Membangun Hubungan yang Manusiawi dalam Komunitas

advertisement
MEMBANGUN HUBUNGAN MANUSIAWI DALAM KOMUNITAS
(Sumber Bacaan: Injil Lukas,7:1-10)
Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal struktur-stuktur sosial
dalam masyarakat, kelompok, organisasi atau lembaga, dsb. Kita mengenal
stuktur kepemimpinan, salah satunya adalah adanya struktur atasan dan
bawahan. Bahkan barangkali di rumah kita memiliki pembantu rumah tangga.
Kita mengalami dan menyaksikan bagaimana hubungan atasan dan bawahan.
Dalam realitasnya hubungan tersebut bisa dilaksanakan secara strukturalbirokrat, artinya ada susunan menurut tingkat dan jabatan seseorang. Bisa
juga secara fungsional dengan fungsinya dan tugasnya masing-masing, yang
kita kenal dengan Job Deskription atau Tupoksi.
Dalam implementasi hubungan atasan dan bawahan bisa terwujud
dalam tiga hal. Pertama, kecenderungan pola hubungan yang menekankan
struktur dan birokrasinya, sehingga terkesan
pola kerjanya
“saya sebagai
atasan dan anda adalah bawahan saya’. Kedua, kecenderungan menekankan
segi fungsi-fungsi, maka yang muncul adalah penekanan pada kinerja dan
hasil
dari
setiap
kecenderungan
personel
yang
serta
organisasi
menekankan
pola
tersebut.
hubungan
Ketiga,
adalah
manusiawi
(human
relationship), yakni pada kesadaran bahwa walaupun kita berada dalam
struktur dan fungsi-fungsi tertentu, akan tetapi kita adalah manusia dengan
harkat dan martabatnya, dengan potensi, kemampuan dan bakatnya masingmasing. Sehingga kepedulian dan keprihatinan manusiawi sangat mewarnai
pola hubungan tersebut. Bukan didasarkan pada struktur, perbedaan latarbelakang, agama, suku dan bangsa.
Dalam Injil kita bisa belajar tentang membangun hidup manusiawi
dalam organisasi atau komunitas.
Injil Lukas 7:1-10 menceritakan tentang
seorang perwira di Kapernaum. Kapernaum adalah salah kota di daerah
Galilea, bukan di daerah Yudea, sehingga perwira ini bukan seorang Yahudi.
Menarik menelurusi asal dari perwira ini. Pada zaman Yesus orang Yahudi
sangat mengangungkan bangsanya. Mereka menyatakan bahwa bangsanya
adalah yang benar, umat pilihan dan berhak atas keselamatan. Sehingga
mereka dalam hubungan satu dengan yang lain sangat membedakan mana
yang Yahudi dan mana yang tidak. Bahkan melihat orang yang bukan dari
Bangsa Yahudi sebagai orang berdoasa. Lukas menyunguhkan cerita tentang
Yesus
menyembuhkan
seorang
hamba
perwira
Kapernaum
ini
untuk
mengkritik pada bangsa yahudi yang adalah bangsa-Nya sendiri. Bahwa orang
di luar bangsa Yahudi pun dapat memiliki sikap iman yang benar dan
diselamatkan melebihi mereka dari bangsa Yahudi. Hal yang sama juga kita
bisa temukan dalam cerita-cerita lain dalam Injil, misalnya kisah orang
Samaria yang murah hati (Luk 10:25-37). Walaupun demikian tetap ada
orang-orang Yahudi yang memiliki sikap iman yang benar, tidak semua orang
Yahudi memiliki sikap demikian. Cerita ini atas salah satu cara juga disajikan
oleh Lukas untuk memuji orang-orang Yahudi.
Sikap beriman yang benar dari perwira Kapernaum tersebut sangat
menarik dilukiskan oleh Lukas yang menekankan hubungan yang sangat
manusiawi antara atasan dan bawahan. Lukas mulai dengan melukiskan
sikap perwira dan keadaan hambanya. Dalam ayat 2 kita bisa membaca: Di
situ ada seorang perwira yang mempunyai seorang hamba yang sangat
dihargainya. Hamba itu sedang sakit keras dan hampir mati. Sikap pertama
dari perwira tersebut adalah sikap menghargai hambanya. Sikap menghargai
adalah sikap menempatkan orang lain sebagai manusia yang bermartabat
dengan segala keadaan dan keberadaanya. Padahal kebiasaan dari hukum
Romawi, bahwa seorang hamba yang tidak dapat bekerja lagi, akan kehilangan
hak hidup karena akan dibuang dan tidak dihargai lagi.
Selanjutnya perwira itu mendengar tentang kedatangan Yesus dan ia
meminta beberapa tua-tua Yahudi untuk bertemu dan meminta Yesus untuk
menyembuhkan hambanya yang sakit. Sikap kedua dalam hubungan
manusiawi adalah bertanggung-jawab akan hambanya dan tidak mengerjakan
sendiri akan tetapi meminta orang lain untuk mengerjakan sesuatu. Perwira
itu merasa bertanggung-jawab akan hambanya. Hidup dan kehidupan, sehat
dan sakit dari hambanya adalah tanggung-jawabnya. Tua-tua Yahudi Yahudi
itupun datang kepada Yesus dan meminta dengan sangat supaya Yesus
menyembuhkan hamba perwira tersebut. Di satu pihak ini merupakan tanda
penghormatan kepada perwira tetapi sekaligus menunjukkan bahwa perwira
tersebut adalah orang asing. Orang-orang Yahudi menggambarkan perwira itu
sebagai orang yang layak ditolong. Ayat 4-5: Ia mengasihi bangsa kita dan
menanggung pembangunan rumah ibadat. Di
satu pihak perwira itu orang
kafir, di lain pihak orang saleh. Sikap ketiga dari perwira itu adalah kesalehan,
sehingga walaupun orang asing tetap dihormati. Ketika Yesus sudah
mendekati rumahnya, perwira itu meminta lagi orang lain untuk menyambutNya. Perwira itu menyuruh sahabat-sahabatnya untuk mengatakan kepada
Yesus: “Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku tidak layak menerima
Tuan di dalam rumahku; sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak
untuk datang kepada-Mu. Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku
itu akan sembuh.
Sikap beriman yang keempat dari hamba itu adalah mengakui Yesus
sebagai Nabi yang memiliki kuasa salah satunya adalah kuasa untuk
menyembuhkan. Karena sedemikian besar iman akan kuasa Yesus, perwira
itu yakin bahwa hanya dengan sabda Yesus yang hanya sepata kata saja
hambanya pasti sembuh. Perwira itu merasa tidak layak untuk bertemu
dengan Yesus. Sehingga ia menyuruh orang lain untuk menjumpai Yesus.
Perwira itu yakin bahwa walaupun tidak bertemu langsung pasti Yesus akan
mendengar apa yang menjadi permintannya. Selanjutnya perwira itu mengakui
bahwa dia adalah seorang bawahan juga dan memiliki bawahan yakni prajurit.
Sikap beriman kelima yang ditunjukkan oleh perwira itu adalah kerendahan
hati dan merasa tidak layak. Dia mengakui bahwa dia adalah seorang
bawahan dan bukan dari golongan bangsa Yahudi. Tidak banyak orang dari
bangsa Romawi apalagi dari para perwira meminta tolong dan minta
penyembuhan dari orang Yahudi, yang merupakan bangsa jajahan.
Setelah mendengar apa yang disampaikan dan melihat sikap dari
perwira tersebut, Yesus heran akan dia, dan sambil berpaling kepada orang
banyak yang mengikuti Dia, Yesus berkata: “Aku berkata kepadamu, iman
sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel” (ay 9).
Ungkapan Yesus ini merupakan pujian kepada perwira tersebut, sekaligus
celaan kepada Bangsa Yahudi. Selama ini Yesus bergaul dengan bangsa-Nya
namum belum menemukan iman seperti ini.
Dan inilah puncak dari kisah
ini: setelah orang-orang yang disuruh itu kembali ke rumah, merka melihat
hamba dari perwira tersebut telah sehat kembali (ay 10). Kisah tentang
perwira Kapernaum bukan melulu kisah penyembuhan, melainkan kisah
mengenai iman akan sabda Yesus yang penuh kuasa.
Sekarang: bagaimana dengan kita saat ini sebagai orang-orang yang
mengimani Yesus? Saat ini dengan kisah ini kita bisa belajar dari perwira
kapernaum, yakni pertama, sikap menghargai siapa saja termasuk orang yang
barangkali dari status dan jabatan kita lebih rendah.
Dalam hidup
berorgansasi, dalam hubungan atasan bawahan hubungan manusiawi perlu
ditekankan di samping hubungan struktural-birokrasi. Tidak membedabedakan latar-belakang, suku, agama dan bangsa. Kedua, sikap kerendahan
hati dengan menyadari status dan jabatan kita.
Sambil tetap kritis dan
cermat kita bekerja sesuai dengan tuntutan fungsi kita masing-masing dan
aturan yang ada. Ketiga, yang terpenting dalam hidup beriman kita, yakni,
sikap iman yang kuat dan teguh akan kuasa dan Sabda Yesus. Tidak raguragu akan kuasa penyembuhan dari Yesus. Di samping kita mengimani akan
sabda Yesus kita juga mampu mewujudnyatakan sabda Yesus dalam hidup
kita sehari-hari. Bila kita mengimani dengan teguh akan Yesus dan SabdaNya, dan mampu melaksanakan sabda Yesus, maka niscaya mukjizat akan
terjadi atas kita dan dalam kehidupan kita.
(Bahan ini dapat dipakai sebagai materi Bimbingan dan Penyuluhan
keagamaan Katolik/Kristen, atau untuk Kotbah/Renungan)
Oleh: Lastiko Runtuwene
Download