فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصََّلَ ةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُو

advertisement
BAB II
SHOLAT BERJAMA’AH DAN PERILAKU KEAGAMAAN
A. Sholat Berjama’ah
1. Pengertian Sholat Berjama’ah
Sholat adalah rukun Islam kedua dan merupakan rukun Islam
yang amat penting setelah syahadatain. Sholat merupakan ibadah yang
harus ditunaikan dalam waktunya yang terbatas (sholat memiliki waktuwaktu tertentu) dan Allah SWT memerintahkan Umat Islam untuk
selalu mengerjakannya. Sesuai dalam Firman Allah SWT:
‫ودا َو َعلَى ُجنُوبِ ُك ْم فَِإذَا اط َْمأْنَ ْنتُ ْم‬
َّ ‫ض ْيتُ ُم‬
َ َ‫فَِإذَا ق‬
ً ُ‫الص ََلةَ فَاذْ ُك ُروا اللَّهَ قِيَ ًاما َوقُع‬
ِ
ِِ
)103 ( ‫ين كِتَابًا َم ْوقُوتًا‬
َّ ‫الص ََل َة إِ َّن‬
َّ ‫يموا‬
ْ َ‫الص ََل َة َكان‬
ُ ‫فَأَق‬
َ ‫ت َعلَى ال ُْم ْؤمن‬
Artinya:
“Apabila kalian selesai melaksanakan sholat khauf, yaitu sholat dalam
situasi perang seperti di atas, jangan lupa berzikir kepada Allah.
Berzikirlah kepada-Nya dalam keadaan berdiri, berperang, duduk dan
tidur. Karena, dzikir dengan menyebut nama Allah akan dapat
memantapkan dan menenangkan hati. Jika rasa takut telah hilang,
laksanakanlah salat dengan sempurna. Sebab, pada dasarnya, sholat
merupakan kewajiban umat Islam yang mempunyai waktu-waktu
tertentu.” (QS. An-Nisa:103).
Sungguh telah banyak kaum muslimin yang meninggalkan
sholat, baik itu yang tidak mendirikan sholat sama sekali ataupun
menyia-nyiakan sholat dengan mengakhirkan waktunya. Allah SWT
23
24
telah mengancam orang-orang yang meremehkan dan mengakhirkan
sholat dari waktunya, yang tidak hanya berupa penghinaan di dunia akan
tetapi juga penghinaan di akhirat kelak.
Kata Jama‟ah menurut bahasa adalah Al-jama’ah secara bahasa
berasal dari kata al Jam’u. Al Jama’ah menurut istilah fuqaha adalah
bilangan manusia yang berjumlah banyak, Al Kasani berkata:“Al
Jama’ah terambil dari kata al ijtima”. Jumlah terkecil sebuah jama‟ah
adalah terdiri atas dua orang yaitu antara imam dan makmum.1 Sholat
jama‟ah adalah sholat yang dikerjakan secara bersama-sama di bawah
pimpinan imam, dan dibelakang barisan imam ada makmum sebagai
pengikutnya. Maka apabila dua orang sembahyang bersama-sama dan
salah seorang dari mereka mengikuti yang lainnya disebut sholat
berjama‟ah.2
Sholat berjama‟ah paling sedikit dilakukan oleh minimal dua
orang, namun semakin banyak orang menjalankan sholat dengan
berjama‟ah maka jauh lebih baik, karena Sholat berjama'ah memiliki
nilai 27 derajat lebih baik daripada sholat sendiri. Oleh sebab itu kita
diharapkan lebih mengutamakan membiaskan ibadah sholat berjama‟ah
dari pada mengerjakan sholat sendirian.
1
Sholih bin Ghanim bin Abdullah As-Sadlani, terjemahan. M. Nur Abrari, Sholat
Berjama’ah Panduan Hukum, Adab, Hikmah, Sunnah dan Peringatan penting tentang
pelaksanaan Shalat berjama’ah Cet. I, (Solo: Pustaka Arafah, 2002), hlm. 17-18.
2
Muhammad Baqir al-Habsyi, Fiqh Praktis: Menurut Al-qur’an, As-sunnah dan Pendapat
Para Ulama, (Bandung: Mizan, 1999), hlm. 193.
25
2. Hukum dan Keutamaan Sholat Berjama’ah
Jumhur ulama sependapat bahwa sholat berjama‟ah secara
umum adalah lebih afdhol dari pada sholat sendirian. Namun dalam
keadaan-keadaan tertentu, para ulama berbeda pendapat tentang hukum
sholat jama‟ah, yaitu:
a. Malikiyah, diantara mereka berpendapat bahwa sholat jama‟ah
sunnah muakkad dan ada yang berpendapat fardhu kifayah.3
b. Hanabilah, berpendapat wajib „ain atas orang-orang lelaki yang
dapat melaksanakannya walaupun dalam keadaan musafir dan takut.
c. Syafi‟iyah, menentukan kewajiban sebagai fardhu „ain, bila tidak ada
di suatu kota/desa selain dua orang muslim yang dapat berjama‟ah,
agar mempertahankan syi‟ar Islam dan sunnah Nabi Muhammad
SAW, apabila jama‟ah sudah melaksanakan maka terbalik
hukumnya menjadi fardhu kifayah.
d. Hanafiyah, berpendapat bahwa sholat jama‟ah adalah sunnah
muakkadah hampir sama dengan wajib, berdosalah siapa yang biasa
meninggalkannya.4
3
Muhammad Hasbi „Ash Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, (Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 2001), hlm. 434.
4
Imam Ahmad Ibnu Hambal, Betulkah Sholat Anda, terjemahan Umar Hubeis Bey Arifin,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hlm. 125.
26
Sholat berjama‟ah diperintahkan untuk dilaksanakan, dalam
keadaan apapun termasuk ketika perang sekalipun, dapat dilihat
beberapa Firman Allah SWT, yakni:
1) Q.S An- Nisa ayat 102
….          
Artinya:
“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu)
lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, Maka
hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu…”.
2) Q.S Al-Baqarah ayat 43
       
Artinya:
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta
orang-orang yang ruku'.”
3) Q.S Ali 'Imran ayat 43
       
Artinya:
“Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan ruku'lah
bersama orang-orang yang ruku',”
4) Hadits Rasulullah SAW.
Hadits Nabi Muhammad SAW banyak sekali yang menjelaskan
tentang keutamaan sholat berjam‟ah, diantaranya:
ِ
ِ
‫اع ِة‬
َ ‫ْج َم‬
َ : ‫صلّى ا هللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم‬
َ ‫َع ْن ابْ ِن عُ َم َر قَا َل َر ُس ْو ُل اهلل‬
َ ‫ص ََل ةُ ال‬
‫ص ًَلةِ الْ َ ِّذ بِ َ ْ ٍع َو ِع ْ ِرْ َن َد َر َج ْة‬
َ ْ َ‫ت‬
َ ‫ض ُ َعلَى‬
27
Artinya:
“Dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW telah bersabda: kebaikan
sembahyang berjama’ah melebihi sembahyang sendirian sebanyak
27 derajat.” (HR. Bukhori dan Muslim).5
Mengenai Keutamaan Sholat berjama‟ah disamping lebih utama
dan pahala dilipat gandakan apabila melaksanakan ibadah sholat dengan
berjama‟ah, keutamaan yang lainnya juga sebagai:
a) Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“Sholat seseorang dengan berjama’ah itu dilipatkan dua puluh tujuh
kali lipat atas ibadah yang telah dikerjakan. Apabila ia berwudhu
dengan sempurna, kemudian keluar menuju ke masjid dengan niat
hanya untuk sholat, maka setiap kali ia melangkah, derajatnya
dinaikkan dan kesalahan (dosanya) diturunkan, ketika ia melakukan
sholat, malaikat senantiasa memohonkan ampun dan rahmat
untuknya seraya mendo’akan:
“Ya Allah ampunilah dia, Ya Allah rahmatilah dia. Dan tetap
dianggap berada dalam sholat (mendapat pahala seperti itu),
selama ia menanti sholat.” (HR. Bukhari dan Muslim).”
b) Dari Ibnu Mas‟ud ra., ia berkata:
“Barang siapa merasa senang apabila bertemu Allah Ta’ala besok
(pada hari kiamat) dalam keadaan muslim, maka hendaklah ia
memelihara shalat pada waktunya, ketika mendengar suara adzan.
Sesungguhnya Allah SWT telah mensyari’atkan kepada Nabi
Muhammad SAW jalan-jalan petunjuk. Seandainya kalian
melakukan sholat itu di rumah sebagai kebiasaan orang yang tidak
suka berjama’ah, niscaya kalian telah meninggalkan sunnah Nabi
Muhammad SAW, pasti kalian sesat. Aku benar-benar melihat di
antara kita tidak ada yang meninggalkan sholat jama’ah, kecuali
orang-orang munafik yang benar-benar munafik. Sungguh pernah
terjadi seorang lelaki diantar ke masjid, ia terhuyung-huyung di
antara dua orang, sampai ia diberdirikan dalam shaf (barisan
shalat).” (HR. Muslim)
c) Sarana penyatuan hati dan fisik, saling mengenal dan saling
mendukung satu sama lain. Rasulullah SAW terbiasa menghadap ke
5
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Ibadah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003), hlm. 349.
28
ma‟mum begitu selesai sholat dan menanyakan mereka-mereka yang
tidak hadir dalam sholat berjama‟ah, para sahabat juga terbiasa untuk
sekedar berbicara setelah selesai sholat sebelum pulang kerumah.
Dari Jabir bin Sumrah RA berkata:
“Rasulullah SAW baru berdiri meninggalkan tempat salatnya
diwaktu shubuh ketika matahari telah terbit. Apabila matahari sudah
terbit, barulah beliau berdiri untuk pulang. Sementara itu di dalam
masjid orang-orang membincangkan peristiwa-peristiwa yang
mereka kerjakan di masa jahiliyah. Kadang-kadang mereka tertawa
bersama dan Nabi SAW pun ikut tersenyum.”.
d) Membiasakan kehidupan yang teratur dan disiplin. Pembiasaan ini
dilatih dengan mematuhi tata tertib hubungan antara imam dan
ma‟mum, misalnya tidak boleh menyamai apalagi mendahului
gerakan imam menjaga kesempurnaan shaf-shaf sholat.
e) Dari Abu Darda‟ ra., ia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW
bersabda:
“Apabila di suatu desa atau kampung terdapat tiga orang, dan di
situ tidak diadakan sholat jamaah niscaya mereka telah dijajah oleh
setan. Oleh karena itu hendaklah kamu sekalian selalu mengerjakan
sholat dengan berjama’ah sebab serigala itu hanya menerkam
kambing yang jauh terpencil dari kawan-kawannya.” (HR. Abu
Dawud)6
3. Hikmah Sholat Berjama’ah
Perhatian besar Rasulullah SAW ini cukup beralasan, karena
mengerjakan sholat dengan berjama‟ah akan mendapat manfaat bagi
umat Islam serta mengandung beberapa hikmah, baik untuk maslahat
6
Santi Susan, “Makalah tentang Sholat Berjama‟ah”, http://sntsusan.blogspot.com
/2014/01/makalah-tentang-shalat-berjamaah.html. (2014). Diakses, 23 Maret 2015.
29
dunia dan akhirat mereka. Adapun beberapa hikmah dan manfaat yang
bisa diambil umat Islam dari membiasakan melaksanakan sholat
berjama‟ah, yakni:
a. Allah SWT telah mensyariatkan pertemuan bagi umat Islam pada
waktu-waktu tertentu dalam pelaksanaan ibadah sholat yang
dikerjakan secara berjama‟ah. Semua ini untuk menjalin hubungan
persaudaraan dan kasih sayang sesama umat Islam, juga dalam
rangka membersihkan hati sekaligus dakwah ke jalan Allah, baik
dalam bentuk ucapan maupun perbuatan.
b. Sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT melalui pembiasaan
sholat berjama‟ah dalam rangka memperoleh pahala dari-Nya dan
takut akan adzab-Nya.
c. Berjama‟ah menjadi sarana turunnya rahmat dan keberkahan dari
Allah SWT dan menumbuhkan semangat dalam diri seseorang untuk
meningkatkan amal shalihnya dikarenakan ia melihat semangat
ibadah dan amal shalih saudaranya yang hadir berjamaah
bersamanya.
d. Menjadi sarana untuk berdakwah, baik dengan lisan maupun
perbuatan. Berkumpulnya kaum muslimin pada waktu-waktu
tertentu akan mendidik mereka untuk senantiasa mengatur dan
menjaga waktu.
e. Menanamkan rasa saling mencintai. Melalui pelaksanaan sholat
berjama‟ah, akan saling mengetahui keadaan sesamanya. Jika ada
30
yang sakit dijenguk, ada yang meninggal di antarkan jenazahnya,
dan jika ada yang kesusahan cepat dibantu. Karena seringnya
bertemu, maka akan tumbuh dalam diri umat Islam rasa cinta dan
kasih sayang.
f. Ta'aruf (saling mengenal). Jika orang-orang mengerjakan sholat
secara berjamaah akan terwujud ta'aruf. Darinya akan diketahui
beberapa kerabat sehingga akan tersambung kembali tali silaturahim
yang hampir putus dan terkuatkan kembali yang sebelumnya telah
renggang.
g. Memberi tahu orang yang bodoh terhadap syariat agamanya. Melalui
sholat berjama‟ah, seorang muslim akan mengetahui beberapa
persoalan dan hukum sholat yang sebelumnya tidak diketahuinya,
dengan mendengarkan bacaan yang bisa dipetik manfaat sekaligus
dijadikan pelajaran. Melalui pembiasaan yang sering didengar ini
akan lebih memudahkan dalam menghafalnya. Dari sini, orang yang
belum
mengetahui
tentang
syariat
sholat,
khususnya,
bisa
mengetahuinya.
h. Memberikan motivasi bagi orang yang belum bisa rutin menjalankan
sholat berjama‟ah, sekaligus mengarahkan dan membimbingnya
seraya saling mengingatkan untuk membela kebenaran dan
senantiasa bersabar dalam menjalankannya.
i. Membiasakan umat Islam untuk senantiasa bersatu dan tidak
berpecah belah. Dalam berjamaah terdapat kekuasaan kecil, karena
31
terdapat imam yang diikuti dan ditaati secara tepat. Hal ini akan
membentuk pandangan Islam secara benar dan tepat tentang
pentingnya kepemimpinan (imamah atau khilafah) dalam Islam.
j. Membiasakan seseorang untuk bisa menahan diri dari menuruti
kemauan egonya. Ketika dia mengikuti imam secara tepat, tidak
bertakbir sebelum imam bertakbir, tidak mendahului gerakan imam
dan tidak pula terlambat jauh darinya serta tidak melakukan gerakan
bebarengan dengannya, maka dia akan terbiasa mengendalikan
dirinya.
k. Membangkitkan perasaan orang muslim dalam barisan jihad,
sebagaimana yang Allah firmankan:
ِِ
ِ ِ
ِ
ِ
‫وو‬
‫ص ًّف ا َكأَنَّ ُ ْم بُْن يَ ٌن‬
‫ص ٌن‬
ُ ‫ان َم ْر‬
َ ‫إِ َّن اللَّهَ ُ ُّب الَّ َن ُ َ اتلُو َن ف َسِيله‬
Artinya:
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di
jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti
suatu bangunan yang tersusun kokoh." (QS. Ash Shaff: 4)
Dengan demikian Orang yang mengerjakan sholat lima
waktu dengan berjamaah dan membiasakan untuk berbaris rapi, lurus
dan rapat, akan menumbuhkan dalam dirinya kesetiaan terhadap
komandan dalam barisan jihad sehingga dia tidak mendahului dan
tidak menunda perintah-perintahnya.
32
l. Menumbuhkan perasaan sama dan sederajat dan menghilang status
sosial yang terkadang menjadi sekat pembatas di antara mereka. 7
B. Perilaku Keagamaan
1. Pengertian Perilaku Keagamaan
Perilaku keberagamaan berasal dari dua kata yaitu perilaku dan
keagamaan, untuk menjabarkan perilaku keagamaan dengan cara
mengartikan kata per kata, kata perilaku berarti “Behavior The total
response motor and glandular which on organism makes to any
situations with it is faced” yaitu tingkah laku adalah tanggapan
menyeluruh, motorik dan kelenjar yang diberikan suatu organisme pada
situasi yang dihadapinya.
8
Sedangkan kata keagamaan berasal dari
dasar agama yang berarti sistem, prinsip kepercayaan kepada Allah
SWT dengan ajaran kebaktian dan kewajiban yang bertalian akan
kepercayaan. Kata keagamaan sudah mendapat awalan “ke” dan
akhiran “an” yang mempunyai arti segala tindakan yang berhubungan
dengan agama.9
Menurut Mursal dan H. M, Taher perilaku keagamaan adalah
tingkah laku yang didasarkan atas kesadaran tentang adanya Allah
Yang Maha Esa. Seperti aktivitas keagamaan sholat, zakat, puasa dan
7
Gita
amanda,
“Pengertian
dan
Keutamaan
Sholat
berjama‟ah”,
https://bhanysadar.wordpress.com/2011/01/22/pengertian-dan-keutamaan-shalat-berjamaah.
(2012). Diakses, 23 Maret 2015.
8
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 44.
9
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1995), hlm. 755.
33
sebagainya.10 Fitrah keagamaan anak sejatinya sudah dikaruniakan oleh
Allah SWT, supaya kita dapat menjalankan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya. Dasar perilaku keagamaan tercantum dalam Q.S. Ali
Imron: 102:
‫َا أَُّب َ ا الَّ ِ َن آ ََمنُوا اتَّ ُوا اللَّهَ َح َّق تُ َ اتِِه َوََل تَ ُموتُ َّن إََِّل َوأَنْتُ ْم ُم ْ لِ ُمو َن‬
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan
sungguh-sungguh takwa dan janganlah kalian mati melainkan dalam
keadaan beragama Islam”. (Q.S. Ali Imron: 102).
Terbentuknya perilaku keagamaan anak ditentukan oleh
keseluruhan pembiasaan pengalaman yang disadari anak. Sehingga
perilaku keagamaan merupakan suatu kesatuan perbuatan dari manusia
yang mencakup tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari baik
dengan
hubungannya
kepada
Allah,
sesama
Muslim,
dengan
lingkungannya, serta berdasarkan ajaran agama islam yang diharapkan
anak akan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT sesuai nilai-nilai
agama Islam yang ada.
2. Bentuk-bentuk perilaku keagamaan
Fitrah keagamaan atau cenderung hidup beragama sebenarnya
sudah ada sejak lahir, potensi beragama setiap anak harus
dikembangkan oleh orang tua masing-masing, melalui pendidikan dan
latihan. Perubahan perilaku anak terjadi seiring bertambahnya usia,
latihan, pembiasaan, pengalaman yang diperolehnya baik dari diri anak
10
Mursal dan H. M. Taher, Kamus Ilmu Jiwa dan Pendidikan, (Bandung: Al-Ma‟arif,
1980), hlm. 121.
34
maupun lingkungan, sehingga akan terbentuk satu sikap kuat untuk
mendalami ajaran agama dalam dirinya.
Menurut Skinner, kegiatan keagaman menjadi faktor penguat
sebagai perilaku yang meredakan ketegangan. Lembaga-lembaga sosial
termasuk lembaga keagamaan, bertugas menjaga dan mempertahankan
perilaku atau kebiasaan masyarakat. Manusia menanggapi tuntutan
yang terkandung dalam lembaga itu dan ikut melestarikan lewat cara
mengikuti aturan-aturan yang telah baku. Sejalan dengan prinsip
teorinya, bahwa behaviorisme memandang perilaku manusia itu lahir
karena adanya stimulant (rangsangan dari luar dirinya). Manusia
berperilaku agama karena didorong oleh rangsangan hukuman dan
hadiah (pahala). Manusia hanyalah sebuah robot yang bergerak secara
mekanis menurut pemberian hukuman dan hadiah. 11
Maslow menyatakan bahwa kebutuhan manusia memiliki
kebutuhan yang bertingkat dari yang paling dasar hingga kebutuhan
yang paling puncak. Pertama, kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan
dasar untuk hidup seperti makan, minum, istirahat, dan sebagainya.
Kedua, kebutuhan akan rasa aman yang mendorong orang untuk bebas
dari rasa takut dan cemas. Kebutuhan ini dimanifestasikan antara lain
dalam bentuk tempat tinggal yang permanen. Ketiga, kebutuhan akan
11
Djamaluddin Ancok Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islami, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008), hlm. 72-73.
35
rasa kasih sayang, antara lain berupa pemenuhan hubungan antar
manusia. Keempat, kebutuhan akan harga diri.12
Agama tampaknya memang tak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia. Agama sangat penting bagi manusia terutama bagi orang
yang berilmu, apapun disiplin ilmunya, karena dengan agama ilmunya
akan lebih bermakna. Bagi kita umat islam, agama yang dimaksud
adalah agama yang kita peluk yaitu agama islam. Pengingkaran
manusia terhadap agama agaknya dikarenakan faktor-faktor tertentu
baik yang disebabkan oleh kepribadian maupun lingkungan masingmasing. Namun, untuk menutupi atau meniadakan sama sekali
dorongan dan rasa keagamaan tampaknya sulit dilakukan, manusia
ternyata memiliki unsur batin yang cenderung mendorongnya untuk
tunduk kepada zat yang ghoib. Ketundukan ini merupakan bagian dari
faktor intern manusia yang dalam psiokologi kepribadian dinamakan
pribadi (self) ataupun hati nurani (conscience of man).
Agama sebagai fitrah manusia telah dinashkan dalam al-Qur‟an,
sesuai dengan Firman Allah SWT, yaitu:
ِ
ِ ِ ‫ك لِ ِّذ‬
َِّ ِ َّ
َ َ ‫فَأَقِ ْم َو ْج‬
َ ‫لد ِن َحني ً ا فط َْرَة الله الت فَطََر الن‬
َ ‫َّاس َعلَْي َ ا ََل تَ ْد‬
ِ ‫الد ُن الْ َ يِّذ ُم َولَ ِك َّن أَ ْكثَ َر الن‬
‫ك ِّذ‬
)30 ( ‫َّاس ََل َ ْعلَ ُمو َن‬
َ ِ‫لِ َخل ِْق اللَّ ِه َذل‬
Artinya:“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
Allah, (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
12
Ibid., hlm. 49.
36
agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
(QS:Ar-Ruum:30)
Dalam al-Qur‟an dan terjemahannya dijelaskan bahwa fitrah
Allah SWT maksudnya ciptaan Allah SWT. Manusia diciptakan Allah
mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia
tidak beragama tauhid, maka hal itu tidak wajar. Mereka tidak
beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan.13
Bentuk ibadah yang sering dilakukan adalah pelaksanaan
disekitar lingkungan adalah sholat, puasa, zakat, membaca Al-qur‟an
dan menghafal do‟a. Salah satu bentuk perilaku keagamaan yakni:
a. Sholat
Secara harfiah kata sholat berasal dari bahasa arab, yaitu kata
kerja “Shalla” yang artinya berdo‟a atau sembahyang.14 Sedangkan
menurut istilah sholat berarti suatu sistem ibadah yang tersususn dari
beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan
diakhiri salam berdasarkan atas syarat dan rukun tertentu, sholat juga
merupakan ibadah yang dapat membawa manusia dekat dengan
Allah SWT.15 Dalam melaksanakan sholat seseorang memuja
kemahasucian Allah SWT, menyerahkan diri, memohon ampun, dan
meminta perlindungan serta minta petunjuk atas segala hal yang
dianggap sesat oleh Allah SWT.
13
Jalaluddin Rahmat, Psikologi Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hlm.
153-159.
14
Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab Indonesia, (Jakarta: Al-Qur‟an. 1975), hlm. 220.
Ali Hasan, Hikmah Sholat dan Hikmah Tuntunanya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2000), hlm. 19.
15
37
Ibadah sholat juga dapat menjauhkan seseorang dari perbuatan
keji dan mungkar, sebagaimana Firman Allah SWT dalam QS. AlAnkabut: 45:
ِ ‫ك ِمن ال‬
ِ ِ
ِ َ‫ْكت‬
‫الص ََلةَ تَ ْن َ ى َع ِن‬
َّ ‫الص ََلةَ إِ َّن‬
َّ ‫اب َوأَقِ ِم‬
َ َ ‫اتْ ُ َما أُوح َ إلَْي‬
ِ
ِ
ِ
)45 ( ‫صنَ عُو َن‬
ْ َ‫الْ َ ْ َ اء َوال ُْم ْن َك ِر َولَ ْك ُر اللَّه أَ ْكَ ُر َواللَّهُ َ ْعلَ ُم َما ت‬
Artinya:
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu yaitu Al-Kitab (Alqur’an) dan dirikanlah sholat. Karena sesungguhnya sholat itu
mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Dan sesungguhnya
mengingat Allah (sholat) adalah lebih besar keutamaannya dari
ibadah-ibadah yang lain, dan Allah SWT megetahui apa yang kamu
kerjakan.
3. Aspek-aspek Perilaku Keagamaan
Perilaku beragama mencakup tiga aspek yaitu:
a. Iman
Iman secara etimologi ialah yakin, sedangkan menurut terminologi
adalah keyakinan yang bersifat khusus (keyakinan kepada Allah
SWT, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rosul-Nya, hari
akhir dan takdir baik ataupun buruk).16 Ada beberapa hal yang
berkenaan dengan iman, yakni:
1) Iman adalah asas diterimanya amal
Orang yang tidak beriman amalnya akan ditolak Allah SWT dan
sebaliknya apabila orang itu beriman maka ia akan mendapatkan
16
Kaelany, Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm.
58.
38
pahala. Hal itu sebagaimana dalam firman Allah SWT pada QS.
Al-Anbiya‟: 94:
ِ
ِ ِ‫الصال‬
‫ات َو ُه َو ُم ْؤِم ٌنن فَ ََل ُك ْ َرا َن لِ َ ْعيِ ِه َوإِنَّا لَهُ َكاتُِو َن‬
َ َّ ‫فَ َم ْن َ ْع َم ْ م َن‬
Artinya:
“Maka barang siapa yang mengerjakan amal sholeh, sedang ia
beriman, maka tidak ada pengingkaran terhadap amalanya itu
dan sesungguhnya Kami menuliskan amalannya itu untuknya.”
2) Iman bukan sekedar keyakinan
Iman bukan sekedar keyakinan karena iman yang benar
mencakup dua hal yakni: keyakinan yang tidak dicampuri
keraguan dan amalan sebagai pembenaran keyakinan. Iman harus
utuh tidak boleh setengah-setengah dan bisa bertambah dengan
ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.
b. Islam
Islam secara bahasa berarti tunduk dan berserah diri sepenuhnya
kepada Allah SWT, sedangkan menurut syariat Islam adalah agama
yang datangnya dari Allah SWT yang dibawa oleh Nabi Muhammad
SAW sebagai utusan-Nya, dan bersaksi bahwa tiada Tuhan yang
berhak disembah kecuali Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW
adalah untusan Allah, mendirikan sholat, mengeluarkan zakat,
berpuasa pada bulan ramadlan dan berhaji bagi yang mampu.17
17
Kaelany, op.cit., hlm. 33
39
c. Ihsan
Ihsan adalah beribadah kepada Allah SWT dengan penuh antusias
dan bermunajat kepada-Nya. Jika hal itu sulit diraih, tingkatan
dibawahnya ialah beribadah kepada Allah SWT dengan rasa takut
akan adzab di akhirat kelak. Keberagamaan diwujudkan dalam
berbagai sisi kehidupan manusia, aktivitas beragama bukan hanya
terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (ibadah), tetapi
juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan
supranatural. Bukan hanya berkaitan akan aktivitas yang tampak saja
namun juga tertanam dihati seseorang, karena keberagamaan
seseorang akan meliputi berbagai dimensi.
Dimensi keagamaan menurut Glock dan Stark yang dikutip oleh
Djamaluddin Ancok, ada lima macam diantaranya:
1) Dimensi Keyakinan
Dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan dimana orang
religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan
mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Setiap agama
mempertahankan seperangkat kepercayaan para penganutnya
supaya taat dalam beribadah.
2) Dimensi Praktik Agama
Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal
yang dilakukan oleh orang untuk menunjukkan komitmen
40
terhadap agama, seperti mengerjakan perintah sholat dan
sebagainya.
3) Dimensi Pengalaman
Pengalaman keagamaan akan menentukan anak dalam bertindak
pada kesehariannya, dimensi ini berisikan tentang fatwa-fatwa
agama yang dapat memberikan informasi kepada anak mengenai
pengalaman beragama.
4) Dimensi Pengetahuan Agama
Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang
beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan
mengenai dasar-dasar keyakinan, kitab suci dan tradisi-tradisi.
Dimensi pengetahuan agama meliputi pengetahuan siswa tentang
materi pendidikan islam sebagai bekal dikehidupannya untuk
melaksanakan hal-hal yang berkenaan dengan agama.
5) Dimensi pengamalan atau konsekuensi
Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan
keagamaan, praktek, pengalaman dan pengetahuan seseorang.
Dimensi konsekuensi mencakup perbuatan. Seseoarang yang
mempunyai konsekuensi beragama mempunyai pegangan agama
yang teguh dan tercermin dalam perilaku kehidupan sehari-hari,
seperti melakukan sholat dluhur berjama‟ah bersama temanteman sebayanya di lingkungan sekolah.18
18
Djamaluddin Ancok Fuad Nashori Suroso, op.cit., hlm. 77.
41
4. Faktor yang mempengaruhi Perilaku Keagamaan
Pembentukan perilaku manusia tidak akan terjadi dengan
sendirinya akan tetapi selalu berlangsung sesuai interaksi manusia
berkenaan obyek tertentu, pembentukan perilaku keagamaan anak
secara garis besarnya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu:
a. Faktor internal
Faktor internal ada empat macam, antara lain:
1) Hereditas
Setiap anak yang lahir ke dunia ini menurut fitrah
kejadiannya mempunyai potensi beragama atau keimanan kepada
Allah SWT atau percaya adanya kekuatan di luar dirinya yang
mengatur
hidup
dan
kehidupan
alam
semesta.
Dalam
perkembanganya, fitrah beragama ini ada yang berjalan alamiah
ada juga yang sesuai dengan kehendak-Nya.
Faktor hereditas ini dalam Islam dipandang sangat penting
dan berpengaruh dalam perkembangan perilaku keagamaan anak,
sebagaimana yang telah diterangkan oleh Nabi Muhammad
SAW:“Wanita itu dinikahi karena empat hal yaitu kecantikan,
harta, nasab, dan agamanya. Maka pilihlah yang paling baik
agamanya.”
2) Tingkat Usia
Usia remaja anak cenderung masih berfikiran labil, rasa
keberagamaan yang dimiliki mudah dipengaruhi oleh teman
42
sebaya atau lingkungan sekitarnya. Apabila teman sebaya dan
lingkungan sekitarnya mengajak ke hal-hal positif maka perilaku
kegamaan yang ditunjukkan akan ikut menjadi positif pula,
sebaliknya apabila teman sebayanya mengajak bergaul kearah
yang kurang semestinya maka perilaku anak secara otomatis akan
terarah ke hal yang tidak sepantasnya.
3) Kepribadian
Pembentukan kepribadian ini dapat dipengaruhi berbagai
macam alasan, bisa karena pengalaman, lingkungan, maupun
unsur bawaan yang akan memberikan kekhasan pada masingmasing anak. Menurut Sigmund Freud merumuskan sistem
kepribadian menjadi tiga sistem. Ketiga sistem ini dinamakan id,
ego, super ego. Dalam diri orang yang memiliki jiwa yang sehat,
apabila ketiga sistem itu bekerja dalam suatu susunan yang
harmonis. Segala bentuk tujuan dan segala gerak-geriknya selalu
memenuhi keperluan dan keinginan manusia yang pokok.
Sebaliknya, kalau ketiga sistem itu bekerja secara bertentangan
satu sama lainnya, maka orang tersebut dinamai sebagai orang
yang tak dapat menyesuaikan diri. Ia menjadi tidak puas dengan
diri dan lingkungannya. Dengan kata lain, efisiensinya menjadi
berkurang.
43
Ketiga sistem kepribadian yang dimaksudkan oleh Sigmund
Freud antara lain:
a. Id
Sebagai suatu sistem id mempunyai fungsi menunaikan prinsip
asli manusia berupa penyaluran dorongan naluriah, yang
bertujuan untuk membebaskan manusia dari ketegangan
dorongan naluri dasar: makan, minum, dll.
b. Ego
Ego merupakan sistem yang berfungsi menyalurkan dorongan
Id ke keadaan yang nyata. Dalam fungsinya, ego berpegang
pada
prinsip kenyataan (reality principle). Tujuan prinsip
kenyataan ini ialah mencari objek yang tepat (serasi) untuk
mereduksikan ketegangan yang timbul dalam organisme. Ego
memiliki kesadaran untuk menyelaraskan dorongan yang baik
dan buruk hingga tidak terjadi kegelisahan atau ketegangan
batin.
Segala bentuk dorongan naluri dasar yang berasal dari
Id hanya dapat direalisasi dalam bentuk nyata melalui bantuan
Ego. Ego juga mengandung prinsip kesadaran.
c. Super Ego
Sebagai suatu system yang memiliki unsur moral dan keadilan,
maka sebagian besar super ego memiliki alam ideal. Tujuan
super ego adalah membawa individu kearah kesempurnaan
sesuai dengan pertimbangan keadilan dan moral. Ia merupakan
44
kode modal seseorang dan berfungsi pula sebagai pengawas
tindakan yang dilakukan oleh ego. Jika tindakan itu sesuai
dengan pertimbangan moral dan keadilan, maka ego mendapat
ganjaran berupa rasa puas atau senang. Sebaliknya jika
bertentangan, maka ego menerima hukuman berupa rasa
gelisah dan cemas. Super ego mempunyai dua anak system,
yaitu ego ideal dan hati nurani.
Super Ego, yang berfungsi sebagai pemberi ganjaran batin baik
berupa penghargaan (rasa puas, senang, berhasil) maupun
berupa hukuman (rasa bersalah, berdosa, dan menyesal).
Penghargaan batin diperankan oleh ego-ideal, sedangkan
hukuman batin dilakukan oleh hati nurani.
4) Kondisi kejiwaan Remaja
Kedaaan kondisi jiwa dapat dilihat dari lingkungan sekitar
anak, baik keluarga, teman sebaya, guru maupun masyarakat
tempat anak itu bersosialisasi.
b. Faktor Eksternal
1) Keluarga
Keluarga merupakan pendidikan pertama dan sekaligus
tempat pembentukan jiwa keagamaan anak. Pendidikan agama
yang dilakukan orang tua sejak dini akan terekam kuat dalam
memori anak, faktor inilah yang akan membentuk arah keyakinan
anak terhadap kebenaran agama yang dianutnya. Terkait hal ini
45
Nabi
Muhammad
SAW
pernah
bersabda
yang
intinya
menegaskan bahwa bentuk keyakinan yang dianut anak
sepenuhnya tergantung dari bimbingan, pemeliharaan dan
pengaruh yang diberikan orang tuanya. Oleh karena itu, sikap
mental keagamaan yang baik perlu dilakukan melalui pembiasaan
yang dimulai dari kehidupan keluarga.19
Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Surat At-Tahrim
ayat: 6, yakni:
ُ‫َّاس َوالْ ِ َج َارة‬
ُ ُ‫َا أَُّب َ ا الَّ ِ َن آ ََمنُوا قُوا أَنْ ُ َ ُك ْم َوأ َْهلِي ُك ْم نَ ًارا َوق‬
ُ ‫ود َها الن‬
‫صو َن اللَّهَ َما أ ََم َرُه ْم َوَ ْ َعلُو َن َما ُ ْؤَم ُرو َن‬
‫َعلَْي َ ا َم ََل ِ َكةٌن ِ ََل ٌن ِ َد ٌن‬
ُ ‫اد ََل َ ْع‬
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah diri dan
keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri atas
manusia dan bebatuan. Yang menangani neraka itu dan yang
menyiksa penghuninya adalah para malaikat yang kuat dan keras
dalam menghadapi mereka. Para malaikat itu selalu menerima
perintah Allah dan melaksankannya tanpa lalai sedikit pun.” (QS.
At-Tahrim: 6)
2) Lembaga Pendidikan
Sekolah
adalah
lembaga
pendidikan
formal
yang
mempunyai program sistematik dalam melaksanakan bimbingan,
pengajaran dan latihan kepada anak agar mereka berkembang
sesuai
dengan
potensinya.
Banyak
orang
tua
yang
mempercayakan pendidikan anaknya pada lembaga pendidikan
19
Jalaluddin Rahmat, op.cit., hlm. 282.
46
formal seperti sekolah. Alasan orang tua memilih sekolah untuk
anak didasarkan pada tingkat kebutuhan, kemampuan dan
kecenderungan perilaku yang ditunjukkan anak dan orang tua
kemudian menyerahkan anak ke pihak sekolah. Sehingga
pendidikan dilanjutkan di sekolah setelah anak mendapat
pendidikan dalam lingkup keluarga.
Perilaku keagamaan anak dapat terjalin dan dibiasakan di
sekolah, akan tetapi itu semua tergantung pada faktor-faktor yang
memotivasi anak untuk memahami nilai-nilai ajaran agama Islam
secara benar.
3) Mayarakat
Kondisi
lingkungan
masyarakat
yang
secara
sadar
menjunjung tinggi norma keagamaan dan tetap menjaga norma
kesopanan yang berkaitan dengan nilai spiritual akan mendorong
anak dan remaja aktif dalam kegiatan keagamaan serta dapat
membentuk
anak
untuk
berkepribadian
unggul.20
Setelah
menginjak usia sekolah, sebagian besar waktu siswa dihabiskan
disekolah dan masyarakat. Dalam masyarakat, anak melakukan
interaksi sosial dengan teman sebayanya atau anggota masyarakat
lainnya. Maka dari itu perkembangan jiwa keagamaan anak
sangat bergantung pada kualitas perilaku atau akhlak warga
masyarakat itu sendiri.
20
Bambang Syamsul Arifin, op.cit., hlm 84.
47
Lingkungan masyarakat adalah situasi atau kondisi
interaksi sosial dan sosio-kultural yang secara potensial
berpengaruh terhadap perkembangan fitrah keagamaan anak.
Dalam masyarakat anak melakukan interaksi sosial dengan teman
sebayanya (peer group) atau anggota masyarakat lainnya. Apabila
teman sepergaulan itu menampilkan perilaku yang sesuai dengan
nilai-nilai agama, maka anak cenderung berakhlak mulia. Namun
apabila sebaliknya, yaitu teman sepergaulannya menunjukkan
perilaku keagamaan yang kurang baik maka anak akan cenderung
terpengaruh untuk berperilaku seperti temannya tersebut. Hal ini
terjadi apabila anak kurang mendapat bimbingan agama dari
orang tuanya.
Berikut adalah bagan terbentuknya perilaku keagamaan
seorang anak:
Keluarga
Sekolah
Masyarakat
Memberikan
pengajaran,
bimbingan,
pembiasaan,
keteladanan dalam
beribadah dan
berakhlakul
karimah, serta
menciptakan situasi
kehidupan yang
memperlihatkan
ajaran agama.
Anak
yang
sholeh
(pola
pikir,
sikap, dan
perilaku)
sesuai
dengan
agama.
Dari bagan diatas terlihat bahwa perilaku itu dipengaruhi
oleh keluarga, sekolah dan masyarakat, sedangkan perilaku itu
terbentuk dari sikap dan tuntutan kebiasaan seseorang.
48
Adapun cara pembentukan perilaku keagamaan menurut Bimo
Walgito ada tiga cara, yaitu:
a) Perilaku dapat dibentuk melalui pembiasaan.
b) Perilaku muncul akibat adanya pengertian atau insight yakni
dengan cara memberikan pengertian mengenai perilaku maka
akan terbentuklah perilaku.
c) Perilaku dapat terbentuk karena adanya model atau contoh yang
ditiru.21
21
Bimo Walgito, Psikologi Sosial, (Yogyakarta: Andi Offset, 2003), hlm. 20.
Download