Operasi Radiofrekuensi, Apa Itu?

advertisement
Siesta
A8
kesehatan
REPUBLIKA ● AHAD, 27 MARET 2011
konsultasi
AMANDEL
Prof dr Zubairi Djoerban SpPD KHOM
Boleh Dibuang, Asal...
Oleh Reiny Dwinanda
Operasi pembuangan amandel
adalah langkah terakhir yang akan
disarankan dokter.
O
perasi amandel? Oh, itu
operasi untuk anak-anak.
Begitu anggapan umum.
Pasalnya, penyakit amandel alias tonsillitis lekat
dengan penyakit yang
diderita anak-anak.
Tonsil yang sehat akan berwarna seperti
jaringan di sekitarnya dan berpermukaan
rata. Saat sakit, ia memerah. Penyakit amandel bisa mengakibatkan sakit tenggorokan
kronis atau berulang, bau mulut, gangguan
menelan, dan tersumbatnya jalan napas bagian atas yang ditandai dengan dengkuran.
‘’Tonsilitis juga dapat memicu terjadinya
henti napas saat tidur,’’ papar Dr Agus Subagio SpTHT.
Anak yang memiliki penyakit amandel sering mengubah posisi saat tidur. Ketika pasokan oksigen tidak lancar diperoleh, secara
refleks mereka akan mencari jalan untuk
melegakan jalan napasnya. ‘’Ada yang kemudian merasa nyaman tidur sambil duduk
atau nungging,’’ imbuh dokter dari RS Puri
Indah, Jakarta Barat ini.
Sulit bernapas
Pembesaran amandel tidak melulu akan
berujung pada operasi. Terutama, jika itu
disebabkan oleh pilek. ‘’Dengan mengobati
rhinitis alergi dan radang tenggorokannya,
masalah amandel bisa ikut terselesaikan,’’
kata dokter spesialis telinga, hidung, dan
tenggorok ini.
Pembesaran amandel berindikasi operasi
juga dapat dialami oleh anak yang memiliki
alergi pernapasan dan tersumbat jalan
napasnya. Mereka seringkali bernapas lewat
mulut. Risiko infeksi saluran napas pun
menjadi lebih besar. Sebab, udara tidak tersaring lembab maupun keringnya. ‘’Ketika
terjadi infeksi berulang, amandel membesar
lalu mengecil dan kelamaan tidak bisa
kembali ke ukuran semula,’’ ucap Agus.
Operasi baru diperlukan ketika pembesaran amandel terjadi tanpa adanya pilek.
Penderitanya terpantau mengorok menetap.
‘’Amandel nan membesar pada anak yang
rongga tenggoroknya kecil menyebabkan
dengkur habitual,’’ jelas Agus.
Selain itu, ada pertanda lain yang mesti
dicermati sebelum menentukan perlutidaknya operasi. Dokter akan memastikan
adanya henti napas saat tidur. ‘’Orang tua
dapat menyewa alat polisonografi dan
memantau adakah anak mengalami henti
napas sekali dalam satu jam,’’ papar alumnus
Universitas Indonesia ini.
Amandel yang membesar dapat menjadi
penyebab obstructive sleep apnea. Sesaat setelah terjadi henti napas saat tidur, otak akan
memerintahkan penderita untuk bangun.
‘’Anak akan tersedak atau terengah napasnya,’’ kata Agus.
Amandel dan adenoid yang besar akan
mengganggu jalan napas. Anak kerap terpaksa anak bernapas dari mulut. ‘’Ini akan
membuat pertumbuhan tulang rahang yang
tidak normal hingga gigi menjadi lebih maju
alias tonggos,’’ ujar Agus.
Selain itu, anak dengan amandel yang
membesar juga sering kali masih mengompol
meski usianya sudah bukan balita. Ia dapat
pula mengalami gangguan tingkah laku
yakni hiperaktivitas. ‘’Dalam jangka panjang, kalau pembesaran tidak ditangani,
anak bisa mengalami gangguan pertumbuhan,’’ cetus Agus.
Mengapa bisa begitu? Agus memaparkan
amandel yang besar akan mengganggu kelancaran napas dan membuat anak tidak
pulas tidurnya. ‘’Mereka tidak sempat tidur
dalam.’’
Hormon pertumbuhan otomatis tidak
muncul di fase tidur permukaan. Hormon itu
hanya ada di tahap tidur dalam. ‘’Alhasil,
ketika kualitas tidur buruk, pertumbuhan
anak terhambat, terbangun dalam keadaan
tidak segar, dan tidak dapat berkonsentrasi
di sekolah,’’ urai Agus.
Selain itu, amandel yang membesar juga
dapat menyulitkan anak mencukupi kebutuhan gizinya. Ia mengalami kesulitan makan dan gampang muntah. ‘’Itu sebabnya
pada anak dengan kondisi tersebut, operasi
sangat dianjurkan,’’ tandas Agus.
Harus operasi
Operasi amandel harus didahului dengan
indikasi medis. Dokter harus seksama
memeriksa latar belakang pasien. ‘’Alasan
medisnya mesti kuat, tak boleh asal membuang amandel,’’ tegas Agus.
Lantas, kapan perlu operasi amandel?
Agus menjelaskan bagian tubuh di rongga
mulut ini ada manfaatnya. ‘’Ketika keberadaannya mendatangkan efek buruk yang
lebih besar, dokter biasanya menganjurkan
pengangkatan tonsil.’’
Operasi pembuangan amandel dapat
dilakukan saat usia balita. Pasien termuda
yang Agus pernah operasi berusia tiga tahun.
‘’Tidak perlu menunggu besar untuk menjalaninya.’’
Pada usia kanak-kanak, lanjut Agus, pendarahan tidak akan sebanyak orang dewasa.
Itu sebetulnya faktor alamiah karena pembuluh darah anak lebih kecil. ‘’Jadi, ada
‘keuntungan’ kalau dilakukan sewaktu usia
dini.’’
Kendati demikian, operasi amandel tidak boleh dilaksanakan
sembarang waktu. Pasien
harus menyiapkan diri.
‘’Ia mesti dalam kondisi
fit dan tidak ada kon-
tra indikasi,’’ urai Agus.
Untuk kasus serius
Penyakit seputar amandel memang lebih
lazim diderita oleh anak-anak. Puncaknya,
pada usia lima sampai 15 tahun. ‘’Sebab,
selama rentang waktu itu anak sudah makin
aktif namun sistem imunitasnya belum
setangguh orang dewasa dan infeksi saluran
napas sering mereka alami,’’ jelas Agus.
Namun, kasus pada usia dewasa juga
banyak. Penyakit amandel pada dewasa jika
tidak ditangani dapat menurunkan libido.
‘’Tentu, ini akan mengganggu keharmonisan
rumah tangga,’’ komentar Agus.
Gejala yang dialami oleh penderita tonsilitis beragam. Di mulai dengan rasa kering
pada tenggorokan, nyeri saat menelan, serta
demam yang terkadang diikuti flu, sakit
kepala, bau mulut dan mual. ‘’Lalu, ada juga
yang sampai mengalami pembesaran kelenjar getah bening di sekitar leher,’’ tutur Agus.
Penanggulangan tonsilitis dapat dilakukan
dengan beberapa tahapan. Sebagai langkah
awal, terapi obat antibiotik untuk mematikan kuman penyerang. ‘’Jadi, operasi bukan
pilihan utama,’’ tegas Agus.
Operasi ditujukan untuk kasus serius. Misalnya, tonsil yang terus membesar sampai
mengganggu jalan napas atau jalan makan.
‘’Juga terhadap tonsil yang menjadi sarang
kuman hingga memicu infeksi berulang sampai tujuh kali setiap tahun atau 10 kali dalam
dua tahun maupun tiga kali dalam setahun
berturut-turut,’’ urai Agus. n ed: nina chairani
onsilektomi atau operasi amandel merupakan tindakan yang sangat lazim. Bahkan,
inilah operasi yang paling sering di bidang
spesialisasi telinga, hidung, dan tenggorokan
(THT). Meski begitu, pembuangan amandel
bukan operasi ringan, seperti sunat.
Dr Agus Subagio SpTHT menjelaskan amandel
terletak di jalan napas. Akan berbahaya jika terjadi
perdarahan ketika proses operasi. ‘’Belum lagi ada
risiko anestesi dari bius umum.’’
Agus mengingatkan agar masyarakat tidak
menyurutkan menjalani operasi amandel setelah
mengetahui fakta tersebut. Apalagi, penyebab tonsilitis atau penyakit amandel tidak selalu ringan.
‘’Jika pencetusnya ialah infeksi streptococcus
T
Yth Dr Zubairi,
Assalamualaikum wr wb,
Salah satu sepupu perempuan saya sakit lupus sejak setahun
yang lalu. Mula-mula ia mengeluh sakit tulang dan sendi, pegal
linu, disertai demam meriang. Setelah pindah dokter tiga kali,
baru ketahuan sakitnya. Banyak obat yang telah ia konsumsi
sampai sekarang, mulai dari metilprednisolon sampai obat
warung semacam parasetamol, piroksikam, dan milanta.
Pertanyaan saya, obat untuk lupus itu yang benar obat saja?
Saya melihat, kok banyak sekali variasi obat-obat yang dikonsumsi odapus. Terima kasih penjelasannya.
Hapsari, Jakarta Selatan
Waalaikumussalam wr wb,
Mbak Hapsari yang baik, obat-obat yang diberikan dokter
kepada odapus memang berbagai macam, dapat dikelompokkan
misalnya pada obat antiperadangan/inflamasi, kortikosteroid,
obat antimalaria, antisupresan, dan antikoagulan. Baiklah saya
bahas secara singkat satu per satu.
Antiinflamasi. Obat antiinflamasi membantu memulihkan
banyak keluhan yang dialami odapus, baik untuk mengurangi
peradangan maupun mengurangi rasa nyeri. Obat antiinflamasi
merupakan obat yang paling sering dipakai untuk menangani
penyakit lupus, khususnya untuk mengurangi demam panas dan
nyeri sendi; biasanya keluhan membaik dalam beberapa hari
setelah mengonsumsi obat ini sebagai obat tambahan.
Aspirin. Obat murah dan dapat dibeli di warung di mana-mana.
Aspirin bermanfaat untuk mengurangi rasa nyeri, antiperadangan, dan sekaligus antipembekuan darah. Sayangnya, cukup
banyak orang yang lambungnya tidak tahan aspirin. Aspirin juga
bermanfaat sebagai obat antiagregasi trombosit untuk mencegah pembekuan dan bisa digunakan pada lupus dengan komplikasi APS (anti-phospholipid syndrome)
Acetaminophen (parasetamol). Berguna untuk mengurangi
nyeri. Obat ini di masyarakat dikenal sebagai parasetamol,
panadol, dumin. Namun, beda dengan aspirin, acetaminophen
tidak bisa mengurangi reaksi inflamasi akibat lupus. Efek
samping nyaris tidak ada, efek samping ke lambung minimal.
Walaupun amat jarang, obat ini dapat menyebabkan gagal hati
akut.
Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs (NSAIDs). Obat ini
berguna menekan reaksi inflamasi dan khususnya bermanfaat
mengurangi nyeri dan kaku sendi. Contohnya adalah ibuprofen,
pyroxicam, naproxen, indomethacin, dan celecoxib. Seperti juga
aspirin, obat NSAIDs dapat menyebabkan iritasi lambung,
menyebabkan gastritis, dan ulkus lambung. Obat-obat ini
sebaiknya dikonsumsi bersamaan sewaktu atau segera setelah
makan, atau bersama-sama dengan minum susu atau obat
antasida (ranitidine, omeprasol, lansoprasol). Efek samping lain
adalah dapat mengurangi peredaran ke ginjal. Jadi, perlu hatihati untuk pemakaian jangka panjang.
Korticosteroid (glucocorticoids, cortisone, steroid). Bekerja
cepat mengurangi pembengkakan, nyeri, dan panas yang terkait
dengan reaksi inflamasi. Manfaat terjadi melalui pengurangan
respons imun. Obat yang termasuk golongan ini antara lain prednison, prednisolon, metilprednisolon, dan deksametason.
Prednison obat yang amat efektif untuk mengatasi lupus dan
harganya paling murah. Prednisolon dan metilprednisolon mempunyai mekanisme kerja dan manfaat serupa prednisone dan
lebih banyak digunakan khususnya bila gangguan faal hati.
Dosis steroid biasanya dimulai dengan dosis tinggi, kemudian
secara bertahap dikurangi, sampai dosis terendah yang masih
bermanfaat untuk mengontrol penyakit lupus. Efek samping
steroid amat bervariasi. Karena itu, pemberian obat ini harus
dengan petunjuk dokter.
Antimalaria. Klorokuin bekerja mnegurangi reaksi inflamasi
(reaksi radang), bisa mengatasi lupus, khususnya yang bermanifestasi sakit sendi atau kemerahan pada kulit. Kombinasi obat
antimalaria dengan metilprednisolon atau prednison, memudahkan dokter untuk mengurangi dosis obat-obat tersebut
sehingga efek samping metilprednisolon dapat diminimalkan.
Jadi, manfaat klorokuin—yang harganya murah—untuk lupus
adalah mengurangi kebutuhan dosis metilprednisolon, mengatasi keluhan pada sendi dan kulit. Klorokuin juga kadangkadang menimbulkan efek samping, antara lain, mual, muntah,
diare, dan sakit perut.
Immunosuppresan (Immuno modulator). Ada beberapa obat
imunosupresan yang bisa dimanfaatkan untuk mengobati lupus,
biasanya dikombinasikan dengan steroid. Obat golongan ini
dapat menekan reaksi inflamasi dan reaksi imun yang berlebihan, khususnya bila steroid gagal atau memerlukan dosis steroid
terlalu tinggi. Obat obat yang termasuk golongan ini antara lain
cyclophosphamide (lupus ginjal), methotrexate (lupus sendi),
dan azathioprine (Imuran).
Antikoagulan. Pada kondisi tertentu, odapus memerlukan
obat antikoagulan, yaitu misalnya terjadi DVT (deep vein thrombophlebitis, bekuan di pembukuh vena betis) atau APS (antiphospholipid syndrome, sakit kepala, keguguran berulang) perlu
injeksi heparin yang sering kali harus dilanjutkan dengan warfarin (simarc) ataupun simarc tambah aspirin dosis rendah.
Pemberian warfarin perlu pemantauan berkala tes darah yang
disebut INR atau masa prothrombin.
AMIN MADANI/REPUBLIKA
IMUNITAS
Penyakit seputar amandel lebih lazim diderita oleh anak-anak hingga usia 15 tahun.
Operasi Radiofrekuensi, Apa Itu?
Oleh Reiny Dwinanda
Obat-Obat Lupus
beta hemoliticus, penderitanya berisiko mengalami kelainan katup jantung dan ginjal akibat
racun yang dikeluarkan bakteri tersebut.’’
Penyakit amandel bisa terjadi dengan atau
tanpa adanya infeksi. Amandel yang terinfeksi
akan membesar, berwarna kemerahan, dan
tampak ada kotoran putih kekuningan.
‘’Sedangkan penyakit amandel lainnya ialah
pembesaran,’’ ungkap Agus.
Infeksi tonsil dapat menjalar dan mengakibatkan sinusitis, radang telinga tengah, dan
bronkitis. Pada kondisi berat, penderita sangat
mungkin mengalami abses leher dalam dan
pneumonia. ‘’Abses akan terlihat lewat CT-scan
dan nantinya dokter bisa membuatkan lubang di
leher supaya jalan napas terbebas,’’ urai Agus.
Untuk kenyamanan pasien, Agus merekomenda-
sikan operasi dengan radiofrekuensi. Cara ini akan
meminimumkan volume perdarahan serta nyeri
pascaoperasi. ‘’Pasien sudah dapat diet normal di
hari ke lima dan sembuh dalam dua pekan.’’
Betulkah mereka yang menjalani operasi
amandel nantinya akan mudah terserang penyakit? Kabar itu ternyata hanyalah mitos. ‘’Sebab,
begitu amandel dibuang, posisinya sebagai
organ limfoid sekunder diambil alih oleh organ
limfoid lainnya,’’ cetus Agus.
Orang yang sudah menjalani tonsilektomi
otomatis tidak akan mengalami radang amandel
lagi. Kecuali, pada mereka yang amandelnya
tidak dibuang sampai ke akar. ‘’Biasanya yang
menjalani operasi pembuangan amandel sebagian ialah pasien yang menderita sumbatan jalan
napas,’’ kata Agus. n
Obat baru
Ada beberapa obat baru untuk penyakit lupus, sebagian sudah
tersedia di Indonesia, sebagian lagi masih dalam tahap akhir
penelitian. Namun, perlu diingatkan bahwa sebagian besar
odapus hanya memerlukan obat kortikosteroid yang murah dan
beberapa obat yang disebutkan di atas. Hanya beberapa odapus
yang memerlukan obat baru, yang tentu saja mahal dan juga
tidak bebas dari efek samping. Obat baru yang mungkin bermanfaat untuk penyakit lupus di kemudian hari adalah sebagai
berikut.
Prasterone (prestara) yang mengandung sintetik dehydroepiandrosterone (DHEA). Sebagai catatan, ada obat bebas
yang juga mengandung DHEA saat ini, namun belum diteliti keamanannya dan dosis yang berguna untuk lupus.
Rituximab (mabthera) adalah obat yang termasuk antibodi
monoklonal, bekerja terhadap CD20 yang ada di limfosit B.
Walaupun ada laporan kasus beberapa pasien lupus membaik,
belum didukung bukti kuat yang berdasarkan penelitian.
Rituximab belum disetujui untuk pengobatan lupus.
Abatacept (orenciar) adalah immunoglobulin anti-CTLA4 yang
merupakan modulator kostimulasi. Saat ini, sudah disetujui
untuk pengobatan artritis rematoid, namun belum disetujui
untuk pengobatan lupus, masih dalam fase 2/3 uji klinik.
Benlysta. Nama dagang dari antibodi monoklonal belimumab
ini disetujui FDA untuk pengobatan lupus. Obat ini bermanfaat
pada sekitar 30 persen odapus. Beberapa antibodi monoklonal
sedang dan terus diteliti untuk pengobatan lupus. n
Download