TINJAUAN PUSTAKA Pola Komunikasi dan Keefektivan Komunikasi Menurut Effendi (1992) komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik secara langsung atau lisan maupun tak langsung melalui media. Susanto (1985) mengemukakan bahwa komunikasi adalah kegiatan pengoperan lambang yang mengandung makna yang perlu dipahami oleh pihak-pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan komunikasi. Secara umum dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian dan penerimaan informasi atau simbol-simbol yang bermakna melalui cara lisan dan tidak lisan sehingga orang-orang yang berperan sebagai pengirim dan penerima informasi memperoleh makna yang sama Riyanto, et. all. (1990) menyatakan bahwa komunikasi mempunyai tiga tujuan, yaitu: (1) Informatic yaitu komunikasi yang bertujuan untuk menyampaikan suatu pesan yang berisi informasi kepada pihak penerima. Pesan komunikasi lebih banyak berorientasi pada perubahan pemikiran atau ingatan yang berfungsi untuk . memberikan tambahan pengetahuan. Indikator keberhasilan tujuan komunikasi yang bersifat informatif, apabila pada penerima mengalami peningkatan pengetahuan, yaitu dari tidak atau kurang tahu menjadi tahu atau lebih tahu mengenai pesan yang disampaikan (te qadi perubahan pada ranah kognitiiq (2) Persuasiif; yaitu komunikasi yang bertujuan untuk mengubah sikap penerima mengenai suatu bidang atau permasalahan dengan memaparkan perihal yang positif dan kerugian-kerugian apabila tidak ikut melakukan. Indikator keberhasilan komunikasi yang bersifat persuasif adalah apabila tejadi perubahan sikap pada diri penerima menjadi memandang informasi tersebut penting bagi dirinya (perubahan pada ranah afekfif) (3) Entertainment yaitu komunikasi yang bertujuan untuk menciptakan suasana komunikasi yang kondusif untuk mendukung tercapainya kesamaan makna antara sumber dan penerima. Indikator keberhasilan dari komunikasi yang bersifat hiburan ini adalah kedua belah pihak merasa senang dan bersemangat dalam melakukan komunikasi sehingga kesepakatan di antara kedua belah pihak dapat secara tepat dan cepat. Ketiga tujuan komunikasi di atas pada kenyataannya tidak dapat dibedakan dan dipisahkan satu sama lainnya karena pada setiap proses komunikasi tujuan memberikan informasi, persuatif dan menghibur. Riyanto (1990) menyatakan kredibilitas komunikator adalah sebagai suatu tingkat dapat dipercayanya sumber pesan oleh penerima. Tingkat kepercayaan ini sangat penting karena pada kenyataannya seseorang yang melakukan komunikasi akan memperhatikan siapa pembawa pesan sebelum mau menerima pesan yang diterimanya. Kredibilitas sumber pesan dalam proses komunikasi ditentukan oleh tiga faktor, yaitu: (1) Penampilan, yaitu penampilan seseorang dalam berkomunikasi akan mempengaruhi proses komunikasi yang dilakukannya, seperti: bentuk tubuh, posisi tubuh pada waktu bejalan atau duduk, pakaian yang dipakai sehingga penerima dapat melakukan penilaian tipe sumber. (2) Status sosial ekonomi, artinya semakin tinggi status sosial ekonomi seseorang, maka ada kecenderungan memiliki kredibilitas yang tinggi di hadapan penerima sehingga pesan komunikasi mempunyai peluang yang besar penerima menerima pesan komunikasi (3) Pengalaman masa lalu, artinya seseorang yang mempunyai pengalaman yang kurang baik dalam berhubungan dengan penerima pesan, maka pesan yang disampaikan dinilai kurang baik oleh penerima. Berlo (1960) menyatakan komunikasi akan bejalan efektif jika ketepatan (fidelim berkomunikasi dapat ditingkatkan dan gangguan (noise) dapat diperkecil. Oleh karena itu meningkatnya ketepatan dan berkurangnya gangguan harus tejadi pada setiap unsur komunikasi, yaitu: komunikator pesan, saluran/media dan penerima (Komunikan). Faktor-faktor yang harus ada pada setiap unsur adalah sebagai berikut: (1) Seorang komunikator harus dapat memenuhi: (a) Ketrampilan berkomunikasi yaitu ketrampilan berbicara dan menulis agar penerima pesan mampu mendengar dan membaca secara baik dan jelas. (b) Sikap, yaitu kecenderungan sikap positif baik terhadap diri sendiri, terhadap pesan yang disampaikan maupun terhadap penerima pesan. (c) Tingkat pengetahuan, yaitu wawasan pengetahuan terhadap isi pesan yang disampaikan. (d) Sistim sosial budaya, yaitu berkaitan dengan posisi komunikator dalam sistem sosial budaya yang berlaku. (2) Pesan yang disampaikan harus dapat memenuhi: (a) Persyaratan kode atau bahasa pesan (b) Penyajian isi pesan yang dapat menyatakan tujuan. (c) Perlakuan pesan, yaitu berkaitan dengan pemilihan dan pengaturan bahasa isi pesan yang dapat disampaikan. (3) Saluranlmedia komunikasi yang dipilih bergantung kepada kesesuaian dengan tujuan yang hendak dicapai, kesesuaian dengan isi pesan dan kesesuaian dengan sistim sosial budaya pertimbangan . biaya yang diperlukan. setempat, Prinsip dari disamping penggunaan saluranjmedia komunikasi tersebut harus dapat dilihat, didengar, disentuh, dicium dan dirasakan. (4) Penerima pesan berkaitan dengan karakteristik sebagai berikut: (a) Kemampuan berkomunikasi, yaitu kemampuan mendengar, membaca dan berfikir terhadap pesan yang disampaikan oleh komunikator. (b) Sikap, yaitu kecenderungan sikap positif atau negatif baik terhadap dirinya sendiri, terhadap komunikator dan terhadap isi pesan yang disampaikan. (c) Tingkat pengetahuan, yaitu pemahaman tentang isi pesan yang disampaikan terutama penggunaan bahasa pesan dan nilai kepentingan isi pesan. Sikap berkomunikasi menurut Riyanto (1990) terbagi menjadi dua, yaitu: (1) sikap berkomunikasi sumber (komunikatofl dan (2) sikap komunikasi penerima, uraian secara rincinya adalah: (1) Sikap komunikasi sumber (komunikatotj, proses komunikasi sumber yang berpengaruh pada proses komunikasi adalah: (a) sikap terhadap diri sendiri yang biasanya muncul dalam bentuk keyakinan bahwa dirinya mampu melakukan proses komunikasi dengan baik, misalnya merasa tidak pandai berbicara, kurang menguasai permasalahan. Keadaan ini akan mengurangi efektivitas komunikasi yang dilakukan, (b) sikap terhadap pesan adalan kepercayaan sumber bahwa materi dalam pesan komunikasi adalah benar, apabila kepercayaan ini kurang atau tidak ada, maka sumber akan tidak mampu menyampaikan dengan baik, (c) sikap terhadap penerima, merupakan keyakinan sumber bahwa penerima memperhatikan dan membutuhkan informasi yang terkandung dalam pesan yang disampaikan dan akan memberikan respon seperti yang diharapkan. Misalnya sikap sumber menganggap remeh dan kurang menghargai penerima merupakan contoh sikap sumber yang negatif. (2) Sikap komunikasi penerima, dalam proses komunikasi sikap sumber yang dapat mempengaruhi proses komunikasi, dalam upaya untuk meningkatkan efektivitas komunikasi perlu memperhatikan beberapa hal: (a) sikap penerima terhadap diri sendiri, penerima harus memiliki kepercayaan bahwa dirinya mampu menerima informasi yang dikornunikasikan, (b) sikap penerima terhadap sumber, dalam diri penerima harus memiliki keyakinan bahwa sumber merupakan orang yang dapat dipercaya dan memiliki kemampuan dalam penyampaian informasi yang bermanfaat dalam dirinya dan (c) sikap penerima terhadap pesan erat hubungannya dengan pengalaman pribadi penerima, apabila penerima memiliki pengalaman kurang baik di masa lalu berkaitan dengan pesan komunikasi atau sumber akan berpengaruh kurang baik terhadap pesan dan sumber. Sumber dalam proses komunikasi harus mampu mengukur kemampuan penerima dalam menerima pesan karena setiap orang mempunyai kemampuan menerima pesan yang berbeda. Kemampuan seseorang dalam menerima pesan dipengaruhi dua hall yaitu kecepatan menangkap dan kemampuan dalam melakukan interprestasi terhadap pesan yang diterimanya (Riyanto, 1990). Riyanto (1990) menyatakan bahwa ketrampilan berkomunikasi seseorang mencakup: (1) ketrampilan mendengarkan, penerima bertindak sebagai pendengar dalam berkomunikasi secara lisan sehingga penerima harus mempunyai kemampuan mendengarkan dengan baik, (2) ketrampilan berbicara, selain mendengarkan dalam berkomunikasi, penerima harus memberikan respon terhadap sumber sehingga penerima juga harus mempunyai ketrampilan dalam berbicara, (c) ketrampilan membaca, merupakan kemampuan penerima untuk membaca tulisan secara efektif, (4) ketrampilan menulis, merupakan kemampuan penerima untuk memberikan umpan balik secara tertulis dan (5) ketrampilan berpikir, merupakan kemampuan penerima untuk berpikir secara kreatif dan efektif sehingga akan membantu dalam memahami pesan komunikasi. Tubbs dan Moss (Rahmat, 1986) menyatakan bahwa tanda-tanda komunikasi yang efektif setidaknya menimbulkan lima.ha1 yaitu: (1) Pengertian, penerimaan dan penafsiran isi pesan secara cermat. (2) Kesenangan, yaitu suasana hubungan yang akrab dan menyenangkan. (3) Mempengaruhi sikap, yaitu adanya efek pada diri penerima tentang pesan yang disampaikan. (4) Hubungan sosial yang baik. (5) Tindakan, yaitu tindakan nyata yang dilakukan penerima pesan setelah teqadi pengertian, pembentukkan dan perubahan sikap serta tumbuhnya hubungan yang baik. Pendapat lain diungkapkan oleh Effendy (1992), bahwa komunikasi yang efektif harus menimbulkan dampak: (1) kognitil: yaitu timbul pada komunikan yang menyebabkan dia menjadi tahu atau meningkatkan intelektualitasnya, (2) afektje yaitu komunikan tergerak hatinya, (3) behavioural yaitu dampak yang timbul pada komunikan dalam bentuk perilaku, tindakan. Siagian (1982) mengemukakan bahwa efektivitas komunikasi dalam organisasi ditujukan oleh tingkat pentingnya kebutuhan individual dan tercapainya tujuan organisasi secara cepat dan tepat sehingga tejadi kepuasan keja. Manulang (1987) berpendapat bahwa efektivitas komunikasi dalam organisasi dicirikan oleh semakin meningkatnya prestasi kej a pegawai dan kepuasan kej a pegawai. Upaya dalam meningkatkan efektivitas program-program pembangunan dapat dilakukan dengan cara meningkatkan efektivitas komunikasi di antara unsur-unsur yang terlibat dalam pembangunan tersebut. Paradigma komunikasi pembangunan yang dilakukan di pemerintah Propinsi Jawa Barat selama ini lebih menekankan komunikasi linear ke bawah (top down) ke komunikasi yang berpola konvergen. Pola komunikasi konvergen adalah komunikasi program pembangunan yang menekankan adanya komunikasi yang seimbang antara komunikasi dari atas ke bawah, dari bawah ke atas (bottom up) dan komunikasi antar instansi atau dinas yang mempunyai kedudukan yang sama atau hampir sama dalam koordinasi pelaksanaan program pembangunan, seperti yang dikemukakan oleh Rogers dan Kincaid (1981). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumardjo (1999) yang sejalan dengan pendapat Somavia (1981), memberikan beberapa penekanan yang merupakan komponen esensial dalam pesan komunikasi yang modern, hendaknya mengandung makna: (1) Mengkomunikasikan sesuatu yang menjadi kebutuhan masyarakat. (2) Komunikasi dalam struktur organisasi (birokrasi) mengandung suatu pendelegasian wewenang. (3) Komunikasi yang mengandung suatu dasar proses pendidikan, merupakan tanggung jawab sumber (media) dalam proses pendidikan bagi masyarakat luas. (4) Komunikasi dalam tugas (task) mengandung hak-hak (human righ) dan kevvajiban (obligation). .Maksudnya adalah komunikator atau media massa seharusnya mengarah pada suatu kerangka keja yang dilakukan masyarakat dan harus menjadi tanggung jawab hukum yang merefleksikan konsensus masyarakat yang disertai wewenang, hak dan kewajiban. Pada pergeseran paradigma komunikasi dalam pembangunan, kenyataannya komponen utama komunikasi linear tetap menjadi perhatian penting dalam analisis model konvergen karena adanya komponen-komponen utama yang terdiri dari: (1) pesan, (2) sumber atau komunikator, (3) saluran, (4) penerima atau komunikan dan (5) efek. Kelima unsur tersebut masih menjadi model dasar pada model relasional maupun model konvergen. Secara rinci konsep utama pada model konvergen mencakup: (1) informasi, (2) ketidakpastian (uncertainfL3, (3) konvergensi, (4) saling pengertian, (5) kesamaan tujuan(mutua1 agreemeno, (6) tindakan bersama (collective action) dan (7) jaringan hubungan dan relasi sosial (network o f relationship). Model komunikasi pembangunan yang diajukan adalah model komunikasi interactif yang sebenarnya lebih dekat dengan model komunikasi konvergen (Kincaid, 1979; Rogers dan Kincaid, 1981; Swanson, 1982 dan Sumardjo, 1999). Kedudukan komunikator dan komunikan sama-sama pentingnya karena kedua belah pihak saling mempunyai aspirasi dan kepentingan terhadap pesan dan proses komunikasi yang berlangsung, sehingga akan menghasilkan komitmen bersama yang sama tingginya. Disiplin Kerja Salah satu upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam mengisi dan melaksanakan pembangunan adalah melalui penerapan disiplin keja, selama periode tahun 1999/2000 dari 130 orang pegawai di Bagian Umum Setda Kabupaten Bogor, tercatat rata-rata 55 OO / yang mengikuti ape1 pagi dan rata-rata keterlarnbatan penyampaian laporan yaitu 5 hari kerja dari jadwal yang telah ditentukan, kondisi tersebut disebabkan oleh: (1) Waktu tempuh dari tempat tinggal ke Kantor cukup lama. (2) Pendidikan yang relatif rendah (3) Tingkat pendapatan masih kurang mencukupi (4) Sarana transportasi kurang mendukung Disiplin kerja merupakan wujud dari terlaksananya setiap kewajiban pegawai di dalam penyelesaian tugas - tugasnya sesuai dengan aturan. Karakteristik Pegawai Keadaan sumber daya manusia (pegawai) di bagian umum dapat dilihat dari indikator jumlah dan status kepegawaian serta status pendidikan. Kualitas sumber daya pegawai di bagian umum secara makro masih relatif kurang apabila dilihat dari tingkat pendidikan. Kondisi tersebut akan berpengaruh dalam pemberian respan terhadap proses komunikasi yang dilakukan di bagian umum baik secara vertikal, diagonal, maupun horisontal. Karakteristik Pembina Gaya kepemimpinan menurut Slamet (1988) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan dibedakan menjadi lima, yaitu gaya kepemimpinan: (1) autocratic vs democratic, (2) autoritarian vs equalitarian, (3) task oriented vs group oriented, (4) controlled vs permissive dan (5) initiating vs considerate. Gaya kepemimpinan ini kalau digambarkan merupakan garis kontinum, yaitu: Demokratis Persamaan Orientasi hubungan Terbuka Mengikut otokratis Ketidaksamaan Berorientasi pada tugas Terkontrol Inisiatif Keterangan: 5 = sangat autocratic atau democratic 4 = autocratic ata u democratic 3 = cukup autocratic atau democratic 2 = agak autocratic atau democratic 1 = tida k autocratic atau democratic Gambar 1. Garis Kontinum Beberapa Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan seseorang tidak bersifat fixed, artinya seseorang yang menduduki jabatan pimpinan mempunyai kapasitas untuk membaca situasi yang dihadapinya secara tepat dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar sesuai dengan tuntutan situasi yang dihadapinya, meskipun penyesuaiannya itu mungkin hanya bersifat sementara (Siagian, 1988). Riyanto (1997) menyatakan bahwa perilaku dan gaya kepemimpinan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu (1) perilaku berorientasi tugas, (2) perilaku yang berorientasi pada hubungan dan perilaku yang merupakan kombinasi (antara perilaku yang berorientasi tugas dan yang berorientasi hubungan). Uraian secara rinci adalah sebagai berikut: (1) Perilaku kepemimpinan yang berorientasi tugas, merupakan perilaku kepemimpinan yang menekankan pada penyelesaian suatu tugas atau aktivitas dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan, langkahlangkah yang dilakukan oleh pemimpin adalah: (a) Inisiasi, yaitu pemimpin yang mampu mencetuskan idelgagasan ke dalam bentuk yang siap untuk memulai suatu kegiatanlpekejaan. (b) Mencari informasi dan opini yaitu aktivitas mencari informasi dan opini yang berkaitan dengan pelaksanaan suatu kegiatanlpekerjaan biasanya dapat dilihat dengan bertanya mengenai suatu kejelasan sugesti, menambah informasi atau fakta yang diperlukan dalam pemecahan masalah. (c) Memberikan informasi dan opini, yaitu perilaku-perilaku yang berusaha memberikan kontribusi melalui pemberian informasi atau opini terhadap proses kelompok atau organisasi. (d) Elaborasi, yaitu perilaku memberikan gambaran tentang suatu ide yang tercetus dari salah satu anggota sehingga menjadi lebih jelas bagi anggota-anggota lainnya. (e) Koordinasi, yaitu menghubungkan berbagai pihak atau beberapa gagasan yang berkembang dalam kelompok atau organisasi. (f) Meringkas, yaitu membuat kesimpulan. (2) Perilaku kepemimpinan yang berorientasi hubungan, perilaku ini akan menonjol pada kepemimpinan suatu kelompok atau organisasi yang mementingkan kenyamanan, keserasian dan kepuasan suasana dalam melakukan aktivitasnya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam kepemimpinan ini adalah: (a) Mendorong, yaitu perilaku yang berusaha memberikan kesan yang menyenangkan bagi orang lain sehingga dapat membesarkan hati orang lain, seperti: bersikap bersahabat, hangat, responsif terhadap orang lain, menghargai pendapat orang lain, menyetujui dan menerima pendapat orang lain. (b) Menjaga pintu, yaitu perilaku yang berusaha menempatkan diri pada posisi perantara antara pihak luar, anggota kelompok atau organisasi dengan kelompok atau organisasi tersebut. (c) Meletakan standar, yaitu perilaku mengingatkan anggota-anggota kelompok atau organisasi tentang standar kelompok. (d) Menumbuhkan perasaan, yaitu menyimpulkan perasaan kelompok atau organisasi terhadap sesuatu, menemukan reaksi-reaksi kelompok atau organisasi. (e) Melakukan kompromi, seperti membantu para anggota kelompok atau organisasi untuk menerima gagasan. (f) Menciptakan keharmonisan. (3) Perilaku kepemimpinan kombinasi, meliputi: (a) Mengevaluasi, yaitu membandingkan keputusan kelompok atau organisasi dengan standar kelompok atau organisasi tersebut. (b) Mendiagnosa, yaitu mencoba menemukan sumber-sumber atau penyebab munculnya kesulitan-kesulitan, mengkaji tahapan-tahapan yang telah dilakukan untuk mengantisipasi tahap selanjutnya. (c) Melakukan pengujian, dilakukan secara tentatif dengan bertanya tentang opini-opini kelompok atau organisasi untuk menentukan waktu pencapaian konsensus (keputusan) kelompok atau organisasi.