HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG IMS DENGAN PRAKTIK PENGGUNAAN KONDOM PADA WPS DI LOKALISASI GEMBOL KABUPATEN SEMARANG Mella Astri Tantina1), Rini susanti2), Puji Pranowowati3) 1) Peneliti email 2) Staf pengajar dan pembimbing email 3) Staf pengajar dan pembimbing email : [email protected] : : [email protected] INTISARI Tantina, Mella Astri. 0121568. 2015. Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang IMS Dengan Praktik Penggunaan Kondom Pada WPS Di Lokalisasi Gembol Kabupaten Semarang. Karya Tulis Ilmiah. Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo Ungaran. Pembimbing I : Rini Susanti, S.SiT, M. Kes. Pembimbing II : Puji Pranowowati, S.KM. M. Kes Penyakit infeksi menular seksual disebut juga penyakit kelamin, merupakan salah satu penyakit yang mudah ditularkan melalui hubungan seksual, dengan ciri khas adanya penyebab dan kelainan yang terjadi terutama didaerah genital. WPS merupakan kelompok resiko tinggi terkena IMS mengingat pada kelompok ini terbiasa melakukan aktivitas seksualnya dengan pasangan yang tidak tetap dengan tinggat mobilitas yang sangat tinggi dikelompok tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang IMS dengan penggunaan kondom pada WPS di Lokalisasi Gembol Kabupaten Semarang. Jenis penelitian yang digunakan korelasi deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi yang diteliti adalah WPS di Lokalisasi Gembol yang berjumlah 107 orang dengan sampel sebanyak 52 orang. Sedangkan teknik sampling yang digunakan adalah teknik purposive sampling. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat dan analisis bivariat dengan uji chi square. Hasil penelitian menunjukan sebagian besar pengetahuan WPS tentang IMS dalam kategori kurang sebanyak 22 orang (42,3%). Sebagian WPS kadang-kadang menggunakan kondom saat melayani pelanggan sebanyak 27 orang (51,9%). Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang IMS dengan praktik penggunaan kondom pada WPS di Lokalisasi Gembol Kabupaten Semarang. Diharapkan tenaga kesehatan perlu memberikan penyuluhan kepada WPS khususnya tentang IMS dan penggunaan kondom. Kata kunci 1 : Pengetahuan, Praktik penggunaan kondom, Wanita pekerja seksual HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG IMS DENGAN PRAKTEK PENGGUNAAN KONDOM PADA WPS DI LOKALISASI GEMBOL KABUPATEN SEMARANG ABSTRACT Tantina, Mella Astri. 0121568. 2015. The Correlation between Knowledge about Sexual Transmitted Disease and Practice of Condom Using in Famele Sex Worker at Gembol Localization Semarang Regency. Scientific Paper. Ngudi Waluyo Midwifery Academy. First Advisor: Rini Susanti, S.SiT, M.Kes. Second Advisor: Puji Pranowowati, S.KM, M.Kes Sexually Transmitted Disease (STD) or venereal disease is a disease that is easily transmitted through sexual intercourse, with the characteristic of the causes and disorders that occur primarily in the genital area. Female sex worker is a high risk group suffered from STD considering this group has sexual activity with random partner in a very high mobility. The purpose of this study is to find the correlation between knowledge about STD and practice of condom using in female sex worker at Gembol Localization Semarang Regency. This was a descriptive-correlative study with cross sectional approach. The population in this study was female sex workers at Gembol Localization as many as 107 women and the samples were 52 respondents. The daya sampling used purposive sampling technique. The data analysis used univariate and bivariate analyses and chi square test. The results of this study indicate that most of female sex worker have knowledge about STD in poor category as many as 22 respondents (42.3%) and most of female sex worker sometimes use a condom when serving customers as many as 27 respondents (51.9%). There is a significant correlation between knowledge about STD and practice of condom use in female sex worker at Gembol Localization Semarang Regency. The health professionals are expected to provide counseling for the female sex workers in particular about STI and condom using. Key words : Knowledge, Practice of condom using, Female sex workers PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit IMS disebut juga penyakit kelamin, merupakan salah satu penyakit yang mudah ditularkan melalui hubungan seksual, dengan ciri khas adanya penyebab dan kelainan yang terjadi terutama didaerah genital. Penyakit IMS ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup menonjol pada sebagian besar wilayah didunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Dari laporan yang ada menunjukan bahwa setiap negara masih tetap menghadapi bahaya dan akibat yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh IMS. Kegagalan dalam mendiagnosis dan memberikan pengobatan pada stadium dini dapat menimbulkan komplikasi serius atau berat dan berbagai gejala sisa lainnya, antara lain : kemandulan (infertilitas), akibat buruk pada bayi, kehamilan diluar rahim (ectopic pregnancy) serta kematian dini (Nyoman, 2007). 2 Angka penyakit IMS di kalangan WPS (Wanita Pekerja Seksual) tiap tahunnya menunjukan peningkatan. Saat ini diperkirakan 80%-90% WPS terjangkit IMS seperti : Neisseria gonorrhoeae, herpes simplex vinio tipe 2, dan clamidia. IMS yang berarti suatu infeksi kebanyakan ditularkan melalui hubungan seksual (oral, anal, dan lewat vagina). Harus diperhatikan bahwa IMS menyerang sekitar alat kelamin, tetapi gejalanya menyerang mata, mulut, saluran pencernaan, hati, otak, dan organ tubuh lainnya. Ada beberapa penyakit IMS yang disebabkan oleh virus seperti : HIV, herpes kelamin dan hepatitis B adalah contoh IMS yang tidak dapat disembuhkan (FKUI, 2005). Wanita pekerja seksual (WPS) adalah merupakan kelompok resiko tinggi terkena IMS mengingat pada kelompok ini terbiasa melakukan aktivitas seksualnya dengan pasangan yang tidak tetap, dengan tingkat mobilitas yang sangat tinggi dikelompok tersebut. Walaupun infeksi menular seksual (IMS) merupakan penyakit yang disebabkan HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG IMS DENGAN PRAKTEK PENGGUNAAN KONDOM PADA WPS DI LOKALISASI GEMBOL KABUPATEN SEMARANG oleh infeksi organisme, namun ternyata dalam penyebarannya dapat dipengaruhi oleh pola perilaku dan gaya hidup seseorang (Yuwono, 2007). Data di Departemen Kesehatan RI tahun 2006 menunjukan dari jumlah kasus HIV dan AIDS yang ditemukan, pekerja seks komersial (PSK) dengan jumlah sebanyak 129.000 mempunyai kontribusi dan menyumbang penderita HIV adalah 3.795 orang atau 2,9%. Sedangkan kasus sifilis pada kelompok resiko tinggi cenderung mengalami peningkatan sebesar 10% dan pada kelompok resiko rendah meningkat 2%. Disisi lain, IMS juga merupakan co-factorinfeksi HIV, sehingga peningkatan kasus IMS dapat memungkinkan terjadinya peningkatan kasus infeksi HIV dan AIDS. Badan statistic laporan kasus HIV/AIDS di Indonesia sampai dengan Desember tahun 2013, dalam triwulan Oktober s.d Desember 2013 dilaporkan tambahan kasus HIV/AIDS adalah 8624 orang terkena HIV dan 2845 orang terkena AIDS. Dan jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2013 adalah 29.037 orang terkena HIV dan 5.608 orang terkena AIDS. Secara kumulatif kasus HIV/AIDS 1 Januari 1987 s.d. 31 Desember 2013, yang menderita HIV (127.416) orang dan AIDS (52.348) orang. Faktor risiko atau penularan hubungan seksual tidak aman (tidak memakai kondom) pada heteroseksual, penggunaan jarum suntik berganti-ganti pada penyalahguna narkoba, homo biseksual, transfusi darah, transmisi perinatal (Ditjen PP & PL, 2014). Surveilans IMS dilakukan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012, jumlah kasus baru IMS lainnya di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebanyak 8.671 kasus, lebih sedikit dibanding tahun 2011 (10.752 kasus). Meskipun demikian kemungkinan kasus yang sebenarnya di populasi masih banyak yang belum terdeteksi. Program pencegahan dan pengendalian Penyakit Menular Seksual mempuyai target bahwa seluruh kasus IMS yang ditemukan harus diobati sesuai standar (Dinkes Jateng, 2012). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang angka kejadian Infeksi Menular Seksual mengalami 3 peningkatan yaitu pada tahun 2012 sebanyak 549 kasus dan pada tahun 2013 dari bulan Januari sampai bulan September sebanyak 603 kasus. Pada tahun 2013 ini sudah ditemukan Gonore sebanyak 36 kasus, Suspect Gonore 9 kasus, Servicitis/procititis 472 kasus, Urethritis non-GO 5 kasus, Trikomoniasis 1 kasus, Kandidiasis 36 kasus, HIV 233 kasus, AIDS 108 kasus dan lain-lain (BV, Bubo Kondilomata, LGV) 44 kasus (DinKes Kab. Semarang, 2013). Kelompok resiko tinggi terkena IMS pada urutan pertama adalah kelompok WPS yaitu sebanyak 87,89%, kelompok pelanggan Pekerja Seks 1,82%, kelompok LSL 0,16% dan lain-lain sebesar 8,78%. Berdasarkan kelompok umur penderita IMS umur 15 - 19 tahun sebesar 6,63%, umur 20 -24 sebesar 32,17% (DinKes Kab. Semarang, 2013). Pada dasarnya pengetahuan tentang IMS juga mempengaruhi cara penggunaan kondom pada WPS, hal ini terlihat penggunaan kondom pada WPS masih sangat rendah. Kondom memiliki fungsi yang sangat besar diantaranya dapat mencegah IMS, mencegah kehamilan, serta yang mencegah penularan yang mematikan. Untuk meningkatkan pemakaian kondom maka perlu peningkatan pengetahuan mengenai kegunaan kondom sebagai alat kontrasepsi untuk menurunkan penularan IMS (Manuaba, 2010). Sudah banyak usaha pemerintah untuk memberantas dan mengurangi kejadian IMS. Kegiatan ini dilakukan oleh tim pencegahan infeksi menular seksual Dinas Kesehatan yang berupa pemeriksaan berkala, penyuluhan tentang pemakaian kondom yang benar. Untuk mencegah berbagai penularan penyakit menular seksual dapat dilakukan berbagai cara, salah satunya yaitu dengan memberikan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi pada masyarakat terutama pada kelompok beresiko tinggi seperti wanita pekerja seks komersial (PSK). Pengetahuan yang baik tentang kesehatan reproduksi, diharapkan PSK dapat melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap penularan penyakit infeksi menular seksual (Departemen Kesehatan RI, 2003). Berbagai usaha telah dilakukan oleh organisasi dunia dan pemerintah dalam HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG IMS DENGAN PRAKTEK PENGGUNAAN KONDOM PADA WPS DI LOKALISASI GEMBOL KABUPATEN SEMARANG masalah penyebaran HIV/AIDS, penanganan tersebut bersifat preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Upaya tersebut meliputi peningkatan sosialisasi penggunaan kondom dikalangan PSK, peningkatan kontrol dari PSK dalam area kerja dan perubahan kondisi sosial, serta penurunan angka Infeksi Menular Seksual (IMS) juga peningkatan kesehatan PSK (WHO, 2005). Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan peneliti, WPS yang berada di Lokalisasi Gembol kabupaten Semarang berpotensi terkena Infeksi Menular seksual (IMS). Tingkat pengetahuan mereka rata-rata rendah tentang Infeksi Menular Seksual (IMS) terutama pada jenis-jenis IMS, cara penularan dan cara pencegahan IMS, sehingga kebanyakan WPS pada saat melakukan aktivitas seksualnya tidak menggunakan kondom. Temuan kasus IMS tidak akan terjadi jika WPS dan pelangganya memiliki perilaku sehat. Perilaku yang sehat adalah menggunakan kondom dan melakukan pemeriksaan rutin ke layanan kesehatan. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di lokalisasi Gembol yang dilakukan pada 21 Maret 2015, hasil wawancara dengan ketua paguyuban di lokalisasi tersebut telah ada program penggunaan kondom yang di buat oleh ketua paguyuban dengan kerjasama Puskesmas Bawen bahwa setiap WPS harus menyediakan kondom, dan memakai pada saat melayani pelanggan sehingga dapat menekan kejadian IMS di lokalisasi tersebut. Berdasarkan fenomena tersebut diatas maka peneliti tertarik untuk menggali tentang Hubungan Pengetahuan Tentang IMS dengan Praktik Penggunaan Kondom pada WPS di Lokalisasi Gembol Kabupaten Semarang. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang IMS dengan praktik penggunaan kondom pada WPS di Lokalisasi Gembol Kabupaten Semarang. Tujuan 1. Tujuan umum Mengetahui hubungan pengetahuan tentang IMS dengan praktik penggunaan kondom pada WPS di Lokalisasi Gembol Kabupaten Semarang. 4 2. Tujuan khusus a. Mengetahui pengetahuan WPS tentang IMS di Lokalisasi Gembol. b. Mengetahui praktik WPS tentang penggunaan kondom di Lokalisasi Kondom. c. Mengetahui hubungan pengetahuan tentang IMS dengan praktik penggunaan kondom pada WPS di Lokalisasi Gembol Kabupaten Semarang. Manfaat Penelitian 1. Bagi Instansi kesehatan Dapat digunakan sebagai masukan bagi instansi pelayanan kesahatan agar dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dengan memberikan peningkatan pelayanan kesehatan reproduksi khususnya tentang penanganan dan pencegahan IMS. 2. Bagi Masyarakat Dapat menjadi masukan khususnya warga Lokalisasi Gembol tentang IMS sehingga dapat melakukan pencegahan sejak dini dengan pemeriksaan dan menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual. 3. Bagi Akademik/Instansi Dapat digunakan sebagai studi dan bahan kegiatan untuk penelitian berikutnya dalam mencapai hasil yang lebih baik dan untuk menambah referensi bagi mahasiswa dibidang pendidikan khususnya di kebidanan. 4. Bagi Peneliti Dapat digunakan sebagai sarana untuk membandingkan antara teori dan kenyataan yang terjadi dilahan. 5. Aspek pengembangan dan penelitian Dapat memberikan sumbangan konsep dan teori yang berkaitan dengan tugas utama tenaga kebidanan serta dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya terutama difokuskan pada pelayanan di masyarakat. HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG IMS DENGAN PRAKTEK PENGGUNAAN KONDOM PADA WPS DI LOKALISASI GEMBOL KABUPATEN SEMARANG METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini variabel yang diteliti menggunakan jenis variabel bebas dan terikat. Penelitian ini variabel bebasnya ialah pengetahuan WPS tentang IMS. Penelitian ini variabel terikatnya ialah penggunaan kondom. Desain penelitian yang digunakan adalah korelasi deskriptif dengan tujuan menguji adanya hubungan yang ada dalam situasi nyata (yang suah terjadi atau baru terjadi). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2010). Penelitian dilaksanakan di Lokalisasi Gembol, Kabupaten Semarang pada bulan April 2015. Populasi yang diteliti adalah wanita pekerja seks di lokalisasi gembol yang berjumlah 107 orang. Besar atau jumlah sampel yang digunakan yaitu sejumlah 52 WPS di Gembol. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Data diperoleh secara langsung dari responden melalui penyebaran kuesioner untuk mengetahui pengetahuan responden tentang infeksi menular seksual (IMS) dengan praktik penggunaan kondom. Penelitian ini menggunakan teknik yang pengumpulan data berupa kuesioner. Kuesioner ini dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan diajukan secara tertulis kepada responden untuk mendapatkan tanggapan dan jawaban. Alat ukur variabel pengetahuan tentang IMS yaitu menggunakan kuesioner yang diberikan kepada WPS yang berisi tentang pengetahuan mengenai IMS, sedangkan untuk mengukur penggunaan kondom diberikan kuesioner kepada WPS yang berisi tentang praktik penggunaan kondom. Analisis data dilakukan analisis univariat dan analisis bivariat. Analisa univariat dalam penelitian ini adalah pengetahuan tentang IMS dengan praktik penggunaan kondom. Sedangkan analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel pengetahuan tentang IMS dengan praktik penggunaan kondom dengan menggunakan 5 tabel silang atau crosstab karena masingmasing variabel merupakan jenis data kategorik. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian 1. Analisis Univariat a. Pengetahuan WPS Tentang IMS Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan WPS Tentang IMS Di Lokalisasi Gembol Kabupaten Semarang, 2015 Pengetahuan Kurang Cukup Baik Jumlah Frekuensi Persentase (%) 22 17 13 52 42,3 32,7 25,0 100,0 Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan responden dalam kategori kurang, yaitu sejumlah 22 orang (42,3%). Tabel 2 Distribusi Frekuensi Item soal Pernyataan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Pernyataan IMS adalah penyakit yang penularannya terutama melalui hubungan seksual IMS adalah penyakit yang tidak berbahaya untuk kesehatan. IMS adalah penyakit yang penularannya dapat melalui kontak langsung dengan alat makan seperti sendok, piring, gelas, dan alat mandi seperti handuk, sabun, sikat gigi. IMS adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur, virus, dan bakteri. Umur merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian IMS Penderita IMS pada pria biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan wanita Pekerjaan seseorang sering mempunyai ikatan erat dengan kemungkinan terjangkitnya IMS. Salah satu jenis IMS yang sering terjadi adalah gonore (kencing nanah) HIV/AIDS merupakan salah satu jenis IMS yang mematikan dan belum dapat disembuhkan Clamydia Trachomatis merupakan IMS yang dapat mnyebabkan kehamilan ektopik (hamil anggur), kemandulan, keguguran Benar 76,9% Salah 23,1% 3,8% 96,2% 69,2% 30,8% 90,4% 9,6% 42,3% 57,7% 84,6% 15,4% 90,4% 9,6% 75,0% 25,0% 51,9% 48,1% 61,5% 38,5% HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG IMS DENGAN PRAKTEK PENGGUNAAN KONDOM PADA WPS DI LOKALISASI GEMBOL KABUPATEN SEMARANG 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 6 Kutil genetalis (Kandiloma akuminata) merupakan kutil didalam atau sekeliling vagina, penis, atau dubur, yang ditularkan melalui hubungan seksual Demam dan batuk merupakan tanda gejala IMS secara umum Terdapat luka terbuka atau luka basah disekitar alat kelamin atau mulut merupakan tanda gejala seseorang mengalami IMS IMS menular dari ibu ke janin selama hamil Tidak memakai kondom saat berhubungan seksual dengan pasangan yang beresiko merupakan salah satu cara penularan IMS Pemakaian jarum suntik secara bersama-sama dapat menularkan IMS Sering bergonta-ganti pasangan seksual/lebih dari satu pasangan seksual beresiko terhadap penularan IMS Setia pada pasangan merupakan perilaku beresiko terhadap penularan IMS IMS menyebabkan kemandulan pada pria dan wanita IMS dapat menyebabkan hamil diluar Rahim IMS menyebabkan kanker rahim pada wanita IMS dapat menyebabkan keguguran, kematian janin, dan kecacatan pada bayi baru lahir IMS dapat menular kepada bayi selama proses kelahiran Menggunakan kondom ketika melakukan hubungan seksual merupakan pencegahan IMS Menghindari hubungan seksual bila ada gejala IMS seperti borok pada alat kelamin / keluarnya duh (cairan) dari alat kelamin merupakan salah satu cara pecegahan terhadap kejadian IMS Setia dengan pasangan merupakan upaya pencegahan IMS. Apabila terinfeksi IMS perlu mencari pengobatan bersama pasangan seksual merupakan pencegahan IMS 53,8% 46,2% 36,5% 63,5% 80,8% 19,2% 28,8% 71,2% 34,6% 65,4% 51,9% 48,1% 44,2% 55,8% 17,3% 82,7% 92,3% 7,7% 69,2% 30,8% 73,1% 26,9% 57,7% 42,3% 57,7% 42,3% 63,5% 36,5% 40,4% 59,6% 63,5% 36,5% 46,2% 53,8% b. Praktik WPS Dalam Penggunaan Kondom Tabel 3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Praktik WPS Dalam Penggunaan Kondom Di Lokalisasi Gembol Kabupaten Semarang, 2015 Praktik Penggunaan kondom Tidak pernah Kadang-kadang Selalu Jumlah Frekuensi 13 27 12 52 Persentase (%) 25,0 51,9 23,1 100,0 Tabel 3 menunjukan bahwa sebagian besar responden dalam praktik penggunaan kondom dalam kategori kadang-kadang menggunakan kondom sejumlah 27 orang (51,9%). 2. Analisis Bivariat Tabel 4 Hubungan pengetahuan tentang IMS dengan praktik penggunaan kondom pada WPS di Lokalisasi Gembol Kabupaten Semarang, 2015 Pengetahuan Kurang baik Baik Total Penggunaan Kondom Total Tidak Kadang Selalu p-value Pernah f % f % f % F % 8 36,4 13 59,1 1 4,5 22 100,0 0,018 5 16,7 14 46,7 11 36,7 30 100,0 13 25,0 27 51,9 12 23,1 52 100 Tabel 4 menunjukan bahwa WPS dengan pengetahuan kurang baik sebagian besar termasuk dalam kategori kadangkadang menggunakan kondom saat melayani pelanggannya sejumlah 13 orang (59,1%), demikian juga WPS dengan pengetahuan baik sebagian besar juga kadang-kadang menggunakan kondom saat melayani pelanggannya sejumlah 14 orang (46,7%). Berdasarkan uji chi square diperoleh nilai p sebesar 0,0,18 < (0,05), maka disimpulkan bahwaada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang IMS dengan praktik penggunaan kondom pada WPS di Lokalisasi Gembol Kabupaten Semarang. HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG IMS DENGAN PRAKTEK PENGGUNAAN KONDOM PADA WPS DI LOKALISASI GEMBOL KABUPATEN SEMARANG Pembahasan 1. Analisis Univariat a. Pengetahuan WPS tentang IMS Berdasarkan hasil penelitian dari responden yang diteliti, diketahui sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan dalam kategori kurang berjumlah 22 responden (43,2%), kategori cukup berjumlah 17 responden (32,7%) dan kategori kurang berjumlah 13 responden (25,0%). Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar pengetahuan responden dalam kategori kurang, yaitu sejumlah 22 orang (42,3%). Pengetahuan responden tentang kesehatan dalam hal ini adalah penyakit menular seksual berkaitan erat dengan sosialisasi dari dinas kesehatan yang memberikan informasi dan penyuluhan. Berdasarkan Informasi dari Puskesmas Bawen, penyuluhan rutin dilakukan setiap bulan, tetapi sering keluar masuk dan pindahpindahnya responden membuat saat ada kunjungan rutin dari Puskesmas atau tenaga kesehatan yang memberikan penyuluhan tidak bertemu dan tidak mendapatkan pengetahuan tentang materi yang diberikan,belum optimalnya penyuluhan kesehatan yang diberikan tenaga kesehatan di lokalisasi yang tidak tentu jadwalnya, selain itu dari WPS sendiri juga dimungkinkan kurang memperhatikan penyuluhan kesehatan mengenai pencegahan PMS dari tenaga kesehatan. Berdasarkan hasil distribusi kuesioner diketahui bahwa sebagian besar responden masih banyak yang keliru. Hal tersebut dapat dilihat dari item pertanyaan no 5 tentang umur merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian IMS terdapat 57,7% responden yang menjawab salah, padahal umur merupakan salah satu faktor determinan yang ikut menentukan besarnya frekuensi dan distribusi suatu penyakit dalam suatu masyarakat termasuk IMS (Yuliawati,2009). Pertanyaan no 14 tentang IMS menular dari ibu ke janin selama hamil sebesar 71,2% responden yang menjawab salah. Menurut widyastuti (2009) cara penularan IMS dapat terjadi 7 selama proses kehamilan misalnya HIV/AIDS, klamidia, gonore. Pertanyaan tentang tidak memakai kondom saat berhubungan seksual dengan pasangan yang beresiko merupakan salah satu cara penularan IMS didapatkan sejumlah 65,4% responden yang menjawab salah, padahal pada saat berhubungan seksual dengan yang beresiko harus menggunakan kondom.Pertanyaan tentang sering berganti pasangan sebagai penyebab IMS terdapat 55,8% jawaban salah. Menurut Depkes RI (2005) perilaku yang dapat mempermudah penularan IMS salah satunya adalah dengan berganti-ganti pasangan. Pertanyaan no 25 tentang menghindari hubungan seksual bila ada gejala IMS seperti borok pada alat kelamin / keluarnya duh (cairan) dari alat kelamin merupakan salah satu cara pecegahan terhadap kejadian IMS didapatkan sejumlah 59,6% responden yang menjawab salah. Pertanyaan no 27 tentang apabila terinfeksi IMS perlu mencari pengobatan bersama pasangan seksual merupakan pencegahan IMS sejumlah 53,8% responden yang menjawab salah, padahal menurut widyastuti (2009) pertanyaan tersebut merupakan upaya pencegahan IMS. Dalam penelitian ini pengetahuan adalah kemampuan WPS dalam menentukan benar atau salah pernyataan tentang PMS meliputi pengertian PMS, macam-macam PMS, tanda gejala, akibat PMS, cara pencegahan PMS, dan pemakaian kondom pada transaksi seks. Dalam Notoatmodjo (2007) pengetahuan atau kognitif adalah domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang termasuk tindakan penggunaan kondom untuk pencegahan PMS. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan salah satunya yaitu umur, semakin cukup umur tingkat kematangan dalam kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG IMS DENGAN PRAKTEK PENGGUNAAN KONDOM PADA WPS DI LOKALISASI GEMBOL KABUPATEN SEMARANG b. Praktik WPS dalam Penggunaan Kondom Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar wanita pekerja seksual di Lokalisasi Gembol Kabupaten Semarang kadang menggunakan kondom saat melayani pelanggannya, yaitu sejumlah 27 orang (51,9%). Berdasarkan prosentase penggunaan kondom lebih dari setengah responden menyatakan kadang menggunakan kondom ini menunjukkan penggunaan kondom untuk mencegah PMS belum maksimal dilingkungan lokalisasi Gembol. Padahal penggunaan kondom memiliki banyak manfaat untuk mencegah berbagai penyakit menular seksual. Praktik penggunaan kondom di wilayah lokasisasi terus mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Pemerintah Kabupaten Semarang sampai mengeluarkan Perda AIDS, yang isinya secara jelas pada pasal 5 ayat c angka 1 disebutkan: “Kebijakan meliputi pencegahan yang efektif melalui penggunaan kondom 100% (seratus persen) pada setiap perilaku seksual tidak aman untuk memutus rantai penularan HIV dan AIDS. Masih dalam Perda IDS Kabupaten Semarang juga memuat tentang langkah-langkah penanggulangan berupa pencegahan oleh Pemerintah Daerah pada pasal 7 ayat 5 huruf I meliputi: meningkatkan pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak. Di pasal 1 ayat 27 disebutkan: Prevention Mother to Child Transmision yang disingkat PMTCT adalah pencegahan penularan HIV dan AIDS dari ibu kepada bayinya. Salah satu faktor risiko (mode of transmission) penularan HIV adalah hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat pada bagian ini menyajikan hasil analisis hubungan pengetahuan tentang IMS dengan praktik penggunaan kondom pada WPS di Lokalisasi Gembol Kabupaten Semarang. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa WPS dengan pengetahuan kurang sebagian besar termasuk dalam 8 kategori kadang menggunakan kondom saat melayani pelanggannya sejumlah 13 orang (59,1%), demikian juga WPS dengan pengetahuan cukup dan baik sebagian besar juga kadang menggunakan kondom saat melayani pelanggannya sejumlah 14 orang (46,7%). Sesuai dengan teori Green bahwa pengetahuan mempengaruhi perilaku seseorang. Secara teori perubahan perilaku atau seserang menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya melalui 3 tahap mulai dari pengetahuan karena sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru) ia harus tahu terlebih dahulu apa arti manfaat atau perilaku tersebut bagi dirinya. Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut. Kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya ia akan melaksanakan atau mempraktikan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik) atau tidak melakukan hal yang dinilai tidak baik. Berdasarkan uji chi square diperoleh nilai p sebesar 0,0,18 < (0,05), maka disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang IMS dengan praktik penggunaan kondom pada WPS di Lokalisasi Gembol Kabupaten Semarang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sari (2009) pengetahuan dan sikap PSK terhadap pencegahan PMS mempengaruhi tindakan pencegahan PMS pada PSK di daerah Tegalrejo Bergas. Dengan pengetahuan yang baik mengenai PMS dan pencegahannya diharapkan WPS sadar dan mengetahui tentang bahaya PMS sehingga para WPS sadar dan mengetahui pencegahan PMS yang harus dilakukan. Hasil penelitian lain menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan PSK Jalanan dengan praktik PSK jalanan di sekitar alun-alun dan Candi Prambanan Kabupaten Klaten dalam upaya pencegahan IMS dan HIV&AIDS (Budiman, dkk, 2008). Penelitian Anurmalasari (2010) menyatakan ada hubungan positif antara pemahaman tentang HIV/AIDS dengan HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG IMS DENGAN PRAKTEK PENGGUNAAN KONDOM PADA WPS DI LOKALISASI GEMBOL KABUPATEN SEMARANG kecemasan tertular HIV/AIDS pada WPS di Cilacap. Dengan adanya rasa kecemasan WPS tertular HIV/AIDS menunjukkan keyakinan untuk melakukan pencegahan PMS. Penelitian Budiono (2011) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi praktik penggunaan kondom pada WPS maupun pelanggannya salah satu diantaranya adalah pengetahuan WPS tentang IMS dan HIV/AIDS. Hasil penelitian Mayasari (2008) juga menyimpulkan bahwa ada korelasi positif antara tingkat pengetahuan PSK mengenai penyakit menular seksual (PMS) dengan sikap sehatnya dalam berhubungan seksual yang mengarah pada penggunaan kondom untuk pencegahan PMS. PENUTUP Kesimpulan 1. Sebagian besar pengetahuan wanita pekerja seksual tentang IMS di Lokalisasi Gembol Kabupaten Semarang dalam kategori kurang, yaitu sejumlah 22 orang (42,3%). 2. Sebagian besar wanita pekerja seksual di Lokalisasi Gembol Kabupaten Semarang jarang atau kadang menggunakan kondom saat melayani pelanggannya, yaitu sejumlah 27 orang (51,9%). 3. Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang IMS dengan praktik penggunaan kondom pada WPS di Lokalisasi Gembol Kabupaten Semarang. Saran 1. Bagi Instansi kesehatan Perlunya peningkatan mutu kesehatan terhadap WPS sehingga deteksi terhadap adanya penyakit seksual dapat segera diketahui untuk meminimalkan penyebaran yang lebih luas. 2. Bagi Masyarakat Perlunya manajemen pengawasan kesehatan terhadap kelompok beresiko seperti WPS sehingga terdeteksi dan seterusnya. 3. Bagi Peneliti lain Peningkatan penelitian yang lebih mendalam tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pemakaian kondom 9 dari pandangan pandangan WPS. masyarakatnya dan DAFTAR PUSTAKA Anggraini,Isti.2014.Gambaran Pengetahuan Wanita Pekerja Seksual tentang Kejadian Infeksi Menular Seksual (IMS) di Wilayah Lokalisasi Gembol Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang.KTI.Akbid DIII Ngudi Waluyo Ungaran Arikunto ,Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V.Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto,Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Dedi Alamsyah, 2008. Ilmu Kesehatan Masyarakat .Yogyakarta.Nuha Medika Dinkes Kabupaten Semarang. 2013. Profil Kesehatan Kabupaten Semarang. Djuanda, adhi, dkk.2011.ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta : FKUI Hidayat,A.2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Tehnik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika Isnaeni,Noviyana.2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Menular Seksual (Gonore) pada Wanita Pekerja Seksual (WPS) di Kelurahan Bandungan.Skripsi. S1 Profesi Keperawatan. Kholid, Ahmad.2012. Promosi Kesehatan Dengan Pendekatan Teori Perilaku, Media Dan Aplikasinya. Jakarta: Rajawali Pres Kumalasari, intan, dkk. 2013. Kesehatan reproduksi. Jakarta : Salemba Medika Notoatmodjo, Soekidjo.2007.Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo.2010. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo,Soekidjo.2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:Rineka Cipta HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG IMS DENGAN PRAKTEK PENGGUNAAN KONDOM PADA WPS DI LOKALISASI GEMBOL KABUPATEN SEMARANG Nursalam, 2008. Konsep dan penerapan metodelogi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta : salemba Rianto, Agus. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medik Romauli, dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Nuha Medika Saifuddin, Abdul B. 2012. Buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi. Jakarta : bina pustaka 10 Sugiyono.2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D. Bandung Alfabeta Wawan A,Dewi M. 2010. Teori Dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Manusia. Yogyakarta:Nuha Medika Widyastuti, dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Fitramaya HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG IMS DENGAN PRAKTEK PENGGUNAAN KONDOM PADA WPS DI LOKALISASI GEMBOL KABUPATEN SEMARANG HUBUNGAN PENGTAHUAN TENTANG IMS DENGAN PRAKTIK PENGGUNAAN KONDOM PADA WPS DI LOKALISASI GEMBOL KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL Oleh MELLA ASTRI TANTINA NIM. 0121568 AKADEMI KEBIDANAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2015 11 HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG IMS DENGAN PRAKTEK PENGGUNAAN KONDOM PADA WPS DI LOKALISASI GEMBOL KABUPATEN SEMARANG