BAB II SHOLAT BERJAMA’AH DAN PERILAKU KEAGAMAAN A. Sholat Berjama’ah 1. Pengertian Sholat Berjama’ah Sholat adalah rukun Islam kedua dan merupakan rukun Islam yang amat penting setelah syahadatain. Sholat merupakan ibadah yang harus ditunaikan dalam waktunya yang terbatas (sholat memiliki waktuwaktu tertentu) dan Allah SWT memerintahkan Umat Islam untuk selalu mengerjakannya. Sesuai dalam Firman Allah SWT: ودا َو َعلَى ُجنُوبِ ُك ْم فَِإذَا اط َْمأْنَ ْنتُ ْم َّ ض ْيتُ ُم َ َفَِإذَا ق ً ُالص ََلةَ فَاذْ ُك ُروا اللَّهَ قِيَ ًاما َوقُع ِ ِِ )103 ( ين كِتَابًا َم ْوقُوتًا َّ الص ََل َة إِ َّن َّ يموا ْ َالص ََل َة َكان ُ فَأَق َ ت َعلَى ال ُْم ْؤمن Artinya: “Apabila kalian selesai melaksanakan sholat khauf, yaitu sholat dalam situasi perang seperti di atas, jangan lupa berzikir kepada Allah. Berzikirlah kepada-Nya dalam keadaan berdiri, berperang, duduk dan tidur. Karena, dzikir dengan menyebut nama Allah akan dapat memantapkan dan menenangkan hati. Jika rasa takut telah hilang, laksanakanlah salat dengan sempurna. Sebab, pada dasarnya, sholat merupakan kewajiban umat Islam yang mempunyai waktu-waktu tertentu.” (QS. An-Nisa:103). Sungguh telah banyak kaum muslimin yang meninggalkan sholat, baik itu yang tidak mendirikan sholat sama sekali ataupun menyia-nyiakan sholat dengan mengakhirkan waktunya. Allah SWT 23 24 telah mengancam orang-orang yang meremehkan dan mengakhirkan sholat dari waktunya, yang tidak hanya berupa penghinaan di dunia akan tetapi juga penghinaan di akhirat kelak. Kata Jama‟ah menurut bahasa adalah Al-jama’ah secara bahasa berasal dari kata al Jam’u. Al Jama’ah menurut istilah fuqaha adalah bilangan manusia yang berjumlah banyak, Al Kasani berkata:“Al Jama’ah terambil dari kata al ijtima”. Jumlah terkecil sebuah jama‟ah adalah terdiri atas dua orang yaitu antara imam dan makmum.1 Sholat jama‟ah adalah sholat yang dikerjakan secara bersama-sama di bawah pimpinan imam, dan dibelakang barisan imam ada makmum sebagai pengikutnya. Maka apabila dua orang sembahyang bersama-sama dan salah seorang dari mereka mengikuti yang lainnya disebut sholat berjama‟ah.2 Sholat berjama‟ah paling sedikit dilakukan oleh minimal dua orang, namun semakin banyak orang menjalankan sholat dengan berjama‟ah maka jauh lebih baik, karena Sholat berjama'ah memiliki nilai 27 derajat lebih baik daripada sholat sendiri. Oleh sebab itu kita diharapkan lebih mengutamakan membiaskan ibadah sholat berjama‟ah dari pada mengerjakan sholat sendirian. 1 Sholih bin Ghanim bin Abdullah As-Sadlani, terjemahan. M. Nur Abrari, Sholat Berjama’ah Panduan Hukum, Adab, Hikmah, Sunnah dan Peringatan penting tentang pelaksanaan Shalat berjama’ah Cet. I, (Solo: Pustaka Arafah, 2002), hlm. 17-18. 2 Muhammad Baqir al-Habsyi, Fiqh Praktis: Menurut Al-qur’an, As-sunnah dan Pendapat Para Ulama, (Bandung: Mizan, 1999), hlm. 193. 25 2. Hukum dan Keutamaan Sholat Berjama’ah Jumhur ulama sependapat bahwa sholat berjama‟ah secara umum adalah lebih afdhol dari pada sholat sendirian. Namun dalam keadaan-keadaan tertentu, para ulama berbeda pendapat tentang hukum sholat jama‟ah, yaitu: a. Malikiyah, diantara mereka berpendapat bahwa sholat jama‟ah sunnah muakkad dan ada yang berpendapat fardhu kifayah.3 b. Hanabilah, berpendapat wajib „ain atas orang-orang lelaki yang dapat melaksanakannya walaupun dalam keadaan musafir dan takut. c. Syafi‟iyah, menentukan kewajiban sebagai fardhu „ain, bila tidak ada di suatu kota/desa selain dua orang muslim yang dapat berjama‟ah, agar mempertahankan syi‟ar Islam dan sunnah Nabi Muhammad SAW, apabila jama‟ah sudah melaksanakan maka terbalik hukumnya menjadi fardhu kifayah. d. Hanafiyah, berpendapat bahwa sholat jama‟ah adalah sunnah muakkadah hampir sama dengan wajib, berdosalah siapa yang biasa meninggalkannya.4 3 Muhammad Hasbi „Ash Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001), hlm. 434. 4 Imam Ahmad Ibnu Hambal, Betulkah Sholat Anda, terjemahan Umar Hubeis Bey Arifin, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hlm. 125. 26 Sholat berjama‟ah diperintahkan untuk dilaksanakan, dalam keadaan apapun termasuk ketika perang sekalipun, dapat dilihat beberapa Firman Allah SWT, yakni: 1) Q.S An- Nisa ayat 102 …. Artinya: “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, Maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu…”. 2) Q.S Al-Baqarah ayat 43 Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.” 3) Q.S Ali 'Imran ayat 43 Artinya: “Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan ruku'lah bersama orang-orang yang ruku',” 4) Hadits Rasulullah SAW. Hadits Nabi Muhammad SAW banyak sekali yang menjelaskan tentang keutamaan sholat berjam‟ah, diantaranya: ِ ِ اع ِة َ ْج َم َ : صلّى ا هللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم َ َع ْن ابْ ِن عُ َم َر قَا َل َر ُس ْو ُل اهلل َ ص ََل ةُ ال ص ًَلةِ الْ َ ِّذ بِ َ ْ ٍع َو ِع ْ ِرْ َن َد َر َج ْة َ ْ َت َ ض ُ َعلَى 27 Artinya: “Dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW telah bersabda: kebaikan sembahyang berjama’ah melebihi sembahyang sendirian sebanyak 27 derajat.” (HR. Bukhori dan Muslim).5 Mengenai Keutamaan Sholat berjama‟ah disamping lebih utama dan pahala dilipat gandakan apabila melaksanakan ibadah sholat dengan berjama‟ah, keutamaan yang lainnya juga sebagai: a) Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Sholat seseorang dengan berjama’ah itu dilipatkan dua puluh tujuh kali lipat atas ibadah yang telah dikerjakan. Apabila ia berwudhu dengan sempurna, kemudian keluar menuju ke masjid dengan niat hanya untuk sholat, maka setiap kali ia melangkah, derajatnya dinaikkan dan kesalahan (dosanya) diturunkan, ketika ia melakukan sholat, malaikat senantiasa memohonkan ampun dan rahmat untuknya seraya mendo’akan: “Ya Allah ampunilah dia, Ya Allah rahmatilah dia. Dan tetap dianggap berada dalam sholat (mendapat pahala seperti itu), selama ia menanti sholat.” (HR. Bukhari dan Muslim).” b) Dari Ibnu Mas‟ud ra., ia berkata: “Barang siapa merasa senang apabila bertemu Allah Ta’ala besok (pada hari kiamat) dalam keadaan muslim, maka hendaklah ia memelihara shalat pada waktunya, ketika mendengar suara adzan. Sesungguhnya Allah SWT telah mensyari’atkan kepada Nabi Muhammad SAW jalan-jalan petunjuk. Seandainya kalian melakukan sholat itu di rumah sebagai kebiasaan orang yang tidak suka berjama’ah, niscaya kalian telah meninggalkan sunnah Nabi Muhammad SAW, pasti kalian sesat. Aku benar-benar melihat di antara kita tidak ada yang meninggalkan sholat jama’ah, kecuali orang-orang munafik yang benar-benar munafik. Sungguh pernah terjadi seorang lelaki diantar ke masjid, ia terhuyung-huyung di antara dua orang, sampai ia diberdirikan dalam shaf (barisan shalat).” (HR. Muslim) c) Sarana penyatuan hati dan fisik, saling mengenal dan saling mendukung satu sama lain. Rasulullah SAW terbiasa menghadap ke 5 Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Ibadah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003), hlm. 349. 28 ma‟mum begitu selesai sholat dan menanyakan mereka-mereka yang tidak hadir dalam sholat berjama‟ah, para sahabat juga terbiasa untuk sekedar berbicara setelah selesai sholat sebelum pulang kerumah. Dari Jabir bin Sumrah RA berkata: “Rasulullah SAW baru berdiri meninggalkan tempat salatnya diwaktu shubuh ketika matahari telah terbit. Apabila matahari sudah terbit, barulah beliau berdiri untuk pulang. Sementara itu di dalam masjid orang-orang membincangkan peristiwa-peristiwa yang mereka kerjakan di masa jahiliyah. Kadang-kadang mereka tertawa bersama dan Nabi SAW pun ikut tersenyum.”. d) Membiasakan kehidupan yang teratur dan disiplin. Pembiasaan ini dilatih dengan mematuhi tata tertib hubungan antara imam dan ma‟mum, misalnya tidak boleh menyamai apalagi mendahului gerakan imam menjaga kesempurnaan shaf-shaf sholat. e) Dari Abu Darda‟ ra., ia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Apabila di suatu desa atau kampung terdapat tiga orang, dan di situ tidak diadakan sholat jamaah niscaya mereka telah dijajah oleh setan. Oleh karena itu hendaklah kamu sekalian selalu mengerjakan sholat dengan berjama’ah sebab serigala itu hanya menerkam kambing yang jauh terpencil dari kawan-kawannya.” (HR. Abu Dawud)6 3. Hikmah Sholat Berjama’ah Perhatian besar Rasulullah SAW ini cukup beralasan, karena mengerjakan sholat dengan berjama‟ah akan mendapat manfaat bagi umat Islam serta mengandung beberapa hikmah, baik untuk maslahat 6 Santi Susan, “Makalah tentang Sholat Berjama‟ah”, http://sntsusan.blogspot.com /2014/01/makalah-tentang-shalat-berjamaah.html. (2014). Diakses, 23 Maret 2015. 29 dunia dan akhirat mereka. Adapun beberapa hikmah dan manfaat yang bisa diambil umat Islam dari membiasakan melaksanakan sholat berjama‟ah, yakni: a. Allah SWT telah mensyariatkan pertemuan bagi umat Islam pada waktu-waktu tertentu dalam pelaksanaan ibadah sholat yang dikerjakan secara berjama‟ah. Semua ini untuk menjalin hubungan persaudaraan dan kasih sayang sesama umat Islam, juga dalam rangka membersihkan hati sekaligus dakwah ke jalan Allah, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. b. Sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT melalui pembiasaan sholat berjama‟ah dalam rangka memperoleh pahala dari-Nya dan takut akan adzab-Nya. c. Berjama‟ah menjadi sarana turunnya rahmat dan keberkahan dari Allah SWT dan menumbuhkan semangat dalam diri seseorang untuk meningkatkan amal shalihnya dikarenakan ia melihat semangat ibadah dan amal shalih saudaranya yang hadir berjamaah bersamanya. d. Menjadi sarana untuk berdakwah, baik dengan lisan maupun perbuatan. Berkumpulnya kaum muslimin pada waktu-waktu tertentu akan mendidik mereka untuk senantiasa mengatur dan menjaga waktu. e. Menanamkan rasa saling mencintai. Melalui pelaksanaan sholat berjama‟ah, akan saling mengetahui keadaan sesamanya. Jika ada 30 yang sakit dijenguk, ada yang meninggal di antarkan jenazahnya, dan jika ada yang kesusahan cepat dibantu. Karena seringnya bertemu, maka akan tumbuh dalam diri umat Islam rasa cinta dan kasih sayang. f. Ta'aruf (saling mengenal). Jika orang-orang mengerjakan sholat secara berjamaah akan terwujud ta'aruf. Darinya akan diketahui beberapa kerabat sehingga akan tersambung kembali tali silaturahim yang hampir putus dan terkuatkan kembali yang sebelumnya telah renggang. g. Memberi tahu orang yang bodoh terhadap syariat agamanya. Melalui sholat berjama‟ah, seorang muslim akan mengetahui beberapa persoalan dan hukum sholat yang sebelumnya tidak diketahuinya, dengan mendengarkan bacaan yang bisa dipetik manfaat sekaligus dijadikan pelajaran. Melalui pembiasaan yang sering didengar ini akan lebih memudahkan dalam menghafalnya. Dari sini, orang yang belum mengetahui tentang syariat sholat, khususnya, bisa mengetahuinya. h. Memberikan motivasi bagi orang yang belum bisa rutin menjalankan sholat berjama‟ah, sekaligus mengarahkan dan membimbingnya seraya saling mengingatkan untuk membela kebenaran dan senantiasa bersabar dalam menjalankannya. i. Membiasakan umat Islam untuk senantiasa bersatu dan tidak berpecah belah. Dalam berjamaah terdapat kekuasaan kecil, karena 31 terdapat imam yang diikuti dan ditaati secara tepat. Hal ini akan membentuk pandangan Islam secara benar dan tepat tentang pentingnya kepemimpinan (imamah atau khilafah) dalam Islam. j. Membiasakan seseorang untuk bisa menahan diri dari menuruti kemauan egonya. Ketika dia mengikuti imam secara tepat, tidak bertakbir sebelum imam bertakbir, tidak mendahului gerakan imam dan tidak pula terlambat jauh darinya serta tidak melakukan gerakan bebarengan dengannya, maka dia akan terbiasa mengendalikan dirinya. k. Membangkitkan perasaan orang muslim dalam barisan jihad, sebagaimana yang Allah firmankan: ِِ ِ ِ ِ ِ وو ص ًّف ا َكأَنَّ ُ ْم بُْن يَ ٌن ص ٌن ُ ان َم ْر َ إِ َّن اللَّهَ ُ ُّب الَّ َن ُ َ اتلُو َن ف َسِيله Artinya: "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh." (QS. Ash Shaff: 4) Dengan demikian Orang yang mengerjakan sholat lima waktu dengan berjamaah dan membiasakan untuk berbaris rapi, lurus dan rapat, akan menumbuhkan dalam dirinya kesetiaan terhadap komandan dalam barisan jihad sehingga dia tidak mendahului dan tidak menunda perintah-perintahnya. 32 l. Menumbuhkan perasaan sama dan sederajat dan menghilang status sosial yang terkadang menjadi sekat pembatas di antara mereka. 7 B. Perilaku Keagamaan 1. Pengertian Perilaku Keagamaan Perilaku keberagamaan berasal dari dua kata yaitu perilaku dan keagamaan, untuk menjabarkan perilaku keagamaan dengan cara mengartikan kata per kata, kata perilaku berarti “Behavior The total response motor and glandular which on organism makes to any situations with it is faced” yaitu tingkah laku adalah tanggapan menyeluruh, motorik dan kelenjar yang diberikan suatu organisme pada situasi yang dihadapinya. 8 Sedangkan kata keagamaan berasal dari dasar agama yang berarti sistem, prinsip kepercayaan kepada Allah SWT dengan ajaran kebaktian dan kewajiban yang bertalian akan kepercayaan. Kata keagamaan sudah mendapat awalan “ke” dan akhiran “an” yang mempunyai arti segala tindakan yang berhubungan dengan agama.9 Menurut Mursal dan H. M, Taher perilaku keagamaan adalah tingkah laku yang didasarkan atas kesadaran tentang adanya Allah Yang Maha Esa. Seperti aktivitas keagamaan sholat, zakat, puasa dan 7 Gita amanda, “Pengertian dan Keutamaan Sholat berjama‟ah”, https://bhanysadar.wordpress.com/2011/01/22/pengertian-dan-keutamaan-shalat-berjamaah. (2012). Diakses, 23 Maret 2015. 8 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 44. 9 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), hlm. 755. 33 sebagainya.10 Fitrah keagamaan anak sejatinya sudah dikaruniakan oleh Allah SWT, supaya kita dapat menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dasar perilaku keagamaan tercantum dalam Q.S. Ali Imron: 102: َا أَُّب َ ا الَّ ِ َن آ ََمنُوا اتَّ ُوا اللَّهَ َح َّق تُ َ اتِِه َوََل تَ ُموتُ َّن إََِّل َوأَنْتُ ْم ُم ْ لِ ُمو َن Artinya: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sungguh-sungguh takwa dan janganlah kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. (Q.S. Ali Imron: 102). Terbentuknya perilaku keagamaan anak ditentukan oleh keseluruhan pembiasaan pengalaman yang disadari anak. Sehingga perilaku keagamaan merupakan suatu kesatuan perbuatan dari manusia yang mencakup tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari baik dengan hubungannya kepada Allah, sesama Muslim, dengan lingkungannya, serta berdasarkan ajaran agama islam yang diharapkan anak akan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT sesuai nilai-nilai agama Islam yang ada. 2. Bentuk-bentuk perilaku keagamaan Fitrah keagamaan atau cenderung hidup beragama sebenarnya sudah ada sejak lahir, potensi beragama setiap anak harus dikembangkan oleh orang tua masing-masing, melalui pendidikan dan latihan. Perubahan perilaku anak terjadi seiring bertambahnya usia, latihan, pembiasaan, pengalaman yang diperolehnya baik dari diri anak 10 Mursal dan H. M. Taher, Kamus Ilmu Jiwa dan Pendidikan, (Bandung: Al-Ma‟arif, 1980), hlm. 121. 34 maupun lingkungan, sehingga akan terbentuk satu sikap kuat untuk mendalami ajaran agama dalam dirinya. Menurut Skinner, kegiatan keagaman menjadi faktor penguat sebagai perilaku yang meredakan ketegangan. Lembaga-lembaga sosial termasuk lembaga keagamaan, bertugas menjaga dan mempertahankan perilaku atau kebiasaan masyarakat. Manusia menanggapi tuntutan yang terkandung dalam lembaga itu dan ikut melestarikan lewat cara mengikuti aturan-aturan yang telah baku. Sejalan dengan prinsip teorinya, bahwa behaviorisme memandang perilaku manusia itu lahir karena adanya stimulant (rangsangan dari luar dirinya). Manusia berperilaku agama karena didorong oleh rangsangan hukuman dan hadiah (pahala). Manusia hanyalah sebuah robot yang bergerak secara mekanis menurut pemberian hukuman dan hadiah. 11 Maslow menyatakan bahwa kebutuhan manusia memiliki kebutuhan yang bertingkat dari yang paling dasar hingga kebutuhan yang paling puncak. Pertama, kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan dasar untuk hidup seperti makan, minum, istirahat, dan sebagainya. Kedua, kebutuhan akan rasa aman yang mendorong orang untuk bebas dari rasa takut dan cemas. Kebutuhan ini dimanifestasikan antara lain dalam bentuk tempat tinggal yang permanen. Ketiga, kebutuhan akan 11 Djamaluddin Ancok Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 72-73. 35 rasa kasih sayang, antara lain berupa pemenuhan hubungan antar manusia. Keempat, kebutuhan akan harga diri.12 Agama tampaknya memang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Agama sangat penting bagi manusia terutama bagi orang yang berilmu, apapun disiplin ilmunya, karena dengan agama ilmunya akan lebih bermakna. Bagi kita umat islam, agama yang dimaksud adalah agama yang kita peluk yaitu agama islam. Pengingkaran manusia terhadap agama agaknya dikarenakan faktor-faktor tertentu baik yang disebabkan oleh kepribadian maupun lingkungan masingmasing. Namun, untuk menutupi atau meniadakan sama sekali dorongan dan rasa keagamaan tampaknya sulit dilakukan, manusia ternyata memiliki unsur batin yang cenderung mendorongnya untuk tunduk kepada zat yang ghoib. Ketundukan ini merupakan bagian dari faktor intern manusia yang dalam psiokologi kepribadian dinamakan pribadi (self) ataupun hati nurani (conscience of man). Agama sebagai fitrah manusia telah dinashkan dalam al-Qur‟an, sesuai dengan Firman Allah SWT, yaitu: ِ ِ ِ ك لِ ِّذ َِّ ِ َّ َ َ فَأَقِ ْم َو ْج َ لد ِن َحني ً ا فط َْرَة الله الت فَطََر الن َ َّاس َعلَْي َ ا ََل تَ ْد ِ الد ُن الْ َ يِّذ ُم َولَ ِك َّن أَ ْكثَ َر الن ك ِّذ )30 ( َّاس ََل َ ْعلَ ُمو َن َ ِلِ َخل ِْق اللَّ ِه َذل Artinya:“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) 12 Ibid., hlm. 49. 36 agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS:Ar-Ruum:30) Dalam al-Qur‟an dan terjemahannya dijelaskan bahwa fitrah Allah SWT maksudnya ciptaan Allah SWT. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidak wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan.13 Bentuk ibadah yang sering dilakukan adalah pelaksanaan disekitar lingkungan adalah sholat, puasa, zakat, membaca Al-qur‟an dan menghafal do‟a. Salah satu bentuk perilaku keagamaan yakni: a. Sholat Secara harfiah kata sholat berasal dari bahasa arab, yaitu kata kerja “Shalla” yang artinya berdo‟a atau sembahyang.14 Sedangkan menurut istilah sholat berarti suatu sistem ibadah yang tersususn dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri salam berdasarkan atas syarat dan rukun tertentu, sholat juga merupakan ibadah yang dapat membawa manusia dekat dengan Allah SWT.15 Dalam melaksanakan sholat seseorang memuja kemahasucian Allah SWT, menyerahkan diri, memohon ampun, dan meminta perlindungan serta minta petunjuk atas segala hal yang dianggap sesat oleh Allah SWT. 13 Jalaluddin Rahmat, Psikologi Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 153-159. 14 Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab Indonesia, (Jakarta: Al-Qur‟an. 1975), hlm. 220. Ali Hasan, Hikmah Sholat dan Hikmah Tuntunanya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 19. 15 37 Ibadah sholat juga dapat menjauhkan seseorang dari perbuatan keji dan mungkar, sebagaimana Firman Allah SWT dalam QS. AlAnkabut: 45: ِ ك ِمن ال ِ ِ ِ َْكت الص ََلةَ تَ ْن َ ى َع ِن َّ الص ََلةَ إِ َّن َّ اب َوأَقِ ِم َ َ اتْ ُ َما أُوح َ إلَْي ِ ِ ِ )45 ( صنَ عُو َن ْ َالْ َ ْ َ اء َوال ُْم ْن َك ِر َولَ ْك ُر اللَّه أَ ْكَ ُر َواللَّهُ َ ْعلَ ُم َما ت Artinya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu yaitu Al-Kitab (Alqur’an) dan dirikanlah sholat. Karena sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (sholat) adalah lebih besar keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain, dan Allah SWT megetahui apa yang kamu kerjakan. 3. Aspek-aspek Perilaku Keagamaan Perilaku beragama mencakup tiga aspek yaitu: a. Iman Iman secara etimologi ialah yakin, sedangkan menurut terminologi adalah keyakinan yang bersifat khusus (keyakinan kepada Allah SWT, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rosul-Nya, hari akhir dan takdir baik ataupun buruk).16 Ada beberapa hal yang berkenaan dengan iman, yakni: 1) Iman adalah asas diterimanya amal Orang yang tidak beriman amalnya akan ditolak Allah SWT dan sebaliknya apabila orang itu beriman maka ia akan mendapatkan 16 Kaelany, Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 58. 38 pahala. Hal itu sebagaimana dalam firman Allah SWT pada QS. Al-Anbiya‟: 94: ِ ِ ِالصال ات َو ُه َو ُم ْؤِم ٌنن فَ ََل ُك ْ َرا َن لِ َ ْعيِ ِه َوإِنَّا لَهُ َكاتُِو َن َ َّ فَ َم ْن َ ْع َم ْ م َن Artinya: “Maka barang siapa yang mengerjakan amal sholeh, sedang ia beriman, maka tidak ada pengingkaran terhadap amalanya itu dan sesungguhnya Kami menuliskan amalannya itu untuknya.” 2) Iman bukan sekedar keyakinan Iman bukan sekedar keyakinan karena iman yang benar mencakup dua hal yakni: keyakinan yang tidak dicampuri keraguan dan amalan sebagai pembenaran keyakinan. Iman harus utuh tidak boleh setengah-setengah dan bisa bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. b. Islam Islam secara bahasa berarti tunduk dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT, sedangkan menurut syariat Islam adalah agama yang datangnya dari Allah SWT yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya, dan bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW adalah untusan Allah, mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan ramadlan dan berhaji bagi yang mampu.17 17 Kaelany, op.cit., hlm. 33 39 c. Ihsan Ihsan adalah beribadah kepada Allah SWT dengan penuh antusias dan bermunajat kepada-Nya. Jika hal itu sulit diraih, tingkatan dibawahnya ialah beribadah kepada Allah SWT dengan rasa takut akan adzab di akhirat kelak. Keberagamaan diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia, aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (ibadah), tetapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural. Bukan hanya berkaitan akan aktivitas yang tampak saja namun juga tertanam dihati seseorang, karena keberagamaan seseorang akan meliputi berbagai dimensi. Dimensi keagamaan menurut Glock dan Stark yang dikutip oleh Djamaluddin Ancok, ada lima macam diantaranya: 1) Dimensi Keyakinan Dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan para penganutnya supaya taat dalam beribadah. 2) Dimensi Praktik Agama Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan oleh orang untuk menunjukkan komitmen 40 terhadap agama, seperti mengerjakan perintah sholat dan sebagainya. 3) Dimensi Pengalaman Pengalaman keagamaan akan menentukan anak dalam bertindak pada kesehariannya, dimensi ini berisikan tentang fatwa-fatwa agama yang dapat memberikan informasi kepada anak mengenai pengalaman beragama. 4) Dimensi Pengetahuan Agama Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, kitab suci dan tradisi-tradisi. Dimensi pengetahuan agama meliputi pengetahuan siswa tentang materi pendidikan islam sebagai bekal dikehidupannya untuk melaksanakan hal-hal yang berkenaan dengan agama. 5) Dimensi pengamalan atau konsekuensi Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman dan pengetahuan seseorang. Dimensi konsekuensi mencakup perbuatan. Seseoarang yang mempunyai konsekuensi beragama mempunyai pegangan agama yang teguh dan tercermin dalam perilaku kehidupan sehari-hari, seperti melakukan sholat dluhur berjama‟ah bersama temanteman sebayanya di lingkungan sekolah.18 18 Djamaluddin Ancok Fuad Nashori Suroso, op.cit., hlm. 77. 41 4. Faktor yang mempengaruhi Perilaku Keagamaan Pembentukan perilaku manusia tidak akan terjadi dengan sendirinya akan tetapi selalu berlangsung sesuai interaksi manusia berkenaan obyek tertentu, pembentukan perilaku keagamaan anak secara garis besarnya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: a. Faktor internal Faktor internal ada empat macam, antara lain: 1) Hereditas Setiap anak yang lahir ke dunia ini menurut fitrah kejadiannya mempunyai potensi beragama atau keimanan kepada Allah SWT atau percaya adanya kekuatan di luar dirinya yang mengatur hidup dan kehidupan alam semesta. Dalam perkembanganya, fitrah beragama ini ada yang berjalan alamiah ada juga yang sesuai dengan kehendak-Nya. Faktor hereditas ini dalam Islam dipandang sangat penting dan berpengaruh dalam perkembangan perilaku keagamaan anak, sebagaimana yang telah diterangkan oleh Nabi Muhammad SAW:“Wanita itu dinikahi karena empat hal yaitu kecantikan, harta, nasab, dan agamanya. Maka pilihlah yang paling baik agamanya.” 2) Tingkat Usia Usia remaja anak cenderung masih berfikiran labil, rasa keberagamaan yang dimiliki mudah dipengaruhi oleh teman 42 sebaya atau lingkungan sekitarnya. Apabila teman sebaya dan lingkungan sekitarnya mengajak ke hal-hal positif maka perilaku kegamaan yang ditunjukkan akan ikut menjadi positif pula, sebaliknya apabila teman sebayanya mengajak bergaul kearah yang kurang semestinya maka perilaku anak secara otomatis akan terarah ke hal yang tidak sepantasnya. 3) Kepribadian Pembentukan kepribadian ini dapat dipengaruhi berbagai macam alasan, bisa karena pengalaman, lingkungan, maupun unsur bawaan yang akan memberikan kekhasan pada masingmasing anak. Menurut Sigmund Freud merumuskan sistem kepribadian menjadi tiga sistem. Ketiga sistem ini dinamakan id, ego, super ego. Dalam diri orang yang memiliki jiwa yang sehat, apabila ketiga sistem itu bekerja dalam suatu susunan yang harmonis. Segala bentuk tujuan dan segala gerak-geriknya selalu memenuhi keperluan dan keinginan manusia yang pokok. Sebaliknya, kalau ketiga sistem itu bekerja secara bertentangan satu sama lainnya, maka orang tersebut dinamai sebagai orang yang tak dapat menyesuaikan diri. Ia menjadi tidak puas dengan diri dan lingkungannya. Dengan kata lain, efisiensinya menjadi berkurang. 43 Ketiga sistem kepribadian yang dimaksudkan oleh Sigmund Freud antara lain: a. Id Sebagai suatu sistem id mempunyai fungsi menunaikan prinsip asli manusia berupa penyaluran dorongan naluriah, yang bertujuan untuk membebaskan manusia dari ketegangan dorongan naluri dasar: makan, minum, dll. b. Ego Ego merupakan sistem yang berfungsi menyalurkan dorongan Id ke keadaan yang nyata. Dalam fungsinya, ego berpegang pada prinsip kenyataan (reality principle). Tujuan prinsip kenyataan ini ialah mencari objek yang tepat (serasi) untuk mereduksikan ketegangan yang timbul dalam organisme. Ego memiliki kesadaran untuk menyelaraskan dorongan yang baik dan buruk hingga tidak terjadi kegelisahan atau ketegangan batin. Segala bentuk dorongan naluri dasar yang berasal dari Id hanya dapat direalisasi dalam bentuk nyata melalui bantuan Ego. Ego juga mengandung prinsip kesadaran. c. Super Ego Sebagai suatu system yang memiliki unsur moral dan keadilan, maka sebagian besar super ego memiliki alam ideal. Tujuan super ego adalah membawa individu kearah kesempurnaan sesuai dengan pertimbangan keadilan dan moral. Ia merupakan 44 kode modal seseorang dan berfungsi pula sebagai pengawas tindakan yang dilakukan oleh ego. Jika tindakan itu sesuai dengan pertimbangan moral dan keadilan, maka ego mendapat ganjaran berupa rasa puas atau senang. Sebaliknya jika bertentangan, maka ego menerima hukuman berupa rasa gelisah dan cemas. Super ego mempunyai dua anak system, yaitu ego ideal dan hati nurani. Super Ego, yang berfungsi sebagai pemberi ganjaran batin baik berupa penghargaan (rasa puas, senang, berhasil) maupun berupa hukuman (rasa bersalah, berdosa, dan menyesal). Penghargaan batin diperankan oleh ego-ideal, sedangkan hukuman batin dilakukan oleh hati nurani. 4) Kondisi kejiwaan Remaja Kedaaan kondisi jiwa dapat dilihat dari lingkungan sekitar anak, baik keluarga, teman sebaya, guru maupun masyarakat tempat anak itu bersosialisasi. b. Faktor Eksternal 1) Keluarga Keluarga merupakan pendidikan pertama dan sekaligus tempat pembentukan jiwa keagamaan anak. Pendidikan agama yang dilakukan orang tua sejak dini akan terekam kuat dalam memori anak, faktor inilah yang akan membentuk arah keyakinan anak terhadap kebenaran agama yang dianutnya. Terkait hal ini 45 Nabi Muhammad SAW pernah bersabda yang intinya menegaskan bahwa bentuk keyakinan yang dianut anak sepenuhnya tergantung dari bimbingan, pemeliharaan dan pengaruh yang diberikan orang tuanya. Oleh karena itu, sikap mental keagamaan yang baik perlu dilakukan melalui pembiasaan yang dimulai dari kehidupan keluarga.19 Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Surat At-Tahrim ayat: 6, yakni: َُّاس َوالْ ِ َج َارة ُ َُا أَُّب َ ا الَّ ِ َن آ ََمنُوا قُوا أَنْ ُ َ ُك ْم َوأ َْهلِي ُك ْم نَ ًارا َوق ُ ود َها الن صو َن اللَّهَ َما أ ََم َرُه ْم َوَ ْ َعلُو َن َما ُ ْؤَم ُرو َن َعلَْي َ ا َم ََل ِ َكةٌن ِ ََل ٌن ِ َد ٌن ُ اد ََل َ ْع Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah diri dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri atas manusia dan bebatuan. Yang menangani neraka itu dan yang menyiksa penghuninya adalah para malaikat yang kuat dan keras dalam menghadapi mereka. Para malaikat itu selalu menerima perintah Allah dan melaksankannya tanpa lalai sedikit pun.” (QS. At-Tahrim: 6) 2) Lembaga Pendidikan Sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang mempunyai program sistematik dalam melaksanakan bimbingan, pengajaran dan latihan kepada anak agar mereka berkembang sesuai dengan potensinya. Banyak orang tua yang mempercayakan pendidikan anaknya pada lembaga pendidikan 19 Jalaluddin Rahmat, op.cit., hlm. 282. 46 formal seperti sekolah. Alasan orang tua memilih sekolah untuk anak didasarkan pada tingkat kebutuhan, kemampuan dan kecenderungan perilaku yang ditunjukkan anak dan orang tua kemudian menyerahkan anak ke pihak sekolah. Sehingga pendidikan dilanjutkan di sekolah setelah anak mendapat pendidikan dalam lingkup keluarga. Perilaku keagamaan anak dapat terjalin dan dibiasakan di sekolah, akan tetapi itu semua tergantung pada faktor-faktor yang memotivasi anak untuk memahami nilai-nilai ajaran agama Islam secara benar. 3) Mayarakat Kondisi lingkungan masyarakat yang secara sadar menjunjung tinggi norma keagamaan dan tetap menjaga norma kesopanan yang berkaitan dengan nilai spiritual akan mendorong anak dan remaja aktif dalam kegiatan keagamaan serta dapat membentuk anak untuk berkepribadian unggul.20 Setelah menginjak usia sekolah, sebagian besar waktu siswa dihabiskan disekolah dan masyarakat. Dalam masyarakat, anak melakukan interaksi sosial dengan teman sebayanya atau anggota masyarakat lainnya. Maka dari itu perkembangan jiwa keagamaan anak sangat bergantung pada kualitas perilaku atau akhlak warga masyarakat itu sendiri. 20 Bambang Syamsul Arifin, op.cit., hlm 84. 47 Lingkungan masyarakat adalah situasi atau kondisi interaksi sosial dan sosio-kultural yang secara potensial berpengaruh terhadap perkembangan fitrah keagamaan anak. Dalam masyarakat anak melakukan interaksi sosial dengan teman sebayanya (peer group) atau anggota masyarakat lainnya. Apabila teman sepergaulan itu menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai agama, maka anak cenderung berakhlak mulia. Namun apabila sebaliknya, yaitu teman sepergaulannya menunjukkan perilaku keagamaan yang kurang baik maka anak akan cenderung terpengaruh untuk berperilaku seperti temannya tersebut. Hal ini terjadi apabila anak kurang mendapat bimbingan agama dari orang tuanya. Berikut adalah bagan terbentuknya perilaku keagamaan seorang anak: Keluarga Sekolah Masyarakat Memberikan pengajaran, bimbingan, pembiasaan, keteladanan dalam beribadah dan berakhlakul karimah, serta menciptakan situasi kehidupan yang memperlihatkan ajaran agama. Anak yang sholeh (pola pikir, sikap, dan perilaku) sesuai dengan agama. Dari bagan diatas terlihat bahwa perilaku itu dipengaruhi oleh keluarga, sekolah dan masyarakat, sedangkan perilaku itu terbentuk dari sikap dan tuntutan kebiasaan seseorang. 48 Adapun cara pembentukan perilaku keagamaan menurut Bimo Walgito ada tiga cara, yaitu: a) Perilaku dapat dibentuk melalui pembiasaan. b) Perilaku muncul akibat adanya pengertian atau insight yakni dengan cara memberikan pengertian mengenai perilaku maka akan terbentuklah perilaku. c) Perilaku dapat terbentuk karena adanya model atau contoh yang ditiru.21 21 Bimo Walgito, Psikologi Sosial, (Yogyakarta: Andi Offset, 2003), hlm. 20.