Bersiap untuk menghadapi masa sulit

advertisement
INDONESIA
ECONOMIC
BRIEFING
NOTE
IEB-2008-01
Perkembangan Mutakhir Ekonomi Triwulan Indonesia
Bersiap untuk menghadapi masa sulit
10 December 2008
The World Bank
Tiga bulan terakhir merupakan masa yang menentukan dan penuh cobaan bagi
Indonesia. Seperti banyak negara berkembang lainnya, Indonesia harus menghadapi
dampak langsung yang ditimbulkan oleh gejolak dan krisis kepercayaan yang telah
mengacaukan sistem keuangan global sejak pertengahan bulan September. Pada waktu
yang bersamaan, Indonesia juga mempersiapkan diri untuk menghadapi perlambatan
pertumbuhan yang telah diantisipasi sebelumnya, serta menghadapi pengetatan likuiditas
pada beberapa triwulan mendatang.
Indonesia memasuki krisis ekonomi global pada triwulan terakhir tahun 2008 dalam
posisi yang menguntungkan. Pertumbuhan PDB riil berhasil mencapai tingkat tertinggi
6,3 persen dalam kurun waktu sepuluh tahun pada tahun 2007. Dan Indonesia adalah
satu-satunya perekonomian besar di Asia Timur yang tidak mengalami perlambatan
pertumbuhan pada semester pertama tahun 2008, walaupun kondisi pasar global tidak
stabil dan perekonomian dunia mulai melamban. Sebelumnya memang diperkirakan
bahwa Indonesia akan mampu melampaui perlambatan ekonomi global berskala moderat.
Hal ini disebabkan karena Indonesia merupakan negara besar yang memiliki tingkat
permintaan domestik yang cukup mantap, perbedaan sistem ekspor dan tujuan ekspor,
serta memiliki sejarah pengelolaan fiscal yang bijaksana.
Akan tetapi, krisis ekonomi global sejak pertengahan bulan September yang lalu,
telah mempengaruhi pasar keuangan dan harapan ekonomi Indonesia yang
merugikan. Dengan perhitungan modal yang relatif terbuka, jumlah investor asing yang
signifikan dalam pasar saham dan obligasi, dengan warisan krisis tahun 1998 (yang
mengakibatkan para investor Indonesia sensitif terhadap pergerakan nilai tukar dan
rentan terhadap pelarian modal) Indonesia tergantung pada “modal eksternal yang aktif”.
Pemaparan keuangan lebih besar, digabung dengan harga komoditi yang menukik tajam
dan kebutuhan pembiayaan bruto yang besar, telah menampakkan diri dalam pasar
saham yang memburuk, hasil obligasi dan pertukaran kredit gagal dalam negeri dan
internasional yang meningkat secara dramatis maupun depresiasi nilai tukar. Dalam
konteks suatu krisis likuiditas global, memuncaknya penghindaran risiko dan daya gejolak
dalam pasar-pasar keuangan, pemaparan tersebut mengakibatkan Indonesia rentan
terhadap arus keluar modal yang mendadak.
Menghadapi risiko-risiko yang meningkat tersebut tim manajemen perekonomian
Indonesia telah bergerak secara pro-aktif. Pemerintah Indonesia telah mengambil
langkah-langkah pencegahan untuk mengantisipasi masalah-masalah termasuk memberi
wewenang hukum kepada Pemerintah untuk mengintervensi lembaga-lembaga
keuangan, menaikkan batas asuransi deposito, dan mengurangi tekanan pembiayaan
anggaran, maupun langkah-langkah cepat untuk menyediakan likuiditas yang diperlukan
baik di pasar dolar maupun di pasar rupiah.
Keadaan ekonomi
tahun 2008
Indonesia
memasuki
triw ulan
terakhir
Selama satu setengah tahun sampai pertengahan tahun 2008, Indonesia telah
mencapai kinerja ekonomi terbaik sejak krisis pada akhir tahun 1990an, sedangkan
hasil triwulan ketiga 2008 melampaui harapan. Angka PDB naik 6,1 persen dalam 1
tahun sampai triwulan September 2008, sesudah pertumbuhan 6,4 persen dalam
semester pertama tahun 2008 dan kenaikan 6,3 persen tahun 2007. Berbeda dengan
negara-negara lain, Indonesia tidak mengalami perlambatan pertumbuhan selama
semester pertama tahun 2008, dan pertumbuhannya berlandasan luas. Permintaan dalam
negeri, terutama dalam hal investasi swasta, merupakan pemacu pertumbuhan utama,
dengan jumlah ekspor bersih yang memberi kontribusi yang memasuki tahun 2008.
Walaupun tetap masih di bawah tingkat-tingkat pra-krisis, investasi naik hampir 26 persen
dari PDB. Data triwulan ketiga tetap menunjukkan pertumbuhan berlandasan luas.
December
2008
Indonesia Quarterly Economic Update
Neraca pembayaran Indonesia tetap terus menunjukkan surplus secara berurutan
di tahun ketiga selama tiga triwulan pertama tahun 2009, dan cadangan bertambah
secara signifikan sebelum kembali ke tingkat tahun 2007 baru-baru ini. Indonesia
menikmati surplus neraca pembayaran sebesar 2,5 persen PDB pada tahun 2007, dan
1,8 persen PDB selama tiga triwulan pertama tahun 2008. Rekening koran mencatat
surplus kecil untuk tahun ini, walaupun ada defisit-defisit kecil dalam triwulan kedua dan
ketiga yang disebabkan harga minyak yang tinggi yang mempengaruhi nilai-nilai
perdagangan. Indonesia tetap mengakumulasi cadangan luar negeri selama semester
pertama tahun 2008, mencapai puncak sebesar USD 60 milyar pada pertengahan tahun
sebelum jatuh menjadi USD 50 milyar pada akhir bulan Oktober karena Bank Sentral
melakukan intervensi untuk menjaga nilai rupiah terhadap daya gejolak di pasar-pasar
keuangan internasional. Total utang eksternal jatuh di bawah 35 persen dari PDB
(berdasarkan nilai tukar awal Desember) pada bulan Oktober 2008, dengan 16 persen
dari PDB jatuh tempo dalam satu tahun.
Indonesia telah memelihara defisit anggaran menyeluruh pada tingkat-tingkat yang
rendah menurut standar internasional. Pemerintah telah merealisasikan defisit
anggaran sedikit dibawah 1,3 persen PDB pada tahun 2007, sedikit lebih kurang daripada
yang diproyeksikan. Pada tahun fiskal 2008, proyeksi-proyeksi terakhir pemerintah
menyarankan defisit jatuh mencapai 1,0 persen dari PDB, dibandingkan dengan 2,1
persen defisit yang diproyeksi lebih awal dalam tahun ini. Anggaran yang diusulkan untuk
tahun fiskal 2009 memproyeksikan defisit sebesar 1,0 persen dari PDB karena
pemerintah berusaha meminimalkan pembiayaan. Daya gejolak saat ini pada komoditi
dan devisa di pasar internasional, ditambah dengan ketidakpastian yang signifikan
mengelilingi harapan ekonomi global yang mengakibatkan marjin kekeliruan yang lebih
besar daripada biasa.
Indonesia mendekati krisis dengan pertumbuhan kuat
yang berbasis luas
Pemerintah memproyeksi defisit anggaran yang rendah
untuk tahun 2008 dan 2009
(Pertumbuhan dan kontribusi dari tahun ke tahun)
(Persentase dari PDB)
24%
10%
9%
Expenditure
8%
(LHS)
21%
6%
4%
18%
3%
Revenue
2%
(LHS)
0%
0%
15%
-2%
2005
2006
12%
2007
(RHS)
Proposed deficit
(RHS)
Q4
Q3
Q2
Q1
Q4
Q3
Q2
Q1
Gov't consumption
Statistical discrepancy
Q4
Q3
Q2
Q1
Q4
Q3
Private consumption
Investment
Net exports
Q1
-6%
Realized deficit
Q2
-4%
6%
2008
Sources: BPS and World Bank
-3%
Balance
(RHS)
9%
2000
2002
2004
-6%
2006
2008*
* Latest projection
Sources: Ministry of Finance, BPS and World Bank
Perbaikan dalam keuangan publik Indonesia mencerminkan disiplin fiskal
menyeluruh serta pergerakan kebijakan spesifik untuk menyikapi subsidi energi.
Dalam bulan Mei 2008 pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi dengan rata-rata 29
persen, yang meringankan sebagian dari beban anggaran akibat harga-harga yang
melambung. Sebagian dari penghematan yang dicapai mendanai suatu program transfer
tunai yang dirancang untuk mengimbangi biaya BBM dan pangan yang lebih tinggi bagi
70 juta penduduk miskin dan prasejahtera di Indonesia. Dalam usulan anggaran untuk
tahun 2009, pemerintah mengambil langkah inovatif lebih lanjut untuk memagari biaya
anggaran untuk subsidi energi. Dengan persetujuan DPR, pemerintah, mulai tahun 2009,
akan menurunkan basis efektif untuk transfer regional dengan jumlah total subsidi yang
disediakan. Langkah ini secara efektif akan menurunkan biaya subsidi 26 persen untuk
pemerintah pusat, sementara menyejajarkan insentif pemerintah-pemerintah daerah, yang
kemudian akan berbagi dalam pendapatan yang diperoleh dari pengurangan subsidi BBM
INDONESIA ECONOMIC BRIEFING NOTE
The World Bank
2
December
2008
Indonesia Quarterly Economic Update
dan subsidi lain di masa datang. Langkah ini penting karena harga BBM yang diregulasi
di Indonesia (minyak tanah, gas dengan kandungan oktan rendah, dan diesel untuk
angkutan) merupakan yang paling rendah di Kawasan. Sesungguhnya, kebanyakan
negara memajaki BBM untuk menyerap eksternalitas lingkungan dan eksternalitas
lainnya. Jatuhnya harga minyak secara tajam selama bulan November mengantar harga
BBM internasional di bawah tingkat harga BBM yang diregulasi di Indonesia, dan sebagai
respon pada tanggal 1 Desember pemerintah menurunkan harga bensin dalam negeri
sebanyak 8 persen, menjadi Rp5.500 per liter. Pemerintah saat ini sedang
mempertimbangkan berbagai mekanisme untuk mengaitkan harga domestik yang
diregulasi dengan pergerakan harga pasar BBM, dengan demikian memajukan
penerimaan pasar akan harga BBM yang berubah-ubah.
Suatu perbaikan menakjubkan dalam sistem pengumpulan pajak pemerintah juga
telah memperkuat keuangan Indonesia. Total pendapatan pajak selama sepuluh bulan
pertama tahun 2008 hampir 50 persen lebih tinggi daripada selama kurun waktu yang
sama pada tahun 2007 dan kenaikan ini tampaknya berbasis luas. Bukti-bukti anekdotal
menyatakan pertumbuhan luar biasa ini adalah akibat serangkaian faktor, termasuk kantor
pajak menargetkan para wajib pajak dalam berbagai sektor komoditi yang sangat
menguntungkan dan memperbaiki manajemen kepegawaian internalnya.
Inflasi, kekhawatiran terbesar dari pembuat kebijakan untuk pertengahan tahun,
memuncak dalam triwulan ketiga tahun 2008, setelah respon kebijakan BI dan
tekanan harga batas atas yang berkurang. Laju inflasi Indonesia selama satu tahun
sampai bulan November 2008 adalah 11,7 persen. Dengan barang pangan yang
merupakan lebih dari 40 persen IHG Indonesia, harga pangan yang lebih tinggi ini
menjelaskan sebagian besar dari kenaikan tersebut terjadi dari akhir tahun 2007 sampai
pertengahan tahun 2008. Kemudian inflasi menjadi berbasis lebih luas karena kenaikan
rata-rata 28,7 persen dalam harga BBM oleh pemerintah pada akhir bulan Mei
mempunyai dampak langsung yang diharapkan tetapi juga menyebabkan penyesuaian
harga secara umum. Sejak bulan Mei 2008, BI bergerak untuk memperlambat
pertumbuhan kredit yang semakin cepat dan menaikkan harapan inflasi dengan
menggeser kebijakan moneter ke arah landasan berkontraksi. BI menaikkan tarif polisnya
dalam enam angsuran bulanan sebesar 25 basis points (bps), dari 8,00 menjadi 9,50
persen pada bulan Oktober, dan pengumuman-pengumuman publiknya mengaitkan
kenaikan tingkat dengan kekhawatiran mengenai tekanan inflasi yang dipacu oleh
permintaan. Walaupun tingkat inflasi tahun ini akan melampaui target BI, Bank
mengindikasikan bahwa mereka tetap berfokus pada target jangka panjang inflasi 3.5
persen di tahun 2013. Harapan inflasi ini sekarang telah kembali pada tingkat-tingkat akhir
tahun 2007, dengah harga komoditi, harga produsen batas atas dan pertumbuhan dalam
suplai uang semuanya menyarankan bahwa tekanan-tekanan inflasi telah berkurang.
Berkurangnya tekanan inflasi, pengurangan yang tampak dalam tekanan ke bawah
terhadap rupiah dan lingkungan pertumbuhan eksternal yang melemah dengan pesat
(dibahas di bawah ini) menyebabkan BI untuk menurunkan tarif polisnya dengan 25 bps
menjadi 9,25 persen pada rapat bulan Desember.
Percepatan pertumbuhan selama tiga tahun terakhir dicerminkan dalam angka
kemiskinan dan pekerjaan Indonesia. Tingkat kemiskinan Indonesia, diukur menurut
garis kemiskinan nasional, jatuh dari 16,6 persen pada bulan Maret 2007 menjadi 15,4
persen pada bulan Maret 2008. Penurunan tersebut tetap mengikuti tren tingkat
pernurunan kemiskinan yang bertahap. Dalam tingkat kemiskinan perkotaan dan
pedesaan menurun dalam tahun 2008 dan penurunan ini terjadi bersamaan, bahkan
daerah-daerah termiskin mencacat penurunan dalam tingkat kemiskinan mereka.
Simulasi-simulasi menyarankan bahwa mengingat pertumbuhan mantap pada tahun 2007
dan tahun 2008, kemiskinan seharusnya akan berkurang lebih banyak lagi, mungkin
sebanyak dua poin presentase tambahannya yang seandainya tidak terjadi kenaikan
hampir 16 persen dalam harga pangan antara bulan April 2007 dan April 2008. Pasar
perburuhan Indonesia juga tampak menuju ke arah yang membaik dan fenomena
“pertumbuhan tanpa pekerjaan” mulai berkurang. Angka-angka pekerjaan dari survai
angkatan perburuhan nasional terakhir (bulan Februari 2008) menunjukkan adanya
perbaikan hasil-hasil pasar perburuhan, meneruskan tren perbaikan sejak tahun 2005.
Dalam tingkat pekerjaan, pangsa angkatan buruh dalam pekerjaan non-tani, maupun
pangsa pekerjaan angkatan kerja di sektor formal semuanya naik, sedangkan angka
pengangguran terbuka berkurang.
INDONESIA ECONOMIC BRIEFING NOTE
The World Bank
3
December
2008
Indonesia Quarterly Economic Update
Akan tetapi krisis global sejak pertengahan September telah
mempengaruhi pasar-pasar keuangan Indonesia dan harapan
ekonomi
Pasar-pasar keuangan Indonesia telah dipengaruhi secara negatif oleh krisis global
sejak pertengahan September, walaupun kecuali pasar-pasar efek, tidak lebih
menonjol daripada negara-negara lain. Pada awal bulan Desember 2008, bursa efek
Indonesia telah jatuh 56 persen sejak permulaan tahun, tipikal bagi pasar-pasar lain di
kawasan. Saham pertambangan dan pertanian telah menukik tajam sejak awal tahun
2008 mencerminkan adanya harapan menurun bagi harga-harga komoditi. Saham sektor
keuangan rata-rata jatuh tidak sebanyak pasar menyeluruh, mencerminkan pemaparan
langsung terbatas dari bank-bank Indonesia terhadap perkembangan-perkembangan
terutama di pasar-pasar keuangan Amerika Serikat, ditambah landasan modal yang kuat
dan tingkat-tingkat kredit macet (kredit macet sebesar 3,9 persen pada bulan September
2008).
Rupiah mengalami tekanan sejak awal bulan Oktober. Rupiah bergerak ke sisi
terhadap dolar AS selama 12 bulan sampai bulan Agustus. Tetapi pada bulan Oktober
2008, Rupiah terus terdepresiasi, kehilangan 29 persen nilainya terhadap Dolar AS pada
awal bulan Desember. Bank Indonesia mengintervensi di pasar spot terutama pada bulan
September dan bulan Oktober. Intervensi dini sebagian dipacu oleh kekhawatiran untuk
membiarkan Rupiah meliwati berbagai ambang (misalnya, Rp 10,000 per USD) yang bisa
memicu pelarian modal dalam negeri. Intervensi bersih BI tampak minimal pada bulan
November, dengan cadangan devisa Bank Sentral sebesar USD 50,182 milyar pada akhir
November, hanya USD 400 di bawah tingkat-tingkat akhir bulan Oktober.
Setelah melebihi prestasi pasar-pasar lain selama tahun
2006, pasar efek Indonesian telah jatuh dengan pasar-pasar
global pada tahun 2008
Rupiah mengalami tekanan sejak awal Oktober
(USD index, 1 January 2006=100)
300
Index
16,000
▲ Depreciate
250
EUR
14,000
Indonesia
200
12,000
150
10,000
USD
Developing economies
100
8,000
AUD
▼ Appreciate
50
2006
2007
2008
Source: World Bank
6,000
2006
2007
2008
Source: CEIC
Dampak-dampak langsung dari krisis keuangan Amerika Serikat terhadap sistem
perbankan dalam negeri, yang memegang hampir 80 persen dari aset-aset finansial,
sejauh ini terbatas. Rasio NPL sebesar 3,9 persen pada bulan September 2008, relatif
rendah. Akan tetapi, bank-bank Indonesia menghadapi tantangan-tantangan. Selama
setahun terakhir, pertumbuhan pinjaman, lebih dari 36 persen, adalah sangat luar biasa
cepatnya. Dengan deposito bertumbuh kurang dari separuh kecepatan ini, rasio pinjamandeposito meningkat pesat dan mengurangi likuiditas memasuki krisis. Depresiasi dan
pengrusakan permintaan akan mempengaruhi pendapatan korporasi dan mengakibatkan
peningkatan NPL dan erosi modal bank ke depan.
Pemaparan (exposure) sektor korporasi non-finansial terhadap krisis global sejauh
ini terbatas kecuali untuk beberapa kasus khusus dan laporan-laporan yang
INDONESIA ECONOMIC BRIEFING NOTE
The World Bank
4
December
2008
Indonesia Quarterly Economic Update
meningkat tentang kesulitan di bidang keuangan perdagangan. Titik-titik rentan
neraca sektor korporasi Indonesia telah berkurang selama dasawarsa terakhir. Korporasikorporasi Indonesia kebanyakan membiayai investasi mereka melalui pendapatan yang
ditahan, dan rasio-rasio pinjaman di sektor korporasi telah turun.Tetapi bila perusahaan
meminjam, mereka sering kali memilih melakukan hal tersebut dari sumber-sumber luar
negeri. Pada tahun 2007 perusahaan-perusahaan Indonesia memperoleh hampir separuh
dari pembiayaan ekstern mereka dari sumber luar negeri dan pemaparan tersebut
terhadap sumber luar negeri untuk pendanaan menyebabkan perusahaan rentan
terhadap syarat-syarat pasar keuangan global ketika pinjaman jatuh tempo. Ada juga
kasus korporasi Indonesia, terutama yang padat komoditi, yang memperoleh
keterdadahan signifikan terhadap pasar utang luar negeri setelah menggadai saham
sebagai agunan untuk perluasan. Akan tetapi, keterdadahan utang ekstern jangka
pendek menyeluruh dari sektor swasta maupun sektor publik tampaknya dapat
ditangani—USD 22,8 milyar jatuh tempo dalam waktu satu tahun sejak bulan Oktober
2008— mengingat cadangan internasional sebesar USD 50 milyar (pada tgl 28
November). Ada juga laporan yang semakin banyak oleh eksportir dan importir bahwa
bank-bank Indonesia tidak melunasi L/C dari bank luar negeri, dan timbal balik, akibat
masalah likuiditas dolar dan persepsi risiko rekanan yang meningkat.
Pasar-pasar utang pemerintah terutama terpukul cukup keras oleh krisis yang
meluas, dengan hasil-hasil atas obligasi dalam Rupiah maupun USD naik tajam.
Pasar obligasi Rupiah dalam negeri khususnya rentan terhadap perubahan-perubahan
dalam perasaan. Kecenderungan-kecenderungan tersebut jelas kelihatan dalam bulan
Maret dan April, ketika, dalam konteks harga minyak yang meningkat dan kekhawatiran
mengenai permintaan pembiayaan untuk subsidi yang melambung, hasil-hasil melonjak
dan omset anjlok. Sesudah kenaikan harga BBM oleh pemerintah, sikap anti-inflasi BI
yang lebih kuat, dan penerbitan obligasi USD yang sukses, perdagangan kembali pada
tingkat normal selama bulan Juli dan bulan Agustus, dan harga-harga obligasi naik. Akan
tetapi, hasil-hasil atas obligasi dalam negeri Indonesia tetap terangkat dan naik bahkan
lebih tajam dan signifikan daripada di tempat lain dengan krisis keuangan global pada
bulan September dan Oktober 2008. Akhir November harga-harga tampak sedikit
memulih, dan penjualan oleh pemegang obligasi luar negeri melamban, tetapi pasar tetap
rapuh dan hasil obligasi berada lebih dari sepertiga di atas tingkat-tingkat satu tahun
yang lalu.
Keuangan pemerintah terutama rapuh terhadap kenaikan dalam penghindaran
risiko global dan keterjangkitan oleh pasar ekstern karena kebutuhan pembiayaan
bruto Indonesia besar. Struktur termin obligasi Indonesia mengakibatkan omset yang
jauh lebih tinggi dalam tahun 2007 dan tahun 2008, dan amortisasi diproyeksikan akan
berada pada tingkat tinggi sepanjang tahun 2011 (dengan asumsi tidak banyak
perubahan dari nilai tukar dan suku bunga pada bulan September 2008). Indonesia
berhasil mengerahkan lebih dari USD 12 milyar dari pasar-pasar dalam negeri dan
internasional pada tahun 2007 dan tahun 2008 masing-masing. Akan tetapi pengetatan
likuiditas global dan premi risiko lebih tinggi bergabung dengan kebutuhan pembiayaan
bruto tinggi untuk menaikkan suku bunga atas utang Indonesia dibandingkan dengan
perekonomian-perekonomian lain di Kawasan. Strategi pembiayaan pemerintah untuk
tahun kalender 2009 berimplikasi pinjaman ekuivalen USD 10,6 milyar dari pasar-pasar.
Akan tetapi, Indonesia proaktif mendekati para mitra pembangunan dan meminta bantuan
tambahan untuk pembiayaan anggaran apabila pasar-pasar tetap tidak likuid.
INDONESIA ECONOMIC BRIEFING NOTE
The World Bank
5
December
2008
Indonesia Quarterly Economic Update
Hasil-hasili atas obligasi pemerintah Indonesia naik lebih tajam daripada di tempat lain selama puncak crisis
finansial saat ini, dan sejak itu sedikit memulih
Hasil-hasli obligasi dlm mata uang dalam negeri
%
21
Sebaran obligasi negara dlm USD
1200
bps
18
1000
Indonesia
15
800
12
600
9
400
Philippines
6
200
Thailand
3
0
0
-200
2005
2005
2006
Indonesia stripped spreads
(USD bonds)
2007
2008
Source: CEIC
Indonesian spreads less E. Asia average
2006
2007
2008
Sources: JP Morgan and World Bank
Ada konsensus bahwa ekonomi-ekonomi maju sedang menuju ke arah resesi yang
panjang dan perlambatan pertumbuhan yang lebih menonjol di Indonesia pada tahun
2009 juga diharapkan saat ini. Pertumbuhan lebih lambat pada para mitra dagang
penting Indonesia’ diharapkan akan berdampak melalui ekspor yang menurun. Dan
ketika harga-harga komoditi menukik tajam ke tingkat-tingkat tahun 2006 (proyeksiproyeksi saat ini), hal itu akan mengurangi perangsang yang juga mereka berikan kepada
pertumbuhan Indonesia.
Akhirnya, faktor multiplikasi darpada pengaruh-pengaruh
tersebut ditambah likuiditas ketat dan ketidakpastian secara umum akan mengurangi
investasi dan permintaan barang tahan lama konsumen di Indonesia sama seperti di
tempat lain.
Dengan asumsi resesi global panjang yang dapat dibandingkan dengan resesi tahun 1982
(yang paling buruk bagi komposit mitra dagang Indonesia dari tahun 1970an sampai saat
ini), pertumbuhan Indonesia diproyeksi akan jatuh dari 6 persen pada tahun 2008
menjadi kira-kira 4,4 persen pada tahun 2009 sebelum memulih ke arah 6 persen pada
tahun 2010. Investasi dan ekspor diharapkan paling banyak terpengaruh oleh krisis
ekonomi saat inil. Investasi diharapkan rata dalam tahun 2009, sebelum memulih pada
tahun 2010 sekitar 7 persen. Pertumbuhan volume ekspor diproyeksikan melamban dari
laju 14 persen tahun 2008 menjadi 1-2 persen pada tahun 2009, sebelum memulih ke
arah 8 persen pada tahun 2010. Satu-satunya dampak positif dari kejadian-kejadian
global ialah perlambatan menonjol dalam inflasi, yang akan memberi sedikit dukungan
kepada penghasilan riil rumah tangga. Sesudah laju inflasi rata-rata per tahun dalam
tahun 2008 mendekati 10 persen, inflasi diharapkan mencapai kira-kira 7 persen pada
tahun 2009 dan 6 persen pada tahun 2010. Rumah rangga miskin, yang relatif
mengkonsumsi lebih banyak makanan, akan melihat perlambatan leibh menonjol lagi
dalam biaya hidup. Ketidakpastian yang mengelilingi harapan global, dan transmisi
kejadian-kejadian global ke ekonomi lokal, membuat proyeksi-proyeksi ini jauh lebih tidak
pasti daripada biasa. Di samping itu hasil-hasil triwulan ke tiga dari mitra dagang
terpenting Indonesia di bawah harapan, dan serangkaian indikator menyarankan bahwa
kegiatan akan lebih lemah lagi dalam triwulan ke-empat. Di samping itu, harga-harga
komoditi telah jatuh secara dramatis. Bersama-sama, perkembangan-perkembangan
tersebut menyarankan risiko negatif yang signifikan.
Sementara modal ekstern sudah meninggalkan pasar-pasar finansial Indonesia,
Indonesia tetap rentan terhadap pelarian modal. Indonesia merupakan perekonomian
finansial terbuka dengan sejumlah holding luar negeri, terutama di pasar-pasar saham
dan utang pemerintah. Warisan krisis 1998 membuat para investor Indonesia sensitif
terhadap gerakan nilai tukar dan peka terhadap pelarian modal. Indonesia dengan
demikian rentan, sama seperti perekonomian-perekonomian yang baru muncul terhadap
penghindaran risiko yang lebih tinggi, dan arus keluar modal mendadak. Sementara dana
menghilang akibat permintaan likuiditas dan penghindaran risiko, tekanan-tekanan atas
INDONESIA ECONOMIC BRIEFING NOTE
The World Bank
6
December
2008
Indonesia Quarterly Economic Update
suku bunga dan nilai tukar juga meningkat. Korporasi-korporasi Indonesia diyakini cukup
berdiversifikasi dari segi finansial dan tidak akan terungkit signifikan, tetapi, pasar-pasar
modal dalam negeri bergejolak dan tergantung pada perubahan tiba-tiba dalam perasaan.
Di samping itu, depresiasi rupiah dan perusakan permintaan melalui ekonomi dalam
negeri yang melamban akan mempengaruhi profitabilitas korporasi dan mengakibatkan
bertambahnya kredit macet dan erosi modal perbankan. Ringkasnya resesi panjang
dengan erosi terkait dari surplus rekening koran Indonesia dan kejadian-kejadian lebih
lanjut dari penghindaran risiko yang meningkat tetap merupakan tantangan terhadap
stabilitas makroekonomi. Perkembangan-perkembangan sejak pertengahan bulan
November, khususnya stabilisasi simpanan cadangan devisa BI, menguatnya Rupiah dan
suku bunga yang menurun digabung dengan penurunan tingkat polis BI menyarankan
bahwa untuk saat ini, mungkin telah tercapai ekuilibrium baru.
Pemerintah sangat menyadari kerentanan tersebut dan telah mengambil sejumlah
langkah pencegah dan proaktif untuk mengurangi kemungkinan pelarian modal, untuk
meringankan kendala-kendala pembiayaan pemerintah, dan untuk memelihara
pengeluaran publik yang menentukan dalam menghadapi perlambatan pertumbuhan.
Kebijakan moneter sekarang telah bergeser ke arah penampungan pertumbuhan dengan
menambahkan likuiditas, dan paling akhir, memangkas suku bunga. Pemerintah juga
telah mendirikan regulasi-regulasi yang dapat memungkinkannya untuk memberi jaminan
kepada sistem perbankan, dan menaikkan plafon jaminan deposito menjadi Rp 2 milyar
(sekitar 200,000 USD), sementara menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU yang
dapat memungkinnya melakukan intervensi terhadap lembaga-keuangan lembaga yang
kesulitan (seperti telah dilakukan di tempat lain). Kendati posisi fiskal konservatif
Indonesia, pemerintah telah menyepakati dengan DPR untuk merevisi anggaran tahun
2009 untuk menargetkan defisit sebesar 1 persen dari PDB pada tahun 2009. Pemerintah
merencanakan melakukan hal tersebut dengan mengurangi belanja rutin departemen
teknis sebanyak 5 persen sampai 15 persen, sementara memelihara belanja infrastruktur
dan meningkatkan belanja sektor sosial, khususnya untuk program pengurangan
kemiskinan berbasis masyarakat yang merupakan lambang negara.
Notes
This note was written as part of the regular economic monitoring work being undertaken by the World
Bank in Indonesia. For further information about this work, and about the World Bank’s activities in
Indonesia please visit the website of the World Bank’s Indonesia country office:
www.worldbank.org/indonesia. For specific questions or comments, or to be included in a distribution
list for future Notes, please contact [email protected], [email protected], or
[email protected]
INDONESIA ECONOMIC BRIEFING NOTE
The World Bank
7
Download