Desny 1102010 II.2 Reaksi Hipersensitivitas Tipe II Reaksi

advertisement
Desny
1102010
II.2 Reaksi Hipersensitivitas Tipe II
Reaksi hipersensitivitas tipe II atau Sitotoksis terjadi karena dibentuknya antibodi jenis IgG
atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu. Reaksi ini dimulai dengan
antibodi yang bereaksi baik dengan komponen antigenik sel, elemen jaringan atau antigen
atau hapten yang sudah ada atau tergabung dengan elemen jaringan tersebut. Kemudian
kerusakan diakibatkan adanya aktivasi komplemen atau sel mononuklear. Mungkin terjadi
sekresi atau stimulasi dari suatu alat misalnya thyroid. Contoh reaksi tipe II ini adalah
distruksi sel darah merah akibat reaksi transfusi, penyakit anemia hemolitik, reaksi obat dan
kerusakan jaringan pada penyakit autoimun. Mekanisme reaksinya adalah sebagai berikut :
1. Fagositosis sel melalui proses apsonik adherence atau immune adherence
2. Reaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K (Killer cell) yang mempunyai reseptor untuk Fc
3. Lisis sel karena bekerjanya seluruh sistem komplemen
II.2.1 Reaksi Transfusi
Menurut system ABO, sel darah manusia dibagi menjadi 4 golongan yaitu A, B, AB dan O.
Selanjutnya diketahui bahwa golongan A mengandung antibodi (anti B berupa Ig M) yang
mengaglutinasikan eritrosit golongan B, darah golongan B mengandung antibodi (anti A
berupa Ig M) yang mengaglutinasikan eritrosit golongan A, golongan darh AB tidak
mengandung antibodi terhadap antigen tersebut dan golongan darh O mengandung antibodi
(Ig M dan Ig G) yang dapat mengaglutinasikan eritrosit golongan A dan B. Antibodi tersebut
disebut isohemaglutinin.
Aglutinin tersebut timbul secara alamiah tanpa sensitasi atau imunisasi. Bentuk yang paling
sederhana dari reaksi sitotoksik terlihat pada ketidakcocokan transfusi darah golongan ABO.
Ada 3 jenis reaksi transfusi yaitu reaksi hemolitik yang paling berat, reaksi panas, dan reaksi
alergi seperti urtikaria, syok, dan asma. Kerusakan ginjal dapat pula terjadi akibat membrane
sel yang menimbun dan efek toksik dan kompleks haem yang lepas.
II.2.2 Reaksi Antigen Rhesus
Ada sejenis reaksi transfusi yaitu reaksi inkompabilitas Rh yang terlihat pada bayi
baru lahir dari orang tuanya denga Rh yang inkompatibel (ayah Rh+ dan ibu Rh-). Jika anak
yang dikandung oleh ibu Rh- menpunyai darah Rh+ maka anak akan melepas sebagian
eritrositnya ke dalam sirkulasi ibu waktu partus. Hanya ibu yang sudah disensitasi yang akan
membentuk anti Rh (IgG) dan hal ini akan membahayakan anak yang dikandung kemudian.
Hal ini karena IgG dapat melewati plasenta. IgG yang diikat antigen Rh pada permukaan
eritrosit fetus biasanya belum menimbulkan aglutinasi atau lisis. Tetapi sel yang ditutupi Ig
tersebut mudah dirusak akibat interaksi dengan reseptor Fc pada fagosit. Akhirnya terjadi
kerusakan sel darah merah fetus dan bayi lahir kuning, Transfusi untuk mengganti darah
sering diperlukan dalam usaha menyelamatkan bayi.
II.2.3 Anemia Hemolitik autoimun
Akibat suatu infeksi dan sebab yang belum diketahui, beberapa orang membentuk Ig terhadap
sel darah merah sendiri. Melalui fagositosis via reseptor untuk Fc dan C3b, terjadi anemia
yang progresif. Antibodi yang dibentuk berupa aglutinin panas atau dingin, tergantung dari
suhu yang dibutuhkan untuk aglutinasi.
II.2.4 Reaksi Obat
Obat dapat bertindak sebagai hapten dan diikat pada permukaan eritrosit yang menimbulkan
pembentukan Ig dan kerusakan sitotoksik. Sedormid dapat mengikat trombosit dan Ig yang
dibentuk terhadapnya akan menghancurkan trombosit dan menimbulkan purpura.
Chloramfenicol dapat mengikat sel darah putih, phenacetin dan chloropromazin mengikat sel
darah merah.
II.2.5 Sindrom Goodpasture
Pada sindrom ini dalam serum ditemukan antibodi yang bereaksi dengan membran basal
glomerulus dan paru. Antibodi tersebut mengendap di ginjal dan paru yang menunjukkan
endapan linier yang terlihat pada imunoflouresen.
Ciri sindrom ini glomerulonefritis proliferatif yang difus dan peredaran paru.
Perjalanannya sering fatal. Dalam penanggulangannya telah dicoba dengan pemberian
steroid, imunosupresan, plasmaferisis, nefektomi yang disusul dengan transplantasi. Jadi,
sindrom ini merupakan penyakit auroimun yang membentuk antibodi terhadap membrane
basal. Sindrom ini sering ditemukan setelah mengalami infeksi streptococ.
II.2.6 Myasthenia gravis
Penyakit dengan kelemahan otot yang disebabkan gangguan transmisi neuromuskuler,
sebagian disebabkan oleh autoantibodi terhadap reseptor astilkoli.
II.2.7 Pempigus
Penyakit autoimun yang disertai antibodi tehadap desmosom diantara keratinosit yang
menimbulkan pelepasan epidermis dan gelembung-gelembung.
Download