III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian Konsumen Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UU PK), “ Konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan” (Shidarta 2004). Pengertian konsumen menurut Philip Kotler (2005) adalah semua individu atau kelompok yang berusaha untuk memenuhi atau mendapatkan barang/jasa untuk kehidupan pribadi atau kelompoknya. Istilah konsumen juga dapat diartikan sebagai dua jenis konsumen yaitu; konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri. Konsumen organisasi, yang meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintah, dan lembaga lainnya (sekolah, perguruan tinggi, dan rumah sakit). Semua jenis organisasi ini harus membeli produk peralatan dan jasa-jasa lainnya untuk menjalankan seluruh kegiatan organisasinya (Sumarwan 2004). 3.1.2 Pengertian Perilaku Konsumen Schiffman dan Kanuk (1994) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Engel, Blackwell, dan Miniard (1993) mengartikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Perilaku konsumen sebenarnya adalah kegiatan yang dilakukan oleh konsumen untuk membuat keputusan dalam pembelian barang, menggunakan serta menghabiskan produk tersebut. Perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor- 22 faktor yang membentuk proses keputusan pembelian yaitu faktor individu, faktor lingkungan, dan faktor psikologis (Engel et al. 1994) (Gambar 1). Perbedaan Individu Sumberdaya Konsumen Motivasi & Keterlibatan Pengetahuan Sikap Kebribadian & Gaya Hidup Demografi Pengaruh Lingkungan Budaya Kelas Sosial Pengaruh Pribadi Keluarga Situasi Proses Keputusan Proses Psikologis Pengenalan Kebutuhan Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Pembelian Hasil Pemrosesan Informasi Pembelajaran Perubahan Sikap Implikasi Strategi Pemasaran Gambar 1. Model Perilaku Pengambilan Keputusan Konsumen dan FaktorFaktor yang Mempengaruhinya. Sumber : Engel et al. (1994) 3.1.3 Pengertian Kepuasaan Konsumen Kepuasan konsumen menurut Kotler (1997), adalah hasil yang dirasakan oleh pembeli yang mengalami kinerja sebuah perusahaan yang sesuai harapannya. Menurut Gerson (2004) kepuasan konsumen yaitu bila sebuah produk/jasa memenuhi/melampaui harapan pelanggan. Konsumen akan merasa puas apabila harapan mereka terpenuhi. Kepuasan pelanggan merupakan salah satu kunci keberhasilan suatu usaha yang telah menjadi suatu kepercayaan umum, khususnya di dunia bisnis. Hal ini dikarenakan dengan memuaskan konsumen, perusahaan 23 dapat meningkatkan tingkat keuntungannya dan mendapatkan pangsa pasar yang lebih luas. Berdasarkan kepercayaan tersebut, banyak studi dilakukan untuk mengukur kepuasan konsumen, sehingga banyak definisi diberikan pada istilah "customer satisfaction" atau kepuasan pelanggan. Konsumen yang merasa puas dapat melakukan pembelian ulang dan dapat menjadi pelanggan dengan loyalitas yang tinggi. Perusahaan yang memiliki konsumen yang loyal dalam jangka panjang dapat memiliki keuntungan berkelanjutan. Sebaliknya, apabila konsumen merasa tidak puas atau produk tersebut tidak dapat memenuhi harapan konsumen maka konsumen dapat menghentikan pembelian produk tersebut serta menyebarkan berita negatif tersebut ke orang lain. Oleh karena itu, pemahaman mengenai kepuasan konsumen sangat diperlukan saat ini bagi pemasar yang menawarkan baik produk maupun jasa. 3.1.4 Konsep Loyalitas Konsumen Loyalitas konsumen adalah tingkat intensitas dimana konsumen akan tetap menggunakan suatu merek dari produk tertentu (Mowen dan Minor 1998). Menurut Umar (2003), loyalitas konsumen sering dihubungkan dengan loyalitas merek. Loyalitas merek adalah suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek (Durianto et al. 2004). Ukuran ini mampu memberikan gambaran mengenai mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke produk merek lain, terutama jika didapati adanya perubahan pada merek tersebut baik menyangkut harga ataupun atribut lain. Loyalitas merek merupakan elemen penting yang membentuk perilaku konsumen. Sehingga, dengan adanya konsumen yang loyal, perusahaan dapat meningkatkan profitabilitasnya, karena konsumen yang loyal akan melakukan pembelian ulang sehingga penjualan perusahaan akan meningkat. 3.1.4.1 Pengukuran Loyalitas Konsumen Menurut Durianto et al. (2001) loyalitas konsumen diukur berdasarkan tingkatan sebagai berikut : 1) Switcher Buyer (pembeli yang berpindah-pindah) 24 Switcher Buyer adalah tingkat loyalitas yang paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk berpindah dari suatu merek ke merek lain mengindikasikan bahwa mereka tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Dalam tingkatan ini merek apapun mereka anggap memadai serta memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusan pembelian. Ciri paling jelas dalam kategori ini adalah mereka membeli sesuatu merek karena harganya murah. 2) Habitual Buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan) Habitual Buyer adalah pembeli yang puas dengan merek yang dikonsumsinya atau mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi suatu merek produk. Tidak ada alasan yang kuat baginya untuk membeli produk lain atau berpindah merek, terutama jika peralihan tersebut membutuhkan usaha, biaya, atau pengorbanan lain. Jadi, mereka membeli sesuatu merek didasarkan atas kebiasaan selama ini. 3) Satisfied Buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan) Satisfied Buyer adalah kategori pembeli yang puas dengan merek yang mereka konsumsi. Namun, mereka dapat saja berpindah merek dengan menanggung switching cost (biaya peralihan), seperti waktu, biaya, atau risiko yang timbul akibat tindakan peralihan merek tersebut. 4) Liking The Brand (pembeli yang menyukai merek) Liking The Brand adalah kategori pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional yang terkait pada merek. Rasa suka didasari oleh asosiasi yang berkaitan dengan simbol, rangkaian pengalaman menggunakan merek itu sebelumnya, atau persepsi kualitas yang tinggi. 5) Committed Buyer (pembeli yang komit) Committed Buyer adalah kategori pembeli yang setia. Mereka mempunyai kebanggaan dalam menggunakan suatu merek. Merek tersebut bahkan menjadi sangat penting baik dari segi fungsi manapun sebagai ekspresi mengenai siapa sebenarnya mereka. Ciri yang tampak pada kategori ini adalah tindakan pembeli untuk merekomendasikan atau mempromosikan merek yang mereka gunakan kepada orang lain. 25 A B C D E Gambar 2. Diagram Piramida Loyalitas Merek Yang Rendah Sumber : Durianto et al. (2001) Keterangan : A = persen committed buyer B = persen liking the brand C = persen satisfied buyer D = persen habitual buyer E = persen switcher buyer Piramida brand loyalty pada gambar diatas mengartikan bahwa loyalitas merek tersebut masih sangat rendah. Hal ini dikarenakan porsi terbesar pada piramida tersebut berada pada tingkatan switcher buyer. Selanjutnya, porsi terbesar kedua ditempati oleh konsumen yang berada pada taraf habitual buyer, dst., hingga porsi terkecil ditempati oleh committed buyer. Durianto et al. (2001), juga menyatakan bahwa tiap tingkatan brand loyalty mewakili tantangan pemasar yang berbeda dan mewakili tiap aset yang berbeda dalam pengelolaannya dan eksploitasinya. Produk brand loyalty yang baik adalah gambar piramida yang berbentuk terbalik (Gambar 3). 26 A B C D E Gambar 3. Diagram Piramida Loyalitas Merek Yang Tinggi Sumber : Durianto et al. (2001) Keterangan : A = persen committed buyer B = persen liking the brand C = persen satisfied buyer D = persen habitual buyer E = persen switcher buyer Piramida brand loyalty pada gambar diatas mengartikan bahwa loyalitas merek tersebut tinggi. Hal ini dikarenakan porsi terbesar berada pada tingkatan committed buyer dimana konsumen tersebut merupakan konsumen yang setia. Diikuti dengan liking the brand, satisfied buyer, habitual buyer, dan terakhir yaitu switcher buyer. Menurut Durianto (2004) dalam Maharani (2009), terdapat lima faktor yang menyebabkan konsumen menjadi loyal terhadap merek yang digunakannya. Faktor-faktor tersebut antara lain: a) Nilai merek (brand value) yaitu persepsi konsumen yang membandingkan biaya atau harga yang harus ditanggung dan manfaat yang dapat diterimanya. b) Karakteristik pelanggan (customer characteristic) yaitu karakter konsumen dalam menggunakan merek. Hal ini dikarenakan sikap individu memiliki karakteristik yang berbeda-beda dengan individu yang lain. 27 c) Hambatan pindah (switching barrier) yaitu hambatan-hambatan atau biaya yang harus ditanggung konsumen bila ia hendak berpindah dari satu merek ke merek lainnya. d) Kepuasan pelanggan (customer satisfaction) yaitu hal yang berkaitan dengan pengalaman pelanggan ketika melakukan kontak terhadap merek yang digunakan. Faktor ini menjadi sangat penting, namun kepuasan pelanggan saja tidak cukup menyebabkan seorang pelanggan tetap setia terhadap satu merek. e) Lingkungan yang kompetitif (competitive environment) yaitu hal yang berkaitan dengan sejauh mana kompetisi yang terjadi antara merek dalam satu kategori produk. 3.1.5 Karakteristik konsumen Konsumen memiliki karakteristik yang dapat mempengaruhi perilaku proses pembelian. Karakteristik konsumen terdiri dari pengetahuan dan pengalaman konsumen, kepribadian konsumen, dan karakteristik demografi konsumen (Sumarwan 2004). Faktor demografis adalah dasar paling umum yang digunakan untuk menetapkan segmentasi kelompok pelanggan. Salah satu alasannya adalah bahwa tingkat variasi kebutuhan, keinginan, dan penggunaan konsumen sering berhubungan erat dengan variabel demografis. Alasan lainnya adalah variabel demografis lebih mudah diukur daripada kebanyakan tipe variabel lainnya (Kotler dan Armstrong 2008). Karakteristik demografi dapat dilihat dari faktor-faktor seperti jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, status pernikahan, dan lokasi geografi. Jenis kelamin merupakan karakteristik yang penting bagi pemasar. Terdapat perbedaan keinginan antara jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Pemasar harus memperhatikan jumlah perbandingan perempuan dan laki-laki yang menjadi target pemasarannya. Konsumen perempuan lebih sering memberikan/mendapatkan informasi dari teman atau keluarga daripada konsumen laki-laki. Perempuan juga sering menginformasikan kepada orang lain mengenai produk/jasa yang mereka konsumsi (Shellyana 2006). Selain itu, konsumen 28 perempuan memiliki tingkat kepedulian lebih tinggi terhadap makanan yang mereka konsumsi dibandingkan konsumen laki-laki (Suprapti 2010). Sehingga, perbedaan keinginan serta kebutuhan konsumen dapat dipenuhi oleh pihak pemasar. Faktor penting lainnya yang perlu dipahami adalah usia. Konsumen yang berbeda usia akan mengkonsumsi produk yang berbeda. Perbedaan usia juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek. Semakin bertambahnya usia maka semakin banyak pengalaman yang mereka miliki sehingga semakin banyak emosi yang dimiliki seseorang dalam memberikan respon terhadap suatu rangsangan (Sumarwan 2004). Selain itu, Susanti (2009) menyatakan konsumen yang berusia lebih tua/usia produktif ke atas mempunyai pendapatan yang lebih baik/tinggi yang kemudian berdampak pada pola konsumsi mereka. Pola konsumsi mereka semakin praktis karena mereka lebih banyak memiliki aktivitas di luar rumah. Menurut Sumarwan (2004) berdasarkan siklus hidupnya, responden dibagi dalam sebelas kategori umur. Kategori tersebut adalah bayi dibawah satu tahun, batita (<3 tahun), balita (<5 tahun), anak usia sekolah (6-12 tahun), remaja awal (Anak Baru Gede) (13-15 tahun), remaja lanjut (16-18 tahun), dewasa awal (19-24 tahun), dewasa lanjut (25-35 tahun), separuh baya (36-50 tahun), tua (51-65 tahun) dan lanjut usia (>65 tahun). Konsumen yang termasuk di dalam tahap remaja lanjut dikatakan telah memiliki pola pemikiran yang lebih matang dibandingkan usia dibawahnya. Semakin bertambahnya usia maka semakin matang pemikiran yang dimiliki, semakin matang emosional seseorang, dan berpengaruh terhadap keputusan pembelian seseorang. Pendidikan dan pekerjaan adalah dua karakteristik yang saling berhubungan. Pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan yang dilakukan seorang konsumen. Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianut, cara berpikir, cara pandang bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi. Tingkat pendidikan dan pekerjaan selanjutnya akan mempengaruhi besarnya pendapatan yang diterima seseorang (Sumarwan 2004). Suprapti (2010) juga mengungkapkan bahwa konsumen dengan tingkat 29 pendidikan yang tinggi lebih memperhatikan produk/jasa yang mereka konsumsi serta mempertimbangkan informasi yang ada. Pendapatan juga menjadi karakteristik yang perlu diperhatikan pemasar karena pendapatan dapat mempengaruhi daya beli dan pola pengeluaran konsumen (Sumarwan 2004). Besarnya pendapatan juga dapat mempengaruhi pilihan produk seseorang. Pendapatan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pekerjaan seseorang. Susanti (2009) pada penelitian di restoran tradisional daerah Surabaya mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan konsumen maka semakin kuat keinginan mereka untuk membelanjakan uangnya. Bagi pemasar, tingkat pendapatan dapat mambantu untuk menentukan pasar sasaran yang akan dilayani (Kotler dan Armstrong 2008). Lokasi tempat tinggal atau domisili konsumen akan mempengaruhi pola konsumsinya. Lokasi tempat tinggal juga berpengaruh pada kemudahan mendapatkan produk. Orang yang tinggal di desa akan memiliki akses terbatas kepada berbagai produk dan jasa. Sebaliknya, konsumen yang tinggal di kota-kota besar lebih mudah memperoleh semua barang dan jasa yang dibutuhkan. Selain itu, semakin dekat letak tempat tinggal konsumen maka semakin mudah konsumen mendapatkan produk. Konsumen lebih tertarik untuk datang ke lokasi restoran yang strategis, mudah terlihat, dan terjangkau sehingga lokasi tempat tinggal konsumen dapat berguna bagi pemasar untuk memfokuskan kemana produknya akan dijual (Sumarwan 2004). Status pernikahan juga mempengaruhi terhadap pengambilan keputusan seseorang. Seseorang yang belum menikah lebih mudah mendapatkan informasi yang diberikan orang lain seperti teman, keluarga, dan lainnya dibandingkan orang yang sudah menikah (Girad 2010). Selain itu, seseorang yang belum menikah menghabiskan waktu yang lebih banyak bersama kelompoknya atau di luar rumah dibandingkan orang yang sudah menikah. Menurut Sumarwan (2004), proses pengambilan keputusan pembelian produk atau jasa akan dipengaruhi oleh anggota keluarga lain atau diputuskan secara bersama. 30 3.1.6 Karakteristik Produk Restoran merupakan salah satu usaha yang menawarkan produk dan jasa. Dimensi kualitas ini merupakan hal utama yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja produk dan jasa. Dimensi kualitas jasa dan produk akan dijelaskan sebagai berikut: 3.1.6.1 Dimensi Kualitas Jasa Dimensi kualitas jasa menurut Umar (2003) dapat dibagi ke dalam lima dimensi kualitas jasa. Dimensi tersebut harus dipenuhi oleh penyedia jasa untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Kelima dimensi tersebut adalah: a) Keandalan (Reliability), yaitu kemampuan dalam menyediakan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan. b) Daya tanggap (Responsiveness), yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam membantu dan melayani pelanggan secara cepat dan tanggap. c) Jaminan (Assurance), yaitu kemampuan pengetahuan terhadap produk secara tepat, kualitas keramahtamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberikan pelayanan, dan kemampuan menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan. d) Empati (Emphaty), perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada pelanggan, seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan, dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya. e) Bukti fisik (Tangible), meliputi daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan. 3.1.6.2 Dimensi Kualitas Produk Selain dimensi kualitas jasa, perusahaan juga dapat menentukan dimensi kualitas produk yang terdiri atas delapan dimensi, yaitu: a) Kinerja (Performance), yaitu dimensi yang menunjukkan kepuasan atas karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli suatu produk. 31 b) Keistimewaan (Features), yaitu dimensi yang menunjukkan karakterisik sekunder atau tambahan yang melengkapi fungsi dasar produk. c) Keandalan (Reliability), yaitu dimensi yang menunjukkan kemungkinan suatu produk berfungsi secara berhasil atau tidak dalam suatu periode tertentu. d) Konformasi (Conformance), yaitu dimensi yang menunjukkan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan. e) Daya tahan (Durability), yaitu dimensi yang menunjukkan ukuran masa pakai produk atau daya tahan produk tersebut. f) Kemampuan pelayanan (Service ability), yaitu dimensi yang menunjukkan keramahan, kecepatan, kemudahan, kompetensi dan penanganan keluhan. g) Estetika (Aesthetics), yaitu dimensi yang menunjukkan unsur penilaian subyektif pribadi mengenai produk tersebut. h) Kualitas yang dipersepsikan (Perceived Quality), yaitu dimensi yang menunjukkan citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. 3.1.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Keputusan pembelian yang dilakukan konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor karena keputusan pembelian tidak terbentuk begitu saja. Hal tersebut didasarkan pada adanya variasi dalam proses keputusan. Menurut Engel et al. (1994) faktor-faktor yang menjadi determinan dalam proses keputusan pembelian adalah (1) Pengaruh lingkungan, yang terdiri dari budaya, kelas sosial, keluarga, pengaruh pribadi, dan situasi. (2) Perbedaan individu, yang terdiri dari sumberdaya konsumen, motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup, dan demografi. (3) Proses psikologis, yang terdiri dari pengolahan informasi, pembelajaran, perubahan sikap dan perilaku. 32 3.1.8 Proses Pengambilan Keputusan Konsumen Banyak faktor yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan keputusan pembelian. Pengambilan keputusan oleh konsumen bertujuan untuk menentukan jenis produk, tempat pembelian, frekuensi pembelian, dan jumlah pembelian. Tahapan pengambilan keputusan konsumen terdiri dari lima tahap yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian, dan evaluasi hasil (Engel et al. 1994). a) Pengenalan kebutuhan Tahap keputusan pembelian konsumen dimulai dengan adanya pengenalan kebutuhan yang berasal dari rangsangan eksternal dan internal (Sumarwan 2004). Rangsangan internal adalah rangsangan yang menjadi kebutuhan dasar seperti lapar, haus, aman, dan lain-lain. Sedangkan rangsangan eksternal ditimbulkan oleh objek luar yang dapat mempengaruhi konsumen. Pengenalan kebutuhan juga muncul ketika konsumen menghadapi suatu keadaan dimana terdapat perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan keadaan yang sebenarnya terjadi. Kebutuhan ini dapat dilihat dari motivasi dan tujuan konsumen dalam memenuhi kebutuhannya. b) Pencarian informasi Setelah konsumen mengenali kebutuhan maka konsumen melakukan pencarian informasi untuk memenuhi kebutuhannya. Pencarian adalah aktivitas termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan (internal) atau pemrolehan informasi dari lingkungan (eksternal) (Engel et al. 1995). Pencarian informasi ini dapat berupa pencarian internal dan pencarian eksternal. Pencarian internal merupakan tahap pertama setelah pengenalan kebutuhan. Pencarian internal yaitu mengingat kembali semua informasi yang ada di dalam ingatannya. Apabila informasi yang dibutuhkan konsumen masih kurang untuk memenuhi kebutuhannya maka akan dilakukan pencarian eksternal. Pada pencarian eksternal, konsumen akan mencari-cari sumbersumber informasi yang menjadi acuan konsumen dan dapat memberikan pengaruh pada proses keputusan pembelian. Sumber informasi dapat berupa sumber pribadi, sumber komersial, sumber publik, dan sumber pengalaman 33 (Engel et al. 1994). Tahap pencarian informasi dapat dilihat dari sumber informasi yang mempengaruhi konsumen, fokus perhatian konsumen terhadap sumber informasi, dan lainnya (Sumarwan 2004). c) Evaluasi Alternatif Tahap selanjutnya adalah evaluasi alternatif yaitu proses suatu alternatif pilihan dievaluasi dan dipilih untuk memenuhi kebutuhan konsumen (Engel et al. 1995). Engel et al (1995) menyatakan bahwa konsumen memerlukan beberapa tahapan pada proses evaluasi alternatif yaitu (1) menentukan kriteria evaluasi yang akan digunakan untuk menilai alternatif; (2) memutuskan alternatif yang akan dipertimbangkan; (3) menilai kinerja alternatif yang dipertimbangkan; (4) memilih dan menerapkan kaidah keputusan untuk membuat pilihan akhir. Tahapan terakhir dalam evaluasi alternatif adalah menentukan kaidah keputusan yang sangat bervariasi dalam kompleksitas konsumen (Engel et al. 1995). Kaidah keputusan ini dapat berbentuk sederhana yaitu membeli kembali produk yang terakhir dibeli. Sedangkan pembelian yang kompleks menyerupai model sikap multi atribut. d) Pembelian Apabila konsumen telah memperoleh alternatif yang dipilih maka tahap selanjutnya adalah pembelian. Engel et al. (1995) mengemukakan bahwa dalam model perilaku konsumen, pembelian merupakan fungsi dari niat pembelian dan faktor lingkungan dan atau perbedaan individual. Faktor pembelian dapat dipengaruhi oleh sikap orang lain seperti intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. e) Evaluasi Pasca Pembelian Konsumen tidak berhenti pada tahap pembelian, namun konsumen akan melakukan evaluasi terhadap pilihan produk yang dibelinya. Pada tahap hasil pembelian, konsumen melakukan evaluasi untuk mengetahui alternatif yang dipilih telah memenuhi kebutuhan dan harapan segera setelah digunakan (Engel et al 1995), Hasil dari evaluasi adalah kepuasaan dan ketidakpuasan. 34 3.1.9 Bauran pemasaran Bauran pemasaran akan berimplikasi terhadap strategi pemasaran yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Bauran pemasaran ini muncul setelah terjadinya proses keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen (Engel et al. 1994). Suatu proses keputusan pembelian konsumen akan membuat perusahaan menyusun dan meningkatkan strategi pemasaran yang dilihat dari bauran pemasaran. Pada mulanya bauran pemasaran terdiri dari 4P, yaitu product (produk), place (tempat), promotion (promosi), dan price (harga). Selain itu, saat ini ada pula bauran pemasaran yang terdiri dari 7P, yaitu bauran pemasaran 4P ditambah dengan people (orang), process (proses), dan physical evidence (bukti fisik). Bauran pemasaran 4P lebih tepat digunakan pada perusahaan yang menjual produk, sedangkan bauran pemasaran 7P lebih tepat digunakan pada perusahaan yang tidak hanya menjual produk, melainkan juga menjual pelayanan atau jasa seperti restoran, cafe, dan lainnya (Umar 2003). Bauran pemasaran 7P tersebut terdiri dari: 1) Product Merupakan benda yang tampak dan nyata atau jasa yang tidak tampak yang diproduksi dalam skala besar dan berkaitan dengan apa yang diharapkan konsumen. 2) Price Sejumlah uang yang harus dibayarkan untuk sebuah produk atau jasa, atau jumlah dari nilai-nilai yang ditukarkan konsumen untuk keuntungan yang didapat atau kegunaan produk dan jasa. Perubahan harga apapun akan menimbulkan reaksi dari pelanggan dan pesaing. 3) Place Tempat dimana produk dapat dibeli oleh konsumen, atau dimana proses produksi dilakukan oleh produsen. Pemilihan lokasi yang optimal didasarkan atas perilaku pelopor usaha. 4) Promotion Mempresentasikan semua komunikasi yang mungkin dipakai oleh pelaku pasar di dalam pasar. Pada hakikatnya, promosi adalah suatu bentuk komunikasi pemasaran yang merupakan aktivitas pemasaran yang berusaha 35 menyebarkan informasi, mempengaruhi, membujuk, atau mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli, serta loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan. 5) People Semua pelaku yang memainkan peranan dalam penyajian jasa sehingga dapat mempengaruhi persepsi pembeli. Elemen-elemen yang termasuk di dalamnya yaitu pegawai perusahaan, konsumen, dan konsumen lain dalam lingkungan jasa. 6) Process Seluruh prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktivitas yang digunakan untuk menyampaikan jasa. Proses dalam jasa merupakan faktor utama dalam bauran pemasaran jasa. 7) Physical evidence Merupakan suatu hal yang secara nyata turut mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli dan menggunakan produk jasa yang ditawarkan. Unsur-unsur yang termasuk di dalamnya yaitu bangunan fisik, peralatan, perlengkapan, logo, warna, dan barang-barang lainnya yang disatukan dengan pelayanan yang diberikan. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Pertumbuhan jumlah penduduk DKI Jakarta memberikan dampak pada peningkatan pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Saat ini terjadi perubahan pola konsumsi pada masyarakat DKI Jakarta yang semakin praktis dan dinamis. Hal tersebut mengindikasikan bahwa masyarakat Jakarta mulai membutuhkan pemenuhan kebutuhan makan di luar rumah. Salah satu jasa penyedia makanan jadi di DKI Jakarta yang saat ini telah berkembang adalah restoran. Perkembangan bisnis restoran di Kota Jakarta yang terus meningkat mengakibatkan semakin tingginya persaingan restoran di DKI Jakarta dalam mendapatkan dan mempertahankan konsumen. Salah satu restoran yang saat ini berkembang di DKI Jakarta adalah restoran yang mengolah daging bebek. Restoran Bebek Kaleyo merupakan salah satu restoran yang terletak di DKI 36 Jakarta, tepatnya di Jalan Raden Inten 2 No. 3B Buaran, Jakarta Timur yang menyajikan menu andalan dengan bahan baku dasar bebek. Restoran Bebek Kaleyo harus memperhatikan kepuasan konsumennya serta mengetahui karakteristik konsumen yang datang berkunjung ke restoran tersebut, untuk mendapatkan serta mempertahankan konsumen yang telah ada. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis Importance Performance Analysis (IPA) serta Customer Satisfaction Index (CSI). Analisis deskriptif dalam penelitian ini dapat menjelaskan karakteristik konsumen yang berguna untuk mengetahui segmen dan target pasar dari Restoran Bebek Kaleyo. Metode IPA berguna untuk mengetahui tingkat kepentingan dan tingkat kinerja atribut produk. Metode CSI berguna untuk menentukan tingkat kepuasan konsumen secara menyeluruh dengan pendekatan penilaian kinerja dan kepentingan dari konsumen. Selanjutnya dilakukan analisis mengenai tingkat loyalitas konsumen yang dilihat dari tingkatan brand loyalty. Ada lima tingkatan dalam piramida brand loyalty yaitu switcher buyer, habitual buyer, satisfied buyer, liking the brand, dan committed buyer. Hasil dari piramida brand loyalty yang terbalik akan menggambarkan bahwa loyalitas konsumen tersebut sudah baik. Hal ini dikarenakan jumlah responden yang masuk kategori committed buyer menduduki peringkat terbesar dan merupakan pelanggan setia restoran tersebut. Pada akhirnya, dari keseluruhan hal tersebut akan direkomendasikan alternatif strategi bauran pemasaran bagi perusahaan. Gambar kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 4. 37 Jumlah penduduk meningkat Konsumsi makanan jadi meningkat Tuntutan kepraktisan Peningkatan jumlah restoran di Kota Jakarta Persaingan antar restoran di Jakarta meningkat Bebek Kaleyo adalah salah satu restoran yang beroperasi di Jakarta Bebek Kaleyo bersaing untuk bertahan dari restoran-restoran lainnya Karakteristik konsumen Karakteristik demografi : Usia, jenis kelamin, status pernikahan, tempat tinggal, pendapatan, pendidikan dan pekerjaan Analisis Tingkat Loyalitas Analisis proses keputusan pembelian: Pengenalan kebutuhan, Pencarian informasi, Evaluasi alternatif, Pembelian, Hasil pembelian Switcher Buyer Habitual Buyer Satisfied Buyer Liking The Brand Committed Buyer Analisis Tingkat Kepuasan Atribut Produk Tingkat Kinerja Atribut Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI) Analisis Deskriptif Implikasi Strategi Pemasaran Bebek Kaleyo Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional 38