tinjauan pustaka

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)
Jarak pagar merupakan jenis tanaman yang berasal dari Amerika Latin dan
sekarang tersebar di daerah arid dan semi arid di seluruh dunia (Rachmawati,
2006). Tanaman ini telah lama dikenal masyarakat di Indonesia, yaitu sejak
diperkenalkan oleh Bangsa Jepang pada tahun 1942-an, saat itu masyarakat
diperintahkan untuk melakukan penanaman jarak pagar sebagai pagar pekarangan.
Beberapa nama daerah tanaman jarak pagar antara lain: jarak kosta, jarak budeg
(Sunda), jarak gundul, jarak pager (Jawa dan Bali), kalekhe paghar (Madura), lulu
mau, paku kase, jarak pageh (Nusa Tenggara), kuman nema (Alor), jarak kosta,
jarak wolanda, bindalo, bintalo, tondo utomene (Sulawesi), ai huwa kamala,
balacai, kadoto (Maluku) (Irwanto, 2006). Jarak pagar sudah lama dikenal
masyarakat Indonesia sebagai tanaman obat dan penghasil minyak. Minyak jarak
pagar dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar serta bahan pembuatan sabun dan
kosmetik (Mulyani et al., 2006).
Tanaman jarak pagar masih satu famili dengan pohon karet dan ubi kayu,
sehingga karakter biologinya tidak terlalu jauh berbeda. Batangnya berkayu
silindris, jika terluka/ tergores bisa mengeluarkan getah, daunnya berupa daun
tunggal, bersudut 3/5 dengan tulang daun menjari yang memiliki 5 - 7 tulang
utama. Warna daun hijau dengan permukaan bagian bawah lebih pucat
dibandingkan bagian atasnya. Panjang tangkai daun 4 - 15 cm (Prayitno, 2007).
Jarak pagar berupa pohon kecil atau perdu. Tanaman ini dapat mencapai umur 50
tahun. Tinggi tanaman pada kondisi normal adalah 1.5 - 5 meter (Nurcholis dan
Sumarsih, 2007).
Bunga jarak pagar adalah bunga majemuk berbentuk malai, berwarna
kuning kehijauan, dan berumah satu (putik dan benang sari dalam satu tanaman).
Bunganya memiliki lima kelopak berbentuk bulat telur dengan panjang ± 4 mm.
Benangsarinya berwarna kuning dengan tangkai putik pendek berwarna hijau dan
kepala putik melengkung keluar berwarna kuning (Hambali et al.,2006). Jarak
pagar termasuk tanaman monoecious, yaitu alat kelamin jantan dan betina berada
4
pada satu tanaman. Pada setiap tanaman terdapat dua tipe yaitu tanaman unisexual
dengan bunga jantan dan betina serta tanaman andromonoecious yang
menghasilkan bunga jantan dan hermaprodit sekaligus. Tanaman jarak pagar
andromonoecious mampu menghasilkan bunga jantan dan hermaprodit dengan
rata-rata perbandingan 14.4 : 1. Posisi bunga hermaprodit berada di tengah-tengah
atau di antara bunga jantan (Asbani dan Winarno, 2009).
Menurut Hambali et al. (2006) buah jarak pagar berbentuk bulat telur
dengan diameter 2 – 4 cm. Panjang buah 2 cm dengan ketebalan sekitar 1 cm.
Buah berwarna hijau ketika muda, berwarna kuning kecokelatan atau cokelat
kehitaman ketika masak. Buah jarak pagar terbagi menjadi 3 ruang, masingmasing ruang berisi 1 biji sehingga dalam setiap buah terdapat 3 biji. Hariyadi
(2005) menyatakan bahwa tanaman jarak pagar mulai berbunga setelah umur 3 - 4
bulan, sedangkan pembentukan buah pada umur 4 – 5 bulan. Bunga dan buah
dapat terbentuk sepanjang tahun. Buah yang sudah dapat dipanen adalah buah
yang masak dengan dicirikan kulit buah sudah berubah warna kuning, kuning
kecokelatan dan mengering. Tingkat kemasakan buah dalam satu malai tidak
bersamaan sehingga sebaiknya panen dilakukan per buah. Selanjutnya Darwis
(2008) menyatakan bahwa pemanenan buah jarak pagar dilakukan secara
individual (dipetik satu per satu) setelah berwarna hijau kekuningan hingga
kuning atau alternatifnya dipanen per tandan, tetapi setelah buah berumur 45 hari
setelah antesis.
Menurut Hasnam (2006), jarak pagar dapat dimanfaatkan untuk
memulihkan lahan pertanian yang sudah mengalami degradasi kesuburan akibat
pertanian berpindah, pertambangan dan kerusakan-kerusakan lain sebagai akibat
dari berbagai aktivitas yang dilakukan manusia. Pemanfaatan jarak pagar di Luxor
Mesir adalah untuk penghutanan kembali gurun pasir dengan bantuan sedikit
pengairan. Parwata et al. (2010) menambahkan bahwa jarak pagar berfungsi
sebagai revegetasi lahan pasir pantai, dapat menurunkan suhu permukaan bumi
dan dapat meningkatkan kadar oksigen di udara sekaligus menurunkan kadar gas
CO2, sehingga dapat mencegah terjadinya pemanasan global (global warming).
5
Syarat Tumbuh Jarak Pagar(Jatropha curcas L.)
Jarak pagar tersebar luas di daerah tropis dan subtropis. Menurut Wahid
(2006), ketinggian yang optimum bagi produksi buah jarak adalah di bawah 500
m dpl, lebih dari itu tanaman tidak akan berproduksi optimum. Curah hujan yang
tepat untuk produksi jarak pagar di Indonesia adalah antara 500 – 1500 mm/tahun
dengan hari hujan antara 100 – 120 hari/tahun. Menurut Parwata et al. (2010)
tanaman jarak pagar bisa beradaptasi di daerah yang memiliki curah hujan antara
200 - 2000 mm/tahun. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhannya berkisar
1000 - 2000 mm/tahun dengan jumlah bulan kering berkisar antara 4 - 8 bulan.
Penanaman jarak pagar di daerah yang bersuhu rendah (< 18oC) bisa
mengakibatkan terhambat pertumbuhannya. Sementara jika ditanam di daerah
yang bersuhu tinggi (> 35oC) akan menyebabkan daun dan bunga berguguran,
buah mengering, sehingga produksi menurun (Prayitno, 2007). Jarak pagar akan
tumbuh dan berproduksi optimal jika ditanam di lahan kering dataran rendah yang
beriklim kering dengan ketinggian 0 - 500 m dpl dan bersuhu > 20°C (Prihandana
dan Hendroko, 2007).
Menurut Yani (2005) sesuai dengan sifat tanaman jarak yang dapat
tumbuh di semua jenis tanah, tetapi yang baik adalah tanah ringan, lempung
berpasir dengan aerasi baik, pH tanah 5.0 – 6.5 dan iklim kering. Tanaman tidak
tahan terhadap air yang menggenang/ kadar air tinggi. Selanjutnya Irwanto (2006)
menyatakan bahwa tanaman jarak pagar mudah beradaptasi pada lingkungan
tumbuhnya, dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur tetapi memiliki drainase
baik, tidak tergenang, dan pH tanah 5.0 – 6.5. Prihandana dan Hendroko (2007)
menambahkan bahwa jarak pagar dapat tumbuh di lahan marginal yang miskin
hara tapi berdrainase dan beraerasi baik. Produksi optimum akan diperoleh dari
tanaman yang ditanam di lahan yang subur. Jenis tanah yang baik bagi tanaman
jarak pagar dalah yang mengandung pasir 60 - 90% dan pH tanah 5.5 - 6.5.
Bibit jarak yang berasal dari biji mungkin akan lebih baik, karena akan
berakar lebih dalam daripada bibit dari stek, sehingga tidak rentan terhadap
kekeringan (Rivaie et al., 2006). Tanaman jarak pagar yang berasal dari biji
memiliki jumlah cabang dan jumlah buah tanaman lebih banyak dibandingyang
berasal dari stek(Cholid et al., 2006).
6
Menurut Kemala dan Tirtosuprobo (2006), secara ekologis jarak pagar
prospektif dikembangkan di Indonesia. Jarak pagar termasuk tanaman tahunan
yang tahan kekeringan. Struktur perakaran jarak pagar mempunyai sistem
perakaran yang mampu menahan air dan tanah, sehingga berfungsi sebagai
penahan erosi. Hamdi (2006) menyatakan bahwa jarak pagar merupakan jenis
tanaman semak atau pohon yang tahan terhadap kekeringan, sehingga tahan hidup
di daerah dengan curah hujan rendah. Tanaman ini banyak ditemukan di Afrika
Selatan, Afrika Tengah, India Selatan dan Asia Tenggara.
Agroekologi Daerah Pesisir Pantai
Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan
fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat
diharapkan tidak akan berbeda nyata. Komponen utama agroekologi adalah iklim,
fisiografi atau bentuk wilayah dan tanah (Balitbangtan, 1999).
Daerah adalah kawasan tertentu yang antara bagian – bagiannya terdapat
hubungan tertentu, sedangkan pesisir adalah daratan di tepi laut, yang meliputi
pantai dan daratan di dekatnya masih terpengaruh oleh aktivitas laut, dan
ditegaskan lebih lanjut bahwa pesisir adalah tanah datar berpasir di pantai (di tepi
laut). Daerah pesisir dapat dikatakan sebagai kawasan dataran di tepi laut yang
terpengaruh aktivitas laut berupa tanah datar berpasir (Depdikbud, 2008).
Lahan pesisir mempunyai sifat kemarginalan dalam tekstur tanah,
kemampuan menahan air, kandungan kimia dan bahan organik tanah. Lahan
pesisir mempunyai ciri berupa kecepatan angin cukup tinggi sehingga kurang
menguntungkan kehidupan tanaman (Gunardi, 2002). Sifat-sifat tanah pasir pantai
yaitu kurang baik kemampuannya dalam mengikat boron dan air, sehingga
kandungan boron tersedia di tanah pasir pantai umumnya rendah karena bahan
induknya miskin boron (Syukur, 2005).
Lahan pasir pantai yang terdapat di daerah Samas merupakan gumuk-gumuk
pasir. Karakteristik lahan di wilayah tersebut adalah tanah bertekstur pasir,
struktur berbutir tunggal, daya simpan lengasnya rendah, status kesuburannya
rendah, evaporasi tinggi dan tiupan angin laut kencang (Partoyo, 2005).
7
Lahan pantai dicirikan oleh bahan penyusun tanah yang dominan (> 80 %)
terdiri atas pasir, sehingga ketersediaan unsur hara tanaman sangat rendah
terutama hara P. Tanah pasir sangat porous, sehingga penggunaan pupuk kimia
akan sangat mudah tercuci dan hilang dari zona perakaran. Karakteristik lainnya
adalah kapasitas pertukaran kation dan taraf kehidupan biota tanah sangat rendah,
temperatur permukaan dan hembusan angin tinggi yang berakibat evapotranspirasi
sangat tinggi. Ada sekitar 50 tanaman indegenous yang tumbuh di lahan marginal
pantai selatan, salah satu diantaranya adalah pandan (Pandanus sp.). Terdapat
juga beberapa tanaman sayuran (cabe, mentimun) dan buah-buahan seperti melon
(Siradz dan Kabirun, 2007). Berbagai spesies tanaman yang ada di pantai adalah
pandan laut (Populneatectorius), pandan wong (Pandanus sp.), keben
(Barringtonia
asiatica),
(Hibiscustiliacerus),
ketapang
borogondolo
(Terminaliacatapa),
(Heramdiapeltata),
waru
laut
nyamplung
(Calophylluminophylum) dan cemara laut (Casuarina equisetifolia) (Mile, 2007).
Karakteristiklahan pantai antara lain adalah salinitas, evaporasi dan aliran
permukaan yang terlalu tinggi, serta kandungan air tanah dan unsur hara yang
rendah (Triyogo et al., 2009). Lahan pesisir pantai pada dekade yang lalu belum
dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, karena sifat lahan yang sebagian besar
terdiri atas pasir, selalu bersentuhan dengan udara laut yang mengandung garam
dan berangin cukup besar, sehingga dianggap tidak cocok untuk usaha di bidang
pertanian terutama tanaman pangan. Namun, pada dekade akhir ini lahan pantai
sudah mulai dimanfaatkan sebagai lahan pertanian tanaman pangan (Satyarini,
2009). Penanaman jagung telah dilakukan di sekitar Pantai Bugel Kulonprogo
meskipun produktivitasnya rendah (Syukur, 2005).
Berdasarkan penelitian Parwata et al. (2010) menyimpulkan bahwa
Genotipe IP-1A, IP-2M, Gundul dan IP-1M merupakan genotipe yang tahan,
sedangkan genotipe Unggul Lokal (NTB), Daun Kuning, IP-2A dan IP-2P
merupakan genotipe yang tidak tahan terhadap cekaman kekeringan di lahan pasir
pantai. Interval penyiraman sehari dan tiga hari sekali merupakan interval
penyiraman yang optimal, sedangkan interval penyiraman sembilan hari sekali
merupakan interval penyiraman yang menyebabkan adanya cekaman terhadap
tanaman jarak pagar di lahan pasir pantai.
Download