BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kesehatan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia, sehat secara
jasmani dan rohani. Kesehatan yang perlu diperhatikan selain kesahatan tubuh secara
umum, adalah juga kesehatan gigi dan mulut, karena kesehatan gigi dan mulut dapat
mempengaruhi kesehatan tubuh secara menyeluruh (Malik, 2008).
Kesehatan gigi dan mulut sangat penting karena gigi dan gusi yang rusak dan
tidak dirawat akan menyebabkan rasa sakit, ketidaknyamanan, cacat, infeksi akut dan
kronis, serta gangguan makan dan tidur. Maka dari itu penting untuk menjaga
kesehatan gigi dan mulut karena hal tersebut tidak hanya berdampak pada kesehatan
mulut namun juga dapat berdampak pada kesehatan tubuh secara keseluruhan
sehingga menjadi salah satu indikator kesehatan umum seseorang (Kemenker RI,
2014).
Salah satu zat yang telah terbukti dapat menjaga kesehatan gigi dan mulut adalah
xylitol. Xylitol adalah gula alkohol berantai lima karbon non-kariogenik dengan
formula (CHOH)3(CH2OH)2 yang banyak ditemukan pada berbagai produk pertanian.
Xylitol pertama kali ditemukan oleh peneliti berkebangsaan Jerman bernama Emil
Fischer pada tahun 1891. Xylitol telah digunakan sejak awal 1960-an untuk pemanis
makanan, namun penggunaannya untuk perawatan gigi baru digunakan pada tahun
1970-an (Makinen, 1978). Xylitol merupakan zat kimia organik yang memiliki efek
merangsang sekresi saliva sehingga dapat mempertahankan pH saliva dan mengurangi
pembentukan plak. Xylitol lebih efektif bila dibandingkan dengan pemanis lainnya
karena struktur kimia dan enzimatisnya yang lebih stabil sehingga tidak dapat
difermentasi oleh bakteri (Fithrony et al, 2009).
Selain itu saliva juga memiliki peran penting dalam kesehatan gigi dan mulut.
Saliva berfungsi sebagai pelindung dari bakteri dan jamur, transportasi nutrisi dan
enzim-enzim pencernaan, lubrikasi rongga mulut, remineralisasi gigi serta membantu
proses mengunyah, menelan dan berbicara. Penurunan produksi dan kualitas saliva
dapat meningkatkan risiko penyakit gigi dan mulut serta menimbulkan persepsi mulut
kering bagi penderitanya (Hopcraft dan Tan, 2010).
Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang dapat mempengaruhi sekresi
saliva. Bouquot dan Schroeder (1992) melaporkan bahwa merokok dapat
menyebabkan peningkatan jangka pendek laju aliran saliva. Namun pada perokok
berat dengan frekuensi merokok yang cukup lama dapat menyebabkan menurunnya
laju aliran saliva secara signifikan dan meningkatkan gangguan mulut dan gigi yang
berkaitan dengan mulut kering, terutama karies, ginggivitis, gigi goyah, kalkulus dan
halitosis (Rad et al, 2010). Mengingat pentingnya peranan saliva dan akibat yang
ditimbulkan oleh karena berkurangnya aliran saliva, maka perlu diupayakan
penanggulangan terhadap perokok berat dengan keluhan mulut kering atau
xerostomia.
Mulut kering atau xerostomia adalah gejala umum yang paling sering disebabkan
oleh penurunan jumlah saliva atau terjadinya perubahan kualitas saliva (Sankar dan
Rhodus, 2015). Xerostomia bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan gejala dari
berbagai kondisi seperti efek dari radiasi di kepala dan leher, atau efek samping dari
berbagai jenis obat. Hal tersebut dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan
penurunan fungsi kelenjar saliva (Davies dan Thompson, 2015).
Prevalensi xerostomia pada populasi umum masih belum dapat diperkirakan
secara pasti karena sedikitnya dan kurangnya studi yang dilakukan, bervariasi antara
0,9% sampai 64,8%. Prevalensi xerostomia hampir mencapai 100% pada pasien
dengan Sjogren syndrome dan pada pasien yang menerima terapi radiasi kepala dan
leher (Mravak, 2012). Kejadian xerostomia meningkat dengan bertambahnya usia
sehingga lebih banyak terjadi pada dewasa dan lansia (Hopcraft dan Tan, 2010).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anggarini (2010), menunjukkan bahwa
30% dari pasien yang berusia 65 tahun atau lebih mengalami keluhan mulut kering
atau xerostomia. Prevalensi xerostomia juga meningkat hingga 60% pada pasien
dengan pengobatan jangka panjang, seperti pada pasien yang menggunakan obat
psikiatri, obat anti hipertensi atau kelainan ginjal.
Xerostomia dapat diatasi dengan penggunaan bahan perangsang produksi saliva
dan bahan pengganti saliva. Bahan yang biasa digunakan sebagai perangsang
produksi saliva adalah permen karet bebas gula atau mint, oral lubricant atau
pelembab, dan memperbanyak konsumsi air untuk menjaga hidrasi. Untuk pasien
dengan hipofungsi kelenjar saliva, pilocarpin hydrochloride dapat digunakan sebagai
bahan pengganti saliva (Hopcraft dan Tan, 2010).
Salah satu bahan kimia yang telah diteliti dan terbukti efektif dalam merangsang
sekresi saliva adalah xylitol yang digunakan dalam bentuk permen karet. Pada
penelitian sebelumnya, terbukti bahwa permen karet yang mengandung xylitol dapat
bermanfaat untuk merangsang produksi saliva, meningkatkan pH plak dan saliva,
sehingga sangat baik digunakan sebagai pembersih rongga mulut (Yuliarsi dan
Lestari, 2003).
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti ingin melakukan penelitian untuk
mengetahui pengaruh mengunyah permen karet xylitol terhadap keluhan xerostomia
pada perokok.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh mengunyah permen karet xylitol terhadap keluhan
xerostomia pada perokok?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh mengunyah
permen karet xylitol terhadap keluhan xerostomia pada perokok.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bukti empiris mengenai
pengaruh mengunyah permen karet xylitol terhadap keluhan xerostomia pada
perokok dan dapat digunakan sebagai bahan perbandingan pada penelitian serupa
di kemudian hari.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar ilmiah bagi dokter
dalam menangani xerostomia pada perokok sehingga dapat dilakukan upaya
pencegahan penyakit pada gigi dan mulut.
Download