BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Bakteri Bakteri merupakan mikroorganisme yang memiliki ukuran mikroskopis sehingga untuk mengamatinya diperlukan alat bantu berupa mikroskop. Secara ekologis, bakteri bersifat cosmopolitan, mereka dapat tumbuh di berbagai tempat, mulai dari tanah, air, udara dan dalam tubuh organisme (Hajoeningtijas, 2012:1). Menurut Campbell, dkk (2003:106), bakteri merupakan organisme prokariota. Sebagian organisme prokariota bersifat uniseluler. Prokariota memiliki keanekaragaman bentuk sel,dengan tiga bentuk yang paling umum adalah bulat (kokus), batang (basilus), dan heliks (meliputi bakteri yang dikenal sebagai spirilla/spiral dan spirokaeta). Sebagian besar prokariota memiliki diameter dalam kisaran 1 – 5 µm, dibandingkan dengan sel eukariota yang sebagian besar berukuran 10 – 100 µm. Bakteri merupakan mikroorganisme prokariotik yang bersel satu, berkembang biak dengan membelah diri dan bahan genetiknya tidak terbungkus dalam membran inti. Umumnya bakteri tidak mempunyai klorofil, kecuali beberapa spesies tertentu yang mempunyai pigmen fotosintesis (Pelczar dan Chan, 2008:252). 6 7 2.2. Struktur Sel Bakteri Menurut Hajoeningtjas (2012:17), struktur sel bakteri dibagi dua, yaitu: 1. Struktur dasar (dimiliki oleh hampir semua bakteri) Meliputi: dinding sel, membran plasma, sitoplasma, ribosom, DNA, dan granula penyimpanan. 2. Struktur tambahan (dimiliki oleh jenis bakteri tertentu) Meliputi: kapsul, flagel, pilii, fimbria, klorosom, vakuola gas dan endospora. 2.3. Penggolongan Bakteri Adapun penggolongan bakteri adalah sebagai berikut: 2.3.1 Berdasarkan bentuk tubuhnya Penggolongan bakteri berdasarkan bentuk tubuhnya (Hajoeningtjas, 2012: 18), dibagi menjadi: 1. Kokus (bulat) Bakteri ini biasanya bulat atau oval, memanjang. Bakteri ini dapat dibedakan lagi menjadi beberapa macam, yaitu: monococcus, diplococcus, streptococcus, dan stafilococcus. 2. Basil (batang) Bakteri ini menyerupai bentuk batang pendek, silindris. Bakteri ini dapat dibedakan menjadi basil, diplobasil, dan streptobasil. 3. Vibrio (koma) Bakteri bentuknya seperti batang, melengkung dan menyerupai bentuk koma. Misalnya: Vibrio cholera. 8 4. Spirillum (spiral) Bakteri ini bentuknya bengkok-bengkok serupa spiral. Contoh: Treponema pallidum. 2.3.2 Berdasarkan kedudukan flagella pada selnya Menurut Pelczar dan Chan (2008:255), penggolongan bakteri berdasarkan kedudukan flagella dibedakan atas: 1. Monotrik, yaitu berflagel satu pada salah satu ujung. 2. Amfitrik, yaitu flagel masing-masing satu pada kedua ujung. 3. Lofotrik, yaitu berflagel banyak di satu ujung. 4. Peritrik, yaitu berflagel banyak pada semua sisi tubuh. 2.3.3 Berdasarkan pewarnaan gram (Gram Strain) Menurut Campbell, dkk (2003:109), bakteri berdasarkan pewarnaan gram dibagi menjadi: 1. Bakteri Gram Positif Bakteri gram positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna metil ungu gelap pada pewarnaan gram.Bakteri gram positif memiliki membrane tunggal yang dilapisi peptidoglikan yang tebal. Contoh: Micrococcus, Staphylococcus, dan Pediococcus. 2. Bakteri Gram Negatif Bakteri gram negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil ungu pada metode pewarnaan gram.Bakteri gram negatif memiliki membran dengan lapisan peptidoglikan tipis. Contoh: Escherichia, Vibrio, dan Flavobaterium. 9 2.3.4 Berdasarkan kebutuhan oksigen Menurut Pelczar dan Chan (2008:256), penggolongan bakteri berdasarkan kebutuhan oksigen, meliputi: 1. Bakteri Aerob Bakteri aerob merupakan bakteri yang membutuhkan oksigen bebas untuk mendapatkan energi. Misalnya: Nitrosomonas, Nitrobacter, Nitrosococus. 2. Bakteri Anaerob Bakteri anaerob tidak membutuhkan oksigen bebas untuk mendapatkan energi. Misalnya: Clostridium tetanii. 2.4. Reproduksi Bakteri Bakteri bereproduksi secara vegetatif dengan membelah diri secara biner. Pembuahan seksual tidak terjadi pada bakteri, tetapi terjadi pemindahan materi genetik dari satu bakteri ke bakteri lainnya tanpa menghasilkan zigot. Proses ini disebut proses paraseksual. Ada tiga proses paraseksual, yaitu: transformasi, konjugasi, dan transduksi (Hajoeningtjas, 2012:20). 2.5. Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba Menurut Hajoeningtjas (2008:66), faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba adalah sebagai berikut: 10 1. Suplai Nutrisi Mikroba sama dengan mahluk hidup lainnya, memerlukan suplai nutrisi sebagai sumber energi dan pertumbuhan selnya. Unusr-unsur dasar tersebut adalah: karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, zat besi dan lainnya. 2. Suhu/Temperatur Suhu merupakan salah satu faktor penting di dalam pertumbuhan mikroba. Suhu dapat mempengaruhi mikroba dalam dua cara, yaitu: a. Apabila suhu naik, maka kecepatan metabolisme naik dan pertumbuhan dipercepat, sebaliknya apabila suhu turun maka kecepatan metabolisme akan menurun dan pertumbuhan diperlambat. b. Apabila suhu naik atau turun secara drastis, tingkat pertumbuhan akan terhenti, komponen sel menjadi tidak aktif dan rusak sehingga sel-sel menjadi mati. 3. Keasaman atau Kebasaan (pH) Setiap mikroorganisme memiliki kisaran pH masing-masing dan memiliki pH optimum yang berbeda-beda. Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH 2,0-10,0. pH diluar kisaran 2,0 sampai 10,0 biasanya bersifat merusak. 4. Ketersediaan Oksigen Mikroorganisme memiliki karakteristik sendiri di dalam kebutuhannya akan oksigen. Dalam hal ini, mikroorganisme dibagi menjadi: a. Aerobik: hanya dapat tumbuh apabila ada oksigen bebas. b. Anaerob: hanya dapat tumbuh apabila tidak ada oksigen bebas. 11 c. Anaerob fakultatif: hanya dapat tumbuh baik dengan atau tanpa oksigen bebas. d. Mikroaerofilik: dapat tumbuh apabila ada oksigen dalam jumlah kecil. 2.6. Bakteri Selulolitik Bakteri selulolitik adalah bakteri yang mampu mendegradasi dan memanfaatkan selulosa sebagai sumber karbon dan energinya. Bakteri selulolitik dipilih sebagai salah satu bakteri pendegradasi selulosa karena memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan kelompok mikroba lainnya sehingga waktu yang dibutuhkan untuk produksi enzim lebih cepat (Baharudin, dkk, 2010: 225). Bakteri Angiococcus, selulolitik Bacillus, diantaranya Cellulomonas, berasal dari Cytophaga, genus Achromobacter, Clostridium, Cellivibrio, Flavobacterium, Pseuodomonas, Poliangium, Sorangium, Sporocytophaga, Vibrio, Cellfacicula (Rao, 1994:229). Menurut Lamid, dkk, (2011:37-42), jenis bakteri selulolitik yang didapat dari cairan rumen sapi, yaitu: Nitrosomonas europe, Bacillus sphaericus, Cellulomonas cellulans, Cytophaga hutchinsoi, Acidothermus cellulyticus, Lactobacilllus acidophilus, dan Cellvibrio mixtus. Menurut Khairiah, dkk (2013:87-92) dalam penelitiannya teriidentifikasi 6 genus bakteri pendegradasi selulosa antara lain Acetobacter, Acitenobacter, Azotobacter, Pseudomonas, Acidomonas dan Cellvibrio. Menurut Ningsih, dkk (2014:34-40) berdasarkan hasil 12 karakterisasi terhadap genusdiantaranya, isolat bakteri Pseudomonas, pendegradasi Plesiomonas, selulosa, diperoleh Pasteurella, 8 Neisseria, Actinobacillus, Corynebacterium, Aeromonas dan Vibrio. Bakteri pendegradasi selulosa menurut Supriyatna, dkk (2012:17) berasal dari genus Bacillus, Cellulomonas, Microbacterium, Neisseria, Streptococcus, Streptomycetes. Sementara, menurut Prawira (2013:21) jenis bakteri pendegradasi selulosa yang teriidentifikasi dalam penelitiannya, yaitu: Ruminococcus sp1, Ruminococcus sp2, Fibrobacter sp. dan Cellulomonas sp. Ekawati, dkk (2012:31-34) dalam penelitiannya juga menyebutkan terdapat 5 genus, yaitu Cellulomonas sp., Cellvibrio sp., Cytophaga sp., Micrococcus, dan Pseudomonas. Bakteri yang digunakan pada penelitian ini telah diidentifikasi oleh peneliti sebelumnya. Bakteri tersebut diidentifikasi dari limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Bakteri tersebut merupakan bakteri selulolitik karena menggunakan selulosa untuk nutrisi selama hidupnya. Adapun bakteri yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Bacillus Genus Bacillus merupakan bakteri gram positif, bentuk sel bulat, batang dan motil. Bakteri ini bersifat aerobik, mampu memfermentasi glukosa, laktosa dan sukrosa. Tersebar luas pada bermacam-macam habitat dan sedikit spesies yang patogen. Suhu tumbuh optimum pada 28ºC-35ºC (Yulvizar, 2013:5). Adapun klasifikasi dari genus Bacillus menurut Euzeby (2015:2) adalah sebagai berikut: 13 Kingdom : Bacteria Phylum : Firmicutes Class : Bacilli Order : Bacillales Family : Bacillaceae Genus : Bacillus Spesies : Bacillus anthracis 2. Actinomyces Menurut Pujiati (2014:42-46), genus Actinomyces merupakan bakteri gram positif, non-motil, memiliki filamen, bersifat aerob dan membentuk spora. Hidup di lingkungan bernutrisi rendah dan menggunakan senyawa lognoselulosa sebagai sumber energi. Menurut Euzeby (2015:2), klasifikasi dari genus Actinomyces adalah sebagai berikut: Kingdom : Bacteria Phylum : Actinobacteria Class : Actinobacteria Order : Actinomycetales Family : Actinomycetaceae Genus : Actinomyces Spesies : Actinomyces bovis 14 3. Bifidobacterium Genus ini mempunyai ciri-cirimorfologi sebagai berikut: warna koloni putih susu atau agak krem, bentuk koloni bulat dengan tepian seperti wol. Sel batang bentuknya sangat bervariasi, berukuran 0,5-1,3 x 1,5-8 µm, biasanya agak bengkok, bergerombol dan sering bercabang, merupakan bakteri gram positif, tidak motil,suhu optimum pertumbuhan pada suhu 30-37°C dan tumbuh baik pada NaCl 1-3% (Feliatra, dkk, 2004:78-79). Menurut Euzeby (2015:3), klasifikasi dari genus Bifidobacterium adalah sebagai berikut: Kingdom : Bacteria Phylum : Actinobacteria Class : Actinobacteria Order : Bifidobacteriales Family : Bifidobacteriaceae Genus : Bifidobacterium Spesies : Bifidobacterium bifidum 4. Planococcus Planococcus memiliki bentuk sel seperti bola dengan diameter 1,0-1,2 µm, sering ditemukan dalam bentuk tunggal atau berpasangan dan terkadang dalam bentuk tetrad. Memiliki sifat gram positif, aktif bergerak dengan satu atau dua flagella per sel, tidak membentuk endospora, bersifat aerobik, koloninya membentuk pigmen kuning sampai orange, katalasenya positif, mampu menghidrolisis gelatin, genus ini jarang memetabolisme karbohidrat (tidak membentuk asam). Temperatur 15 optimumnya adalah 27-30°C (Munawar, dkk, 2006:91). Menurut Euzeby (2015:3), klasifikasi dari genus Planococcus adalah sebagai berikut: Kingdom : Bacteria Phylum : Firmicutes Class : Bacilli Order : Bacillales Family : Planococcaceae Genus : Planococcus Spesies : Planococcus citreus 5. Kurthia Menurut Andriyani (2005:82), bakteri genus Kurthia merupakan bakteri gram positif, bentuk sel Plump rods, ukuran sel 0,5 x 1,5-2 µm, tidak membentuk spora, dan bersifat motil. Koloni bakteri ini berwarna putih krem, mampu memfermentasi glukosa dan manitol, serta mampu menghidrolisis gelatin dan pati. Tumbuh baik pada NaCl 0-30 %. Menurut Euzeby (2015:2), klasifikasi dari genus Kurthia adalah: Kingdom : Bacteria Phylum : Firmicutes Class : Bacilli Order : Bacillales Family : Planococcaceae Genus : Kurthia Spesies : Kurthia trevisan 16 6. Acidaminococcus Menurut (Bilak, dkk, 2007:2318), genus Acidaminococcus merupakan bakteri gram negatif, berbentuk kokus dan tidak membentuk spora. Menurut Euzeby (2015:2), klasifikasi dari genus Acidaminococcus adalah sebagai berikut: Kingdom : Bacteria Phylum : Firmicutes Class : Negativicutes Order : Selenomonadales Family : Acidaminococcaceae Genus : Acidaminococcus Spesies : Acidaminococcus fermentans 7. Micrococcus Bakteri genus ini termasuk ke dalam bakteri gram positif, bentuk sel bulat dan non motil. Koloni berwarna kekuningan sampai merah,ada yang mampu memfermentasi glukosa dan ada yang mampu memfermentasi laktosa dan sukrosa. Tumbuh optimum pada suhu 25ºC-37ºC (Yulvizar, 2013:5). Menurut Euzeby (2015:2), klasifikasi dari genus Micrococcus adalah sebagai berikut: Kingdom : Bacteria Phylum : Actinobacteria Class : Actinobacteria Order : Actinomycetales Family : Micrococcaceae 17 Genus : Micrococcus Spesies : Micrococcus luteus 8. Agrobacterium Menurut (Deacon, 2010:2), genus Agrobacterium merupakan bakteri gram negatif, tidak membentuk spora, dan bersifat motil. Menurut Euzeby (2015:2), klasifikasi dari genus Agrobacterium adalah sebagai berikut: Kingdom : Bacteria Phylum : Proteobacteria Class : Alphaproteobacteria Order : Rhizobiales Family : Rhizobiaceae Genus : Agrobacterium Spesies : Agrobacterium tumefaciens 9. Micromonospora Menurut (Yulvizar, 2013:5), genus Micromonospora merupakan bakteri Gram positif, membentuk spora, bersifat aerobik dan membentuk cabang misellium. Menurut Euzeby (2015:2), klasifikasi dari genus Micromonospora adalah sebagai berikut: Kingdom : Bacteria Phylum : Actinobacteria Class : Actinobacteria Order : Actinomycetales 18 Family : Micromonosporaceae Genus : Micromonospora Spesies : Micromonospora chalcea 10. Pediococcus Menurut (Supriyatna, dkk, 2012:13), genus Pediococcus merupakan bakteri gram positif, berbentuk kokus, bersifat non-motil, tidak membentuk spora, dan mampu memfermentasi glukosa, sukrosa, dan laktosa. Menurut Euzeby (2015:3) klasifikasi dari genus Pediococcus adalah sebagai berikut: Kingdom : Bacteria Phylum : Firmicutes Class : Bacilli Order : Lactobacillales Family : Lactobacillaceae Genus : Pediococcus Spesies : Pediococcus damnosus 11. Pseudomonas Bakteri genus Pseudomonas mempunyai ciri-ciri morfologi yaitu: warna koloni agak kekuningan, termasuk bakteri gram negatif, dan dalam kelompok selberbentuk batang dan lurus dengan ukuran 0,5-1,0 x1,5-5,0 µm. (Feliatra, dkk, 2004:79). Bakteri genus ini juga bersifat motil dengan letak flagella yang berlawanan dan merupakan bakteri gram negatif yang bersifat aerob (Yudono, dkk, 2013:131). 19 Menurut Euzeby (2015:3), klasifikasi dari genus Pseudomonas adalah sebagai berikut: Kingdom : Bacteria Phylum : Proteobacteria Class : Gammaproteobacteria Order : Pseudomonadales Family : Pseudomonadaceae Genus : Pseudomonas Spesies : Pseudomonas aeruginosa 12. Staphylococcus Staphylococcus merupakan bakteri gram positif, bentuk sel bulat, tidak berspora, dan motil. Bakteri ini bersifat fakultatif anaerob. Bentuk koloni bundar, tepian koloni licin, elevasi koloni timbul dan warna koloni putih susu. Mampu mengubah nitrit menjadi nitrat, mampu memfermentasi laktosa dan sukrosa, tumbuh optimum pada temperatur 37ºC. Beberapa spesies ada yang patogen pada manusia dan hewan (Yulvizar, 2013:5). Menurut Euzeby (2015:2), klasifikasi dari genus Staphylococcus adalah sebagai berikut: Kingdom : Bacteria Phylum : Firmicutes Class : Bacilli Order : Bacillales Family : Staphylococcaceae 20 Genus : Staphylococcus Spesies : Staphylococcus aureus 13. Flavobacterium Menurut (Yudono, dkk, 2013:131), Flavobacterium merupakan kelompok bakteri gram negatif, bentuk batang, bentuk koloni bulat tak beraturan, warna koloni putih mengkilat, ukuran koloni 0,2-1,6 µm, pada umumnya non motil, katalase dan oksidase positif. Menurut Euzeby (2015:2), klasifikasi dari genus Flavobacterium adalah sebagai berikut: Kingdom : Bacteria Phylum : Actinobacteria Class : Flavobacteria Order : Flavobacteriales Family : Flavobacteriaceae Genus : Flavobacterium Spesies : Flavobacterium aquatile 14. Streptomyces Menurut Supriyatna, dkk (2012:13), genus Streptomyces merupakan bakteri gram positif, bersifat motil, membentuk spora, dan bentuk koloni kecil. Streptomyces umumnya memproduksi antibiotik yang dipakai manusia dalam bidang kedokteran dan pertanian. Tumbuh pada temperatur optimum berkisar antara 25°C–35°C. Beberapa spesies tumbuh pada temperatur rentang psikrofilik dan termofilik. Beberapa spesies bersifat patogen, Streptomyces yang diisolasi sebagian besar 21 memiliki kemampuan dalam mendegradasi selulosa dan melarutkan fosfat. Menurut Euzeby (2015:3), klasifikasi dari genus Streptomyces adalah sebagai berikut: Kingdom :Bacteria Phylum : Actinobacteria Class : Actinobacteria Order : Streptomycetales Family : Streptomycetaceae Genus : Streptomyces Spesies : Streptomyces albus 15. Cellulomonas Menurut Supriyatna, dkk (2012:14), bakteri genus Cellulomonas merupakan bakteri gram-positif, sel berbentuk batang, nonmotil, fakultatif anaerob. Genus Cellulomonas mampu memecah selulosa, xilan dan pati. Menurut Purwadaria (2003), Cellulomonas memiliki enzim ekstraselular yang lebih berperan dalam penguraian selulosa bagian amorf. Menurut Euzeby (2015:2), klasifikasi dari genus Cellulomonas adalah sebagai berikut: Kingdom : Bacteria Phylum : Actinobacteria Class : Actinobacteria Order : Actinomycetales Family : Cellulomonadaceae 22 Genus : Cellulomonas Spesies : Cellulomonas flavigena 16. Clostridium Genus bakteri Clostridium merupakan bakteri gram positif, berbentuk batang dan berukuran cukup besar, membentuk spora, bersifat motil dengan flagel yang berbentuk peritrik. Menurut Euzeby (2015:2), klasifikasi dari genus Clostridium adalah sebagai berikut: Kingdom : Bacteria Phylum : Firmicutes Class : Clostridia Order : Clostridiales Family : Clostridiaceae Genus : Clostridium Spesies : Cloctridium botulinum 2.7. Limbah Kelapa Sawit Limbah kelapa sawit adalah sisa hasil tanaman kelapa sawit yang tidak termasuk dalam produk utama atau merupakan hasil ikutan dari proses pengolahan kelapa sawit. Limbah kelapa sawit dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: limbah perkebunan dan limbah industri kelapa sawit (Isroi, 2008:1). Menurut Fauzi, dkk (2005:143), limbah perkebunan kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan dari sisa tanaman yang tertinggal pada saat pembukaan areal 23 perkebunan, peremajaan dan panen kelapa sawit, antara lain: kayu, pelepah, dan gulma. Sementara limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan pada saat proses pengolahan kelapa sawit. Limbah jenis ini digolongkan dalam tiga jenis, yaitu limbah padat, limbah cair dan limbah gas. Salah satu jenis limbah padat industri kelapa sawit adalah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Tempurung kelapa sawit termasuk juga limbah padat hasil pengolahan kelapa sawit. Limbah padat mempunyai ciri khas pada komponennya. Komponen terbesar dalam limbah padat tersebut adalah selulosa. Selain selulosa, terdapat komponen lain seperti abu, hemiselulosa, dan lignindalam jumlah yang lebih sedikit (Fauzi, 2005:143). Menurut Fricke (2009:18), limbah padat yang dihasilkan dari proses pengelolaan kelapa sawit adalah serabut fibre, tandan kosong, lumpur selulosa dari kolam limbah. Jumlah bahan padat ini sangat besar apabila tidak ditangani secara langsung dan terencana. 2.8. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Tandan Kosong Kelapa Sawit merupakan salah satu jenis limbah padat yang dihasilkan dalam industri minyak sawit. Jumlah TKKS ini cukup besar karena hampir sama dengan jumlah produksi minyak sawit mentah. Limbah tersebut belum banyak dimanfaatkan secara optimal. Komponen terbesar dari TKKS adalah selulosa (4060%), disamping komponen lain yang jumlahnya lebih kecil seperti hemiselulosa (20-30 %), dan lignin (15-30 %) (Risza, 1994:22). 24 Adapun komposisi kimiawi Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) menurut Fauzi, dkk (2005:145), disajikan pada tabel 2.2 berikut. Tabel 2.1 Komposisi Kimiawi Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Komposisi Kadar (%) Abu 15 Selulosa 40 Lignin 21 Hemiselulosa 24 Sumber: Fauzi, dkk (2005:145). Menurut Isroi (2008:1), TKKS adalah limbah pabrik kelapa sawit yang jumlahnya sangat melimpah. Setiap pengolahan 1 ton Tandan Buah Segarakan dihasilkan TKKS sebanyak 22 – 23% atau sebanyak 220 – 230 kg. Jumlah limbah TKKS seluruh Indonesia pada tahun 2004 diperkirakan mencapai 18,2 juta ton. Tetapi, limbah ini belum dimanfaatkan secara baik oleh sebagian besar Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Indonesia. Gambar 2.1 Tandan kosong kelapa sawit (Dok.Pribadi, 2014) Sebagian besar PKS di Indonesia masih membakar TKKS, meskipun cara ini sudah dilarang oleh pemerintah. Alternatif pengolahan lainnya adalah dengan 25 menimbun (open dumping), atau diolah menjadi kompos. Cara terakhir merupakan pilihan yang terbaik, namun cara ini belum banyak dilakukan oleh PKS karena adanya beberapa kendala, yaitu waktu pengomposan, fasilitas yang harus disediakan, dan biaya pengolahan TKKS tersebut. Dengan cara konvensional, dekomposisi TKKS menjadi kompos dapat berlangsung dalam waktu 6 bulan sampai dengan 12 bulan (Isroi, 2008:3). Tandan kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik yang memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman. Tandan kosong kelapa sawit yang diubah menjadi kompos, tidak hanya mengandung nutrien, tetapi juga mengandung bahan organik lain yang berguna bagi perbaikan struktur organik pada lapisan tanah, terutama pada kondisi tanah tropis (Fauzi, dkk, 2005:145). 2.9. Pengomposan Menurut Herdiyantoro (2010:9), dekomposisi/pengomposan adalah proses biologi untuk menguraikan bahan organik menjadi bahan humus oleh mikroorganisme. Mikroorganisme menggunakan komponen residu sisa tanaman sebagai substrat untuk memperoleh energi yang dibentuk melalui oksidasi senyawa organik dengan produk utama CO (lepas ke alam) dan karbon (untuk sintesis sel baru). Pengomposan adalah proses biologis dimana mikroorganisme mengkonversi material organik menjadi kompos. Pengomposan didominasi oleh proses aerob atau 26 proses yang membutuhkan oksigen. Mikroorganisme memakai O untuk mendapatkan energi dan nutrisi dari material organik. Dalam proses tersebut menghasilkan karbon dioksida (CO ), air, panas, kompos dan beemacam-macam gas sebagai produk dari dekomposisi material organik. Berbagai macam transformasi biologis dan produk terjadi dalam proses pengomposan yang dilakukan oleh berbagai macam mikroorganisme, yang menghuni bermacam-macam lingkungan mikro (Stofella dan Kahn, 2001:18). Mikroba tidak dapat langsung memetabolisme partikel bahan organik tidak terlarut. Mikroba memproduksi dua sistem enzim ekstraseluler, yaitu: (1) sistem hidrolitik, memproduksi hidrolase dan berfungsi untuk mendegradasi selulosa dan hemiselulosa, (2) sistem oksidasi, bersifat lignolitik dan berfungsi untuk mendegradasi lignin. Mikroba menghasilkan enzim ekstraseluler untuk mendegradasi bahan organik berukuran besar menjadi lebih kecil dan larut dalam air (substrat bagi mikroba). Mikroba mentransfer substrat tersebut ke dalam sel melalui membran sitoplasma untuk menyelesaikan dekomposisi bahan oganik (Herdiyantoro, 2010:8). 2.10. Faktor Yang Mempengaruhi Laju Pengomposan 2.10.1. Ukuran bahan Proses pengomposan akan lebih cepat jika bahan mentahnya memiliki ukuran yang lebih kecil. Karena itu, bahan yang berukuran besar perlu dicacah atau digiling terlebih dahulu sehingga ukurannya menjadi lebih kecil. Bahan yang berukuran kecil 27 akan cepat didekomposisi karena luas permukaannya meningkat dan mempermudah aktivitas organisme perombak (Djuarnani, dkk, 2005:24). Bahan yang keras sebaiknya dicacah hingga berukuran 0,5-1 cm, sedangkan bahan yang tidak keras dicacah dengan ukuran yang agak besar, sekitar 5 cm. Pencacahan bahan yang tidak keras sebaiknya tidak terlalu kecil karena bahan yang terlalu hancur (banyak air) kurang baik (kelembabannya menjadi tinggi) dalam proses pengomposan (Indriyani, 2010:7). 2.10.2. Rasio C/N Rasio C/N merupakan faktor paling penting dalam proses pengomposan. Hal ini disebabkan karena proses pengomposan tergantung dari kegiatan mikroorganisme yang membutuhkan karbon sebagai sumber energi dan pembentuk sel, dan nitrogen untuk membentuk sel (Djuarnani, dkk, 2005:24). Nisbah C/N bahan organik merupakan indikator ketersediaan hara yang dikandungnya, nisbah C/N bahan organik yang ideal adalah yang mendekati nisbah C/N tanah subur, yaitu 10:1. Dedaunan/ serasah yang jatuh dipermukaan tanah umumnya bernisbah C/N tinggi (Hanafiah, dkk, 2005:124-125). Menurut Hanafiah (2005:176-177), nisbah C/N merupakan indikator yang menunjukkan proses mineralisasi-immobilisasi N oleh mikroba dekomposer bahan organik. Nisbah C/N bahan organik tanah berkisar antara 8:1-15:1 (umumnya antara 10:1-12:1), terkait dengan curah hujan dan suhu, mikrobia yang terlibat, dan nisbah C/N vegetasi diatasnya. Nisbah C/N awal suatu bahan organik yang akan didekomposisikan akan mempengaruhi laju penyediaan N dan hara-hara lainnya. 28 Menurut Stofella dan Kahn (2001:26-27), nilai awal rasio C/N penting dalam pengomposan yang efektif dan efisien, akan tetapi nilai akhir rasio C/N juga penting untuk menentukan nilai kompos yang sudah jadi sebagai pengganti tanah untuk tanaman tumbuh. Secara umum, nilai akhir rasio C/N biasanya berkisar antara 15-20. Nilai akhir rasio C/N yang lebih besar dari 20 harus dihindari karena bisa berdampak negatif pada pertumbuhan tanaman dan perkecambahan biji. Berikut disajikan Tabel 2.3 mengenai komposisi karbon dan nitrogen pada beberapa bahan organik. Tabel 2.2 Komposisi karbon (C) dan nitrogen (N) pada beberapa bahan organik. Jenis Rasio C/N Kadar Air Jumlah C Bahan (%) (%) (%) Potongan kertas 20 85 6 Gulma 19 85 6 Daun 60 40 24 Kertas 170 10 36 Limbah buah-buahan 35 80 8 Limbah makanan 15 80 8 Serbuk gergaji 450 15 34 Kotoran ayam 7 20 30 Sekam alas kandang ayam 10 30 25 Jerami padi 100 10 36 Kotoran sapi 12 50 20 Urin manusia Sumber: (Djuarnani, dkk, 2005:25) Jumlah N (%) 0,3 0,3 0,4 0,2 0,2 0,5 0,08 4,3 2,5 0,4 1,7 0,9 (/100ml) 2.10.3. Temperatur Menurut Stofella dan Kahn (2001:20), temperatur atau suhu merupakan faktor utama yang mempengaruhi aktivitas mikroba dalam proses pengomposan. Berdasarkan suhu, populasi mikrorganisme dalam suatu proses pengomposan dapat dibagi menjadi tiga kelas, yaitu: 29 1. Psikrophil: 0-25°C 2. Mesophil: 25-45°C 3. Thermophil: >45°C Temperatur mempengaruhi laju dekomposisi bahan organik sebagai dampak pengaruhnya terhadap jenis mikroba yang dominan. Umumnya proses dekomposisi maksimum pada temperatur 30-45°C. Pada temperatur dibawah 30°C atau diatas 45°C proses dekomposisi terhambat. Makin ke daerah dingin, kadar bahan organik dan N makin tinggi dengan pertambahan kadar 2-3 kali untuk setiap suhu tahunan (Hanafiah, 2005:177). 2.10.4. Kelembapan dan aerasi Umumnya mikroorganisme tersebut dapat bekerja pada kelembapan sekitar 40-60%. Kondisi tersebut harus dijaga agar mikroorganisme dapat bekerja secara optimal. Kelembapan yang lebih rendah atau lebih tinggi mengkibatkan mikroorganisme tidak dapat berkembang atau mati. Adapun kebutuhan aerasi tergantung dari proses berlangsungnya pengomposan tersebut, aerobik atau anaerobik (Indriyani, 2010:8). Kelembapan memengaruhi dominasi jenis mikroba yang aktif dalam proses dekomposisi bahan organik. Secara umum, dominasi bakteri berbanding terbalik dengan dominasi fungi. Pada kelembaban tinggi perkembangan dan aktivitas bakteri maksimum, menurun pada kondisi kering (tekanan -3 bar) dan sangat tertekan pada kadar air titik layu permanen (tekanan -15 bar). Sebaliknya dengan fungi, yang aktif pada kelembaban rendah (Hanafiah, 2005:177-178). 30 Menurut Sutanto (2002:54), karena mikroorganisme hanya dapat menyerap makanan dalam bentuk larutan, maka aras kelengasan yang sesuai diperlukan selama proses dekomposisi berlangsung. Kandungan lengas paling sedikit 25-35% dari berat kering bahan. Dibawah kadar air 20%, dekomposisi akan terhenti. 2.10.5. Derajat keasaman (pH) Umumnya mikroba berkembang dan aktif pada pH netral-alkalis (6,5-8,5), pada pH tanah 5,5-7,5 bakteri berkembang lebih baik, sedangkan pada pH diatas 7, aktinomisetes yang lebih berkembang. Fungi kurang sensitif terhadap pH, dapat berkembang baik pada pH 3,5-5,5 dan diatas 7,5 (Hanafiah, 2005:178). Menurut Prasojo (2012:19), tingkat keasaman berpengaruh besar bagi pertumbuhan mikroorganisme pada proses pembentukan kompos. Apabila bahan baku kompos terlalu asam, pH bisa ditingkatkan dengan cara menambahkan kapur. Jika tingkat pH cenderung tinggi atau basa maka pH bisa diturunkan dengan menambahkan bahan yang bereaksi asam (mengandung nitrogen). 2.10.6. Mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan Biasanya mikroorganisme yang terlibat pada proses pengomposan, yaitu: bakteri, fungi, actinomycetes, dan protozoa. Sering ditambahkan pula mikroorganisme ke dalam bahan yang dikomposkan. Dengan bertambahnya jumlah mikroorganisme, diharapkan proses pengomposan akan lebih cepat (Indriyani, 1999:8). Menurut Prasojo (2012:14), ada beberapa jenis mikroorganisme yang terlibat berdasarkan suhu yang sesuai untuk proses metabolisme dan pertumbuhannya. 31 Namun, yang diperlukan dalam proses pengomposan adalah mikroorganisme mesofil dan termofil. Disebut mesofil karena mikroorganisme tersebut hanya bisa hidup pada suhu 25-40oC. Sementara itu, mikroorganisme termofil hidup pada lingkungan bersuhu di atas 65oC. Mikroorganisme yang terlibat pada awal proses pengomposan adalah jenis mesofil.