurang (Z-Score < -2,0 SD) 4. Gizi buruk (Z-Score < -3,0 SD) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sulaeman (2011), menyatakan bahwa balita yang status gizinya kurang mempunyai resiko untuk menderita pneumonia 3,19 kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang status gizinya baik. 2.2.6 Imunisasi Imunisasi bersal dari kata imun yaitu kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit. Tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain (Notoatmodjo, 2003). Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan (misalnya vaksin BCG, DPT, dan Campak) dan melalui mulut (misalnya vaksin polio) (Hidayat, 2008). A. Tujuan Imunisasi Tujuan diberikannya imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu (A. Azis, 2005). Tujuan dalam pemberian imunisasi antara lain : Universitas Sumatera Utara 1. Melalui imunisasi, tubuh tidak mudah terserang penyakit menular. 2. Imunisasi sangat efektif mencegah penyakit menular. 3. Menurunkan angka morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu. 4. Melindungi dan mencegah penyakit-penyakit menular yang sangat berbahaya bagi bayi dan anak. 5. Mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, hepatitis B, gondongan, cacar air, TBC, dan lain sebagainya. B. Manfaat Imunisasi 1. Untuk Anak : mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian. 2. Untuk Keluarga : menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman. 3. Untuk Negara : memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan Negara. C. Macam-macam Imunisasi Imunisasi atau kekebalan,dibagi dalam dua hal, yaitu aktif dan pasif. Aktif adalah bila tubuh anak itu menyelenggarakan terbentuknya imunitas, sedangkan Universitas Sumatera Utara pasif adalah apabila tubuh anak tidak bekerja membentuk kekebalan, tetapi hanya menerimanya saja. 1. Imunisasi Aktif Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Contohnya : imunisasi polio atau campak. 2. Imunisasi Pasif Imunisasi pasif merupakan pemberian zat (immunoglobulin), yaitu suatu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi (Hidayat, 2008). D. Jenis-jenis Imunisasi Dasar Imunisasi dasar adalah imunisasi pertama yang perlu diberikan pada semua orang, terutama bayi dan anak sejak lahir untuk melindungi tubuhnya dari penyakit-penyakit yang berbahaya. 1. Imunisasi BCG (Bacillus Celmette Guerin) a. Pengertian Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC), yaitu penyakit paru-paru yang sangat menular. b. Pemberian Imunisasi Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah satu kali dan tidak perlu diulang (boster). Sebab, vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga antibodi yang Universitas Sumatera Utara dihasilkannya tinggi terus. Berbeda dengan vaksin berisi kuman mati, hingga memerlukan pengulangan. c. Usia pemberian imunisasi Sedini mungkin atau secepatnya, tetapi pada umumnya di bawah 2 bulan. d. Efek samping Imunisasi Umumnya tidak ada. Namun, pada beberapa anak timbul pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak atau leher bagian bawah (diselangkangan bila penyuntikan dilakukan di paha). Dan biasanya akan sembuh sendiri. 2. Imunisasi DPT (Diphtheria, Pertusis, Tetanus) a. Pengertian Imunuisasi DPT merupakan imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap beberapa penyakit berikut ini: 1) Penyakit difteri, yaitu radang tenggorokan yang sangat berbahaya karena menimbulkan tenggorokan tersumbat dan kerusakan jantung yang menyebabkan kematian dalam beberapa hari saja. 2) Penyakit pertusis, yaitu radang paru (pernapasan), yang disebut juga batuk rejan atau batuk 100 hari. Karena sakitnya bisa mencapai 100 hari atau 3 bulan lebih. 3) Penyakit tetanus, yaitu penyakit kejang otot seluruh tubuh dengan mulut terkunci / terkancing sehingga mulut tidak bisa membuka atau dibuka. b. Pemberian Imunisasi dan usia pemberian Imunisasi Pemberian imunisasi 3 kali (paling sering dilakukan), yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan. Namun, bisa juga ditambahkan 2 kali lagi, yaitu 1 kali Universitas Sumatera Utara di usia 18 bulan dan 1 kali di usia 5 tahun. Selanjutnya di usia 12 tahun, diberikan imunisasi TT. c. Efek Samping Imunisasi Biasanya, hanya gejala-gejala ringan, seperti sedikit demam dan rewel selama 1-2 hari, kemerahan, pembengkakan, agak nyeri atau pegal-pegal pada tempat suntikan, yang akan hilang sendiri dalam beberapa hari, atau bila masih demam dapat diberikan obat penurun panas bayi. 3. Imunisasi Polio a. Pengertian Imunisasi Polio adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis, yaitu penyakit radang yang menyerang saraf dan dapat mengakibatkan lumpuh kaki. b. Pemberian Imunisasi Imunisasi polio dapat diberikan 4 kali (polioI,II,III,IV) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. c. Usia Pemberian Imunisasi Waktu pemberian polio adalah pada umur bayi 0-11 bulan atau saat lahir (0 bulan), dan berikutnya pada usia bayi 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin DPT. d. Efek Samping Imunuisasi Pada umumnya tidak ada efek samping. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare ringan, dan sakit otot. Dan kasusnya biasanya jarang terjadi. Universitas Sumatera Utara 4. Imunisasi Campak a. Pengertian Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (morbili/measles). Kandungan vaksin campak ini adalah virus yang dilemahkan. Sebenarnya, bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak. Penyakit campak mudah menular, dan anak yang daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali terserang penyakit yang disebabkan virus morbili ini. Campak hanya diderita sekali seumur hidup. b. Pemberian Imunisasi Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah satu kali c. Usia Pemberian Imunisasi Imunisasi campak diberikan 1 kali pada usia 9 bulan, dan dianjurkan pemberiannya sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia bayi 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai usia 12 bulan anak belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan ini anak harus diimunisasi MMR (Measles Mumps Rubella). c. Efek Samping Imunisasi Mungkin terjadi demam ringan. Kemungkinan juga terdapat pembengkakan pada tempat penyuntikan. Universitas Sumatera Utara 5. Imunisasi Hepatitis B a. Pengertian Imunisasi Hepatitis B adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B, yaitu penyakit infeksi yang dapat merusak hati. b. Pemberian Imunisasi Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis B adalah 3 kali. c. Usia Pemberian Imunisasi Sebaiknya diberikan 12 jam setelah lahir. Dengan syarat kondisi bayi dalam keadaan stabil, tidak ada gangguan pada paru-paru dan jantung. Kemudian dilanjutkan pada saat bayi berusia 1 bulan, dan usia antara 3 - 6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap hepatitis B, selain imunisasi yang diberikan kurang dari 12 jam setelah lahir, juga diberikan imunisasi tambahan dengan immunoglobulin anti hepatitis B dalam waktu sebelum usia 24 jam. d. Efek Samping Imunisasi Umumnya tidak terjadi. Jikapun terjadi (sangat jarang), berupa keluhan nyeri pada tempat suntikan, yang disusul demam ringan dan pembengkakan. Namun reaksi ini akan menghilang dalam waktu dua hari. E. Jadwal Imunisasi Pemberian imunisasi pada anak, tepat pada waktunya merupakan faktor yang sangat penting untuk kesehatan ank. Imunisasi dapat diberikan ketika ada kegiatan posyandu, pemeriksaan kesehatan pada petugas kesehatan atau pekan imunisasi. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Jadwal Imunisasi Jenis Vaksin Lahir 1 2 Umur Pemberian Vaksin Bulan 3 4 5 6 7 8 BCG 1 DPT 1 2 POLIO 0 1 2 CAMPAK Hepatitis B 1 2 Sumber: Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2011 9 10 11 12 3 3 1 3 Keterangan Jadwal Imunisasi : 1) BCG Imunisasi BCG ini diberikan sejak lahir. Apabila usia > 3 bulan harus dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu, BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif. 2) DPT Imunisasi diberikan pada usia lebih ≥ 6 minggu, secara terpisah atau secara kombinasi dengan hepatitis B. 3) Polio Imunisasi polio-0 diberikan pada saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir dirumah bersalin atau rumah sakit Oral Polio Vaccine (OPV) diberikan pada saat bayi dipulangkan (untuk menghindari transmisi virus vaksin ke bayi lain). 4) Campak Imunisasi campak diberikan pada usia 9 bulan. 5) Hepatitis B Imunisasi hepatitis B diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada usia 1-2 bulan dan 6 bulan. Interval dosis minimal 4 minggu. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan penelitian Rahayu (2007), menunjukkan hubungan antara status imunisasi campak dan timbulnya kematian akibat pneumonia yaitu anakanak yang belum pernah menderita campak dan belum mendapatkan imunisasi campak mempunyai resiko meninggal yang lebih besar akibat pneumonia. Berdasarkan penelitian Annah (2012) risiko anak terkena pneumonia yang memiliki status imunisasi yang tidak lengkap yaitu sebesar 2,39 kali lebih besar daripada anak yang mendapatkan status imunisasi lengkap. 2.3 Karakteritik Keluarga 2.3.1 Pendidikan Menurut Azwar (2007) pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan individu atau masyarakat. Ini berarti bahwa pendidikan adalah suatu pembentukan watak yaitu sikap disertai kemampuan dalam bentuk kecerdasan, pengetahuan dan keterampilan. Seperti diketahui bahwa pendidikan formal yang ada di Indonesia adalah tingkat sekolah dasar, sekolah lanjut tingkat pertama, sekolah lanjut tingkat atas, dan tingkat akademik/perguruan tinggi. Tingkat pendidikan sangat menentukan daya nalar seseorang yang lebih baik, sehingga memungkinkan menyerap informasiinformasi juga dapat berpikir secara rasional dalam menanggapi informasi atau setiap masalah yang dihadapi. Makin tinggi pendidikan, terdapat kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pula pengasuhan anak, dan makin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada demikian juga sebaliknya Universitas Sumatera Utara (Depkes RI, 2004). Berdasarkan hasil penelitian oleh Husni dkk (2012), balita yang lahir dari ibu yang berpendidikan rendah mempunyai resiko 2,037 kali lebih besar untuk menderita pneumonia bila dibandingkan dengan balita yang lahir dari ibu berpendidikan tinggi. 2.3.2 Pendapatan Pendapatan adalah tingkat penghasilan penduduk. Semakin tinggi penghasilan semakin tinggi pula persentase pengeluaran yang dibelanjakan untuk barang, makanan, juga semakin tinggi penghasilan keluarga semakin baik pula status gizi masyarakat (BPS, 2006). Masyarakat berpenghasilan rendah mempunyai suatu prevalensi sakit, kelemahan, kronitas penyakit dan keterbatasan kegiatan karena masalah kesehatan. Ditambah pula bahwa mereka lebih sukar mencapai pelayanan kesehatan, dan bila dapat mencapainya akan memperoleh mutu pelayanan kesehatan yang lebih rendah dibanding dengan lapisan masyarakat menengah atas (Zulikfan, 2004). Tingkat penghasilan merupakan penghasilan yang diperoleh bapak dan ibu yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari, sehingga semakin besar jumlah pendapatannya, maka taraf kehidupan akan semakin baik. Status sosial ekonomi dianggap sebagai salah satu faktor risiko penting untuk pneumonia, karena penderita pneumonia pada balita banyak ditemukan pada kelompok keluarga dengan sosial ekonomi rendah (Kartasasmita, 1993). 2.3.3 Kebiasaan Merokok Universitas Sumatera Utara Rokok adalah benda beracun yang memberi efek santai dan sugesti merasa lebih jantan. Rokok adalah produk yang berbahaya dan adiktif (menimbulkan ketergantungan) karena didalam rokok terdapat 4000 bahan kimia berbahaya dan merupakan zat karsinogenik (Syafrudin, 2011). Jenis-jenis perokok menurut Syafrudin (2011): f. Perokok aktif Perokok yang secara langsung menghisap asap rokok/pecandu rokok. Perokok ini lebih sering terlibat langsung dalam hal merokok. g. Perokok pasif Perokok yang secara tidak langsung menghisap asap rokok yang biasanya dikeluarkan oleh perokok aktif, perokok pasif mendapatkan bahaya jauh lebih besar besar daripada perokok aktif. Penelitian Sugihartono (2012), membuktikan bahwa ada hubungan signifikan antara keberadaan anggota keluarga merokok dalam rumah dengan kejadian pneumonia. Balita yang tinggal di rumah dengan anggota keluarga merokok dalam rumah berisiko 5,743 kali lebih besar terkena pneumonia dibanding dengan balita yang tinggal di rumah dengan anggota keluarga yang tidak merokok. 2.4 Karakteristik Rumah 2.4.1 Lingkungan Lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam Universitas Sumatera Utara itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Lingkungan yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga Negara Indonesia sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kualitas lingkungan yang semakin menurun dapat mengancam perikehidupan manusia (UU RI Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, 2009). Lingkungan merupakan kondisi dan segala sesuatu yang ada di sekitar makhluk hidup maupun kelompok makhluk hidup ataupun kondisi sosial dan budaya yang mempengaruhi seseorang maupun sekumpulan orang (William, 2004). Banyak aspek kehidupan manusia yang dipengaruhi oleh lingkungan. Banyak pula penyakit yang disebabkan, dipengaruhi, dan ditularkan oleh faktorfaktor lingkungan. Oleh karena itu, hubungan manusia dengan lingkungannya merupakan hal yang penting dalam kesehatan masyarakat (Moeller, 2005). 2.4.2 Lingkungan Rumah Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, disamping kebutuhan sandang, pangan dan kesehatan. Rumah berfungsi sebagai tempat untuk melepas lelah, tempat bergaul dan membina rasa kekeluargaan di antara anggota keluarga serta sebagai tempat berlindung dan menyimpan barang berharga (Mukono, 2000). Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga (Undang-Undang RI no. 4 tahun 1992). Rumah sehat adalah kondisi fisik, kimia, biologi di dalam rumah dan perumahan sehingga memungkinkan penghuni atau masyarakat memperoleh derajat Universitas Sumatera Utara kesehatan yang optimal. Oleh karena itu rumah haruslah sehat dan nyaman agar penghuninya dapat berkarya untuk meningkatkan produktivitas (Syafrudin,2011). Menurut WHO, rumah dikatakan sehat apabila memenuhi beberapa kriteria, antara lain (Wicaksono, 2009): 1. Harus dapat melindungi dari hujan, panas, dingin, dan berfungsi sebagai tempat istirahat. 2. Mempunyai tempat-tempat untuk tidur, masak, mandi, mencuci, kakus, dan kamar mandi. 3. Dapat melindungi penghuninya dari bahaya kebisingan dan bebas dari pencemaran. 4. Bebas dari bahan bangunan yang berbahaya. 5. Terbuat dari bahan bangunan yang kokoh dan dapat melindungi penghuninya dari gempa, keruntuhan, dan penyakit menular. 6. Memberi rasa aman dan lingkungan tetangga yang serasi 2.4.3 Udara Udara merupakan zat yang paling penting setelah air dalam memberikan kehidupan di permukaan bumi ini. Udara merupakan campuran mekanis dari bermacam-macam gas yang terdiri dari 78,1% nitrogen, 20,9% oksigen, 0,03% karbon dioksida, dan selebihnya berupa gas neon, argon, krypton, xenon, dan helium. Selain sebagai sumber oksigen, udara memiliki fungsi sebagai penghantar suara dan sebagai pendingin benda yang panas. Namun udara juga dapat menjadi media penyebaran penyakit bagi manusia (Chandra, 2007). Universitas Sumatera Utara Penurunan kualitas udara sebagai akibat dari masuknya komponen lain ke dalam udara baik karena kegiatan manusia ataupun secara alami yang mengakibatkan lingkungan manjadi tidak dapat lagi dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya disebut sebagai polusi udara. Selain dapat mempengaruhi struktur dan kepekaan udara, polusi udara juga dapat mempengaruhi kesehatan manusia (Journal of Allergy and Clinical Immunology, 2004). 2.4.4 Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal Adapun persyaratan kesehatan rumah tinggal menurut Kepmenkes No.829/Menkes/SK/VII/1999 adalah sebagai berikut : 1. Bahan bangunan a) Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat membahayakan kesehatan, antara lain: debu total kurang dari 150 μg/m2, asbestos kurang dari 0,5 serat/m3 per 24 jam, timbale (Pb) kurang dari 300 mg/kg. b) Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tempat tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme patogen. 2. Komponen dan penataan ruangan b) Lantai kedap air dan mudah dibersihkan. c) Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap air dan mudah dibersihkan. d) Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidah rawan kecelakaan. e) Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir. f) Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap. Universitas Sumatera Utara 3. Pencahayaan Pencahayaan alami dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata. 4. Kualitas udara a. Suhu udara nyaman antara 18-300C b. Kelembaban udara 40 % - 70% c. Konsentrasi gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam d. Pertukaran udara e. Konsentrasi gas CO tidak melebihi dari 100 ppm/8 jam f. Konsentrasi gas formaldehid tidak melebihi dari 120 mg/m3 5. Ventilasi Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai. 6. Vektor penyakit Tidak ada tikus yang bersarang di dalam rumah. 7. Penyediaan air a) Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/orang/hari. b) Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air minum menurut Permenkes 416 tahun 1990 dan Kepmenkes 907 tahun 2002. Universitas Sumatera Utara 8. Sarana penyimpanan makanan Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman. 9. Pembuangan limbah a. Limbah cair yang berasal dari rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah. b. Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau, tidak mencemari permukaan tanah dan air tanah. 10. Kepadatan hunian Luas kamar tidur minimal 8 m2 dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2 orang. Berdasarkan penelitian Febbryani (2014), anak balita yang tinggal di rumah dengan kondisi dinding rumah tidak memenuhi syarat memiliki risiko terkena pneumonia sebesar 2,9 kali lebih besar. Anak balita yang tinggal di rumah dengan jenis lantai tidak memenuhi syarat memiliki risiko terkena pneumonia sebesar 5,22 kali lebih besar. Anak balita yang tinggal di rumah dengan pencahayaan yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko terkena pneumonia sebesar 2,82 kali lebih besar. 2.5 Kebiasaan Penggunaan Arang Panas A. Arang Panas Arang adalah residu hitam berisi karbon tidak murni yang dihasilkan dengan menghilangkan kandungan air dan komponen volatil dari hewan atau tumbuhan. Arang panas merupakan arang yang terbuat dari kayu. Arang kayu Universitas Sumatera Utara adalah arang yang terbuat dari bahan dasar kayu. Arang kayu paling banyak digunakan untuk keperluan memasak. Bahan kayu yang digunakan untuk dibuat arang kayu adalah kayu yang masih sehat, dalam hal ini kayu belun membusuk. Arang kayu memiliki cirri-ciri hitam, ringan, mudah hancur, dan menyerupai batu bara yang terdiri dari 85% sampai 98% karbon, sisanya adalah abu atau benda kimia lainnya. Arang pada awalnya digunakan sebagai pengganti mesiu. Ia juga digunakan dalam metalurgi sebagai reducing agent, walaupun sekarang sudah ditinggalkan. Tetapi sebagian besar arang digunakan sebagai bahan bakar. Hasil pembakarannya lebih bersih daripada kayu biasa. Pemakaian arang di dalam ruangan memiliki resiko berbahaya terhadap kesehatan, karena karbon monoksida yang dihasilkan. Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Arang kayu dibuat dengan mengarangkan kayu dalam tumpukkan yang ditutupi lempengan kering, atau di dalam oven yang tertutup atau juga labu destilasi. Mengandung 93% karbon, 2,5% hidrogen dan 3% abu dengan pemanasan diatas 1500 oC hidrogen menjadi 0,62%. Yield kira-kira 24% kayu, dalam oven 25% dengan 10% teer, 40% asam pyroligeous dan 25% gas. B. Kandungan Arang Panas Sifat fisika/kimia sangat penting dalam kaitan dengan penentuan kualitas arang. Arang terdiri dari unsur C, H, O dan komponen non organis (mineral). Komposisi unsur tersebut didalam arang tergantung dari proses karbonisasi, suhu dan metode karbonisasi. Arang mempunyai kadar CO tinggi, sedikit unsur P,S,N Universitas Sumatera Utara dan daya serap besar. Selanjutnya beberapa sifat fisika/kimia arang dapat didefinisikan sebagai berikut: 1. Nilai Kalor Dibandingkan dengan kayu, nilai kalor arang menjadi lebih tinggi yaitu berkisar 6.760 - 7.860 Kal/gr untuk kadar air 5 - 6 %. Variasi nilai kalor banyak disebabkan oleh komposisi kimia dari kayu dan proses karbonisasi. Kayu dengan berat jenis tinggi umumnya menghasilkan arang dengan nilai kalor yang tinggi. 2. Kadar Abu Kadar abu adalah persentasi abu (residu) yang terjadi dari pembakaran sempurna arang. Kadar abu dipengaruhi proses karbonisasi terutama suhu maksimum dan lamanya pengarangan. Kadar abu bervariasi antara 1 - 4 % tetapi kadang bisa lebih misalnya arang dari kulit kayu. 3. Kadar Zat Terbang Kadar zat terbang disebut juga kadar zat mudah menguap (volatile matter), yaitu persen zat yang terbuang dalam bentuk gas pada saat pembakaran arang. C. Arang Panas Dalam Budaya Masyarakat Batak Arang panas terbuat dari kayu yang memilki ciri-ciri hitam, ringan, kering. alam budaya batak dapat dimanfaatkan pada ibu pasca melahirkan. Pembakaran arang sampai menjadi arang panas yang dapat dimanfaatkan pada ibu pasca melahirkan agar panas yang dikeluarkan oleh arang tersebut dapat melancarkan peredaran darah ibu, mempercepat keluarnya darah kotor ibu pasca melahirkan dan menghangatkan tubuh jika berada di daerah yang dingin. Universitas Sumatera Utara Arang panas biasanya ditempatkan dimana ibu istirahat yaitu dalam ruangan atau ruang tidur. Hal ini sebenarnya dapat membahayakan bagi ibu maupun anak yang berada di ruangan yang sama dengan ibu. 2.6 Kerangka Konsep Kerangka konsep untuk menentukan hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Kerangka konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut : Variabel Independen Variabel Dependen Karakteristik Balita 1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. Berat Badan Lahir 1. Status ASI Eksklusif 2. Status gizi 3. Status Imunisasi Karakteristik Keluarga 4. Pendidikan Orang Tua 5. Pendapatan Orang Tua 6. Kebiasaan Merokok Kejadian Pneumonia Pada Balita 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Karakteristik Rumah Kepadatan Hunian Ventilasi Jenis Lantai Jenis Dinding Jenis Langit-Langit Pencahayaan Kelembaban Suhu Umur 0 – 4 Tahun Kebiasaan Penggunaan Arang Panas Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Universitas Sumatera Utara Berdasarkan kerangka konsep tersebut yang menjadi variabel independennya adalah kebiasaan penggunaan arang panas, karakteristik rumah (kepadatan Hunian, ventilasi, jenis lantai, jenis dinding, jenis langit-langit, pencahayaan, kelembapan, suhu), karakteristik keluarga (pendidika orang tua, pendapatan orangtua, kebiasaan merokok) dan karakteristik balita (umur, jenis kelamin, status gizi, berat badan lahir, status ASI ekslusif, status imunisasi) kebiasaan penggunaan arang panas. Sedangkan yang menjadi variabel dependen adalah kejadian pneumonia pada balita umur 0-4 tahun di Kecamatan Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2016. Universitas Sumatera Utara