48 BAB IV USAHA BUDIDAYA BENIH IKAN DI KECAMATAN BOJONGPICUNG KABUPATEN CIANJUR TAHUN 1990-2006 (KAJIAN SOSIAL-EKONOMI) 4.1 Gambaran Umum Kecamatan Bojongpicung Salah satu wilayah sentral pengembangan usaha budidaya benih ikan di Kabupaten Cianjur adalah wilayah Kecamatan Bojongpicung. Oleh karena itu, penulis membahas tentang gambaran umum wilayah Kecamatan Bojongpicung untuk memahami keterkaitannya dengan keberadaan usaha usaha budidaya benih ikan yang berkembang di daerah tersebut. Gambaran umum Kecamatan Bojongpicung akan di paparkan dalam dua subjudul, yaitu keadaan geografis dan administratif, serta keadaan demografis yang meliputi jumlah penduduk dan keadaan sosial ekonomi masyarakatnya. 4.1.1 Keadaan Geografis dan Administratif Kabupaten Cianjur berada di tengah Propinsi Jawa Barat tepatnya terletak di antara 106°25′ – 107°25′ Bujur Timur dan 6°21′ – 7°32′ Lintang Selatan. Dari segi transportasi dan komunikasi, letak geografis Kabupaten Cianjur cukup strategis. Kota Cianjur di lintasi jaringan jalan antar kota-kota besar, seperti Bandung, Bogor dan Jakarta. Jarak dari Cianjur ke ibu kota Propinsi Jawa Barat yaitu Bandung sekitar 65 Km sedangkan jarak dari Cianjur ke ibu kota Negara yaitu Jakarta sekitar 120 Km. Luas wilayah Kabupaten Cianjur adalah 350.148 Hektar (BPS Kabupaten Cianjur, 2002:1). 49 Keadaan alam daerah Kabupaten Cianjur terletak di kaki Gunung Gede dengan ketinggian sekitar 2.962 meter diatas permukaan laut dan terendah sekitar 7 meter diatas permukaan laut. Berdasarkan data statistik tahun 1990-2006, jumlah kecamatan, kelurahan, dan desa di Kabupaten Cianjur dalam kurun waktu penelitian penulis tidak mengalami perubahan. Secara geografis Kabupaten Cianjur di bedakan dalam tiga wilayah pembangunan yakni wilayah utara, tengah dan wilayah selatan, untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut: 1. Wilayah Utara, merupakan dataran tinggi terletak di kaki Gunung Gede dengan ketinggian 2.962 meter, sebagaian besar merupakan daerah dataran tinggi pegunungan dan sebagian lagi merupakan dataran yang dipergunakan untuk areal perkebunan dan pesawahan. Daerah ini meliputi lima belas Kecamatan yaitu Cianjur, Cilaku, Warungkondang, Gekbrong, Cibeber, Karang Tengah, Sukaluyu, Ciranjang, Bojong Picung, Mande, Cikalongkulon, Cugenang, Sukaresmi, Cipanas dan Pacet. 2. Wilayah Tengah, merupakan daerah yang berbukit-bukit kecil dikelilingi dengan keadaan struktur tanahnya labil sehingga sering terjadi tanah longsor dan daerah ini pun merupakan daerah gempa bumi, dataran lainnya terdiri dari areal perkebunan dan pesawahan. Daerah ini meliputi sembilan Kecamatan yaitu Sukanagara, Takokak, Campaka, Campaka Mulya, Tanggeung, Pagelaran, Leles, Cijati dan Kadupandak. 3. Wilayah Selatan, merupakan dataran rendah akan tetapi terdapat banyak bukit- bukit kecil yang diselingi oleh pegunungan yang melebar sampai kedaerah pantai samudra Indonesia, seperti halnya daerah Cianjur bagian 50 Tengah, bagian selatan pun tanahnya labil dan sering terjadi longsor dan merupakan daerah gempa bumi, di daerah ini terdapat pula areal untuk perkebunan dan persawahan namun tidak begitu luas. Daerah ini meliputi enam kecamatan yaitu Cibinong, Agrabinta, Sindangbarang, Cidaun, Naringgul dan Cikadu. (BPS Kabupaten Cianjur, 2002:1-2) Secara administratif Kabupaten Cianjur mempunyai batas-batas wilayah yaitu disebelah utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta, sebelah barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sukabumi, Sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia dan sebelah timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bandung dan Kabupatean Garut (BPS Kabupaten Cianjur, 2002:1). Kabupaten Cianjur memiliki potensi lahan untuk pengembangan bidang perikanan dan peternakan. Untuk sektor perikanan di Kabupaten Cianjur tersebar di berbagai Kecamatan diantaranya untuk budidaya ikan air tawar secara umum terdapat di Kolam Jaring Apung (KJA) dan Kecamatan Karang tengah, Cugenang, Bojongpicung, Sukaluyu dan Warungkondang. Sedangkan untuk perikanan laut dan payau terdapat di Kecamatan pesisir yaitu Kecamatan Sindangbarang, Agrabinta dan Cidaun (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Cianjur,2003:ii). Berkaitan dengan kajian penulis melakukan penelitian tentang budidaya benih ikan di Kecamatan Bojongpicung. Untuk lebih jelasnya letak Kecamatan Bojongpicung dapat dilihat pada peta Kabupaten Cianjur yang diberi tanda warna hijau sebagai berikut: 51 Peta 4.1 Peta Kabupaten Cianjur Sumber: Diolah dari BPS Kabupaten Cianjur. (2005). Kabupaten Cianjur dalam Angka. Cianjur: Kantor Statistik Kabupaten Cianjur. 52 Berkaitan dengan kajian yang diambil, penulis melakukan penelitian mengenai budidaya benih ikan di Kecamatan Bojongpicung. Luas wilayah Kecamatan Bojongpicung adalah 14.022,265 Ha yang terdiri dari tanah darat 10.454.68 Ha, tanah kas desa 278.05 Ha, tanah perkebunan 380 Ha, dan tanah wakaf 12.23 Ha. Berdasarkan kurun waktu yang dikaji yaitu dari tahun 19902006, Kecamatan Bojongpicung masih terdiri 16 Desa/Kelurahan yaitu Desa Bojongpicung, Cibarengkok, Cihea, Cikondang, Haurwangi, Hegarmanah, Jati, Jatisari, Kemang, Kertasari, Mekarwangi, Neglasari, Ramasari, Sukajaya, Sukarama, Sukaratu (Diolah dari data Kantor Kecamatan Bojongpicung, Tanpa Tahun). Suhu minimum rata- rata Kecamatan Bojongpicung adalah 19°C dan suhu maksimum adalah 30°C. Sedangkan curah hujan di Kecamatan Bojongpicung adalah 100 mm/thn. Sejalan dengan kebijakan yang berhubungan dengan wilayah administratif dan kependudukan, sejak tahun 2008 pembagian wilayah administratif Kecamatan Bojongpicung mengalami beberapa perubahan. Tahun 2008 jumlah desa di Kecamatan Bojongpicung berubah menjadi 11 desa dari 16 desa. Desa Haur Wangi mengalami pemekaran menjadi Kecamatan. Secara administratif, batas wilayah Kecamatan Bojongpicung yaitu sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Ciranjang sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Cibeber, serta sebalah timur berbatasan dengan Kecamatan Haur Wangi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta Kecamatan Bojongpicung sebagai berikut: 53 Peta 4.2 Peta Kecamatan Bojongpicung Sumber: Diolah dari Data Kantor Kecamatan Bojongpicung. (2008:Tanpa Halaman).Peta Wilayah Kecamatan Bojongpicung Tahun 2008. Bojongpicung: Kantor Kecamatan Bojongpicung. 54 Berdasarkan posisi geografis sebagaimana yang telah digambarkan dalam peta, wilayah Kecamatan Bojongpicung merupakan daerah yang potensial untuk mengembangkan budidaya perikanan khususnya budidaya pembenihan ikan, karena berada pada ketinggian 200-450 m dpl (BPS Kabupaten Cianjur, 1991:1). Potensi wilayah yang berada pada ketinggian tersebut cocok untuk mengembangkan budidaya benih ikan karena berada dibawah 1000 m dpl. Benih ikan dapat tumbuh dengan baik, jika lokasi pemeliharaan berada pada ketinggian antara 150-1000 m dpl (Sendjaja, 2002:30-31) karena jika tempat pemeliharaan ikan di daerah dataran tinggi atau daerah yang ketinggiannya lebih dari 1.000 m dpl, kurang baik karena suhu air dan udara lebih dingin. Akibatnya, untuk beberapa jenis ikan tertentu laju pertumbuhannya menjadi terhambat. Sumber air untuk budidaya benih ikan yang berkembang di Kecamatan Bojongpicung berasal dari Irigasi Cihea. 4.1.2 Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk 4.1.2.1 Keadaan Penduduk Penduduk merupakan salah satu penggerak dalam roda perekonomian di suatu wilayah. Selain itu penduduk menjadi faktor penting yang turut menentukan perubahan kebudayaan. Penduduk yang berasal atau menetap di suatu daerah umumnya memiliki keinginan untuk memajukan daerah tempat tinggalnya. Penduduk dalam hal ini yaitu masyarakat Kecamatan Bojongpicung mulai menyesuaikan dengan perekonomian dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka jumlah penduduk dapat mempengaruhi kehidupan perekonomian suatu wilayah karena penduduk merupakan sumber daya manusia sebagai faktor 55 pembangunan. Adapun perkembangan penduduk Kecamatan Bojongpicung dari tahun 1990-2006 adalah sebagai berikut: Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kecamatan Bojongpicung Tahun 1990-2006 Tahun Penduduk Jumlah Jiwa Laki –laki Perempuan 40.079 39.557 79.636 1990 40.099 39.403 79.502 1991 39.931 39.320 79.251 1992 39.451 39.409 78.860 1993 39.678 39.550 79.228 1994 41.204 40.234 81.438 1995 42.916 41.201 84.117 1996 46.029 45.545 91.574 1997 46.523 45.670 92.193 1998 47.205 45.890 93.095 1999 48.438 46.840 92.278 2000 49.223 47.559 96.822 2001 52.247 46.063 98.310 2002 51.598 49.471 101.966 2003 52.140 49.826 101.966 2004 53.205 50.768 103.973 2005 53.370 51.967 105.337 2006 Sumber: Diolah dari Data BPS Kabupaten Cianjur. (1990-2006). Kabupaten Cianjur dalam Angka. Cianjur: Kantor Statistik Kabupaten Cianjur. Berdasarkan data penduduk pada tabel di atas, selama enam belas tahun kajian penulis dari tahun 1990-2006, perubahan yang terjadi di Kecamatan Bojongpicung adalah proses bertambah dan berkurangnya penduduk yang terjadi secara normal. Pada tahun 1991 jumlah penduduk Kecamatan Bojongpicung meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, hal tersebut diakibatkan karena angka kelahiran yang tinggi dan migrasi penduduk ke Kecamatan Bojongpicung. Namun pada tahun 1992 dan 1993 penduduk di Kecamatan Bojongpicung berkurang, hal ini tidak bisa terlepas dari adanya angka 56 pertumbuhan dan angka kematian karena manusia bersifat dinamis. Selain itu berkurangnya penduduk pada tahun tersebut karena minimnya lapangan pekerjaan yang terdapat di wilayah tersebut. Adanya usaha budidaya benih ikan yang sudah mulai berkembang di daerah tersebut sebagai alternatif usaha baru belum mampu menarik minat masyarakat untuk tinggal dan mengembangkannya di tanah kelahiran mereka. Sehingga banyak warga di Kecamatan Bojongpicung mencari pekerjaan ke kota-kota besar seperti Bandung dan Jakarta sebagai buruh pabrik, bahkan tidak sedikit pula warga yang bekerja sebagai TKI di negara-negara timur tengah, Malaysia dan Brunai Darussalam. Selanjutnya pada tahun 1994 jumlah penduduk Kecamatan Bojongpicung kembali meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 1995, 1996 penduduk di Kecamatan Bojongpicung terus mengalami kenaikan. Dan pada tahun 1997 penduduk kecamatan Bojongpicung mengalami kenaikan jumlah penduduk yang cukup signifikan dari tahun sebelumnya, diakibatkan karena terjadinya migrasi penduduk ke wilayah Kecamatan Bojongpicung. Salah satuya yaitu setelah adanya krisis yang melanda Indonesia. Banyak warga Cianjur yang bekerja di kota-kota Besar seperti Bandung dan Jakarta yang terkena PHK kembali lagi ke Kecamatan Bojongpicung, untuk memulai usaha baru di tanah kelahiran mereka. Salah satu alternatif usaha yang sudah mulai berkembang di Kecamatan Bojongpicung adalah usaha budidaya benih ikan air tawar. Sejalan dengan pesatnya perkembangan usaha budidaya benih ikan sebagai usaha alternatif yang dinilai mampu meningkatkan perekonomian masyarakat di 57 Kecamatan Bojongpicung. Mulai tahun 1998-2006 penduduk Kacamatan Bojongpicung terus mengalami peningkatan, selain karena meningkatnya angka kelahiran diperkirakan juga karena adanya peningkatan migrasi penduduk ke wilayah tersebut. 4.1.2.2 Mata Pencaharian Kabupaten Cianjur sebagai daerah agraris pembangunananya bertumpu pada sektor pertanian. Sehingga lapangan pekerjaan utama penduduk Kabupaten Cianjur berada pada sektor pertanian. Salah satu daerah lumbung padi di Kabupaten Cianjur adalah Kecamatan Bojongpicung. Sebagian besar masyarakat di Kecamatan Bojongpicung sudah berprofesi sebagai petani, sejak jaman kolonial Belanda, yaitu setelah dibangunnya irigasi Cihea tahun 1885 yang menyediakan pengairan yang baik untuk perkembangan pertanian di daerah tersebut. Keberadaan irigasi Cihea telah mampu merubah wilayah Bojongpicung menjadi daerah pesawahan yang subur dan tempat perumahan yang nyaman. Hal itu terbukti dengan terlaksananya tiga kali panen dalam setahun. Wilayah yang subur serta ditunjang keadaan daerah perumahan yang nyaman, telah mampu menarik warga dari daerah lain untuk bermigrasi ke wilayah tersebut. Walaupun di tahun-tahun awal keberadaannya, irigasi tersebut sempat merugikan penduduk Cianjur khususnya wilayah Bojongpicung yang merupakan bagian dari daerah irigasi Cihea, yakni adanya wabah malaria. Wabah ini timbul karena saluran pengairan di seputar irigasi Cihea kurang di pelihara dengan baik. Akibatnya muncul rawa-rawa yang menjadi tempat bersarangnya nyamuk malaria (Dienaputra, 2004:137). 58 Selama bertahun-tahun masyarakat di Kecamatan Bojongpicung ditunjang dengan pengairan yang baik dari irigasi Cihea, mereka menekuni usaha pertanian kemudian sekitar tahun 1990 secara bertahap masyarakat mulai beralih menekuni usaha baru yaitu usaha pembenihan ikan. Setelah berkembangnya usaha pembesaran ikan dengan teknik Jaring Apung (KJA) di bendungan –bendungan besar di Jawa Barat serta pemeliharaan ikan di kolam air deras yang dilakukan masyarakat di daerah lain seperti di Saguling dan Cirata mendorong sebagian dari petani di daerah setempat merubah lahan pesawahan menjadi kolam ikan untuk menyediakan pasokan benih ikan ke daerah tersebut. Pasokan benih ikan sebelum dikirim ke usaha pembesaran dikirim dahulu ke petani pendeder di Bandung. Usaha budidaya benih yang berkembang di wilayah kecamatan Bojongpicung, kemudian dijadikan alternatif usaha baru. Pada awalnya warga mengembangkan usaha ini sebagai usaha sampingan selain bertani padi. Namun usaha ini diperkirakan cukup memberikan keuntungan ekonomi. Sehingga secara bertahap oleh sebagian petani mulai dibudidayakan secara intensif dan dijadikan usaha pokok menggantikan usaha bertani padi. Sebagian besar masyarakat Kecamatan Bojongpicung sebelum adanya usaha budidaya benih ikan bermata pencaharian sebagai petani padi, yang jumlahnya mencapai 60-70% dari jumlah seluruh masyarakat yang ada. Sedangkan sisanya memiliki mata pencaharian bervariasi diantaranya sebagai pedagang, pegawai negeri sipil, pegawai swasta, dan lainnya. Untuk lebih jelasnya, presentase mata pencaharian penduduk Bojongpicung dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 59 Tabel 4.2 Presentase Mata Pencaharian Kecamatan Bojongpicung Tahun 1990-2006 Mata Tahun Pencaharian 1990 2005 2006 Pertanian 70.23 % 65.99 % 62.99 % Perdagangan 13,60 % 18,33 % 18,42 % Pegawai Negeri 9,40 % 10,48 % 10,36 % Lapangan lainnya 6,77 % 5,2 % 8,23 % Sumber: Diolah dari Data BPS Kabupaten Cianjur. (1990, 2005, 2006). Kabupaten Cianjur dalam Angka. Cianjur: Kantor Statistik Kabupaten Cianjur, dan Hasil Wawancara dengan H. Dili dan Lili Sadikin, Sekitar bulan Juni-Juli. Berdasarkan data pada tabel di atas, persentase masyarakat di Kecamatan Bojongpicung yang bekerja pada sektor pertanian secara umum dari tahun 19902006 menurun hal tersebut diakibatkan karena banyaknya lahan sawah yang dijadikan perumahan penduduk. Berkaitan dengan usaha budidaya benih ikan presentase masyarakat Kecamatan Bojongpicung yang bekerja di lapangan pertanian, dalam arti luas termasuk di dalamnya sektor perikanan, tidak mengalami perubahan berarti. Namun, apabila lapangan pertanian dipisahkan dengan perikanan maka akan terlihat adanya perubahan terutama setelah berkembangnya usaha budidaya benih ikan. Karena banyak petani padi yang kemudian beralih ke usaha budidaya benih ikan. Masyarakat Kecamatan Bojongpicung yang terlibat dalam usaha perikanan sebelum adanya usaha budidaya benih ikan jumlahnya masih sangat sedikit. Usaha perikanan tersebut belum berkembang karena hanya dibudidayakan secara alami dan terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ikan keluarga saja. Namun sekitar tahun 1990 mulai usaha budidaya benih ikan mulai dilakukan secara intensif, bahkan pada perkembangannnya dijadikan usaha pokok keluarga 60 selain bertani padi. Perincian tentang perkembangan jumlah petani pembenih ikan air tawar di Kecamatan Bojongpicung dari tahun 1900-2006 dapat dilihat pada tabel 4.3 sebagai berikut: Tabel 4.3 Perkembangan Jumlah Rumah Tangga Petani Pembenih Ikan Air Tawar di Kecamatan Bojongpicung Tahun 1990-2006 Tahun Jumlah Rumah Tangga Petani Pembenihan Ikan 1990 9 1991 9 1992 13 1993 13 1994 13 1995 13 1996 13 1997 13 1998 82 1999 82 2000 82 2001 82 2002 82 2003 85 2004 85 2005 85 2006 64 Sumber: Diolah dari Data Dinas Perikanan Kabupaten Cianjur. Dalam data BPS Kabupten Cianjur. Cianjur Dalam Angka.(1990-2006). Cianjur: Kantor Statistik Kabupaten Cianjur. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah rumah tangga petani ikan air tawar sejak tahun 1990-2006 mengalami peningkatan dan penurunan secara normal. Pada tahun 1990 yang merupakan tahun awal dimulainya budidaya benih ikan air tawar di Kecamatan Bojongpicung, jumlah rumah tangga petani pembenih ikan air tawar di Kecamatan Bojongpicung sudah tercatat sebanyak 9 61 orang keadaan tersebut tetap bertahan hingga tahun 1991 yang jumlahnya tetap yaitu 9 orang. Hal ini diakibatkan karena pada saat itu masyarakat masih beradaptasi dengan teknologi baru yang berkembang dalam bidang perikanan. Jumlah ini kemudian mengalami peningkatan seiring dengan berkembangnya usaha Budidaya Benih Ikan. Pada tahun 1993 jumlah rumah tangga petani pembenih ikan air tawar meningkat lagi menjadi 13 orang, jumlah tersebut tetap bertahan hingga tahun 1997. Selanjutnya pada tahun 1998 jumlah rumah tangga petani pembenih ikan air tawar di Kecamatan Bojongpicung mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun 1997 sebanyak 69 orang, sehingga jumlah rumah tangga petani pembenih ikan air tawar di Kecamatan Bojongpicung pada tahun 1998 mencapai 82 orang. Jumlah tersebut terus bertahan hingga tahun 2002. Pada tahun 2003 jumlah petani ikan mengalami peningkatan sebanyak 3 orang menjadi 85 orang. Hingga tahun 2005 jumlah rumah tangga petani pembenih ikan masih bertahan sebanyak 85 orang. Pada tahun 2005 dinggap sebagai puncak dari perkembangan jumlah rumah tangga petani pembenih ikan di Kecamatan Bojongpicung, karena banyaknya jumlah masyarakat yang menekuni usaha tersebut. Kemudian jumlah rumah tangga petani pembenih ikan mengalami penurunan lagi pada tahun 2006 sebanyak 21 orang menjadi 64 orang. Jumlah rumah tangga petani pembenih ikan air tawar di Kecamatan Bojongpicung selama kurun waktu dari tahun 1990-2006 berkurang dan bertambah jumlahnya secara normal. Namun selama kurun waktu tersebut jumlah rumah tangga petani pembenihan ikan air tawar terus mengalami peningkatan secara bertahap, 62 dibandingkan pada tahun awal perintisannya yang hanya berjumlah 9 orang, sedangkan pada tahun 2006 jumlah rumah tangga petani pembenih ikan sudah mencapai 64 orang. Usaha Budidaya benih Ikan yang tergolong kegiatan budidaya ikan intensif ini dinilai telah mampu meningkatkan perekonomian masyarakat. Meskipun selama kurun waktu tahun 1990-2006, banyak petani yang beralih usaha untuk menggeluti usaha budidaya benih ikan, namun disisi lain banyak juga petani di Kecamatan Bojongpicung yang masih tetap bertahan sebagai petani padi. 4.1.2.3 Tingkat Pendidikan Perkembangan suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh jumlah penduduk dan mata pencaharian yang ada tetapi juga oleh bidang pendidikan. Tingkat pendidikan suatu daerah sangat berpengaruh terhadap perkembangan daerah tersebut. Hal ini disebabkan karena pembangunan di suatu daerah banyak ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Kualitas sumber daya manusia tidak terlepas dari tingkat pendidikan yang dimiliki. Dengan pendidikan manusia mendapatkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi manusia agar lebih mengetahui dan mendalami segala aspek kehidupan sehingga akan menunjang pembangunan (Soekanto, 2005: 10). Tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Bojongpicung tidak terlepas dari gambaran umum pendidikan pada tingkat Kabupaten Cianjur. Kabupaten Cianjur menurut Badan Pusat Statistik (BPS) propinsi Jawa Barat tercatat sebagai Kabupaten dengan Angka Partisipasi Sekolah terendah kedua di Provinsi Jawa Barat setelah Kabupaten Tasikmalaya. Terutama dalam Angka Partisipasi Sekolah 63 SLTP dan SLTA untuk usia 16-18 tahun dan 19-24 tahun (BPS Provinsi Jawa Barat, 2006). Untuk mengatasi rendahnya partisipasi sekolah di Kabupaten Cianjur, maka pemerintah daerah bersama dengan Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten melakukan upaya-upaya peningkatan partisipasi sekolah melalui penyelenggaraan program-program pendidikan kesetaraan seperti paket B dan C. Program ini adalah program pendidikan berbasis keterampilan dan life skill untuk menyiapkan lulusan-lulusannya mampu berperan dalam kegiatan perekonomian daerah. Program pendidikan kesetaraan, salah satunya difokuskan di pesantrenpesantren salafiyah di Kabupaten Cianjur. Mengingat banyaknya santri pesantren salafiyah yang tidak mengikuti pendidikan formal dan mendapatkan ijazah formal yang dikeluarkan baik oleh Diknas ataupun Depag. Hal ini dikarenakan kecenderungan pesantren salafiyah yang sangat memegang tradisi sehingga menjadikan mereka tertutup dan resistance terhadap modernisasi, termasuk terhadap pendidikan non-agama. Diawali dengan program kerjasama misalnya berternak ayam antara Diknas dengan pihak pesantren, akhirnya pesantren mau membuka diri untuk program-program lainnya. Setelah melihat keberhasilan program tersebut. Hingga saat ini sudah lebih dari 100 pesantren yang mau menerima Diknas dan menyelenggarakan program kesetaraan di pesantren. Perkembangan tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan Bojongpicung pun tidak jauh berbeda dengan perkembangan pendidikan di tingkat Kabupaten Cianjur. Banyak warga usia sekolah di Kecamatan Bojongpicung yang mengenyam pendidikan di pesantren. Pada tahun 2005 di 64 Kecamatan Bojongpicung terdapat 74 pesantren dengan 240 ustadz dan 4328 orang santri yang tersebar diseluruh desa. Pada tahun 2005 jumlah pesantren mengalami penurunan menjadi 69 pesantren, dengan jumlah ustadz sebanyak 257 dan santri sebanyak 4126 orang. (BPS Kabupaten Cianjur, 2008:51). Jumlah sekolah dan murid di Kecamatan Bojongpicung dari tahun 1990-2006, untuk tingkat SD hingga SMA berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur berkurang dan bertambah jumlahnya. Untuk lebih jelasnya perkembangan jumlah sekolah dan murid di Kecamatan Bojong Picung tahun 1990 -2006 dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.4 Perkembangan Jumlah Sekolah dan Murid di Kecamatan Bojongpicung Tahun 1990-2006 Tahun Tingkat SD Tingkat SMP Unit Sekolah Jumlah Murid 60 60 10.847 4 1.480 2 360 1991 11.342 4 1.612 2 321 1992 60 12.356 4 1.674 2 295 1993 60 12.376 4 1.756 2 251 1994 60 12.320 4 2.281 2 267 1995 60 12.390 4 2.450 2 278 1996 60 12.340 4 2.670 2 289 1997 60 12.284 4 3.188 2 230 1998 60 12.450 4 3.107 2 210 1999 60 12.245 4 2.967 2 215 2000 60 12.961 4 2.845 2 158 2001 60 13.007 4 2.987 2 165 2002 60 13.220 4 3.399 2 189 2003 60 13.320 4 3.125 2 234 2004 13.402 7 4.165 1 367 2005 62 62 13.443 7 4.345 1 370 2006 62 13.540 7 4.367 1 390 1990 Unit Sekolah Jumlah Murid Tingkat SMA Unit Sekolah Jumlah Murid Sumber: Diolah dari Data BPS Kabupaten Cianjur. (1990-2006). Kabupaten Cianjur dalam Angka. Cianjur: Kantor Statistik Kabupaten Cianjur. 65 Pada tabel diatas terlihat bahwa jumlah sekolah dan murid SD dan SMP dari tahun 1990-1993 di Kecamatan Bojongpicung mengalami peningkatan yang signifikan. Akan tetapi, jumlah murid pada tingkat SMA mengalami penurunan. Pada tahun 1994 jumlah murid tingkat SD berkurang meskipun jumlah sekolahnya tetap, sedangkan untuk jumlah murid SMP dan SMA mengalami peningkatan. Selanjutnya terjadi penurunan jumlah murid lagi pada tahun 19961997, pada tingkat SD sedangkan pada tingkat SMP mengalami peningkatan. Pada tahun 1998 jumlah murid tingkat SD meningkat, berbeda dengan jumlah murid SMP dan SMA yang menurun. Namun jumlah siswa SD dan SMP kembali meningkat pada tahun 1999-2003. Pada tahun 2004 selain jumlah siswa yang meningkat jumlah sekolah untuk tingkat SLTP di Kecamatan Bojongpicung juga meningkat dari 4 sekolah menjadi 7 sekolah. Namun jumlah sekolah untuk tingkat SMA mengalami penurunan dari dua sekolah menjadi satu sekolah hal tersebut diakibatkan karena jumlah murid SMA mengalami penurunan sehingga pemerintah mengadakan merger sebagai upaya efesiensi biaya operasional sekolah. Berdasarkan tabel 4.4 diatas, dapat diketahui bahwa pada kurun waktu 1990-2006 sebagian besar masyarakat Kecamatan Bojongpicung sudah mampu mengenyam pendidikan minimal sampai jenjang pendidikan sekolah dasar (SD), bahkan tidak sedikit pula masyarakat yang telah mampu menempuh pendidikan hingga tingkat SMA. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lembaga pendidikan yang didirikan pemerintah terutama sekolah-sekolah untuk tingkat pendidikan dasar. Namun, kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan 66 masih kurang, hal ini terlihat dari masih sedikitnya jumlah lembaga pendidikan untuk tingkat SMP dan SMA di Kecamatan Bojongpicung. Kondisi tersebut berbeda dengan dengan jumlah SD yang cukup banyak. Penurunan jumlah murid SMP maupun SMA, dikarenakan jumlah murid yang melanjutkan dari tingkat SD ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi sedikit jumlahnya sehingga pemerintah mengambil tindakan untuk melakukan merger sebagai upaya efesiensi biaya operasional sekolah. Kurangnya kesadaran akan pendidikan di masyarakat ini dipengaruhi oleh faktor tingkat kesejahteraan keluarga yang masih rendah. Para orang tua hanya mampu menyekolahkan anak-anak mereka sampai SD atau SMP saja. Hanya sedikit dari mereka yang mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, angapan sebagian masyarakat setempat bahwa dengan hanya mampu membaca dan menghitung dirasakan sudah cukup untuk modal mendapatkan pekerjaan atau membantu orang tua untuk meringankan beban ekonomi keluarga. Jenjang pendidikan yang ditempuh oleh mayoritas penduduk Kabupaten Cianjur, termasuk Kecamatan Bojongpicung sangat berpengaruh terhadap kesempatan kerja yang akan dimasuki oleh mereka. Mengingat jenjang pendidikan yang banyak ditempuh oleh masyarakat adalah sebatas SD-SMP, maka kesempatan kerja pun terbatas pada pekerjaan yang tidak memerlukan kualifikasi tingkat pendidikan yang khusus. Salah satu pekerjaan yang tidak memerlukan kualifikasi pendidikan khusus adalah sebagai petani baik petani padi maupun petani pembenih ikan. Hal penting yang diperlukan dalam pekerjaan 67 usaha bertani padi dan usaha bertani ikan adalah kesabaran, kerja keras dan kedisiplinan untuk memelihara ikan maupun menanam padi seperti keterampilan memberi pakan ikan atau mengolah sawah yang dapat diperoleh melalui proses pendidikan non-formal yaitu dengan belajar kepada warga lain yang telah lebih dahulu menggeluti usaha tersebut bahkan teknik mengelola sawah mereka peroleh secara turun temurun dari orang tua atau generasi terdahulu. 4.2 Perkembangan Awal usaha Budidaya Benih Ikan di Kecamatan Bojongpicung 4.2.1 Awal Usaha Budidaya Benih Ikan di Kecamatan Bojongpicung Munculnya usaha budidaya benih ikan di Kecamatan Bojongpicung tidak terlepas dari berkembangnya budidaya perikanan air tawar di Propinsi Jawa Barat sebagai salah satu sentra budidaya ikan air tawar di Indonesia. Dalam subsistem pola intensifikasi budidaya ikan secara umum terdiri dari subsistem yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan yakni diantaranya adalah subsistem pembenihan, subsistem pendederan, subsistem pembesaran dan dan subsistem pemasaran. Berkembangnya usaha pembesaran ikan dengan teknik Jaring Apung (KJA) di bendungan-bendungan besar di Jawa Barat seperti Cirata dan Saguling, serta pemeliharaan ikan di kolam air deras yang dilakukan masyarakat di wilayah lain di Propinsi Jawa Barat. Mendorong munculnya peluang usaha baru bagi masyarakat di sekitar irigasi Cihea, Kecamatan Bojongpicung yaitu mengembangkan usaha budidaya benih ikan. Hal tersebut dalam budidaya perikanan secara umum merupakan keterkaitan antara subsistem pembenihan, subsistem pendederan dan subsistem pembesaran. 68 Masyarakat di sekitar irigasi Cihea memanfaatkan pontensi pengairan yang baik untuk mengembangkan budidaya benih ikan di lahan sawah milik mereka. Secara bertahap sebagian petani di daerah tersebut mulai mengubah lahan sawahnya menjadi kolam pembenihan. Setelah dilakukan uji coba oleh petani pendeder ikan dari Bandung yang membudidayakan ikan hasil pembenihan dari daerah Kecamatan Bojongpcung. Kualitas benih ikannya lebih baik dibandingkan kualitas benih dari daerah lain. Sehingga salah satu warga dari desa Jati sekitar tahun 1990 yaitu Bapak Nunung mulai mengembangkan usaha budidaya benih ikan tersebut secara intensif. Melihat keberhasilan Bapak Nunung dari desa Jati dalam usaha budidaya benih ikan tersebut mulai diikuti oleh warga lainnya. Perintis usaha budidaya benih ikan lainnya adalah Bapak Agus Soleh dari desa Jati. Bapak Agus mengembangkan usaha budidaya benih ikan setelah mempelajari tekniknya dari buku dan penyuluhan –penyuluhan (Hasil Wawancara dengan Herman dan Agus Soleh, Juni-Juli 2009). Pada awalnya sekitar tahun 1979, beberapa petani di Kecamatan Bojongpicung sudah mengembangkan budidaya perikanan hingga subsistem pembesaran (Hasil wawancara dengan Ule Sulaeman, 18 Juli 2009) bahkan secara turun temurun dari generasi terdahulu sebagian masyarakat di Kecamatan Bojongpicung juga sudah mengembangkan budidaya ikan untuk konsumsi dan mereka pun telah mampu mengusai teknik memijahkan ikan mas dengan baik. Pada tahun 1990 setelah dikembangkan usaha pembenihan oleh Bapak Nunung dan Agus Soleh, dan pada perkembangannya usaha tersebut dinilai 69 menguntungkan sehingga mulai diikuti oleh masyarakat di Kecamatan Bojongpicung (Hasil Wawancara dengan Herman dan Agus Soleh, Juni-Juli 2009). Berkembangnya usaha pembenihan ini ditunjang juga oleh berkembangnya subsistem usaha pendederan ikan air tawar di Bandung, Subang dan Sukabumi serta subsistem usaha pembesaran ikan dengan teknik Kolam Jaring Apung di bendungan –bendungan besar di Jawa Barat, terutama Saguling dan Cirata. Usaha subsistem pembesaran ikan di bendungan –bendungan tersebut memerlukan pasokan budidaya benih ikan yang dikembangkan di kolam darat. Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh petani yang berada disekitar irigasi Cihea untuk mengembangkan subsistem usaha pembenihan ikan. Usaha budidaya benih ikan banyak diminati warga di Kecamatan Bojongpicung karena tingkat perputaran dananya relatif cepat dibandingkan dengan subusaha lain dalam budidaya perikanan, misalnya usaha pembesaran. Usaha pembenihan ikan air tawar ini juga hanya berlangsung dalam waktu yang relatif singkat, yaitu dalam jangka waktu 15 hari pelaku usaha ini sudah dapat menikmati hasil usahanya yaitu berupa benih yang siap di panen (Amri dan Sihombing, 2007:6) dan tidak memerlukan modal yang relatif banyak, apalagi jika segala pekerjaan dapat dilakukan secara gotong royong dengan anggota keluarga lainnya, karena para petani mungkin lebih suka memenuhi kebutuhannya dengan kekuatan sendiri atau dengan bantuan sanak saudara dan sesama warga desa yang dapat diandalkan (Scott, 1976: 42-43). Selain itu usaha budidaya benih ikan ini juga memiliki 70 jaringan pemasaran yang cukup luas. Salah satu keberhasilan dalam usaha ini adalah mengetahui jalur pemasarannya dengan baik. Usaha budidaya benih ikan yang berkembang di Kecamatan Bojongpicung, awalnya mulai dirintis di desa Jati. Perintis usaha budidaya benih ikan ini awalnya adalah anak –anak muda, yang berani mengambil resiko dengan membuka usaha baru. Salah satu perintis usaha budidaya benih ikan ini pada tahun 1990 adalah Bapak Nunung dan Agus Soleh. Pengetahun yang mereka dapatkan tentang budidaya benih ikan ini berasal dari penyuluhan –penyuluhan dinas perikanan dan buku. Dalam rangka meningkatkan kesejahtraan hidup mereka berupaya sendiri mencari dan mencoba inovasi baru. 4.2.2. Irigasi Cihea Sebagai Sumber Air Usaha Budidaya Benih Ikan di Kecamatan Bojongpicung Air adalah faktor yang penting dalam usaha budidaya benih ikan. Kualitas air yang baik akan mendukung pertumbuhan dan kesehatan ikan. Oleh karena itu, air yang akan digunakan untuk pembenihan harus diketahui jelas kualitas dan sumbernya. Tidak semua air cocok dan baik untuk budidaya pembenihan ikan. Beberapa sumber air yang dianjurkan untuk pembenihan adalah air yang berasal dari mata air, sumur, sungai, saluran irigasi, dan danau. Benih ikan yang dibudidayakan dapat tumbuh dengan baik, jika lokasi pemeliharaan berada pada ketinggian antara 150-1000 m dpl (Sendjaja, 2002:30-31) karena jika tempat pemeliharaan ikan didaerah dataran tinggi atau daerah yang ketinggiannya lebih dari 1.000 m dpl, kurang baik karena suhu air dan udara lebih dingin. Akibatnya, untuk beberapa jenis ikan tertentu laju pertumbuhannya menjadi terhambat. 71 Persyaratan lokasi untuk budidaya benih ikan sesuai dengan posisi wilayah Kecamatan Bojongpicung yang berada pada ketinggian 200-450 m dpl. Sehingga kualitas benih ikan yang dihasilkan dari wilayah Kecamatan Bojongpicung lebih baik dibandingkan benih ikan yang dihasilkan dari daerah lain (Hasil Wawancara Dengan Herman, 16 Juni 2009). Kualitas air untuk pemeliharaan benih ikan harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, serta minyak/limbah pabrik. Berkaitan dengan hal tersebut sumber air yang digunakan warga Kecamatan Bojongpicung untuk usaha pembenihan ikan berasal dari irigasi Cihea yang masih jernih dan belum tercemar oleh limbah, karena tidak adanya industri besar yang berkembang di daerah tersebut. Selain itu air yang berasal dari saluran irigasi mempunyai tingkat kesuburan yang sangat tinggi karena banyak mengandung kutu air atau jasad renik yang merupakan pakan alami larva ikan. Mengingat pentingnya keberadaan irigasi Cihea bagi usaha budidaya benih ikan di Kecamatan Bojongpicung. Penulis merasa perlu memaparkan tentang irigasi Cihea untuk memahami keterkaitannnya dengan usaha budidaya benih ikan di Kecamatan Bojongpicung. Daerah irigasi Cihea berada di Kabupaten Cianjur, tepatnya meliputi areal sawah teknis di Kecamatan Bojongpicung dan Kecamatan Ciranjang. Berdasarkan nota penjelasan irigasi Cihea dari Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air dan Pertambangan Kabupaten Cianjur. Daerah irigasi Cihea merupakan Daerah Irigasi tertua di Indonesia. Pada awalnya daerah irigasi Cihea ini merupakan rawa – rawa tidak produktif dan sumber penyakit malaria. Pada tahun 1879 sampai dengan 72 tahun 1884, pemerintah kolonial Belanda saat itu melakukan survey dan perencanaan untuk merubah daerah tersebut agar menjadi produktif dan bebas malaria, maka pada tahun 1885 dipersiapkan pelaksanaan proyek untuk membangun irigasi. Pelaksanaan fisik dilakukan antara tahun 1886 sampai dengan tahun 1898, berupa pembuatan bendungan utara, saluran induk, saluran sekunder dan bangunan –bangunan pelengkapnya, sedangkan jaringan tersier dibuat antara tahun 1898-1904. Sepuluh tahun kemudian yaitu tahun 1914, daerah irigasi Cihea telah berfungsi secara keseluruhan. (Dinas PSDA, Tanpa Tahun:1-2) Menurut Reiza D. Dienaputra (2004:137) bahwa pembangunan sarana irigasi Cihea telah berhasil mengubah Cianjur menjadi daerah penghasil beras di Priangan. Sampai akhir dasawarsa kedua abad ke-20, irigasi Cihea masih menjadi satu-satunya sistem pengairan yang relatif sangat baik untuk seluruh Keresidenan Priangan, walaupun di tahun-tahun awal keberadaannya, irigasi tersebut sempat merugikan penduduk Cianjur, yakni adanya wabah malaria. Wabah ini timbul karena saluran pengairan di seputar irigasi Cihea kurang dipelihara dengan baik. Akibatnya muncul rawa-rawa yang menjadi tempat bersarangnya nyamuk malaria. Irigasi Cihea mengairi sebanyak 25 Desa di dua Kecamatan, yaitu Kecamatan Ciranjang yang memiliki 12 desa tetapi hanya 11 desa yang termasuk daerah irigasi dan Kecamatan Bojongpicung yang memiliki 16 desa dan hanya 14 desa yang termasuk daerah irigasi. Kecamatan Bojongpicung adalah lokasi penelitian yang dipilih oleh penulis, karena merupakan daerah yang terkena dampak yang besar dari adanya irigasi Cihea. Saluran induk dari irigasi Cihea banyak melalui desa-desa di wilayah Kecamatan Bojongpicung bahkan sebagian 73 besar daerah Irigasi Cihea terdapat di Kecamatan Bojongpicung yaitu meliputi 14 desa dari 16 desa. Sehingga sebagian besar mata pencaharian masyarakat setempat berada dalam usaha pertanian yang sangat bergantung dengan adanya irigasi Cihea sebagai sumber pengairannya. Adanya pengairan yang baik dari irigasi Cihea mampu membuat daerah Bojongpicung menjadi daerah yang subur. Hal tersebut terbukti karena masyarakat setempat dapat melakukan panen tiga kali dalam setahun, dengan pola tanam yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu padipadi-palawija. Setelah ditemukannya inovasi baru dalam bidang perikanan, salah satunya adalah usaha pembesaran ikan dengan sistem kolam jaring apung (KJA) yang berkembang di bendungan-bendungan besar di Jawa Barat. Kondisi tersebut telah mendorong aktivitas masyarakat disekitar daerah irigasi Cihea khususnya di daerah Kecamatan Bojongpicung untuk mengembangkan subsistem usaha baru di bidang perikanan yaitu subsistem usaha pembenihan ikan. Secara bertahap petani di daerah setempat mulai mengubah sawah mereka menjadi kolam pembenihan ikan. Keberadaaan irigasi Cihea di Kecamatan Bojongpicung menyediakan kualitas air yang baik untuk budidaya benih ikan. Air sebagai media hidup ikan adalah faktor yang sangat penting dalam budidaya benih ikan. Sumber air dalam usaha budidaya benih ikan di Kecamatan Bojongpicung berasal dari irigasi Cihea yang mengalir ke daerah persawahan milik warga. Aliran air dari irigasi Cihea yang masih jernih dan belum mengalami pencemaran berat karena tidak adanya aktivitas industri dengan skala besar yang berkembang di daerah tersebut, 74 sehingga kualitas airnya masih terjaga dan cocok untuk mengembangkan budidaya benih ikan. Para petani di Kecamatan Bojongpicung kemudian memanfaatkan potensi tersebut untuk mengembangkan usaha budidaya benih ikan air tawar sebagai alternatif usaha baru. 4.2.3 Proses Adaptasi Masyarakat Kecamatan Bojongpicung Terhadap Teknologi Baru Masyarakat di Kecamatan Bojongpicung seperti yang telah dipaparkan sudah berprofesi sebagai petani padi sejak jaman kolonial Belanda, sehingga sebagian besar kemampuan masyarakat setempat hanya terbatas pada mengolah lahan pesawahan saja. Berkembangnya usaha budidaya benih ikan di Kecamatan Bojongpicung, menyebabkan masyarakat yang menekuni usaha tersebut harus mempelajari teknik baru yaitu teknik dalam membudidayakan benih ikan air tawar, terutama ikan mas yang paling dominan di budidayakan. Masyarakat di Kecamatan Bojongpicung yang tertarik dengan usaha budidaya benih ikan ini harus mampu mempelajari dan beradaptasi dengan teknologi dan inovasi baru yang berkembang dalam budidaya perikanan air tawar, khususnya teknik dalam budidaya benih ikan air tawar. Selain karena lingkungan tempat mata pencaharian mereka berubah dari sawah menjadi kolam pembenihan ikan. Metode atau cara mengolah lahan mata pencaharian mereka pun berbeda. Mereka harus senantiasa mencari inovasi baru untuk dapat bersaing dan mempertahankan usaha tersebut. Pengusaha benih ikan di wilayah kecamatan Bojongpicung seiring dengan berkembangnya usaha tersebut dinilai telah menguasai teknik budidaya dengan baik dan sesuai dengan arahan dari Dinas 75 Perikanan dan Peternakan Kabupaten Cianjur. Teknik budidaya benih ikan yang dikembangkan masyarakat diperoleh dari berbagai sumber antara lain tukar menukar pengalaman dengan sesama pengusaha benih ikan, dari buku-buku dan pengalaman dari sekolah perikanan, serta penyuluhan dari Balai Benih Ikan Air Tawar (Hasil Wawancara dengan Herman, Agus Soleh, Dedi Rusmayadi, Ule Sulaeman, dan Deden Rustandi, Sekitar Bulan Juni-Juli 2009). Agar dapat bertahan dalam mengelola usaha budidaya benih ikan dengan baik para petani padi harus dapat mempelajari teknik mengolah budidaya benih ikan, diantaranya adalah pengelolaan kolam ikan, pengairan untuk kolam, pemilihan bibit ikan, pemijahan induk, pemberian pakan, pengumpulan hasil panen, distribusi dan pemasaran. Sebelum menggeluti usaha budidaya benih ikan para petani di Kecamatan Bojongpicung umumnya melaksanakan pekerjaan sehari –hari di lahan pertaniannya (sawah) diantaranya adalah mengolah tanah, membentuk larikan-larikan, mengairi tanah yang diolahnya, menanami dengan tanaman yang dipilih (dengan pola tanam di sekitar daerah irigasi Cihea adalah padi-padi-palawija), memelihara tanah dan tanaman sehingga tanaman dapat menghasilkan, melakukan panen, menyimpan hasil panen untuk konsumsi atau menjualnya. Proses adaptasi masyarakat Kecamatan Bojongpicung terhadap teknologi baru berlangsung secara bertahap. Sebagian besar masyarakat yang mengembangkan usaha budidaya benih ikan di Kecamatan Bojong Picung mendapatkan pengetahuan tentang teknik usaha tersebut mencontoh dari pelaku usaha budidaya benih ikan yang lebih dahulu menekuni usaha tersebut. 76 Perubahan atau pergeseran mata pencaharian masyarakat di Kecamatan Bojongpicung dari petani padi menjadi petani ikan terutama terjadi pada masyarakat yang memiliki kemampuan modal usaha, lahan perswahan yang luas, penguasan kemampuan yang aplikatif, motivasi, keuletan serta keberanian bertindak. Hal ini disebabkan bahwa usaha budidaya benih ikan merupakan usaha intensif sehingga memerlukan lahan yang cukup luas yaitu sekitar 1000-2000 m². Agar benih ikan tumbuh dengan baik, tidak padat benih karena jika kolam ikan terlalu kecil maka benih ikan banyak yang mati karena kolam ikan yang terlalu sempit. Ukuran kolam tersebut juga dianggap cukup efektif karena sangat mudah dalam pengelolaannya. Jarang petani melakukan usaha pembenihan di kolam yang terlalu luas, karena akan menyulitkan pemeliharaan dan pengawasan (Khairuman, 2002:38). Pembudidaya benih ikan juga harus memiliki motivasi untuk berusaha terus serta sifat ulet dalam memelihara ikan agar hasilnya maksimal. Selain itu, yang terpenting adalah keberanian bertindak untuk mengusahakan budidaya benih ikan air tawar yang tergolong usaha baru dan siap menerima resiko kegagalan dan kerugian usaha. Berkembangnya usaha budidaya benih ikan membuat masyarakat di Kecamatan Bojongpicung memasuki bidang ekonomi baru yang berbeda dengan sebelumnya, sehingga proses adaptasi mengharuskan mereka untuk mengikutinya. Mereka harus bersaing untuk menciptakan inovasi –inovasi baru dalam bidang perikanan yang berkembang di daerah tersebut. Hal tersebut dilakukan agar mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup. Adanya usaha tersebut sebagai alternatif usaha yang baru dinilai dapat meningkatakan kesejahtraan keluarga. 77 Usaha budidaya benih ikan di Kecamatan Bojongpicung setiap tahun mengalami peningkatan. Peningkatan usaha tersebut didukung oleh beberapa faktor diantaranya adalah sumber daya manusia baik pengusaha maupun pekerja, adanya potensi pengairan yang baik untuk usaha budidaya benih ikan tersebut serta secara ekonomis usaha tersebut dinilai menguntungkan. Selain itu, usaha ini juga memberikan kesempatan kerja sepanjang tahun kepada keluarga dan penduduk setempat. Usaha budidaya benih ikan ini pada perkembangnnya banyak diminati masyarakat di kecamatan Bojongpicung. Hal itu terbukti dengan banyaknya para petani yang mengubah lahan sawahnya menjadi kolam ikan. Usaha ini sangat fleksibel karena jika usaha budidaya benih ikan dianggap tidak menguntungkan lagi, maka masyarakat setempat biasanya mengubah kembali kolam ikannya menjadi sawah untuk ditanami padi (Hasil Wawancara dengan Engkas Syahrudin, 15 Juni 2009). Sehingga untuk dapat mempertahankan usahanya masyarakat harus terus melakukan inovasi dalam budidaya benih ikan ini, karena pada tahun –tahun awal munculnya usaha ini pemerintah belum memberikan perhatian khusus terhadap usaha ini. Masyarakat mulai mencari sendiri inovasi –inovasi baru dalam teknik mengelola benih ikan berdasarkan pengalamannya dalam usaha budidaya benih ikan tersebut. Misalnya Herman sebagai salah satu pengusaha benih ikan di desa Cibarengkok, Kecamatan Bojongpicung yang mulai menekuni usaha budidaya benih ikan ini sejak tahun 2001. Dia mendapatkan pengetahuan tentang usaha 78 budidaya benih ikan ini dari pengusaha benih ikan lainnya di desa Jati yang terlebih dahulu menekuni usah tersebut. Salah satu inovasi yang diupayakan Herman adalah dalam hal pemijahan (mengawinkan induk ikan) dia melakukan pemijahan induk ikan secara alami dengan menggunakan hapa (kantung yang terbuat dari kain trikot atau nilon untuk menampung ikan). Sebelum dilakukan pemijahan, biasanya dia mengeringkan kolam terlebih dahulu selam tiga hari. Dalam melakukan persiapan kolam untuk pembenihan miliknya yang mencapai luas 100 tumbak atau 1400 m² dengan cara mengeringkan kolam tersebut dalam jangka waktu 3-4 hari jika cuaca cukup panas, tetapi jika musim hujan, pengeringan akan memakan waktu lebih lama. Setelah kering kolam harus dipupuk terutama oleh pupuk kandang untuk menumbuhkan pakan alami yang sangat dibutuhkan oleh benih ikan. Pemakaian pupuk untuk menumbuhkan pakan alami ini berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa petani pembenih umumnya berbeda dalam jumlah atau takarannya karena disesuaikan dengan luas kolam pembenihan dan tingkat kesuburan tanah kolam pembenihan. Adapun yang digunakan Herman adalah pupuk urea sebanyak 10 Kg, Tries sebanyak 7 Kg, pupuk kandang sebanyak 10 Kg, telur sebanyak 1 Kg dan pakan berupa pelet tepung sebanyak 3 Kg. Dalam pemakaian induk untuk dipijahkan oleh setiap petani pembenih ikan pun berbeda tergantung pada kualitas induk ikan tersebut. Herman biasanya menggunakan induk untuk pemijahan sekitar 4 atau 5 kali (Hasil Wawancara Dengan Herman, 16 Juni 2009). 79 Upaya yang berbeda dalam masalah persiapan kolam dilakukan oleh Bapak Deden Rustandi dengan luas kolam 90 tumbak atau sekitar 1260 m², setelah kolam untuk pembenihan dikeringkan selama 3-4 hari jika cuaca panas, dilakukan pemupukan untuk menumbuhkan pakan alami yaitu pupuk kandang sebanyak 10 Kg, pupuk organik sebanyak 10 Kg, dan telur ikan sebanyak 1 Kg untuk menangulangi hama dia menggunakan obat kimia pembasmi hama benih ikan. Dia biasanya menggunakan induk untuk pemijahan sekitar 4 atau 5 kali agar hasil benih ikannya lebih berkualitas (Hasil Wawancara Dengan Deden Rustandi, 16 Juni 2009). Biasanya secara umum para petani pembenih ikan air tawar di Kecamatan Bojongpicung memakai induk untuk dipijahkan selama 4-5 kali, namun ada juga petani yang menggunakan induk untuk pemijahan sampai 10 kali agar lebih ekonomis karena kualitas induk ikan yang baik. 4.3 Kondisi Usaha Budidaya Benih Ikan di Kecamatan Bojongpicung Tahun 1990-2006 Dalam usaha pembenihan ikan ada yang berdiri sendiri, yaitu pola usaha yang ditujukan semata- mata untuk menghasilkan benih ikan. Selain itu, terdapat pula usaha pembenihan yang selain dibarengi usaha pendederan, juga sekaligus usaha pembesaran. Pola usaha yang demikian disebut sebagai usaha terpadu dalam rangka menghasilkan ikan sampai ukuran konsumsi (Amri dan Sihombing, 2007:7). Usaha pembenihan yang berkembang di Kecamatan Bojongpicung selama kurun waktu kajian penulis merupakan usaha pembenihan yang berdiri sendiri yaitu usaha yang ditujukan untuk menghasilkan benih ikan, tidak dikembangkan 80 hingga usaha pembesaran karena kurangnya pakan alami di daerah tersebut (Hasil Wawancara dengan Herman, 16 Juni 2009). Meskipun pada awalnya sekitar tahun 1979 bahkan secara turun temurun dari generasi sebelumnya usaha perikanan di Kecamatan Bojongpicung dikembangkan sampai ukuran ikan konsumsi. Namun pemasarannya masih terbatas hanya untuk memenuhi konsumsi ikan keluarga dan masyarakat setempat. Kurangnya potensi pakan alami ikan di daerah tersebut mengakibatkan waktu pemeliharaan ikan sampai ukuran konsumsi relatif lebih lama dan dinilai kurang menguntungkan sehingga budidaya pembesaran ikan kurang dikembangkan masyarakat untuk usaha dan hanya sebatas sampingan saja selain bertani padi. Pada tahun 1990 di Kecamatan Bojongpicung mulai berkembang budidaya pembenihan ikan air tawar secara intensif yang ditunjang oleh meningkatnya usaha pembesaran ikan kolam jaring apung di bendunganbendungan besar di Jawa Barat. Kemudian masyarakat setempat secara bertahap mulai ikut mengembangkan usaha pembenihan ikan dengan mengubah sawahnya menjadi kolam pembenihan ikan (Hasil Wawancara Dengan Herman, 16 Juni 2009). Usaha pembenihan ini banyak diminati karena tingkat perputaran dananya relatif cepat dibandingkan dengan sub usaha lainnya dalam budidaya perikanan air tawar. Usaha pembenihan berlangsung dalam waktu yang relatif singkat yaitu dalam jangka waktu 15 hari petani pembenih ikan air tawar sudah dapat memanen benih ikan tersebut. Dengan demikian modal usaha yang ditanam para pelaku usaha pembenihan ikan, akan cepat kembali dan selanjutnya mereka tinggal mendapatkan keuntungan. Dalam kegiatan budidaya perikanan, kegiatan 81 pembenihan merupakan kegiatan pokok dan dapat dikatakan sebagai kunci keberhasilan dari kegiatan lainnya dalam budidaya perikanan secara umum. Tanpa kegiatan pembenihan, kegiatan yang lainnya dalam budidaya ikan tidak akan dapat berjalan (Amri dan Sihombing, 2007:6). Walaupun usaha di Kecamatan Bojongpicung usaha ini tergolong sebagai usaha ekonomi baru, namun masyarakat di Kecamatan Bojongpicung terus berupaya untuk menyesuaikannya. Proses penyesuaian dengan teknologi baru tersebut memerlukan waktu yang relatif lama, tetapi masyarakat senantiasa terus berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara bertahap masyarakat setempat yang menekuni usaha tersebut dan berhasil terus mengembangkan usahanya dengan memperluas area kolam pembenihannya, dengan cara mengubah sawah menjadi kolam pembenihan ikan air tawar serta melakukan usaha pembenihan secara produktif agar hasil yang diperoleh meningkat. Penambahan luas kolam pembenihan tidak selalu diiringi dengan jumlah petani pembenih ikan, karena beberapa pengusaha benih ikan yang sudah berhasil dapat terus memperluas lahan pembenihannya, sehingga tidak terjadi penambahan jumlah petani pembenih ikan tetapi terjadi peningkatan jumlah pekerja pada budidaya benih ikan tersebut. Adapun perkembangan luas area kolam pembenihan ikan air tawar dan jumlah rumah tangga petani pembenih ikan di Kecamatan Bojongpicung untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut: 82 Tabel 4.5 Perkembangan Luas Area Pembenihan dan Jumlah Rumah Tangga Petani Pembenihan Ikan di Kecamatan Bojongpicung Tahun 1990-2006 Tahun Luas kolam Pembenihan Jumlah Rumah Tangga Petani Pembenihan Ikan 9 9 13 13 13 13 13 13 82 82 82 82 82 85 85 85 64 1990 1,33 Ha 1991 1,33 Ha 1992 2.62 Ha 1993 2,62 Ha 1994 2,62 Ha 1995 2,62 Ha 1996 2,62 Ha 1997 2,62 Ha 1998 5,63 Ha 1999 5,63 Ha 2000 5,63 Ha 2001 5,63 Ha 2002 9 Ha 2003 23,50 Ha 2004 25,50 Ha 2005 25,50 Ha 25,50 Ha 2006 Sumber: Kantor Statistik Kabupaten Cianjur. Dinas Perikanan Kabupaten Cianjur Dalam Angka.(1992-2006).Cianjur:Badan Pusat Satistik Kabupaten Cianjur dan Hasil Wawancara Dengan Agus Soleh, Herman, Dedi Rusamayadi, Deden Rustandi dan Ule Sulaeman, Sekitar bulan Juni –Juli 2009. Dilihat dari tabel di atas luas usaha kolam pembenihan ikan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun-tahun awal, yaitu tahun 1990 masyarakat masih dalam tahap adaptasi sehingga jumlah luas area usaha pembenihan ikan dan jumlah petaninya masih relatif sedikit jika dibandingkan dengan tahun-tahun selanjutnya. Pada tahun 1990-1991 luas area pembenihan tetap yaitu 1,33 Ha. Dengan jumlah petani 9 orang, adanya usaha budidaya benih ikan juga mulai berkembang mulai menyerap tenaga kerja baik pekerja tetap maupun pekerja tidak tetap pada usaha budidaya benih ikan tersebut. Selanjutnya 83 dari tahun 1992 baik jumlah luas lahan atau area pembenihan ikan maupun jumlah rumah tangga petani pembenih ikan mulai mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Jumlah lahan mengalami peningkatan sebanyak 1,29 Ha dari 1,33 Ha menjadi 2,62 Ha, kenaikan lahan tersebut juga diiringi dengan jumlah rumah tangga petani pembenih ikan yang awalnya 9 orang menjadi 13 orang. Kondisi jumlah petani pembenih ikan serta luas lahan pada tahun 1992-1997 tetap bertahan dengan jumlah angka yang sama. Pada tahun 1998 mulai terjadi peningkatan luas area pembenihan mencapai 5,63 Ha dari 2,62 Ha dari tahun sebelumnya. Kenaikan jumlah lahan pembenihan ini diikiuti pula dengan kenaikan jumlah rumah tangga petani menjadi 82 orang petani. Jumlah angka tersebut terus bertahan hingga tahun 2001. Selanjutnya terjadi peningkatan lagi tahun 2002 menjadi 9 Ha, namun jumlah rumah tangga petani pembenih tetap, karena beberapa petani terus memperluas area pembenihannya sehingga tidak terjadi penambahan jumlah rumah tangga petani pembenih ikan. Pada tahun 2003 terjadi kenaikan luas area pembenihan mencapai 23,50 Ha, dengan jumlah rumah tangga petani yang menekuni usaha tersebut menjadi 85 orang. Pada tahun 2004 jumlah lahannya bertambah menjadi 25,50 Ha, sementara jumlah rumah tangga petani pembenih ikan tidak mengalami kenaikan. Hal itu disebabkan karena petani yang telah menekuni usaha tersebut terus memperluas area kolam pembenihan sehingga tidak terjadi penambahan jumlah rumah tangga petani pembenih ikan. Kondisi tersebut bertahan sampai tahun 2005. Tahun 2004-2005 diperkirakan merupakan puncak dari perkembangan usaha budidaya benih ikan karena banyaknya petani yang 84 mengubah lahan sawahnya menjadi kolam pembenihan, karena tingginya harga benih ikan yang pada saat itu mencapai harga Rp. 50.000,00.- tiap liternya dan banyaknya permintaan benih ikan selain dari petani pendederan. Benih ikan juga digunakan sebagai pakan Lohan yang sedang marak dibudidayakan pada saat itu (Hasil Wawancara Dengan Herman, 16 Juni 2009). Kondisi tersebut tidak berlangsung lama pada tahun selanjutnya yaitu tahun 2006 walaupun luas wilayah tetap yaitu 25,50 Ha sementara jumlah rumah tangga petani berkurang menjad 64 orang, karena banyak petani yang kembali beralih menjadi petani padi atau berusaha dalam sektor lain. Sementara lahan mereka dijual atau digadaikan ke petani pembenih ikan lain yang masih bertahan sehingga lahan pembenihan yang sudah dikembangkan tidak berkurang, namun hanya jumlah petaninya saja yang berkurang. Pada tahun 2006 luas lahan pembenihan di Kecamatan Bojongpicung sudah mencapai 25,50 Ha dari luas wilayah Kecamatan Bojongpicung yaitu 14.022,265 Ha. Meninggkatnya peminat usaha budidaya benih ikan air tawar di Kecamatan Bojongpicung terjadi karena beberapa faktor, di antaranya adalah: 1. Berdasarkan pengalaman orang-orang yang sudah lebih dulu menjadi pengusaha budidaya benih ikan ternyata usaha ini tergolong usaha baru yang dinilai dapat memberikan keuntungan yang relatif besar sehingga mendorong warga lainnya untuk ikut serta menekuni usaha yang sama. 2. Adanya peluang usaha yang terbuka yaitu berkembangnya subsistem usaha pembesaran ikan di bendungan –bendungan besar di Jawa Barat seperti Cirata 85 dan Saguling sebagai pasar akhir usaha pembenihan serta ditunjang pula dengan pontensi pengairan yang baik dari irigasi Cihea. 3. Pemikiran masyarakat yang sudah mulai terbuka untuk hidup lebih maju, dan mau menerima resiko dengan mencoba menekuni usaha baru. 4.3.1 Permodalan Untuk Usaha Budidaya Benih Ikan Modal merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menjalalankan suatu usaha. Ketersediaan modal yang memadai merupakan penentu keberhasilan berwirausaha dalam bidang apapun, termasuk usaha budidaya benih ikan. Para petani pembenih ikan memerlukan modal dalam menjalankan usahanya tersebut. Modal yang digunakan oleh sebagaian besar para petani ikan merupakan modal milik pribadi. Modal dalam bentuk uang yang diperlukan untuk biaya usaha benih ikan ini bervariasi tergantung luas area kolam pembenihan. Semakin luas jumlah kolam pembenihan maka, semakin besar pula biaya atau modal yang dipergunakan untuk usaha ini. Petani pembenih ikan atau pengusaha budidaya benih ikan yang dimaksud di sini adalah orang yang membudidayakan ikan secara khusus hanya pada tahap pembenihan saja. Benih ikan adalah nama sebutan untuk ikan yang baru menetas sampai mencapai ukuran panjang tubuh 5-6 cm. Dalam bahasa ilmiah benih ikan biasa disebut larva (fish fry), sementara orang awam menamakannya anak ikan. Di dalam petunjuk Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang benih, disebutkan bahwa larva ikan adalah fase atau tingkatan benih ikan yang berumur 4 hari sejak telur menetas sampai mencapai umur 90 hari serta mempunyai kriteria yang berbeda dengan ikan dewasa (Amri dan Sihombing, 2007: 3). Untuk memudahkan 86 penelitian ini, penulis membagi pengusaha budidaya benih ikan menjadi tiga klasifikasi berdasarkan luas area kolam pembenihan, yaitu: 1. Pengusaha kecil, yaitu pengusaha yang memiliki kolam pembenihan seluas 90-100 tumbak atau sekitar 1400 m² dan umumnya mereka tidak memiliki pekerja tetap. 2. Pengusaha Sedang yaitu pengusaha yang memiliki kolam pembenihan seluas sekitar 1 hektar dan umumnya mereka miliki pekerja tetap sebanyak 2-3 orang. 3. Pengusaha besar, yaitu pengusaha yang memiliki luas area kolam pembenihan sekitar 2 hektar dan biasanya memiliki 4-5 orang pekerja tetap. Pengusaha besar biasanya membutuhkan modal yang relatif besar dalam mengopersikan usahanya, baik untuk pembuatan kolam pembenihan maupun untuk biaya produksi yang dikeluarkan setiap bulannya. Sedangkan pengusaha menengah membutuhkan modal yang relatif sedikit dibandingkan dengan pengusaha besar karena modal yang diperlukan sesuai dengan biaya operasional setiap kali panen. Pengusaha kecil biasanya memiliki modal yang lebih sedikit, dibandingkan dengan pengusaha sedang dan besar. Sebagian keuntungan yang diperoleh dari penjualan ikan biasanya digunakan oleh pengusaha kecil untuk mengembangkan usahanya dengan menambah luas area kolam pembenihan sehingga dapat menjadi pengusaha menengah atau besar. Modal pertama yang dibutuhkan untuk pengusaha budidaya benih ikan, baik pengusaha besar, menengah maupun kecil adalah biaya pembuatan kolam pembenihan meliputi biaya untuk merubah sawah menjadi kolam pembenihan 87 ikan, dan juga peralatan dalam usaha pembenihan seperti kakaban, plastik, sabetan, waring kecil dan waring besar, pupuk dan obat-obatan serta biaya untuk membeli induk ikan baik jantan maupun betina. Modal yang diperlukan pengusaha untuk biaya usaha pembenihan dengan luas area kolam per 100 tumbak atau 1400 m² adalah sekitar Rp 145.000 pada tahun 1995, modal tersebut belum termasuk modal mengubah sawah menjadi kolam ikan dan peralatan yang diperkirakan dapat mencapai Rp.2.000.000,00. (Hasil Wawancara dengan Bapak Ule Sulaeman, 17 Juli 2009). Modal yang digunakan petani pembenih ikan di Kecamatan Bojongpicung berasal dari modal milik pribadi. Adapun bantuan pemerintah terhadap para petani tersebut berupa pemberian induk ikan untuk dipijahkan yang diberikan secara gratis kepada beberapa petani pembenih ikan. Di Kecamatan Bojongpicung selama enam belas tahun kajian penulis dari tahun 1990-2006 belum ada sarana atau lembaga khusus yang membantu masalah permodalan petani pembenih ikan seperti koperasi simpan pinjam atau lembaga sejenisnya yang dapat membantu petani ikan dalam masalah permodalan untuk mengembangkan usahanya. Modal yang digunakan oleh petani pembenih ikan di Kecamatan Bojongpicung adalah milik pribadi. Meskipun tidak ada koperasi yang membantu untuk mengembangkan usaha mereka khususnya masalah permodalan. Petani pembenih ikan di Kecamatan Bojongpicung jarang yang melakukan pinjaman ke Bank apalagi petani kecil yang belum mendapat fasilitas kredit karena belum terjangkaunya persyaratan bank secara teknis terutama masalah jaminan. Modal yang digunakan baik oleh 88 pengusaha kecil, menengah dan besar untuk biaya produksi selama satu kali panen untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.6 Perhitungan Biaya Produksi Usaha Benih Ikan Dalam Satu Kali Panen Tahun 1995 Nama Luas Area Pengusaha Klasifikasi Kolam Pembenih Usaha Pembenihan Ikan Ule. S Agus Soleh H. Obih Biaya (Rupiah) Pupuk dan Obat Pembasmi Hama 55.000 Pakan Total Biaya (Rupiah) 30.000 145.000 240.000 1.355.000 Kecil 1400 m² - Induk Jantan dan Betina 60.000 Menengah 1 hektar 150.000 600.000 440.000 Besar 2 hektar 900.000 1.200.000 880.000 Upah Pekerja 480.000 2.710. 000 Sumber: Diolah dari Hasil Wawancara Dengan Herman, Deden R. dan Agus S., Sekitar Bulan Juni- Juli 2009. Dari tabel di atas bahwa semakin luas area pembenihan yang dimiliki pengusaha maka akan semakin besar pula modal yang harus dikeluarkan baik untuk membeli induk ikan, pupuk, maupun upah pekerja. Jumlah pekerja tetap yang dimiliki petani pembenih besar dari tabel diatas adalah 4 orang pekerja tetap, dengan dibantu dua orang pekerja tidak tetap. Pengusaha menengah dari tabel diatas memiliki 3 pekerja tetap yang dibayar dengan perhitungan upah per hari Rp.7000 dan tidak memiliki pekerja tidak tetap, sedangkan pengusaha kecil umumnya mengelola sendiri kolam pembenihannya sehingga tidak mempunyai pekerja tetap. Biaya yang dikeluarkan pengusaha besar untuk upah pekerja tetap pada tahun 1995 rata-rata sekitar Rp 900.000. Setiap kali panen dan pekerja tidak tetap diupah perhari yaitu sebesar Rp. 7.000 biasanya pekerja tidak tetap bekerja 89 memperbaiki pematang sawah yang dijadikan kolam ikan setelah panen benih ikan dan pengepakan ikan pada saat panen. Disamping upah pekerja biaya yang harus dikeluarkan oleh petani pembenih ikan adalah biaya untuk membeli induk ikan baik jantan maupun betina, pupuk dan obat pembasmi hama, pakan, peralatan dan biaya pembuatan kolam. Modal yang digunakan oleh setiap petani pembenih biasanya berbeda karena jumlah pupuk dan pakan yang dipakai pun berbeda disesuaikan dengan luas lahan dan tingkat kesuburan tanah kolam pembenihan. Modal produksi seperti membeli induk ikan baik jantan maupun betina dan peralatan tidak dikeluarkan setiap kali panen. Induk ikan baik jantan maupun betina dapat dipakai untuk pemijahan beberapa kali para petani biasanya mempergunakan induk untuk dipijahkan sebanyak 4-5 kali agar kualitas benih ikan yang di hasilkan baik, terkadang ada juga beberapa petani yang memijahkan ikan hingga 10 kali tergantung kulitas benih ikan yang digunakan (Hasil Wawancara Dengan Herman, 16 Juni 2009). Selain itu biaya yang tidak dikeluarkan setiap kali panen adalah biaya pembuatan kolam, biaya tersebut hanya dikelurkan pada awal pembuatan kolam pembenihan saja, tidak setiap kali panen. Hanya setelah panen kolam pembenihan kolam harus dicangkul dan diberi pupuk organik maupun pupuk anorganik untuk menumbuhkan pakan alami larva ikan. Modal yang tidak harus dikeluarkan tiap bulan merupakan investasi. Modal peralatan seperti keramba, ember biasa, ember lebar, seser halus sebagai alat tangkap benih, jaring atau hapa sebagai penyimpanan benih sementara, dan saringan juga tidak selalu dikeluarkan setiap kali panen, modal peralatan tersebut dapat dinvestasikan selama dua tahun. 90 Dari tabel 4.6 walaupun modal yang dikeluarkan pengusaha besar lebih tinggi dibandingkan pengusaha kecil dan menengah, namun keuntungan yang diperoleh pun jauh lebih besar. Keuntungan yang diperoleh pengusaha petani pembenih ikan tergantung harga dan jumlah benih yang di hasilkan pada saat panen. Jika sedang banyak permintaan sementara persedian benih ikan sedikit, maka harga benih ikan akan tinggi yaitu mencapai harga Rp 40.000- Rp.50.000 setiap liternya. Namun jika harga benih ikan turun mencapai Rp.11.000 karena berkurangnya permintaan benih ikan dari petani pendeder ikan maka petani akan menderita kerugian. Keuntungan yang didapat dari harga ikan yang kecil hanya cukup untuk menutup modal usaha saja, belum mampu untuk mencukupi kebutuhan sehari –hari. Usaha budidaya benih ikan ini modalnya relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan sawah yang ditanami padi yang memerlukan pupuk dalam jumlah banyak dan memerlukan modal yang besar untuk biaya pengolahan sawah seperti traktor dan buruh tani. Sehingga banyak petani padi yang beralih profesi menjadi petani ikan. Selain itu jangka waktu panennya juga relatif cepat sekitar 15 hari untuk benih ikan mas ukuran 1 cm atau biasa disebut kebul sudah dapat dipanen, sehingga modal usaha sudah dapat kembali dengan cepat. Untuk lebih jelasanya keuntungan petani pembenih ikan dalam satu kali panen benih ikan ukuran 1 cm atau kebul dalam jangka waktu sekitar 15 hari dapat dilihat pada tabel berikut ini: 91 Tabel 4.7 Perhitungan Keuntungan Petani Pembenih Ikan Dalam Sekali Panen Untuk Ukuran kolam 1400 m² Tahun 1995 Biaya (Rupiah) Induk Jantan dan Betina 3 kg x @ Rp.20.000= Rp.60.000,- Pupuk dan Obat Pembasmi Hama Rp.45.000 + 10.000 = Rp.55.000,- Total pendapatan Jumlah total pendapatan Pakan Total Biaya (Rupiah) Harga benih Ikan per liter Jumlah yang dihasilkan 5 kg x @ Rp. 6000= Rp.30.000,- Rp.145.0000,- Rp. 25.000,- 30 liter Rp. 750.000,- Hasil Wawancara dengan Ule Sulaeman, Tanggal 17 Juli 2009 Dari tabel 4.7 diatas dapat dilihat bahwa seorang petani pembenih ikan yang memiliki kolam pembenihan ikan selaus 1400 m² pada tahun 1995, memperoleh laba sebesar Rp 605.000,- dari modal produksi yang ia miliki sebesar Rp.145.000. Sehingga dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya benih ikan mendatangkan keuntungan dengan modal yang relatif kecil. Dalam jangka waktu satu bulan, jika cuaca sedang bagus, petani pembenih ikan dapat memproduksi benih ikan sebanyak dua kali. Sehingga dalam satu bulan dapat dilakukan panen benih ikan ukuran 1 cm atau kebul sebanyak 2 kali. Sehingga penghasilan petani pembenih ikan dalam satu bulan dengan dua kali panen diperkirakan mencapai Rp. 1.200.000,- jika harga ikan Rp.25.000,- tiap liternya, bahkan jika harga ikan setiap liternya mencapai harga Rp.40.000,- petani pembenih ikan dapat memperoleh keuntungan yang relatif lebih besar. Pengusaha benih ikan tidak selalu mendapatkan keuntungan, ketika harga ikan sedang murah hingga mencapai Rp.11.000,- sampai Rp15.000,- walaupun masih dapat kembali modal namun biaya hidup belum dapat tercukupi semua. Laba/rugi Rp. 605.000,- 92 Perhitungan usaha pembenihan diatas adalah perhitungan kasar karena bisa saja pengusaha benih ikan mendapatkan keuntungan yang lebih atau bisa juga lebih rendah dari perkiraan yang direncanakan tergantung dari keuletan dan keseriusan pengusaha atau petani dalam mengelola usaha pembenihan ini serta juga tergantung pada cuaca, karena jika banyak angin, air diatas kolam akan pecah dan banyak benih ikan yang mati, dan jika musim hujan tidak ada cahaya matahari sehingga fitoplankton sebagai pakan alami larva ikan sulit untuk tumbuh. Modal yang dibutuhkan dalam usaha pembenihan ikan mas tidak begitu besar dibandingkan dengan usaha budidaya perikanan lainnya misalnya usaha pembesaran ikan dengan teknik KJA. Sehingga usaha budidaya benih ikan ini merupakan suatu peluang usaha jika diusahakan. 4.3.2 Tenaga Kerja Usaha Budidaya Benih Ikan Tenaga kerja adalah jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga kerja dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja adalah semua orang yang dapat melakukan kegiatan ekonomi dan mendapatkan upah sebagai imbalannya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari (Sisjatmo,1981:293). Berkembangnya usaha pembenihan ikan di Kecamatan Bojongpicung, memberi peluang aktivitas ekonomi baru yang mampu menyerap tenaga kerja dan berdampak pada kesejahtraan ekonomi masyarakat. Senada seperti yang diungkapkan oleh Khairul Amri dan Toguan Sihombing (2007:6) dari usaha pembenihan tidak sedikit jumlah tenaga kerja yang terserap, yang pada akhirnya 93 memberikan peluang pada percepatan perkembangan industri budidaya perikanan secara menyuluh. Adapun pengusaha dan tenaga kerja yang bekerja pada usaha budidaya benih ikan di Kecamatan Bojongpicung, merupakan penduduk asli setempat, yang berada dalam golongan usia produktif (30-50 tahun) dengan tingkat pendidikan yang beragam baik pengusaha maupun pekerjanya mulai SDSMA. Pada umumnya jumlah tenaga kerja pada setiap pengusaha budidaya benih ikan ini beragam tergantung besar kecilnya usaha tersebut dan bagaimana kebijakan dari pemilik usaha benih ikan. Untuk pengusaha benih ikan dalam klasifikasi pengusaha besar seperti yang telah diutarakan oleh penulis biasanya memiliki 4-5 tenaga kerja tetap, sedangkan pengusaha menengah biasanya hanya memiliki 2-3 orang pekerja tetap, untuk pengusaha kecil biasanya sama sekali tidak memiliki tenaga kerja, karena pada umumnya hanya dikelola oleh sendiri atau dibantu oleh anggota kelurga lainnya (Hasil Wawancara dengan Bapak Engkas Syahrudin, 15 Juni 2009). Keberadaan usaha budidaya benih ikan mengkibatkan lapangan usaha masyarakat di Kecamatan Bojongpicung dalam bidang pertanian menjadi lebih beragam. Masyarakat yang memiliki modal dan lahan pesawahan yang luas dapat merintis usaha budidaya benih ikan ini, dengan cara mengubah lahan pesawahannya menjadi kolam ikan. Dan masyarakat yang tidak memiliki modal dan lahan untuk dijadikan kolam pembenihan, masih tetap dapat bekerja sebagai pekerja tidak tetap maupun pekerja tetap pada pemilik kolam pembenihan. 94 Tenaga kerja pada usaha budidaya benih ikan dapat dibedakan menjadi dua yaitu tenaga kerja tetap dan tenaga kerja tidak tetap. Pada usaha budidaya benih ikan di Kecamatan Bojongpicung tenaga kerja tetap umumnya dibayar setelah selesai panen benih ikan sedangkan pekerja tidak tetap umumya dibayar atau diupah perhari. Tenaga kerja tetap maupun tidak tetap ini bekerja apabila diperlukan oleh pengusaha benih ikan. Tenaga kerja tetap umumnya terikat pada salah satu pengusaha atau bandar. Tenaga kerja tetap bisanya bertugas untuk melakukan pemijahan induk, pembenahan kolam pada saat panen, mengangkut ikan pada saat panen dan melakukan pengepakan, menunggui kolam ikan sekaligus memberi pakan larva ikan selama 1- 2 minggu sekitar pukul 07.30, 10.00, 12.30, 14.30 dan 17.30. Namun jika tanah kolam pembenihan subur dan banyak terdapat pakan alami, maka tidak memerlukan pakan terlalu banyak. Jam kerja tenaga kerja tetap ini tidak tentu tergantung kebutuhan para pengusaha ikan biasanya mereka mulai bekerja dari jam 07.00 pagi hingga jam 18.00 petang (Hasil wawancara dengan Bapak Engkas Syahrudin, 15 Juni 2009). Sedangkan tenaga kerja tidak tetap bertugas untuk melakukan pengepakan benih ikan yang siap untuk dipasarkan yaitu mengantungi air, melakukan pengisian gas dan mengikat kantung plastik yang merupakan tempat ikan. Mereka biasanya bekerja pada bandar ikan yang diupah langsung setelah mengerjakan pekerjaan mereka. Pekerja tidak tetap benih ikan yang umumnya bekerja baik pada pengusaha benih ikan kecil, menengah dan besar adalah memperbaiki pematang sawah yang dijadikan kolam pembenihan setelah panen atau mopok galengan, jam kerja kuli memperbaiki pematang sawah setelah panen di kolam 95 pembenihan lebih teratur dibandingkan dengan tenaga kerja tetap karena pekerjaannya tidak terlalu banyak. Biasanya kuli memperbaiki pematang sawah yang dijadikan kolam pembenihan mulai bekerja pada jam 07.00 pagi sampai jam 12.00 siang (sabedugeun) selama satu atau dua hari setelah panen benih ikan. Upah yang mereka peroleh langsung dibayar perhari atau sabedugeun dalam bahasa masyarakat setempat. Tenaga kerja tidak tetap ini pola keterikatannya terhadap majikan hampir sama dengan buruh petani padi yang sama –sama tidak terikat oleh pada satu pengusaha atau petani dan dibayar perhari (Hasil Wawancara Dengan Bapak Dedi Rusmayadi, Lili Sadikin dan Agus Soleh, Sekitar bulan Juli 2009). 4.3.3 Produksi Usaha Budidaya Benih Ikan Produksi pada usaha pembenihan ikan yang berkembang di Kecamatan Bojongpicung secara garis besar dimulai dari pemeliharaan induk, pemijahan, penetasan telur dan perawatan larva hingga benih ikan mencapai ukuran 1-3 cm baik itu ukuran kebul maupun putihan tergantung pada permintaan petani pendeder ikan. Pada bulan 5-9 atau bulan Mei – September umumnya petani di Kecamatan Bojongpicung memproduksi benih hingga ukuran 3 cm atau putihan. Selanjutnya pada bulan 10 – 4 atau bulan Oktober hingga bulan April biasanya mereka memproduksi ikan hingga ukuran 1 cm atau kebul. Pembenihan dapat dilakukan di kolam yang dasarnya terbuat dari tanah dan pematangnya ditembok. Atau dapat juga dilakukan di kolam yang bagian dasar pematangnya terbuat dari tanah. Jenis ikan yang dibudidayakan dalam usaha pembenihan ikan di Kecamatan Bojongpicung yang sangat dominan adalah ikan 96 mas, sedangkan untuk ikan jenis lainnya seperti ikan nila, lele dan patin kurang berkembang karena dinilai belum memberikan hasil yang menguntungkan (Hasil Wawancara dengan Herman, 16 Juni 2009). Produksi benih ikan di Kecamatan Bojongpicung tergantung pada permintaan subsistem usaha pendederan yang meliputi beberapa kota yaitu Bandung, Subang dan Sukabumi. Dari usaha pendederan dikota –kota tersebut benih ikan mas akan dipasok ke pengusaha pembesaran ikan diantaranya pada pengusaha pembesaran di Kolam Jaring Apung (KJA) bendungan Cirata dan Saguling serta pada usaha pemeliharaan pembesaran ikan di kolam air deras yang banyak dilakukan masyarakat baik dengan sistem kolam intensif, semi intensif maupun cara tradisional. Ikan mas merupakan jenis ikan omnivora dan mempunyai sifat yang pertumbuhannya dapat dipacu dengan pemberian pakan yang baik, sehingga ikan mas sangat cocok untuk dibudidayakan dalam KJA (Alfian, 1995: 7). Di tempat usaha pembesaran tersebut komoditas ikan yang dominan dibudidayakan adalah ikan mas, sehingga permintaan terhadap benih ikan mas juga relatif lebih banyak dibandingkan dengan jenis ikan lainnya. Oleh karena itu, ikan mas menjadi prioritas utama pada budidaya pembenihan ikan di Kecamatan Bojongpicung, karena membudidayakan ikan mas lebih menguntungkan dibanding jenis ikan yang lainnya dan teknik pemijahan ikan mas telah banyak dikuasai oleh para petani pembenih ikan di Kecamatan Bojongpicung (Hasil Wawancara dengan Engkas Syahrudin dan Zaelani, Sekitar bulan Juni-Juli 2009). Adapun proses 97 produksi pembenihan ikan mas hingga mencapai ukuran 1-3 cm yang di kembangkan di Kecamatan Bojongpicung adalah sebagai berikut: 1. Persiapan kolam Lokasi kolam pembenihan harus yang dekat dengan sumber air dan bebas banjir. Sumber air untuk kolam pembenihan di Kecamatan Bojongpicung berasal dari irigasi Cihea yang dialirkan ke sawah milik warga. Sawah yang dijadikan kolam untuk pembenihan harus dekat dengan saluran irigasi agar tidak menyulitkan dalam pengaturan air dan kolam yang dekat dengan irigasi masih jernih karena belum banyak melewati saluran air yang lainnya. Bentuk kolam sebaiknya persegi panjang dengan dinding bisa ditembok. Pintu pemasukan air dapat menggunakan paralon. Kolam yang digunakan harus dapat menahan air dan tidak bocor, sebab jika terjdi kebocoran, benih ikan yang dipelihara akan kabur keluar dari kolam. Kolam yang baik untuk pembenihan adalah kolam yang pematangnya terbuat dari tembok. Kolam yang terbuat dari tanah harus sering dikontrol, karena hewan yang bersarang di pematang kolam seperti belut atau kepiting, sering menyebabkan terjadinya kebocoran kolam. Namun di Kecamatan Bojongpicung umumnya petani ikan menggunakan kolam yang pematangnya terbuat dari tanah karena budidaya benih ikan tersebut berada di daerah pesawahan serta untuk memudahkan jika petani kembali berniat untuk mengubah kolam tersebut menjadi sawah (Hasil Wawancara dengan Herman, 16 Juni 2009). Ukuran luas sawah yang dijadikan kolam pembenihan oleh para petani tidak ada standar khusus, namun umumnya ukuran kolam pembenihan para petani 98 di kecamatan Bojongpicung adalah sekitar 90-100 tumbak atau 1200-1400 m². Ukuran tersebut dianggap cukup efektif karena sangat mudah dalam pengelolaannya. Ukuran tersebut akan mempercepat pertumbuhan ikan sehingga dalam kolam tersebut tidak terjadi padat benih yang akan menyebabkan benih – benih ikan banyak yang mati. Di Kecamatan Bojongpicung jarang petani ikan melakukan pembenihan ikan terutama ikan mas di kolam yang terlalu luas, karena akan menyulitkan dalam pemeliharaan dan pengawasan. 2. Pemilihan Induk Keberhasilan usaha pembenihan ikan sangat di tentukan oleh kualitas induk. Pemilihan calon induk harus mempertimbangkan ras dan varietas ikan yang akan dipelihara, karena ciri-ciri setiap calon induk yang baik berbeda –beda untuk setiap ras atau varietas. Memilih induk ikan yang baik bukanlah pekerjaan mudah. Ikan yang berukuran paling besar belum tentu termasuk ikan yang pertumbuhannya paling cepat didalam populasi tersebut. Hal ini terutama terjadi pada populasi calon induk yang mengalami penebaran dan pemanenan beberapa kali. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan induk yang baik diantaranya sebagai berikut: Pemilihan calon induk dilakukan saat ikan masih burayak atau seukuran jari. Hal ini akan menjamin diperolehnya ikan-ikan yang baik untuk dibenihkan. Calon induk yang telah terpilih kemudian diberi tanda misalnya pemotongan sirip atau pemasangan anting. Ikan yang sudah diberi tanda tersebut dapat dicampur dengan ikan lain. 99 Menghindari adanya kawin silang dalam, yakni perkawinan ikan yang terjadi antar kerabat dekat. Kawin silang dalam akan menurunkan kecepatan pertumbuhan keturunan sampai 20%, menurunkan tingkat keberhasilan pembenihan, dan menurunkan resistensi (ketahanan terhadap serangan penyakit). Perkawinan ikan antar saudara misan juga akan menurunkan pertumbuhan sekitar 5 % pada setiap generasi. Kawin silang dalam kemungkinan besar terjadi jika induk ikan itu dugunakan berulang ulang selama beberapa tahun sehingga keturunannya dapat kawin dengan biangnya. Unit pembenihan minimal menggunakan induk sebanyak 30 ekor. Jumlah keseluruhan induk menggunakan perbandingan 3 jantan : 1 betina atau 3 jantan : 2 betina. Jika populasi induk seperti diatas, pemijahan dapat berlangsung sepanjang musim. Pemijahan hendaknya menggunakan stok induk hasil pemijahan yang berbeda untuk menghindari terjadinya kawin silang dalam. Generasi –generasi calon induk hendaknya dipelihara secara terpisah untuk menghindari terjadinya pemijahan antara induk dan turunannya. Hal ini merupakan salah satu cara untuk mempertahankan kualitas genetis induk. Menggunakan ras atau strain unggul dari petani atau Balai Benih Ikan setempat. Ras Ikan yang tahan penyakit dan memiliki produktivitas tinggi dapat tersedia dari program –program penelitian genetik perikanan. Apabila ras –ras ikan tersebut dapat dibuktikan keunggulannnya, dengan 100 sendirinya dapat dikembangkan di masyarakat petani ikan (Khairuman, 2002:24). 3. Pemijahan Induk dan Penetasan Telur Cara pemijahan yang berkembang di Kecamatan Bojongpicung adalah pemijahan dengan cara alami yang dilakukan dalam kolam pemijahan dengan menggunakan hapa (kantung yang terbuat dari kain trikot atau nilon untuk menampung ikan). Hal yang terpenting adalah dasar kolam tidak boleh berlumpur atau berbatu. Air kolam sebaiknya sedikit jernih atau sedikit keruh dan mengandung cukup oksigen. Sebelum dilakukan pemijahan, kolam dikeringkan terlebih dahulu selama tiga hari. Perlengakapan utama yang dibutuhkan untuk pemijahan ikan mas adalah kakaban, yakni tempat untuk menempelkan telur. Kakaban di pasang dikolam pemijahan setelah induk jantang dan betina dimasukan kedalam kolam tersebut. Ukuran kolam pemijahan yang digunakan untuk pemijahan alami dengan menggunakan hapa adalah 3x5x1 m. kolam tersebut dapat diisi tiga buah hapa berukuran 1x1x1 atau 1x2x1m. induk jantan dan betina terpilih yang telah matang gonad dimasukan kedalam hapa pada sore hari. Perbandingan bobot induk jantan dan betina adalah 1:1. Jika hapa berukuran 1x2x1 m, jumlah induk yang dimasukan seberat 4 Kg dan jumlah kakabannya sebanyak 6-8 buah. Pagi harinya, induk yang telah memijah diangkat dari hapa dan dikembalikan lagi ke kolam induk. Pemijahan dan penetasan ikan mas yang di kembangkan dalam pembudidayaan benih ikan di kecamatan Bojongpicung berlangsung sepanjang 101 tahun pada kolam pemijahan dan tidak memerlukan lingkungan pemijahan secara khusus (Hasil Wawancara dengan Herman, 16 Juni 2009). Di kolam pemijahan, kakaban yang sudah dipenuhi telur dibiarkan selama 2-3 hari. Selama selang waktu itu biasanya telur –telur akan menetas. Telur akan menetas pada suhu air sekitar 25-27°C. Setelah telur menetas, kakaban diangkat dan larvanya dibiarkan dalam hapa sampai ukuran kuning telur hilang. Setelah lima hari larva siap ditebar kedalam kolam (Hasil Wawancara dengan Herman dan H. Dili, Sekitar bulan Juni 2009). 4. Perawatan larva hingga benih ikan mencapai 1-3 cm Untuk menumbuhkan pakan alami yang dibutuhkan oleh larva, kolam harus dipupuk menggunakan pupuk organik dan pupuk anorganik. Jumlah pupuk yang digunakan disesuaikan dengan tingkat kesuburan tanah kolam pembenihan. Biasanya, pupuk organik berupa kotoran ayam yang digunakan sebanyak 500 gram/m². Sementara itu, pupuk anorganik berupa TSP dan urea yang gunakan masing–masing sebanyak 10 gram/m². Selajutnya campuran pupuk dan kapur tersebut diaduk merata dan ditebarkan keseluruh permukaan tanah di dasar kolam (Khairunman, 2002:39). Pemeliharaan larva ikan dilakukan setelah telur-telur hasil pemijahan menetas. Kegiatan ini dilakukan pada kolam pembenihan yang sudah siap menerima benih ikan setelah kolam tersebut dikeringkan terlebih dahulu serta dibersihkan dari ikan-ikan liar. Kolam diberi kapur dan dipupuk sesuai ketentuan. Begitu pula dengan pemberian pakan untuk bibit disesuaikan dengan ketentuan. Jumlah penebaran dalam kolam pendederan tergantung dari ukuran benih ikan. 102 Benih ikan ukuran 1-3 cm, jumlah penebarannya sekitar 30-50 ekor/meter persegi (Khairunman, 2002:39). Pemupukan sebaiknya dilakukan bersamaan dengan saat pemijahan induk agar saat telur menetas, makanan alami yang diperlukan larva sudah tersedia di dalam kolam. Kolam yang sudah dipupuk tadi selanjutnya diisi air secara bertahap hingga ketinggiannnya mencapai 75 cm dari dasar kolam, lebih dalam lebih baik karena lebih banyak pakan alami benih ikan. Setelah itu, benih dipelihara selama 1-2 minggu. Selama pemeliharaan itu, benih diberi pakan tambahan berupa tepung pelet sebanyak 2-3 kali sehari pada pagi dan sore hari, jika keadaan tanah kolam pembenihan kurang subur. Pakan tambahan tersebut diberikan dengan cara menyebarkannya secara merata keseluruh permukaan kolam (Hasil Wawancara dengan Herman, 16 Juni 2009). 5. Pemanenan Sebelum dilakukan pemanenan benih ikan, terlebih dahulu dipersiapkan alat-alat tangkap dan sarana perlengkapannya. Beberapa alat tangkap dan sarana yang disiapkan diantaranya adalah keramba, ember biasa, ember lebar, seser halus sebagai alat tangkap benih, jaring sebagai penyimpanan benih dan saringan yang akan digunakan untuk mengeluarkan air dari kolam agar benih ikan tidak terbawa arus, serta bak-bak penampungan yang berisi air bersih untuk penyimpanan benih hasil panen. Pemanenan dilakukan mula-mula dengan menyurutkan air kolam sekitar pukul 15. 00 sore, secara perlahan-lahan agar ikan tidak stres akibat tekanan air yang berubah secara mendadak. Setelah air surut sekitar jam 07.00 pagi benih mulai ditangkap dengan seser halus atau jaring dan ditampung dalam ember atau 103 keramba. Benih ikan mas akan berkumpul di bagian kamalir atau saluran tengah, selanjutnya benih tersebut ditangkap secara hati-hati menggunakan ayakan yang halus. Benih dapat disimpan atau ditampung sementara di tampung didalam ember penampungan. Sebelum dilakukan pengepakan, sebaiknya benih diseleksi terlebih dahulu sesuai dengan ukurannya. Benih dapat dipanen setelah dipelihara selama 15 hari atau bahkan 12 hari sesuai dengan kualitas induk ikan. Panen benih ikan yang umum berkembang di Kecamatan Bojong Picung hingga ukuran benih mencapai 1 cm yang biasa disebut kebul oleh masyarakat setempat atau ukuran 3 cm yang biasa disebut dengan putihan. Hal tersebut disesuaikan dengan pesanan petani pendeder dari Bandung. Sebaiknya pemanenan berakhir tidak lebih dari jam 09.00 pagi. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terik matahari yang dapat mengganggu kesehatan benih ikan (Hasil Wawancara dengan Herman, 16 Juni 2009). Untuk mengetahui benih ikan hasil panen yang disimpan dalam bak penyimpanan maka sebelum dijual, terlebih dahulu dihitung jumlahnya. Cara menghitung benih umumnya dengan memakai takaran, yaitu dengan menggunakan sendok untuk larva dan kebul. Ukuran benih yang didederkan diusahakan seragam untuk menghindari terjadinya persaingan makanan. Jika induk yang dipijahkan berkualitas unggul, benih ikan mas yang dipelihara juga akan tumbuh dengan baik. Menurut pengalaman beberapa petani, setiap 1 Kg induk betina yang dipijahkan diperoleh hasil sebanyak 35.000-40.000 ekor benih. Benih ikan mas terdiri dari berbagai ukuran. Pemberian nama benih tersebut biasanya berdasarkan pada ukuran benih. Sampai sekarang belum ada 104 nama baku benih ikan mas berdasarkan ukurannnya. Setiap daerah biasanya memiliki nama atau istilah tersendiri untuk menggambarkan ukuran benih ikan mas (Amri dan Sihombing, 2007:4-5). Berdasarkan ukurannya nama atau istilah benih ikan mas yang berkembang di Kecamatan Bojongpicung dan umumnya di wilayah Jawa Barat sebagai sentra budidaya perikanan air tawar, dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.8 Nama Kelompok Benih Ikan Mas Kriteria Larva Kebul Putihan Belo Sangkal Maksimum umur (hari) 4 20 40 70 90 Panjang total minimal (cm) 0,6 1 3 5 8 Bobot minimum (gr) 0,2 3 6 10 - Sumber: Amri. K dan Sihombing.T. (2007). Mengenal dan Mengendalikan Predator Benih Ikan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Benih ikan yang dibudidayakan petani ikan di Kecamtan Bojongpicung sampai ukuran 1 cm yang biasa disebut oleh masyarakat setempat dengan kebul dan ukuran 3 cm yang biasa disebut putihan. Pada usaha budidaya benih ikan di Kecamatan Bojongpicung, jenis ikan yang diprioritaskan adalah budidaya benih ikan mas, karena lebih menguntungkan dibandingkan dengan budidaya ikan jenis lainnya. Setiap petani ikan di Kecamatan Bojongpicung pasti membudidayakan ikan mas sehingga terus mempertinggi angka produksi ikan mas (Hasil Wawancara dengan Bapak Engkas Syahrudin, 15 Juni 2009). 4.3.4 Pemasaran Kegiatan pemasaran merupakan proses penyaluran hasil produksi kepada distributor agar sampai kepada konsumen. Pemasaran juga merupakan faktor yang 105 menentukan keberhasilan sebuah usaha, termasuk usaha budidaya benih ikan di Kecamatan Bojongpicung. Pemasaran benih ikan dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Pada jalur pemasaran benih, pemasaran secara langsung dilakukan oleh petani pembenih kepada petani pendeder ikan. Pola distribusi secara tidak langsung bervariasi dapat menggunakan satu sampai empat lembaga perantara. Sehingga, karena pada setiap cabang pemasaran pelaku mengambil keuntungan, maka dengan semakin panjangnya jalur distribusi pemasaran mengakibatkan harga benih yang diterima konsumen akhir menjadi semakin tinggi. Adapun jalur pemasaran benih ikan secara umum yang dilakukan oleh pembudidaya atau petani pembenih ikan di Kecamatan Bojongpicung adalah sebagai berikut benih ikan yang berukuran 1 cm yang disebut dengan kebul atau ukuran 3 cm yang disebut dengan putihan dari dari petani pembenih ikan di Kecamatan Bojongpicung di jual kepada bandar ikan yang kemudian akan dijual lagi ke petani pendeder ikan di Bandung, Subang dan Sukabumi. Di tempat tersebut benih ikan tersebut dipelihara sampai ukuran 3-5 cm. Selanjutnya dijual lagi ke tempat usaha pembesaran ikan salah satunya ke kolam jaring apung di bendungan-bendungan besar di Jawa Barat seperti Cirata dan Saguling yang merupakan wilayah usaha pembesaran ikan. Di tempat tersebut ikan dari ukuran 3-5 cm dibudidayakan hingga ukuran ikan konsumsi (Hasil Wawancara dengan Engkas Syahrudin, 15 Juni 2009). Penjualan benih ikan oleh petani pembenih ikan dapat dilakukan juga ke PT. Pengepul, contohnya seperti yang dilakukan oleh Dedi Rusamayadi, Ule 106 Sulaeman dan Deden Rustandi yang menjual hasil panen benih ikan yang berukuran 3 cm yang biasa disebut putihan ke PT. Pringgondani (Hasil Wawancara dengan Dedi Rusamayadi, Ule Sulaeman dan Deden Rustandi, 17 Juli 2009). Biasanya dari PT. Pengepul tidak langsung dijual ke usaha pembesaran ikan tetapi dijual ke rumah makan atau restoran –restoran seperti Jakarta dan Bandung. Pemasaran benih ikan juga dapat langsung diambil atau dijual ke pengusaha pendeder tanpa perantara bandar benih ikan contohnya seperti yang dilakukan oleh Agus Soleh. Setiap kali panen benih ikan biasanya petani pendeder ikan dari Bandung datang untuk membeli hasil panen benih ikan miliknya (Hasil Wawancara dengan Agus Soleh, 16 Juli 2009). Untuk lebih jelasnya proses pemasaran benih ikan di Kecamatan Bojongpicung dapat dilihat pada bagan pemasaran sebagai berikut: Bagan 4.1 Proses Pemasaran Benih Ikan Petani Pembenihan Ikan Bandar Benih Ikan CV atau PT Pengepul Petani Pendeder Ikan Rumah Makan Sumber: Diolah dari Hasil Wawancara dengan Engkas Syahrudin, Herman, Dedi Rusmayadi, Deden Rustandi , Ule Sulaeman dan Agus Soleh, Sekitar Bulan Juni-Juli 2009. 107 Keberadaan para bandar merupakan rangsangan bagi para petani pembenihan, karena mempermudah pemasaran hasil produksi sehingga sebagian besar petani menjual ikannya yang sudah siap panen ke bandar. Setiap bandar sudah mempunyai relasi masing-masing untuk menyalurkan produksi ikan sehingga tidak saling berebut antara bandar yang satu dengan yang lain. Akan tetapi, di lain pihak ada kerugian yang diterima petani ikan dari sistem ini, karena penjualan produk terbesar melalui bandar dan harga ditentukan bandar. Namun, karena bandar membeli ikan dalam jumlah yang banyak, keuntungan yang didapat oleh petani pembenih menjadi lebih besar. Selama kurun waktu 16 tahun kajian penelitian penulis, pemasaran benih ikan mengalami pasang surut dalam perkembangannya. Penurunan usaha benih ikan diakibatkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah berkurangnya permintaan pembenihan ikan dari subsistem usaha pendederan dan pembesaran ikan serta sulitnya pemasaran jika tidak ada permintaan benih ikan karena sebagian besar petani menjual pada bandar. Jika bandar tidak membeli benih ikan mereka, maka mereka tidak dapat penghasilan. Faktor lainnya adalah kondisi cuaca yang tidak bisa dilawan, jika musim hujan tidak ada cahaya matahari sehingga pakan alami larva ikan seperti fitoplankton maupun hewan renik (zooplankton) seperti Rotifera, Moina dan Daphnia sulit untuk tumbuh. Pada saat musim kemarau pasokan volume air ke kolam pembenihan kurang, ditambah lagi terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan membuat beberapa petani bangkrut dan kembali beralih menjadi petani padi. Salah satu contohnya adalah perintis usaha budidaya benih ikan yaitu Bapak Nunung. Hal ini 108 disebabkan karena biaya produksi lebih besar dibanding dengan penjualan yang di bawah rata-rata. Para petani ikan yang tetap bertahan sampai sekarang umumnya adalah orang-orang yang memiliki modal dan semangat yang sangat kuat dalam menjalankan usahanya. Salah satu petani pembenih ikan yang bertahan hingga sekarang adalah Agus Soleh. 4.4 Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Kecamatan Bojongpicung Setelah Adanya Usaha Budidaya Benih Ikan Tahun 1990-2006 4.4.1 Tingkat Kesejahteraan Petani Pembenih Ikan Terlibatnya masyarakat Kecamatan Bojongpicung dalam kegiatan usaha budidaya benih ikan secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan kontribusi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Keberadaan usaha budidaya benih ikan di Kecamatan Bojongpicung telah membawa pengaruh baik terhadap pengusahanya, pekerjanya maupun kegiatan-kegiatan ekonomi yang muncul setelah adanya usaha ini. Dengan penghasilan yang diterima dari kegiatan usaha ini, mereka bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Untuk itu, pada bagian ini dibahas mengenai tingkat kesejahteraan pengusaha dan pekerja budidaya benih ikan. 4.4.1.1 Tingkat Pendapatan dan Kesejahteraan Pengusaha Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan beberapa narasumber, pendapatan bersih pengusaha budidaya benih ikan pada tahun 1995 setiap satu kali masa panen selama pemeliharaan 15 hari, dengan ukuran kolam pembenihan 100 tumbak atau 1400 m² dan pendapatan benih ikan 30 liter dengan harga 20.000 tiap satu liter, mencapai Rp. 600.000,00. Pendapatan 109 tersebut dari tahun ke tahun senantiasa mengalami peningkatan. Namun hal ini juga diimbangi dengan harga bahan pokok yang selalu meningkat meskipun keuntungan yang diperoleh besar tetapi nilai uangnya kecil. Untuk memperjelas kontribusi usaha budidaya benih ikan terhadap kesejahteraan pengusaha benih ikan, maka di bawah ini diuraikan beberapa contoh anggaran keluarga pengusaha budidaya benih ikan di Kecamatan Bojongpicung. Bapak Deden Rustandi sebagai salah satu pengusaha benih ikan yang termasuk klasifikasi pengusaha kecil, pada tahun 1995 dia memiliki luas area pembenihan seluas 90 tumbak atau sekitar 1260 m² dengan membudidayakan hanya satu jenis ikan, yaitu ikan mas. Setiap kali memproduksi ikan dalam satu periode (sekitar 15 hari), ia memperoleh laba sekitar Rp 600.000. Jika hasil panen benih ikan mas mencapai 30 liter dengan harga persatu liter adalah Rp.20.000. Untuk lebih jelasnya, perincian anggaran rumah tangga Bapak Deden Rustandi sebagai pengusaha benih ikan klasifikasi pengusaha kecil adalah sebagai berikut: • Penghasilan 1 bulan (2x panen) pada tahun 1995 • Pengeluaran Keluarga 1. Beras 25 kg x Rp. 800,00* Rp. 20.000,00 2. Lauk Pauk Rp. 150.000,00 3. Listrik Rp. 20.000,00 4. Biaya anak sekolah* Rp. 30.000,00 5. Lain-lain** Rp. 50.000,00 + Jumlah Pengeluaran • Sisa Penghasilan Rp. 1.200.000,00 Rp. 270.000,00 Rp. 930.000,00 110 Keterangan: *Beras untuk 4 orang, yakni Bapak Deden, istri dan 2 orang anak yang terdiri dari satu orang anak yang sudah sekolah SD kelas 2 dan satu orang anak yang masih belum sekolah. ** Biaya untuk pengeluaran tak terduga dan membeli sabun, pasta gigi, shampo serta jajan anak. Pengusah kecil sedikit mengelola ikan sehingga tidak setiap ikan dijual satu bulan dua kali tergantung masa panen dengan memperhatikan kondisi cuaca dan permintaan dari pengusaha pendederan. Dari perincian diatas dapat diketahui bahwa sisa yang diperoleh Bapak Deden digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari –hari keluarganya yaitu satu orang istri dan dua orang anak yang terdiri dari satu orang anak yang sudah sekolah SD, dan satu orang anak lagi yang masih balita. Sisa dari penghasilannnya digunakan untuk membeli pakaian, alat –alat elektronik, biaya kesehatan dan alat –alat kebutuhan rumah tangga lainnya. Sisa penghasilan tersebut selain digunakan untuk keperluan keluarga lainnya, di gunakan juga untuk menambah modal dalam mengembangkan usahanya, misalnya ditabung untuk memperluas areal kolam pembenihannya (Hasil Wawancara dengan Deden Rustandi, 17 Juli 2009). Pengusaha selanjutnya adalah Bapak Agus Soleh sebagai salah satu pengusaha budidaya benih ikan dengan klasifikasi menengah dan merangkap menjadi pedagang. Dia merupakan salah satu perintis usaha budidaya benih ikan di desa Jati Kecamatan Bojongpicung. Dia mulai merintis usaha tersebut sejak tahun 1990. Pada tahun 1995 dia memiliki luas area pembenihan sekitar 1 Ha yang dibagi menjadi sekitar delapan kolam pembenihan yang tersebar di beberapa area persawahan di desa Jati, Kecamatan Bojong Picung. Perkiraan keuntungan yang diperoleh dalam satu periode produksi (sekitar 15 hari) mencapai sekitar 111 Rp.4.000.000,00 dengan penghasilan tiap kolam pembenihan sebanyak 25 liter dan harga Rp.20.000 tiap liternya. Sehingga rata-rata laba yang diperoleh per bulan dengan dua kali panen mencapai Rp. 8.000.000,00. Pekerja tetap yang dia miliki sebanyak tiga orang dengan upah per hari pada tahun 1995 masing-masing sebesar Rp.200.000,00. (Hasil Wawancara dengan Bapak Agus Soleh, 17 Juli 2009). Untuk lebih jelasnya perincian anggaran rumah tangga Bapak Agus Soleh adalah sebagai berikut: • Penghasilan bersih selama 1 bulan (2x panen) • Pengeluaran Keluarga 1. Beras 30 kg x Rp. 800,00* Rp. 24.000,00 2. Lauk Pauk Rp. 180.000,00 3. Listrik Rp. 30.000,00 4. Biaya Sekolah** Rp. 50.000,00 5. Lain-lain*** RP. 100.000,00 Rp. 8.000.000,00 6. Menggaji pegawai • 1. Pekerja Tetap**** Rp. 600.000,00 2. Biaya Panen***** Rp. 400.000,00 Jumlah Pengeluaran Rp. 1.384.000,00- Sisa Penghasilan Rp. 6.616.000,00 Keterangan: * Beras untuk 6 orang, yakni Bapak Agus, istri dan 4 orang anak yang terdiri dari 2 orang anak yang masih SD dan dua orang anak yang belum sekolah. ** Biaya sekolah 2 orang anak yang masih SD. *** Biaya untuk membeli sabun, pasta gigi, shampo dan jajan anak. **** Biaya pekerja tetap untuk 3 orang, dengan upah per orang pada tahun 1995 adalah sekitar Rp. 100.000. ***** Bonus untuk para pekerja sebanyak 5% dari hasil panen 112 Keuntungan yang diperoleh pengusaha menengah setiap bulannya relatif cukup besar yaitu sekitar Rp.8. 000.000,00. Namun pengeluarannya lebih banyak dibandingkan pengusaha kecil. Sebagai pengusaha yang memiliki beberapa petak kolam pembenihan bapak Agus Soleh harus membayar pegawai. Pegawai tetap yang bekerja pada Bapak Agus Soleh sebanyak tiga orang, jika bapak Agus Soleh tidak memproduksi benih ikan maka seluruh pegawainya tidak bekerja. Pegawai tetap yang bekerja pada Bapak Agus Soleh biasanya diupah setelah panen. Beliau juga berusaha mensejahtrakan pegawainya, salah satu caranya adalah dengan membantu meringankan biaya hidup pekerjanya, misalnya dengan memberikan beras untuk memenuhi kebutuhan sehari –hari pekerjannya. Biasanya Bapak Agus Soleh juga memberikan uang perangsang atau bonus bagi para pekerjanya ketika panen sebesar 5% dari hasil panen (Hasil Wawancara Dengan Agus Soleh, 16 Juli 2009). Usaha pembenihan ini merupakan usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Selain pegawainya bapak Agus Soleh juga harus menanggung biaya untuk kelurganya yaitu satu orang istri dan 4 orang anak yang terdiri dari 2 orang anak yang masih SD dan dua orang anak lainnya yang masih balita. Sebagian besar keuntungannya digunakan untuk mengembangkan usahanya dan modal warung sebagai usaha sampingannya, serta untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier keluarganya. Petani benih ikan sebagai pengusaha tidak selalu untung, ada kalanya rugi. Perincian diatas adalah perincian salah satu pendapatan yang diperoleh oleh pengusaha klasifikasi kecil dan menengah yang memperoleh keuntungan. Namun 113 ada kalanya karena cuaca yang tidak menentu, misalnya saat kemarau banyak petani jaring apung di Waduk Cirata menurunkan produksinya, otomatis permintaan benih ikan pun menurun, dan bila terjadi hujan deras ikan mas mati karena tertimpa jatuhan hujan. Saat hujan ikan mas ukuran kecil dipastikan naik ke permukaan, dan saat itulah tertimpa hujan sehingga mati dan sebagian lagi mati karena perubahan suhu air yang drastis sehingga mengakibatkan kerugian bagi para petani pembenih ikan. Selain itu, kerugian terjadi diakbitkan penurunan permintaan benih ikan karena semakin berkurangnya kolam pendederan di Kabupaten Bandung sebagai pasaran utama petani pembenih ikan di desa Jati yang kembali difungsikan untuk menanam padi atau sawah. Disamping itu, banyaknya petani jaring apung yang berhenti beroperasi di waduk Saguling akibat kondisi air yang sudah tercemar, sehingga mengakibatkan volume pemasaran benih ikan mas yang berasal dari Kecamatan Bojongpicung menurun (Hasil Wawancara Dengan Bapak Agus Soleh, 16 Juli 2009). Perhitungan usaha pembenihan diatas adalah perhitungan kasar karena bisa saja pengusaha benih ikan mendapatkan keuntungan yang lebih atau bisa juga lebih rendah dari perkiraan yang direncanakan tergantung dari keuletan dan keseriusan pengusaha atau petani dalam mengelola usaha pembenihan ini. Modal yang dibutuhkan dalam usaha pembenihan ikan mas tidak begitu besar dibanding dengan usaha budidaya perikanan lainnya. Sehingga merupakan suatu peluang usaha jika diusahakan. 114 Dari perincian pendapatan kedua pengusaha benih ikan diatas, dapat dikatakan bahwa kehidupan mereka relatif sejahtera dan dapat memenuhi kebutuhan sehari –harinya lebih dari cukup. Namun kedua pengusaha tersebut harus dapat mengantisipasi kendala –kendala yang dihadapi dalam usaha tersebut sedini mungkin untuk mendapatkan keuntungan yang besar dengan menganalisis berbagai resiko yang dihadapi dan memberi solusi pada permasalahannya. Misalnya karena kurangnya permintaan benih ikan di Kecamatan Bojong Picung karena berkurangnya permintaan pasikan benih dari kolam pendederan, maka usaha budidaya benih ikan di Kecamatan Bojong Picung yang awalnya dibudidayakan hanya sampai ukuran 1 cm atau biasa disebut kebul, mulai dikembangkan sampai ukuran 3 cm atau biasa disebut dengan putihan, sehingga pemasarannya tidak melalui kolam pendederan tetapi langsung dijual ke usaha – usaha pembesaran di bendungan –bendungan besar di Jawa Barat, seperti bendungan Saguling dan Cirata. Untuk pengusaha pembenih dalam klasifikasi pengusaha besar penulis mengalami kesulitan dalam perincian biaya pendapatan dan pengeluaran yang dimilikinya. Namun yang pasti pengusaha besar memiliki pendapatan yang relatif lebih besar dibandingkan dengan pengusaha kecil dan menengah. Resiko usaha yang harus dihadapi pengusah ini juga lebih besar, namun biasanya pengusaha besar ini memiliki modal yang cukup kuat. 115 4.4.1.2 Tingkat Pendapatan dan Kesejahteraan Pekerja Usaha Budidaya Benih Ikan Peran serta Masyarakat Kecamatan Bojong Picung dalam budidaya benih ikan yang sebagian besar menjadi tenaga kerja petani pembenih ikan telah memberikan kontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Dengan penghasilan yang mereka terima dari pekerjaan ini, mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari bahkan lebih dari cukup sehingga dapat mencukupi kebutuhan hidup lainnya. Usaha budidaya benih ikan yang dimiliki oleh pengusaha besar dan menengah mampu menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar. Seperti yang penulis jelaskan di atas, tenaga kerja pada usaha Budidaya benih ikan di Kecamatan Bojongpicung, dibagi menjadi dua, yaitu tenaga kerja tetap dan tenaga kerja tidak tetap. Upah yang diberikan kepada tenaga kerja tetap diberikan setelah selesai panen benih ikan dan tenaga kerja tidak tetap dibayar harian setelah menyelesaikan pekerjaannya. Tenaga kerja tetap terikat oleh satu pengusaha atau petani pembenih ikan maupun bandar ikan, sedangkan tenaga kerja tidak tetap tidak terikat oleh pengusaha atau petani pembenih ikan manapun sehingga jika dibutuhkan dia dapat bekerja pada petani pembenih ikan manapun yang memerlukan tenaganya. Tugas pekerja tetap, yakni tenaga kerja yang bekerja selain memperbaiki pematang sawah juga bertugas untuk memijahkan induk ikan, memberi pakan, menunggui kolam ikan, pengepakan dan melakukan proses pemanenan ikan, biasanya pekerja tetap ini bekerja pada pengusaha besar dan menengah. 116 Tenaga kerja tidak tetap adalah tenaga kerja yang diupah untuk kuli memperbaiki pematang sawah yang dijadikan kolam pembenihan ikan atau mopokan galengan selama 1-2 hari setelah panen benih ikan. Upah memperbaiki pematang sawah di kolam pembenihan, umumnya sama dengan upah mencangkul sawah. Namun biasanya kuli memperbaiki pematang sawah ini khusus untuk kolam pembenihan walaupun tidak jarang tenaga mereka juga dipakai untuk kuli mencangkul sawah, namun mereka lebih terlatih dan lebih sering memperbaiki pematang sawah kolam pembenihan. Gambaran mengenai upah kuli memperbaiki pematang sawah di kolam pembenihan ikan yang umumnya sama dengan upah kuli mencangkul di sawah, adalah sebagai berikut: Tabel 4.9 Perkembangan Upah Kuli Memperbaiki Pematang Sawah di Kecamatan Bojongpicung Tahun 1991-2006 Tahun Upah Kuli Memperbaiki Pematang Sawah 1991 3.000 1992 3.000 1993 3.000 1994 4.000 1995 7.000 1996 7.000 1997 10.000 1998 10.000 1999 12.500 2000 12.500 2001 15.000 2002 15.000 2003 15.000 2004 17.500 2005 17.500 2006 17.500 Sumber: Diolah dari Hasil Wawancara dengan Lili Sadikin, Ade, Herman dan Dedi Rusmayadi, Sekitar Bulan Juni-Juli 117 Berdasarkan tabel diatas upah kuli memperbaiki pematang sawah setiap tahunnya mengalami kenaikan sesuai dengan kenaikan harga –harga bahan pokok. Tugas memperbaiki pematang sawah tidak hanya dilakukan oleh pekerja tidak tetap saja, namun dilakukan oleh pekerja tetap juga yang biasanya terikat pada salah satu pengusah atau petani pembenih ikan. Setelah selesai bekerja pekerja tidak tetap langsung menerima upah dari hasil pekerjaannya. Pekerja tetap terikat pada petani pembenih ikan atau bandar ikan selain mendapatkan upah harian, pekerja tetap pada saat panen juga biasanya mendapatkan uang perangsang atau bonus agar mereka tetap giat bekerja seperti yang dilakukan Agus Soleh yang memiliki tiga pekerja tetap untuk mengurus kolam pembenihan ikan miliknya. Agus memiliki lahan pembenihan seluas 1 Ha. Pada saat panen biasanya dia memberikan bonus kepada para pekerjanya yang dia sebut dengan uang perangsang agar mereka tetap giat bekerja. Bonus atau uang perangsang yang diberikan Agus kepada para pekerjanya adalah sekitar 5 % dari hasil panen. Besarnya upah pekerja biasanya tergantung dari kebijakan pengusaha tersebut yang disesuaikan dengan keumuman yang ada di masyarakat. Selain karena ditentukan oleh kebijakan pengusaha budidaya benih ikan, perbedaan pendapatan pada pekerja budidaya benih ikan biasanya dikarenakan beberapa hal, seperti faktor keahlian, dan luasnya area kolam pembenihan yang dikelola. Dari tahun ke tahun upah yang diterima para pekerja relatif meningkat, disesuaikan dengan harga kebutuhan pokok. Tingkat kesejahteraan pekerja akan semakin 118 turun apabila tidak dibarengi dengan kenaikan upah. Oleh karena itu, pihak pengusaha selalu menyesuaikan upah pekerja dengan harga kebutuhan hidup. Untuk dapat mengetahui tingkat kesejahtraan pekerja budidaya benih ikan baik pekerja tetap maupun pekerja tidak tetap penulis berhasil mewawancarai beberapa orang pekerja tetap dan tidak tetap pada usaha budidaya benih ikan di Kecamatan Bojongpicung. Untuk lebih jelasnya tentang rincian biaya tanggungan salah satu pekerja tetap yaitu Dede selama satu bulan pada tahun 2002 dia dibayar Rp.600.0000 per hari, untuk pengangkutan ikan dari petani pembenih ikan. Dengan perhitungan biaya pengangkutan ikan Rp. 1500 tiap liternya. Biasanya Dede mengangkut benih ikan dari petani sebanyak 300 liter setiap harinya. Dalam satu bulan dia dapat mengangkut ikan sebanyak empat kali. Sehingga pendapatan rata –rata Dede setiap satu bulan adalah sekitar Rp. 1.800.000.- Dede bekerja pada bandar ikan H.Obih, dia memiliki tanggungan satu istri dan dua orang anak yang belum sekolah. Anggaran biaya rumah tangga Dede sebagai pekerja tetap dapat dilihat pada rincian sebagai berikut: • Penghasilan rata –rata selama 1 bulan (2 kali panen) Rp. 1.800.000,00 • Pengeluaran Keluarga • 1. Beras 20 x Rp. 2.000,00* Rp. 40.000,00 2. Lauk Pauk Rp. 100.000,00 3. Listrik Rp.30.000,00 4. Lain-lain** Rp.100.000,00 + Jumlah Pengeluaran Rp. 270.000,00 - Sisa Penghasilan Rp. 1.530.000,00 119 Keterangan: * Beras untuk 3 orang, yakni Apud, istri dan dua anak yang masih balita. ** Biaya untuk membeli sabun, pasta gigi, shampo dan jajan anak. Dari perincian diatas dapat diketahui bahwa penghasilan Dede dapat memenuhi kebutuhan sehari –hari kelurganya, bahkan Dede masih memiliki sisa penghasilan sebesar Rp. 1.530.000,00. Biaya pengeluaran Dede selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan kelurganya. Sisanya biasanya dia tabung untuk memenuhi biaya tak terduga seperti biaya kesehatan dan kegiatan sosial lainnya (Hasil Wawancara dengan Dede, 17 Juli 2009). Pekerja tetap lainnya adalah Sudin. Dia bekerja pada H.Obih yaitu bandar benih ikan. Sudin bekerja sebagai pengangkut ikan dari petani pembenih ikan yang dibayar Rp. 1.500,- tiap liternya. Biasanya per hari dia mampu mengangkut benih ikan sebanyak 300 liter. Dalam jangka waktu satu bulan dia mampu melakukan empat kali pengangkutan sehingga dalam satu bulan dia dapat memperoleh penghasilan sebanyak Rp.1.800.000,00-. Anggaran biaya rumah tangga Sudin pada tahun 2002 dapat dilihat pada rincian sebagai berikut: • Penghasilan rata –rata selama 1 bulan (2 kali panen) Rp. 1.800.000,00 • Pengeluaran Keluarga • 1. Beras 20 x Rp. 2.000,00* Rp. 40.000,00 2. Lauk Pauk Rp. 100.000,00 3. Listrik Rp. 30.000,00 4. Biaya Anak Sekolah ** Rp.150.000,00 + Jumlah Pengeluaran Rp. 320.000,00 - Sisa Penghasilan Rp.1.480.000,00 120 Keterangan: * Beras untuk 3 orang, yakni Sudin, istri dan satu anak yang masih SLTP. ** Satu Orang anak yang masih sekolah di SLTP. Dari perincian diatas dapat diketahui bahwa penghasilan Sudin dapat memenuhi kebutuhan sehari –hari kelurganya, bahkan Sudin masih memiliki sisa penghasilan sebesar Rp. 1.480.000,00. Biaya pengeluaran Sudin selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan kelurganya. Sisanya biasanya dia tabung untuk mengembangkan usaha budiadaya benih ikan dengan cara membeli lahan kolam pembenihan selain itu dia juga menggunakan sisa penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier seperti membeli barang –barang elektronik dan sebagainya serta biaya tak terduga lainnya seperti biaya kesehatan dan kegiatan sosial lainnya (Hasil Wawancara dengan Sudin, 17 Juli 2009). Pekeja tetap lainnya adalah Hasan yang bekerja pada H.Obih. Dia bekerja menunggui kolam pembenihan dan membantu pengangkutan ikan pada saat panen jika salah satu pekerja tetap H.Obih lainnya sakit atau ada keperluan lainnya. Hasan dibayar Rp.1500 untuk pengangkutan ikan tiap liternya. Hasan dalam satu hari biasanya mampu mengangkut ikan sebanyak 300 liter dan dalam satu bulan dia biasanya hanya menggantikan pekerja tetap lainnya sehingga dalam satu bulan dia hanya mengangkut ikan sebanyak 1-2 kali. Untuk lebih jelasnya rincian biaya pengeluaran Hasan pada tahun 2003 adalah sebagai berikut: 121 • • Penghasilan Rata –Rata Hasan perbulan tahun 2003 • Pengeluaran 1. Beras 15 Kg x Rp. 2.500,00* Rp. 37.500, 00 2. Lauk Pauk Rp. 60.000,00 3. Lain-lain** Rp. 100.000,00 + Rp. 450.000,00 Jumlah Pengeluaran Rp. 197.500,00 - Sisa Penghasilan Rp.253.000,00 Keterangan: * Beras untuk 1 orang, yakni Hasan, karena Hasan belum berkeluarga ** Biaya untuk membeli sabun, pasta gigi shampo dan keperluan lainnya Dari biaya pengeluaran Hasan di atas, penghasilan Hasan yang sebanyak Rp.450.000,00 ternyata dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, bahkan masih ada sisa sekitar Rp.253.000,00. Hasan adalah lulusan SLTP dan belum berumah tangga dia bekerja dalam usaha budidaya benih ikan, setelah pamannya Sudin terlebih dahulu menjadi pekerja tetap usaha budidaya benih ikan tersebut. Sisa penghasilan Hasan biasanya digunakan untuk membantu meringankan ekonomi keluarganya dan juga memenuhi keperluannya sendiri seperti membeli pakaian serta ditabung (Hasil Wawancara dengan Hasan, 18 Juli 2009). Pekerja tetap selanjutnya adalah Ajo yang bekerja pada Deden Rustandi. Dalam satu kali periode panen benih Ikan (sekitar 15 hari) pada tahun 1995 dia memperoleh upah Rp. 150.000,-. Ajo belum berumah tangga dan masih tinggal bersama kedua orang tuanya. Untuk lebih jelasnya biaya pengeluaran Ajo adalah sebagai berikut: 122 • Upah rata –rata per bulan (2 kali Panen) Tahun 1995 • Pengeluaran • 1. Beras 20 x Rp. 800,00* Rp. 16.000,00 2. Lauk Pauk Rp. 50.000,00 3. Listrik Rp. 30.000,00 4. Lain-lain** Rp. 20.000,00 + Rp. 300.000,00 Jumlah Pengeluaran Rp. 96.000,00- Sisa Penghasilan Rp. 204.000,00 Keterangan: * Beras untuk 3 orang, yakni Ajo dan kedua orang tuanya. ** Biaya untuk membeli sabun, pasta gigi shampo dan keperluan lainnya Dari data pengeluaran Ajo di atas, penghasilan Ajo yang sebanyak Rp.300.000,00 ternyata dapat membantu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, bahkan masih ada sisa Rp. 204.000,00. Sisa penghasilan tersebut digunakan untuk membeli barang-barang keperluan lainnya seperti pakaian dan kebutuhan sekunder lainnya serta ditabung untuk mengantisipasi biaya-biaya tak terduga seperti biaya kesehatan dan kegiatan sosial lainnya. Ajo juga biasanya mendapatkan tambahan pendapatan pada saat panen dari pengusaha benih ikan tempat dia bekerja. Pendapatan Ajo sebagai pekerja tetap mengerjakan tugas untuk menunggui kolam ikan, memijahkan induk dan memberi pakan serta mengurus kolam pada saat panen benih ikan berlangsung (Hasil Wawancara dengan Ajo, 18 Juli 2009). Pekerja selanjutnya adalah pekerja tidak tetap atau memperbaiki pematang sawah setelah panen, yang biasanya mulai bekerja dari jam 07.00 pagi hingga 123 siang hari sekitar jam 13.00. Pekerja tidak tetap atau kuli memperbaiki pematang sawah pada kolam pembenihan ini tidak terikat oleh salah satu pengusaha atau petani benih ikan. Dia dapat bekerja pada pengusaha manapun yang memerlukan tenaganya. Berikut adalah uraian mengenai anggaran pengeluaran pekerja tidak tetap pada pengusaha budidaya benih ikan. Salah seorang pekerja tidak tetap atau kuli memperbaiki pematang sawah adalah Aham, dia mempunyai tanggungan satu orang istri dan satu orang anak yang masih sekolah SD pada tahun 2000. Aham biasanya bekerja sebagai kuli memperbaiki pematang sawah di kolam pembenihan sekitar 1 atau 2 hari dalam satu kali panen benih ikan (15 hari), dengan upah rata-rata perhari sekitar Rp.15.000,00-. Sehingga upah rata –rata Aham dalam jangka waktu satu bulan dari kuli memperbaiki pematang sawah adalah sekitar Rp.60.000,00-. Dan dia juga biasanya bekerja pada saat pengepakan ikan untuk 100 liter dia diupah Rp.30.000. Dalam jangka waktu sebulan dia dapat mengepak ikan sebanyak 3-4 kali. Sehingga penghasilan Aham untuk kuli memperbaiki pematang sawah kolam pembenihan dan pengepakan benih ikan yang meliputi mengantungi air ke plastik, mengisi kantung plastik benih ikan dengan gas dan mengikat plastik tersebut adalah Rp.180.000,00. Untuk lebih jelasnya anggaran biaya pengeluaran Aham dalam satu bulan dapat dilihat pada uraian di dibawah ini: 124 • Upah rata-rata per bulan tahun 2000 • Pengeluaran 1. Beras • 20 x Rp. 2.000,00* Rp. 180.000,00 Rp. 40.000,00 2. Lauk Pauk Rp. 50.000,00 3. Listrik Rp. 20.000,00 4. Lain-lain** Rp. 10.000,00 + Jumlah Pengeluaran Rp. 120.000,00 - Sisa Penghasilan Rp. 60.000,00 Keterangan: * Beras untuk 3 orang, yakni Aham, istri dan satu orang anak. ** Biaya untuk membeli sabun, pasta gigi, dan shampo Dari data anggaran rumah tangga di atas, penghasilan Aham yang sebanyak Rp. 180.000,00 ternyata dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga, bahkan masih ada sisa sekitar Rp. 60.000,00. Sisa penghasilan tersebut biasanya ditabung untuk mengantisipasi biaya-biaya tak terduga seperti biaya kesehatan dan kegiatan sosial lainnya (Hasil Wawancara dengan Aham, 18 Juli 2009). Pekerja tidak tetap selanjutnya adalah Iyus yang memilki tanggungan istri dan satu orang anak yang masih balita pada tahun 2004. Iyus biasanya bekerja sebagai kuli memperbaiki pematang sawah di kolam pembenihan ikan sekitar 1 atau 2 hari tergantung pada luas kolam pemebnihan, dalam satu bulan jika pengusaha benih ikan produktif melakukan usaha pembenihan. Iyus sebagai kuli memperbaiki pematang sawah dapat bekerja dua kali dalam sebulan, dengan upah rata-rata perhari sekitar Rp.17.000,00-. Sehingga upah rata –rata Iyus dalam jangka waktu satu bulan adalah sekitar Rp.68.000,00- untuk tambahan biasanya Iyus juga bekerja mengepak benih ikan pada saat panen dia dibayar Rp. 30.000 untuk 100 125 liter benih ikan dalam satu bulan dia dapat melakukan penepakan benih ikan sebanyak empat kali. Sehingga pendapatan Iyus dari kuli memperbaiki pematang sawah dan pengepakan benih ikan adalah sekitar Rp. 188.000.- Untuk lebih jelasnya anggaran rumah tangga Iyus dapat dilihat pada uraian di dibawah ini: • Upah rata-rata Iyus per bulan tahun 2004 • Pengeluaran 1. Beras • 20 x Rp. 3.000,00* Rp. 188.000,00 Rp. 60.000,00 2. Lauk Pauk Rp. 65.000,00 3. Listrik Rp. 20.000,00 4. Lain-lain** Rp. 10.000,00 + Jumlah Pengeluaran Rp. 155.000,00 - Sisa Penghasilan Rp. 33.000,00 Keterangan: * Beras untuk 3 orang, yakni Iyus, istri dan satu orang anak. ** Biaya untuk membeli sabun, pasta gigi,dan shampo. Dari data anggaran rumah tangga di atas, penghasilan sebanyak Rp.188.000,00 ternyata dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga, bahkan masih ada sisa sekitar Rp. 33.000,00. Sisa penghasilan tersebut biasanya ditabung untuk mengantisipasi biaya-biaya tak terduga seperti biaya kesehatan dan kegiatan sosial. Selain bekerja pada kolam pembenihan Iyus juga sering kali bekerja sebagai kuli nyangkul pada sawah petani padi untuk menambah lagi penghasilannya (Hasil Wawancara dengan Iyus, 17 Juli 2009). Pada dasarnya berdasarkan uraian diatas upah yang mereka terima digunakan untuk memenuhi kebutuhan kelurga sehari- hari seperti membeli beras, lauk- pauk dan biaya sekolah anaknya bagi pekerja pembenihan ikan yang 126 sudah berumah tangga. Adapun sisa dari penghasilannya digunakan untuk membeli barang –barang keperluan lainnya seperti pakaian, alat -alat elektronik, perabot rumah tangga dan kebutuhan sekunder lainnya. Jumlah upah tidak tetap dinilai relatif sama dengan buruh tani padi. Namun petani ikan bekerja lebih produktif dibandingkan dengan buruh tani. Apabila pengusaha budidaya benih ikan produktif melakukan panen dua kali dalam sebulan, maka mereka pun dapat bekerja dan mendapatkan upah lebih banyak dibandingkan buruh tani yang bekerja produktif sekitar tiga bulan sekali. Bagi petani tenaga kerja seringkali merupakan faktor produksi yang dimiliki petani secara relatif melimpah, maka mungkin ia terpaksa melakukan kegiatan –kegiatan yang memerlukan banyak tenaga dengan hasil yang sangat kecil, sampai kebutuhan subsistemnya terpenuhi (Scott, 1976:21). Sehingga para pekerja budidaya benih ikan tetap mempertahankan pekerjaan mereka walaupun mereka kuli, karena upah dari pekerjaan tersebut dinilai mampu mencukupi kebutuhan keluarganya dan kebanyakan dari mereka tidak memiliki keahlian khusus lainnya selain menjadi kuli nyangkul atau teknik budidaya benih ikan yang dia pelajari dari pengusaha benih ikan yang menjadi majikannya. Berbeda dengan pekerja tidak tetap selain penghasilan yang diperoleh para pekerja tetap juga memperoleh tunjangan- tunjangan lain seperti bonus pada saat panen, THR (Tunjangan Hari Raya) yang biasanya diberikan pada saat hari raya dalam bentuk uang yang jumlahnya tidak sama setiap tahunnya. Tunjangan tersebut juga dapat berbentuk barang seperti baju, kopiah dan lain lain. Selain itu tunjangan tersebut biasanya juga bentuk masakan yang merupakan kebiasaan juga 127 bagi masyarakat di Kecamatan Bojongpicung jika hari raya terutama Lebaran, terdapat budaya antar –mengantar makanan kepada kerabat (Wawancara Dengan Agus Soleh, 16 Juli 2009). 4.4.1.3 Perubahan Sosial Masyarakat Kecamatan Bojongpicung Setelah Adanya Usaha Budidaya Benih Ikan Tahun 1990-2006 Bagi petani selain merupakan usaha, pertanian sudah merupakan bagian dari hidupnya bahkan suatu “cara hidup” (way of life), sehingga tidak hanya aspek ekonomi saja tetapi aspek sosial dan kebudayaan, aspek kepercayaan dan keagamaan serta aspek tradisi yang semuanya memegang peranan penting dalam kehidupan petani (Mubyarto,1991: 34). Berkaitan dengan hal tersebut kehidupan sosial masyarakat Kecamatan Bojongpicung tidak dapat dilepaskan dari usaha pertanian. Masyarakat di Kecamatan Bojongpicung sudah terbentuk sebagai masyarakat petani sejak jaman kolonial Belanda setelah dibangunnya irigasi Cihea tahun 1885. Namun sekitar tahun 1990 di Kecamatan Bojongpicung mulai berkembang usaha pembenihan ikan. Sehingga selain bertani padi usaha pembenihan ikan juga tidak dapat dilepasakan dari kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Kecamatan Bojongpicung. Usaha tersebut pun diperkirakan telah membawa perubahan yang cukup signifikan bagi kehidupan masyarakat Kecamatan Bojong Picung yang sebagian warganya menekuni usaha di sektor usaha tersebut. Selain sebagian petani padi di kecamatan Bojongpicung yang beralih profesi menjadi petani ikan. Terdapat juga sebagian warga yang bertahan sebagai 128 petani padi hal tersebut berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa warga setempat yang berpofesi sebagai petani padi. Mereka bukan tidak mengetahui keuntungan dalam bertani ikan tetapi mereka tidak punya lahan yang cukup untuk bertani ikan. Karena lahan sawah yang harus dirubah menjadi kolam pembenihan adalah sekitar 100 tumbak atau sekitar 1400 m² agar benih ikan dapat tumbuh dengan baik, karena jika kolam yang digunakan terlalu kecil, akan menyebabkan padat benih yang berkibat pada banyaknya benih ikan yang mati (Hasil Wawancara dengan Herman, 16 Juni 2009). Sebagian besar petani padi yang tidak beralih profesi menjadi petani ikan adalah petani yang tidak mempunyai lahan yang cukup untuk usaha pembenihan ikan. Dan mereka yang memiliki lahan yang cukup untuk usaha pembenihan tidak mau menerima resiko usaha jika sawahnya diubah menjadi kolam ikan dan usaha pembenihannya mengalami kerugian. Yang mereka pikirkan sebagai petani adalah bagaimana memenuhi kebutuhan untuk makan jika sawah yang menyediakan sumber makanan pokok mereka telah diubah menjadi kolam ikan dan tidak mendatangkan keuntungan. Sehingga mereka tetap bertahan sebagai petani padi dengan mengandalkan panen tiga bulan sekali dibandingkan profesi sebagai petani ikan yang dapat memanen benih ikan hingga dua kali dalam sebulan. Menurut James Scott (1976:53) margin ekonomi yang sempit menyebabkan pertani memilih cara –cara yang aman meskipun hasil rata –ratanya agak rendah. Dapat disimpulkan dari pernyataan tersebut bahwa pandangan dari tujuan petani dalam bercocok tanam adalah berusaha dengan sebaik –baiknya dan menghindari kegagalan panen walaupun hasil yang dia dapatkan tidak 129 menguntungkan. Selanjutnya James Scott (1976:19) menjelasakan lagi bahwa bagi mereka yang hidup dekat dengan batas subsistensi, akibat dari suatu kegagalan adalah begitu rupa, sehingga mereka lebih mengutamakan apa yang dianggap aman dan dapat diandalkan dari pada keuntungan yang dapat diperoleh dalam jangka panjang. Namun seiring dengan keberhasilan masyarakat di Kecamatan Bojongpicung dalam usaha budidaya benih ikan dinilai telah merubah pandangan masyarakat setempat yang tidak mau menanggung resiko karena subsitensi kebutuhan. Sehingga setiap tahun selalu terjadi penambahan area pembenihan di Kecamatan Bojong Picung, karena warga yang mengubah sawahnya menjadi kolam ikan. Hal ini menunjukan sikap kewirausahaan masyarakat Kecamatan Bojongpicung yang sudah mulai mau menerima resiko untung dan rugi dalam usaha. Perubahan mata pencaharian masyarakat Kecamatan Bojongpicung dari petani padi menjadi petani pembenih ikan juga berpengaruh terhadap penghasilan yang diperoleh. Masyarakat Bojongpicung yang menjadi pekerja usaha pembenihan ikan dengan waktu kerja yang relatif lebih produktif yaitu sekitar dua kali dalam sebulan dibandingkan buruh tani yang bekerja produktif sekitar tiga bulan sekali pada waktu panen padi, dinilai memiliki tingkat ekonomi yang lebih baik dibanding buruh tani. Hal ini berpengaruh terhadap perubahan gaya hidup masyarakat dalam menggunakan penghasilan tersebut sehingga lebih konsumtif. Ketika masih menjadi buruh tani dengan penghasilan tidak menentu karena besar kecilnya tergantung hasil panen yang jangka waktunya relatif lama 130 dibandingkan menjadi pekerja pada usaha pembenihan ikan, sehingga penggunaannya harus dihemat dan diatur sebaik mungkin agar dapat memenuhi kebutuhan hidup sampai panen berikutnya tiba. Pekerja usaha pembenihan ikan mendapat upah tiap panen sekitar 15 hari sekali atau 2 kali dalam sebulan. Penghasilan yang relatif cukup besar tiap bulan membuat pekerja usaha pembenihan ikan merasa lebih bebas mempergunakannya bahkan untuk membeli barang-barang sekunder yang tidak begitu dibutuhkan sekalipun, sehingga cenderung lebih konsumtif. Sikap mereka didasari oleh anggapan bahwa bulan depan mereka juga akan mendapatkan upah lagi. Dengan demikian, terlihat adanya perubahan dalam cara mereka mempergunakan penghasilan mereka. Perubahan dalam gaya hidup dapat dilihat dari berbagai aspek diantaranya dapat dilihat dari bentuk rumah tinggal serta penggunaan peralatan rumah tangga yang lebih lengkap dan pengunaan alat-alat elektronik seperti televisi, radio dan sebagainya. Aspek lainnya adalah dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi makanan sehari-hari, terutama lauk pauk yang lebih beragam dibanding sebelumnya yang sebagian besar hanya diambil dari tanaman di kebun-kebun mereka dan jarang sekali mengkonsumsi ikan dan daging. Dengan demikian, pemenuhan kebutuhan gizi pengusaha benih ikan beserta keluarganya lebih terjamin karena penghasilan yang relatif cukup besar dibandingkan bertani padi. Kehidupan ekonomi seseorang dalam masyarakat juga turut mempengaruhi kehidupan sosial yang dijalaninya. Pada masyarakat Kecamatan Bojongpicung baik yang bermata pencaharian pada sektor usaha pembenihan ikan maupun bertani padi terdapat hubungan yang berdasarkan kepemilikan kekayaan 131 antara pengusaha dan pekerja atau petani pemilik lahan dengan buruh tani. Dengan penghasilan pengusaha pembenih dan petani pemilik lahan yang lebih besar dari pekerja atau buruh tani, maka kehidupan sosial di antara keduanya pun sangat berbeda. Hal tersebut dapat dilihat dari tempat tinggal yang dimiliki oleh pengusaha dan petani pemilik lahan yang biasanya tempat tinggalnya lebih besar dan lebih modern dibandingkan dengan masyarakat lainnya yang merupakan pekerja pembenihan ataupun buruh tani. Selain itu, beberapa pengusaha pembenihan ikan dan petani pemilik lahan dengan pendapatan yang dimiliki sudah mampu menabung untuk menunaikan ibadah haji sehingga status sosial dalam masyarakat pun meningkat. Berbeda dengan para pekerja yang berpenghasilan jauh lebih kecil dari pengusaha, biasanya pendapatan yang dihasilkan hanya cukup untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari ditambah dengan biaya pendidikan dan kesehatan. Adanya perbedaaan ini mendorong masyarakat untuk bekerja keras dan berusaha mencapai kedudukan yang lebih tinggi dengan meningkatkan kinerja dalam usahanya. Perubahan lain yang terjadi dengan keberadaan usaha budidaya benih ikan ini adalah di tingkat pendidikan. Setiap pengusaha budidaya benih ikan berusaha memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya dan menyekolahkan mereka setinggi mungkin. Begitu juga dengan para pekerja budidaya benih ikan, dengan pendapatan yang dimilikinya, mereka telah mampu memberikan pendidikan kepada anaknya minimal sampai pendidikan dasar. Meskipun tidak semua pekerja ini mampu memberikan pendidikan sampai tingkat atas kepada anak-anaknya, namun para pekerja budidaya benih ikan memiliki keinginan agar 132 anaknya mengenyam pendidikan lebih tinggi dari tingkat pendidikan orang tuanya. Adanya kesadaran untuk memberikan pendidikan yang lebih baik kepada generasi penerusnya ini, karena masyarakat setempat telah memiliki pandangan mengenai pentingnya pendidikan agar dapat memperbaiki kehidupan agar menjadi lebih baik lagi. Perkembangan usaha budidaya benih ikan juga berdampak pada terjadinya mobilitas sosial. Mobilitas sosial menurut Horton dan Chester I. Hunt yang dikutip oleh Didin Saripudin (2005:1), adalah suatu gerak perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Secara umum mobilitas sosial dapat digambarkan sebagai sebuah proses perpindahan (Movement) atau kesempatan untuk berpindah (opportunity to move) pada kolompok –kelompok sosial yang berada di masyarakat, terutama sekali proses perpindahan dari kelompok masyarakat yang kurang beruntung secara sosial ekonomi menjadi masyarakat yang lebih beruntung (Saripudin, 2005:1). Pada dasarnya mobilitas sosial ada dua macam, yaitu gerak sosial horizontal dan vertikal. Gerak sosial horizontal artinya gerak orang perorangan dan kelompok dari suatu posisi lain dalam stratum yang sama. Atau dengan kata lain ialah suatu peralihan individu atau objek sosial dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat (Saripudin,2005:10). Sedangkan gerak sosial vertikal diartikan gerakan perseorangan atau kelompok dalam masyarakat dari satu stratum ke stratum diatas atau dibawahnya. Atau dengan kata lain, mobilitas vertikal adalah perpindahan individu atau objek sosial dari satu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Sesuai dengan 133 arahnya, maka terdapat dua jenis gerak sosial vertikal, yaitu gerak yang naik (social climbing) dan gerak yang turun (social sinking) (Saripudin,2005:5). Keberhasilan usaha budidaya benih ikan yang awalnya dipelopori oleh Bapak Nunung dan Agus Soleh dari desa Jati telah menarik minat masyarakat umum untuk menekuni usaha tersebut. Kemunculan usaha budidaya benih ikan yang dinilai masyarakat lebih menguntungkan dibandingkan dengan bertani padi kemudian mendorong terjadinya mobilitas sosial horizontal dalam masyarakat Kecamatan Bojongpicung. Dengan demikian, adanya usaha benih ikan telah mengakibatkan mobilitas sosial horizontal, yakni masyarakat yang sebelumnya bekerja di bidang lain berpindah ke usaha budidaya benih ikan. Bahkan sebagian besar petani pembenih ikan di Kecamatan Bojongpicung awalnya adalah petani padi. Sehingga mereka beralih pekerjaan yang sederajat. Contohnya Herman yang sebelumnya merupakan petani padi beralih menjadi petani pembenih ikan pada tahun 2001 setelah melihat keberhasilan pengusaha benih ikan lainnya di desa Jati (Hasil wawancara dengan Herman, 16 Juni 2009), Agus Soleh dan Zaelani yang sebelumnya selain bertani padi juga adalah pedagang mereka juga beralih menjadi petani pembenih ikan (Hasil Wawancara dengan Agus Soleh dan Zaelani, 16 Juli 2009). Adanya para pengusaha benih ikan yang dapat mengembangkan usahanya dan dapat memperluas area kolam pembenihannya sehingga dapat memberikan keuntungan yang besar, menjadikan pengusah ini mampu membeli lahan yang luas untuk mengembangkan usahanya membuat dia lebih dihargai dalam 134 masyarakat karena pada masyarakat petani di Kecamatan Bojong Picung yang dinggap memiliki status sosial paling tinggi adalah orang kaya yang memiliki banyak sawah, tanah dan ladang. Hal ini dapat dipahami karena pada sebagian kelompok masyarakat, bahwa kekayaan merupakan suatu hal yang dihargai dan dianggap dapat menempatkan status sosial seseorang menjadi lebih tinggi. Namun tidak semua pengusaha benih ikan mengalami mobilitas sosial vertikal terutama petani atau pengusaha ikan pada klasifikasi pengusaha kecil dan menengah. Mereka hanya dapat dikategorikan melakukan mobilitas sosial horizontal, karena hanya beralih profesi dari petani padi menjadi petani pembenih ikan. Dampak yang dirasakan dari perubahan pekerjaan mereka adalah mendapatkan penghasilan yang relatif besar, walaupun tidak menutup kemungkinan bagi mereka untuk melakukan mobilitas sosial vertikal dalam usahanya tersebut. Adanya jiwa kewirausahaan yang tinggi serta kedisiplinan dalam diri, pantang menyerah dan bersemangat tinggi dalam mengarungi hidup dapat menjadi modal jika pengusaha tersebut diuji misalnya dengan banyaknya benih ikan yang mati dan harga ikan yang rendah karena berbagai faktor. Keadaan tersebut tidak menjadikan dirinya pantang menyerah, orang yang memiliki jiwa kewirausahaan yang tinggi akan bercermin dari pengalaman yang dilaluinya sehingga dapat bangkit menjadi pengusaha yang terbaik. 135 4.4.2 Kewirausahaan Masyarakat Kecamatan Bojongpicung Dalam Mengembangkan Usaha Budidaya Benih Ikan tahun 1990-2006 Masyarakat desa secara jelas masih bersifat petani, unit ekonomi masyarakat sunda menurut Harsojo (Koentjaraningrat, 1993: 315) yang terbesar adalah pertanian pedesaan, yang masih bersifat tradisional. Pada masyarakat desa bercocok tanam masih tetap memegang peranan yang utuh disamping sektor perikanan dan peternakan. Keutamaan ini terkait dengan hubungan yang erat antara petani dengan tanah dan sawah yang dimilikinya. Demikian hak milik atas tanah masih merupakan salah satu unsur yang menentukan kedudukan manusia dalam masyarakat desa (Koentjaraningrat, 1993: 316). Berkaitan dengan hal tersebut mayoritas mata pencaharian masyarakat di Kecamatan Bojong Picung sebagai masyarakat pedesaan adalah petani padi yang bekerja dengan mengolah tanah atau sawah. Ketika adanya perubahan mata pencaharian mereka dari petani padi menjadi petani ikan, kemudian menimbulkan perubahan dalam semangat dan etos kerja mereka. Etos kerja menurut Asy’arie (Didin, 2005:45) yaitu “Refleksi dari sikap hidup yang mendasar dalam menghadapi kerja”. Pada lingkungan mata pencaharian yang baru, masyarakat tidak bisa lagi mempertahankan sikap atau atau prinsip yang masih mempertahankan pola –pola hidup yang masih bersifat statis. Mereka harus mampu bersaing dan menciptakan inovasi –inovasi baru dalam dunia perikanan agar mereka mampu bertahan dalam usahanya. Perubahan yang dialami oleh pengusaha benih ikan tersebut bukanlah suatu perubahan yang terjadi secara kebetulan, namun keberhasilan ini merupakan 136 suatu proses perjuangan panjang yang menggambarkan jiwa kewirausahaan yang penuh dengan kedisiplinan, kerja keras, pantang menyerah, ulet dan sabar. Hal ini dapat terlihat dari awal berdirinya usaha yang dirintis oleh pengusaha mulai dari tahap bawah dengan modal seadanya. Usahanya yang semakin berkembang dari pengusaha kecil menjadi pengusaha yang lebih besar bahkan mampu mengembangkan usahanya salah satu caranya adalah dengan memperluas area kolam pembenihan dan melakukan usaha budidaya benih ikan tersebut dengan produktif dalam segala kondisi. Keadaan tersebut menggambarkan semangat kewirausahaan mereka dalam mengembangkan usaha dan mau menerima resiko kegagalan atau kerugian usaha yang dijalani. Pada tahun tahun pertama usaha pembenihan ikan di Kecamatan Bojong Picung masih terbatas, sehingga belum ada persaingan yang ketat diantara para pengusaha, dan hal ini berpengaruh pada jiwa kewirausahaan para pengusaha pada waktu itu. Tahun kedua setelah adanya usaha ini, masyarakat mulai tertarik dengan hal –hal baru, sehingga tahun kedua ini masyarakat mulai berlomba – lomba untuk membudidayakan ikan dengan hasil yang terbaik demi mendapatkan keuntungan yang sebesar –besarnya. Tahun selanjutnya usaha pembenihan ini mulai banyak diminati masyarakat dan dijadikan usaha alternatif selain bertani padi. Hal ini terbukti dari banyaknya masyarakat yang menekuni usaha tersebut sehingga menimbulkan persaingan secara ketat antara pengusaha yang satu dengan pengusaha yang lainnya. Sentra budidaya ikan benih ikan di Kabupaten Cianjur selain di Kecamatan Bojongpicung terdapat pula di Kecamatan Karang Tengah sehingga 137 para pengusaha benih ikan selain harus bersaing ketat dengan pengusaha yang ada di Kecamatan Bojongpicung mereka juga harus bersaing ketat dengan pengusaha benih ikan dari Kecamatan lain dan juga para pengusaha ikan di kabupaten – kabupaten lain di Jawa Barat yang mengembangkan budidaya benih ikan seperti di Ciamis, Sukabumi, Tasikmalaya, Subang, Garut, dan Bandung. Dalam rangka mengatasi hal tersebut maka pengusaha harus terus berusaha untuk meningkatkan kualitas benih ikan dan memberikan servis atau pelayanan yang terbaik pada rekan bisnisnya. Adanya persaingan yang ketat menimbulkan jiwa kewirausahaan yang tinggi diantara para pengusaha. Pengusaha terus mengelola usahanya dengan baik disertai dengan memberikan pelayanan yang baik terhadap mitra kerja atau rekan bisnisnya serta memunculkan inovasi –inovasi baru dalam usaha ini. Biasanya para pengusaha mempunyai cara –cara tersendiri untuk memberikan pelayanan kepada konsumen. Hal ini memperlihatkan mereka yang mempunyai motif berprestasi tinggi yang cenderung sangat dimotivasi oleh situasi kerja yang bersaing dan penuh tantangan serta memiliki potensi yang besar untuk berprestasi hal ini merupakan ciri-ciri dari manusia yang berwirausaha. Kreativitas dalam menciptakan inovasi baru merupakan salah satu keterampilan yang harus dimiliki juga oleh seorang wirausaha untuk dapat mempertahankan dan memajukan unit-unit usahanya seperti petani ikan di Kecamatan Bojongpicung. Pada tahun 2001 salah seorang warganya yaitu Nenah Rochaenah mulai mencoba membudidayakan udang galah dan berhasil, sehingga budidaya perikanan air tawar di Kecamatan Bojongpicung lebih beragam tidak 138 hanya terbatas pada budidaya benih ikan saja tetapi juga terdapat budidaya udang galah. Berkembangnya usaha budidaya udang galah di Kecamatan Bojongpicung juga telah mendorong lahirnya peluang ekonomi baru yaitu berkembangnya usaha rumah makan dengan konsep suasana pedesaan yang menyediakan udang sebagai menu utamanya. Usaha rumah makan tersebut mulai berkembang di desa Cibihbul, Desa Bojongpicung, Kecamatan Bojongpicung. Perubahan mata pencaharian masyarakat dari petani padi menjadi petani ikan telah memberikan semangat baru bagi mereka untuk menjalani kehidupan dengan meningkatkan berbagai kemampuan yang dimiliki untuk memperluas usaha kerjanya. Hal ini dibuktikan dengan keuletan dan kesabaran yang dilakukan oleh para pengusaha yang tetap bertahan sebagai petani ikan bahkan ketika terjadi krisis tahun 1997 melanda Indonesia. Usaha budidaya benih ikan di Kecamatan Bojongpicung tetap bertahan hingga sekarang, bahkan luas area kolam pembenihan terus bertambah setiap tahunnya. Walaupun tidak dipungkiri sebagian dari para pengusaha benih ikan tersebut terdapat beberapa yang kembali mengubah kolam ikannya menjadi sawah. Namun, para petani padi yang beralih profesi menjadi petani pembenih ikan berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan. Mengambil resiko artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti. Hal tersebut menunjukan bahwa mereka sebagai masyarakat pedesaan telah memiliki jiwa kewirausaan yang tinggi. 139 4.4.2.1 Balai Benih Ikan Desa Jati Kecamatan Bojongpicung Jiwa kewirausahaan masyarakat di Kecamatan Bojongpicung dalam mengembangkan usaha budidaya benih ini didukung oleh pemerintah daerah setempat. Pada tahun 2001 untuk lebih memajukan usaha tersebut pemerintah daerah setempat membangun Balai Benih Ikan. Balai benih ikan di Kecamatan Bojongpicung terletak di desa Jati. Balai Benih Ikan di Desa Jati Kecamatan Bojongpicung memiliki lahan seluas 1 Ha dengan fasilitas antara lain kolam induk, kolam pendederan, aula, kantor, bangunan laboratorium dan peralatannya, serta rumah dinas. Adapun Tugas dan Fungsi dari Balai Benih Ikan Kabupaten Cianjur adalah menyediakan dan menyalurkan induk bermutu, melakukan pemantauan dan pembinaan terhadap Unit Pembenihan Rakyat (UPR) yang berkembang di wilayah Kecamatan Bojongpicung (http://disperinakcjr.wordpress.com/produksiperikanan/). Para petani pembenih ikan dalam mengatasi kendala –kendala dalam berusaha dan pemasaran selain berkonsultasi dengan sesama petani lainnya juga biasanya mengikuti penyuluhan – penyuluhan yang diadakan oleh Balai Benih Ikan. Balai Benih Ikan Desa Jati telah dinilai telah menjalin hubungan yang harmonis dengan para petani pembenih ikan sehingga dalam perkembangannya Balai Benih Ikan Jati, telah mendorong berkembangnya Unit Pembenihan Rakyat atau UPR di Kecamatan Bojongpicung. Untuk meningkatkan dan mewujudkan pemberdayaan pembenihan ikan yang baik Balai Benih Ikan Desa Jati melakukan berbagai cara yaitu pertama, pengembangan teknologi meliputi aspek teknis, 140 aspek manajemen dan aspek lingkungan serta aspek keamanan pangan. Kedua, pengembangan usaha adanya kemitran antara UPR dan pedagang ikan. Ketiga, pengembangan kawasan dengan penataan wilayah kawasan UPR. Strategi yang telah dan akan dilakukan untuk penguatan kelembagaan pembenihan skala kecil/ UPR adalah pendampingan teknologi, melalui pelatihan dan temu usaha pembenihan ikan, bimbingan kelembagaan kelompok pembenih ikan yang ada di desa, pembinaan kemitraan, baik antara UPR, pedagang ikan, Unit Pelayanan Pengembangan (UPP) dan Balai Benih Ikan. Hingga tahun 2006 yang merupakan tahun akhir penelitian penulis, di Kecamatan Bojongpicung belum terdapat wadah khusus yang menghimpung kepentingan petani pembenih ikan selain Balai Benih Ikan (BBI) desa Jati. Di Daerah tersebut belum terdapat koperasi atau lembaga serupa lainnya yang dapat digunakan petani pembenih ikan untuk menambah modal dalam rangka mengembangkan usaha mereka. Masyarakat dalam mengembangkan usaha ini masih mengandalkan modal pribadi. Bantuan dari pemerintah diantaranya hanya terbatas pada penyuluhan –penyulahan dan bantuan berupa pemberian bibit ikan mas secara gratis pada beberapa petani pembenih di Kecamatan Bojongpicung. Meskipun belum terdapat koperasi atau lembaga bantuan modal yang mendukung usaha mereka. Para petani pembenih ikan tetap semangat menjalankan usaha mereka bahkan mereka terus melakukan inovasi dalam usaha mereka berdasarkan pengalaman dalam menekuni usaha tersebut selain dari penyuluhan dan arahan dari Balai Benih Ikan atau lembaga pemerintah lainnya yang terkait. 141 4.4.2.2 Kelompok Petani Pembenih Ikan di Kecamatan Bojongpicung Pada tahun 1990 bapak Nunung dan Agus Soleh mulai mengembangkan usaha budidaya benih ikan di lahan sawah miliknya, hal itu menunjukan jiwa kewirausahaannya karena dia berani mengambil resiko dan mencoba usaha baru dengan mengembangkan budidaya perikanan dalam budaya masyarakat petani yang mementingakan usaha bertani padi. Pada tahun 1990 Agus Soleh dengan modal 15 gr kalung emas miliki istrinya, dia mengubah sawah miliknya menjadi kolam ikan untuk pembenihan ikan air tawar. Dalam kehidupan masyarakat petani yang masih bersifat agraris, secara kasar dapat dikatakan bahwa masalah yang dihadapi kelurga petani adalah bagaiamana menghasilkan beras yang cukup untuk makan sekeluarga dan untuk membeli beberapa barang kebutuhan (Scott, 1987:2) bukan hanya memperloleh keuntungan yang besar dengan usaha baru di lahan pertanian mereka. Masyarakat Bojongpicung yang masih bersifat agraris sangat mementingkan usaha pertanian terutama padi. Pada awalnya masyarakat menilai usaha yang dilakukan Agus Soleh adalah usaha yang beresiko, bahkan dia dianggap gila dengan mengubah sawah yang subur menjadi kolam pembenihan ikan yang pada saat itu dinilai belum jelas keuntungannya. Namun dia tetap bertahan mengembangkan usaha benih ikan di sawahanya. Usaha benih ikan tersebut pada perkembangannya ternyata dari segi ekonomi dinilai lebih menguntungkan dibandingkan dengan bertani padi, sehingga Agus terus berusaha mengembangkan usahanya, sampai akhirnya dia memiliki kolam pembenihan seluas 1 Ha yang tersebar dibeberapa area pesawahan di desa Jati. 142 Keberhasilan Agus dalam usaha budidaya benih ikan ini mulai dicontoh oleh anggota kelurganya yang lain. Sehingga usaha budidaya benih ikan ini menjadi usaha keluarga. Melihat keberhasilan Agus dan kelurganya masyarakat di sekitar desa Jati mulai tertarik untuk menekuni usaha tersebut. Tahun 1990 usaha budidaya benih ikan tersebut mulai diikuti dan dikembangkan oleh beberapa petani di desa Jati seperti Zaelani dan beberapa petani ikan lainnya. Secara bertahap selain di desa Jati tahun selanjutnya usaha budidaya benih ikan ini secara intensif mulai berkembang ke desa lainnya di Kecamatan Bojongpicung. Tahun 2001 di kampung Sayong, Desa Cibarengkok budidaya benih ikan mulai dirintis oleh Herman yang belajar pada Bapak Hoer salah satu pembudidaya benih ikan dari desa Jati. Pada tahun selanjutnya Herman sudah dapat mengembangkan usahanya. Dengan memiliki area kolam pembenihan sendiri. Selain menjadi pembudidaya dia juga merangkap sebagai Bandar benih ikan di kampung Sayong (Hasil Wawancara dengan Herman, 16 Juni 2009). Di Kampung Cikeleng budidaya benih ikan mulai dirintis oleh Ule Sulaeman sejak tahun 1993, kemudian diikuti oleh Deden Rustandi pada tahun 1995 dan Dedi Rusmayadi tahun 2000. Para petani ikan di Kampung Cikeleng dan petani pembenih ikan lainnya dari Desa Cibarengkok tesebut atas kesadaran mereka sendiri sebagai petani pembenih ikan kemudian membentuk gabungan petani pembenih ikan, dengan nama kelompok KUMPAI (Hasil Wawancara dengan Herman, Ule Sulaeman Dedi Rusmayadi dan Deden Rustandi, Sekitar Bulan Juli 2009). Selain kelompok KUMPAI di kampung Cikeleng, Desa Cibarengkok beberapa petani di kampung lain juga membentuk kelompok petani 143 pembenih dengan nama kelompok yang berbeda. Kegiatan –kegiatan kelompok petani pembenih seperti kelompok KUMPAI yaitu tukar menukar informasi tentang usaha yang mereka tekuni, karena mereka awalnya satu Bandar ikan. Keberadaan kelompok petani pembenih ikan yang terbentuk seperti Kelompok Petani KUMPAI menunjukan adanya semangat dan keinginan untuk mengembangkan usaha. Kendala –kendala yang dihadapi dalam usaha tersebut biasanya mereka bicarakan sesama anggota kelompok dan di carikan solusi terhadap masalah tersebut. Dengan semakin berkembangnya kelembagaan kelompok pembenihan ikan (UPR), diharapkan kebutuhan benih ikan dapat tercukupi seiring dengan permintaan benih ikan yang cukup tinggi sehingga dapat menimbulkan peluang lapangan kerja baru di bidang perikanan khususnya di Kecamatan Bojongpicung. Pada tahun 2003 Kabupaten Cianjur telah mempunyai 77 kelompok pembudidaya ikan. Jika potensi ini dikembangkan secara optimal dan berkelanjutan maka Kabupaten Cianjur dapat menjadi lumbung ikan dimasa yang akan datang (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Cianjur, 2003: ii).