BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyaknya parameter dan banyaknya jenis mekanisme sumber yang belum diketahui secara pasti, dimana parameter tersebut ikut mempengaruhi pola erupsi dan waktu erupsi suatu gunungapi membuat kajian tentang gunungapi ini menjadi suatu pekerjaan yang rumit dan menyisakan banyak pertanyaan (Wasserman, 2002). Berangkat dari permasalahan itu, penelitian ini ditujukan untuk mengkaji beberapa parameter tersebut. Secara spesifik kajian ini dilatarbelakangi oleh tiga hal mendasar, yaitu pertama adalah kebutuhan ilmu pengetahuan dalam upaya meningkatkan akurasi prediksi kapan dan bagaimana pola erupsi suatu gunungapi, kedua adalah relevansi sinyal tremor dengan dinamika magma, dan ketiga adalah kondisi objek penelitian yaitu Gunung Slamet yang aktif dan tergolong ke dalam tipe A (Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi, 2014). Prediksi letusan suatu gunungapi memang untuk saat ini merupakan suatu pekerjaan yang sulit, walaupun memungkinkan untuk diprediksi, tingkat ambiguitasnya masih sangat tinggi atau mekanisme sumbernya belum diketahui (Wasserman, 2002). Namun, seiring perkembangan teknologi monitoring yang sudah semakin canggih, pengamatan aktivitas gunungapi menjadi semakin baik. Sinyal seismik sangat bermanfaat untuk mempelajari gunungapi. Penelitian tentang gunungapi yang berhubungan dengan data seismik biasanya fokus pada tujuan untuk mempelajari jumlah kejadian (event) gempa vulkanik (Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi, 2014) dan distribusi sumber gelombang seismik yang teramati oleh alat (Zobin, 2012). Selain itu, juga mempelajari bagaimana mekanisme sumber gelombang seismik (Focal Mechanism). Data seismik itu sendiri juga bisa digunakan untuk mempelajari sifat fisis medium perambatannya, yaitu tubuh gunungapi itu sendiri contohnya dengan seismik tomografi yang digunakan untuk analisis kecepatan gelombang seismik di tubuh gunungapi. 1 2 Beberapa peneliti sebelumnya juga telah berusaha mencoba menarik kesimpulan berdasarkan analisis gelombang seismik salah satu gunungapi kemudian dihubungkan dengan jenis erupsi yang dianalisis secara visual di lapangan (Gottschammer, 1999; Vicaro, dkk., 2014). Walaupun anomali seismik telah berhasil diamati selama peningkatan aktivitas suatu gunung api, namun proses bagaimana gelombang itu dibangkitkan belum diketahui secara akurat, khususnya sinyal seismik berupa tremor. Studi tentang tremor itu sendiri jauh lebih rumit dibandingkan dengan model seismik lain yang bersumber dari sistem patahan (Konstantinou & Schlindwein, 2002). Tremor gunungapi merupakan suatu fenomena fisis seismik yang berbeda dari yang lain. Meskipun sumber utama tremor gunungapi sudah diketahui secara pasti, yaitu akibat dari pergerakan magma yang berfase zat alir (fluida) di suatu tempat di tubuh gunung, namun parameter-parameter fisis tremor belum diketahui secara kuantitatif. Misalnya, keberadaan puncak frekuensi yang tajam dan adanya frekuensi harmonik (Rust., dkk, 2008; Sakuraba & Yamauchi, 2014). Pertanyaannya adalah bagaimana proses terjadinya tremor dengan puncak frekuensi yang tajam, atau dengan kata lain memiliki periode yang menentu, dan juga bagaimana frekuensi harmonik itu terjadi? Berbeda dengan data seismik lain yang berasal dari sumber kopel ganda (Double Couple) dan atau yang berasal dari sistem patahan. Jika pada data seismik yang berasal dari patahan, parameter sumber seperti hiposenter, mekanisme fokal hingga pola radiasi energi seismiknya telah dapat diprediksi dengan sangat akurat, (Julian, dkk., 1998; Nishimura & Iguchi, 2011). Pada data tremor hal-hal tersebut belum diketahui, terkhusus pada mekanisme dan lokasi sumber, belum diketahui secara akurat dan rinci (detail). Meskipun demikian, keberadaan tremor pada saat gunungapi aktif menimbulkan semangat baru di kalangan peneliti gunungapi karena berhubungan langsung dengan magma dan fluida lain pada gunungapi yang aktif. Jika tremor dapat dipahami secara rinci, maka kelengkapan data untuk memprediksi waktu dan pola erupsi akan semakin lengkap. Seperti halnya monitoring gunungapi yang sudah biasa dilakukan, bahwa prinsip utama dalam analisis hasil rekaman seismik gunungapi adalah 3 membandingkan hasil rekaman seismik gunungapi pada kondisi diam atau normal dengan hasil rekaman pada saat ketika ada aktivitas yang tidak sama seperti biasanya (Minakami. T, 1969). Analisis yang sama mestinya bisa dilakukan untuk memprediksi jenis erupsi yang akan terjadi. Asumsi ini dibangun berdasarkan anggapan bahwa kondisi, pergerakan dan jenis magma berhubungan dengan gelombang seismik yang dihasilkannya. Walaupun jenis magma pada suatu gunung relatif tidak berubah dari waktu ke waktu, erupsinya bisa saja berubah. Letusan gunung yang sama tidak selamanya memiliki jenis erupsi yang selalu sama. Gunung yang saat ini memiliki jenis erupsi eksplosif bisa berubah menjadi erupsi efusif pada erupsi selanjutnya, erupsi yang biasanya didominasi abu bisa berubah menjadi erupsi yang didominasi oleh lelehan magma. Sebagai contoh, salah satu gunung yang menunjukkan perilaku seperti ini adalah Gunung Kelud yang berada di Jawa Timur, Indonesia. Erupsi gunungapi Kelud pada tahun 2007 merupakan erupsi yang bersifat efusif, berbeda dengan letusan pada tahun 2014 dimana erupsinya berupa letusan abu yang sangat kuat. Catatan sejarah letusan juga melaporkan bahwa Gunung Kelud ini biasanya memiliki jenis erupsi yang eksplosif (Auliani, 2014). Gunung Slamet merupakan salah satu gunungapi yang aktif di Jawa Tengah. Jika dilihat dari sejarah letusannya yang tercatat mulai tahun 1772 hingga 2014, gunung ini merupakan gunungapi yang aktif secara terus menerus, artinya tidak ada jeda waktu non-aktif-nya pada rentang yang lama. Tercatat sejak tahun 1825 hingga 2014 periode keaktifannya bervariasi hanya dalam satu tahunan hingga sepuluh tahun dan kemungkinan masih akan terus berlanjut. Biarpun demikian penelitian menyangkut seismik, baik Volcano Tektonik (VT) maupun tremor belum banyak dilakukan di gunungapi ini. Aktivitas gunungapi Slamet pada tahun 2014 diamati meningkat hingga terjadi letusan besar pada tanggal 17 September 2014. Selama periode peningkatan aktivitas itu, seismometer merekam sinyal seismik berupa tremor. Berdasarkan laporan pengamatan aktivitasnya yang dirilis oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Bandung, tremor vulkanik diamati terjadi mulai tanggal 26 4 Agustus 2014. Tremor vulkanik ini perlu dianalisis untuk mempelajari internal gunung itu. Pada studi ini, analisis juga dilakukan terhadap data Real Time Seismic Amplitude Measurement (RSAM). Dalam setiap peningkatan aktivitasnya, sinyal tremor tidak selalu terekam oleh seismometer yang terpasang di sekitar Gunung Slamet (Kementerian ESDM, 2011). Jika sinyal tremor memberikan sumbangan yang signifikan terhadap nilai RSAM, maka pola pergerakan magma akan bisa dipelajari pada periode yang lebih panjang. Sehingga diharapkan keberadaan data RSAM memberikan keuntungan lebih dalam mempelajari tremor. Setelah mengetahui aktivitas magma, untuk meningkatkan keakuratan prediksi kapan dan bagaimana bentuk letusan, pengetahuan tentang bentuk/dimensi tempat magma yakni dimensi dapur magma (Magma Chamber), dimensi pipa saluran magma (Conduit) hingga dimensi kantong magma sangat diperlukan. Analisis dari semua data ini perlu dilakukan guna mempelajari aktivitas Gunungapi Slamet. 1.2. Rumusan Masalah Permasalahan yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini adalah jika tremor berasal dari dinamika magma pada bagian internal gunungapi, maka perlu diketahui dinamika magma tersebut serta mencari bagaimana hubungannya dengan pola erupsi, dalam kasus ini erupsi dan fase krisis Gunungapi Slamet pada Juli hingga September tahun 2014. 1.3. Batasan Masalah Mengingat luasnya cakupan topik dan masalah yang bisa dianalisis, maka permasalahan dibatasi sebagai berikut: 1. Data seismik tremor dan RSAM Gunungapi Slamet yang diteliti adalah data antara bulan Juli hingga Oktober tahun 2014. 2. Dinamika magma diinterpretasi dari pola power spektrum, polarisasi dan gerakan partikel, serta bentuk sinyal di domain waktu. 5 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dinamika magma serta hubungan eruspsi Gunungapi Slamet dengan keberadaan sinyal tremor yang terekam mulai bulan Juli tahun 2014. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan studi bagi pembaca dalam memahami internal dan fenomena erupsi gunungapi Slamet. Selain untuk gunungapi Slamet, penelitian ini juga bermanfaat sebagai bahan kajian pustaka untuk penelitianpenelitian yang akan datang, baik sebagai pengembangan teori dan metode juga sebagai pembanding bagi gunungapi lain di Indonesia dan seluruh dunia.