s_sej_050403_BAB IV

advertisement
48
BAB IV
USAHA BUDIDAYA BENIH IKAN DI KECAMATAN BOJONGPICUNG
KABUPATEN CIANJUR TAHUN 1990-2006
(KAJIAN SOSIAL-EKONOMI)
4.1 Gambaran Umum Kecamatan Bojongpicung
Salah satu wilayah sentral pengembangan usaha budidaya benih ikan di
Kabupaten Cianjur adalah wilayah Kecamatan Bojongpicung. Oleh karena itu,
penulis membahas tentang gambaran umum wilayah Kecamatan Bojongpicung
untuk memahami keterkaitannya dengan keberadaan usaha usaha budidaya benih
ikan yang berkembang di daerah tersebut. Gambaran umum Kecamatan
Bojongpicung akan di paparkan dalam dua subjudul, yaitu keadaan geografis dan
administratif, serta keadaan demografis yang meliputi jumlah penduduk dan
keadaan sosial ekonomi masyarakatnya.
4.1.1 Keadaan Geografis dan Administratif
Kabupaten Cianjur berada di tengah Propinsi Jawa Barat tepatnya terletak
di antara 106°25′ – 107°25′ Bujur Timur dan 6°21′ – 7°32′ Lintang Selatan. Dari
segi transportasi dan komunikasi, letak geografis Kabupaten Cianjur cukup
strategis. Kota Cianjur di lintasi jaringan jalan antar kota-kota besar, seperti
Bandung, Bogor dan Jakarta. Jarak dari Cianjur ke ibu kota Propinsi Jawa Barat
yaitu Bandung sekitar 65 Km sedangkan jarak dari Cianjur ke ibu kota Negara
yaitu Jakarta sekitar 120 Km. Luas wilayah Kabupaten Cianjur adalah 350.148
Hektar (BPS Kabupaten Cianjur, 2002:1).
49
Keadaan alam daerah Kabupaten Cianjur terletak di kaki Gunung Gede
dengan ketinggian sekitar 2.962 meter diatas permukaan laut dan terendah sekitar
7 meter diatas permukaan laut. Berdasarkan data statistik tahun 1990-2006,
jumlah kecamatan, kelurahan, dan desa di Kabupaten Cianjur dalam kurun waktu
penelitian penulis tidak mengalami perubahan. Secara geografis Kabupaten
Cianjur di bedakan dalam tiga wilayah pembangunan yakni wilayah utara, tengah
dan wilayah selatan, untuk lebih jelasnya adalah sebagai berikut:
1. Wilayah Utara, merupakan dataran tinggi terletak di kaki Gunung Gede
dengan ketinggian 2.962 meter, sebagaian besar merupakan daerah dataran
tinggi
pegunungan
dan
sebagian
lagi
merupakan
dataran
yang
dipergunakan untuk areal perkebunan dan pesawahan. Daerah ini meliputi
lima belas Kecamatan yaitu Cianjur, Cilaku, Warungkondang, Gekbrong,
Cibeber, Karang Tengah, Sukaluyu, Ciranjang, Bojong Picung, Mande,
Cikalongkulon, Cugenang, Sukaresmi, Cipanas dan Pacet.
2. Wilayah Tengah, merupakan daerah yang berbukit-bukit kecil dikelilingi
dengan keadaan struktur tanahnya labil sehingga sering terjadi tanah
longsor dan daerah ini pun merupakan daerah gempa bumi, dataran
lainnya terdiri dari areal perkebunan dan pesawahan. Daerah ini meliputi
sembilan Kecamatan yaitu Sukanagara, Takokak, Campaka, Campaka
Mulya, Tanggeung, Pagelaran, Leles, Cijati dan Kadupandak.
3. Wilayah Selatan, merupakan dataran rendah akan tetapi terdapat banyak
bukit- bukit kecil yang diselingi oleh pegunungan yang melebar sampai
kedaerah pantai samudra Indonesia, seperti halnya daerah Cianjur bagian
50
Tengah, bagian selatan pun tanahnya labil dan sering terjadi longsor dan
merupakan daerah gempa bumi, di daerah ini terdapat pula areal untuk
perkebunan dan persawahan namun tidak begitu luas. Daerah ini meliputi
enam kecamatan yaitu Cibinong, Agrabinta, Sindangbarang, Cidaun,
Naringgul dan Cikadu. (BPS Kabupaten Cianjur, 2002:1-2)
Secara administratif Kabupaten Cianjur mempunyai batas-batas wilayah
yaitu disebelah utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten
Purwakarta, sebelah barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sukabumi,
Sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia dan sebelah timur
berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bandung dan Kabupatean Garut (BPS
Kabupaten Cianjur, 2002:1).
Kabupaten Cianjur memiliki potensi lahan untuk pengembangan bidang
perikanan dan peternakan. Untuk sektor perikanan di Kabupaten Cianjur tersebar
di berbagai Kecamatan diantaranya untuk budidaya ikan air tawar secara umum
terdapat di Kolam Jaring Apung (KJA) dan Kecamatan Karang tengah, Cugenang,
Bojongpicung, Sukaluyu dan Warungkondang. Sedangkan untuk perikanan laut
dan payau terdapat di Kecamatan pesisir yaitu Kecamatan Sindangbarang,
Agrabinta
dan
Cidaun
(Dinas
Peternakan
dan
Perikanan
Kabupaten
Cianjur,2003:ii). Berkaitan dengan kajian penulis melakukan penelitian tentang
budidaya benih ikan di Kecamatan Bojongpicung. Untuk lebih jelasnya letak
Kecamatan Bojongpicung dapat dilihat pada peta Kabupaten Cianjur yang diberi
tanda warna hijau sebagai berikut:
51
Peta 4.1
Peta Kabupaten Cianjur
Sumber: Diolah dari BPS Kabupaten Cianjur. (2005). Kabupaten Cianjur
dalam Angka. Cianjur: Kantor Statistik Kabupaten Cianjur.
52
Berkaitan dengan kajian yang diambil, penulis melakukan penelitian
mengenai budidaya benih ikan di Kecamatan Bojongpicung. Luas wilayah
Kecamatan Bojongpicung adalah 14.022,265 Ha yang terdiri dari tanah darat
10.454.68 Ha, tanah kas desa 278.05 Ha, tanah perkebunan 380 Ha, dan tanah
wakaf 12.23 Ha. Berdasarkan kurun waktu yang dikaji yaitu dari tahun 19902006, Kecamatan Bojongpicung masih terdiri 16 Desa/Kelurahan yaitu Desa
Bojongpicung, Cibarengkok, Cihea, Cikondang, Haurwangi, Hegarmanah, Jati,
Jatisari, Kemang, Kertasari, Mekarwangi, Neglasari, Ramasari, Sukajaya,
Sukarama, Sukaratu (Diolah dari data Kantor Kecamatan Bojongpicung, Tanpa
Tahun).
Suhu minimum rata- rata Kecamatan Bojongpicung adalah 19°C dan suhu
maksimum adalah 30°C. Sedangkan curah hujan di Kecamatan Bojongpicung
adalah 100 mm/thn. Sejalan dengan kebijakan yang berhubungan dengan wilayah
administratif dan kependudukan, sejak tahun 2008 pembagian wilayah
administratif Kecamatan Bojongpicung mengalami beberapa perubahan. Tahun
2008 jumlah desa di Kecamatan Bojongpicung berubah menjadi 11 desa dari 16
desa. Desa Haur Wangi mengalami pemekaran menjadi Kecamatan. Secara
administratif, batas wilayah Kecamatan Bojongpicung yaitu sebelah utara
berbatasan dengan Kecamatan Ciranjang sebelah selatan berbatasan dengan
Kabupaten Bandung, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Cibeber, serta
sebalah timur berbatasan dengan Kecamatan Haur Wangi, untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada peta Kecamatan Bojongpicung sebagai berikut:
53
Peta 4.2
Peta Kecamatan Bojongpicung
Sumber: Diolah dari Data Kantor Kecamatan Bojongpicung.
(2008:Tanpa Halaman).Peta Wilayah Kecamatan
Bojongpicung Tahun 2008. Bojongpicung: Kantor
Kecamatan Bojongpicung.
54
Berdasarkan posisi geografis sebagaimana yang telah digambarkan dalam
peta, wilayah Kecamatan Bojongpicung merupakan daerah yang potensial untuk
mengembangkan budidaya perikanan khususnya budidaya pembenihan ikan,
karena berada pada ketinggian 200-450 m dpl (BPS Kabupaten Cianjur, 1991:1).
Potensi
wilayah
yang
berada
pada
ketinggian
tersebut
cocok
untuk
mengembangkan budidaya benih ikan karena berada dibawah 1000 m dpl. Benih
ikan dapat tumbuh dengan baik, jika lokasi pemeliharaan berada pada ketinggian
antara 150-1000 m dpl (Sendjaja, 2002:30-31) karena jika tempat pemeliharaan
ikan di daerah dataran tinggi atau daerah yang ketinggiannya lebih dari 1.000 m
dpl, kurang baik karena suhu air dan udara lebih dingin. Akibatnya, untuk
beberapa jenis ikan tertentu laju pertumbuhannya menjadi terhambat. Sumber air
untuk budidaya benih ikan yang berkembang di Kecamatan Bojongpicung berasal
dari Irigasi Cihea.
4.1.2 Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk
4.1.2.1 Keadaan Penduduk
Penduduk merupakan salah satu penggerak dalam roda perekonomian di
suatu wilayah. Selain itu penduduk menjadi faktor penting yang turut menentukan
perubahan kebudayaan. Penduduk yang berasal atau menetap di suatu daerah
umumnya memiliki keinginan untuk memajukan daerah tempat tinggalnya.
Penduduk dalam hal ini yaitu masyarakat Kecamatan Bojongpicung mulai
menyesuaikan dengan perekonomian dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Maka jumlah penduduk dapat mempengaruhi kehidupan perekonomian suatu
wilayah karena penduduk merupakan sumber daya manusia sebagai faktor
55
pembangunan. Adapun perkembangan penduduk Kecamatan Bojongpicung dari
tahun 1990-2006 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Kecamatan Bojongpicung Tahun 1990-2006
Tahun
Penduduk
Jumlah
Jiwa
Laki –laki
Perempuan
40.079
39.557
79.636
1990
40.099
39.403
79.502
1991
39.931
39.320
79.251
1992
39.451
39.409
78.860
1993
39.678
39.550
79.228
1994
41.204
40.234
81.438
1995
42.916
41.201
84.117
1996
46.029
45.545
91.574
1997
46.523
45.670
92.193
1998
47.205
45.890
93.095
1999
48.438
46.840
92.278
2000
49.223
47.559
96.822
2001
52.247
46.063
98.310
2002
51.598
49.471
101.966
2003
52.140
49.826
101.966
2004
53.205
50.768
103.973
2005
53.370
51.967
105.337
2006
Sumber: Diolah dari Data BPS Kabupaten Cianjur. (1990-2006).
Kabupaten Cianjur dalam Angka. Cianjur: Kantor Statistik
Kabupaten Cianjur.
Berdasarkan data penduduk pada tabel di atas, selama enam belas tahun
kajian penulis dari tahun 1990-2006, perubahan yang terjadi di Kecamatan
Bojongpicung adalah proses bertambah dan berkurangnya penduduk yang terjadi
secara normal. Pada tahun 1991 jumlah penduduk Kecamatan Bojongpicung
meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, hal tersebut diakibatkan karena angka
kelahiran yang tinggi dan migrasi penduduk ke Kecamatan Bojongpicung.
Namun pada tahun 1992 dan 1993 penduduk di Kecamatan
Bojongpicung berkurang, hal ini tidak bisa terlepas dari adanya angka
56
pertumbuhan dan angka kematian karena manusia bersifat dinamis. Selain itu
berkurangnya penduduk pada tahun tersebut karena minimnya lapangan pekerjaan
yang terdapat di wilayah tersebut. Adanya usaha budidaya benih ikan yang sudah
mulai berkembang di daerah tersebut sebagai alternatif usaha baru belum mampu
menarik minat masyarakat untuk tinggal dan mengembangkannya di tanah
kelahiran mereka. Sehingga banyak warga di Kecamatan Bojongpicung mencari
pekerjaan ke kota-kota besar seperti Bandung dan Jakarta sebagai buruh pabrik,
bahkan tidak sedikit pula warga yang bekerja sebagai TKI di negara-negara timur
tengah, Malaysia dan Brunai Darussalam. Selanjutnya pada tahun 1994 jumlah
penduduk Kecamatan Bojongpicung kembali meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya.
Pada tahun 1995, 1996 penduduk di Kecamatan Bojongpicung terus
mengalami kenaikan. Dan pada tahun 1997 penduduk kecamatan Bojongpicung
mengalami kenaikan jumlah penduduk yang cukup signifikan dari tahun
sebelumnya, diakibatkan karena terjadinya migrasi penduduk ke wilayah
Kecamatan Bojongpicung. Salah satuya yaitu setelah adanya krisis yang melanda
Indonesia. Banyak warga Cianjur yang bekerja di kota-kota Besar seperti
Bandung dan Jakarta yang terkena PHK kembali lagi ke Kecamatan
Bojongpicung, untuk memulai usaha baru di tanah kelahiran mereka. Salah satu
alternatif usaha yang sudah mulai berkembang di Kecamatan Bojongpicung
adalah usaha budidaya benih ikan air tawar.
Sejalan dengan pesatnya perkembangan usaha budidaya benih ikan sebagai
usaha alternatif yang dinilai mampu meningkatkan perekonomian masyarakat di
57
Kecamatan Bojongpicung. Mulai tahun 1998-2006 penduduk Kacamatan
Bojongpicung terus mengalami peningkatan, selain karena meningkatnya angka
kelahiran diperkirakan juga karena adanya peningkatan migrasi penduduk ke
wilayah tersebut.
4.1.2.2 Mata Pencaharian
Kabupaten Cianjur sebagai daerah agraris pembangunananya bertumpu
pada sektor pertanian. Sehingga lapangan pekerjaan utama penduduk Kabupaten
Cianjur berada pada sektor pertanian. Salah satu daerah lumbung padi di
Kabupaten Cianjur adalah Kecamatan Bojongpicung. Sebagian besar masyarakat
di Kecamatan Bojongpicung sudah berprofesi sebagai petani, sejak jaman kolonial
Belanda, yaitu setelah dibangunnya irigasi Cihea tahun 1885 yang menyediakan
pengairan yang baik untuk perkembangan pertanian di daerah tersebut.
Keberadaan irigasi Cihea telah mampu merubah wilayah Bojongpicung
menjadi daerah pesawahan yang subur dan tempat perumahan yang nyaman. Hal
itu terbukti dengan terlaksananya tiga kali panen dalam setahun. Wilayah yang
subur serta ditunjang keadaan daerah perumahan yang nyaman, telah mampu
menarik warga dari daerah lain untuk bermigrasi ke wilayah tersebut. Walaupun
di tahun-tahun awal keberadaannya, irigasi tersebut sempat merugikan penduduk
Cianjur khususnya wilayah Bojongpicung yang merupakan bagian dari daerah
irigasi Cihea, yakni adanya wabah malaria. Wabah ini timbul karena saluran
pengairan di seputar irigasi Cihea kurang di pelihara dengan baik. Akibatnya
muncul rawa-rawa yang menjadi tempat bersarangnya nyamuk malaria
(Dienaputra, 2004:137).
58
Selama bertahun-tahun masyarakat di Kecamatan Bojongpicung ditunjang
dengan pengairan yang baik dari irigasi Cihea, mereka menekuni usaha pertanian
kemudian sekitar tahun 1990 secara bertahap masyarakat mulai beralih menekuni
usaha baru yaitu usaha pembenihan ikan. Setelah berkembangnya usaha
pembesaran ikan dengan teknik Jaring Apung (KJA) di bendungan –bendungan
besar di Jawa Barat serta pemeliharaan ikan di kolam air deras yang dilakukan
masyarakat di daerah lain seperti di Saguling dan Cirata mendorong sebagian dari
petani di daerah setempat merubah lahan pesawahan menjadi kolam ikan untuk
menyediakan pasokan benih ikan ke daerah tersebut. Pasokan benih ikan sebelum
dikirim ke usaha pembesaran dikirim dahulu ke petani pendeder di Bandung.
Usaha budidaya benih yang berkembang di wilayah kecamatan Bojongpicung,
kemudian dijadikan alternatif usaha baru. Pada awalnya warga mengembangkan
usaha ini sebagai usaha sampingan selain bertani padi. Namun usaha ini
diperkirakan cukup memberikan keuntungan ekonomi. Sehingga secara bertahap
oleh sebagian petani mulai dibudidayakan secara intensif dan dijadikan usaha
pokok menggantikan usaha bertani padi.
Sebagian besar masyarakat Kecamatan Bojongpicung sebelum adanya
usaha budidaya benih ikan bermata pencaharian sebagai petani padi, yang
jumlahnya mencapai 60-70% dari jumlah seluruh masyarakat yang ada.
Sedangkan sisanya memiliki mata pencaharian bervariasi diantaranya sebagai
pedagang, pegawai negeri sipil, pegawai swasta, dan lainnya. Untuk lebih
jelasnya, presentase mata pencaharian penduduk Bojongpicung dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:
59
Tabel 4.2
Presentase Mata Pencaharian Kecamatan Bojongpicung Tahun 1990-2006
Mata
Tahun
Pencaharian
1990
2005
2006
Pertanian
70.23 %
65.99 %
62.99 %
Perdagangan
13,60 %
18,33 %
18,42 %
Pegawai Negeri
9,40 %
10,48 %
10,36 %
Lapangan lainnya
6,77 %
5,2 %
8,23 %
Sumber: Diolah dari Data BPS Kabupaten Cianjur. (1990, 2005, 2006).
Kabupaten Cianjur dalam Angka. Cianjur: Kantor Statistik
Kabupaten Cianjur, dan Hasil Wawancara dengan H. Dili dan Lili
Sadikin, Sekitar bulan Juni-Juli.
Berdasarkan data pada tabel di atas, persentase masyarakat di Kecamatan
Bojongpicung yang bekerja pada sektor pertanian secara umum dari tahun 19902006 menurun hal tersebut diakibatkan karena banyaknya lahan sawah yang
dijadikan perumahan penduduk. Berkaitan dengan usaha budidaya benih ikan
presentase masyarakat Kecamatan Bojongpicung yang bekerja di lapangan
pertanian, dalam arti luas termasuk di dalamnya sektor perikanan, tidak
mengalami perubahan berarti. Namun, apabila lapangan pertanian dipisahkan
dengan perikanan maka akan terlihat adanya perubahan terutama setelah
berkembangnya usaha budidaya benih ikan. Karena banyak petani padi yang
kemudian beralih ke usaha budidaya benih ikan.
Masyarakat Kecamatan Bojongpicung yang terlibat dalam usaha perikanan
sebelum adanya usaha budidaya benih ikan jumlahnya masih sangat sedikit.
Usaha perikanan tersebut belum berkembang karena hanya dibudidayakan secara
alami dan terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ikan keluarga
saja. Namun sekitar tahun 1990 mulai usaha budidaya benih ikan mulai dilakukan
secara intensif, bahkan pada perkembangannnya dijadikan usaha pokok keluarga
60
selain bertani padi. Perincian tentang perkembangan jumlah petani pembenih ikan
air tawar di Kecamatan Bojongpicung dari tahun 1900-2006 dapat dilihat pada
tabel 4.3 sebagai berikut:
Tabel 4.3
Perkembangan Jumlah Rumah Tangga Petani Pembenih Ikan Air Tawar
di Kecamatan Bojongpicung Tahun 1990-2006
Tahun
Jumlah Rumah
Tangga Petani
Pembenihan
Ikan
1990
9
1991
9
1992
13
1993
13
1994
13
1995
13
1996
13
1997
13
1998
82
1999
82
2000
82
2001
82
2002
82
2003
85
2004
85
2005
85
2006
64
Sumber: Diolah dari Data Dinas Perikanan Kabupaten Cianjur. Dalam data BPS
Kabupten Cianjur. Cianjur Dalam Angka.(1990-2006). Cianjur: Kantor
Statistik Kabupaten Cianjur.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah rumah tangga petani ikan air
tawar sejak tahun 1990-2006 mengalami peningkatan dan penurunan secara
normal. Pada tahun 1990 yang merupakan tahun awal dimulainya budidaya benih
ikan air tawar di Kecamatan Bojongpicung, jumlah rumah tangga petani
pembenih ikan air tawar di Kecamatan Bojongpicung sudah tercatat sebanyak 9
61
orang keadaan tersebut tetap bertahan hingga tahun 1991 yang jumlahnya tetap
yaitu 9 orang. Hal ini diakibatkan karena pada saat itu masyarakat masih
beradaptasi dengan teknologi baru yang berkembang dalam bidang perikanan.
Jumlah ini kemudian mengalami peningkatan seiring dengan berkembangnya
usaha Budidaya Benih Ikan. Pada tahun 1993 jumlah rumah tangga petani
pembenih ikan air tawar meningkat lagi menjadi 13 orang, jumlah tersebut tetap
bertahan hingga tahun 1997. Selanjutnya pada tahun 1998 jumlah rumah tangga
petani pembenih ikan air tawar di Kecamatan Bojongpicung mengalami
peningkatan yang signifikan dari tahun 1997 sebanyak 69 orang, sehingga jumlah
rumah tangga petani pembenih ikan air tawar di Kecamatan Bojongpicung pada
tahun 1998 mencapai 82 orang. Jumlah tersebut terus bertahan hingga tahun 2002.
Pada tahun 2003 jumlah petani ikan mengalami peningkatan sebanyak 3 orang
menjadi 85 orang.
Hingga tahun 2005 jumlah rumah tangga petani pembenih ikan masih
bertahan sebanyak 85 orang. Pada tahun 2005 dinggap sebagai puncak dari
perkembangan jumlah rumah tangga petani pembenih ikan di Kecamatan
Bojongpicung, karena banyaknya jumlah masyarakat yang menekuni usaha
tersebut. Kemudian jumlah rumah tangga petani pembenih ikan mengalami
penurunan lagi pada tahun 2006 sebanyak 21 orang menjadi 64 orang. Jumlah
rumah tangga petani pembenih ikan air tawar di Kecamatan Bojongpicung selama
kurun waktu dari tahun 1990-2006 berkurang dan bertambah jumlahnya secara
normal. Namun selama kurun waktu tersebut jumlah rumah tangga petani
pembenihan ikan air tawar terus mengalami peningkatan secara bertahap,
62
dibandingkan pada tahun awal perintisannya yang hanya berjumlah 9 orang,
sedangkan pada tahun 2006 jumlah rumah tangga petani pembenih ikan sudah
mencapai 64 orang.
Usaha Budidaya benih Ikan yang tergolong kegiatan budidaya ikan
intensif ini dinilai telah mampu meningkatkan perekonomian masyarakat.
Meskipun selama kurun waktu tahun 1990-2006, banyak petani yang beralih
usaha untuk menggeluti usaha budidaya benih ikan, namun disisi lain banyak juga
petani di Kecamatan Bojongpicung yang masih tetap bertahan sebagai petani padi.
4.1.2.3 Tingkat Pendidikan
Perkembangan suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh jumlah penduduk
dan mata pencaharian yang ada tetapi juga oleh bidang pendidikan. Tingkat
pendidikan suatu daerah sangat berpengaruh terhadap perkembangan daerah
tersebut. Hal ini disebabkan karena pembangunan di suatu daerah banyak
ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Kualitas sumber daya manusia
tidak terlepas dari tingkat pendidikan yang dimiliki. Dengan pendidikan manusia
mendapatkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi manusia agar lebih
mengetahui dan mendalami segala aspek kehidupan sehingga akan menunjang
pembangunan (Soekanto, 2005: 10).
Tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Bojongpicung tidak terlepas
dari gambaran umum pendidikan pada tingkat Kabupaten Cianjur. Kabupaten
Cianjur menurut Badan Pusat Statistik (BPS) propinsi Jawa Barat tercatat sebagai
Kabupaten dengan Angka Partisipasi Sekolah terendah kedua di Provinsi Jawa
Barat setelah Kabupaten Tasikmalaya. Terutama dalam Angka Partisipasi Sekolah
63
SLTP dan SLTA untuk usia 16-18 tahun dan 19-24 tahun (BPS Provinsi Jawa
Barat, 2006).
Untuk mengatasi rendahnya partisipasi sekolah di Kabupaten Cianjur,
maka pemerintah daerah bersama dengan Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten
melakukan upaya-upaya peningkatan partisipasi sekolah melalui penyelenggaraan
program-program pendidikan kesetaraan seperti paket B dan C. Program ini
adalah program pendidikan berbasis keterampilan dan life skill untuk menyiapkan
lulusan-lulusannya mampu berperan dalam kegiatan perekonomian daerah.
Program pendidikan kesetaraan, salah satunya difokuskan di pesantrenpesantren salafiyah di Kabupaten Cianjur. Mengingat banyaknya santri pesantren
salafiyah yang tidak mengikuti pendidikan formal dan mendapatkan ijazah formal
yang dikeluarkan baik oleh Diknas ataupun Depag. Hal ini dikarenakan
kecenderungan pesantren salafiyah yang sangat memegang tradisi sehingga
menjadikan mereka tertutup dan resistance terhadap modernisasi, termasuk
terhadap pendidikan non-agama. Diawali dengan program kerjasama misalnya
berternak ayam antara Diknas dengan pihak pesantren, akhirnya pesantren mau
membuka diri untuk program-program lainnya. Setelah melihat keberhasilan
program tersebut. Hingga saat ini sudah lebih dari 100 pesantren yang mau
menerima Diknas dan menyelenggarakan program kesetaraan di pesantren.
Perkembangan
tingkat
pendidikan
masyarakat
di
Kecamatan
Bojongpicung pun tidak jauh berbeda dengan perkembangan pendidikan di
tingkat Kabupaten Cianjur. Banyak warga usia sekolah di Kecamatan
Bojongpicung yang mengenyam pendidikan di pesantren. Pada tahun 2005 di
64
Kecamatan Bojongpicung terdapat 74 pesantren dengan 240 ustadz dan 4328
orang santri yang tersebar diseluruh desa. Pada tahun 2005 jumlah pesantren
mengalami penurunan menjadi 69 pesantren, dengan jumlah ustadz sebanyak 257
dan santri sebanyak 4126 orang. (BPS Kabupaten Cianjur, 2008:51). Jumlah
sekolah dan murid di Kecamatan Bojongpicung dari tahun 1990-2006, untuk
tingkat SD hingga SMA berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten
Cianjur berkurang dan bertambah jumlahnya. Untuk lebih jelasnya perkembangan
jumlah sekolah dan murid di Kecamatan Bojong Picung tahun 1990 -2006 dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.4
Perkembangan Jumlah Sekolah dan Murid
di Kecamatan Bojongpicung Tahun 1990-2006
Tahun
Tingkat SD
Tingkat SMP
Unit
Sekolah
Jumlah
Murid
60
60
10.847
4
1.480
2
360
1991
11.342
4
1.612
2
321
1992
60
12.356
4
1.674
2
295
1993
60
12.376
4
1.756
2
251
1994
60
12.320
4
2.281
2
267
1995
60
12.390
4
2.450
2
278
1996
60
12.340
4
2.670
2
289
1997
60
12.284
4
3.188
2
230
1998
60
12.450
4
3.107
2
210
1999
60
12.245
4
2.967
2
215
2000
60
12.961
4
2.845
2
158
2001
60
13.007
4
2.987
2
165
2002
60
13.220
4
3.399
2
189
2003
60
13.320
4
3.125
2
234
2004
13.402
7
4.165
1
367
2005
62
62
13.443
7
4.345
1
370
2006
62
13.540
7
4.367
1
390
1990
Unit
Sekolah
Jumlah
Murid
Tingkat SMA
Unit
Sekolah
Jumlah
Murid
Sumber: Diolah dari Data BPS Kabupaten Cianjur. (1990-2006). Kabupaten
Cianjur dalam Angka. Cianjur: Kantor Statistik Kabupaten Cianjur.
65
Pada tabel diatas terlihat bahwa jumlah sekolah dan murid SD dan SMP
dari tahun 1990-1993 di Kecamatan Bojongpicung mengalami peningkatan yang
signifikan. Akan tetapi, jumlah murid pada tingkat SMA mengalami penurunan.
Pada tahun 1994 jumlah murid tingkat SD berkurang meskipun jumlah
sekolahnya tetap, sedangkan untuk jumlah murid SMP dan SMA mengalami
peningkatan. Selanjutnya terjadi penurunan jumlah murid lagi pada tahun 19961997, pada tingkat SD sedangkan pada tingkat SMP mengalami peningkatan.
Pada tahun 1998 jumlah murid tingkat SD meningkat, berbeda dengan
jumlah murid SMP dan SMA yang menurun. Namun jumlah siswa SD dan SMP
kembali meningkat pada tahun 1999-2003. Pada tahun 2004 selain jumlah siswa
yang meningkat jumlah sekolah untuk tingkat SLTP di Kecamatan Bojongpicung
juga meningkat dari 4 sekolah menjadi 7 sekolah. Namun jumlah sekolah untuk
tingkat SMA mengalami penurunan dari dua sekolah menjadi satu sekolah hal
tersebut diakibatkan karena jumlah murid SMA mengalami penurunan sehingga
pemerintah mengadakan merger sebagai upaya efesiensi biaya operasional
sekolah.
Berdasarkan tabel 4.4 diatas, dapat diketahui bahwa pada kurun waktu
1990-2006 sebagian besar masyarakat Kecamatan Bojongpicung sudah mampu
mengenyam pendidikan minimal sampai jenjang pendidikan sekolah dasar (SD),
bahkan tidak sedikit pula masyarakat yang telah mampu menempuh pendidikan
hingga tingkat SMA. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lembaga
pendidikan yang didirikan pemerintah terutama sekolah-sekolah untuk tingkat
pendidikan dasar. Namun, kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan
66
masih kurang, hal ini terlihat dari masih sedikitnya jumlah lembaga pendidikan
untuk tingkat SMP dan SMA di Kecamatan Bojongpicung. Kondisi tersebut
berbeda dengan dengan jumlah SD yang cukup banyak. Penurunan jumlah murid
SMP maupun SMA, dikarenakan jumlah murid yang melanjutkan dari tingkat SD
ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi sedikit jumlahnya sehingga pemerintah
mengambil tindakan untuk melakukan merger sebagai upaya efesiensi biaya
operasional sekolah.
Kurangnya kesadaran akan pendidikan di masyarakat ini dipengaruhi oleh
faktor tingkat kesejahteraan keluarga yang masih rendah. Para orang tua hanya
mampu menyekolahkan anak-anak mereka sampai SD atau SMP saja. Hanya
sedikit dari mereka yang mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi. Selain itu, angapan sebagian masyarakat setempat bahwa dengan hanya
mampu membaca dan menghitung dirasakan sudah cukup untuk modal
mendapatkan pekerjaan atau
membantu orang tua untuk meringankan beban
ekonomi keluarga.
Jenjang pendidikan yang ditempuh oleh mayoritas penduduk Kabupaten
Cianjur, termasuk Kecamatan Bojongpicung sangat berpengaruh terhadap
kesempatan kerja yang akan dimasuki oleh mereka. Mengingat jenjang
pendidikan yang banyak ditempuh oleh masyarakat adalah sebatas SD-SMP,
maka kesempatan kerja pun terbatas pada pekerjaan yang tidak memerlukan
kualifikasi tingkat pendidikan yang khusus. Salah satu pekerjaan yang tidak
memerlukan kualifikasi pendidikan khusus adalah sebagai petani baik petani padi
maupun petani pembenih ikan. Hal penting yang diperlukan dalam pekerjaan
67
usaha bertani padi dan usaha bertani ikan adalah kesabaran, kerja keras dan
kedisiplinan untuk memelihara ikan maupun menanam padi seperti keterampilan
memberi pakan ikan atau mengolah sawah yang dapat diperoleh melalui proses
pendidikan non-formal yaitu dengan belajar kepada warga lain yang telah lebih
dahulu menggeluti usaha tersebut bahkan teknik mengelola sawah mereka peroleh
secara turun temurun dari orang tua atau generasi terdahulu.
4.2 Perkembangan Awal usaha Budidaya Benih Ikan di Kecamatan
Bojongpicung
4.2.1 Awal Usaha Budidaya Benih Ikan di Kecamatan Bojongpicung
Munculnya usaha budidaya benih ikan di Kecamatan Bojongpicung tidak
terlepas dari berkembangnya budidaya perikanan air tawar di Propinsi Jawa Barat
sebagai salah satu sentra budidaya ikan air tawar di Indonesia. Dalam subsistem
pola intensifikasi budidaya ikan secara umum terdiri dari subsistem yang saling
berhubungan dan tidak dapat dipisahkan yakni diantaranya adalah subsistem
pembenihan, subsistem pendederan, subsistem pembesaran dan dan subsistem
pemasaran. Berkembangnya usaha pembesaran ikan dengan teknik Jaring Apung
(KJA) di bendungan-bendungan besar di Jawa Barat seperti Cirata dan Saguling,
serta pemeliharaan ikan di kolam air deras yang dilakukan masyarakat di wilayah
lain di Propinsi Jawa Barat. Mendorong munculnya peluang usaha baru bagi
masyarakat
di
sekitar
irigasi
Cihea,
Kecamatan
Bojongpicung
yaitu
mengembangkan usaha budidaya benih ikan. Hal tersebut dalam budidaya
perikanan secara umum merupakan keterkaitan antara subsistem pembenihan,
subsistem pendederan dan subsistem pembesaran.
68
Masyarakat di sekitar irigasi Cihea memanfaatkan pontensi pengairan
yang baik untuk mengembangkan budidaya benih ikan di lahan sawah milik
mereka. Secara bertahap sebagian petani di daerah tersebut mulai mengubah lahan
sawahnya menjadi kolam pembenihan. Setelah dilakukan uji coba oleh petani
pendeder ikan dari Bandung yang membudidayakan ikan hasil pembenihan dari
daerah Kecamatan Bojongpcung. Kualitas benih ikannya lebih baik dibandingkan
kualitas benih dari daerah lain.
Sehingga salah satu warga dari desa Jati sekitar tahun 1990 yaitu Bapak
Nunung mulai mengembangkan usaha budidaya benih ikan tersebut secara
intensif. Melihat keberhasilan Bapak Nunung dari desa Jati dalam usaha budidaya
benih ikan tersebut mulai diikuti oleh warga lainnya. Perintis usaha budidaya
benih ikan lainnya adalah Bapak Agus Soleh dari desa Jati. Bapak Agus
mengembangkan usaha budidaya benih ikan setelah mempelajari tekniknya dari
buku dan penyuluhan –penyuluhan (Hasil Wawancara dengan Herman dan Agus
Soleh, Juni-Juli 2009).
Pada awalnya sekitar tahun 1979, beberapa petani di Kecamatan
Bojongpicung sudah mengembangkan budidaya perikanan hingga subsistem
pembesaran (Hasil wawancara dengan Ule Sulaeman, 18 Juli 2009) bahkan secara
turun temurun dari generasi terdahulu sebagian masyarakat di Kecamatan
Bojongpicung juga sudah mengembangkan budidaya ikan untuk konsumsi dan
mereka pun telah mampu mengusai teknik memijahkan ikan mas dengan baik.
Pada tahun 1990 setelah dikembangkan usaha pembenihan oleh Bapak Nunung
dan
Agus
Soleh,
dan
pada
perkembangannya
usaha
tersebut
dinilai
69
menguntungkan sehingga mulai diikuti oleh masyarakat di Kecamatan
Bojongpicung (Hasil Wawancara dengan Herman dan Agus Soleh, Juni-Juli
2009).
Berkembangnya
usaha
pembenihan
ini
ditunjang
juga
oleh
berkembangnya subsistem usaha pendederan ikan air tawar di Bandung, Subang
dan Sukabumi serta subsistem usaha pembesaran ikan dengan teknik Kolam
Jaring Apung di bendungan –bendungan besar di Jawa Barat, terutama Saguling
dan Cirata. Usaha subsistem pembesaran ikan di bendungan –bendungan tersebut
memerlukan pasokan budidaya benih ikan yang dikembangkan di kolam darat.
Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh petani yang berada disekitar irigasi
Cihea untuk mengembangkan subsistem usaha pembenihan ikan. Usaha budidaya
benih ikan banyak diminati warga di Kecamatan Bojongpicung karena tingkat
perputaran dananya relatif cepat dibandingkan dengan subusaha lain dalam
budidaya perikanan, misalnya usaha pembesaran. Usaha pembenihan ikan air
tawar ini juga hanya berlangsung dalam waktu yang relatif singkat, yaitu dalam
jangka waktu 15 hari pelaku usaha ini sudah dapat menikmati hasil usahanya yaitu
berupa benih yang siap di panen (Amri dan Sihombing, 2007:6) dan tidak
memerlukan modal yang relatif banyak, apalagi jika segala pekerjaan dapat
dilakukan secara gotong royong dengan anggota keluarga lainnya, karena para
petani mungkin lebih suka memenuhi kebutuhannya dengan kekuatan sendiri atau
dengan bantuan sanak saudara dan sesama warga desa yang dapat diandalkan
(Scott, 1976: 42-43). Selain itu usaha budidaya benih ikan ini juga memiliki
70
jaringan pemasaran yang cukup luas. Salah satu keberhasilan dalam usaha ini
adalah mengetahui jalur pemasarannya dengan baik.
Usaha
budidaya
benih
ikan
yang
berkembang
di
Kecamatan
Bojongpicung, awalnya mulai dirintis di desa Jati. Perintis usaha budidaya benih
ikan ini awalnya adalah anak –anak muda, yang berani mengambil resiko dengan
membuka usaha baru. Salah satu perintis usaha budidaya benih ikan ini pada
tahun 1990 adalah Bapak Nunung dan Agus Soleh. Pengetahun yang mereka
dapatkan tentang budidaya benih ikan ini berasal dari penyuluhan –penyuluhan
dinas perikanan dan buku. Dalam rangka meningkatkan kesejahtraan hidup
mereka berupaya sendiri mencari dan mencoba inovasi baru.
4.2.2. Irigasi Cihea Sebagai Sumber Air Usaha Budidaya Benih Ikan
di Kecamatan Bojongpicung
Air adalah faktor yang penting dalam usaha budidaya benih ikan. Kualitas
air yang baik akan mendukung pertumbuhan dan kesehatan ikan. Oleh karena itu,
air yang akan digunakan untuk pembenihan harus diketahui jelas kualitas dan
sumbernya. Tidak semua air cocok dan baik untuk budidaya pembenihan ikan.
Beberapa sumber air yang dianjurkan untuk pembenihan adalah air yang berasal
dari mata air, sumur, sungai, saluran irigasi, dan danau. Benih ikan yang
dibudidayakan dapat tumbuh dengan baik, jika lokasi pemeliharaan berada pada
ketinggian antara 150-1000 m dpl (Sendjaja, 2002:30-31) karena jika tempat
pemeliharaan ikan didaerah dataran tinggi atau daerah yang ketinggiannya lebih
dari 1.000 m dpl, kurang baik karena suhu air dan udara lebih dingin. Akibatnya,
untuk beberapa jenis ikan tertentu laju pertumbuhannya menjadi terhambat.
71
Persyaratan lokasi untuk budidaya benih ikan sesuai dengan posisi wilayah
Kecamatan Bojongpicung yang berada pada ketinggian 200-450 m dpl. Sehingga
kualitas benih ikan yang dihasilkan dari wilayah Kecamatan Bojongpicung lebih
baik dibandingkan benih ikan yang dihasilkan dari daerah lain (Hasil Wawancara
Dengan Herman, 16 Juni 2009).
Kualitas air untuk pemeliharaan benih ikan harus bersih, tidak terlalu
keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, serta minyak/limbah pabrik.
Berkaitan dengan hal tersebut sumber air yang digunakan warga Kecamatan
Bojongpicung untuk usaha pembenihan ikan berasal dari irigasi Cihea yang masih
jernih dan belum tercemar oleh limbah, karena tidak adanya industri besar yang
berkembang di daerah tersebut. Selain itu air yang berasal dari saluran irigasi
mempunyai tingkat kesuburan yang sangat tinggi karena banyak mengandung
kutu air atau jasad renik yang merupakan pakan alami larva ikan. Mengingat
pentingnya keberadaan irigasi Cihea bagi usaha budidaya benih ikan di
Kecamatan Bojongpicung. Penulis merasa perlu memaparkan tentang irigasi
Cihea untuk memahami keterkaitannnya dengan usaha budidaya benih ikan di
Kecamatan Bojongpicung.
Daerah irigasi Cihea berada di Kabupaten Cianjur, tepatnya meliputi areal
sawah teknis di Kecamatan Bojongpicung dan Kecamatan Ciranjang. Berdasarkan
nota penjelasan irigasi Cihea dari Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air dan
Pertambangan Kabupaten Cianjur. Daerah irigasi Cihea merupakan Daerah Irigasi
tertua di Indonesia. Pada awalnya daerah irigasi Cihea ini merupakan rawa – rawa
tidak produktif dan sumber penyakit malaria. Pada tahun 1879 sampai dengan
72
tahun 1884, pemerintah kolonial Belanda saat itu melakukan survey dan
perencanaan untuk merubah daerah tersebut agar menjadi produktif dan bebas
malaria, maka pada tahun 1885 dipersiapkan pelaksanaan proyek untuk
membangun irigasi. Pelaksanaan fisik dilakukan antara tahun 1886 sampai dengan
tahun 1898, berupa pembuatan bendungan utara, saluran induk, saluran sekunder
dan bangunan –bangunan pelengkapnya, sedangkan jaringan tersier dibuat antara
tahun 1898-1904. Sepuluh tahun kemudian yaitu tahun 1914, daerah irigasi Cihea
telah berfungsi secara keseluruhan. (Dinas PSDA, Tanpa Tahun:1-2)
Menurut Reiza D. Dienaputra (2004:137) bahwa pembangunan sarana
irigasi Cihea telah berhasil mengubah Cianjur menjadi daerah penghasil beras di
Priangan. Sampai akhir dasawarsa kedua abad ke-20, irigasi Cihea masih menjadi
satu-satunya sistem pengairan yang relatif sangat baik untuk seluruh Keresidenan
Priangan, walaupun di tahun-tahun awal keberadaannya, irigasi tersebut sempat
merugikan penduduk Cianjur, yakni adanya wabah malaria. Wabah ini timbul
karena saluran pengairan di seputar irigasi Cihea kurang dipelihara dengan baik.
Akibatnya muncul rawa-rawa yang menjadi tempat bersarangnya nyamuk malaria.
Irigasi Cihea mengairi sebanyak 25 Desa di dua Kecamatan, yaitu
Kecamatan Ciranjang yang memiliki 12 desa tetapi hanya 11 desa yang termasuk
daerah irigasi dan Kecamatan Bojongpicung yang memiliki 16 desa dan hanya 14
desa yang termasuk daerah irigasi. Kecamatan Bojongpicung adalah lokasi
penelitian yang dipilih oleh penulis, karena merupakan daerah yang terkena
dampak yang besar dari adanya irigasi Cihea. Saluran induk dari irigasi Cihea
banyak melalui desa-desa di wilayah Kecamatan Bojongpicung bahkan sebagian
73
besar daerah Irigasi Cihea terdapat di Kecamatan Bojongpicung yaitu meliputi 14
desa dari 16 desa. Sehingga sebagian besar mata pencaharian masyarakat setempat
berada dalam usaha pertanian yang sangat bergantung dengan adanya irigasi
Cihea sebagai sumber pengairannya. Adanya pengairan yang baik dari irigasi
Cihea mampu membuat daerah Bojongpicung menjadi daerah yang subur. Hal
tersebut terbukti karena masyarakat setempat dapat melakukan panen tiga kali
dalam setahun, dengan pola tanam yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu padipadi-palawija.
Setelah ditemukannya inovasi baru dalam bidang perikanan, salah satunya
adalah usaha pembesaran ikan dengan sistem kolam jaring apung (KJA) yang
berkembang di bendungan-bendungan besar di Jawa Barat. Kondisi tersebut telah
mendorong aktivitas masyarakat disekitar daerah irigasi Cihea khususnya di
daerah Kecamatan Bojongpicung untuk mengembangkan subsistem usaha baru di
bidang perikanan yaitu subsistem usaha pembenihan ikan. Secara bertahap petani
di daerah setempat mulai mengubah sawah mereka menjadi kolam pembenihan
ikan.
Keberadaaan irigasi Cihea di Kecamatan Bojongpicung menyediakan
kualitas air yang baik untuk budidaya benih ikan. Air sebagai media hidup ikan
adalah faktor yang sangat penting dalam budidaya benih ikan. Sumber air dalam
usaha budidaya benih ikan di Kecamatan Bojongpicung berasal dari irigasi Cihea
yang mengalir ke daerah persawahan milik warga. Aliran air dari irigasi Cihea
yang masih jernih dan belum mengalami pencemaran berat karena tidak adanya
aktivitas industri dengan skala besar yang berkembang di daerah tersebut,
74
sehingga kualitas airnya masih terjaga dan cocok untuk mengembangkan
budidaya benih ikan. Para petani di Kecamatan Bojongpicung kemudian
memanfaatkan potensi tersebut untuk mengembangkan usaha budidaya benih ikan
air tawar sebagai alternatif usaha baru.
4.2.3 Proses Adaptasi Masyarakat Kecamatan Bojongpicung
Terhadap Teknologi Baru
Masyarakat di Kecamatan Bojongpicung seperti yang telah dipaparkan
sudah berprofesi sebagai petani padi sejak jaman kolonial Belanda, sehingga
sebagian besar kemampuan masyarakat setempat hanya terbatas pada mengolah
lahan pesawahan saja. Berkembangnya usaha budidaya benih ikan di Kecamatan
Bojongpicung, menyebabkan masyarakat yang menekuni usaha tersebut harus
mempelajari teknik baru yaitu teknik dalam membudidayakan benih ikan air
tawar, terutama ikan mas yang paling dominan di budidayakan.
Masyarakat di Kecamatan Bojongpicung yang tertarik dengan usaha
budidaya benih ikan ini harus mampu mempelajari dan beradaptasi dengan
teknologi dan inovasi baru yang berkembang dalam budidaya perikanan air tawar,
khususnya teknik dalam budidaya benih ikan air tawar. Selain karena lingkungan
tempat mata pencaharian mereka berubah dari sawah menjadi kolam pembenihan
ikan. Metode atau cara mengolah lahan mata pencaharian mereka pun berbeda.
Mereka harus senantiasa mencari inovasi baru untuk dapat bersaing dan
mempertahankan usaha tersebut. Pengusaha benih ikan di wilayah kecamatan
Bojongpicung seiring dengan berkembangnya usaha tersebut dinilai telah
menguasai teknik budidaya dengan baik dan sesuai dengan arahan dari Dinas
75
Perikanan dan Peternakan Kabupaten Cianjur. Teknik budidaya benih ikan yang
dikembangkan masyarakat diperoleh dari berbagai sumber antara lain tukar
menukar pengalaman dengan sesama pengusaha benih ikan, dari buku-buku dan
pengalaman dari sekolah perikanan, serta penyuluhan dari Balai Benih Ikan Air
Tawar (Hasil Wawancara dengan Herman, Agus Soleh, Dedi Rusmayadi, Ule
Sulaeman, dan Deden Rustandi, Sekitar Bulan Juni-Juli 2009).
Agar dapat bertahan dalam mengelola usaha budidaya benih ikan dengan
baik para petani padi harus dapat mempelajari teknik mengolah budidaya benih
ikan, diantaranya adalah pengelolaan kolam ikan, pengairan untuk kolam,
pemilihan bibit ikan, pemijahan induk, pemberian pakan, pengumpulan hasil
panen, distribusi dan pemasaran. Sebelum menggeluti usaha budidaya benih ikan
para petani di Kecamatan Bojongpicung umumnya melaksanakan pekerjaan sehari
–hari di lahan pertaniannya (sawah) diantaranya adalah mengolah tanah,
membentuk larikan-larikan, mengairi tanah yang diolahnya, menanami dengan
tanaman yang dipilih (dengan pola tanam di sekitar daerah irigasi Cihea adalah
padi-padi-palawija), memelihara tanah dan tanaman sehingga tanaman dapat
menghasilkan, melakukan panen, menyimpan hasil panen untuk konsumsi atau
menjualnya. Proses adaptasi masyarakat Kecamatan Bojongpicung terhadap
teknologi baru berlangsung secara bertahap. Sebagian besar masyarakat yang
mengembangkan usaha budidaya benih ikan di Kecamatan Bojong Picung
mendapatkan pengetahuan tentang teknik usaha tersebut mencontoh dari pelaku
usaha budidaya benih ikan yang lebih dahulu menekuni usaha tersebut.
76
Perubahan atau pergeseran mata pencaharian masyarakat di Kecamatan
Bojongpicung dari petani padi menjadi petani ikan terutama terjadi pada
masyarakat yang memiliki kemampuan modal usaha, lahan perswahan yang luas,
penguasan kemampuan yang aplikatif, motivasi, keuletan serta keberanian
bertindak. Hal ini disebabkan bahwa usaha budidaya benih ikan merupakan usaha
intensif sehingga memerlukan lahan yang cukup luas yaitu sekitar 1000-2000 m².
Agar benih ikan tumbuh dengan baik, tidak padat benih karena jika kolam ikan
terlalu kecil maka benih ikan banyak yang mati karena kolam ikan yang terlalu
sempit. Ukuran kolam tersebut juga dianggap cukup efektif karena sangat mudah
dalam pengelolaannya. Jarang petani melakukan usaha pembenihan di kolam yang
terlalu luas, karena akan menyulitkan pemeliharaan dan pengawasan (Khairuman,
2002:38). Pembudidaya benih ikan juga harus memiliki motivasi untuk berusaha
terus serta sifat ulet dalam memelihara ikan agar hasilnya maksimal. Selain itu,
yang terpenting adalah keberanian bertindak untuk mengusahakan budidaya benih
ikan air tawar yang tergolong usaha baru dan siap menerima resiko kegagalan dan
kerugian usaha.
Berkembangnya usaha budidaya benih ikan membuat masyarakat di
Kecamatan Bojongpicung memasuki bidang ekonomi baru yang berbeda dengan
sebelumnya, sehingga proses adaptasi mengharuskan mereka untuk mengikutinya.
Mereka harus bersaing untuk menciptakan inovasi –inovasi baru dalam bidang
perikanan yang berkembang di daerah tersebut. Hal tersebut dilakukan agar
mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup. Adanya usaha tersebut sebagai
alternatif usaha yang baru dinilai dapat meningkatakan kesejahtraan keluarga.
77
Usaha budidaya benih ikan di Kecamatan Bojongpicung setiap tahun
mengalami peningkatan. Peningkatan usaha tersebut didukung oleh beberapa
faktor diantaranya adalah sumber daya manusia baik pengusaha maupun pekerja,
adanya potensi pengairan yang baik untuk usaha budidaya benih ikan tersebut
serta secara ekonomis usaha tersebut dinilai menguntungkan. Selain itu, usaha ini
juga memberikan kesempatan kerja sepanjang tahun kepada keluarga dan
penduduk setempat.
Usaha budidaya benih ikan ini pada perkembangnnya banyak diminati
masyarakat di kecamatan Bojongpicung. Hal itu terbukti dengan banyaknya para
petani yang mengubah lahan sawahnya menjadi kolam ikan. Usaha ini sangat
fleksibel karena jika usaha budidaya benih ikan dianggap tidak menguntungkan
lagi, maka masyarakat setempat biasanya mengubah kembali kolam ikannya
menjadi sawah untuk ditanami padi (Hasil Wawancara dengan Engkas Syahrudin,
15 Juni 2009). Sehingga untuk dapat mempertahankan usahanya masyarakat harus
terus melakukan inovasi dalam budidaya benih ikan ini, karena pada tahun –tahun
awal munculnya usaha ini pemerintah belum memberikan perhatian khusus
terhadap usaha ini.
Masyarakat mulai mencari sendiri inovasi –inovasi baru dalam teknik
mengelola benih ikan berdasarkan pengalamannya dalam usaha budidaya benih
ikan tersebut. Misalnya Herman sebagai salah satu pengusaha benih ikan di desa
Cibarengkok, Kecamatan Bojongpicung yang mulai menekuni usaha budidaya
benih ikan ini sejak tahun 2001. Dia mendapatkan pengetahuan tentang usaha
78
budidaya benih ikan ini dari pengusaha benih ikan lainnya di desa Jati yang
terlebih dahulu menekuni usah tersebut.
Salah satu inovasi yang diupayakan Herman adalah dalam hal pemijahan
(mengawinkan induk ikan) dia melakukan pemijahan induk ikan secara alami
dengan menggunakan hapa (kantung yang terbuat dari kain trikot atau nilon untuk
menampung ikan). Sebelum dilakukan pemijahan, biasanya dia mengeringkan
kolam terlebih dahulu selam tiga hari. Dalam melakukan persiapan kolam untuk
pembenihan miliknya yang mencapai luas 100 tumbak atau 1400 m² dengan cara
mengeringkan kolam tersebut dalam jangka waktu 3-4 hari jika cuaca cukup
panas, tetapi jika musim hujan, pengeringan akan memakan waktu lebih lama.
Setelah kering kolam harus dipupuk terutama oleh pupuk kandang untuk
menumbuhkan pakan alami yang sangat dibutuhkan oleh benih ikan.
Pemakaian pupuk untuk menumbuhkan pakan alami ini berdasarkan hasil
wawancara dengan beberapa petani pembenih umumnya berbeda dalam jumlah
atau takarannya karena disesuaikan dengan luas kolam pembenihan dan tingkat
kesuburan tanah kolam pembenihan. Adapun yang digunakan Herman adalah
pupuk urea sebanyak 10 Kg, Tries sebanyak 7 Kg, pupuk kandang sebanyak 10
Kg, telur sebanyak 1 Kg dan pakan berupa pelet tepung sebanyak 3 Kg. Dalam
pemakaian induk untuk dipijahkan oleh setiap petani pembenih ikan pun berbeda
tergantung pada kualitas induk ikan tersebut. Herman biasanya menggunakan
induk untuk pemijahan sekitar 4 atau 5 kali (Hasil Wawancara Dengan Herman,
16 Juni 2009).
79
Upaya yang berbeda dalam masalah persiapan kolam dilakukan oleh
Bapak Deden Rustandi dengan luas kolam 90 tumbak atau sekitar 1260 m²,
setelah kolam untuk pembenihan dikeringkan selama 3-4 hari jika cuaca panas,
dilakukan pemupukan untuk menumbuhkan pakan alami yaitu pupuk kandang
sebanyak 10 Kg, pupuk organik sebanyak 10 Kg, dan telur ikan sebanyak 1 Kg
untuk menangulangi hama dia menggunakan obat kimia pembasmi hama benih
ikan. Dia biasanya menggunakan induk untuk pemijahan sekitar 4 atau 5 kali agar
hasil benih ikannya lebih berkualitas (Hasil Wawancara Dengan Deden Rustandi,
16 Juni 2009). Biasanya secara umum para petani pembenih ikan air tawar di
Kecamatan Bojongpicung memakai induk untuk dipijahkan selama 4-5 kali,
namun ada juga petani yang menggunakan induk untuk pemijahan sampai 10 kali
agar lebih ekonomis karena kualitas induk ikan yang baik.
4.3 Kondisi Usaha Budidaya Benih Ikan di Kecamatan Bojongpicung Tahun
1990-2006
Dalam usaha pembenihan ikan ada yang berdiri sendiri, yaitu pola usaha
yang ditujukan semata- mata untuk menghasilkan benih ikan. Selain itu, terdapat
pula usaha pembenihan yang selain dibarengi usaha pendederan, juga sekaligus
usaha pembesaran. Pola usaha yang demikian disebut sebagai usaha terpadu
dalam rangka menghasilkan ikan sampai ukuran konsumsi (Amri dan Sihombing,
2007:7).
Usaha pembenihan yang berkembang di Kecamatan Bojongpicung selama
kurun waktu kajian penulis merupakan usaha pembenihan yang berdiri sendiri
yaitu usaha yang ditujukan untuk menghasilkan benih ikan, tidak dikembangkan
80
hingga usaha pembesaran karena kurangnya pakan alami di daerah tersebut (Hasil
Wawancara dengan Herman, 16 Juni 2009). Meskipun pada awalnya sekitar tahun
1979 bahkan secara turun temurun dari generasi sebelumnya usaha perikanan di
Kecamatan Bojongpicung dikembangkan sampai ukuran ikan konsumsi. Namun
pemasarannya masih terbatas hanya untuk memenuhi konsumsi ikan keluarga dan
masyarakat setempat. Kurangnya potensi pakan alami ikan di daerah tersebut
mengakibatkan waktu pemeliharaan ikan sampai ukuran konsumsi relatif lebih
lama dan dinilai kurang menguntungkan sehingga budidaya pembesaran ikan
kurang dikembangkan masyarakat untuk usaha dan hanya sebatas sampingan saja
selain bertani padi. Pada tahun 1990 di Kecamatan Bojongpicung mulai
berkembang budidaya pembenihan ikan air tawar secara intensif yang ditunjang
oleh meningkatnya usaha pembesaran ikan kolam jaring apung di bendunganbendungan besar di Jawa Barat. Kemudian masyarakat setempat secara bertahap
mulai ikut mengembangkan usaha pembenihan ikan dengan mengubah sawahnya
menjadi kolam pembenihan ikan (Hasil Wawancara Dengan Herman, 16 Juni
2009).
Usaha pembenihan ini banyak diminati karena tingkat perputaran dananya
relatif cepat dibandingkan dengan sub usaha lainnya dalam budidaya perikanan air
tawar. Usaha pembenihan berlangsung dalam waktu yang relatif singkat yaitu
dalam jangka waktu 15 hari petani pembenih ikan air tawar sudah dapat memanen
benih ikan tersebut. Dengan demikian modal usaha yang ditanam para pelaku
usaha pembenihan ikan, akan cepat kembali dan selanjutnya mereka tinggal
mendapatkan keuntungan. Dalam kegiatan budidaya perikanan, kegiatan
81
pembenihan merupakan kegiatan pokok dan dapat dikatakan sebagai kunci
keberhasilan dari kegiatan lainnya dalam budidaya perikanan secara umum. Tanpa
kegiatan pembenihan, kegiatan yang lainnya dalam budidaya ikan tidak akan
dapat berjalan (Amri dan Sihombing, 2007:6).
Walaupun usaha di Kecamatan Bojongpicung usaha ini tergolong sebagai
usaha ekonomi baru, namun masyarakat di Kecamatan Bojongpicung terus
berupaya untuk menyesuaikannya. Proses penyesuaian dengan teknologi baru
tersebut memerlukan waktu yang relatif lama, tetapi masyarakat senantiasa terus
berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara bertahap masyarakat
setempat yang menekuni usaha tersebut dan berhasil terus mengembangkan
usahanya dengan memperluas area kolam pembenihannya, dengan cara mengubah
sawah menjadi kolam pembenihan ikan air tawar serta melakukan usaha
pembenihan secara produktif agar hasil yang diperoleh meningkat. Penambahan
luas kolam pembenihan tidak selalu diiringi dengan jumlah petani pembenih ikan,
karena beberapa pengusaha benih ikan yang sudah berhasil dapat terus
memperluas lahan pembenihannya, sehingga tidak terjadi penambahan jumlah
petani pembenih ikan tetapi terjadi peningkatan jumlah pekerja pada budidaya
benih ikan tersebut. Adapun perkembangan luas area kolam pembenihan ikan air
tawar dan jumlah rumah tangga petani pembenih ikan di Kecamatan
Bojongpicung untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
82
Tabel 4.5
Perkembangan Luas Area Pembenihan dan Jumlah Rumah Tangga Petani
Pembenihan Ikan di Kecamatan Bojongpicung Tahun 1990-2006
Tahun
Luas kolam
Pembenihan
Jumlah Rumah
Tangga Petani
Pembenihan Ikan
9
9
13
13
13
13
13
13
82
82
82
82
82
85
85
85
64
1990
1,33 Ha
1991
1,33 Ha
1992
2.62 Ha
1993
2,62 Ha
1994
2,62 Ha
1995
2,62 Ha
1996
2,62 Ha
1997
2,62 Ha
1998
5,63 Ha
1999
5,63 Ha
2000
5,63 Ha
2001
5,63 Ha
2002
9 Ha
2003
23,50 Ha
2004
25,50 Ha
2005
25,50 Ha
25,50 Ha
2006
Sumber: Kantor Statistik Kabupaten Cianjur. Dinas Perikanan
Kabupaten Cianjur Dalam Angka.(1992-2006).Cianjur:Badan
Pusat Satistik Kabupaten Cianjur dan Hasil Wawancara Dengan
Agus Soleh, Herman, Dedi Rusamayadi, Deden Rustandi dan Ule
Sulaeman, Sekitar bulan Juni –Juli 2009.
Dilihat dari tabel di atas luas usaha kolam pembenihan ikan dari tahun ke
tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun-tahun awal, yaitu tahun 1990
masyarakat masih dalam tahap adaptasi sehingga jumlah luas area usaha
pembenihan ikan dan jumlah petaninya masih relatif sedikit jika dibandingkan
dengan tahun-tahun selanjutnya. Pada tahun 1990-1991 luas area pembenihan
tetap yaitu 1,33 Ha. Dengan jumlah petani 9 orang, adanya usaha budidaya benih
ikan juga mulai berkembang mulai menyerap tenaga kerja baik pekerja tetap
maupun pekerja tidak tetap pada usaha budidaya benih ikan tersebut. Selanjutnya
83
dari tahun 1992 baik jumlah luas lahan atau area pembenihan ikan maupun jumlah
rumah tangga petani pembenih ikan mulai mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya. Jumlah lahan mengalami peningkatan sebanyak 1,29 Ha dari 1,33 Ha
menjadi 2,62 Ha, kenaikan lahan tersebut juga diiringi dengan jumlah rumah
tangga petani pembenih ikan yang awalnya 9 orang menjadi 13 orang. Kondisi
jumlah petani pembenih ikan serta luas lahan
pada tahun 1992-1997 tetap
bertahan dengan jumlah angka yang sama.
Pada tahun 1998 mulai terjadi peningkatan luas area pembenihan
mencapai 5,63 Ha dari 2,62 Ha dari tahun sebelumnya. Kenaikan jumlah lahan
pembenihan ini diikiuti pula dengan kenaikan jumlah rumah tangga petani
menjadi 82 orang petani. Jumlah angka tersebut terus bertahan hingga tahun 2001.
Selanjutnya terjadi peningkatan lagi tahun 2002 menjadi 9 Ha, namun jumlah
rumah tangga petani pembenih tetap, karena beberapa petani terus memperluas
area pembenihannya sehingga tidak terjadi penambahan jumlah rumah tangga
petani pembenih ikan. Pada tahun 2003 terjadi kenaikan luas area pembenihan
mencapai 23,50 Ha, dengan jumlah rumah tangga petani yang menekuni usaha
tersebut menjadi 85 orang. Pada tahun 2004 jumlah lahannya bertambah menjadi
25,50 Ha, sementara jumlah rumah tangga petani pembenih ikan tidak mengalami
kenaikan. Hal itu disebabkan karena petani yang telah menekuni usaha tersebut
terus memperluas area kolam pembenihan sehingga tidak terjadi penambahan
jumlah rumah tangga petani pembenih ikan. Kondisi tersebut bertahan sampai
tahun
2005.
Tahun
2004-2005
diperkirakan
merupakan
puncak
dari
perkembangan usaha budidaya benih ikan karena banyaknya petani yang
84
mengubah lahan sawahnya menjadi kolam pembenihan, karena tingginya harga
benih ikan yang pada saat itu mencapai harga Rp. 50.000,00.- tiap liternya dan
banyaknya permintaan benih ikan selain dari petani pendederan. Benih ikan juga
digunakan sebagai pakan Lohan yang sedang marak dibudidayakan pada saat itu
(Hasil Wawancara Dengan Herman, 16 Juni 2009).
Kondisi tersebut tidak berlangsung lama pada tahun selanjutnya yaitu
tahun 2006 walaupun luas wilayah tetap yaitu 25,50 Ha sementara jumlah rumah
tangga petani berkurang menjad 64 orang, karena banyak petani yang kembali
beralih menjadi petani padi atau berusaha dalam sektor lain. Sementara lahan
mereka dijual atau digadaikan ke petani pembenih ikan lain yang masih bertahan
sehingga lahan pembenihan yang sudah dikembangkan tidak berkurang, namun
hanya jumlah petaninya saja yang berkurang. Pada tahun 2006 luas lahan
pembenihan di Kecamatan Bojongpicung sudah mencapai 25,50 Ha dari luas
wilayah Kecamatan Bojongpicung yaitu 14.022,265 Ha. Meninggkatnya peminat
usaha budidaya benih ikan air tawar di Kecamatan Bojongpicung terjadi karena
beberapa faktor, di antaranya adalah:
1. Berdasarkan pengalaman orang-orang yang sudah lebih dulu menjadi
pengusaha budidaya benih ikan ternyata usaha ini tergolong usaha baru yang
dinilai dapat memberikan keuntungan yang relatif besar sehingga mendorong
warga lainnya untuk ikut serta menekuni usaha yang sama.
2. Adanya peluang usaha yang terbuka yaitu berkembangnya subsistem usaha
pembesaran ikan di bendungan –bendungan besar di Jawa Barat seperti Cirata
85
dan Saguling sebagai pasar akhir usaha pembenihan serta ditunjang pula
dengan pontensi pengairan yang baik dari irigasi Cihea.
3. Pemikiran masyarakat yang sudah mulai terbuka untuk hidup lebih maju, dan
mau menerima resiko dengan mencoba menekuni usaha baru.
4.3.1 Permodalan Untuk Usaha Budidaya Benih Ikan
Modal merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
menjalalankan suatu usaha. Ketersediaan modal yang memadai merupakan
penentu keberhasilan berwirausaha dalam bidang apapun, termasuk usaha
budidaya benih ikan. Para petani pembenih ikan memerlukan modal dalam
menjalankan usahanya tersebut. Modal yang digunakan oleh sebagaian besar para
petani ikan merupakan modal milik pribadi. Modal dalam bentuk uang yang
diperlukan untuk biaya usaha benih ikan ini bervariasi tergantung luas area kolam
pembenihan. Semakin luas jumlah kolam pembenihan maka, semakin besar pula
biaya atau modal yang dipergunakan untuk usaha ini.
Petani pembenih ikan atau pengusaha budidaya benih ikan yang dimaksud
di sini adalah orang yang membudidayakan ikan secara khusus hanya pada tahap
pembenihan saja. Benih ikan adalah nama sebutan untuk ikan yang baru menetas
sampai mencapai ukuran panjang tubuh 5-6 cm. Dalam bahasa ilmiah benih ikan
biasa disebut larva (fish fry), sementara orang awam menamakannya anak ikan. Di
dalam petunjuk Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang benih, disebutkan
bahwa larva ikan adalah fase atau tingkatan benih ikan yang berumur 4 hari sejak
telur menetas sampai mencapai umur 90 hari serta mempunyai kriteria yang
berbeda dengan ikan dewasa (Amri dan Sihombing, 2007: 3). Untuk memudahkan
86
penelitian ini, penulis membagi pengusaha budidaya benih ikan menjadi tiga
klasifikasi berdasarkan luas area kolam pembenihan, yaitu:
1. Pengusaha kecil, yaitu pengusaha yang memiliki kolam pembenihan seluas
90-100 tumbak atau sekitar 1400 m² dan umumnya mereka tidak memiliki
pekerja tetap.
2. Pengusaha Sedang yaitu pengusaha yang memiliki kolam pembenihan seluas
sekitar 1 hektar dan umumnya mereka miliki pekerja tetap sebanyak 2-3
orang.
3. Pengusaha besar, yaitu pengusaha yang memiliki luas area kolam pembenihan
sekitar 2 hektar dan biasanya memiliki 4-5 orang pekerja tetap.
Pengusaha besar biasanya membutuhkan modal yang relatif besar dalam
mengopersikan usahanya, baik untuk pembuatan kolam pembenihan maupun
untuk biaya produksi yang dikeluarkan setiap bulannya. Sedangkan pengusaha
menengah membutuhkan modal yang relatif sedikit dibandingkan dengan
pengusaha besar karena modal yang diperlukan sesuai dengan biaya operasional
setiap kali panen. Pengusaha kecil biasanya memiliki modal yang lebih sedikit,
dibandingkan dengan pengusaha sedang dan besar. Sebagian keuntungan yang
diperoleh dari penjualan ikan biasanya digunakan oleh pengusaha kecil untuk
mengembangkan usahanya dengan menambah luas area kolam pembenihan
sehingga dapat menjadi pengusaha menengah atau besar.
Modal pertama yang dibutuhkan untuk pengusaha budidaya benih ikan,
baik pengusaha besar, menengah maupun kecil adalah biaya pembuatan kolam
pembenihan meliputi biaya untuk merubah sawah menjadi kolam pembenihan
87
ikan, dan juga peralatan dalam usaha pembenihan seperti kakaban, plastik,
sabetan, waring kecil dan waring besar, pupuk dan obat-obatan serta biaya untuk
membeli induk ikan baik jantan maupun betina. Modal yang diperlukan
pengusaha untuk biaya usaha pembenihan dengan luas area kolam per 100 tumbak
atau 1400 m² adalah sekitar Rp 145.000 pada tahun 1995, modal tersebut belum
termasuk modal mengubah sawah menjadi kolam ikan dan peralatan yang
diperkirakan dapat mencapai Rp.2.000.000,00. (Hasil Wawancara dengan Bapak
Ule Sulaeman, 17 Juli 2009). Modal yang digunakan petani pembenih ikan di
Kecamatan Bojongpicung berasal dari modal milik pribadi.
Adapun bantuan pemerintah terhadap para petani tersebut berupa
pemberian induk ikan untuk dipijahkan yang diberikan secara gratis kepada
beberapa petani pembenih ikan. Di Kecamatan Bojongpicung selama enam belas
tahun kajian penulis dari tahun 1990-2006 belum ada sarana atau lembaga khusus
yang membantu masalah permodalan petani pembenih ikan seperti koperasi
simpan pinjam atau lembaga sejenisnya yang dapat membantu petani ikan dalam
masalah permodalan untuk mengembangkan usahanya. Modal yang digunakan
oleh petani pembenih ikan di Kecamatan Bojongpicung adalah milik pribadi.
Meskipun tidak ada koperasi yang membantu untuk mengembangkan usaha
mereka khususnya masalah permodalan. Petani pembenih ikan di Kecamatan
Bojongpicung jarang yang melakukan pinjaman ke Bank apalagi petani kecil yang
belum mendapat fasilitas kredit karena belum terjangkaunya persyaratan bank
secara teknis terutama masalah jaminan. Modal yang digunakan baik oleh
88
pengusaha kecil, menengah dan besar untuk biaya produksi selama satu kali panen
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.6
Perhitungan Biaya Produksi Usaha Benih Ikan
Dalam Satu Kali Panen Tahun 1995
Nama
Luas Area
Pengusaha Klasifikasi
Kolam
Pembenih
Usaha
Pembenihan
Ikan
Ule. S
Agus
Soleh
H. Obih
Biaya
(Rupiah)
Pupuk
dan Obat
Pembasmi
Hama
55.000
Pakan
Total
Biaya
(Rupiah)
30.000
145.000
240.000
1.355.000
Kecil
1400 m²
-
Induk
Jantan
dan
Betina
60.000
Menengah
1 hektar
150.000
600.000
440.000
Besar
2 hektar
900.000
1.200.000
880.000
Upah
Pekerja
480.000
2.710. 000
Sumber: Diolah dari Hasil Wawancara Dengan Herman, Deden R. dan Agus S.,
Sekitar Bulan Juni- Juli 2009.
Dari tabel di atas bahwa semakin luas area pembenihan yang dimiliki
pengusaha maka akan semakin besar pula modal yang harus dikeluarkan baik
untuk membeli induk ikan, pupuk, maupun upah pekerja. Jumlah pekerja tetap
yang dimiliki petani pembenih besar dari tabel diatas adalah 4 orang pekerja tetap,
dengan dibantu dua orang pekerja tidak tetap. Pengusaha menengah dari tabel
diatas memiliki 3 pekerja tetap yang dibayar dengan perhitungan upah per hari
Rp.7000 dan tidak memiliki pekerja tidak tetap, sedangkan pengusaha kecil
umumnya mengelola sendiri kolam pembenihannya sehingga tidak mempunyai
pekerja tetap. Biaya yang dikeluarkan pengusaha besar untuk upah pekerja tetap
pada tahun 1995 rata-rata sekitar Rp 900.000. Setiap kali panen dan pekerja tidak
tetap diupah perhari yaitu sebesar Rp. 7.000 biasanya pekerja tidak tetap bekerja
89
memperbaiki pematang sawah yang dijadikan kolam ikan setelah panen benih
ikan dan pengepakan ikan pada saat panen.
Disamping upah pekerja biaya yang harus dikeluarkan oleh petani
pembenih ikan adalah biaya untuk membeli induk ikan baik jantan maupun betina,
pupuk dan obat pembasmi hama, pakan, peralatan dan biaya pembuatan kolam.
Modal yang digunakan oleh setiap petani pembenih biasanya berbeda karena
jumlah pupuk dan pakan yang dipakai pun berbeda disesuaikan dengan luas lahan
dan tingkat kesuburan tanah kolam pembenihan. Modal produksi seperti membeli
induk ikan baik jantan maupun betina dan peralatan tidak dikeluarkan setiap kali
panen. Induk ikan baik jantan maupun betina dapat dipakai untuk pemijahan
beberapa kali para petani biasanya mempergunakan induk untuk dipijahkan
sebanyak 4-5 kali agar kualitas benih ikan yang di hasilkan baik, terkadang ada
juga beberapa petani yang memijahkan ikan hingga 10 kali tergantung kulitas
benih ikan yang digunakan (Hasil Wawancara Dengan Herman, 16 Juni 2009).
Selain itu biaya yang tidak dikeluarkan setiap kali panen adalah biaya
pembuatan kolam, biaya tersebut hanya dikelurkan pada awal pembuatan kolam
pembenihan saja, tidak setiap kali panen. Hanya setelah panen kolam pembenihan
kolam harus dicangkul dan diberi pupuk organik maupun pupuk anorganik untuk
menumbuhkan pakan alami larva ikan. Modal yang tidak harus dikeluarkan tiap
bulan merupakan investasi. Modal peralatan seperti keramba, ember biasa, ember
lebar, seser halus sebagai alat tangkap benih, jaring atau hapa sebagai
penyimpanan benih sementara, dan saringan juga tidak selalu dikeluarkan setiap
kali panen, modal peralatan tersebut dapat dinvestasikan selama dua tahun.
90
Dari tabel 4.6 walaupun modal yang dikeluarkan pengusaha besar lebih
tinggi dibandingkan pengusaha kecil dan menengah, namun keuntungan yang
diperoleh pun jauh lebih besar. Keuntungan yang diperoleh pengusaha petani
pembenih ikan tergantung harga dan jumlah benih yang di hasilkan pada saat
panen. Jika sedang banyak permintaan sementara persedian benih ikan sedikit,
maka harga benih ikan akan tinggi yaitu mencapai harga Rp 40.000- Rp.50.000
setiap liternya. Namun jika harga benih ikan turun mencapai Rp.11.000 karena
berkurangnya permintaan benih ikan dari petani pendeder ikan maka petani akan
menderita kerugian. Keuntungan yang didapat dari harga ikan yang kecil hanya
cukup untuk menutup modal usaha saja, belum mampu untuk mencukupi
kebutuhan sehari –hari.
Usaha budidaya benih ikan ini modalnya relatif lebih kecil jika
dibandingkan dengan sawah yang ditanami padi yang memerlukan pupuk dalam
jumlah banyak dan memerlukan modal yang besar untuk biaya pengolahan sawah
seperti traktor dan buruh tani. Sehingga banyak petani padi yang beralih profesi
menjadi petani ikan. Selain itu jangka waktu panennya juga relatif cepat sekitar 15
hari untuk benih ikan mas ukuran 1 cm atau biasa disebut kebul sudah dapat
dipanen, sehingga modal usaha sudah dapat kembali dengan cepat. Untuk lebih
jelasanya keuntungan petani pembenih ikan dalam satu kali panen benih ikan
ukuran 1 cm atau kebul dalam jangka waktu sekitar 15 hari dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
91
Tabel 4.7
Perhitungan Keuntungan Petani Pembenih Ikan
Dalam Sekali Panen Untuk Ukuran kolam 1400 m² Tahun 1995
Biaya
(Rupiah)
Induk
Jantan dan
Betina
3 kg x @
Rp.20.000=
Rp.60.000,-
Pupuk dan
Obat
Pembasmi
Hama
Rp.45.000 +
10.000 =
Rp.55.000,-
Total
pendapatan
Jumlah total
pendapatan
Pakan
Total Biaya
(Rupiah)
Harga
benih Ikan
per liter
Jumlah
yang
dihasilkan
5 kg x @
Rp. 6000=
Rp.30.000,-
Rp.145.0000,-
Rp. 25.000,-
30 liter
Rp. 750.000,-
Hasil Wawancara dengan Ule Sulaeman, Tanggal 17 Juli 2009
Dari tabel 4.7 diatas dapat dilihat bahwa seorang petani pembenih ikan
yang memiliki kolam pembenihan ikan selaus 1400 m² pada tahun 1995,
memperoleh laba sebesar Rp 605.000,- dari modal produksi yang ia miliki sebesar
Rp.145.000. Sehingga dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya benih ikan
mendatangkan keuntungan dengan modal yang relatif kecil. Dalam jangka waktu
satu bulan, jika cuaca sedang bagus, petani pembenih ikan dapat memproduksi
benih ikan sebanyak dua kali. Sehingga dalam satu bulan dapat dilakukan panen
benih ikan ukuran 1 cm atau kebul sebanyak 2 kali. Sehingga penghasilan petani
pembenih ikan dalam satu bulan dengan dua kali panen diperkirakan mencapai
Rp. 1.200.000,- jika harga ikan Rp.25.000,- tiap liternya, bahkan jika harga ikan
setiap liternya mencapai harga Rp.40.000,- petani pembenih ikan dapat
memperoleh keuntungan yang relatif lebih besar.
Pengusaha benih ikan tidak selalu mendapatkan keuntungan, ketika harga
ikan sedang murah hingga mencapai Rp.11.000,- sampai Rp15.000,- walaupun
masih dapat kembali modal namun biaya hidup belum dapat tercukupi semua.
Laba/rugi
Rp. 605.000,-
92
Perhitungan usaha pembenihan diatas adalah perhitungan kasar karena bisa saja
pengusaha benih ikan mendapatkan keuntungan yang lebih atau bisa juga lebih
rendah dari perkiraan yang direncanakan tergantung dari keuletan dan keseriusan
pengusaha atau petani dalam mengelola usaha pembenihan ini serta juga
tergantung pada cuaca, karena jika banyak angin, air diatas kolam akan pecah dan
banyak benih ikan yang mati, dan jika musim hujan tidak ada cahaya matahari
sehingga fitoplankton sebagai pakan alami larva ikan sulit untuk tumbuh. Modal
yang dibutuhkan dalam usaha pembenihan ikan mas tidak begitu besar
dibandingkan dengan usaha budidaya perikanan lainnya misalnya usaha
pembesaran ikan dengan teknik KJA. Sehingga usaha budidaya benih ikan ini
merupakan suatu peluang usaha jika diusahakan.
4.3.2 Tenaga Kerja Usaha Budidaya Benih Ikan
Tenaga kerja adalah jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang
dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga kerja dan
jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. Dari pengertian tersebut
dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja adalah semua orang yang dapat melakukan
kegiatan ekonomi dan mendapatkan upah sebagai imbalannya yang dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari (Sisjatmo,1981:293).
Berkembangnya usaha pembenihan ikan di Kecamatan Bojongpicung,
memberi peluang aktivitas ekonomi baru yang mampu menyerap tenaga kerja dan
berdampak pada kesejahtraan ekonomi masyarakat. Senada seperti yang
diungkapkan oleh Khairul Amri dan Toguan Sihombing (2007:6) dari usaha
pembenihan tidak sedikit jumlah tenaga kerja yang terserap, yang pada akhirnya
93
memberikan peluang pada percepatan perkembangan industri budidaya perikanan
secara menyuluh. Adapun pengusaha dan tenaga kerja yang bekerja pada usaha
budidaya benih ikan di Kecamatan Bojongpicung, merupakan penduduk asli
setempat, yang berada dalam golongan usia produktif (30-50 tahun) dengan
tingkat pendidikan yang beragam baik pengusaha maupun pekerjanya mulai SDSMA.
Pada umumnya jumlah tenaga kerja pada setiap pengusaha budidaya benih
ikan ini beragam tergantung besar kecilnya usaha tersebut dan bagaimana
kebijakan dari pemilik usaha benih ikan. Untuk pengusaha benih ikan dalam
klasifikasi pengusaha besar seperti yang telah diutarakan oleh penulis biasanya
memiliki 4-5 tenaga kerja tetap, sedangkan pengusaha menengah biasanya hanya
memiliki 2-3 orang pekerja tetap, untuk pengusaha kecil biasanya sama sekali
tidak memiliki tenaga kerja, karena pada umumnya hanya dikelola oleh sendiri
atau dibantu oleh anggota kelurga lainnya (Hasil Wawancara dengan Bapak
Engkas Syahrudin, 15 Juni 2009).
Keberadaan usaha budidaya benih ikan mengkibatkan lapangan usaha
masyarakat di Kecamatan Bojongpicung dalam bidang pertanian menjadi lebih
beragam. Masyarakat yang memiliki modal dan lahan pesawahan yang luas dapat
merintis usaha budidaya benih ikan ini, dengan cara mengubah lahan
pesawahannya menjadi kolam ikan. Dan masyarakat yang tidak memiliki modal
dan lahan untuk dijadikan kolam pembenihan, masih tetap dapat bekerja sebagai
pekerja tidak tetap maupun pekerja tetap pada pemilik kolam pembenihan.
94
Tenaga kerja pada usaha budidaya benih ikan dapat dibedakan menjadi
dua yaitu tenaga kerja tetap dan tenaga kerja tidak tetap. Pada usaha budidaya
benih ikan di Kecamatan Bojongpicung tenaga kerja tetap umumnya dibayar
setelah selesai panen benih ikan sedangkan pekerja tidak tetap umumya dibayar
atau diupah perhari. Tenaga kerja tetap maupun tidak tetap ini bekerja apabila
diperlukan oleh pengusaha benih ikan. Tenaga kerja tetap umumnya terikat pada
salah satu pengusaha atau bandar. Tenaga kerja tetap bisanya bertugas untuk
melakukan pemijahan induk, pembenahan kolam pada saat panen, mengangkut
ikan pada saat panen dan melakukan pengepakan, menunggui kolam ikan
sekaligus memberi pakan larva ikan selama 1- 2 minggu sekitar pukul 07.30,
10.00, 12.30, 14.30 dan 17.30. Namun jika tanah kolam pembenihan subur dan
banyak terdapat pakan alami, maka tidak memerlukan pakan terlalu banyak. Jam
kerja tenaga kerja tetap ini tidak tentu tergantung kebutuhan para pengusaha ikan
biasanya mereka mulai bekerja dari jam 07.00 pagi hingga jam 18.00 petang
(Hasil wawancara dengan Bapak Engkas Syahrudin, 15 Juni 2009).
Sedangkan tenaga kerja tidak tetap bertugas untuk melakukan pengepakan
benih ikan yang siap untuk dipasarkan yaitu mengantungi air, melakukan
pengisian gas dan mengikat kantung plastik yang merupakan tempat ikan. Mereka
biasanya bekerja pada bandar ikan yang diupah langsung setelah mengerjakan
pekerjaan mereka. Pekerja tidak tetap benih ikan yang umumnya bekerja baik
pada pengusaha benih ikan kecil, menengah dan besar adalah memperbaiki
pematang sawah yang dijadikan kolam pembenihan setelah panen atau mopok
galengan, jam kerja kuli memperbaiki pematang sawah setelah panen di kolam
95
pembenihan lebih teratur dibandingkan dengan tenaga kerja tetap karena
pekerjaannya tidak terlalu banyak. Biasanya kuli memperbaiki pematang sawah
yang dijadikan kolam pembenihan mulai bekerja pada jam 07.00 pagi sampai jam
12.00 siang (sabedugeun) selama satu atau dua hari setelah panen benih ikan.
Upah yang mereka peroleh langsung dibayar perhari atau sabedugeun dalam
bahasa masyarakat setempat. Tenaga kerja tidak tetap ini pola keterikatannya
terhadap majikan hampir sama dengan buruh petani padi yang sama –sama tidak
terikat oleh pada satu pengusaha atau petani dan dibayar perhari (Hasil
Wawancara Dengan Bapak Dedi Rusmayadi, Lili Sadikin dan Agus Soleh, Sekitar
bulan Juli 2009).
4.3.3 Produksi Usaha Budidaya Benih Ikan
Produksi pada usaha pembenihan ikan yang berkembang di Kecamatan
Bojongpicung secara garis besar dimulai dari pemeliharaan induk, pemijahan,
penetasan telur dan perawatan larva hingga benih ikan mencapai ukuran 1-3 cm
baik itu ukuran kebul maupun putihan tergantung pada permintaan petani
pendeder ikan. Pada bulan 5-9 atau bulan Mei – September umumnya petani di
Kecamatan Bojongpicung memproduksi benih hingga ukuran 3 cm atau putihan.
Selanjutnya pada bulan 10 – 4 atau bulan Oktober hingga bulan April biasanya
mereka memproduksi ikan hingga ukuran 1 cm atau kebul.
Pembenihan dapat dilakukan di kolam yang dasarnya terbuat dari tanah
dan pematangnya ditembok. Atau dapat juga dilakukan di kolam yang bagian
dasar pematangnya terbuat dari tanah. Jenis ikan yang dibudidayakan dalam usaha
pembenihan ikan di Kecamatan Bojongpicung yang sangat dominan adalah ikan
96
mas, sedangkan untuk ikan jenis lainnya seperti ikan nila, lele dan patin kurang
berkembang karena dinilai belum memberikan hasil yang menguntungkan (Hasil
Wawancara dengan Herman, 16 Juni 2009).
Produksi benih ikan di Kecamatan Bojongpicung tergantung pada
permintaan subsistem usaha pendederan yang meliputi beberapa kota yaitu
Bandung, Subang dan Sukabumi. Dari usaha pendederan dikota –kota tersebut
benih ikan mas akan dipasok ke pengusaha pembesaran ikan diantaranya pada
pengusaha pembesaran di Kolam Jaring Apung (KJA) bendungan Cirata dan
Saguling serta pada usaha pemeliharaan pembesaran ikan di kolam air deras yang
banyak dilakukan masyarakat baik dengan sistem kolam intensif, semi intensif
maupun cara tradisional.
Ikan mas merupakan jenis ikan omnivora dan mempunyai sifat yang
pertumbuhannya dapat dipacu dengan pemberian pakan yang baik, sehingga ikan
mas sangat cocok untuk dibudidayakan dalam KJA (Alfian, 1995: 7). Di tempat
usaha pembesaran tersebut komoditas ikan yang dominan dibudidayakan adalah
ikan mas, sehingga permintaan terhadap benih ikan mas juga relatif lebih banyak
dibandingkan dengan jenis ikan lainnya. Oleh karena itu, ikan mas menjadi
prioritas utama pada budidaya pembenihan ikan di Kecamatan Bojongpicung,
karena membudidayakan ikan mas lebih menguntungkan dibanding jenis ikan
yang lainnya dan teknik pemijahan ikan mas telah banyak dikuasai oleh para
petani pembenih ikan di Kecamatan Bojongpicung (Hasil Wawancara dengan
Engkas Syahrudin dan Zaelani, Sekitar bulan Juni-Juli 2009). Adapun proses
97
produksi pembenihan ikan mas hingga mencapai ukuran 1-3 cm yang di
kembangkan di Kecamatan Bojongpicung adalah sebagai berikut:
1. Persiapan kolam
Lokasi kolam pembenihan harus yang dekat dengan sumber air dan bebas
banjir. Sumber air untuk kolam pembenihan di Kecamatan Bojongpicung berasal
dari irigasi Cihea yang dialirkan ke sawah milik warga. Sawah yang dijadikan
kolam untuk pembenihan harus dekat dengan saluran irigasi agar tidak
menyulitkan dalam pengaturan air dan kolam yang dekat dengan irigasi masih
jernih karena belum banyak melewati saluran air yang lainnya.
Bentuk kolam sebaiknya persegi panjang dengan dinding bisa ditembok.
Pintu pemasukan air dapat menggunakan paralon. Kolam yang digunakan harus
dapat menahan air dan tidak bocor, sebab jika terjdi kebocoran, benih ikan yang
dipelihara akan kabur keluar dari kolam. Kolam yang baik untuk pembenihan
adalah kolam yang pematangnya terbuat dari tembok. Kolam yang terbuat dari
tanah harus sering dikontrol, karena hewan yang bersarang di pematang kolam
seperti belut atau kepiting, sering menyebabkan terjadinya kebocoran kolam.
Namun di Kecamatan Bojongpicung umumnya petani ikan menggunakan kolam
yang pematangnya terbuat dari tanah karena budidaya benih ikan tersebut berada
di daerah pesawahan serta untuk memudahkan jika petani kembali berniat untuk
mengubah kolam tersebut menjadi sawah (Hasil Wawancara dengan Herman, 16
Juni 2009).
Ukuran luas sawah yang dijadikan kolam pembenihan oleh para petani
tidak ada standar khusus, namun umumnya ukuran kolam pembenihan para petani
98
di kecamatan Bojongpicung adalah sekitar 90-100 tumbak atau 1200-1400 m².
Ukuran tersebut dianggap cukup efektif karena sangat mudah dalam
pengelolaannya. Ukuran tersebut akan mempercepat pertumbuhan ikan sehingga
dalam kolam tersebut tidak terjadi padat benih yang akan menyebabkan benih –
benih ikan banyak yang mati. Di Kecamatan Bojongpicung jarang petani ikan
melakukan pembenihan ikan terutama ikan mas di kolam yang terlalu luas, karena
akan menyulitkan dalam pemeliharaan dan pengawasan.
2. Pemilihan Induk
Keberhasilan usaha pembenihan ikan sangat di tentukan oleh kualitas
induk. Pemilihan calon induk harus mempertimbangkan ras dan varietas ikan
yang akan dipelihara, karena ciri-ciri setiap calon induk yang baik berbeda –beda
untuk setiap ras atau varietas. Memilih induk ikan yang baik bukanlah pekerjaan
mudah. Ikan yang berukuran paling besar belum tentu termasuk ikan yang
pertumbuhannya paling cepat didalam populasi tersebut. Hal ini terutama terjadi
pada populasi calon induk yang mengalami penebaran dan pemanenan beberapa
kali. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan induk yang baik
diantaranya sebagai berikut:
Pemilihan calon induk dilakukan saat ikan masih burayak atau seukuran
jari. Hal ini akan menjamin diperolehnya ikan-ikan yang baik untuk
dibenihkan. Calon induk yang telah terpilih kemudian diberi tanda
misalnya pemotongan sirip atau pemasangan anting. Ikan yang sudah
diberi tanda tersebut dapat dicampur dengan ikan lain.
99
Menghindari adanya kawin silang dalam, yakni perkawinan ikan yang
terjadi antar kerabat dekat. Kawin silang dalam akan menurunkan
kecepatan pertumbuhan keturunan sampai 20%, menurunkan tingkat
keberhasilan pembenihan, dan menurunkan resistensi (ketahanan terhadap
serangan penyakit). Perkawinan ikan antar saudara misan juga akan
menurunkan pertumbuhan sekitar 5 % pada setiap generasi. Kawin silang
dalam kemungkinan besar terjadi jika induk ikan itu dugunakan berulang
ulang selama beberapa tahun sehingga keturunannya dapat kawin dengan
biangnya.
Unit pembenihan minimal menggunakan induk sebanyak 30 ekor. Jumlah
keseluruhan induk menggunakan perbandingan 3 jantan : 1 betina atau 3
jantan : 2 betina. Jika populasi induk seperti diatas, pemijahan dapat
berlangsung sepanjang musim. Pemijahan hendaknya menggunakan stok
induk hasil pemijahan yang berbeda untuk menghindari terjadinya kawin
silang dalam.
Generasi –generasi calon induk hendaknya dipelihara secara terpisah
untuk menghindari terjadinya pemijahan antara induk dan turunannya. Hal
ini merupakan salah satu cara untuk mempertahankan kualitas genetis
induk.
Menggunakan ras atau strain unggul dari petani atau Balai Benih Ikan
setempat. Ras Ikan yang tahan penyakit dan memiliki produktivitas tinggi
dapat tersedia dari program –program penelitian genetik perikanan.
Apabila ras –ras ikan tersebut dapat dibuktikan keunggulannnya, dengan
100
sendirinya dapat dikembangkan di masyarakat petani ikan (Khairuman,
2002:24).
3. Pemijahan Induk dan Penetasan Telur
Cara pemijahan yang berkembang di Kecamatan Bojongpicung adalah
pemijahan dengan cara alami yang dilakukan dalam kolam pemijahan dengan
menggunakan hapa (kantung yang terbuat dari kain trikot atau nilon untuk
menampung ikan). Hal yang terpenting adalah dasar kolam tidak boleh berlumpur
atau berbatu. Air kolam sebaiknya sedikit jernih atau sedikit keruh dan
mengandung cukup oksigen. Sebelum dilakukan pemijahan, kolam dikeringkan
terlebih dahulu selama tiga hari. Perlengakapan utama yang dibutuhkan untuk
pemijahan ikan mas adalah kakaban, yakni tempat untuk menempelkan telur.
Kakaban di pasang dikolam pemijahan setelah induk jantang dan betina
dimasukan kedalam kolam tersebut.
Ukuran kolam pemijahan yang digunakan untuk pemijahan alami dengan
menggunakan hapa adalah 3x5x1 m. kolam tersebut dapat diisi tiga buah hapa
berukuran 1x1x1 atau 1x2x1m. induk jantan dan betina terpilih yang telah matang
gonad dimasukan kedalam hapa pada sore hari. Perbandingan bobot induk jantan
dan betina adalah 1:1. Jika hapa berukuran 1x2x1 m, jumlah induk yang
dimasukan seberat 4 Kg dan jumlah kakabannya sebanyak 6-8 buah. Pagi harinya,
induk yang telah memijah diangkat dari hapa dan dikembalikan lagi ke kolam
induk. Pemijahan dan penetasan ikan mas yang di kembangkan dalam
pembudidayaan benih ikan di kecamatan Bojongpicung berlangsung sepanjang
101
tahun pada kolam pemijahan dan tidak memerlukan lingkungan pemijahan secara
khusus (Hasil Wawancara dengan Herman, 16 Juni 2009).
Di kolam pemijahan, kakaban yang sudah dipenuhi telur dibiarkan selama
2-3 hari. Selama selang waktu itu biasanya telur –telur akan menetas. Telur akan
menetas pada suhu air sekitar 25-27°C. Setelah telur menetas, kakaban diangkat
dan larvanya dibiarkan dalam hapa sampai ukuran kuning telur hilang. Setelah
lima hari larva siap ditebar kedalam kolam (Hasil Wawancara dengan Herman dan
H. Dili, Sekitar bulan Juni 2009).
4. Perawatan larva hingga benih ikan mencapai 1-3 cm
Untuk menumbuhkan pakan alami yang dibutuhkan oleh larva, kolam
harus dipupuk menggunakan pupuk organik dan pupuk anorganik. Jumlah pupuk
yang digunakan disesuaikan dengan tingkat kesuburan tanah kolam pembenihan.
Biasanya, pupuk organik berupa kotoran ayam yang digunakan sebanyak 500
gram/m². Sementara itu, pupuk anorganik berupa TSP dan urea yang gunakan
masing–masing sebanyak 10 gram/m². Selajutnya campuran pupuk dan kapur
tersebut diaduk merata dan ditebarkan keseluruh permukaan tanah di dasar kolam
(Khairunman, 2002:39).
Pemeliharaan larva ikan dilakukan setelah telur-telur hasil pemijahan
menetas. Kegiatan ini dilakukan pada kolam pembenihan yang sudah siap
menerima benih ikan setelah kolam tersebut dikeringkan terlebih dahulu serta
dibersihkan dari ikan-ikan liar. Kolam diberi kapur dan dipupuk sesuai ketentuan.
Begitu pula dengan pemberian pakan untuk bibit disesuaikan dengan ketentuan.
Jumlah penebaran dalam kolam pendederan tergantung dari ukuran benih ikan.
102
Benih ikan ukuran 1-3 cm, jumlah penebarannya sekitar 30-50 ekor/meter persegi
(Khairunman, 2002:39).
Pemupukan sebaiknya dilakukan bersamaan dengan saat pemijahan induk
agar saat telur menetas, makanan alami yang diperlukan larva sudah tersedia di
dalam kolam. Kolam yang sudah dipupuk tadi selanjutnya diisi air secara bertahap
hingga ketinggiannnya mencapai 75 cm dari dasar kolam, lebih dalam lebih baik
karena lebih banyak pakan alami benih ikan. Setelah itu, benih dipelihara selama
1-2 minggu. Selama pemeliharaan itu, benih diberi pakan tambahan berupa tepung
pelet sebanyak 2-3 kali sehari pada pagi dan sore hari, jika keadaan tanah kolam
pembenihan kurang subur. Pakan tambahan tersebut diberikan dengan cara
menyebarkannya secara merata keseluruh permukaan kolam (Hasil Wawancara
dengan Herman, 16 Juni 2009).
5. Pemanenan
Sebelum dilakukan pemanenan benih ikan, terlebih dahulu dipersiapkan
alat-alat tangkap dan sarana perlengkapannya. Beberapa alat tangkap dan sarana
yang disiapkan diantaranya adalah keramba, ember biasa, ember lebar, seser halus
sebagai alat tangkap benih, jaring sebagai penyimpanan benih dan saringan yang
akan digunakan untuk mengeluarkan air dari kolam agar benih ikan tidak terbawa
arus, serta bak-bak penampungan yang berisi air bersih untuk penyimpanan benih
hasil panen.
Pemanenan dilakukan mula-mula dengan menyurutkan air kolam sekitar
pukul 15. 00 sore, secara perlahan-lahan agar ikan tidak stres akibat tekanan air
yang berubah secara mendadak. Setelah air surut sekitar jam 07.00 pagi benih
mulai ditangkap dengan seser halus atau jaring dan ditampung dalam ember atau
103
keramba. Benih ikan mas akan berkumpul di bagian kamalir atau saluran tengah,
selanjutnya benih tersebut ditangkap secara hati-hati menggunakan ayakan yang
halus. Benih dapat disimpan atau ditampung sementara di tampung didalam
ember penampungan. Sebelum dilakukan pengepakan, sebaiknya benih diseleksi
terlebih dahulu sesuai dengan ukurannya. Benih dapat dipanen setelah dipelihara
selama 15 hari atau bahkan 12 hari sesuai dengan kualitas induk ikan. Panen benih
ikan yang umum berkembang di Kecamatan Bojong Picung hingga ukuran benih
mencapai 1 cm yang biasa disebut kebul oleh masyarakat setempat atau ukuran 3
cm yang biasa disebut dengan putihan. Hal tersebut disesuaikan dengan pesanan
petani pendeder dari Bandung. Sebaiknya pemanenan berakhir tidak lebih dari
jam 09.00 pagi. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terik matahari yang
dapat mengganggu kesehatan benih ikan (Hasil Wawancara dengan Herman, 16
Juni 2009).
Untuk mengetahui benih ikan hasil panen yang disimpan dalam bak
penyimpanan maka sebelum dijual, terlebih dahulu dihitung jumlahnya. Cara
menghitung
benih
umumnya
dengan
memakai
takaran,
yaitu
dengan
menggunakan sendok untuk larva dan kebul. Ukuran benih yang didederkan
diusahakan seragam untuk menghindari terjadinya persaingan makanan. Jika
induk yang dipijahkan berkualitas unggul, benih ikan mas yang dipelihara juga
akan tumbuh dengan baik. Menurut pengalaman beberapa petani, setiap 1 Kg
induk betina yang dipijahkan diperoleh hasil sebanyak 35.000-40.000 ekor benih.
Benih ikan mas terdiri dari berbagai ukuran. Pemberian nama benih
tersebut biasanya berdasarkan pada ukuran benih. Sampai sekarang belum ada
104
nama baku benih ikan mas berdasarkan ukurannnya. Setiap daerah biasanya
memiliki nama atau istilah tersendiri untuk menggambarkan ukuran benih ikan
mas (Amri dan Sihombing, 2007:4-5). Berdasarkan ukurannya nama atau istilah
benih ikan mas yang berkembang di Kecamatan Bojongpicung dan umumnya di
wilayah Jawa Barat sebagai sentra budidaya perikanan air tawar, dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
Tabel 4.8
Nama Kelompok Benih Ikan Mas
Kriteria
Larva Kebul
Putihan Belo
Sangkal
Maksimum umur (hari)
4
20
40
70
90
Panjang total minimal (cm) 0,6
1
3
5
8
Bobot minimum (gr)
0,2
3
6
10
-
Sumber: Amri. K dan Sihombing.T. (2007). Mengenal dan Mengendalikan
Predator Benih Ikan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Benih ikan yang dibudidayakan petani ikan di Kecamtan Bojongpicung
sampai ukuran 1 cm yang biasa disebut oleh masyarakat setempat dengan kebul
dan ukuran 3 cm yang biasa disebut putihan. Pada usaha budidaya benih ikan di
Kecamatan Bojongpicung, jenis ikan yang diprioritaskan adalah budidaya benih
ikan mas, karena lebih menguntungkan dibandingkan dengan budidaya ikan jenis
lainnya. Setiap petani ikan di Kecamatan Bojongpicung pasti membudidayakan
ikan mas sehingga terus mempertinggi angka produksi ikan mas (Hasil
Wawancara dengan Bapak Engkas Syahrudin, 15 Juni 2009).
4.3.4 Pemasaran
Kegiatan pemasaran merupakan proses penyaluran hasil produksi kepada
distributor agar sampai kepada konsumen. Pemasaran juga merupakan faktor yang
105
menentukan keberhasilan sebuah usaha, termasuk usaha budidaya benih ikan di
Kecamatan Bojongpicung. Pemasaran benih ikan dapat dilakukan secara langsung
atau tidak langsung. Pada jalur pemasaran benih, pemasaran secara langsung
dilakukan oleh petani pembenih kepada petani pendeder ikan. Pola distribusi
secara tidak langsung bervariasi dapat menggunakan satu sampai empat lembaga
perantara. Sehingga, karena pada setiap cabang pemasaran pelaku mengambil
keuntungan, maka dengan semakin panjangnya jalur distribusi pemasaran
mengakibatkan harga benih yang diterima konsumen akhir menjadi semakin
tinggi.
Adapun jalur pemasaran benih ikan secara umum yang dilakukan oleh
pembudidaya atau petani pembenih ikan di Kecamatan Bojongpicung adalah
sebagai berikut benih ikan yang berukuran 1 cm yang disebut dengan kebul atau
ukuran 3 cm yang disebut dengan putihan dari dari petani pembenih ikan di
Kecamatan Bojongpicung di jual kepada bandar ikan yang kemudian akan dijual
lagi ke petani pendeder ikan di Bandung, Subang dan Sukabumi. Di tempat
tersebut benih ikan tersebut dipelihara sampai ukuran 3-5 cm. Selanjutnya dijual
lagi ke tempat usaha pembesaran ikan salah satunya ke kolam jaring apung di
bendungan-bendungan besar di Jawa Barat seperti Cirata dan Saguling yang
merupakan wilayah usaha pembesaran ikan. Di tempat tersebut ikan dari ukuran
3-5 cm dibudidayakan hingga ukuran ikan konsumsi (Hasil Wawancara dengan
Engkas Syahrudin, 15 Juni 2009).
Penjualan benih ikan oleh petani pembenih ikan dapat dilakukan juga ke
PT. Pengepul, contohnya seperti yang dilakukan oleh Dedi Rusamayadi, Ule
106
Sulaeman dan Deden Rustandi yang menjual hasil panen benih ikan yang
berukuran 3 cm yang biasa disebut putihan ke PT. Pringgondani (Hasil
Wawancara dengan Dedi Rusamayadi, Ule Sulaeman dan Deden Rustandi, 17 Juli
2009). Biasanya dari PT. Pengepul tidak langsung dijual ke usaha pembesaran
ikan tetapi dijual ke rumah makan atau restoran –restoran seperti Jakarta dan
Bandung.
Pemasaran benih ikan juga dapat langsung diambil atau dijual ke
pengusaha pendeder tanpa perantara bandar benih ikan contohnya seperti yang
dilakukan oleh Agus Soleh. Setiap kali panen benih ikan biasanya petani pendeder
ikan dari Bandung datang untuk membeli hasil panen benih ikan miliknya (Hasil
Wawancara dengan Agus Soleh, 16 Juli 2009). Untuk lebih jelasnya proses
pemasaran benih ikan di Kecamatan Bojongpicung dapat dilihat pada bagan
pemasaran sebagai berikut:
Bagan 4.1
Proses Pemasaran Benih Ikan
Petani Pembenihan
Ikan
Bandar Benih Ikan
CV atau PT Pengepul
Petani Pendeder Ikan
Rumah Makan
Sumber: Diolah dari Hasil Wawancara dengan Engkas Syahrudin, Herman, Dedi
Rusmayadi, Deden Rustandi , Ule Sulaeman dan Agus Soleh, Sekitar
Bulan Juni-Juli 2009.
107
Keberadaan para bandar merupakan rangsangan bagi para petani
pembenihan, karena mempermudah pemasaran hasil produksi sehingga sebagian
besar petani menjual ikannya yang sudah siap panen ke bandar. Setiap bandar
sudah mempunyai relasi masing-masing untuk menyalurkan produksi ikan
sehingga tidak saling berebut antara bandar yang satu dengan yang lain. Akan
tetapi, di lain pihak ada kerugian yang diterima petani ikan dari sistem ini, karena
penjualan produk terbesar melalui bandar dan harga ditentukan bandar. Namun,
karena bandar membeli ikan dalam jumlah yang banyak, keuntungan yang didapat
oleh petani pembenih menjadi lebih besar.
Selama kurun waktu 16 tahun kajian penelitian penulis, pemasaran benih
ikan mengalami pasang surut dalam perkembangannya. Penurunan usaha benih
ikan diakibatkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah berkurangnya
permintaan pembenihan ikan dari subsistem usaha pendederan dan pembesaran
ikan serta sulitnya pemasaran jika tidak ada permintaan benih ikan karena
sebagian besar petani menjual pada bandar. Jika bandar tidak membeli benih ikan
mereka, maka mereka tidak dapat penghasilan. Faktor lainnya adalah kondisi
cuaca yang tidak bisa dilawan, jika musim hujan tidak ada cahaya matahari
sehingga pakan alami larva ikan seperti fitoplankton maupun hewan renik
(zooplankton) seperti Rotifera, Moina dan Daphnia sulit untuk tumbuh.
Pada saat musim kemarau pasokan volume air ke kolam pembenihan
kurang, ditambah lagi terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan membuat
beberapa petani bangkrut dan kembali beralih menjadi petani padi. Salah satu
contohnya adalah perintis usaha budidaya benih ikan yaitu Bapak Nunung. Hal ini
108
disebabkan karena biaya produksi lebih besar dibanding dengan penjualan yang di
bawah rata-rata. Para petani ikan yang tetap bertahan sampai sekarang umumnya
adalah orang-orang yang memiliki modal dan semangat yang sangat kuat dalam
menjalankan usahanya. Salah satu petani pembenih ikan yang bertahan hingga
sekarang adalah Agus Soleh.
4.4 Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Kecamatan Bojongpicung
Setelah Adanya Usaha Budidaya Benih Ikan Tahun 1990-2006
4.4.1 Tingkat Kesejahteraan Petani Pembenih Ikan
Terlibatnya masyarakat Kecamatan Bojongpicung dalam kegiatan usaha
budidaya benih ikan secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan
kontribusi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Keberadaan
usaha budidaya benih ikan di Kecamatan Bojongpicung telah membawa pengaruh
baik terhadap pengusahanya, pekerjanya maupun kegiatan-kegiatan ekonomi yang
muncul setelah adanya usaha ini. Dengan penghasilan yang diterima dari kegiatan
usaha ini, mereka bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Untuk itu, pada
bagian ini dibahas mengenai tingkat kesejahteraan pengusaha dan pekerja
budidaya benih ikan.
4.4.1.1 Tingkat Pendapatan dan Kesejahteraan Pengusaha
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan
beberapa narasumber, pendapatan bersih pengusaha budidaya benih ikan pada
tahun 1995 setiap satu kali masa panen selama pemeliharaan 15 hari, dengan
ukuran kolam pembenihan 100 tumbak atau 1400 m² dan pendapatan benih ikan
30 liter dengan harga 20.000 tiap satu liter, mencapai Rp. 600.000,00. Pendapatan
109
tersebut dari tahun ke tahun senantiasa mengalami peningkatan. Namun hal ini
juga diimbangi dengan harga bahan pokok yang selalu meningkat meskipun
keuntungan yang diperoleh besar tetapi nilai uangnya kecil. Untuk memperjelas
kontribusi usaha budidaya benih ikan terhadap kesejahteraan pengusaha benih
ikan, maka di bawah ini diuraikan beberapa contoh anggaran keluarga pengusaha
budidaya benih ikan di Kecamatan Bojongpicung.
Bapak Deden Rustandi sebagai salah satu pengusaha benih ikan yang
termasuk klasifikasi pengusaha kecil, pada tahun 1995 dia memiliki luas area
pembenihan seluas 90 tumbak atau sekitar 1260 m² dengan membudidayakan
hanya satu jenis ikan, yaitu ikan mas. Setiap kali memproduksi ikan dalam satu
periode (sekitar 15 hari), ia memperoleh laba sekitar Rp 600.000. Jika hasil panen
benih ikan mas mencapai 30 liter dengan harga persatu liter adalah Rp.20.000.
Untuk lebih jelasnya, perincian anggaran rumah tangga Bapak Deden Rustandi
sebagai pengusaha benih ikan klasifikasi pengusaha kecil adalah sebagai berikut:
•
Penghasilan 1 bulan (2x panen) pada tahun 1995
•
Pengeluaran Keluarga
1. Beras 25 kg x Rp. 800,00*
Rp. 20.000,00
2. Lauk Pauk
Rp. 150.000,00
3. Listrik
Rp. 20.000,00
4. Biaya anak sekolah*
Rp. 30.000,00
5. Lain-lain**
Rp. 50.000,00 +
Jumlah Pengeluaran
•
Sisa Penghasilan
Rp. 1.200.000,00
Rp. 270.000,00 Rp. 930.000,00
110
Keterangan:
*Beras untuk 4 orang, yakni Bapak Deden, istri dan 2 orang anak
yang terdiri dari satu orang anak yang sudah sekolah SD kelas 2
dan satu orang anak yang masih belum sekolah.
** Biaya untuk pengeluaran tak terduga dan membeli sabun, pasta
gigi, shampo serta jajan anak.
Pengusah kecil sedikit mengelola ikan sehingga tidak setiap ikan dijual
satu bulan dua kali tergantung masa panen dengan memperhatikan kondisi cuaca
dan permintaan dari pengusaha pendederan. Dari perincian diatas dapat diketahui
bahwa sisa yang diperoleh Bapak Deden digunakan untuk memenuhi kebutuhan
sehari –hari keluarganya yaitu satu orang istri dan dua orang anak yang terdiri
dari satu orang anak yang sudah sekolah SD, dan satu orang anak lagi yang masih
balita. Sisa dari penghasilannnya digunakan untuk membeli pakaian, alat –alat
elektronik, biaya kesehatan dan alat –alat kebutuhan rumah tangga lainnya. Sisa
penghasilan tersebut selain digunakan untuk keperluan keluarga lainnya, di
gunakan juga untuk menambah modal dalam mengembangkan usahanya,
misalnya ditabung untuk memperluas areal kolam pembenihannya (Hasil
Wawancara dengan Deden Rustandi, 17 Juli 2009).
Pengusaha selanjutnya adalah Bapak Agus Soleh sebagai salah satu
pengusaha budidaya benih ikan dengan klasifikasi menengah dan merangkap
menjadi pedagang. Dia merupakan salah satu perintis usaha budidaya benih ikan
di desa Jati Kecamatan Bojongpicung. Dia mulai merintis usaha tersebut sejak
tahun 1990. Pada tahun 1995 dia memiliki luas area pembenihan sekitar 1 Ha
yang dibagi menjadi sekitar delapan kolam pembenihan yang tersebar di beberapa
area persawahan di desa Jati, Kecamatan Bojong Picung. Perkiraan keuntungan
yang diperoleh dalam satu periode produksi (sekitar 15 hari) mencapai sekitar
111
Rp.4.000.000,00 dengan penghasilan tiap kolam pembenihan sebanyak 25 liter
dan harga Rp.20.000 tiap liternya. Sehingga rata-rata laba yang diperoleh per
bulan dengan dua kali panen mencapai Rp. 8.000.000,00. Pekerja tetap yang dia
miliki sebanyak tiga orang dengan upah per hari pada tahun 1995 masing-masing
sebesar Rp.200.000,00. (Hasil Wawancara dengan Bapak Agus Soleh, 17 Juli
2009). Untuk lebih jelasnya perincian anggaran rumah tangga Bapak Agus Soleh
adalah sebagai berikut:
•
Penghasilan bersih selama 1 bulan (2x panen)
•
Pengeluaran Keluarga
1. Beras 30 kg x Rp. 800,00*
Rp. 24.000,00
2. Lauk Pauk
Rp. 180.000,00
3. Listrik
Rp. 30.000,00
4. Biaya Sekolah**
Rp. 50.000,00
5. Lain-lain***
RP. 100.000,00
Rp. 8.000.000,00
6. Menggaji pegawai
•
1. Pekerja Tetap****
Rp. 600.000,00
2. Biaya Panen*****
Rp. 400.000,00
Jumlah Pengeluaran
Rp. 1.384.000,00-
Sisa Penghasilan
Rp. 6.616.000,00
Keterangan: * Beras untuk 6 orang, yakni Bapak Agus, istri dan 4 orang anak
yang terdiri dari 2 orang anak yang masih SD dan dua orang anak
yang belum sekolah.
** Biaya sekolah 2 orang anak yang masih SD.
*** Biaya untuk membeli sabun, pasta gigi, shampo dan jajan anak.
**** Biaya pekerja tetap untuk 3 orang, dengan upah per orang pada
tahun 1995 adalah sekitar Rp. 100.000.
***** Bonus untuk para pekerja sebanyak 5% dari hasil panen
112
Keuntungan yang diperoleh pengusaha menengah setiap bulannya relatif
cukup besar yaitu sekitar Rp.8. 000.000,00. Namun pengeluarannya lebih banyak
dibandingkan pengusaha kecil. Sebagai pengusaha yang memiliki beberapa petak
kolam pembenihan bapak Agus Soleh harus membayar pegawai. Pegawai tetap
yang bekerja pada Bapak Agus Soleh sebanyak tiga orang, jika bapak Agus Soleh
tidak memproduksi benih ikan maka seluruh pegawainya tidak bekerja. Pegawai
tetap yang bekerja pada Bapak Agus Soleh biasanya diupah setelah panen. Beliau
juga berusaha mensejahtrakan pegawainya, salah satu caranya adalah dengan
membantu meringankan biaya hidup pekerjanya, misalnya dengan memberikan
beras untuk memenuhi kebutuhan sehari –hari pekerjannya. Biasanya Bapak Agus
Soleh juga memberikan uang perangsang atau bonus bagi para pekerjanya ketika
panen sebesar 5% dari hasil panen (Hasil Wawancara Dengan Agus Soleh, 16 Juli
2009).
Usaha pembenihan ini merupakan usaha yang menyangkut hajat hidup
orang banyak. Selain pegawainya bapak Agus Soleh juga harus menanggung
biaya untuk kelurganya yaitu satu orang istri dan 4 orang anak yang terdiri dari 2
orang anak yang masih SD dan dua orang anak lainnya yang masih balita.
Sebagian besar keuntungannya digunakan untuk mengembangkan usahanya dan
modal warung sebagai usaha sampingannya, serta untuk memenuhi kebutuhan
sekunder dan tersier keluarganya.
Petani benih ikan sebagai pengusaha tidak selalu untung, ada kalanya rugi.
Perincian diatas adalah perincian salah satu pendapatan yang diperoleh oleh
pengusaha klasifikasi kecil dan menengah yang memperoleh keuntungan. Namun
113
ada kalanya karena cuaca yang tidak menentu, misalnya saat kemarau banyak
petani jaring apung di Waduk Cirata menurunkan produksinya, otomatis
permintaan benih ikan pun menurun, dan bila terjadi hujan deras ikan mas mati
karena tertimpa jatuhan hujan. Saat hujan ikan mas ukuran kecil dipastikan naik
ke permukaan, dan saat itulah tertimpa hujan sehingga mati dan sebagian lagi mati
karena perubahan suhu air yang drastis sehingga mengakibatkan kerugian bagi
para petani pembenih ikan.
Selain itu, kerugian terjadi diakbitkan penurunan permintaan benih ikan
karena semakin berkurangnya kolam pendederan di Kabupaten Bandung sebagai
pasaran utama petani pembenih ikan di desa Jati yang kembali difungsikan untuk
menanam padi atau sawah. Disamping itu, banyaknya petani jaring apung yang
berhenti beroperasi di waduk Saguling akibat kondisi air yang sudah tercemar,
sehingga mengakibatkan volume pemasaran benih ikan mas yang berasal dari
Kecamatan Bojongpicung menurun (Hasil Wawancara Dengan Bapak Agus
Soleh, 16 Juli 2009).
Perhitungan usaha pembenihan diatas adalah perhitungan kasar karena
bisa saja pengusaha benih ikan mendapatkan keuntungan yang lebih atau bisa juga
lebih rendah dari perkiraan yang direncanakan tergantung dari keuletan dan
keseriusan pengusaha atau petani dalam mengelola usaha pembenihan ini. Modal
yang dibutuhkan dalam usaha pembenihan ikan mas tidak begitu besar dibanding
dengan usaha budidaya perikanan lainnya. Sehingga merupakan suatu peluang
usaha jika diusahakan.
114
Dari perincian pendapatan kedua pengusaha benih ikan diatas, dapat
dikatakan bahwa kehidupan mereka relatif sejahtera dan dapat memenuhi
kebutuhan sehari –harinya lebih dari cukup. Namun kedua pengusaha tersebut
harus dapat mengantisipasi kendala –kendala yang dihadapi dalam usaha tersebut
sedini mungkin untuk mendapatkan keuntungan yang besar dengan menganalisis
berbagai resiko yang dihadapi dan memberi solusi pada permasalahannya.
Misalnya karena kurangnya permintaan benih ikan di Kecamatan Bojong Picung
karena berkurangnya permintaan pasikan benih dari kolam pendederan, maka
usaha budidaya benih ikan di Kecamatan Bojong Picung yang awalnya
dibudidayakan hanya sampai ukuran 1 cm atau biasa disebut kebul, mulai
dikembangkan sampai ukuran 3 cm atau biasa disebut dengan putihan, sehingga
pemasarannya tidak melalui kolam pendederan tetapi langsung dijual ke usaha –
usaha pembesaran di bendungan –bendungan besar di Jawa Barat, seperti
bendungan Saguling dan Cirata.
Untuk pengusaha pembenih dalam klasifikasi pengusaha besar penulis
mengalami kesulitan dalam perincian biaya pendapatan dan pengeluaran yang
dimilikinya. Namun yang pasti pengusaha besar memiliki pendapatan yang relatif
lebih besar dibandingkan dengan pengusaha kecil dan menengah. Resiko usaha
yang harus dihadapi pengusah ini juga lebih besar, namun biasanya pengusaha
besar ini memiliki modal yang cukup kuat.
115
4.4.1.2 Tingkat Pendapatan dan Kesejahteraan Pekerja Usaha
Budidaya Benih Ikan
Peran serta Masyarakat Kecamatan Bojong Picung dalam budidaya benih
ikan yang sebagian besar menjadi tenaga kerja petani pembenih ikan telah
memberikan kontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Dengan
penghasilan yang mereka terima dari pekerjaan ini, mereka dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari bahkan lebih dari cukup sehingga dapat
mencukupi kebutuhan hidup lainnya.
Usaha budidaya benih ikan yang dimiliki oleh pengusaha besar dan
menengah mampu menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar. Seperti yang
penulis jelaskan di atas, tenaga kerja pada usaha Budidaya benih ikan di
Kecamatan Bojongpicung, dibagi menjadi dua, yaitu tenaga kerja tetap dan tenaga
kerja tidak tetap. Upah yang diberikan kepada tenaga kerja tetap diberikan setelah
selesai panen benih ikan dan tenaga kerja tidak tetap dibayar harian setelah
menyelesaikan pekerjaannya. Tenaga kerja tetap terikat oleh satu pengusaha atau
petani pembenih ikan maupun bandar ikan, sedangkan tenaga kerja tidak tetap
tidak terikat oleh pengusaha atau petani pembenih ikan manapun sehingga jika
dibutuhkan dia dapat bekerja pada petani pembenih ikan manapun yang
memerlukan tenaganya. Tugas pekerja tetap, yakni tenaga kerja yang bekerja
selain memperbaiki pematang sawah juga bertugas untuk memijahkan induk ikan,
memberi pakan, menunggui kolam ikan, pengepakan dan melakukan proses
pemanenan ikan, biasanya pekerja tetap ini bekerja pada pengusaha besar dan
menengah.
116
Tenaga kerja tidak tetap adalah tenaga kerja yang diupah untuk kuli
memperbaiki pematang sawah yang dijadikan kolam pembenihan ikan atau
mopokan galengan selama 1-2 hari setelah panen benih ikan. Upah memperbaiki
pematang sawah di kolam pembenihan, umumnya sama dengan upah mencangkul
sawah. Namun biasanya kuli memperbaiki pematang sawah ini khusus untuk
kolam pembenihan walaupun tidak jarang tenaga mereka juga dipakai untuk kuli
mencangkul sawah, namun mereka lebih terlatih dan lebih sering memperbaiki
pematang sawah kolam pembenihan. Gambaran mengenai upah kuli memperbaiki
pematang sawah di kolam pembenihan ikan yang umumnya sama dengan upah
kuli mencangkul di sawah, adalah sebagai berikut:
Tabel 4.9
Perkembangan Upah Kuli Memperbaiki Pematang Sawah
di Kecamatan Bojongpicung Tahun 1991-2006
Tahun
Upah Kuli
Memperbaiki
Pematang Sawah
1991
3.000
1992
3.000
1993
3.000
1994
4.000
1995
7.000
1996
7.000
1997
10.000
1998
10.000
1999
12.500
2000
12.500
2001
15.000
2002
15.000
2003
15.000
2004
17.500
2005
17.500
2006
17.500
Sumber: Diolah dari Hasil Wawancara dengan Lili Sadikin, Ade,
Herman dan Dedi Rusmayadi, Sekitar Bulan Juni-Juli
117
Berdasarkan tabel diatas upah kuli memperbaiki pematang sawah setiap
tahunnya mengalami kenaikan sesuai dengan kenaikan harga –harga bahan pokok.
Tugas memperbaiki pematang sawah tidak hanya dilakukan oleh pekerja tidak
tetap saja, namun dilakukan oleh pekerja tetap juga yang biasanya terikat pada
salah satu pengusah atau petani pembenih ikan. Setelah selesai bekerja pekerja
tidak tetap langsung menerima upah dari hasil pekerjaannya.
Pekerja tetap terikat pada petani pembenih ikan atau bandar ikan selain
mendapatkan upah harian, pekerja tetap pada saat panen juga biasanya
mendapatkan uang perangsang atau bonus agar mereka tetap giat bekerja seperti
yang dilakukan Agus Soleh yang memiliki tiga pekerja tetap untuk mengurus
kolam pembenihan ikan miliknya. Agus memiliki lahan pembenihan seluas 1 Ha.
Pada saat panen biasanya dia memberikan bonus kepada para pekerjanya yang dia
sebut dengan uang perangsang agar mereka tetap giat bekerja. Bonus atau uang
perangsang yang diberikan Agus kepada para pekerjanya adalah sekitar 5 % dari
hasil panen.
Besarnya upah pekerja biasanya tergantung dari kebijakan pengusaha
tersebut yang disesuaikan dengan keumuman yang ada di masyarakat. Selain
karena ditentukan oleh kebijakan pengusaha budidaya benih ikan, perbedaan
pendapatan pada pekerja budidaya benih ikan biasanya dikarenakan beberapa hal,
seperti faktor keahlian, dan luasnya area kolam pembenihan yang dikelola. Dari
tahun ke tahun upah yang diterima para pekerja relatif meningkat, disesuaikan
dengan harga kebutuhan pokok. Tingkat kesejahteraan pekerja akan semakin
118
turun apabila tidak dibarengi dengan kenaikan upah. Oleh karena itu, pihak
pengusaha selalu menyesuaikan upah pekerja dengan harga kebutuhan hidup.
Untuk dapat mengetahui tingkat kesejahtraan pekerja budidaya benih ikan
baik pekerja tetap maupun pekerja tidak tetap penulis berhasil mewawancarai
beberapa orang pekerja tetap dan tidak tetap pada usaha budidaya benih ikan di
Kecamatan Bojongpicung. Untuk lebih jelasnya tentang rincian biaya tanggungan
salah satu pekerja tetap yaitu Dede selama satu bulan pada tahun 2002 dia
dibayar Rp.600.0000 per hari, untuk pengangkutan ikan dari petani pembenih
ikan. Dengan perhitungan biaya pengangkutan ikan Rp. 1500 tiap liternya.
Biasanya Dede mengangkut benih ikan dari petani sebanyak 300 liter setiap
harinya. Dalam satu bulan dia dapat mengangkut ikan sebanyak empat kali.
Sehingga pendapatan rata –rata Dede setiap satu bulan adalah sekitar
Rp. 1.800.000.- Dede bekerja pada bandar ikan H.Obih, dia memiliki tanggungan
satu istri dan dua orang anak yang belum sekolah. Anggaran biaya rumah tangga
Dede sebagai pekerja tetap dapat dilihat pada rincian sebagai berikut:
•
Penghasilan rata –rata selama 1 bulan (2 kali panen) Rp. 1.800.000,00
•
Pengeluaran Keluarga
•
1. Beras 20 x Rp. 2.000,00*
Rp. 40.000,00
2. Lauk Pauk
Rp. 100.000,00
3. Listrik
Rp.30.000,00
4. Lain-lain**
Rp.100.000,00 +
Jumlah Pengeluaran
Rp. 270.000,00 -
Sisa Penghasilan
Rp. 1.530.000,00
119
Keterangan: * Beras untuk 3 orang, yakni Apud, istri dan dua anak yang masih
balita.
** Biaya untuk membeli sabun, pasta gigi, shampo dan jajan anak.
Dari perincian diatas dapat diketahui bahwa penghasilan Dede dapat
memenuhi kebutuhan sehari –hari kelurganya, bahkan Dede masih memiliki sisa
penghasilan sebesar Rp. 1.530.000,00. Biaya pengeluaran Dede selain digunakan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan kelurganya. Sisanya biasanya dia
tabung untuk memenuhi biaya tak terduga seperti biaya kesehatan dan kegiatan
sosial lainnya (Hasil Wawancara dengan Dede, 17 Juli 2009).
Pekerja tetap lainnya adalah Sudin. Dia bekerja pada H.Obih yaitu bandar
benih ikan. Sudin bekerja sebagai pengangkut ikan dari petani pembenih ikan
yang dibayar Rp. 1.500,- tiap liternya. Biasanya per hari dia mampu mengangkut
benih ikan sebanyak 300 liter. Dalam jangka waktu satu bulan dia mampu
melakukan empat kali pengangkutan sehingga dalam satu bulan dia dapat
memperoleh penghasilan sebanyak Rp.1.800.000,00-. Anggaran biaya rumah
tangga Sudin pada tahun 2002 dapat dilihat pada rincian sebagai berikut:
•
Penghasilan rata –rata selama 1 bulan (2 kali panen) Rp. 1.800.000,00
•
Pengeluaran Keluarga
•
1. Beras 20 x Rp. 2.000,00*
Rp. 40.000,00
2. Lauk Pauk
Rp. 100.000,00
3. Listrik
Rp. 30.000,00
4. Biaya Anak Sekolah **
Rp.150.000,00 +
Jumlah Pengeluaran
Rp. 320.000,00 -
Sisa Penghasilan
Rp.1.480.000,00
120
Keterangan: * Beras untuk 3 orang, yakni Sudin, istri dan satu anak yang masih
SLTP.
** Satu Orang anak yang masih sekolah di SLTP.
Dari perincian diatas dapat diketahui bahwa penghasilan Sudin dapat
memenuhi kebutuhan sehari –hari kelurganya, bahkan Sudin masih memiliki sisa
penghasilan sebesar Rp. 1.480.000,00. Biaya pengeluaran Sudin selain digunakan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan kelurganya. Sisanya biasanya dia
tabung untuk mengembangkan usaha budiadaya benih ikan dengan cara membeli
lahan kolam pembenihan selain itu dia juga menggunakan sisa penghasilannya
untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier seperti membeli barang –barang
elektronik dan sebagainya serta biaya tak terduga lainnya seperti biaya kesehatan
dan kegiatan sosial lainnya (Hasil Wawancara dengan Sudin, 17 Juli 2009).
Pekeja tetap lainnya adalah Hasan yang bekerja pada H.Obih. Dia bekerja
menunggui kolam pembenihan dan membantu pengangkutan ikan pada saat panen
jika salah satu pekerja tetap H.Obih lainnya sakit atau ada keperluan lainnya.
Hasan dibayar Rp.1500 untuk pengangkutan ikan tiap liternya. Hasan dalam satu
hari biasanya mampu mengangkut ikan sebanyak 300 liter dan dalam satu bulan
dia biasanya hanya menggantikan pekerja tetap lainnya sehingga dalam satu bulan
dia hanya mengangkut ikan sebanyak 1-2 kali. Untuk lebih jelasnya rincian biaya
pengeluaran Hasan pada tahun 2003 adalah sebagai berikut:
121
•
•
Penghasilan Rata –Rata Hasan perbulan tahun 2003
•
Pengeluaran
1. Beras 15 Kg x Rp. 2.500,00*
Rp. 37.500, 00
2. Lauk Pauk
Rp. 60.000,00
3. Lain-lain**
Rp. 100.000,00 +
Rp. 450.000,00
Jumlah Pengeluaran
Rp. 197.500,00 -
Sisa Penghasilan
Rp.253.000,00
Keterangan: * Beras untuk 1 orang, yakni Hasan, karena Hasan belum
berkeluarga
** Biaya untuk membeli sabun, pasta gigi shampo dan keperluan
lainnya
Dari biaya pengeluaran Hasan di atas, penghasilan Hasan yang sebanyak
Rp.450.000,00 ternyata dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, bahkan masih ada
sisa sekitar Rp.253.000,00. Hasan adalah lulusan SLTP dan belum berumah
tangga dia bekerja dalam usaha budidaya benih ikan, setelah pamannya Sudin
terlebih dahulu menjadi pekerja tetap usaha budidaya benih ikan tersebut. Sisa
penghasilan Hasan biasanya digunakan untuk membantu meringankan ekonomi
keluarganya dan juga memenuhi keperluannya sendiri seperti membeli pakaian
serta ditabung (Hasil Wawancara dengan Hasan, 18 Juli 2009).
Pekerja tetap selanjutnya adalah Ajo yang bekerja pada Deden Rustandi.
Dalam satu kali periode panen benih Ikan (sekitar 15 hari) pada tahun 1995 dia
memperoleh upah Rp. 150.000,-. Ajo belum berumah tangga dan masih tinggal
bersama kedua orang tuanya. Untuk lebih jelasnya biaya pengeluaran Ajo adalah
sebagai berikut:
122
•
Upah rata –rata per bulan (2 kali Panen) Tahun 1995
•
Pengeluaran
•
1. Beras 20 x Rp. 800,00*
Rp. 16.000,00
2. Lauk Pauk
Rp. 50.000,00
3. Listrik
Rp. 30.000,00
4. Lain-lain**
Rp. 20.000,00 +
Rp. 300.000,00
Jumlah Pengeluaran
Rp. 96.000,00-
Sisa Penghasilan
Rp. 204.000,00
Keterangan: * Beras untuk 3 orang, yakni Ajo dan kedua orang tuanya.
** Biaya untuk membeli sabun, pasta gigi shampo dan keperluan
lainnya
Dari data pengeluaran Ajo di atas, penghasilan Ajo yang sebanyak
Rp.300.000,00
ternyata
dapat
membantu
memenuhi
kebutuhan
hidup
keluarganya, bahkan masih ada sisa Rp. 204.000,00. Sisa penghasilan tersebut
digunakan untuk membeli barang-barang keperluan lainnya seperti pakaian dan
kebutuhan sekunder lainnya serta ditabung untuk mengantisipasi biaya-biaya tak
terduga seperti biaya kesehatan dan kegiatan sosial lainnya. Ajo juga biasanya
mendapatkan tambahan pendapatan pada saat panen dari pengusaha benih ikan
tempat dia bekerja. Pendapatan Ajo sebagai pekerja tetap mengerjakan tugas
untuk menunggui kolam ikan, memijahkan induk dan memberi pakan serta
mengurus kolam pada saat panen benih ikan berlangsung (Hasil Wawancara
dengan Ajo, 18 Juli 2009).
Pekerja selanjutnya adalah pekerja tidak tetap atau memperbaiki pematang
sawah setelah panen, yang biasanya mulai bekerja dari jam 07.00 pagi hingga
123
siang hari sekitar jam 13.00. Pekerja tidak tetap atau kuli memperbaiki pematang
sawah pada kolam pembenihan ini tidak terikat oleh salah satu pengusaha atau
petani benih ikan. Dia dapat bekerja pada pengusaha manapun yang memerlukan
tenaganya.
Berikut adalah uraian mengenai anggaran pengeluaran pekerja tidak tetap
pada pengusaha budidaya benih ikan. Salah seorang pekerja tidak tetap atau kuli
memperbaiki pematang sawah adalah Aham, dia mempunyai tanggungan satu
orang istri dan satu orang anak yang masih sekolah SD pada tahun 2000. Aham
biasanya bekerja sebagai kuli memperbaiki pematang sawah di kolam
pembenihan sekitar 1 atau 2 hari dalam satu kali panen benih ikan (15 hari),
dengan upah rata-rata perhari sekitar Rp.15.000,00-. Sehingga upah rata –rata
Aham dalam jangka waktu satu bulan dari kuli memperbaiki pematang sawah
adalah sekitar Rp.60.000,00-. Dan dia juga biasanya bekerja pada saat pengepakan
ikan untuk 100 liter dia diupah Rp.30.000. Dalam jangka waktu sebulan dia dapat
mengepak ikan sebanyak 3-4 kali. Sehingga penghasilan Aham untuk kuli
memperbaiki pematang sawah kolam pembenihan dan pengepakan benih ikan
yang meliputi mengantungi air ke plastik, mengisi kantung plastik benih ikan
dengan gas dan mengikat plastik tersebut adalah Rp.180.000,00. Untuk lebih
jelasnya anggaran biaya pengeluaran Aham dalam satu bulan dapat dilihat pada
uraian di dibawah ini:
124
•
Upah rata-rata per bulan tahun 2000
•
Pengeluaran
1. Beras
•
20 x Rp. 2.000,00*
Rp. 180.000,00
Rp. 40.000,00
2. Lauk Pauk
Rp. 50.000,00
3. Listrik
Rp. 20.000,00
4. Lain-lain**
Rp. 10.000,00 +
Jumlah Pengeluaran
Rp. 120.000,00 -
Sisa Penghasilan
Rp. 60.000,00
Keterangan: * Beras untuk 3 orang, yakni Aham, istri dan satu orang anak.
** Biaya untuk membeli sabun, pasta gigi, dan shampo
Dari data anggaran rumah tangga di atas, penghasilan Aham yang
sebanyak Rp. 180.000,00 ternyata dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga,
bahkan masih ada sisa sekitar Rp. 60.000,00. Sisa penghasilan tersebut biasanya
ditabung untuk mengantisipasi biaya-biaya tak terduga seperti biaya kesehatan
dan kegiatan sosial lainnya (Hasil Wawancara dengan Aham, 18 Juli 2009).
Pekerja tidak tetap selanjutnya adalah Iyus yang memilki tanggungan istri dan
satu orang anak yang masih balita pada tahun 2004. Iyus biasanya bekerja sebagai
kuli memperbaiki pematang sawah di kolam pembenihan ikan sekitar 1 atau 2 hari
tergantung pada luas kolam pemebnihan, dalam satu bulan jika pengusaha benih
ikan produktif melakukan usaha pembenihan. Iyus sebagai kuli memperbaiki
pematang sawah dapat bekerja dua kali dalam sebulan, dengan upah rata-rata
perhari sekitar Rp.17.000,00-. Sehingga upah rata –rata Iyus dalam jangka waktu
satu bulan adalah sekitar Rp.68.000,00- untuk tambahan biasanya Iyus juga
bekerja mengepak benih ikan pada saat panen dia dibayar Rp. 30.000 untuk 100
125
liter benih ikan dalam satu bulan dia dapat melakukan penepakan benih ikan
sebanyak empat kali. Sehingga pendapatan Iyus dari kuli memperbaiki pematang
sawah dan pengepakan benih ikan adalah sekitar Rp. 188.000.- Untuk lebih
jelasnya anggaran rumah tangga Iyus dapat dilihat pada uraian di dibawah ini:
•
Upah rata-rata Iyus per bulan tahun 2004
•
Pengeluaran
1. Beras
•
20 x Rp. 3.000,00*
Rp. 188.000,00
Rp. 60.000,00
2. Lauk Pauk
Rp. 65.000,00
3. Listrik
Rp. 20.000,00
4. Lain-lain**
Rp. 10.000,00 +
Jumlah Pengeluaran
Rp. 155.000,00 -
Sisa Penghasilan
Rp. 33.000,00
Keterangan: * Beras untuk 3 orang, yakni Iyus, istri dan satu orang anak.
** Biaya untuk membeli sabun, pasta gigi,dan shampo.
Dari data anggaran rumah tangga di atas, penghasilan sebanyak
Rp.188.000,00 ternyata dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga, bahkan masih
ada sisa sekitar Rp. 33.000,00. Sisa penghasilan tersebut biasanya ditabung untuk
mengantisipasi biaya-biaya tak terduga seperti biaya kesehatan dan kegiatan
sosial. Selain bekerja pada kolam pembenihan Iyus juga sering kali bekerja
sebagai kuli nyangkul pada sawah petani padi untuk menambah lagi
penghasilannya (Hasil Wawancara dengan Iyus, 17 Juli 2009).
Pada dasarnya berdasarkan uraian diatas upah yang mereka terima
digunakan untuk memenuhi kebutuhan kelurga sehari- hari seperti membeli
beras, lauk- pauk dan biaya sekolah anaknya bagi pekerja pembenihan ikan yang
126
sudah berumah tangga. Adapun sisa dari penghasilannya digunakan untuk
membeli barang –barang keperluan lainnya seperti pakaian, alat -alat elektronik,
perabot rumah tangga dan kebutuhan sekunder lainnya. Jumlah upah tidak tetap
dinilai relatif sama dengan buruh tani padi. Namun petani ikan bekerja lebih
produktif dibandingkan dengan buruh tani. Apabila pengusaha budidaya benih
ikan produktif melakukan panen dua kali dalam sebulan, maka mereka pun dapat
bekerja dan mendapatkan upah lebih banyak dibandingkan buruh tani yang
bekerja produktif sekitar tiga bulan sekali.
Bagi petani tenaga kerja seringkali merupakan faktor produksi yang
dimiliki petani secara relatif melimpah, maka mungkin ia terpaksa melakukan
kegiatan –kegiatan yang memerlukan banyak tenaga dengan hasil yang sangat
kecil, sampai kebutuhan subsistemnya terpenuhi (Scott, 1976:21). Sehingga para
pekerja budidaya benih ikan tetap mempertahankan pekerjaan mereka walaupun
mereka kuli, karena upah dari pekerjaan tersebut dinilai mampu mencukupi
kebutuhan keluarganya dan kebanyakan dari mereka tidak memiliki keahlian
khusus lainnya selain menjadi kuli nyangkul atau teknik budidaya benih ikan yang
dia pelajari dari pengusaha benih ikan yang menjadi majikannya.
Berbeda dengan pekerja tidak tetap selain penghasilan yang diperoleh para
pekerja tetap juga memperoleh tunjangan- tunjangan lain seperti bonus pada saat
panen, THR (Tunjangan Hari Raya) yang biasanya diberikan pada saat hari raya
dalam bentuk uang yang jumlahnya tidak sama setiap tahunnya. Tunjangan
tersebut juga dapat berbentuk barang seperti baju, kopiah dan lain lain. Selain itu
tunjangan tersebut biasanya juga bentuk masakan yang merupakan kebiasaan juga
127
bagi masyarakat di Kecamatan Bojongpicung jika hari raya terutama Lebaran,
terdapat budaya antar –mengantar makanan kepada kerabat (Wawancara Dengan
Agus Soleh, 16 Juli 2009).
4.4.1.3 Perubahan Sosial Masyarakat Kecamatan
Bojongpicung Setelah Adanya Usaha Budidaya Benih
Ikan Tahun 1990-2006
Bagi petani selain merupakan usaha, pertanian sudah merupakan bagian
dari hidupnya bahkan suatu “cara hidup” (way of life), sehingga tidak hanya aspek
ekonomi saja tetapi aspek sosial dan kebudayaan, aspek kepercayaan dan
keagamaan serta aspek tradisi yang semuanya memegang peranan penting dalam
kehidupan petani (Mubyarto,1991: 34). Berkaitan dengan hal tersebut kehidupan
sosial masyarakat Kecamatan Bojongpicung tidak dapat dilepaskan dari usaha
pertanian.
Masyarakat di Kecamatan Bojongpicung sudah terbentuk sebagai
masyarakat petani sejak jaman kolonial Belanda setelah dibangunnya irigasi
Cihea tahun 1885. Namun sekitar tahun 1990 di Kecamatan Bojongpicung mulai
berkembang usaha pembenihan ikan. Sehingga selain bertani padi usaha
pembenihan ikan juga tidak dapat dilepasakan dari kehidupan sosial ekonomi
masyarakat di Kecamatan Bojongpicung. Usaha tersebut pun diperkirakan telah
membawa perubahan yang cukup signifikan bagi kehidupan masyarakat
Kecamatan Bojong Picung yang sebagian warganya menekuni usaha di sektor
usaha tersebut.
Selain sebagian petani padi di kecamatan Bojongpicung yang beralih
profesi menjadi petani ikan. Terdapat juga sebagian warga yang bertahan sebagai
128
petani padi hal tersebut berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa warga
setempat yang berpofesi sebagai petani padi. Mereka bukan tidak mengetahui
keuntungan dalam bertani ikan tetapi mereka tidak punya lahan yang cukup untuk
bertani ikan. Karena lahan sawah yang harus dirubah menjadi kolam pembenihan
adalah sekitar 100 tumbak atau sekitar 1400 m² agar benih ikan dapat tumbuh
dengan baik, karena jika kolam yang digunakan terlalu kecil, akan menyebabkan
padat benih yang berkibat pada banyaknya benih ikan yang mati (Hasil
Wawancara dengan Herman, 16 Juni 2009).
Sebagian besar petani padi yang tidak beralih profesi menjadi petani ikan
adalah petani yang tidak mempunyai lahan yang cukup untuk usaha pembenihan
ikan. Dan mereka yang memiliki lahan yang cukup untuk usaha pembenihan tidak
mau menerima resiko usaha jika sawahnya diubah menjadi kolam ikan dan usaha
pembenihannya mengalami kerugian. Yang mereka pikirkan sebagai petani adalah
bagaimana memenuhi kebutuhan untuk makan jika sawah yang menyediakan
sumber makanan pokok mereka telah diubah menjadi kolam ikan dan tidak
mendatangkan keuntungan. Sehingga mereka tetap bertahan sebagai petani padi
dengan mengandalkan panen tiga bulan sekali dibandingkan profesi sebagai
petani ikan yang dapat memanen benih ikan hingga dua kali dalam sebulan.
Menurut
James
Scott
(1976:53)
margin
ekonomi
yang
sempit
menyebabkan pertani memilih cara –cara yang aman meskipun hasil rata –ratanya
agak rendah. Dapat disimpulkan dari pernyataan tersebut bahwa pandangan dari
tujuan petani dalam bercocok tanam adalah berusaha dengan sebaik –baiknya dan
menghindari kegagalan panen walaupun hasil yang dia dapatkan tidak
129
menguntungkan. Selanjutnya James Scott (1976:19) menjelasakan lagi bahwa
bagi mereka yang hidup dekat dengan batas subsistensi, akibat dari suatu
kegagalan adalah begitu rupa, sehingga mereka lebih mengutamakan apa yang
dianggap aman dan dapat diandalkan dari pada keuntungan yang dapat diperoleh
dalam jangka panjang.
Namun
seiring
dengan
keberhasilan
masyarakat
di
Kecamatan
Bojongpicung dalam usaha budidaya benih ikan dinilai telah merubah pandangan
masyarakat setempat yang tidak mau menanggung resiko karena subsitensi
kebutuhan. Sehingga setiap tahun selalu terjadi penambahan area pembenihan di
Kecamatan Bojong Picung, karena warga yang mengubah sawahnya menjadi
kolam ikan. Hal ini menunjukan sikap kewirausahaan masyarakat Kecamatan
Bojongpicung yang sudah mulai mau menerima resiko untung dan rugi dalam
usaha.
Perubahan mata pencaharian masyarakat Kecamatan Bojongpicung dari
petani padi menjadi petani pembenih ikan juga berpengaruh terhadap penghasilan
yang diperoleh. Masyarakat Bojongpicung yang menjadi pekerja usaha
pembenihan ikan dengan waktu kerja yang relatif lebih produktif yaitu sekitar dua
kali dalam sebulan dibandingkan buruh tani yang bekerja produktif sekitar tiga
bulan sekali pada waktu panen padi, dinilai memiliki tingkat ekonomi yang lebih
baik dibanding buruh tani. Hal ini berpengaruh terhadap perubahan gaya hidup
masyarakat dalam menggunakan penghasilan tersebut sehingga lebih konsumtif.
Ketika masih menjadi buruh tani dengan penghasilan tidak menentu
karena besar kecilnya tergantung hasil panen yang jangka waktunya relatif lama
130
dibandingkan menjadi pekerja pada usaha pembenihan ikan, sehingga
penggunaannya harus dihemat dan diatur sebaik mungkin agar dapat memenuhi
kebutuhan hidup sampai panen berikutnya tiba. Pekerja usaha pembenihan ikan
mendapat upah tiap panen sekitar 15 hari sekali atau 2 kali dalam sebulan.
Penghasilan yang relatif cukup besar tiap bulan membuat pekerja usaha
pembenihan ikan merasa lebih bebas mempergunakannya bahkan untuk membeli
barang-barang sekunder yang tidak begitu dibutuhkan sekalipun, sehingga
cenderung lebih konsumtif. Sikap mereka didasari oleh anggapan bahwa bulan
depan mereka juga akan mendapatkan upah lagi. Dengan demikian, terlihat
adanya perubahan dalam cara mereka mempergunakan penghasilan mereka.
Perubahan dalam gaya hidup dapat dilihat dari berbagai aspek diantaranya
dapat dilihat dari bentuk rumah tinggal serta penggunaan peralatan rumah tangga
yang lebih lengkap dan pengunaan alat-alat elektronik seperti televisi, radio dan
sebagainya. Aspek lainnya adalah dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi
makanan sehari-hari, terutama lauk pauk yang lebih beragam dibanding
sebelumnya yang sebagian besar hanya diambil dari tanaman di kebun-kebun
mereka dan jarang sekali mengkonsumsi ikan dan daging. Dengan demikian,
pemenuhan kebutuhan gizi pengusaha benih ikan beserta keluarganya lebih
terjamin karena penghasilan yang relatif cukup besar dibandingkan bertani padi.
Kehidupan
ekonomi
seseorang
dalam
masyarakat
juga
turut
mempengaruhi kehidupan sosial yang dijalaninya. Pada masyarakat Kecamatan
Bojongpicung baik yang bermata pencaharian pada sektor usaha pembenihan ikan
maupun bertani padi terdapat hubungan yang berdasarkan kepemilikan kekayaan
131
antara pengusaha dan pekerja atau petani pemilik lahan dengan buruh tani.
Dengan penghasilan pengusaha pembenih dan petani pemilik lahan yang lebih
besar dari pekerja atau buruh tani, maka kehidupan sosial di antara keduanya pun
sangat berbeda. Hal tersebut dapat dilihat dari tempat tinggal yang dimiliki oleh
pengusaha dan petani pemilik lahan yang biasanya tempat tinggalnya lebih besar
dan lebih modern dibandingkan dengan masyarakat lainnya yang merupakan
pekerja pembenihan ataupun buruh tani. Selain itu, beberapa pengusaha
pembenihan ikan dan petani pemilik lahan dengan pendapatan yang dimiliki
sudah mampu menabung untuk menunaikan ibadah haji sehingga status sosial
dalam masyarakat pun meningkat. Berbeda dengan para pekerja yang
berpenghasilan jauh lebih kecil dari pengusaha, biasanya pendapatan yang
dihasilkan hanya cukup untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari ditambah dengan
biaya pendidikan dan kesehatan. Adanya perbedaaan ini mendorong masyarakat
untuk bekerja keras dan berusaha mencapai kedudukan yang lebih tinggi dengan
meningkatkan kinerja dalam usahanya.
Perubahan lain yang terjadi dengan keberadaan usaha budidaya benih ikan
ini adalah di tingkat pendidikan. Setiap pengusaha budidaya benih ikan berusaha
memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya dan menyekolahkan
mereka setinggi mungkin. Begitu juga dengan para pekerja budidaya benih ikan,
dengan pendapatan yang dimilikinya, mereka telah mampu memberikan
pendidikan kepada anaknya minimal sampai pendidikan dasar. Meskipun tidak
semua pekerja ini mampu memberikan pendidikan sampai tingkat atas kepada
anak-anaknya, namun para pekerja budidaya benih ikan memiliki keinginan agar
132
anaknya mengenyam pendidikan lebih tinggi dari tingkat pendidikan orang
tuanya. Adanya kesadaran untuk memberikan pendidikan yang lebih baik kepada
generasi penerusnya ini, karena masyarakat setempat telah memiliki pandangan
mengenai pentingnya pendidikan agar dapat memperbaiki kehidupan agar menjadi
lebih baik lagi.
Perkembangan usaha budidaya benih ikan juga berdampak pada
terjadinya mobilitas sosial. Mobilitas sosial menurut Horton dan Chester I. Hunt
yang dikutip oleh Didin Saripudin (2005:1), adalah suatu gerak perpindahan dari
suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Secara umum mobilitas sosial dapat
digambarkan sebagai sebuah proses perpindahan (Movement) atau kesempatan
untuk berpindah (opportunity to move) pada kolompok –kelompok sosial yang
berada di masyarakat, terutama sekali proses perpindahan dari kelompok
masyarakat yang kurang beruntung secara sosial ekonomi menjadi masyarakat
yang lebih beruntung (Saripudin, 2005:1).
Pada dasarnya mobilitas sosial ada dua macam, yaitu gerak sosial
horizontal dan vertikal. Gerak sosial horizontal artinya gerak orang perorangan
dan kelompok dari suatu posisi lain dalam stratum yang sama. Atau dengan kata
lain ialah suatu peralihan individu atau objek sosial dari suatu kelompok sosial ke
kelompok sosial lainnya yang sederajat (Saripudin,2005:10). Sedangkan gerak
sosial vertikal diartikan gerakan perseorangan atau kelompok dalam masyarakat
dari satu stratum ke stratum diatas atau dibawahnya. Atau dengan kata lain,
mobilitas vertikal adalah perpindahan individu atau objek sosial dari satu
kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Sesuai dengan
133
arahnya, maka terdapat dua jenis gerak sosial vertikal, yaitu gerak yang naik
(social climbing) dan gerak yang turun (social sinking) (Saripudin,2005:5).
Keberhasilan usaha budidaya benih ikan yang awalnya dipelopori oleh
Bapak Nunung dan Agus Soleh dari desa Jati telah menarik minat masyarakat
umum untuk menekuni usaha tersebut. Kemunculan usaha budidaya benih ikan
yang dinilai masyarakat lebih menguntungkan dibandingkan dengan bertani padi
kemudian mendorong terjadinya mobilitas sosial horizontal dalam masyarakat
Kecamatan Bojongpicung.
Dengan demikian, adanya usaha benih ikan telah mengakibatkan mobilitas
sosial horizontal, yakni masyarakat yang sebelumnya bekerja di bidang lain
berpindah ke usaha budidaya benih ikan. Bahkan sebagian besar petani pembenih
ikan di Kecamatan Bojongpicung awalnya adalah petani padi. Sehingga mereka
beralih pekerjaan yang sederajat. Contohnya Herman yang sebelumnya
merupakan petani padi beralih menjadi petani pembenih ikan pada tahun 2001
setelah melihat keberhasilan pengusaha benih ikan lainnya di desa Jati (Hasil
wawancara dengan Herman, 16 Juni 2009), Agus Soleh dan Zaelani yang
sebelumnya selain bertani padi juga adalah pedagang mereka juga beralih menjadi
petani pembenih ikan (Hasil Wawancara dengan Agus Soleh dan Zaelani, 16 Juli
2009).
Adanya para pengusaha benih ikan yang dapat mengembangkan usahanya
dan dapat memperluas area kolam pembenihannya sehingga dapat memberikan
keuntungan yang besar, menjadikan pengusah ini mampu membeli lahan yang
luas untuk mengembangkan usahanya membuat dia lebih dihargai dalam
134
masyarakat karena pada masyarakat petani di Kecamatan Bojong Picung yang
dinggap memiliki status sosial paling tinggi adalah orang kaya yang memiliki
banyak sawah, tanah dan ladang. Hal ini dapat dipahami karena pada sebagian
kelompok masyarakat, bahwa kekayaan merupakan suatu hal yang dihargai dan
dianggap dapat menempatkan status sosial seseorang menjadi lebih tinggi. Namun
tidak semua pengusaha benih ikan mengalami mobilitas sosial vertikal terutama
petani atau pengusaha ikan pada klasifikasi pengusaha kecil dan menengah.
Mereka hanya dapat dikategorikan melakukan mobilitas sosial horizontal, karena
hanya beralih profesi dari petani padi menjadi petani pembenih ikan.
Dampak yang dirasakan dari perubahan pekerjaan mereka adalah
mendapatkan penghasilan yang relatif besar, walaupun tidak menutup
kemungkinan bagi mereka untuk melakukan mobilitas sosial vertikal dalam
usahanya tersebut. Adanya jiwa kewirausahaan yang tinggi serta kedisiplinan
dalam diri, pantang menyerah dan bersemangat tinggi dalam mengarungi hidup
dapat menjadi modal jika pengusaha tersebut diuji misalnya dengan banyaknya
benih ikan yang mati dan harga ikan yang rendah karena berbagai faktor. Keadaan
tersebut tidak menjadikan dirinya pantang menyerah, orang yang memiliki jiwa
kewirausahaan yang tinggi akan bercermin dari pengalaman yang dilaluinya
sehingga dapat bangkit menjadi pengusaha yang terbaik.
135
4.4.2 Kewirausahaan Masyarakat Kecamatan Bojongpicung Dalam
Mengembangkan Usaha Budidaya Benih Ikan tahun 1990-2006
Masyarakat desa secara jelas masih bersifat petani, unit ekonomi
masyarakat sunda menurut Harsojo (Koentjaraningrat, 1993: 315) yang terbesar
adalah pertanian pedesaan, yang masih bersifat tradisional. Pada masyarakat desa
bercocok tanam masih tetap memegang peranan yang utuh disamping sektor
perikanan dan peternakan. Keutamaan ini terkait dengan hubungan yang erat
antara petani dengan tanah dan sawah yang dimilikinya. Demikian hak milik atas
tanah masih merupakan salah satu unsur yang menentukan kedudukan manusia
dalam masyarakat desa (Koentjaraningrat, 1993: 316).
Berkaitan dengan hal tersebut mayoritas mata pencaharian masyarakat di
Kecamatan Bojong Picung sebagai masyarakat pedesaan adalah petani padi yang
bekerja dengan mengolah tanah atau sawah. Ketika adanya perubahan mata
pencaharian mereka dari petani padi menjadi petani ikan, kemudian menimbulkan
perubahan dalam semangat dan etos kerja mereka. Etos kerja menurut Asy’arie
(Didin, 2005:45) yaitu “Refleksi dari sikap hidup yang mendasar dalam
menghadapi kerja”.
Pada lingkungan mata pencaharian yang baru, masyarakat tidak bisa lagi
mempertahankan sikap atau atau prinsip yang masih mempertahankan pola –pola
hidup yang masih bersifat statis. Mereka harus mampu bersaing dan menciptakan
inovasi –inovasi baru dalam dunia perikanan agar mereka mampu bertahan dalam
usahanya. Perubahan yang dialami oleh pengusaha benih ikan tersebut bukanlah
suatu perubahan yang terjadi secara kebetulan, namun keberhasilan ini merupakan
136
suatu proses perjuangan panjang yang menggambarkan jiwa kewirausahaan yang
penuh dengan kedisiplinan, kerja keras, pantang menyerah, ulet dan sabar. Hal ini
dapat terlihat dari awal berdirinya usaha yang dirintis oleh pengusaha mulai dari
tahap bawah dengan modal seadanya. Usahanya yang semakin berkembang dari
pengusaha kecil menjadi pengusaha yang lebih besar bahkan mampu
mengembangkan usahanya salah satu caranya adalah dengan memperluas area
kolam pembenihan dan melakukan usaha budidaya benih ikan tersebut dengan
produktif dalam segala kondisi. Keadaan tersebut menggambarkan semangat
kewirausahaan mereka dalam mengembangkan usaha dan mau menerima resiko
kegagalan atau kerugian usaha yang dijalani.
Pada tahun tahun pertama usaha pembenihan ikan di Kecamatan Bojong
Picung masih terbatas, sehingga belum ada persaingan yang ketat diantara para
pengusaha, dan hal ini berpengaruh pada jiwa kewirausahaan para pengusaha pada
waktu itu. Tahun kedua setelah adanya usaha ini, masyarakat mulai tertarik
dengan hal –hal baru, sehingga tahun kedua ini masyarakat mulai berlomba –
lomba untuk membudidayakan ikan dengan hasil yang terbaik demi mendapatkan
keuntungan yang sebesar –besarnya.
Tahun selanjutnya usaha pembenihan ini mulai banyak diminati
masyarakat dan dijadikan usaha alternatif selain bertani padi. Hal ini terbukti dari
banyaknya masyarakat yang menekuni usaha tersebut sehingga menimbulkan
persaingan secara ketat antara pengusaha yang satu dengan pengusaha yang
lainnya. Sentra budidaya ikan benih ikan di
Kabupaten Cianjur selain di
Kecamatan Bojongpicung terdapat pula di Kecamatan Karang Tengah sehingga
137
para pengusaha benih ikan selain harus bersaing ketat dengan pengusaha yang ada
di Kecamatan Bojongpicung mereka juga harus bersaing ketat dengan pengusaha
benih ikan dari Kecamatan lain dan juga para pengusaha ikan di kabupaten –
kabupaten lain di Jawa Barat yang mengembangkan budidaya benih ikan seperti
di Ciamis, Sukabumi, Tasikmalaya, Subang, Garut, dan Bandung.
Dalam rangka mengatasi hal tersebut maka pengusaha harus terus
berusaha untuk meningkatkan kualitas benih ikan dan memberikan servis atau
pelayanan yang terbaik pada rekan bisnisnya. Adanya persaingan yang ketat
menimbulkan jiwa kewirausahaan yang tinggi diantara para pengusaha.
Pengusaha terus mengelola usahanya dengan baik disertai dengan memberikan
pelayanan yang baik terhadap mitra kerja atau rekan bisnisnya serta memunculkan
inovasi –inovasi baru dalam usaha ini. Biasanya para pengusaha mempunyai cara
–cara tersendiri untuk memberikan pelayanan kepada konsumen. Hal ini
memperlihatkan mereka yang mempunyai motif berprestasi tinggi yang cenderung
sangat dimotivasi oleh situasi kerja yang bersaing dan penuh tantangan serta
memiliki potensi yang besar untuk berprestasi hal ini merupakan ciri-ciri dari
manusia yang berwirausaha.
Kreativitas dalam menciptakan inovasi baru merupakan salah satu
keterampilan yang harus dimiliki juga oleh seorang wirausaha untuk dapat
mempertahankan dan memajukan unit-unit usahanya seperti petani ikan di
Kecamatan Bojongpicung. Pada tahun 2001 salah seorang warganya yaitu Nenah
Rochaenah mulai mencoba membudidayakan udang galah dan berhasil, sehingga
budidaya perikanan air tawar di Kecamatan Bojongpicung lebih beragam tidak
138
hanya terbatas pada budidaya benih ikan saja tetapi juga terdapat budidaya udang
galah. Berkembangnya usaha budidaya udang galah di Kecamatan Bojongpicung
juga telah mendorong lahirnya peluang ekonomi baru yaitu berkembangnya usaha
rumah makan dengan konsep suasana pedesaan yang menyediakan udang sebagai
menu utamanya. Usaha rumah makan tersebut mulai berkembang di desa
Cibihbul, Desa Bojongpicung, Kecamatan Bojongpicung.
Perubahan mata pencaharian masyarakat dari petani padi menjadi petani
ikan telah memberikan semangat baru bagi mereka untuk menjalani kehidupan
dengan meningkatkan berbagai kemampuan yang dimiliki untuk memperluas
usaha kerjanya. Hal ini dibuktikan dengan keuletan dan kesabaran yang dilakukan
oleh para pengusaha yang tetap bertahan sebagai petani ikan bahkan ketika terjadi
krisis tahun 1997 melanda Indonesia. Usaha budidaya benih ikan di Kecamatan
Bojongpicung tetap bertahan hingga sekarang, bahkan luas area kolam
pembenihan terus bertambah setiap tahunnya. Walaupun tidak dipungkiri
sebagian dari para pengusaha benih ikan tersebut terdapat beberapa yang kembali
mengubah kolam ikannya menjadi sawah. Namun, para petani padi yang beralih
profesi menjadi petani pembenih ikan berani mengambil resiko untuk membuka
usaha dalam berbagai kesempatan. Mengambil resiko artinya bermental mandiri
dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam
kondisi tidak pasti. Hal tersebut menunjukan bahwa mereka sebagai masyarakat
pedesaan telah memiliki jiwa kewirausaan yang tinggi.
139
4.4.2.1 Balai Benih Ikan Desa Jati Kecamatan Bojongpicung
Jiwa kewirausahaan masyarakat di Kecamatan Bojongpicung dalam
mengembangkan usaha budidaya benih ini didukung oleh pemerintah daerah
setempat. Pada tahun 2001 untuk lebih memajukan usaha tersebut pemerintah
daerah setempat membangun Balai Benih Ikan. Balai benih ikan di Kecamatan
Bojongpicung terletak di desa Jati. Balai Benih Ikan di Desa Jati Kecamatan
Bojongpicung memiliki lahan seluas 1 Ha dengan fasilitas antara lain kolam
induk, kolam pendederan, aula, kantor, bangunan laboratorium dan peralatannya,
serta rumah dinas.
Adapun Tugas dan Fungsi dari Balai Benih Ikan Kabupaten Cianjur adalah
menyediakan dan menyalurkan induk bermutu, melakukan pemantauan dan
pembinaan
terhadap Unit Pembenihan Rakyat (UPR) yang berkembang di
wilayah Kecamatan Bojongpicung (http://disperinakcjr.wordpress.com/produksiperikanan/). Para petani pembenih ikan dalam mengatasi kendala –kendala dalam
berusaha dan pemasaran selain berkonsultasi dengan sesama petani lainnya juga
biasanya mengikuti penyuluhan – penyuluhan yang diadakan oleh Balai Benih
Ikan.
Balai Benih Ikan Desa Jati telah dinilai telah menjalin hubungan yang
harmonis dengan para petani pembenih ikan sehingga dalam perkembangannya
Balai Benih Ikan Jati, telah mendorong berkembangnya Unit Pembenihan Rakyat
atau UPR di Kecamatan Bojongpicung. Untuk meningkatkan dan mewujudkan
pemberdayaan pembenihan ikan yang baik Balai Benih Ikan Desa Jati melakukan
berbagai cara yaitu pertama, pengembangan teknologi meliputi aspek teknis,
140
aspek manajemen dan aspek lingkungan serta aspek keamanan pangan. Kedua,
pengembangan usaha adanya kemitran antara UPR dan pedagang ikan. Ketiga,
pengembangan kawasan dengan penataan wilayah kawasan UPR. Strategi yang
telah dan akan dilakukan untuk penguatan kelembagaan pembenihan skala kecil/
UPR adalah pendampingan teknologi, melalui pelatihan dan temu usaha
pembenihan ikan, bimbingan kelembagaan kelompok pembenih ikan yang ada di
desa, pembinaan kemitraan, baik antara UPR, pedagang ikan, Unit Pelayanan
Pengembangan (UPP) dan Balai Benih Ikan.
Hingga tahun 2006 yang merupakan tahun akhir penelitian penulis, di
Kecamatan Bojongpicung belum terdapat wadah khusus yang menghimpung
kepentingan petani pembenih ikan selain Balai Benih Ikan (BBI) desa Jati. Di
Daerah tersebut belum terdapat koperasi atau lembaga serupa lainnya yang dapat
digunakan petani pembenih ikan untuk menambah modal dalam rangka
mengembangkan usaha mereka. Masyarakat dalam mengembangkan usaha ini
masih mengandalkan modal pribadi. Bantuan dari pemerintah diantaranya hanya
terbatas pada penyuluhan –penyulahan dan bantuan berupa pemberian bibit ikan
mas secara gratis pada beberapa petani pembenih di Kecamatan Bojongpicung.
Meskipun belum terdapat koperasi atau lembaga bantuan modal yang mendukung
usaha mereka. Para petani pembenih ikan tetap semangat menjalankan usaha
mereka bahkan mereka terus melakukan inovasi dalam usaha mereka berdasarkan
pengalaman dalam menekuni usaha tersebut selain dari penyuluhan dan arahan
dari Balai Benih Ikan atau lembaga pemerintah lainnya yang terkait.
141
4.4.2.2 Kelompok Petani Pembenih Ikan di Kecamatan Bojongpicung
Pada tahun 1990 bapak Nunung dan Agus Soleh mulai mengembangkan
usaha budidaya benih ikan di lahan sawah miliknya, hal itu menunjukan jiwa
kewirausahaannya karena dia berani mengambil resiko dan mencoba usaha baru
dengan mengembangkan budidaya perikanan dalam budaya masyarakat petani
yang mementingakan usaha bertani padi. Pada tahun 1990 Agus Soleh dengan
modal 15 gr kalung emas miliki istrinya, dia mengubah sawah miliknya menjadi
kolam ikan untuk pembenihan ikan air tawar. Dalam kehidupan masyarakat petani
yang masih bersifat agraris, secara kasar dapat dikatakan bahwa masalah yang
dihadapi kelurga petani adalah bagaiamana menghasilkan beras yang cukup untuk
makan sekeluarga dan untuk membeli beberapa barang kebutuhan (Scott, 1987:2)
bukan hanya memperloleh keuntungan yang besar dengan usaha baru di lahan
pertanian mereka.
Masyarakat
Bojongpicung
yang
masih
bersifat
agraris
sangat
mementingkan usaha pertanian terutama padi. Pada awalnya masyarakat menilai
usaha yang dilakukan Agus Soleh adalah usaha yang beresiko, bahkan dia
dianggap gila dengan mengubah sawah yang subur menjadi kolam pembenihan
ikan yang pada saat itu dinilai belum jelas keuntungannya. Namun dia tetap
bertahan mengembangkan usaha benih ikan di sawahanya. Usaha benih ikan
tersebut pada perkembangannya ternyata dari segi ekonomi dinilai lebih
menguntungkan dibandingkan dengan bertani padi, sehingga Agus terus berusaha
mengembangkan usahanya, sampai akhirnya dia memiliki kolam pembenihan
seluas 1 Ha yang tersebar dibeberapa area pesawahan di desa Jati.
142
Keberhasilan Agus dalam usaha budidaya benih ikan ini mulai dicontoh
oleh anggota kelurganya yang lain. Sehingga usaha budidaya benih ikan ini
menjadi usaha keluarga. Melihat keberhasilan Agus dan kelurganya masyarakat di
sekitar desa Jati mulai tertarik untuk menekuni usaha tersebut. Tahun 1990 usaha
budidaya benih ikan tersebut mulai diikuti dan dikembangkan oleh beberapa
petani di desa Jati seperti Zaelani dan beberapa petani ikan lainnya.
Secara bertahap selain di desa Jati tahun selanjutnya usaha budidaya benih
ikan ini secara intensif mulai berkembang ke desa lainnya di Kecamatan
Bojongpicung. Tahun 2001 di kampung Sayong, Desa Cibarengkok budidaya
benih ikan mulai dirintis oleh Herman yang belajar pada Bapak Hoer salah satu
pembudidaya benih ikan dari desa Jati. Pada tahun selanjutnya Herman sudah
dapat mengembangkan usahanya. Dengan memiliki area kolam pembenihan
sendiri. Selain menjadi pembudidaya dia juga merangkap sebagai Bandar benih
ikan di kampung Sayong (Hasil Wawancara dengan Herman, 16 Juni 2009).
Di Kampung Cikeleng budidaya benih ikan mulai dirintis oleh Ule
Sulaeman sejak tahun 1993, kemudian diikuti oleh Deden Rustandi pada tahun
1995 dan Dedi Rusmayadi tahun 2000. Para petani ikan di Kampung Cikeleng
dan petani pembenih ikan lainnya dari Desa Cibarengkok tesebut atas kesadaran
mereka sendiri sebagai petani pembenih ikan kemudian membentuk gabungan
petani pembenih ikan, dengan nama kelompok KUMPAI (Hasil Wawancara
dengan Herman, Ule Sulaeman Dedi Rusmayadi dan Deden Rustandi, Sekitar
Bulan Juli 2009). Selain kelompok KUMPAI di kampung Cikeleng, Desa
Cibarengkok beberapa petani di kampung lain juga membentuk kelompok petani
143
pembenih dengan nama kelompok yang berbeda. Kegiatan –kegiatan kelompok
petani pembenih seperti kelompok KUMPAI yaitu tukar menukar informasi
tentang usaha yang mereka tekuni, karena mereka awalnya satu Bandar ikan.
Keberadaan kelompok petani pembenih ikan yang terbentuk seperti
Kelompok Petani KUMPAI menunjukan adanya semangat dan keinginan untuk
mengembangkan usaha. Kendala –kendala yang dihadapi dalam usaha tersebut
biasanya mereka bicarakan sesama anggota kelompok dan di carikan solusi
terhadap masalah tersebut. Dengan semakin berkembangnya kelembagaan
kelompok pembenihan ikan (UPR), diharapkan kebutuhan benih ikan dapat
tercukupi seiring dengan permintaan benih ikan yang cukup tinggi sehingga dapat
menimbulkan peluang lapangan kerja baru di bidang perikanan khususnya di
Kecamatan Bojongpicung. Pada tahun 2003 Kabupaten Cianjur telah mempunyai
77 kelompok pembudidaya ikan. Jika potensi ini dikembangkan secara optimal
dan berkelanjutan maka Kabupaten Cianjur dapat menjadi lumbung ikan dimasa
yang akan datang (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Cianjur, 2003: ii).
Download