OCB

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Organizational Citizenship Behavior (OCB)
1.
Pengertian Organizational Citizenship Behavior
Pada saat ini banyak kajian baru dan menarik di bidang sumber daya
manusia. Manusia dijadikan subyek dan objek di dalam penelitian bidang
sumber daya manusia (SDM) untuk disajikan sebagai sumber peningkatan
kemampuan manusia itu sendiri. Salah satu aspek perilaku manusia adalah
OCB (Organizational Citizenship Behavior). Telah terdapat beberapa definisi
yang dikemukakan oleh para ahli salah satunya ialah Organ yang merupakan
pencetus OCB.
Menurut Organ (2006), OCB adalah bentuk perilaku yang merupakan
pilihan dan inisiatif individual, tidak berkaitan dengan sistem reward formal
organisasi tetapi secara langsung meningkatkan aktifvitas organisasi. Bersifat
bebas dan sukarela dalam arti bahwa perilaku tersebut bukan merupakan
persyaratan yang harus dilaksanakan sebagai persayaratan deskripsi kerja
tertentu yang secara jelas dan formal, atau perilaku yang merupakan pilihan
pribadi.
Robbins dan Judge (2015), mendefinisikan OCB sebagai perilaku
pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang
karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif.
14
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
15
Pendapat lain mengenai pengertian OCB dikemukakan oleh Garay
(2006), menjelaskan bahwa OCB merupakan perilaku sukarela dari seorang
pekerja untuk mau melakukan tugas atau pekerjaan di luar tanggung jawab
atau kewajiban demi kemajuan atau keuntungan organisasinya. Sementara
Aladag dan Resckhe (1997), mengemukakan OCB merupakan kontribusi
individu dalam melebihi tuntutan peran ditempat kerja. OCB itu sendiri
melibatkan beberapa perilaku seperti, perilaku suka menolong orang lain
tanpa diminta, menjadi sukarelawan untuk tugas –tugas ekstra, patuh terhadap
peraturan-peraturan
dan
prosedur
di
tempat
kerja.
perilaku
ini
menggambarkan nilai tambah karyawan.
Menurut Podsakoff (dalam Inovi, 2012), OCB dapat memengaruhi
keefektifan organisasi karena beberapa alasan, yakni dapat membantu
meningkatkan produktivitas rekan kerja, dapat membantu meningkatkan
produktivitas menejerial, dapat membantu mengefesienkan pengguna sumber
daya organisasi untuk tujuan produktif dan dapat dijadikan sebagai dasar yang
efektif untuk aktivitas–aktivitas koordinasi antara anggota-anggota tim dan
antar kelompok kerja secara OCB dapat meningkatkan stabilitas kinerja
organisasi.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas maka dapat
disimpulkan bahwa OCB adalah perilaku yang bersifat sukarela, bukan
merupakan tindakan yang terpaksa terhadap hal hal yang mengedepankan
kepentingan organisasi sebagai wujud dari kepuasan dan hal ini tidak
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
16
berkaitan dengan sistem penghargaan atau reward namun memberikan
keefektivitasan organisasi. Dengan kata lain perilaku ekstra peran yang
dilakukan karyawan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk penghargaan.
2.
Dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Banyak peneliti yang menguraikan dimensi–dimensi OCB . Salah
satunya diungkapkan oleh Organ (2006), mengidentifikasikan lima dimensi
OCB, sebagai berikut :
a. Mementingkan kepentingan orang lain (altruism) yaitu suatu perilaku
membantu karyawan lain untuk meringankan pekerjaan tanpa adanya
paksaan pada tugas-tugas yang berkaitan dengan operasi organisasi .
b. Kebijakan Sipil (Civic Virtue) yaitu perilaku karyawan yang ikut
berkontribusi,
berpartisipasi,
dan
ikut
memerhatikan
kehidupan
organisasi dengan cara bertanggung jawab menunjukan tindakan dalam
memberikan saran, kehadiran secara aktif dalam perusahaan, dan usaha
dalam meningkatkan kemajuan perusahaan .
c. Berhati-hati (Conscientiousness) yaitu mengacu pada perilaku karyawan
dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan, dilakukan dengan cara
melebihi atau di atas apa yang telah disyaratkan oleh organisasi
berdedikasi tinggi pada pekerjaan melebihi standart pekerjaan.
d.
Kebaikan (Courtesy), merupakan perilaku-perilaku berbuat baik dan
hormat kepada orang lain untuk mencegah terjadinya masalah dalam
lingkungan kerja, misalnya perilaku membantu orang lain mencegah
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
17
terjadinya suatu permasalahan atau membuat langkah-langkah untuk
meredakan atau mengurangi berkembangnya suatu masalah. Hal ini
dapat ditunjukan dengan menerima pendapat dari rekan kerja atau
atasan.
e. Sikap Positif (Sportsmanship) yaitu perilaku yang lebih mengedepankan
pada aspek–aspek yang mengarah positif untuk perusahaan dari pada
aspek-aspek negatif. Hal ini mengindikasikan perilaku seperti tidak
mengeluh dalam memikul pekerjan yang kurang mengenakan, serta
dengan tidak membesarkan permasalahan yang ada.
Adapun Graham (dalam Bolino, Turney & Bloodgood 2002)
memberikan konseptualisasi OCB yang berbasis pada filosofi politik dan teori
politik modern, dengan menggunakan perspektif teoritis dalam tiga bentuk
yaitu :
a.
Ketaatan (Obedience) yang menggambarkan kemauan karyawan untuk
menerima dan mematuhi peraturan, prosedur maupun interaksi
organisasi. Perilaku yang mencerminkan kepatuhan dalam organisasi
dapat ditunjukan dengan ketepatan waktu masuk kerja, ketepatan
penyelesaian tugas yang diembannya dan tindakan sumber daya
organisasi.
b.
Loyalityas (loyality) yang menggambarkan kemauan karyawan untuk
menempatkan kepentingan pribadi mereka untuk keuntungan dan
kelangsungan organisasi .
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
18
c.
Partisipasi (Participation) menggambarkan tanggung jawab secara
penuh untuk aktif mengembangkan seluruh aspek kehidupan organisasi,
partisipasi terdiri dari:
1) Partisipasi sosial yang menggambarkan keterlibatan karyawan
dalam urusan organisasi dan dalam aktivitas sosial organisasi.
Misalnya: selalu menaruh perhatian pada isu-isu aktual organisasi
atau menghadiri pertemuan-pertemuan tidak resmi.
2) Partisipasi advokasi, yang menggambarkan kemauan karyawan
untuk mengembangkan organisasi dengan memberikan dukungan
dan pemikiran inovatif. Misalnya: memberi masukan pada
organisasi dan memberi dorongan pada karyawan lain untuk turut
memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan organisasi.
3) Partisipasi fungsional, yang menggambarkan kontribusi karyawan
yang melebihi
standar kerja
yang diwajibkan. Misalnya:
kesukarelaan untuk melaksanakan tugas ekstra, bekerja lembur
untuk menyelesaikan proyek penting, atau mengikuti pelatihan
tambahan yang berguna bagi perkembanan organisasi. Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan lima dimensi OCB yang
dikemukakan oleh Organ (2006), yakni altruism, civic virtue ,
conscientiousnes, courtesy, dan sportsmanship Peneliti memilih
menggunakan lima dimensi Organ (1988), karena dimensi yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
19
dipaparkan sudah lengkap dan sesuai dengan prilaku manusia pada
umumnya.
3.
Manfaat–manfaat Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Menurut Wyas (dalam Chiboiwa, 2011), mengemukakan bahwa sebuah
organisasi organisasi yang tergantung hanya pada perilaku yang ditentukan
adalah sistem sosial. Dapat dikatakan bahwa OCB sangatlah penting karena
berpengaruh terhadap pencapaian efektivitas organisasi. Semua dimensi OCB
dijelaskan sebelumnya digabungkan untuk mendapatkan manfaat menarik
untuk organisasi sebagai perilaku ini telah digambarkan sebagai hal penting
bagi pertumbuhan, kebersihan, efektivitas dan produktivitas organisasi
(Murphy et al., 2002).
Menurut Robbins dan Judge (2015), fakta telah menunjukan bahwa
organisasi yang mempunyai karyawan yang memiliki OCB yang baik, akan
memiliki kinerja kerja yang lebih baik dari organisasi lain. Gunawan (2011),
menambahkan bahwa OCB memilik manfaat yang besar pada sebuah
perusaahan atau organisasi, yakni meningkatkan produktivitas pemimpin dan
rekan kerja, OCB menghemat sumber daya yang memiliki manajemen,
menjadi sarana efektif untuk mengkoordinasikan kegiatan kelompok kerja,
OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk mempertahan kan pegawai
terbaik, meningkatkan stabilitas kinerja organisasi. Perilaku akan muncul jika
ada persepsi dan sikap kerja yang positif. Jika karyawan dalam organisasi
memilik OCB, karyawan dapat mengendalikan perilakunya sendiri dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
20
karyawan tersebut akan berusaha untuk meningkatkan potensi yang dimiliki
untuk kemajuan perusaan yang menaunginya.
Dari hasil penelitian mengenai pengaruh OCB terhadap kinerja
organisasi yang diadaptasi oleh Pedsakoff, et al., (dalam purba, 2004), dapat
disimpulkan yakni OCB meningkatkan produktivitas rekan kerja, OCB dapat
menjadi sarana efektif untuk mengekoordinasi kegiatan-kegiatan kelompok
kerja, OCB meningkatkan stabilitas kinerja organisasi dan OCB meningkatkan
kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan.
4.
Faktor-faktor Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Munculnya OCB dikalangan karyawan dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Dyne et al., (dalam waspodo, 2012), mengidentifikasikan bahwa OCB
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor personal, persepsi karayawan
terhadap faktor situasional dan persepsi karyawan terhadap positional factor.
menurut pakar lain Shweta dan Srirang (2010), memaparkan faktor-faktor
yang memengaruhi OCB antara lain: desposis individu dan motif individu,
kohesifitas kelompok, sikap pegawai (komitmen organisasi dan kepuasan
kerja), kepemimpinan transformasional dan keadilan organisasi.
Menurut Spector (dalam Robbins & Judge, 2015), mengemukakan
bahwa kepuasan terhadap kualitas kehidupan kerja adalah penentu utama
OCB dari seorang karyawan. Ketika karyawan merasakan kepuasan terhadap
pekerjaan yang dilakukannya, maka karyawan tersebut akan bekerja secara
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
21
maksimal dalam menyelesaikan pekerjaannya, bahkan melakukan beberapa
hal yang mungkin diluar tugasnya.
Menurut Organ dan Sloat (dalam Zurasaka, 2008), mengemukakan
beberapa faktor yang memengaruhi OCB sebagai berikut : budaya dan iklim
organisasi, kepribadian dan suasana hati, persepsi terhadap dukungan
organisasi, persepsi terhadap kualitas hubungan atau interaksi atasan
bawahan, masa kerja dan jenis kelamin.
Faktor ektsternal yang membentuk OCB adalah lingkungan, sehingga
dapat dikatakan bahwa organisasi bisa membentuk OCB karyawan dengan
cara menciptakan lingkungan dan iklim kondusif yang dapat merangsang
karyawan untuk menunjukan OCB Djati (2011).
Berdasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Piccolo dan
Colquit (dalam permana, 2013), perilaku OCB karyawan dipengaruhi salah
satunya
oleh
kepemimpinan,
kepemimpinan
transformasional
dinilai
merupakan kepemimpinan ideal dalam mewujudkan OCB. Studi literatur
Refferty dan Griffin (2007), yang mengukapkan bahwa gaya kepemimpinan
transformasional sangat berperan dalam membentuk OCB karyawan dalam
suatu organisasi.
Hal tersebut diatas juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh
Shewta dan Srirang (2010), yakni mengidenfikasi faktor-faktor yang
memengaruhi OCB antara lain: disposisi individu dan motif individu,
kohesivitas kelompok, sikap pegawai (komimtemn organisasi dan kepuasan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
22
kerja), kepemimpinan transformasional dan keadilan organisasi. Bass (dalam
Natsir, 2004), mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional sebagai
pengaruh pemimpin atau atasan terhadap bawahan. Para bawahan merasakan
adanya kepercayaan, kebanggan, loyalitas dan rasa hormat kepada atasan dan
mereka termotivasi untuk melakukan melebihi apa yang diharapkan.
B. Kepemimpinan Heroik
1.
Pengertian Kepemimpinan Heroik
Pendekatan atau perspektif yang beragam atas kepemimpinan, selain
melahirkan definisi kepemimpinan yang beragam juga melahirkan teori
kepemimpinan yang beragam pula, Menurut Luthans (2006), mendefinisikan
kepemimpinan sebagai kelompok proses, kepribadian, pemenuhan, perilaku
tertentu, persuasi, wewenang, pencapaian tujuan, interaksi, perbedaan peran,
inisiasi struktur dan kombinasi dari dua atau lebih dari hal hal tersebut.
Menurut Rivai dan Mulyadi (2012), kepemimpinan pada dasarnya
melibatkan orang lain, melibatkan distribusi kekuasaan yang tidak merata
antara pemimpin dan anggota kelompok, menggerakan kemampuan dengan
menggunakan berbagai bentuk kekuasaan untuk memengaruhi tingkah laku
bawahan dan menyangkut nilai. 4 (empat) sifat umum yang mempunyai
pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, yaitu : (1)
kecerdasan, (2) kedewasaan, (3) motivasi diri dan dorongan berprestasi dan
(4) sikap hubungan kemanusiaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
23
Sementara Robbins dan Judge (2015) mengemukakan, kepemimpinan
adalah “ ... the ability to influence a group toward the achievement of goals.”,
kepemimpinan adalah kemampuan untuk memengaruhi suatu kelompok guna
mencapai serangkaian tujuan.
Menurut Yukl (2009), “ ... the process of influencing others to
understand and agree about what needs to be done and how to do it, and the
process of facilitating individual and collective efforts to accomplish shared
objectives.” (“... proses memengaruhi orang lain agar mampu memahami serta
menyetujui apa yang harus dilakukan sekaligus bagaimana melakukannya,
termasuk pula proses memfasilitasi upaya individu atau kelompok dalam
memenuhi tujuan bersama.”)
Maxwell (dalam Manurung, 2011), mengajukan sejumlah pertanyaan
berikut bagi para pemimpin sebelum memulai perubahan–perubahan yang
berhubungan dengan memberdayakan orang lain :
a. Apakah saya mempercayai orang orang dan merasa bahwa mereka
adalah aset organisasi saya yang paling berharga ?
b. Apakah saya percaya bahwa memberdayakan orang lain dapat mencapai
lebih banyak pencapaian individu ?
c. Apakah saya secara efektif mencari para calon pemimpin untuk
diberdayakan ?
d. Apakah saya bersedia mengakat orang lain ke suatu tahap yang lebih
tinggi dari pada tingkat kepemimpinan saya sendiri ?
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
24
e. Apakah saya bersedia menginvestasikan waktu untuk menggembangkan
orang orang yang memiliki potensi kepemimpinan ?
f. Apakah saya bersedia membiarkan orang orang mendapat pujian untuk
apa yang saya telah ajarkan kepada mereka?
g. Apakah saya memberi kebebasan kepribadian dan peroses kepada orang
lain ataukah saya harus mengendalikannya ?
h. Apakah saya bersedia secara terbuka memberi wewenang dan pengaruh
saya kepada para calon pemimpin ?
i. Apakah saya bersedia untuk mengizinkan orang lain menyebabkan saya
pensiun dari suatu pekerjaan ? dan
j. Apakah saya bersedia menyerahkan tongkat kepemimpinan kepada
orang yang saya berdayakan dan benar- benar mendukung mereka ?
Dari pertanyaan di atas dapat membantu untuk memahami dasar-dasar
kepemimpinan, karna perlu disadari bahwa dalam kondisi organisasi yang
sedang bergejolak sangat dibutuhkan seorang pemimpin. Pemimpinan yang
didukung kemampuan kepemimpinan bukan sekedar pengisi jabatan yang
hanya menjaga kepentingan pribadinya.
Untuk menjadi pemimpin yang hebat terdapat empat unsur dalam
leadership diamond menurut Kasali (2007), yaitu Visi (Vision), Keberanian
(Courageness), Realitas (Reality) dan Etika (Ethics)
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
25
a. Visi (Vision)
Seorang pemimpin yang berfikir secara terbuka dan memiliki multi
perspektif dalam melihat sesuatu.
b. Keberanian (Courageness)
Seorang pemimipin yang bekerja dengan hati akan melaksanakan
tugasnya dengan penuh cinta, betanggung jawab, penuh inisatif, berani
mengambil resiko dan memotivasi bawahannya dengan senang hati.
c. Realitas (Reality)
Seorang pemimpin yang berani men-challenge setiap opini yang diterima
untuk memperoleh suatu kebenaran. dan mampu membedakan yang
mana yang merupakan ilusi dan mana yang fakta.
d. Etika (Ethics)
Seorang pemimpin yang humanis, yang tidak akan melakukan apa pun
yang dianggap dapat merugikan orang lain, apakah itu bawahannya,
atasannya, pemegang saham, komunitas disekitar organisasi, konsumen
dan sebagainya. Karena pemimpin yang besar adalah pemimpin yang
sadar akan nama baiknya dan akan bekerja dengan kepercayaan. Semua
itu diperoleh karna sang pemimpin menuntut standar yang tinggi yang
berawal dari nilai- nilai yang dianut, Semua itu dilakukan karena rasa
sensitif terhadap orang lain.
Secara umum seorang pemimpinan mampu menciptakan perubahan dan
memiliki kemampuan untuk memengaruhi dan mambuat orang lain bergerak
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
26
mencapai suatu tujuan baik secara
individu maupun secara berkelmpok,
kemampuan memengaruhi sangat terkait dengan visi, keberanian, realitas, dan
etika. Sedangkan definisi heroik berkaitan dengan kualitas sesorang yang
memiliki keberanian, menantang resiko, antusias, determinasi dan
rela
berkorban. Dari dua definisi diatas jika digabungkan kepemimpinan heroik
adalah suatu gaya kepemimpinan yang mampuh menciptakan perubahan,
memiliki kemampuan memengaruhi orang lain dan memiliki
karakter
kepahlawanan, terutama kebaranian dan rela berkorban untuk mencapai suatu
tujuan untuk kemajuan organisasi.
Menurut Yap (2009), kepemimpinan heroik dipahami sebagai gaya
kepemimpinan yang efektifitasnya bersandar pada empat pilar utama, yakni
visi, strategi, jiwa dan momentum berikut adalah uraiannya :
a. Visi
Pemimpin yang mempunyai mimpi–mimpi besar yang jelas, terukur,
terarah dan mampu merumuskan mimpi tersebut dalam suatu visi yang
jelas sebagai target yang harus dicapai.
b. Strategi
Pemimpin yang memiliki strategi, selain sebagai jembatan yang
menghubungkan dan menjadikan visi menjadi realitas, strategi juga
merupakan sarana untuk membantu melihat, menangkap peluang dan
kesempatan yang ada agar tidak kehilangan momentum.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
27
c. Jiwa
Pemimpin yang memiliki keberanian, karna keberanian merupakan aset
yang tidak dapat dibeli. Berani yang dimaksud ialah memiliki hati yang
mantap, rasa percaya diri yang tinggi menghadapi bahaya, berani
mencoba sesuatu yang berbeda, berani bertanggung jawab dan berani
membela yang benar.
d. Momentum
Pemimpin yang dilandaskan pada kecerdasan, keahlian, pengalaman dan
keberanian untuk menentukan pilihan dan bertindak tepat dalam suatu
keadaan terutama saat keadaan kritis.
Selain itu menurut Lowney (dalam Manurung, 2011), kepemimpinan
heroik adalah seorang individu yang memahami kekuatan, kelemahan, nilainilai, pandangan hidup, berinovasi, beradaptasi, memiliki ambisi yang positif,
penuh cinta, mampu menyemangati diri sendiri dan orang lain
dengan
ambisi–ambisi heroik. Pemimpin heroik memiliki kesadaran diri yang tinggi
yang dapat mengerti kekuatan, kelemahan, memiliki nilai-nilai dan pandangan
tersendiri; memiliki ignuitas, yakni memiliki kemampuan berinovasi dengan
keyakinan dan mampu beradaptasi dengan perubahan dunia; memliki cinta
yang dapat mendorong seseorang untuk mampu berinteraksi dengan pihak
lain dengan tingkah laku yang positif yang dapat membuka potensi orang lain,
dan memiliki heroisme, dapat mengembangkan potensi diri sendiri maupun
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
28
potensi orang lain dengan dasar ambisi heroik yang disertai keinginan sendiri
ataupun bersama-sama untuk mencapai keberhasilan bersama.
Lowney
(dalam
Manurung,
2011),
mengungkapkan
bahwa
kepemimpinan heroik merupakan sebuah kepemimpinan revolusioner.
Sejumlah
elemen
pendekatan
kepemimpinan
semakin
mendapatkan
pembenaran dalam riset terkini, misalnya kaitan antara kesadaran diri dan
kepemimpinan karna kesadaran diri merupukan perinsip pertama dalam
kepemimpinan heroik. Kepemimpinan heroik menekankan para pemimpin
dapat berkembang dengan memahami siapa diri mereka dan apa yang mereka
anggap bernilai.
Jika dibandingan dengan dua teori kepemimpinan yang sangat populer,
antara kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional
kepemimpinan heroik lebih dekat kepada kepemimpinan transformasional.
defisini kepemimpinan transformasional itu sendiri menurut Hughes et. al,.
(2012), kepemimpin transformasional memiliki visi, keahlian retrorika dan
pengelolahan kesan yang baik dan menggunakannya untuk mengembangkan
ikatan
emosional
yang
kuat
dengan
pengikutnya.
Kepemimpin
transformasional diyakini lebih berhasil dalam mendorong perubahan
organiasasi karena tergugahnya emosi pengikut serta kesediaan mereka untuk
bekerja mewujudkan visi sang pemimpin.
Bass (dalam Rahmi, 2013), mengemukakan bahwa kepemimpin
transformasional adalah pemimpin yang memiliki karisma sehingga mampu
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
29
menjadi panutan bawahannya, mampu menumbuhkan antusiasme dan
kepercayaan diri bawahannya, memberikan kesempatan berkreasi dan
mendukung
bawahannya
secara
pribadi.
Dengan
kepemimpinan
transformasional, para pengikut merasakan kepercayaan, kekaguman,
kesetiaan dan penghormatan terhadap pemimpin, dan mereka termotivasi
untuk melakukan lebih dari yang diharapkan .
Selain dari pada itu kepemimpinan heroik juga sangat sangat dekat
dengan kepemimpinan karismatik. Menurut Robbins dan judge (2015),
terdapat 5 (lima) karakteristik dari kepemimpinan karismatik dalam
organisasi:
1. Mempunyai visi
2. Berani mengambil resiko demi tercapainya visi
3. Peka terhadap lingkungan
4. Peka terhadap kebutuhan para pengikut
5. Menunjukan perilaku yang luar biasa
Berdasarkan pemikiran di atas dapat dikemukakan bahwa dasar dari
kepemimpinan heroik adalah kepemimpinan transformasional dan kepimpinan
karismatik yang digabungkan menjadi satu sehingga menjadi suatu
kepemimpinan yang hebat. Yang membedakan kepimpinan heroik dengan
kepemimpinan lainnya, yaitu kepemimpinan heroik tidak fokus pada apa yang
seharusnya dilakukan pemimpin tetapi siapa seorang pemimpin itu.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
30
Manurung (2011), mempersepsikan bahwa kepemimpinan dapat
dipahami sebagai sebuah pendekatan transformasional yang melakukan
revolusioner dalam kepemimpinan. Persepsi ini dikuatkan oleh asumsi
mendasar bahwa kepemimpinan heroik menuntut adanya perubahan secara
radikal baik dalam diri individu maupun organisasi.
2.
Dimensi- Dimensi Kepemimpinan Heroik
Menurut Lowney (dalam Manurung, 2011), terdapat 4 (empat) dimensi
yang
mendasari kepemimpinan heroik, yaitu; kesadaran diri, ingenuitas,
cinta, dan heroisme. Berikut adalah penjelasannya:
a. Kesadaran Diri
Memahami
kesadaran
diri
sebagai
dasar
kepemimpinan
serta
mengalahkan diri dan mengatur hidup yang meliputi:
1) Mengapresiasi diri sebagai orang yang berbakat (memahami
kekuatan diri)
2) Mengidentifikasi beban yang membuat seseorang mengalihkan
perhatian dari tujuannya (memahami kelemahan diri)
3) Merumuskan sejumlah tujuan dan ambisi yang secara personal
melecut diri, mengupayakan sesuatu yang lebih (magis)
4) Menentukan apa yang diperjuangan, apa dampak yang ingin
dibuatnya.
5) Mengembangkan pandangan hidup yang menjadi panduan dalam
berinteraksi dengan orang lain.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
31
6) Membangun kebiasaan memperbarui diri secara teratur.
7) Mengupayakan pengembangan diri seumur hidup
8) Membangun keseimbangan dan menuntut keterlibatan intelektual,
emosional dan spriritual.
9) Memutuskan (memfokuskan) perhatian dan energi diri .
b. Ingenuitas
Bersikap lepas bebas dengan memadukan adaptabilitas, keberanian,
kecepatan dan penilaian sehat untuk memicu inovasi, kreativitas dan
mentalitas.
1) Lepas bebas dari prasangka-prasangka.
2) Lepas bebas dari kelekaran-kelekaran tidak teratur
3) Lepas bebas memilih arah dan tindakan
4) Menjadi fleksibel secara strategis
5) Mengingkari diri yang diharapkan.
c. Cinta
Mengungkapkan rasa syukur yang mendalam, menjadi mampu
mencintai.
1) Mewujudkan cinta dalam perbuatan
2) Saling memberi dari kedua belah pihak
3) Membantu orang lain merealisasikan potensi mereka
4) Refleksi diri dan pemeriksaan batin secara teratur
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
32
d. Heroisme
Antusiasme: “ willingness to do more “
1) Membantu misi dan magisnya untuk tujuan heroik
2) Membangun motivasi diri dan menyemangati orang lain
3) Komitmen total untuk kemenangan total
4) Pelayanan sepenuh hati
5) Mengorbankan api perjuangan tanpa henti
C. Komitmen Organisasi
1. Pengertian Komitmen Organisasi
Menurut Luthans (2006), komitmen organisasi merupakan sikap yang
menunjukan loyalitas karyawan yang merupakan peroses berkelanjutan
bagaimana seorang anggota organisasi mengekpresikan perhatian mereka
kepada kesuksesan dan kebaikan organisasi itu sendiri. Sikap loyalitas
diindikasikan dengan tiga hal, yakni : keinginan kuat seseorang untuk tetap
menjadi anggota organisasinya, kemauan untuk mengerahkan usahanya untuk
organisasinya, keyakinan dan penerimaan yang kuat terhadap nilai –nilai dan
tujuan organisasi.
Menurut Meyer dan Allen (1997), ada 2 (dua) pendekatan dalam
merumuskan definisi komitmen dalam berorganisasi. Pertama, melibatkan
usaha untuk mengilustrasikan bahwa komitmen dapat muncul dalam berbagai
bentuk maksudnya, ialah dari komitmen menjelaskan perbedaaan hubungan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
33
antara anggota organisasi dan entisitas lainnya. Kedua, melibatkan usaha untuk
memisahkan di antara berbagai entitas tempat individu berkembang menjadi
memiliki komitmen. Kedua pendekatan ini tidak compatible, namun dapat
menjelaskan definisi komitmen, bagimana peroses perkembangannya, dan
bagaimana implikasinya terhadap individu dan organisasi.
Meyer dan Allen (1997), merumuskan suatu definisi mengenai komitmen
dalam berorganisai sebagi suatu konstruksi psikologi yang merupakan
karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki
implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotanya dalam
berorganisasi. Berdasarkan definisi di atas, anggota yang memiliki komitmen
terhadap organisasinya akan lebih dapat bertahan sebagai bagian dari organisai
dibandingkan anggota yang tidak memiliki komitmen terhadap organisasi.
Penelitian dari Baron dan Greenberg (2003) menyatakan bahwa komitmen
memiliki arti penerimaan yang kuat dalam diri individu terhadap tujuan dan
nilai-nilai perusahaan, sehingga individu tersebut akan berusaha dan berkarya
serta memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bertahan diperusahaan tersebut.
Sementara Meyer dan Allen (1997), mengengemukakan berdasarkan
berbagai deifinisi mengenai komitmen terhadap organisai dapat disimpulkan
bahwa komitmen terhadap organisasi merefleksikan 3 (tiga) dimensi utama,
yaitu komitmen dipandang merefleksikan orientasi afektif terhadap organisasi,
pertimbangan kerugian jika meninggalkan organisai, dan beban moral untuk
terus berada dalam organisasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
34
2. Dimensi-Dimensi Komitmen Organisasi
Allen dan Meyer (dalam Greenberg & Baron, 2003) berpendapat bahwa
komitmen organisasi terbagi menjadi 3(tiga) dimensi, yakni :
a. Komitmen Afektif (Affective Comitment)
Komitmen ini lebih mengacu pada keterkaitan emosional identifikasi
serta keterlibatan seorang karyawan pada suatu organisasi, komitmen
afektif akan menjadi lebih kuat apa bila pengalaman dalam suatu
organisasi
konsisten
dengan
harapan-harapan
dan
memuaskan
kebutuhan dasarnya dan sebaliknya.
Komitmen afektif menunjukan kuatnya keinginan seseorang untuk terus
bekerja bagi suatu organisasi karena ia memang setuju dengan
organisasi tersebut dan memang berkeinginan melakukannya. karyawan
yang mempunyai komitmen afektif yang kuat akan tetap bekerja di
organisasi tersebut karena mereka menginginkan untuk bekerja di
organisasi itu.
b. Komitmen Berkelanjutan (Continuance Commitment)
Komitmen ini merupakan komitmen karyawan yang didasarkan pada
pertimbangan apa yang harus dipertimbangkan bila meninggalkan
organisasi atau kerugian yang akan diperoleh karyawan jika tidak
melanjutkan pekerjaannya dalam organisasi. Tindakan meninggalkan
organisasi menjadi suatu yang beresiko tinggi karna karyawan merasa
takut akan kehilangan sumbangan yang mereka tanamkan pada
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
35
organisasi tersebut dan menyadari bahwa mereka tak mungkin mencari
penggantinya. Karyawan yang mempunyai komitmen berkelanjutan
yang tinggi akan berada dalam organisasi karena mereka memang
membutuhkan untuk bekerja pada organisasi tersebut.
c. Komitmen Normatif (Normative Commitment)
Komitmen ini merupakan komitmen karyawan terhadap organisasinya
kerena kewajibannya untuk bertahan dalam organisasi untuk alasanalasan moral atau etis, atau dengan kata lain keyakinan yang dimiliki
karyawan tentang tanggung jawabnya terhadap organisasi tindakan
tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan, komitmen
organisasi ini berkaitan dengan perasaan karyawan terhadap keharusan
untuk tetap bertahan dalam organisasi. Oleh karena itu, karyawan yang
memiliki komitmen normatif yang tinggi akan bertahan dalam
organisasi karena merasa wajib atau sudah seharusnya untuk loyal
kepada organisasi tersebut.
3. Faktor-faktor Komitmen Organisasi
Menurut David (dalam Djati & Khusaini, 2003) tedapat empat faktor yang
mempengaruhi Komitmen organisasi, yakni :
a. Faktor personal
misalnya: usia, jenis kelamin, tingkat pindidikan, pengalaman kerja,
kepribadian.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
36
b. Karakteristik pekerjaan
misalnya: lingkup jabatan, tantangan dalam perkejaan, konflik peran
dalam pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan.
c. Karakteristik pekerjaan
misalnya: besar atau kecilnya organisasi, bentuk organisasi seperti
sentralisasi atau desentralisasi, kehadiran serikat pekerja dan tingkat
pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan.
d. Pengalaman kerja
Pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat
komitmen karyawan pada organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun
bekerja dan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi
tentu memiliki tingkat komitmen yang berbeda.
Faktor yang dapat dikembangkan untuk memperkuat komitmen organisai
menurut Khan (dalam Umam, 2010), yakni :
a. Lama bekerja (Time)
Lama bekerja merupakan waktu yang telah dijalani seseorang dalam
melakukan perkerjaan pada perusahaan. Semakin lama seseorang bekerja
dalam perusahaan akan semakin terlihat bahwa dia berkomitmen terhadap
perusahaan
b. Kepercayaan (Trust)
Setelah pemberdayaan dilakukan oleh pihak manajemen dan karyawan.
Adanya saling percaya di antara anggota organisasi akan menciptakan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
37
kondisi yang baik untuk pertukaran informasi dan sasaran tanpa adanya
rasa takut. Kepercayaan antara keduanya dapat diciptakan dengan cara :
a. Menyediakan waktu dan sumber daya yang cukup bagi karyawan
dalam menyelesaikan pekerjaan.
b. Menyediakan pelatihan yang mencukupi bagi kebutuhan kerja
c. Menghargai perbedaan pandangan dan perbedan kesuksesaan
yang diraih karyawan
d. Menyediakan akses informasi yang cukup
c. Rasa percaya diri (Confident)
Rasa percaya diri menimbulkan rasa percaya diri karyawan dengan
menghargai kemampuan yang dimilki karyawan sehingga komitmen terhadap
perusahaan semakin tinggi. Keyakinan karyawan dapat ditimbulkan dengan
cara .
a. Mendeligasikan tugas penting kepada karyawan
b. Menggali saran dan ide dari karyawan
c. Memperluas tugas dan membangun jaringan antara organisasi
d. Menyediakan instruksi tugas untuk penyelesaian pekerjaan yang baik
d. Kredibilitas (Credibility)
Menjaga kredibilitas dengan penghargaan dan mengembangkan
lingkungan kerja yang mendorong kompetisi yang sehat sehingga tercipta
organisai yang memiliki kinerja tinggi . Hal ini dapat dilakukan dengan cara :
a. Memandang karyawan sebagai partner strategis
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
38
b. Meningkatkan target disemya bagian pekerjaan
c. Mendorong inisiatif individu untuk melakukan perubahaan melalui
partisipasi
d. Membantu menyelesaikan perbedaan dalam penentuan tujuan dan
prioritas
e. Pertanggung jawaban (Accountability)
Pertanggung jawaban karyawan pada wewenang yang diberikan
dengan menetapkan secara konsisten dan jelas tentang peran, standar dan
tujuan tentang penilaian terhadap kinerja karyawan. Tahap ini merupakan
sarana evaluasi terhadap kinerja karyawan dalam penyelesaian dan tanggung
jawab terhadap wewenang yang diberikan akuntabilitas dapat dilakukan
dengan cara:
a. Menggunakan jalur training dalam mengevaluasi kinerja karyawan
b. Memberikan tugas yang jelas dan ukuran yang jelas
c. Melibatkan karyawan dalam penentuan standar dan ukuran kinerja
d. Memberikan saran dan bantuan kepada karyawan lain dalam
menyelesaikan tugasnya.
Jika karyawan memiliki tanggung jawab yang besar terhadap
pekerjaannya, kecuali peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang lain,
adanya pengalaman yang baik dalam bekerja, dan adanya usaha yang
sungguh-sungguh dari organisasi untuk membantu karyawan baru dalam
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
39
belajar tentang organisasi dan pekerjaannya, akan tercipta komitmen pada
organisasi.
D. Dekspripsi Perusahaan
1. Sejarah Singkat dan Perkembangan Perusahaan
Untuk
mendukung
gerak
pertumbuhan
ekonomi,
Indonesia
membutuhkan jaringan jalan yang handal. Melalui Peraturan Pemerintah No.
04 Tahun 1978, pada tanggal 01 Maret 1978 Pemerintah mendirikan PT Jasa
Marga (Persero) Tbk. Tugas utama Jasa Marga adalah merencanakan,
membangun, mengoperasikan dan memelihara jalan tol serta sarana
kelengkapannya agar jalan tol dapat berfungsi sebagai jalan bebas hambatan
yang memberikan manfaat lebih tinggi daripada jalan umum bukan tol.
Pada awal berdirinya, Perseroan berperan tidak hanya sebagai operator
tetapi memikul tanggung jawab sebagai otoritas jalan tol di Indonesia. Hingga
tahun 1987 Jasa Marga adalah satu-satunya penyelenggara jalan tol di
Indonesia yang pengembangannya dibiayai Pemerintah dengan dana berasal
dari pinjaman luar negeri serta penerbitan obligasi Jasa Marga dan sebagai
jalan tol pertama di Indonesia yang dioperasikan oleh Perseroan, Jalan Tol
Jagorawi
(Jakarta-Bogor-Ciawi)
merupakan
tonggak
sejarah
bagi
perkembangan industri jalan tol di Tanah Air yang mulai dioperasikan sejak
tahun 1978.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
40
Pada akhir dasawarsa tahun 80-an Pemerintah Indonesia mulai
mengikutsertakan pihak swasta untuk berpartisipasi dalam pembangunan jalan
tol melalui mekanisme Build, Operate and Transfer (BOT). Pada dasawarsa
tahun 1990-an Perseroan lebih berperan sebagai lembaga otoritas yang
memfasilitasi investor-investor swasta yang sebagian besar ternyata gagal
mewujudkan proyeknya. Beberapa jalan tol yang diambil alih Perseroan
antara lain adalah JORR dan Cipularang.
Dengan terbitnya Undang Undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan yang
menggantikan Undang Undang No. 13 tahun 1980 serta terbitnya Peraturan
Pemerintah No. 15 yang mengatur lebih spesifik tentang jalan tol terjadi
perubahan mekanisme bisnis jalan tol diantaranya adalah dibentuknya Badan
Pengatur Jalan Tol (BPJT) sebagai regulator industri jalan tol di Indonesia,
serta penetapan tarif tol oleh Menteri Pekerjaan Umum dengan penyesuaian
setiap dua tahun. Dengan demikian peran otorisator dikembalikan dari
Perseroan
kepada
Pemerintah.
Sebagai
konsekuensinya,
Perseroan
menjalankan fungsi sepenuhnya sebagai sebuah perusahaan pengembang dan
operator jalan tol yang akan mendapatkan ijin penyelenggaraan tol dari
Pemerintah.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
41
2.
Visi dan Misi Perusahaan
Visi 2007
Menjadi perusahaan pengembang dan oprator jalan tol terkemuka di
Indonesia.
Visi 2022
Menjadi salah satu perusahaan terkemuka di Indonesia
Misi :
a.
Mewujudkan percepatan pembangunan jalan tol.
b.
Menyediakan jalan tol yang efisien dan andal
c.
Meningkatkan kelancaran distribusi barang dan jasa
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
42
3.
Struktur oranisssi
Gambar 1
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
43
4. Tata Nilai Perusahaan
Tata nilai merupakan nilai-nilai yang telah ada dalam setiap insan Jasa
Marga. Tata nilai ini merupakan perwujudan dari sikap dan perilaku seluruh
karyawan Jasa Marga yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian tujuan
perusahaan secara baik dan benar.
Tata nilai tersebut adalah:
a. Jujur
Jasa Marga dalam menjalankan kegiatan usahanya selalu JUJUR, adil,
transparan dan Bebas dari benturan kepentingan
b. Sigap
Jasa Marga SIGAP melayani pelanggan dan pemangku kepentingan
lainnya dengan bertindak peduli dan proaktif serta mengedepankan kehatihatian.
c. Mumpuni
Jasa Marga MUMPUNI dalam bekerja atas dasar kompetensi, konsisten
dan inovatif.
d. Respek
Jasa Marga RESPEK terhadap pemangku kepentingan dalam bersinergi
mencapai prestasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
44
e. Logo Perusahaan
Inti dari logo baru tersebut adalah semnagat dan profesionalisme yang
lebih modern, simple, efesien dan berorientasi pada teknologi baru, serta
dapat menjawab tantangan persaingan industri global, tanpa meninggalkan
warisan pengalaman dan pengetahuan yang telah dimilikinya
5. GCG- Laporan pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan
Jasa Marga berkomitmen untuk menerapkan dan menjaga praktek Tata
Kelola Perusahaan Yang Baik (GCG) dengan kualitas dan standar yang tinggi.
Penerapan GCG di Jasa Marga ditujukan untuk menjadikan GCG sebagai
bagian dari Budaya Perusahaan, yang pelaksanaannya didukung oleh nilainilai perusahaan yang melekat di setiap Insan Jasa Marga.
Sasaran menjadikan GCG sebagai Budaya di Jasa Marga antara lain:
1.
Untuk Pertumbuhan Perseroan yang konsisten dan berkesinambungan yang
direfleksikan dari rasio marjin yang semakin membaik, yaitu peningkatan
Aset (antara lain Panjang Jalan), Pendapatan Usaha, Pangsa Pasar dan
Ekuitas.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
45
2.
Meningkatnya kepercayaan stakeholders yang direfleksikan dari:
1)
Naiknya nilai saham Perseroan dan jumlah kapitalisasi pasar.
2)
Meningkatnya nilai rating Perseroan yang dikeluarkan oleh lembaga
rating.
3)
Mendapatkan tingkat bunga yang kompetitif dari kreditur.
4)
Kemudahan mencari mitra dalam setiap kegiatan usaha Perseroan.
5)
Meningkatnya tingkat kepuasan pelanggan, dalam hal ini pengguna
jalan tol.
3.
Memiliki Insan Jasa Marga yang berkualitas baik dari aspek hard
skills maupun soft skills.
4.
Menjadi perusahaan yang dapat dijadikan tolak ukur baik di industrinya
maupun secara umum.
Manfaat yang hendak diraih oleh Perseroan dengan menjadikan GCG
sebagai budaya di Jasa Marga adalah:
1)
Pencapaian Visi dan Misi Perseroan yang dituangkan dalam Rencana
Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) dan Rencana Kerja Anggaran
Perusahaan (RKAP)
lebih mudah karena seluruh manajemen dan
karyawan memiliki komitmen dan paradigma yang sama dalam
pencapaiannya.
2)
Pelaksanaan program kerja dapat lebih efektif dan efisien karena
sistem dan prosedur kerja yang telah disusun berdasarkan kaidah GCG.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
46
Sejak tahun 2011, Perseroan melakukan beberapa pemutakhiran aturan
internal yang merupakan kristalisasi dari kaidah-kaidah GCG,
peraturan perundangan yang berlaku, nilai-nilai budaya yang dianut,
Visi dan Misi serta praktik-praktik terbaik GCG, yaitu:
1.
Tata Nilai Perusahaan. (Tata Nilai)
2.
Pedoman Tata Kelola Perusahaan (Code of Corporate
Governance). (pdf – Bahasa Indonesia)
3.
Pedoman Perilaku (Code of Conduct). (pdf, Indonesia –
English)
4.
Standar Prosedur Operasional Pengadaan Barang dan Jasa di
Lingkungan Perusahaan.
5.
Larangan Pemberian dan Penerimaan Hadiah. (pdf – Bahasa
Indonesia)
6.
Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
7.
Benturan Kepentingan (Conflict of Interest). (pdf – Bahasa
Indonesia)
8.
Pedoman Penanganan Gratifikasi, yang mengatur tentang
Penanganan
Pemberian
dan
Penerimaan
Hadiah
serta
mekanisme pelaporannya. (pdf – Bahasa Indonesia)
9.
Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing
System) di Perusahaan, yang meliputi a.I. tentang jenis
Pelanggaran, mekanisme Pelaporan Pelanggaran yang terjadi di
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
47
Perseroan, beserta sanksi atas Pelanggaran. (pdf – Bahasa
Indonesia)
10.
Board Manual (pdf-Bahasa Indonesia) Piagam Komite Audit
(Pdf-Piagam Komite Audit)
E. Kerangka Berpikir
1. Pengaruh Kepemimpinan Heroik terhadap Organizational Citizenship
Behavior (OCB)
Kepemimpinan heroik merupakan karakter pribadi yang dilihat pada setiap
individu dimana karakter ini bukan hanya dimiliki oleh mereka yang memiliki
wewenang tertentu tatapi juga ada pada diri karyawan ditingkat yang lebih
rendah. Lowney (2005), menyatakan kepemimpinan heroik adalah seorang
individu yang memahami kekuatan, kelemahan, nilai-nilai, pandangan hidup,
berinovasi, beradaptasi, memiliki ambisi yang positif, penuh cinta, mampu
menyemangati diri sendiri dan orang lain dengan ambisi – ambisi heroik. Dengan
dimensinya yakni, kesadaran diri, ingenuitas, cinta dan heroisme.
Kepemimpinan heroik merupakan revolusioner dari dua kepemimpinan yang
ada, yakni kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan karismatik
(Manurung,2011). Kepemimpinan transformasional lebih menekankan pada
perubahan dalam jangka waktu yang panjang, kemampuan untuk beradaptasi dan
membuat perubahan yang dibutuhkan untuk beradptasi dengan lingkungan dan
keadaan. Sementara kepemimpinan karismatik lebih menekanankan pada
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
48
karakteristik individual yang dapat dirasakan pengikutnya. Apa bila digabungkan
kedua karakteristik ini akan menyatu di dalam masing-masing individu, sehinga
membuat individu atau karyawan tersebut memiliki jiwa heroik .
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Piccolo dan Colquit (dalam
Permana, 2103),
prilaku OCB karyawan dipengaruhi salah satunya oleh
kepemimpinan. Dan menurut studi literatur Refferty dan Griffin (2007),
mengukapkan bahwa gaya kepemimpinan berperan dalam membentuk OCB
karyawan dalam suatu organisasi. Dengan demikian apabila individu memiliki
kepemimpinan heroik pada dirinya, karyawan akan mampuh menciptakan
perubahan mampu memengaruhi orang lain ,memiliki karakter kepahlawanan
terutama keberanian dan
rela berkorban untuk mencapai suatu tujuan
organisasinya
2. Pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Organizational Citizenship
Behavior (OCB)
Komitmen organisasi merupakan sikap yang menunjukan loyalitas karyawan
yang merupakan peroses berkelanjutan bagaimana seorang anggota organisasi
mengekpresikan perhatian mereka kepada kesuksesan dan kebaikan organisasi itu
sendiri. Dalam
kehidupan organisasi baik organisasi milik negara maupun
organisasi swasta, komitmen merupakan persyaratan mutlak untuk menjaga
kelangsungan hidup, stabilitas dan pengembangan organisasi. Sementara Meyer
dan Allen (1997) menyatakan bahwa komitmen organisasi merupakan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
49
karakteristik hubungan antara anggota organisasi dengan organisasinya dan
memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotanya
dalam berorganisasi.dengan dimensinya yakni, affective commitment, continunce
commitment dan normativ commitment.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Shewta dan Srirang (2010),
mengindifikasikan faktor-faktor yag memengaruhi OCB salah satunya yakni
komitmen organisasi. sehingga apabila individu memiliki tingkat komitmen
organisasi yang tinggi dimana ada rasa bangga dan rasa memiliki terhadap
organisasinya maka performa kerja karyawan cenderung akan meningkat dan
akan jauh lebih peduli dengan kemajuan organisasinya.
3. Pengaruh Kepemimpinan Heroik dan Komitmen Organisasi Terhadap
Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Menurut Robbins dan Judge (2015), fakta telah menunjukan bahwa organisasi
yang mempunyai karyawan yang memiliki OCB yang baik, akan memiliki kinerja
kerja yang lebih baik dari organisasi lain. Sementara Gunawan (2011),
menambahkan bahwa OCB memilik manfaat yang besar pada sebuah perusaahan
atau organisasi, yakni meningkatkan produktivitas pemimpin dan rekan kerja,
OCB menghemat sumber daya yang memiliki manajemen, menjadi sarana efektif
untuk mengkoordinasikan kegiatan kelompok kerja, OCB meningkatkan
kemampuan organisasi untuk mempertahan kan pegawai terbaik, meningkatkan
stabilitas kinerja organisasi. Menurut Organ (2006) terdapat lima dimensi yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
50
memengarhui OCB yakni, altruism, civic virtue, conscientiousness, courtesy, dan
sportmanship.
Terkait upaya untuk memengaruhi sikap karyawan agar memiliki OCB yang
kuat, OCB diduga dipengaruhi berbagai variabel. Faktor kepemimpinan heroik
dan komitmen organisasi diduga merupakan variabel yang cukup besar
pengaruhnya terhadap OCB sebagai penentu penting atas perjalanan sukses
Organisasi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Piccolo dan Colquit
(dalam Permana, 2103), prilaku OCB karyawan dipengaruhi salah satunya oleh
kepemimpinan. Studi literatur Refferty dan Griffin (2007), mengukapkan bahwa
gaya kepemimpinan berperan dalam membentuk OCB karyawan dalam suatu
organisasi.
Hal tersebut juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Shewta dan
Srirang (2010), yakni mengindifikasikan faktor-faktor yang memengaruhi OCB
salah satunya yakni Komitmen Organisasi.
Lowney (2005), menyatakan kepemimpinan heroik adalah seorang individu yang
memahami kekuatan, kelemahan, nilai-nilai, pandangan hidup, berinovasi,
beradaptasi, memiliki ambisi yang positif, penuh cinta, mampu menyemangati
diri sendiri dan orang lain dengan ambisi – ambisi heroik. Dengan dimensinya
yakni, kesadaran diri, ingenuitas, cinta dan heroism. Meyer dan Allen (1997)
menyatakan bahwa komitmen organisasi merupakan karakteristik hubungan
antara anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap
keputusan individu untuk melanjutkan keanggotanya dalam berorganisasi. dengan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
51
dimensinya yakni, affective commitment, continunce commitment dan normativ
commitment. Dengan demikian apabila individu memiliki kepemimpinan heroik
pada dirinya, karyawan akan mampuh menciptakan perubahan mampu
memengaruhi orang lain ,memiliki karakter kepahlawanan terutama keberanian
dan rela berkorban untuk mencapai suatu tujuan organisasinya. Apa bila individu
memiliki tingkat komitmen organisasi yang tinggi dimana ada rasa bangga dan
rasa memiliki terhadap organisasinya maka performa kerja karyawan cenderung
akan meningkat dan akan jauh lebih peduli dengan kemajuan organisasinya.
Kepemimpinan Heroik (X1 ):

Kesadaran diri


Ingenuitas
Cinta

Heroisme
Organizational
Citizenship Behavior(Y):
(Lowney, 2005)
Komitmen Organisasi ( X2 ) :
 affective comitment)
 continunce commitment





Altruism
Civic Virtue
Conscientiousness
Courtesy
Sportsmanship
(Organ, 2006)
 normative commitment
( Meyer & Allen, 1997)
Gambar 2
Kerangka Pemikiran Pengaruh Kepemimpinan Heroik dan Komitmen
Organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB)
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
52
F. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan prediksi atau jawaban sementara atas rumusan masalah
dalam sebuah penilitian, Sugiyono (2010). Hipotesis didasarkan pada teori yang
relevan, belum didasarkan pada penelitian yang dilakukan. Hipotesis penelitian ini
adalah sebagai berikut :
H1 :Ada pengaruh signifikan kepemimpinan heroik terhadap organizational
citizenship behavior (OCB) pada karyawan PT. Jasa Marga (Persero) Cabang
Jakarta-Tangerang
H2 :Ada pengaruh signifikan komitmen organisasi terhadap organizational
citizenship behavior (OCB) pada karyawan PT. Jasa Marga (Persero) Cabang
Jakarta-Tangerang
H3 :Ada pengaruh signifikan kepemimpinan heroik dan komitmen organisasi
terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pada karyawan PT. Jasa
Marga (Persero) Cabang Jakarta-Tangerang
G. Penelitian Terdahulu
No
Nama Peneliti
1
Enang Permana Pengaruh Kepemimpinan
(2013)
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
Kepemimpinan Transformasional
Transformasional pada
berpengaruh postif dan signifikan
Perilaku kewargaan
terhadap
Organisasional dengan
organisasional
Komitmen Organisasi sebagai
yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
perilaku
bersifat
kewargaan
dengan
mediasi
parsial
dari
53
mediasi (studi di SMK N 1
komitmen afektif
Tasikmalaya)
2
Rahmi (2013)
Pengaruh Kepemimpinan
Transformasional terhadap
berpengaruh positif dan signifikan
OCB & Komitmen Organisasi
terhadap OCB
dengan mediasi Kepuasan
3
Hilmi (2011)
1. Kepemimpinan Transformasional
2. Kepemimpinan Transformasional
Kerja (studi guru tetap SMA
berpengaruh positif dan signifikan
lombok)
terhadap komitmen organisasi
Kepemimpinan
Kepemimpinan
transformasional
Transformasional dan Perilaku
berpengaruh
Kewargaan Organisasional di
perilaku kewargaan organisasional
signifikan
terhadap
Politeknik Negri Loksumawe
4
Prajogo (2005)
Pengaruh Pemediasian Trust
1. Kepemimpinan
dalam Hubungan
berpengaruh
Kepemimpinan
OCB
Transformasional dan OCB
signifikan
2. Kepemimpinan
berpengaruh
transformasional
dengan
transformasional
signifikan
dengan
trust
3. Trust
berpengaruh
signifikan
dengan OCB
5
Zehir (2014)
Charismatic Leadership And
Organizational Citizenship
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
1. Kepemimpinan
karismatik
memiliki hubungan positif dengan
54
Behavior: The Mediating Role
OCB.
Of Ethical Climate
6
Jiao
at
(2011)
all Leadership and Organizational
Citizenship Behavior OCBSpecific Meanings as
Mediators
7
Lian dan Tui Leadership Styles and
(2012)
transformasional
berpengaruh positif terhadap OCB
2. Persepsi organisasi berhubungan
terhadap OCB
1. Kepemimpinan
transformasional
Organizational Citizenship
memiliki hubungan positif terhadap
Behavior: The Mediating
OCB
Effect of Subordinates’
8
1. Kepemimpinan
2. Kepemimpinn
Competence and Downward
memiliki
Influence Tactics
terhadap OCB
transaksional
hubungan
negatif
Manurung
The Influence of Heroic
penelitian menunjukan bahwa pada
(2011)
Leadership and Learning
dasarnya seseorang akan secara alami
Organization to Work
tertarik
Achievement with Authentic
pemimpin yang dikenal memiliki
Personal Branding as Mediator
komitmen
mengikuti
bersama
untuk
yang
seseorang
kepentingan
dengan
tulus
mendukung dan melayani pengikut
akan
membuat
berprestasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
karyawan
lebih
Download