Document

advertisement
PROSIDING
Seminar Nasional “Konseling Krisis”
Sabtu, 27 Agustus 2016
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL BIMBINGAN DAN KONSELING
“Konseling Krisis”
ISBN : 978-602-60115-0-3
Ketua Editor :
Dr. Kusno Effendi, M.Si., M.Pd
(Universitas Ahmad Dahlan)
Editor Ahli :
Prof. Dr. Siti Partini Suardiman, SU.
Dr. Najlatun Naqiyah, M.Pd
Dr. Mumpuniarti, M.Pd
Dr. Soetarno, M.Pd
(Universitas Ahmad Dahlan)
(Universitas Negeri Surabaya)
(Universitas Negeri Yogyakarta)
(Universitas Ahmad Dahlan)
Editor Pelaksana :
Wahyu Nanda Eka Saputra, M.Pd., Kons
Caraka Putra Bhakti, M.Pd
Agus Ria Kumara, M.Pd
(Universitas Ahmad Dahlan)
(Universitas Ahmad Dahlan)
(Universitas Ahmad Dahlan)
Desain Sampul : Fajar Irfani Setyawan
Layout : Agus Supriyanto, M.Pd
Penerbit dan Redaksi:
Prodi Bimbingan dan Konseling
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan - Universitas Ahmad Dahlan
Kampus II UAD
Jl Pramuka 42 Sidikan, Umbulharjo, Yogyakarta
Telp: (0274) 563515, 511830, 379418, 371120
Fax (0274) 564604
Email: [email protected]
Cetakan Pertama: Agustus 2016
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan
Dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit
ii
PROSIDING
Seminar Nasional “Konseling Krisis”
Sabtu, 27 Agustus 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SAW, karena atas karunia-Nya, prosiding
Seminar Nasional Konseling Krisis telah dilaksanakan pada Sabtu, 27 Agustus 2016 di
ruang Auditorium Universitas Ahmad Dahlan, yang diselenggarakan oleh program studi
Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Ahmad
Dahlan.
Seminar nasional ini diselenggarakan sebagai media sosialisasi dan komunikasi hasil
penelitian maupun hasil pemikiran tentang teori dan praktik penyelenggaraan konseling
krisis sebagai wujud penguatan profesi konselor di Indonesia. Seminar Nasional ini
merupakan ajang tukar menukar informasi dan pengalaman, ajang diskusi ilmiah, dan
peningkatan secara berkesinambungan penyelenggaraan layanan Bimbingan dan Konseling
yang profesional dalam berbagai seting.
Prosiding ini memuat berbagai karya tulis dari hasil-hasil penelitian serta gagasan
ilmiah tertulis tentang teori dan praktik konseling krisis. Makalah-makalah yang termuat
dalam prosiding ini berasal dari mahasiswa, dosen, dan praktisi. Semoga penerbitan ini
dapat digunakan sevagai acuan dan praktis penyelenggaraan layanan konseling krisis di
Indonesia. Selain itu, besar harapan bahwa prosiding ini dapat memunculkan pemikiranpemikiran baru terhadap pelaksanaan penelitian selanjutnya yang terkait konseling krisis.
Akhir kata kepada semua pihak yang telah membantu, kami ucapkan terima kasih.
Yogyakarta, 27 Agustus 2016
Ketua Prodi Bimbingan dan Konseling
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Ahmad Dahlan
Dody Hartanto, M.Pd
NIY. 60090563
iii
PROSIDING
Seminar Nasional “Konseling Krisis”
Sabtu, 27 Agustus 2016
iv
PROSIDING
Seminar Nasional “Konseling Krisis”
Sabtu, 27 Agustus 2016
DAFTAR ISI
Halaman Sampul .................................................................................................................. i
Halaman Redaksi ................................................................................................................. ii
Kata Pengantar ................................................................................................................... iii
Daftar Isi ............................................................................................................................... v
Urgensi Konseling Krisis pada Masyarakat Indonesia .................................................... 1
(Najlatun Naqiyah)
Layanan Konseling Krisis bagi Anak Usia Dini Korban Bencana ............................... 10
(Prima Suci Rohmadheny, Indah Setianingrum & Wahyu Nanda Eka Saputra)
Peran Konselor dalam Memberikan Layanan Konseling Komunitas bagi
Korban Bencana Alam di Indonesia ................................................................................ 17
(Andika Ari Saputra)
Membangkitkan Motivasi Belajar Siswa untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa SMP .......................................................................................................................... 23
(Said Alhadi, Bambang Budi Wiyono, Triyono & Nur Hidayah)
Bimbingan dan Konseling bagi Peserta Didik Penyandang Autis ................................ 30
(Aisha Nadya)
Peranan Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan Bimbingan dan
Konseling ............................................................................................................................ 41
(Augusto da Costa, Fatah Hanurawan, Adi Atmoko & Imannuel Hitipiew)
Layanan Konseling Kelompok Teknik Restrukturisasi Kognitif untuk
Menangani Trauma Pasca Bencana ................................................................................ 51
(Indana Zulfa & Ismi Komariatun Nisa)
Konseling Kelompok Berbasis Experiential Learning bagi Korban Bencana
Alam yang Mengalami Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) ................................... 58
(Santy Andrianie)
Konseling untuk Pemulihan Kondisi Remaja Eks Penyalahguna Narkoba ................ 68
(Silvia Yula Wardani)
Mengatasi Mental Block Pada Remaja melalui Cognitive Therapy (CT)...................... 77
(Noviyanti Kartika Dewi)
v
PROSIDING
Seminar Nasional “Konseling Krisis”
Sabtu, 27 Agustus 2016
Bimbingan dan Konseling Islami sebagai Bagian Pendekatan bagi Remaja
Pecandu Narkoba .............................................................................................................. 86
(Ratna Fitriyani & Devi Trianasari)
Konseling Psikoanalisis (Solusi yang Ditawarkan Menuju Remaja Sehat
Tanpa Zat Psikoaktif) ....................................................................................................... 96
(Yuanita Dwi Krisphianti & Muya Barida)
Tinjauan Ekologis dan sebuah Pendekatan Kolaboratif sebagai Upaya
Intervensi Problem Perilaku pada Remaja ................................................................... 105
(Ruly Ningsih)
Posttraumatic Growth pada Pecandu Narkoba (Landasan Pengembangan
Program Konseling Pecandu Narkoba pada Proses Rehabilitasi) ............................. 113
(Nurlita Hendiani & Agus Supriyanto)
Larangan Mengkonsumsi Narkoba dalam Islam ......................................................... 122
(Amien Wahyudi)
Pendekatan Feminisme melalui Layanan Konseling Krisis sebagai Intervensi
Kekerasan dalam Pacaran .............................................................................................. 128
(Suvia Gustin & Hardi Prasetiawan)
Peran Keluarga dalam Mengembangkan Potensi Anak Autism Spectrum
Disorder ............................................................................................................................ 145
(Muya Barida & Yuanita Dwi Krisphianti)
Solution Focus Brief Group Counseling: Model Konseling untuk Mengurangi
Perilaku Agresif Siswa .................................................................................................... 159
(Dita Kurnia Sari)
Manajemen Personel Bimbingan dan Konseling .......................................................... 173
(Dwi Putranti)
Manajemen Amarah: Strategi untuk Mengurangi Perilaku Agresi Siswa
Sekolah Menengah ........................................................................................................... 180
(Erni Hestiningrum)
vi
PROSIDING
Seminar Nasional “Konseling Krisis”
Sabtu, 27 Agustus 2016
PERANAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DALAM PENDIDIKAN
BIMBINGAN DAN KONSELING
Augusto da Costa1), Fatah Hanurawan2), Adi Atmoko3),Imannuel Hitipiew4)
Mahasiswa S3 Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Malang1)
Universitas Negeri Malang234)
Abstrak
Pada era teknologi digital ini aspek pendidikan merupakan faktor penentu dalam
kehidupan setiap manusia. Pendidikan yang berbasis filosofis mampu
menghidupkan, menambah dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan setiap
manusia secara utuh. Penelitian ini bertujuan memahami dan mendalami peranan
filsafat konstruktivisme dalam pendidikan dan bimbingan konseling. Metode metaanalisis deskriptif digunakan untuk menganalisis peranan filsafat konstruktivisme
dalam pendidikan bimbingan dan konseling. Filsafat konstruktivisme memampukan
individu dalam menumbuh-kembangkan pendidikan bimbingan dan konseling. Jadi
filsafat konstruktivisme berperan penting dalam pendidikan bimbingan dan
konseling.
Kata kunci: konstruktivisme, bimbingan konseling
1.
Filsafat Konstruktivisme
Bimbingan dan Konseling
a.
Pengertian filsafat
menetukan batas-batas dan jangkauan
dalam
pengetahuan mengenai sumber, hakikat,
Filsafat adalah suatu proses, usaha
pencarian terus menerus akan kebenaran,
nilai.
penyelidikan
dan
oleh
(4)
filsafat
kritis
atas
pertanyaan
berbagai
yang
bidang
pengetahuan. (5) filsafat adalah disiplin
mempunyai banyak arti sebagaimana para
ilmu yang berupaya membantu individu
filsuf menggunakannya. Beberapa pokok
melihat apa yang dikatakan dan untuk
definisi (Bagus, 2005: 242) antara lain: (1)
mengatakan apa yang dilihat.
filsafat merupakan upaya spekulatif untuk
b. Pengertian rekonstruksi
menyajikan suatu pandangan sistematik
Istilah
serta lengkap tentang suatu realitas. (2)
upaya
merupakan
diajukan
dan tertentu (Kebung, 2011: 5-6). Filsafat
merupakan
dan
pengandaian
karena kebenaran itu tidak bersifat tunggal
filsafat
keabsahan,
rekonstruksi
terdapat
beberapa pengertian: (1) pengembalian
untuk
seperti semula; (2) penyusunan kembali;
melukiskan realitas akhir dan dasar serta
merekonstruksikan
nyata. (3) filsafat merupakan upaya untuk
mengembalikan
40
berarti
seperti
semula;
(1)
(2)
PROSIDING
Seminar Nasional “Konseling Krisis”
Sabtu, 27 Agustus 2016
menyusun kembali suatu peristiwa seperti
seseorang yang mencari bantuan dan
semula. Rekonstruktif berkaitan dengan
seseorang
rekonstruksi
membina,
membantu yang dilatih untuk membantu
memperbaiki dan membangun kembali
dalam situasi yang menginjinkan bantuan
(Sugono, 2008: 1189). Dalam bahasa
diberikan
Inggris rekonstruct yang berarti menyusun
Hackney, 1987 dalam Parrot, 2003: 8).
kembali (Jalaludin & Ida, 2011: 116).
Kenseling meliputi tindakan etis konselor
Filsafat konstruktivisme
yang terlibat dalam upaya membantu
individu
yang
memampukan
mengkonstruksi
dan
berkehendak
diterima
untuk
(cormier
&
ilmu
konseli mengalami tipe-tipe perlaku yang
pengetahuan dan kete-rampilan dalam
mengantar pada solusi persoalan konseli
pendidikan bimbingan dan konseling.
(Krumboltz, 1965 dalam Parrot, 2003: 8).
c.
dalam
bersifat
yang
Konseling adalah suatu situasi di
Bimbingan dan konseling
Bimbingan adalah proses membantu
mana dua orang berinteraksi dan mencoba
orang dalam membuat pilihan penting.
untuk mencapai saling pengertian satu
Pilihan yang akan mempengaruhi hidup
sama lain, dengan pencapaian tujuan
mereka,
spesifik, sesautu yang berguna bagi
misalnya
memilih
untuk
menjalani cara hidup tertentu. Walaupun
pribadi
membuat
keputusan
aspek
(Bruch, 1981 dalam Parrot, 2003: 8).
bimbingan
telah
peranan
Konsleing adalah suatu penerapan ilmu
penting dalma proses konseling. Konsep
sosial dengan interdisiplinary berbasis
itu sendiri adalah menjadi satu kata dalam
pada psikologi, sosiologi, antropologi,
konseling.
dan
pendidikan, ekonomi dan filosofi (Glanz,
konsleing itu sendiri telah bergulir dalam
1974 dalam Hansen, Stevic & Warner,
pemahaman
1982: 8). Konseling mempunyai tempat
adalah
memegang
Konsep
medis
bimbingan
(Tyler,
1986:153
dalam Glading, 2009: 5)
unik
Konseling adalah aplikasi secara
ilmiah
yang
di
mmebutuhkan
antara
helping
bantuan
profession.
Walaupun profesi ini adalah bukan unik
penuh seni dari penerapan
dalam pemahaman konseling per se,
pengetahuan psikologis dan penerapan
konseling diciptakan antara kebutuhan
teknik-teknik dengan tujuan perubahan
manusia dan kebutuhan masyarakat dan
perilaku manusia (Burke,
tanggapan
1989 dalam
kita
terhadapnya
sebagai
Parrot, 2003: 8). Konseling adalah suatu
dinamika keterlibatan secara individual
helping relationship yang melibatkan
dan organisasi (Locke, Myers & Herr,
41
PROSIDING
2001: 3). Jadi bimbingan dan konseling
Seminar Nasional “Konseling Krisis”
Sabtu, 27 Agustus 2016
merupakan upaya memperdayaan individu
George Count dan Harold Rugg pada
yang
proses
tahun 1930, ingin membangun masyarakat
dan
baru, masyarakat yang pantas dan adil.
sedang
bergulat
pengkonstruksian
dalam
pengetahuan
Rekonstruksionisme dipelopori oleh
keterampilan yang dilakukan oleh para
Beberapa
konselor profesional sehingga individu
Carroline Pratt, Jean Piaget dan Von
dapat berkembang dalam seluruh aspek
Glaserfekd.
kehidupan secara utuh.
menjelaskan bahwa satu-satunya sarana
d. Peranan filsafat konstruktivisme
yang
Konstruktivisme
filsafat
adalah
pengetahuan
dalam
Para
tersedia
mengetahui
bagi
aliran
konstruktivis
seseorang
sesuatu
ini:
adalah
untuk
indranya.
memiliki
Seseorang berinteraksi dengan objek dan
anggapan bahwa pengetahuan adalah hasil
lingkungan dengan melihat, mendengar,
dari
sendiri.
menjamah, mencium, dan merasakannya.
pengetahuan
Dari sentuhan indrawi itu seseorang
mereka melalui interaksi mereka dengan
membangun gambaran dunianya. Para
objek,
dan
konstruktivis percaya bahwa pengetahuan
lingkungan mereka. Suatu pengetahuan
itu ada dalam diri seseorang yang sedang
dianggap benar bila pengetahuan itu dapat
mengetahui.
konstruksi
Manusia
yang
suatu
tokoh
manusia
mengkonstruksi
fenomena,
berguna
untuk
memecahkan
(Suparno,
itu
pengalaman
menghadapi
persoalan
2001:28).
dan
Pengetahuan
tidak
dapat
yang
sesuai
dipindahkan begitu saja dari otak seorang
Menurut
paham
ke kepala orang lain. Peserta didik
konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat
sendirilah
ditransfer begitu saja dari seseorang
pengetahuan yang telah diajarkan dengan
kepada
menyesuaikannya terhadap pengalaman
yang
lain,
tetapi
harus
yang
harus
diinterpretasikan sendiri oleh tiap-tiap
mereka
orang. Pengetahuan bukan sesuatu yang
Suparno, 1997: 19). Dikatakan bahwa
sudah jadi melainkan suatu proses yang
nilai
berkembang terus-menerus. Dan dalam
menghasilkan
proses itulah keaktivan dan kesungguhan
dapat berfikir secara efektif dan bekerja
seseorang dalam mengejar ilmu akan
secara konstruktif. Mereka juga dapat
sangat berperan dalam perkembangan
membuat suatu dunia yang lebih baik
pengetahuannya.
dibandingkan dengan sekarang ini untuk
42
(Lorsbach
terbesar
&
mengartikan
suatu
Tobin,
dalam
sekolah
harus
manusia-manusia
yang
PROSIDING
hidup
didalamnya.
mengingginkan
Seminar Nasional “Konseling Krisis”
Sabtu, 27 Agustus 2016
Rekontruksionisme
pendidikan
Pertama, bila kita berbicara tentang diri
yang
kita sendiri, lingkungan menunjuk pada
membangkitkan kemampuan peserta didik
keseluruhan objek dan semua relasinya
untuk secara konstuktif menyesuaikan diri
yang kita abstraksikan dari pengalaman.
dengan
dan
Kedua, bila kita memfokuskan diri pada
sebagai
suatu hal tertentu, lingkungan menunjuk
tuntutan
perkembangan
dampak
perubahan
masyarakat
dari
ilmu
pengetahuan
dan
pada sekeliling hal itu yang telah kita
teknologi, sehingga peserta didik tetap
sosialisasikan. Dalam hal ini, baik hal itu
berada
maupun sekelilingnya merupakan lingkup
dalam
suasana
bebas
(Barnadib.1987:26 ).
Pengetahuan
dari
dunia
pengalaman kita sendiri, bukan dunia
bukanlah
kenyataan
gambaran
yang
objektif yang lepas dari pengamat (Von
ada.
Glaserfekd dalam Suparno, 1997: 19).
Pengetahuan selalu merupakan akibat
suatu
konstruksi
melalui
kegiatan
kognitif
Von Glasersfeld (Suparno, 1997:
kenyataan
19) menjelaskan struktur konsepsi tersebut
Individu
membentuk pengetahuan bila struktur itu
individu.
membentuk skema, kategori, konsep dan
dapat
struktur pengetahuan yang diperlukan
pengalaman-pengalaman mereka ataupun
untuk pengetahuan (Bettencourt, 1989
dalam menghadapi persoalan-persoalan
dalam
Maka
mereka yang berkaitan dengan konsepsi
pengetahuan bukanlah tentang dunia lepas
tersebut. Bila konsep ataupun abstraksi
dari pengamat tetapi merupakan ciptaan
seseorang
manusia
menjelaskan
Suparno
yang
1997:18).
dikonstruksikan
dan
digunakan
dalam
terhadap
menghadapi
sesuatu
macam-macam
yang
Proses pembentukan ini berjalan terus
membentuk pengetahuan seseorang akan
menerus dengan setiap kali mengadakan
hal itu. Von Glasersfeld (dalam Suparno,
reorganisasi
suatu
1997: 26-27) membedakan adanya tiga
terjemahaman yang baru (Piaget, 1971
taraf konstruktivisme diantaranya sebagai
dalam Suparno 1997: 18).
berikut.
Pengetahuan
itu
adanya
dibentuk
oleh
dengan
konsep
itu
1) Konstruktivisme radikal
struktur konsepsi seseorang sewaktu dia
berinteraksi
maka
persoalan
pengalaman atau dunia sejauh dialaminya.
karena
berkaitan,
dapat
Kaum
lingkungannya.
konstruktivis
mengesampingkan
Lingkungan dapat berarti dua macam.
antara
radikal
pengetahuan
dan kenyataan sebagai suatu kriteria
43
PROSIDING
Seminar Nasional “Konseling Krisis”
Sabtu, 27 Agustus 2016
kebenaran. Bagi konstruktivis radikal,
orang itu sendiri. Konstruktivisme tidak
pengetahuan tidak merefleksikan suatu
dapat melihat dunia pengalaman individu
kenyataan
ontologis
objektif,
dari luar. Indvidu membentuknya dari
merupakan
suatu
pengaturan
tetapi
dan
dalam
hidupnya
organisasi dari suatu dunia yang dibentuk
bertanya
oleh
sebenarnya.
pengalaman
seseorang.
Konstruktivisme radikal berpegang bahwa
dari
sebelum
mana
dan
individu
apa
itu
2) Realisme hipotesis
kita hanya dapat mengetahui apa yang
Menurut
Realisme
hipotesis,
dibentuk/dikonstruksi oleh pikiran kita.
pengetahuan kita dipandang sebagai suatu
Bentukan itu harus berjalan dan tidak
hipotesis dari suatu struktur kenyataan dan
harus selalu merupakan representasi dunia
berkembang menuju suatu pengetahuan
nyata. Adalah suatu ilusi bila percaya
yang sejati, yang dekat dengan realitas
bahwa
(Munevar,
apa
yang
kita
ketahui
itu
memberikan gambaran akan dunia nyata.
Pengetahuan
konstruksi
selalu
dari
dalam
Bettencourt,
1989). Menurut Manuvar, pengetahuan
merupakan
seseorang
1981
kita memunyai relasi dengan kenyataan
yang
tetapi tidak sempurna. Menurutnya pula,
mengetahui, maka tidak dapat ditransfer
Lorenz
kepada penerima yang pasif. Penerima
epistimolog evolusioner dapat dikatakan
sendiri
mengkonstruksi
termasuk realisme hipotesis.
pengetahuan itu. Semua yang lain, entah
3) Konstruktivisme normal
yang
objek
maupun
sarana
untuk
harus
lingkungan,
terjadinya
hanyalah
dan
Popper
dan
banyak
Aliran ini tidak mengambil semua
konstruksi
konsekuensi
tersebut.
konstruktivisme.
Menurut
aliran ini, pengetahuan kita merupakan
Konstruktivisme
radikal
gambaran dari relaitas itu. Pengetahuan
berpandangan bahwa sebenarnya tidak ada
kita dipandang sebagai suatu gambaran
konstruksi sosial, dimana pengetahuan
yang dibentuk dari kenyataan suatu objek
dikonstruksikan bersama, karena masing-
dalam dirinya sendiri.
masing orang harus menyimpulkan dan
menangkap
sendiri
makna
terakhir.
2.
Pandangan orang lain sebagai bahan untuk
dikonstruksikan
dan
diorganisasikan
Pandangan
Konstruktivisme
Pendidikan
Tujuan
dalam pengetahuan yang sudah dimiliki
Indonesia
44
pendidikan
adalah
membantu
Filsafat
terhadap
nasional
generasi
PROSIDING
Seminar Nasional “Konseling Krisis”
Sabtu, 27 Agustus 2016
muda menjadi manusia yang utuh, yang
kebanyakan dibentuk lewat pengalaman
pandai
indrawi,
dalam
bidang
pengetahuan,
lewat
melihat,
bermoral, berbudi luhur, peka terhadap
membau,
orang lain dan beriman. Pendidikan juga
merumuskannya dalam pikiran. Dalam
mempunyai peran untuk membantu kaum
pengertian konstruktivisme, pengetahuan
muda
itu merupakan proses menjadi, yang
masuk
masyarakat
ke
dan
kehidupan
dalam
kehidupan
berpartisipasi
masyarakat
bertanggungjawab.
Proses
mendengar,
dan
menjamah,
akhirnya
dalam
pelan-pelan menjadi lebih lengkap dan
secara
benar.
pencapaian
a.
tujuan tersebut membantu orang muda
Hakikat
pendidikan
filsafat konstruktivisme
menurut
menjadi warga negara yang baik dan
Metode konstruktivisme merupakan
berdedikasi. Secara singkat dikatakan
suatu proses pembelajaran. Proses yang
bahwa pendidikan nasional berparatisipasi
mengondisikan peserta didik membangun
dalam meningkatkan hidup berbangsa dan
konsep
bernegara. Berpartisipasi bberarti kaum
pengetahuan baru berdasarkan data. Oleh
muda diharapkan terlibat sebagai warga
karena itu proses pembelajaran harus
secara aktif,
menegakkan
dirancang dan dikelola dengan baik
demokratisasi negara ini (Suparni dkk,
sehingga mampu memotivasi peserta didik
2002:
proses
untuk mengorganisasir pengalaman hidup
pendidikan juga perlu membentuk peserta
menjadi pengetahuan yang bermakna bagi
didik mengenal lingkungan, peka terhadap
dirinya
situasi masyarakat, secara aktif berpikir
menerima
dan
terhadap
didik yang bersifat eklektik. Berarti
masyarakat. Dalam proses masyarakat
peserta didik memanfaatkan teknik belajar
yang demokratis, mereka harus ikut
apapun asal tujuan belajar dapat tercapai
berpikir
(Suparno, 1997: 18).
14).
yang ikut
Oleh
karena
itu
bertanggungjawab
kritis,
masyarakat,
dan
menyumbang
diberi
peran
kepada
baru,
dan
pengertian
masyarakat.
masyarakat (Suparni, 2002: 15).
dan
Teori
ini
kebebasan berpikir peserta
b. Tujuan
pendidikan
filsafat konstruktivisme
oleh
baru,
menurut
Paham konstruktivisme mengatakan
Filsafat konstruktivisme (Suparni,
bahwa pengetahuan diperoleh melalui
2002: 16) mengatakan pengetahuan itu
proses
adalah konstruksi peserta didik sendiri
aktif
individu
dalam
mengkonstruksi arti dari suatu teks,
yang sedang belajar. Pengetahuan tersebut
pengalaman, dialog, dan lain-lain melalui
45
PROSIDING
dengan
Seminar Nasional “Konseling Krisis”
Sabtu, 27 Agustus 2016
pengertian yang telah dimiliki. Tujuan
gagasan dan mengkomunikasikan ide
pendidikannya
ilmiahnya.
asimilasi
pengalaman
baru
menghasilkan
didik, membantu mengekspresikan
individu
yang memiliki kemampuan berpikir untuk
menyelesaikan
persoalan
3) Memonitor,
hidupnya.
menunjukkan
Tujuan filsafat pendidikan memberikan
pendidikan
yang
ideal.
bertujuan
4) Pendidik
menunjukkan
dan
mempertanyakan pengetahuan peserta
meng-hasilkan
didik itu berlaku untuk menghadapi
persoalan baru yang berkaitan.
rinsip pendidikan yang didasari oleh
5) Pendidik mengevaluasi hipotesa dan
filsafat pendidikan.
kesimpulan peserta didik.
Pendidik
menurut
konstruktivisme
Peran
pemikiran
Teori
pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-
c.
logika
dan
peserta didik itu berhasil atau belum.
inspirasi cara mengorganisasikan proses
pembelajaran
mengevaluasi
pendidik
6) Paham
filsafat
konstruktivisme
pendidik
dalam
aliran
bahan
menguasai
yang
mau
menuntut
pengetahuan
diajarkan.
konstruktivisme sebagai fasilitator dan
Pengetahuan yang luas dan mendalam
mediator yang memiliki tugas memotivasi
akan
dan membantu peserta didik untuk mau
pendidik menerima pandangan dan
belajar
gagasan peserta didik yang berbeda
sendiri
dan
merumuskan
memungkinkan
seorang
pengetahuannya. Selain itu pendidik juga
dan
berkewajiban
menunjukkan gagasan peserta didik
untuk
gagasan-gagasan
peserta
mengevaluasi
didik
itu,
Fungsi
sebagai
mediator
memungkinkan
untuk
sudah benar atau belum.
sesuaikah dengan tujuan pendidikan atau
tidak.
juga
d. Hakikat peserta didik menurut
filsafat konstruktivisme
dan
fasilitator ini dapat dijabarkan dalam
Peserta
didik
menciptakan
atau
beberapa tugas antara lain (Suparno,
membentuk pengetahuan mereka sendiri
1997:18-20):
melalui tingkatan atau interaksi dengan
1) Memfasilitasi
pengalaman
belajar
dunia. Peserta didik tidak lagi diposisikan
yang memungkinkan peserta didik
bagaikan tabula rasa atau ember kosong
secara aktif bertanggung jawab dalam
yang siap diisi. Peserta didik diberikan
mendesain, proses, dan penelitian.
kebebasan untuk mencari arti sendiri dari
2) Pendidik memfasilitasi kegiatan yang
apa yang dipelajari. Hal ini merupakan
menimbulkan keingintahuan peserta
proses menyesuaikan konsep dan ide-ide
46
PROSIDING
Seminar Nasional “Konseling Krisis”
Sabtu, 27 Agustus 2016
baru dengan kerangka berpikir yang telah
kuat maupun lemah. (3) Belajar bukan
ada dalam pikiran peserta didik. Peserta
kegiatan mengumpulan fakta, melainkan
didik
hasil
suatu pengembangan pemikiran dengan
membawa
membuat pengertian yang baru. Belajar
pengertian lama dalam situasi belajar yang
bukan hasil perkembangan, melainkan
baru. Peserta didik sendiri membuat
merupakan
penalaran atas apa yang dipelajarinya
(Fosnot, 1996), suatu perkembangan yang
dengan
menuntut
bertanggung
belajarnya.
jawab
Peserta
cara
atas
didik
mencari
makna,
perkembangan
penemuan
itu sendiri
dan
pengaturan
membandingkan dengan apa yang telah
kembali pemikiran seseorang. (4) Proses
diketahui dengan apa yang diperlukan
belajar yang sebenarnya terjadi pada
dalam pengalaman yang baru (Suparno,
waktu skema seseorang dalam keraguan
1997: 62).
yang merangsang pemikiran lebih lanjut
e.
Hakikat pembelajaran
filsafat konstruktivisme
Kaum
konstruktivis
situasi ketidakseimbangan adalah situasi
menurut
yang baik untuk memacu belajar. (5) Hasil
memandang
belajar
dipengaruhi
oleh
pengalaman
belajar merupakan proses aktif. Pelajar
pelajar dengan dunia fisik dan lingkungan.
mengkonstruksikan arti suatu teks, dialog,
(6) Hasil belajar seseorang tergantung
pengalaman fisik dan iteraksi dengan
pada apa yang telah diketahui pelajar
lingkungan.
konsep,
proses
Belajar
juga
merupakan
mengasimilasikan
dan
tujuan,
dan
motivasi
yang
mempengaruhi interaksi dengan bahan
menghubungkan pengalaman atau bahan
yang dipelajari.
yang dipelajari dengan pengertian yang
sudah
dipunyai
pengertiannya
seseorang
dikembngkan.
sehingga
3.
Proses
tersebut antara lain bercirikan sebagai
Pendidikan Bimbingan Konseling
dalam
Perspektif
Filsafat
Konstruktivisme
Berdasarkan
berikut (Suparno, 2001: 61): (1) Belajar
berarti
membentuk
makna.
kajian
filsafat
konstruktivisme yang menekankan pribadi
Makna
atau peserta didik adalah individu yang
diciptakan oleh peserta didik dari apa
mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan
yang mereka lihat, dengar, rasakan dan
upaya
alami. (2) Konstruksi berarti proses yang
aktif
individu
dalam
mengkonstruksi arti dari suatu teks,
terus menerus. Setiap kali berhadapan
pengalaman, dialog, dan pergaulan dengan
dengan fenomena atau persoalan yang
orang lain melalui asimilasi pengalaman
baru, diadakan rekonstruksi, baik secara
47
PROSIDING
baru
dengan
pengertian
yang
Seminar Nasional “Konseling Krisis”
Sabtu, 27 Agustus 2016
telah
proses
pendidikan
menurut
adalah
filsafat
dimiliki. Demikian pula dengan proses
konstruktivisme
pendidikan bimbingan dan konseling.
fasilitator, monitor dan evaluator dan
Konseli pada dasarnya telah mempunyai
menguasi metode konseling yang ada
kemampuan dan pengalaman yang telah
secara
terkonstruksi berdasarkan pengalamannya
konseling.
profesional
motivator,
dalam
proses
bergulat dengan teks dan konteks materi
pelajaran yang diperolehnya dalam kelas.
4.
Penutup
Oleh karena itu dalam proses bimbingan
a.
Simpulan
dan konseling, konselor tidak hanya
Berdasarkan paparan, kajian filsafat
mentransfer pengalaman dan pengetahuan
konstruktivisme
kepada konseli tetapi lebih memberikan
bimbingan
motivasi dan kesempatan kepada konseli
disimpulkan bahwa pendidikan dalam
untuk
filsafat
mengkonstruksi
sendiri
dalam
dan
pendidikan
konseling,
konstruktivisme
dapat
memberikan
pengetahuan dan arti sebuah teks dan
kesempatan seluas-luasnya bagi peserta
konteks
korespondensi
didik (konseli) untuk mengkonstruksi
konseli dengan teks dan konteks dalam
sendiri pengetahuan dan keterampilan.
proses pembelajan dan berkomunikasi
Proses pengkonstruksian terjadi berbasis
dengan sesama konseli atau dengan
pada pengalaman dengan teks, dialog dan
konselor.
interkasi
berdasarkan
Sehingga
berpikir sendiri
konseli
untuk
mampu
menyelesaikan
dalam
pendekatan
orang
lain
dalam
masyarakat.
tantangan hidupnya. Sebagaimana yang
terekspresi
dengan
b. Saran
person
Bertitik tolak dari pembahasan,
centre yang dikemukakan oleh Roger
uraian, kajian, argumentasi, dan ide dalam
bahwa individu mempunyai kemampuan
penelitian ini, dapat disarankan kepada
untuk
menyelesaikan
beberapa pihak yang berpentingan dalam
sendiri.
Alasan
persoalannya
rasionalnya
adalah
proses
pendidikan
bimbingan
dan
manusia itu dapat dipercaya karena pada
konseling: (1) Para konselor dituntut
dasarnya kooperatif dan konstruktif tidak
untuk
perlu diadakan pengendalian terhadap
konstruktivisme dalam proses konseling.
dorongan-dorongan
(2) Disarankan kepada konseli untuk
agresifnya
(Corey,
2009: 169). Jadi peranan konselor dalam
mampu
48
memerhatikan
prinsip
merekonstruksi
filsafat
pengalaman,
PROSIDING
pengetahuan
berdasarkan
Seminar Nasional “Konseling Krisis”
Sabtu, 27 Agustus 2016
Perempuan, dari Adam Muller ke
Postmodernisme.
Jogjakarta:
Kanisius.
prinsip
konstrukstivisme. (3) Disarakan kepada
lembaga
konseling
pendidikan
hendaknya
bimbingan
dan
O’Donnell, K. 2009. Postmodernisme.
Jogjakarta: Kanisius.
memerhatikan
prinsip filsafat konstruktivisme dalam
Parrot, L. 2003.
Psychotherapy.
Brooks/Cole.
menyusun program pendidikan bimbigan
dan konseling.
Counseling and
USA: Thompson
Santrač, A. S. 2013. The Influence of
Postmodern Philosophy and Culture
On the Development of Seventh-day
Adventist. New Jersey: Theology,
Education, and Mission.
Daftar Pustaka
Bagus, L. 1996. Kamus Filasafat. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Barnadib, I.1994. Filsafat Pendidikan:
Sistem dan Metode, Yogyakarta:
Penerbit ANDI OFFSET.
Sugono,
D. 2008. Kamus Bahasa
Indonesia. Kamus Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional:
Jakarta.
Corey, G. 2009. Theory and Practice of
Counseling and Psychotherapy,
Ed.8th. United State: Thompsin
Brooks/Cole
Suparni. 2002 . Reformasi Pendidikan:
Sebuah Rekomendasi. Jogyakarta:
Kanisius
Glading,
S.T.2009.
Counseling
a
Comprehensive Profession, ed.6th.
New Jersey: Pearson Education
International.
Suparno, P. 2001. Teori Perkembanga
Kognitif Jean Piaget. Jogyakarta:
Kanisius
Suparno, P.1997. Filsafat Konstruktivisme
Dalam Pendidikan. Jogjakarta:
Kanisius.
Hansen, J.C., Stevic, R.R., Warner,
R.W.Jr. 1982. Counseling Theory
and Process. Boston: Allyn and
Bacon.
Jalaluddin dan Idi, A. 2002. Filsafat
Pendidikan. Jakarta: Gaya Media
Pratama.
Lechte, J. 2001, 50 Filsuf Kontemporer,
Dari
Strukturalisme
Sampai
Postmodernitas.
Jorjakarta:
Kanisius.
Locke, D.C., Myers, J.E., Herr, E.L. 2001.
The Handbook of Counseling.
London: Sage Publications.
Magnis-Suseno, F. 2005. Pijar-Pijar
Filsafat, Dari Gaholoso ke Filsafat
49
Download