2. BAB II - fkip.unja

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Bakteri
Bakteri merupakan mikroorganisme yang memiliki ukuran mikroskopis
sehingga untuk mengamatinya diperlukan alat bantu berupa mikroskop. Secara
ekologis, bakteri bersifat cosmopolitan, mereka dapat tumbuh di berbagai tempat,
mulai dari tanah, air, udara dan dalam tubuh organisme (Hajoeningtijas, 2012:1).
Menurut Campbell, dkk (2003:106), bakteri merupakan organisme prokariota.
Sebagian
organisme
prokariota
bersifat
uniseluler.
Prokariota
memiliki
keanekaragaman bentuk sel,dengan tiga bentuk yang paling umum adalah bulat
(kokus), batang (basilus), dan heliks (meliputi bakteri yang dikenal sebagai
spirilla/spiral dan spirokaeta). Sebagian besar prokariota memiliki diameter dalam
kisaran 1 – 5 µm, dibandingkan dengan sel eukariota yang sebagian besar berukuran
10 – 100 µm.
Bakteri merupakan mikroorganisme prokariotik yang bersel satu, berkembang
biak dengan membelah diri dan bahan genetiknya tidak terbungkus dalam membran
inti. Umumnya bakteri tidak mempunyai klorofil, kecuali beberapa spesies tertentu
yang mempunyai pigmen fotosintesis (Pelczar dan Chan, 2008:252).
6
7
2.2. Struktur Sel Bakteri
Menurut Hajoeningtjas (2012:17), struktur sel bakteri dibagi dua, yaitu:
1. Struktur dasar (dimiliki oleh hampir semua bakteri)
Meliputi: dinding sel, membran plasma, sitoplasma, ribosom, DNA, dan
granula penyimpanan.
2. Struktur tambahan (dimiliki oleh jenis bakteri tertentu)
Meliputi: kapsul, flagel, pilii, fimbria, klorosom, vakuola gas dan endospora.
2.3. Penggolongan Bakteri
Adapun penggolongan bakteri adalah sebagai berikut:
2.3.1
Berdasarkan bentuk tubuhnya
Penggolongan bakteri berdasarkan bentuk tubuhnya (Hajoeningtjas, 2012:
18), dibagi menjadi:
1. Kokus (bulat)
Bakteri ini biasanya bulat atau oval, memanjang. Bakteri ini dapat dibedakan
lagi menjadi beberapa macam, yaitu: monococcus, diplococcus, streptococcus,
dan stafilococcus.
2. Basil (batang)
Bakteri ini menyerupai bentuk batang pendek, silindris. Bakteri ini dapat
dibedakan menjadi basil, diplobasil, dan streptobasil.
3. Vibrio (koma)
Bakteri bentuknya seperti batang, melengkung dan menyerupai bentuk koma.
Misalnya: Vibrio cholera.
8
4. Spirillum (spiral)
Bakteri ini bentuknya bengkok-bengkok serupa spiral. Contoh: Treponema
pallidum.
2.3.2
Berdasarkan kedudukan flagella pada selnya
Menurut Pelczar dan Chan (2008:255), penggolongan bakteri berdasarkan
kedudukan flagella dibedakan atas:
1. Monotrik, yaitu berflagel satu pada salah satu ujung.
2. Amfitrik, yaitu flagel masing-masing satu pada kedua ujung.
3. Lofotrik, yaitu berflagel banyak di satu ujung.
4. Peritrik, yaitu berflagel banyak pada semua sisi tubuh.
2.3.3
Berdasarkan pewarnaan gram (Gram Strain)
Menurut Campbell, dkk (2003:109), bakteri berdasarkan pewarnaan gram
dibagi menjadi:
1. Bakteri Gram Positif
Bakteri gram positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna metil
ungu gelap pada pewarnaan gram.Bakteri gram positif memiliki membrane tunggal
yang dilapisi peptidoglikan yang tebal. Contoh: Micrococcus, Staphylococcus, dan
Pediococcus.
2. Bakteri Gram Negatif
Bakteri gram negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna
metil ungu pada metode pewarnaan gram.Bakteri gram negatif memiliki membran
dengan lapisan peptidoglikan tipis. Contoh: Escherichia, Vibrio, dan Flavobaterium.
9
2.3.4
Berdasarkan kebutuhan oksigen
Menurut Pelczar dan Chan (2008:256), penggolongan bakteri berdasarkan
kebutuhan oksigen, meliputi:
1. Bakteri Aerob
Bakteri aerob merupakan bakteri yang membutuhkan oksigen bebas untuk
mendapatkan energi. Misalnya: Nitrosomonas, Nitrobacter, Nitrosococus.
2. Bakteri Anaerob
Bakteri anaerob tidak membutuhkan oksigen bebas untuk mendapatkan
energi. Misalnya: Clostridium tetanii.
2.4. Reproduksi Bakteri
Bakteri bereproduksi secara vegetatif dengan membelah diri secara biner.
Pembuahan seksual tidak terjadi pada bakteri, tetapi terjadi pemindahan materi
genetik dari satu bakteri ke bakteri lainnya tanpa menghasilkan zigot. Proses ini
disebut proses paraseksual. Ada tiga proses paraseksual, yaitu: transformasi,
konjugasi, dan transduksi (Hajoeningtjas, 2012:20).
2.5. Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba
Menurut Hajoeningtjas (2008:66), faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroba adalah sebagai berikut:
10
1. Suplai Nutrisi
Mikroba sama dengan mahluk hidup lainnya, memerlukan suplai nutrisi
sebagai sumber energi dan pertumbuhan selnya. Unusr-unsur dasar tersebut adalah:
karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, zat besi dan lainnya.
2. Suhu/Temperatur
Suhu merupakan salah satu faktor penting di dalam pertumbuhan mikroba.
Suhu dapat mempengaruhi mikroba dalam dua cara, yaitu:
a. Apabila suhu naik, maka kecepatan metabolisme naik dan pertumbuhan
dipercepat, sebaliknya apabila suhu turun maka kecepatan metabolisme akan
menurun dan pertumbuhan diperlambat.
b. Apabila suhu naik atau turun secara drastis, tingkat pertumbuhan akan
terhenti, komponen sel menjadi tidak aktif dan rusak sehingga sel-sel menjadi
mati.
3. Keasaman atau Kebasaan (pH)
Setiap mikroorganisme memiliki kisaran pH masing-masing dan memiliki pH
optimum yang berbeda-beda. Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada
kisaran pH 2,0-10,0. pH diluar kisaran 2,0 sampai 10,0 biasanya bersifat merusak.
4. Ketersediaan Oksigen
Mikroorganisme memiliki karakteristik sendiri di dalam kebutuhannya akan
oksigen. Dalam hal ini, mikroorganisme dibagi menjadi:
a. Aerobik: hanya dapat tumbuh apabila ada oksigen bebas.
b. Anaerob: hanya dapat tumbuh apabila tidak ada oksigen bebas.
11
c. Anaerob fakultatif: hanya dapat tumbuh baik dengan atau tanpa oksigen
bebas.
d. Mikroaerofilik: dapat tumbuh apabila ada oksigen dalam jumlah kecil.
2.6. Bakteri Selulolitik
Bakteri
selulolitik
adalah
bakteri
yang
mampu
mendegradasi
dan
memanfaatkan selulosa sebagai sumber karbon dan energinya. Bakteri selulolitik
dipilih sebagai salah satu bakteri pendegradasi selulosa karena memiliki tingkat
pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan kelompok mikroba lainnya sehingga
waktu yang dibutuhkan untuk produksi enzim lebih cepat (Baharudin, dkk, 2010:
225).
Bakteri
Angiococcus,
selulolitik
Bacillus,
diantaranya
Cellulomonas,
berasal
dari
Cytophaga,
genus
Achromobacter,
Clostridium,
Cellivibrio,
Flavobacterium, Pseuodomonas, Poliangium, Sorangium, Sporocytophaga, Vibrio,
Cellfacicula (Rao, 1994:229). Menurut Lamid, dkk, (2011:37-42), jenis bakteri
selulolitik yang didapat dari cairan rumen sapi, yaitu: Nitrosomonas europe, Bacillus
sphaericus,
Cellulomonas
cellulans,
Cytophaga
hutchinsoi,
Acidothermus
cellulyticus, Lactobacilllus acidophilus, dan Cellvibrio mixtus. Menurut Khairiah, dkk
(2013:87-92) dalam penelitiannya teriidentifikasi 6 genus bakteri pendegradasi
selulosa antara lain Acetobacter, Acitenobacter, Azotobacter, Pseudomonas,
Acidomonas dan Cellvibrio. Menurut Ningsih, dkk (2014:34-40) berdasarkan hasil
12
karakterisasi
terhadap
genusdiantaranya,
isolat
bakteri
Pseudomonas,
pendegradasi
Plesiomonas,
selulosa,
diperoleh
Pasteurella,
8
Neisseria,
Actinobacillus, Corynebacterium, Aeromonas dan Vibrio. Bakteri pendegradasi
selulosa menurut Supriyatna, dkk (2012:17) berasal dari genus Bacillus,
Cellulomonas,
Microbacterium,
Neisseria,
Streptococcus,
Streptomycetes.
Sementara, menurut Prawira (2013:21) jenis bakteri pendegradasi selulosa yang
teriidentifikasi dalam penelitiannya, yaitu: Ruminococcus sp1, Ruminococcus sp2,
Fibrobacter sp. dan Cellulomonas sp. Ekawati, dkk (2012:31-34) dalam penelitiannya
juga menyebutkan terdapat 5 genus, yaitu Cellulomonas sp., Cellvibrio sp.,
Cytophaga sp., Micrococcus, dan Pseudomonas.
Bakteri yang digunakan pada penelitian ini telah diidentifikasi oleh peneliti
sebelumnya. Bakteri tersebut diidentifikasi dari limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit
(TKKS). Bakteri tersebut merupakan bakteri selulolitik karena menggunakan selulosa
untuk nutrisi selama hidupnya. Adapun bakteri yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1. Bacillus
Genus Bacillus merupakan bakteri gram positif, bentuk sel bulat, batang dan
motil. Bakteri ini bersifat aerobik, mampu memfermentasi glukosa, laktosa dan
sukrosa. Tersebar luas pada bermacam-macam habitat dan sedikit spesies yang
patogen. Suhu tumbuh optimum pada 28ºC-35ºC (Yulvizar, 2013:5). Adapun
klasifikasi dari genus Bacillus menurut Euzeby (2015:2) adalah sebagai berikut:
13
Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Firmicutes
Class
: Bacilli
Order
: Bacillales
Family
: Bacillaceae
Genus
: Bacillus
Spesies
: Bacillus anthracis
2. Actinomyces
Menurut Pujiati (2014:42-46), genus Actinomyces merupakan bakteri gram
positif, non-motil, memiliki filamen, bersifat aerob dan membentuk spora. Hidup di
lingkungan bernutrisi rendah dan menggunakan senyawa lognoselulosa sebagai
sumber energi. Menurut Euzeby (2015:2), klasifikasi dari genus Actinomyces adalah
sebagai berikut:
Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Actinobacteria
Class
: Actinobacteria
Order
: Actinomycetales
Family
: Actinomycetaceae
Genus
: Actinomyces
Spesies
: Actinomyces bovis
14
3. Bifidobacterium
Genus ini mempunyai ciri-cirimorfologi sebagai berikut: warna koloni putih
susu atau agak krem, bentuk koloni bulat dengan tepian seperti wol. Sel batang
bentuknya sangat bervariasi, berukuran 0,5-1,3 x 1,5-8 µm, biasanya agak bengkok,
bergerombol dan sering bercabang, merupakan bakteri gram positif, tidak motil,suhu
optimum pertumbuhan pada suhu 30-37°C dan tumbuh baik pada NaCl 1-3%
(Feliatra, dkk, 2004:78-79). Menurut Euzeby (2015:3), klasifikasi dari genus
Bifidobacterium adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Actinobacteria
Class
: Actinobacteria
Order
: Bifidobacteriales
Family
: Bifidobacteriaceae
Genus
: Bifidobacterium
Spesies
: Bifidobacterium bifidum
4. Planococcus
Planococcus memiliki bentuk sel seperti bola dengan diameter 1,0-1,2 µm,
sering ditemukan dalam bentuk tunggal atau berpasangan dan terkadang dalam
bentuk tetrad. Memiliki sifat gram positif, aktif bergerak dengan satu atau dua
flagella per sel, tidak membentuk endospora, bersifat aerobik, koloninya membentuk
pigmen kuning sampai orange, katalasenya positif, mampu menghidrolisis gelatin,
genus ini jarang memetabolisme karbohidrat (tidak membentuk asam). Temperatur
15
optimumnya adalah 27-30°C (Munawar, dkk, 2006:91). Menurut Euzeby (2015:3),
klasifikasi dari genus Planococcus adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Firmicutes
Class
: Bacilli
Order
: Bacillales
Family
: Planococcaceae
Genus
: Planococcus
Spesies
: Planococcus citreus
5. Kurthia
Menurut Andriyani (2005:82), bakteri genus Kurthia merupakan bakteri gram
positif, bentuk sel Plump rods, ukuran sel 0,5 x 1,5-2 µm, tidak membentuk spora,
dan bersifat motil. Koloni bakteri ini berwarna putih krem, mampu memfermentasi
glukosa dan manitol, serta mampu menghidrolisis gelatin dan pati. Tumbuh baik pada
NaCl 0-30 %. Menurut Euzeby (2015:2), klasifikasi dari genus Kurthia adalah:
Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Firmicutes
Class
: Bacilli
Order
: Bacillales
Family
: Planococcaceae
Genus
: Kurthia
Spesies
: Kurthia trevisan
16
6. Acidaminococcus
Menurut (Bilak, dkk, 2007:2318), genus Acidaminococcus merupakan bakteri
gram negatif, berbentuk kokus dan tidak membentuk spora. Menurut Euzeby
(2015:2), klasifikasi dari genus Acidaminococcus adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Firmicutes
Class
: Negativicutes
Order
: Selenomonadales
Family
: Acidaminococcaceae
Genus
: Acidaminococcus
Spesies
: Acidaminococcus fermentans
7. Micrococcus
Bakteri genus ini termasuk ke dalam bakteri gram positif, bentuk sel bulat dan
non motil. Koloni berwarna kekuningan sampai merah,ada yang mampu
memfermentasi glukosa dan ada yang mampu memfermentasi laktosa dan sukrosa.
Tumbuh optimum pada suhu 25ºC-37ºC (Yulvizar, 2013:5). Menurut Euzeby
(2015:2), klasifikasi dari genus Micrococcus adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Actinobacteria
Class
: Actinobacteria
Order
: Actinomycetales
Family
: Micrococcaceae
17
Genus
: Micrococcus
Spesies
: Micrococcus luteus
8. Agrobacterium
Menurut (Deacon, 2010:2), genus Agrobacterium merupakan bakteri gram
negatif, tidak membentuk spora, dan bersifat motil. Menurut Euzeby (2015:2),
klasifikasi dari genus Agrobacterium adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Proteobacteria
Class
: Alphaproteobacteria
Order
: Rhizobiales
Family
: Rhizobiaceae
Genus
: Agrobacterium
Spesies
: Agrobacterium tumefaciens
9. Micromonospora
Menurut (Yulvizar, 2013:5), genus Micromonospora merupakan bakteri Gram
positif, membentuk spora, bersifat aerobik dan membentuk cabang misellium.
Menurut Euzeby (2015:2), klasifikasi dari genus Micromonospora adalah sebagai
berikut:
Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Actinobacteria
Class
: Actinobacteria
Order
: Actinomycetales
18
Family
: Micromonosporaceae
Genus
: Micromonospora
Spesies
: Micromonospora chalcea
10. Pediococcus
Menurut (Supriyatna, dkk, 2012:13), genus Pediococcus merupakan bakteri
gram positif, berbentuk kokus, bersifat non-motil, tidak membentuk spora, dan
mampu memfermentasi glukosa, sukrosa, dan laktosa. Menurut Euzeby (2015:3)
klasifikasi dari genus Pediococcus adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Firmicutes
Class
: Bacilli
Order
: Lactobacillales
Family
: Lactobacillaceae
Genus
: Pediococcus
Spesies
: Pediococcus damnosus
11. Pseudomonas
Bakteri genus Pseudomonas mempunyai ciri-ciri morfologi yaitu: warna
koloni agak kekuningan, termasuk bakteri gram negatif, dan dalam kelompok
selberbentuk batang dan lurus dengan ukuran 0,5-1,0 x1,5-5,0 µm. (Feliatra, dkk,
2004:79). Bakteri genus ini juga bersifat motil dengan letak flagella yang berlawanan
dan merupakan bakteri gram negatif yang bersifat aerob (Yudono, dkk, 2013:131).
19
Menurut Euzeby (2015:3), klasifikasi dari genus Pseudomonas adalah sebagai
berikut:
Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Proteobacteria
Class
: Gammaproteobacteria
Order
: Pseudomonadales
Family
: Pseudomonadaceae
Genus
: Pseudomonas
Spesies
: Pseudomonas aeruginosa
12. Staphylococcus
Staphylococcus merupakan bakteri gram positif, bentuk sel bulat, tidak
berspora, dan motil. Bakteri ini bersifat fakultatif anaerob. Bentuk koloni bundar,
tepian koloni licin, elevasi koloni timbul dan warna koloni putih susu. Mampu
mengubah nitrit menjadi nitrat, mampu memfermentasi laktosa dan sukrosa, tumbuh
optimum pada temperatur 37ºC. Beberapa spesies ada yang patogen pada manusia
dan hewan (Yulvizar, 2013:5). Menurut Euzeby (2015:2), klasifikasi dari genus
Staphylococcus adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Firmicutes
Class
: Bacilli
Order
: Bacillales
Family
: Staphylococcaceae
20
Genus
: Staphylococcus
Spesies
: Staphylococcus aureus
13. Flavobacterium
Menurut (Yudono, dkk, 2013:131), Flavobacterium merupakan kelompok
bakteri gram negatif, bentuk batang, bentuk koloni bulat tak beraturan, warna koloni
putih mengkilat, ukuran koloni 0,2-1,6 µm, pada umumnya non motil, katalase dan
oksidase positif. Menurut Euzeby (2015:2), klasifikasi dari genus Flavobacterium
adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Actinobacteria
Class
: Flavobacteria
Order
: Flavobacteriales
Family
: Flavobacteriaceae
Genus
: Flavobacterium
Spesies
: Flavobacterium aquatile
14. Streptomyces
Menurut Supriyatna, dkk (2012:13), genus Streptomyces merupakan bakteri
gram positif, bersifat motil, membentuk spora, dan bentuk koloni kecil. Streptomyces
umumnya memproduksi antibiotik yang dipakai manusia dalam bidang kedokteran
dan pertanian. Tumbuh pada temperatur optimum berkisar antara 25°C–35°C.
Beberapa spesies tumbuh pada temperatur rentang psikrofilik dan termofilik.
Beberapa spesies bersifat patogen, Streptomyces yang diisolasi sebagian besar
21
memiliki kemampuan dalam mendegradasi selulosa dan melarutkan fosfat. Menurut
Euzeby (2015:3), klasifikasi dari genus Streptomyces adalah sebagai berikut:
Kingdom
:Bacteria
Phylum
: Actinobacteria
Class
: Actinobacteria
Order
: Streptomycetales
Family
: Streptomycetaceae
Genus
: Streptomyces
Spesies
: Streptomyces albus
15. Cellulomonas
Menurut Supriyatna, dkk (2012:14), bakteri genus Cellulomonas merupakan
bakteri gram-positif, sel berbentuk batang, nonmotil, fakultatif anaerob. Genus
Cellulomonas mampu memecah selulosa, xilan dan pati. Menurut Purwadaria
(2003), Cellulomonas memiliki enzim ekstraselular yang lebih berperan dalam
penguraian selulosa bagian amorf. Menurut Euzeby (2015:2), klasifikasi dari genus
Cellulomonas adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Actinobacteria
Class
: Actinobacteria
Order
: Actinomycetales
Family
: Cellulomonadaceae
22
Genus
: Cellulomonas
Spesies
: Cellulomonas flavigena
16. Clostridium
Genus bakteri Clostridium merupakan bakteri gram positif, berbentuk batang
dan berukuran cukup besar, membentuk spora, bersifat motil dengan flagel yang
berbentuk peritrik. Menurut Euzeby (2015:2), klasifikasi dari genus Clostridium
adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Firmicutes
Class
: Clostridia
Order
: Clostridiales
Family
: Clostridiaceae
Genus
: Clostridium
Spesies
: Cloctridium botulinum
2.7. Limbah Kelapa Sawit
Limbah kelapa sawit adalah sisa hasil tanaman kelapa sawit yang tidak
termasuk dalam produk utama atau merupakan hasil ikutan dari proses pengolahan
kelapa sawit. Limbah kelapa sawit dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: limbah
perkebunan dan limbah industri kelapa sawit (Isroi, 2008:1).
Menurut Fauzi, dkk (2005:143), limbah perkebunan kelapa sawit adalah limbah
yang dihasilkan dari sisa tanaman yang tertinggal pada saat pembukaan areal
23
perkebunan, peremajaan dan panen kelapa sawit, antara lain: kayu, pelepah, dan
gulma. Sementara limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan pada
saat proses pengolahan kelapa sawit. Limbah jenis ini digolongkan dalam tiga jenis,
yaitu limbah padat, limbah cair dan limbah gas.
Salah satu jenis limbah padat industri kelapa sawit adalah Tandan Kosong
Kelapa Sawit (TKKS). Tempurung kelapa sawit termasuk juga limbah padat hasil
pengolahan kelapa sawit. Limbah padat mempunyai ciri khas pada komponennya.
Komponen terbesar dalam limbah padat tersebut adalah selulosa. Selain selulosa,
terdapat komponen lain seperti abu, hemiselulosa, dan lignindalam jumlah yang lebih
sedikit (Fauzi, 2005:143).
Menurut Fricke (2009:18), limbah padat yang dihasilkan dari proses
pengelolaan kelapa sawit adalah serabut fibre, tandan kosong, lumpur selulosa dari
kolam limbah. Jumlah bahan padat ini sangat besar apabila tidak ditangani secara
langsung dan terencana.
2.8. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
Tandan Kosong Kelapa Sawit merupakan salah satu jenis limbah padat yang
dihasilkan dalam industri minyak sawit. Jumlah TKKS ini cukup besar karena hampir
sama dengan jumlah produksi minyak sawit mentah. Limbah tersebut belum banyak
dimanfaatkan secara optimal. Komponen terbesar dari TKKS adalah selulosa (4060%), disamping komponen lain yang jumlahnya lebih kecil seperti hemiselulosa
(20-30 %), dan lignin (15-30 %) (Risza, 1994:22).
24
Adapun komposisi kimiawi Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) menurut
Fauzi, dkk (2005:145), disajikan pada tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.1 Komposisi Kimiawi Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS).
Komposisi
Kadar (%)
Abu
15
Selulosa
40
Lignin
21
Hemiselulosa
24
Sumber: Fauzi, dkk (2005:145).
Menurut Isroi (2008:1), TKKS adalah limbah pabrik kelapa sawit yang
jumlahnya sangat melimpah. Setiap pengolahan 1 ton Tandan Buah Segarakan
dihasilkan TKKS sebanyak 22 – 23% atau sebanyak 220 – 230 kg. Jumlah limbah
TKKS seluruh Indonesia pada tahun 2004 diperkirakan mencapai 18,2 juta ton.
Tetapi, limbah ini belum dimanfaatkan secara baik oleh sebagian besar Pabrik Kelapa
Sawit (PKS) di Indonesia.
Gambar 2.1 Tandan kosong kelapa sawit (Dok.Pribadi, 2014)
Sebagian besar PKS di Indonesia masih membakar TKKS, meskipun cara ini
sudah dilarang oleh pemerintah. Alternatif pengolahan lainnya adalah dengan
25
menimbun (open dumping), atau diolah menjadi kompos. Cara terakhir merupakan
pilihan yang terbaik, namun cara ini belum banyak dilakukan oleh PKS karena
adanya beberapa kendala, yaitu waktu pengomposan, fasilitas yang harus disediakan,
dan biaya pengolahan TKKS tersebut. Dengan cara konvensional, dekomposisi
TKKS menjadi kompos dapat berlangsung dalam waktu 6 bulan sampai dengan 12
bulan (Isroi, 2008:3).
Tandan kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik
yang memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman.
Tandan kosong kelapa sawit yang diubah menjadi kompos, tidak hanya mengandung
nutrien, tetapi juga mengandung bahan organik lain yang berguna bagi perbaikan
struktur organik pada lapisan tanah, terutama pada kondisi tanah tropis (Fauzi, dkk,
2005:145).
2.9. Pengomposan
Menurut Herdiyantoro (2010:9), dekomposisi/pengomposan adalah proses
biologi
untuk
menguraikan
bahan
organik
menjadi
bahan
humus
oleh
mikroorganisme. Mikroorganisme menggunakan komponen residu sisa tanaman
sebagai substrat untuk memperoleh energi yang dibentuk melalui oksidasi senyawa
organik dengan produk utama CO (lepas ke alam) dan karbon (untuk sintesis sel
baru).
Pengomposan adalah proses biologis dimana mikroorganisme mengkonversi
material organik menjadi kompos. Pengomposan didominasi oleh proses aerob atau
26
proses yang membutuhkan oksigen. Mikroorganisme memakai O untuk mendapatkan
energi dan nutrisi dari material organik. Dalam proses tersebut menghasilkan karbon
dioksida (CO ), air, panas, kompos dan beemacam-macam gas sebagai produk dari
dekomposisi material organik. Berbagai macam transformasi biologis dan produk
terjadi dalam proses pengomposan yang dilakukan oleh berbagai macam
mikroorganisme, yang menghuni bermacam-macam lingkungan mikro (Stofella dan
Kahn, 2001:18).
Mikroba tidak dapat langsung memetabolisme partikel bahan organik tidak
terlarut. Mikroba memproduksi dua sistem enzim ekstraseluler, yaitu: (1) sistem
hidrolitik, memproduksi hidrolase dan berfungsi untuk mendegradasi selulosa dan
hemiselulosa, (2) sistem oksidasi, bersifat lignolitik dan berfungsi untuk
mendegradasi lignin. Mikroba menghasilkan enzim ekstraseluler untuk mendegradasi
bahan organik berukuran besar menjadi lebih kecil dan larut dalam air (substrat bagi
mikroba). Mikroba mentransfer substrat tersebut ke dalam sel melalui membran
sitoplasma untuk menyelesaikan dekomposisi bahan oganik (Herdiyantoro, 2010:8).
2.10.
Faktor Yang Mempengaruhi Laju Pengomposan
2.10.1. Ukuran bahan
Proses pengomposan akan lebih cepat jika bahan mentahnya memiliki ukuran
yang lebih kecil. Karena itu, bahan yang berukuran besar perlu dicacah atau digiling
terlebih dahulu sehingga ukurannya menjadi lebih kecil. Bahan yang berukuran kecil
27
akan cepat didekomposisi karena luas permukaannya meningkat dan mempermudah
aktivitas organisme perombak (Djuarnani, dkk, 2005:24).
Bahan yang keras sebaiknya dicacah hingga berukuran 0,5-1 cm, sedangkan
bahan yang tidak keras dicacah dengan ukuran yang agak besar, sekitar 5 cm.
Pencacahan bahan yang tidak keras sebaiknya tidak terlalu kecil karena bahan yang
terlalu hancur (banyak air) kurang baik (kelembabannya menjadi tinggi) dalam proses
pengomposan (Indriyani, 2010:7).
2.10.2. Rasio C/N
Rasio C/N merupakan faktor paling penting dalam proses pengomposan. Hal
ini disebabkan karena proses pengomposan tergantung dari kegiatan mikroorganisme
yang membutuhkan karbon sebagai sumber energi dan pembentuk sel, dan nitrogen
untuk membentuk sel (Djuarnani, dkk, 2005:24).
Nisbah C/N bahan organik merupakan indikator ketersediaan hara yang
dikandungnya, nisbah C/N bahan organik yang ideal adalah yang mendekati nisbah
C/N tanah subur, yaitu 10:1. Dedaunan/ serasah yang jatuh dipermukaan tanah
umumnya bernisbah C/N tinggi (Hanafiah, dkk, 2005:124-125).
Menurut Hanafiah (2005:176-177), nisbah C/N merupakan indikator yang
menunjukkan proses mineralisasi-immobilisasi N oleh mikroba dekomposer bahan
organik. Nisbah C/N bahan organik tanah berkisar antara 8:1-15:1 (umumnya antara
10:1-12:1), terkait dengan curah hujan dan suhu, mikrobia yang terlibat, dan nisbah
C/N vegetasi diatasnya. Nisbah C/N awal suatu bahan organik yang akan
didekomposisikan akan mempengaruhi laju penyediaan N dan hara-hara lainnya.
28
Menurut Stofella dan Kahn (2001:26-27), nilai awal rasio C/N penting dalam
pengomposan yang efektif dan efisien, akan tetapi nilai akhir rasio C/N juga penting
untuk menentukan nilai kompos yang sudah jadi sebagai pengganti tanah untuk
tanaman tumbuh. Secara umum, nilai akhir rasio C/N biasanya berkisar antara 15-20.
Nilai akhir rasio C/N yang lebih besar dari 20 harus dihindari karena bisa berdampak
negatif pada pertumbuhan tanaman dan perkecambahan biji.
Berikut disajikan Tabel 2.3 mengenai komposisi karbon dan nitrogen pada
beberapa bahan organik.
Tabel 2.2 Komposisi karbon (C) dan nitrogen (N) pada beberapa bahan organik.
Jenis
Rasio C/N
Kadar Air
Jumlah C
Bahan
(%)
(%)
(%)
Potongan kertas
20
85
6
Gulma
19
85
6
Daun
60
40
24
Kertas
170
10
36
Limbah buah-buahan
35
80
8
Limbah makanan
15
80
8
Serbuk gergaji
450
15
34
Kotoran ayam
7
20
30
Sekam alas kandang ayam
10
30
25
Jerami padi
100
10
36
Kotoran sapi
12
50
20
Urin manusia
Sumber: (Djuarnani, dkk, 2005:25)
Jumlah N
(%)
0,3
0,3
0,4
0,2
0,2
0,5
0,08
4,3
2,5
0,4
1,7
0,9 (/100ml)
2.10.3. Temperatur
Menurut Stofella dan Kahn (2001:20), temperatur atau suhu merupakan faktor
utama yang mempengaruhi aktivitas mikroba dalam proses pengomposan.
Berdasarkan suhu, populasi mikrorganisme dalam suatu proses pengomposan dapat
dibagi menjadi tiga kelas, yaitu:
29
1. Psikrophil: 0-25°C
2. Mesophil: 25-45°C
3. Thermophil: >45°C
Temperatur mempengaruhi laju dekomposisi bahan organik sebagai dampak
pengaruhnya terhadap jenis mikroba yang dominan. Umumnya proses dekomposisi
maksimum pada temperatur 30-45°C. Pada temperatur dibawah 30°C atau diatas 45°C
proses dekomposisi terhambat. Makin ke daerah dingin, kadar bahan organik dan N
makin tinggi dengan pertambahan kadar 2-3 kali untuk setiap suhu tahunan
(Hanafiah, 2005:177).
2.10.4. Kelembapan dan aerasi
Umumnya mikroorganisme tersebut dapat bekerja pada kelembapan sekitar
40-60%. Kondisi tersebut harus dijaga agar mikroorganisme dapat bekerja secara
optimal. Kelembapan yang lebih rendah atau lebih tinggi mengkibatkan
mikroorganisme tidak dapat berkembang atau mati. Adapun kebutuhan aerasi
tergantung dari proses berlangsungnya pengomposan tersebut, aerobik atau anaerobik
(Indriyani, 2010:8).
Kelembapan memengaruhi dominasi jenis mikroba yang aktif dalam proses
dekomposisi bahan organik. Secara umum, dominasi bakteri berbanding terbalik
dengan dominasi fungi. Pada kelembaban tinggi perkembangan dan aktivitas bakteri
maksimum, menurun pada kondisi kering (tekanan -3 bar) dan sangat tertekan pada
kadar air titik layu permanen (tekanan -15 bar). Sebaliknya dengan fungi, yang aktif
pada kelembaban rendah (Hanafiah, 2005:177-178).
30
Menurut Sutanto (2002:54), karena mikroorganisme hanya dapat menyerap
makanan dalam bentuk larutan, maka aras kelengasan yang sesuai diperlukan selama
proses dekomposisi berlangsung. Kandungan lengas paling sedikit 25-35% dari berat
kering bahan. Dibawah kadar air 20%, dekomposisi akan terhenti.
2.10.5. Derajat keasaman (pH)
Umumnya mikroba berkembang dan aktif pada pH netral-alkalis (6,5-8,5),
pada pH tanah 5,5-7,5 bakteri berkembang lebih baik, sedangkan pada pH diatas 7,
aktinomisetes yang lebih berkembang. Fungi kurang sensitif terhadap pH, dapat
berkembang baik pada pH 3,5-5,5 dan diatas 7,5 (Hanafiah, 2005:178).
Menurut Prasojo (2012:19), tingkat keasaman berpengaruh besar bagi
pertumbuhan mikroorganisme pada proses pembentukan kompos. Apabila bahan
baku kompos terlalu asam, pH bisa ditingkatkan dengan cara menambahkan kapur.
Jika tingkat pH cenderung tinggi atau basa maka pH bisa diturunkan dengan
menambahkan bahan yang bereaksi asam (mengandung nitrogen).
2.10.6. Mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan
Biasanya mikroorganisme yang terlibat pada proses pengomposan, yaitu:
bakteri,
fungi,
actinomycetes,
dan
protozoa.
Sering
ditambahkan
pula
mikroorganisme ke dalam bahan yang dikomposkan. Dengan bertambahnya jumlah
mikroorganisme, diharapkan proses pengomposan akan lebih cepat (Indriyani,
1999:8).
Menurut Prasojo (2012:14), ada beberapa jenis mikroorganisme yang terlibat
berdasarkan suhu yang sesuai untuk proses metabolisme dan pertumbuhannya.
31
Namun, yang diperlukan dalam proses pengomposan adalah mikroorganisme mesofil
dan termofil. Disebut mesofil karena mikroorganisme tersebut hanya bisa hidup pada
suhu 25-40oC. Sementara itu, mikroorganisme termofil hidup pada lingkungan
bersuhu di atas 65oC. Mikroorganisme yang terlibat pada awal proses pengomposan
adalah jenis mesofil.
Download