BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Customer Loyalty

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Customer Loyalty
Costumer Loyalty didefinisikan sebagai level komitmen dari konsumen terhadap
perusahaan, dimana pembelian yang terus menerus kepada produk/jasa perusahaan
menunjukkan loyalitas. Dalam hal ini konsumen dan perusahaan menjadi komit satu
sama lain, sehingga hubungan client-firm menjadi stabil dalam jangka panjang
(Nayebzadeh, et al. (2013)). Sementara itu Yi dalam Wu (2011) mendefinisikan customer
satisfaction
sebagai
rangkuman
pengalaman
konsumen
mengkonsumsi
suatu
produk/layanan berdasarkan selisih antara ekspektasi sebelumnya dengan apa yang
diperoleh setelah mengkonsumsi produk/layanan tersebut.
Dick dan Basu
dalam Nayebzadeh, et al. (2013) mengajukan pendapatnya bahwa
terdapat 4 (empat) tipe loyalitas konsumen, yakni:
1.loyalty (level tertinggi): Situasi ini merupakan situasi yang ideal yang paling di
harapkan para pemasar. Di mana konsumen bersikap positif terhadap produk atau
produsen dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten.
2.spurious loyalty (dimana inertia menjadi komponen penting dalam spurious loyalty):
Keadaan seperti ini ditandai dengan pengaruh non sikap terhadap perilaku, seperti
norma subjektif dan faktor situasional. Situasi semacam ini dapat dikatakan pula inertia,
dimana konsumen sulit membedakan berbagai merk dalam kategori produk dengan
tingkat keterlibatan rendah. Sehingga pembelian ulang di lakukan atas dasar
pertimbangan situasional, seperti familiarity (dikarenakan penempatan produk yang
strategis pada rak pajangan, lokasi outlet di pusat perbelanjaan).
3.latent loyalty:loyaliyas dimana pelanggan menyukai produk secara diam diam
4.no loyalty: Hal ini dapat terjadi bila sikap dan perilaku pembelian ulang pelanggan
sama-sama lemah, maka loyalitas tidak terbentuk.
8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Oliver dalam Nayebzadeh, et al. (2013) mengonsepkan model empat tahap customer
loyalty, yang terdiri dari empat fase sekuen dalam perkembangan loyalitas konsumen,
yakni:
1.kognitif(cognitive): loyalitas pada tahap ini berhubungan langsung dengan informasi
yang tersedia dari barang atau jasa dalam harga dan manfaatnya. Loyalitas pada tahap
ini tergolong rendah, sehingga jika toko lain menawarkan harga yang lebih baik, maka
pelanggan akan berpindah ke toko tersebut untuk berbelanja. Hal ini karena pelanggan
sadar atau peka akan harga dan manfaat produk.
2.afektif (affective):suatu produk yang mau dibeli sudah masuk kedalam pikirannya
3.konatif (conative): loyalitas berhubungan dengan komitmen dalam pembelian kembali
suatu produk spesifik. Pelanggan pada tahap ini memilih untuk berkomitmen membeli
lagi suatu barang atau jasa secara konsisten di masa mendatang.
4.Action:pelaksanaan pembelian produk tsb
Khan dan Schmittein dalam Wu (2011) maupun Vogel, et al. (2008) menyatakan, pada
dasarnya apabila penyedia jasa adalah sama dalam penawaran mereka dan lemah dalam
hal alternatif diferensiasi, loyalitas konsumen lebih berkaitan dengan inertia daripada
sikap yang lebih positif dalam perilaku membeli. Sementara Wu (2011) melihat posisi
variabel inertia, alternative atttractiveness(alternative produk menarik lain yang
ditawarkan oleh competitor), relationships length(hubungan jangka panjang terlebih
dahulu sebelum tujuan tercapai), dan commitment(menepati penawaran), adalah
antiseden(variabel penting yang mempengaruhi) penting dari customer loyalty.
2.1.2 Perceived Value
Ishaq (2012) menjelaskan bahwa selain kepuasan konsumen (customer satisfaction),
penelitian-penelitian terdahulu seperti yang pernah dilakukan Andreassen & Bodil
(1998), Park, et al. (2006) telah mencoba untuk menguji hubungan antara citra
perusahaan (corporate image), nilai yang dirasakan (perceived value), dan kualitas
layanan (service quality) dan dengan loyalitas konsumen (customer loyalty). Penelitian
Bauer, et al. (2006) dalam Ishaq (2012) menemukan hubungan yang positif antara
kualitas layanan dan perceived value yang kemudian menyebabkan loyalitas konsumen.
9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Penelitian Yang & Peterson (2004) dan
Sirdeshmukh, et al. (2002), sebagaimana
diungkapkan Ishaq (2012),
bahwa terdapat hubungan positif
menemukan
antara
consumer perceived value dengan loyalitas konsumen.
Sebagaimana dikemukakan Ishaq (2012), perceived value didefinisikan oleh Bishop
(1984) dan Velimirovic, et al. (2011) sebagai “the perception about quality, social
psychology, benefit and money” (persepsi mengenai kualitas, psikologi sosial, benefit dan
uang).
Oliver dan DeSarbo (1988) dalam Hasan, et al. (2014) mengemukakan bahwa perceived
value mencerminkan
hubungan “consumer’s outcome” atau “input” dengan “firm’s
outcome” atau “input” dalam teori equity. Konsep “equity” berhubungan dengan persepsi
konsumen dan evaluasi mengenai apa yang benar, fair, dan bernilai dalam meraih produk
atau servis. Dengan kata lain, perceived value konsumen merupakan hasil dari kalkulasi
reward dan pengeluaran terkait apa yang disebut sebagai penawaran (offering) oleh
perusahaan (Bolton dan Lemon, 1999, dalam Hasan, et al. (2014)). Konsumen akan
merasa memperoleh perlakuan yang fair jika kalkulasinya mengenai hasil pada input
tersebut setara dengan apa yang perusahaan tawarkan dan diterima konsumen (Oliver
dan DeSarbo. (1998) dalam Hasan, et al. (2014)).
Berdasarkan hasil peneilitian Andreasen & Bodil dalam Maas dan Graf (2008), dalam
hubungan antara konsumen dengan perusahaan jasa, konsep servis memiliki makna yang
berbeda yang secara relatif berbeda dengan servis bidang tradisional.
Sementara itu benefit dan pengorbanan diterima dari hubungan antara para pihak dalam
bisnis dapat dijelaskan dengan beberapa jalan. Kotler (2003) mendefinisikan benefit total
sebagai nilai total konsumen, termasuk di dalamnya nilai produk, nilai servis, nilai
personal, dan nilai image. Sedangkan pengorbanan total dapat dibagi ke dalam biaya
finansial, biaya waktu, biaya energy, dan biaya emosional.
10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.1.3 Perceived Quality
Pentingnya “Perceived Quality” berasal dari dampaknya pada “Purchase Intentions”,
meski riset lain menemukan hal yang sebaliknya. Sejumlah ilmuwan mendukung adanya
efek langsung (a positive direct effect) dari Perceived Quality terhadap Purchase
Intentions (Carman & Boulding, Staelin & Zeithml, Pasuraman, et al. dalam Tsiotsou
(2005)). Sedangkan laporan lain menyatakan bahwa hubungan Perceived Quality”
terhadap “Purchase Intentions” harus melalui variabel antara yakni “Customer
Satisfaction” dan argumen yang menyatakan bahwa dua-duanya (direct effect atau
indirect effect) sama-sama bisa dibuktikan benar (Tsiotsou, 2005)
Meskipun masih merupakan perdebatan mengenai sifat relasi (direct effect atau indirect
effect), Tsiotsou (2005) mengemukakan bahwa
hubungan “Perceived Quality” dan
“Purchase Intentions” hasilnya sama-sama baik, sedangkan pengaruhnya secara parsial
lebih fokus ke jenis layanan (service), bukan produk. Meskipun “Perceived Quality”
secara umum lebih merupakan konstruk pasca pembelian (a post-purchase construct)
(Holbrook & Corfman, Roest & Pieters), sejumlah ilmuwan (Rust & Oliver) dalam
Tsiotsou (2005) mendukung gagasan bahwa Perceived Quality bisa digunakan baik untuk
konstruk setelah pembelian (post-purchase construct) maupun sebelum pembelian (prepurchase), dengan argumen bahwa pengalaman tentang produk sebelumnya tidak perlu
memperkirakan kualitas.
Szybillo dan Jacoby dalam Tsiotsou (2005) mengemukakan bahwa Purchase Intention
akan menjadi lebih tinggi bila dikaitkan dengan Perceived Value yang tinggi
dibandingkan
dengan
Perceived
Quality
yang
tinggi.
Berbagai
studi
telah
menginvestigasi faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan konsumen untuk membeli
(consumers intention to make purchases). Dodds dan Monroe mengeksplorasi konsepkonsep dasar yang berkaitan dengan product value, dan menyatakan bahwa konsumen
akan membeli produk-produk dengan high-value, dan sebaliknya konsumen cenderung
kurang tertarik membeli produk yang low-value. Menurut Dodds, et al. (Tsiotsou, 2005)
product value secara langsung mempengaruhi keinginan untuk membeli.
11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Sebagaimana dikemukakan oleh Tsiotsou (2005). kualitas (quality) merupakan konsep
multidimensional yang tidak mudah untuk didefinisikan maupun diukur. Sedangkan suatu
perbedaan bisa dibuat antara kualitas objektif (objective quality) dengan kualitas menurut
persepsi konsumen (perceived quality). Kualitas objektif (objective quality) merujuk pada
keunggulan teknis secara aktual tentang produk tersebut yang bisa diverifikasi maupun
diukur (Monroe & Krishman, dalam Tsiotsou (2005). Sebaliknya, “Perceived Quality”
merupakan penilaian global dari jelek (bad) hingga bagus (good), yang bercirikan level
abstraksi yang tinggi dan merujuk pada setting konsumsi yang spesifik (Tsiotsou, 2005).
2.1.4 Product Quality Attributes
Per definisi, atribut kualitas (quality attributes) atau atribut kualitas produk (product
quality attribures) merujuk pada sinyal yang digunakan konsumen untuk berpendapat
mengenai kualitas yang diharapkan atau dialami. Kualitas yang dialami (experienced
quality) merujuk pada hasil evaluasi fisik suatu produk ketika mengalami, menggunakan
atau mengkonsumsi produk tersebut. Sedangkan kualitas yang diharapkan (expected
quality) merujuk pada titik pembelian, sebelum mengalami atau mengkonsumsi produk.
Sungguhpun kualitas produk yang dialami (experienced product quality) dan kualitas
produk yang diharapkan (expected product quality) merupakan dua istilah yang berbeda,
namun keduanya berhubungan terutama ketika keduanya digunakan pada level yang
berbeda yang dirasakan atau kualitas produk melalui isyarat intrinsik maupun ekstrinsik,
dan keduanya sering dipakai dalam demonstrasi visual penilaian atribut kualitas produk
(product quality attributes) (Acebron dan Dopico dalam Ackaradejruangsri, 2013).
Menurut Grunert, et al. (Ackaradejruangsri, 2013). Atribut kualitas produk (product
quality attributes) juga dinamakan kriteria kualitas produk (product quality criteria) .
Menurut Steenkamp (Ackaradejruangsri, 2013). atribut kualitas produk merujuk pada
benefit fungsional dan psikologis yang disediakan oleh suatu produk yang diobservasi
sebelum dikonsumsi. Sebelum dikonsumsi, benefit tidak jelas dan terkadang tidak
diketahui. Untuk alasan inilah, konsumen bisa menggunakan sejumlah tanda dalam
rangka membandingkan alternatif-alternatif yang bernilai, kemudian memeringkatkan
hasil evaluasi terhadap dimensi sejumlah produk sebelum memutuskan membeli atau
12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
mengkonsumsi. Oleh karena itu, menurut Ofek dan Srinivasan, 2002 (Ackaradejruangsri,
2013) perusahaan sering memodifikasi atribut-atribut produk mereka. Berbagai faktor,
seperti keberagaman preferensi konsumen, kemajuan dalam kemampuan teknologi,
perubahan dalam biaya manufaktur, persaingan antara merek. Kesemuanya menjadi
penggerak bagi perusahaan untuk memodifikasi dan memperbaiki atribut kualitas produk
(product quality attributes) untuk mendapatkan posisi yang lebih kompetitif.
Dari sudut pandangan teoritis, sejumlah sinyal dan atribut yang berhubungan dengan
produk dapat menjadi alat penilaian dalam meng-guide konsumen untuk memutuskan
pembelian. Sinyal umum termasuk nama merek (brand name) atau iklan nama, iklan
merek, ciri-ciri produk (product feature), atau penampilan produk (product appearance),
harga (price), reputasi produk (product reputation), nama toko (store name), garansi
(warranty) dan jaminan (guarantee) (Akerlof, Ross, Coppeer, Rao dan More, Nelson,
Leavitt, dalam Ackaradejruangsri, 2013). Menurut Olson (Ackaradejruangsri, 2013),
atribut-atribut produk tersebut pada dasarnya terbagai atas dua kategori, yakni isyarat
intrinsik (intrinsic cues) dan isyarat ekstrinsik (extrinsic cues). Termasuk dalam Isyarat
intrinsic (intrinsic cues) adalah karakteristik produk yang berwujud atau bagian dari fisik
produk yang tidak bisa diubah kecuali dengan mengubah fisik produk itu sendiri. Rasa
(flavor), warna (color), tekstur (texture), dan tingkat kesegaran (degree of freshness)
merupakan contoh atribut intrinsic yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas
produk. Di lain pihak, isyarat ekstrinsik (extrinsic cue) mencakup karakteristik yang
berhubungan dengan produk, namun tidak termasuk karakteristik fisik (Olson, 1977
dalam Ackaradejruangsri, 2013). Harga, nama merk, asal negara (country of origin), tipe
outlet, presentasi mengenai produk, pengaruh pegawai toko, promosi, kemasan, dan
iklan, merupakan contoh-contoh dari isyarat ekstrinsik (Steenkamp, 1989 dalam
Ackaradejruangsri, 2013).
2.1.5 Customer Relationship
Sebagaimana dikemukakan oleh Gronroos (Rizan, et al, 2014), sebagai hasil dari
globalisasi dalam bisnis dan berkembangnya pengakuan mengenai pentingnya retensi
pelanggan (customer retention), loyalitas konsumen (customer-loyalty), ekonomi pasar
13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dan ekonomi hubungan konsumen (customer relationship), telah membawa perusahaanperusahaan untuk menyampaikan penambahan benefit untuk konsumen. Oleh karena itu
Bose (Rizan, et al, 2014) melaporkan bahwa telah banyak bukti nyata bahwa perusahaanperusahaan secara fundamental telah memodifikasi bagaimana strategi pemasaran
dijalankan, yakni berpindah dari mengelola “big-pool” dari semua klien secara umum, ke
arah mengelola konsumen secara spesifik. Modifikasi strategi pemasaran ini termasuk
dalam memapankan, mempertahankan, dan memperkuat hubungan yang dibangun
dengan menggabungkan antara hubungan jangka panjang dengan konsumen (customer
relationship) dengan tujuan ekonomi yang hendak dicapai perusahaan.
Filosofi dasar hubungan pemasaran berlandaskan pada asumsi bahwa interaksi dan
strategi antara perusahaan dan konsumen dan memperoleh dan menjaga loyalitas
konsumen Gummesson (Berry, dalam Rizan, et al, 2014) mendefinisikan hubungan
pemasaran sebagai “a continuation of the mutual relationship between a service provider
and a customer who lead to formation of profitability” (keberlangsungan hubungan
kedua pihak antara pemasok layanan dengan konsumen yang mengarah pada formasi
keuntungan).
Menurut Kotler (Rizan, et al, 2014) upaya membangun hubungan jangka panjang dengan
konsumen tersebut termasuk menjalankan asumsi bahwa lebih sulit memperoleh
konsumen baru daripada mempertahankan dan memelihara konsumen lama, sedangkan
faktanya lebih banyak yang mengejar konsumen baru sementara konsumen lama
diabaikan. Pemasaran transaksional, dengan menggunakan paradigma lama, lebih
menekankan pada konsep 4-P (product, placement, price, promotion) yang lebih
memfokuskan pada aspek bisnis dari produk tersebut, namun tidak cukup tekanan untuk
meretensi konsumen (Gummesson dalam Rizan et al, 2014).
Penelitian terdahulu mengenai hubungan pemasaran (Rizan, et al, 2014) mengkonfirmasi
bahwa mempertahankan konsumen perusahaan yang sudah ada ternyata jauh lebih
menguntungkan daripada mencari konsumen baru. Selain itu, menurut Reichheld (Rizan
14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
et al, 2014) hubungan pemasaran membantu dalam menambah pangsa pasar (marketshare), keuntungan (profitability), dan mengurangi biaya.
2.1.6 Trusworthiness
Todd (2007) memperkenalkan paradigma baru dari “trust”, dengan rumus trust=
acceptable uncertainty. Hal ini berarti bahwa ketika seseorang secara total dalam posisi
ketiadapastian, adalah tidak mungkin untuknya untuk mempercayainya. Sebaliknya,
ketika seseorang itu secara absolut percaya, maka orang tersebut berada dalam kondisi
kepastian, atau tidak memiliki ketidakpastian. Meskipun begitu, menurut Todd (2007)
kepercayaan yang absolut adalah hanya teoritis, karena di dunia nyata seseorang tidak
mungkin mempercayai pikiran dan tindakan orang lain untuk setiap waktu.
The Conference Board of Canada dalam tahun 2005 mendefinisikan trust sebagai “trust
merupakan suatu posisi di persimpangan jalan. Pada satu sisi dari persimpangan jalan itu
adalah bahwa individu berkeinginan untuk bergabung dalam perilaku kooperatif yang
tidak sepi dari risiko dan ketidakpastian (Todd, 2007).
Kepercayaan konsumen, sebagaimana dikemukakan oleh Norizan dan Salaheldin
(Madjid, 2013), memiliki dua komponen, yakni performa dan kredibilitas. Performa atau
kredibilitas trust adalah penting dalam business-to-consumer (B2C), karena perusahaan
terkait dengan konsumen secara langsung.
Menurut Todd (2007) trust merupakan kondisi psikologis yang tidak berbentuk yang
tidak mudah untuk dipisahkan dan di-manage secara akurat. Jika peneliti tidak bisa secara
langsung mengukur trust, Todd (2007) mengajukan 3 (tiga) indikator sebagai proksi,
yakni: (1) assertions: what the relying (trusting) party says; yang berarti pernyataan:
perkataan apa yang diandalkan pihak lain? (2) actions (how the relying party behaves):
aksi (apa yang dilakukan oleh pihak lain yang membuat kita percaya), (3) conditions (the
conditions that make it possible for a person to trust), berarti kondisi-kondisi yang
memungkinkan seseorang untuk dipercaya.
15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.2 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Sejumlah penelitian yang relevan dengan penelitian ini tampak pada Tabel 2.1 Penelitian.
Bhakar et al. (2015) menggunakan variabel Niat Membeli sebagai variabel terikat,
variabel Dukungan Selebriti, dan Kemasan Produk sebagai variabel bebas, serta
Pengetahuan Konsumen dan Nilai yang Dipersepsikan sebagai variabel mediasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Dukungan Selebriti secara signifikan mempengaruhi Niat
Membeli sampo. Begitu pula Pengetahuan Konsumen dan Nilai yang Dipersepsikan
sebagai variabel mediator mempengaruhi Niat Membeli. Hanya saja Pengetahuan
Konsumen sedikit kurang penting dalam mempengauhi Minat Membeli apabila
dibandingkan dengan Nilai yang dirasakan.
Berikutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Younus et al. (2015), Shafiq et al
(2011), dan Hassan & Jamil (2014). Umumnya hasil penelitian membuktikan terdapat
pengaruh atau hubungan yang signifikan antara dukungan selebriti, kemasan/ desain
produk, dan/ atau pengetahuan konsumen terhadap niat membeli. Hanya penelitian
Hassan & Jamil (2014) yang menyatakan sebaliknya, bahwa dukungan selebriti dan
kemasan produk tidak mempengaruhi niat membeli.
Adapun persamaan penelitian-penelitian terdahulu adalah pada penggunaan variabel.
Namun perbedaannya, konstruk dari penelitian terdahulu tersebut tidak ada penelitian
yang sama persis dengan konstruk penelitian ini. Selain itu lokasi penelitian merupakan
orisinalitas lain penelitian ini dibandingkan dengan penelitian terdahulu yang relevan.
No
1.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Peneliti
Variabel
Hasil Penelitian
Akbar &Parvez Service
Hasil penelitian
(2009)
quality, Trust, menunjukkan
Customer
bahwa kepercayaan dan
satisfaction,
kepuasan pelanggan
customers
secara positif dan
loyalty
signifikan berhubungan
dengan loyalitas
pelanggan
16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan(lanjutan)
No
Peneliti
Variabel
Hasil Penelitian
Hasil penelitian
2.
Ishaq (2012)
Perceived
Value, Services menunjukkan bahwa
citra perusahaan tidak
Quality,
memiliki pengaruh dalam
Corporate
Image,
mempromosikan loyalitas
Customer
pelanggan di
industri telekomunikasi
Loyalty
Pakistan
sedangkan kualitas layanan
mendapat kepentingan
tinggi
oleh pelanggan
3.
Bagram&
Khan. (2012).
Customer
Loyalty,
Consumer
Attitude,
Consumer
Behavior
Penelitian ini dilakukan
terhadap 120 mahasiswa
dari tiga universitas di
Peshawar, Pakistan.
Penelitian kuantitatif ini
dianalisis dengan analisis
regresi, menggunakan
perangkat pengolah data
SPSS 19. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
customer loyalty lebih
banyak tergantung pada
customer satisfaction
daripada customer
retention. Dalam penelitian
ini ditemukan bahwa
customer perceived value
dan customer perceived
quality merupakan faktor
yang memiliki kontribusi
dalam customer loyalty.
4
Kheng
et al(2010)
Customer
satisfaction
Penelitian
menunjukkan bahwa
17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
No
.
5
6.
7.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan(lanjutan)
Peneliti
Variabel
Hasil Penelitian
customer
peningkatan kualitas
loyalty
pelayanan dapat
meningkatkan loyalitas
pelanggan
Mohsan
Hasil penelitian
Customer
et al(2011)
menunjukkan bahwa
Satisfaction,
kepuasan pelanggan
Customer
Loyalty,
berkorelasi positif dengan
Intentions
loyalitas pelanggan dan
berkorelasi negatif dengan
to Switch
niat pelanggan untuk
berpindah
Hasil penelitian
Pratminingsih
Online
menunjukkan bahwa
shopping,
et al(2013)
kepuasan, kepercayaan dan
satisfaction,
komitmen
trust,
memiliki dampak yang
commitment,
signifikan terhadap
customer
loyalitas pelanggan
loyalty
Studi ini dilakukan di tiga
Service
Ivanauskiene
negara, yakni Lithuania,
&Volungenaite Quality,
Latvia, dan Estonia. Survei
Customer
(2014).
dilakukan terhadap 370
Loyalty
responden yang berasal dari
sektor eceran, hingga sektor
peralatan rumah tangga.
Teknik analisis
menggunakan
Principal Component
Analysis dan Regresi
Linear, dengan alat bantu
software SPSS.
Hasil penelitian
mengungkapkan bahwa
dimensi dari layanan
kualitas layanan (service
quality) dari sektor industri
yang spesifik cenderung
berbeda di tenaga tersebut
dengan menggunakan skala
RSQS. Studi ini juga
menemukan bahwa tiga
dimensi dari Service
Quality (Interaksi Personal,
18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan(lanjutan)
No
Peneliti
Variabel
Hasil Penelitian
Kebijakan, Kualitas
Produk) memiliki pengaruh
positif terhadap loyalitas
konsumen pada responden
industri rumah tangga di
tiga negara tersebut.
Tujuan dari studi ini adalah
8.
Nguyen et al
Customer
untuk mengevaluasi peran
(2013).
Trust,
variabel mediasi “Customer
Customer
Trust” terhadap ”Customer
Loyalty,
Loyalty”. Data yang
Corporate
digunakan adalah 1.296
Identity,
responden dari anggota
Corporate
pemilik kartu kredit. Hasil
Image,
dari penelitian ini
Corporate
menunjukkan bahwa
Reputation
Customer Trust dapat
berperan sebagai variabel
mediasi yang memperkuat
pengaruh Corporate Identity,
Corporate Image, dan
Corporate Reputation,
terhadap loyalitas
Hasil penelitian menunjukkan
Services
9.
Dagger
perbedaan yang signifikan
marketing,
O’Brien
antara pemula dan yang
(2010).
Customer
sudah berpengalaman.
loyalty,
Secara khusus, dampak
Customer
satisfaction, kepercayaan, sosial dan
perlakuan khusus manfaat
Trust
pada persepsi
kepuasan, kepercayaan dan
komitmen, dan akhirnya
loyalitas pelanggan,
10.
Sarwar et al
Customer
Hasil penelitian menunjukkan
(2012)
loyalty,
bahwa Customer Trust,
Customer
Loyalitas Pelanggan dan
Trust,
Penyebab Pemasaran
Customer
Terkait memiliki hubungan
retention
positif namun Retensi
Kepercayaan dan
Pelanggan memiliki
hubungan negatif dalam
19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan(lanjutan)
Hasil Penelitian
Variabel
Peneliti
No
konteks Pakistan. Layanan
Seluler Operator Pakistan
harus secara jelas
mendefinisikan dan
membingkai ulang kebijakan
mereka mengenai aspek
Tujuan penelitian ini adalah
Relationship
Jesrie et al
11.
untuk menginvestigasi
Marketing,
(2013)
hubungan antara komponen
Customer
relationship-marketing
Loyalty
dengan customer loyalty.
Studi terhadap 384 responden
pada Mehr Bank di Provinsi
Kermanshah, Iran
menggunakan teknis analisis
data “correlation coefficient”
dan regresi, dengan
menggunakan SPSS. Hasil
riset menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara
komponen relationship
marketing (termasuk trust,
commitment, communication
quality, conflict handling,
dan competence) terhadap
customer loyalty, secara
parsial. Ketika dilakukan
pengujian secara simultan,
kelima komponen marketing
relationship berpengaruh
terhadap customer loyalty
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
kepuasan pelanggan
memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap
kepercayaan dan loyalitas
pelanggan
20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
No
12
13
14
15
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan(lanjutan)
Variabel
Peneliti
Hasil Penelitian
Customer
Khan(2012)
Hasil penelitian
satisfaction,
menunjukkan bahwa
Customer
kepuasan dan daya tahan
retention,
pelanggan memiliki
Customer
dampak signifikan pada
loyalty
kepuasan pelanggan
Customer
Madjid
Hasil penelitian
Satisfaction,
(2013)
menunjukkan bahwa
Customer
kepuasan pelanggan
Trust,
memiliki pengaruh yang
Customer
signifikan terhadap
Loyalty,
kepercayaan dan loyalitas
Banking
pelanggan
Industry
Customer
Nayebzadeh
Hasil penelitian
et al (2013)
Loyalty,Custo menunjukkan bahwa
inersia pelanggan memiliki
mer
dampak positif dan
Satisfaction,
signifikan terhadap
Inertia,
kesetiaan pelanggan
Switching
barriers, Trust,
Commitment,
Alternative
Attractiveness,
Zone
of tolerance
Rizan et al
Hasil penelitian
Relational
(2014)
mengungkapkan bahwa
marketing,
taktik hubungan pemasaran
customer
dipengaruhi loyalitas
satisfaction,
customer trust, pelanggan secara signifikan
melalui kepercayaan
customer
pelanggan dan kepuasan
loyalty
pelanggan.
Penelitian terdahulu dapat dibuatkan matrix untuk metode yang digunakan seperti pada
Tabel 2.2
21
http://digilib.mercubuana.ac.id/


Penelitian ini (2017)
Rizan et al (2014)
Nayebzadeh et al (2013)
Madjid (2013)
Khan (2012)
Jesrie et al(2012)
Sarwar et al(2012)
Dagger & o brien 2010
Ivanauskiene &Volungenaite (2014).
)
Nguyen et al (2013)
Pratminingsih et al (2013)




Mohsan et al (2011)

Kheng et al (2010)

Bagram & Khan (2012)
Ishaq (2012)
No
I.Variabel
Penelitian
1 Service
quality
2 Trust
3 Customer
satisfaction
4 customers
loyalty
5 Perceived
Value
6 Corporate
Image,
7 Consumer
Attitude,
8 Consumer
Behavior
9 Intentions to
Switch
10 Online
shopping
11 satisfaction
12 Customer
Trust,
13 Corporate
Identity
14 Corporate
Reputation
15 Services
Akbar & Parvez (2009)
Tabel 2.2 State Of The Art Penelitian
Penelitian(tahun)




 
 


  
 



 

















22
http://digilib.mercubuana.ac.id/


Penelitian ini (2017)
Rizan et al (2014)
Nayebzadeh et al (2013)
Madjid (2013)
Khan (2012)
Jesrie et al (2013)
Sarwar et al (2012)
Dagger & o brien 2010
Pratminingsih et al (2013)
Mohsan et al (2011)
Kheng et al (2010)
Bagram & Khan (2012)
Ivanauskiene &Volungenaite (2014).
)
Nguyen et al (2013)
No
I Variabel
Penelitian
(lanjutan)
marketing
16 Relationship
Marketing
17 Customer
Retention
18 Banking
Industry
19 Alternative
Attractiveness,
20 Zone of
tolerance
21 Inertia
22 Switching
barriers
23 Relational
Marketing
24 Perceived
Quality
25 product
attribute
26.customer
relationshionship
27Trustworthiness
28 commitment
Ishaq (2012)
Akbar & Parvez (2009)
Tabel 2.2 State Of The Art Penelitian(lanjutan)
Penelitian(tahun)














23
http://digilib.mercubuana.ac.id/

Penelitian ini (2017)
Rizan et al (2014)
Nayebzadeh et al (2013)
Madjid (2013)
Jesrie et al (2013)
Khan (2012)
Sarwar et al (2012)
Dagger & o brien 2010
Pratminingsih et al (2013)
Mohsan et al (2011)
Kheng et al (2010)
Bagram & Khan (2012)
Ivanauskiene &Volungenaite (2014).
)
Nguyen et al (2013)
No
II Metode
Yang
Digunakan
1.Analisis
Factor
2.Analisis
Confirmatory
Factor
3 Analisis
Exploratory
Factor
4 Structural
equation
Modeling
(SEM)
5 Analisis
Regresi
Linear
6 Analisis
Regresi
Linear
Berganda
7 Pearson
Correlation
8 SPSS
9 AMOS
Ishaq (2012)
Akbar & Parvez (2009)
Tabel 2.2 State Of The Art Penelitian(lanjutan)
Penelitian(tahun)




























24
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.3 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
PT Telkomsel yang menguasai sekitar 42,4% pangsa pasar (market-share) telepon seluler
di Indonesia per 31 Desember 2014. Berdasarkan kriteria Kotler (2003) mengenai
struktur pasar, jelas PT Telkomsel merupakan pemimpin pasar (market leader) karena
menguasai lebih 40% pangsa pasar. Namun sebagai pemimpin pasar, PT Telkomsel tidak
bisa terlena. Faktanya dalam beberapa tahun ini telah terjadi perpindahan (churn) dari
produk pascabacayar PT Telkomsel, yakni KartuHalo, yang bukan hanya pada produk
lain sesama produk Telkomsel (27,05%), namun terutama terjadi perpindahan ke operator
lain hingga (72,95%).
Berdasarkan fenomena perpindahan (churn) berlangganan itulah, maka loyalitas
konsumen (consumer loyalty) menjadi penting. Sebagaimana dikemukakan Reicheld dan
Sasser dalam Nayebzadeh, et. al (2013), lebih efisien dan efektif dari segi pendapatan
(revenue) apabila perusahaan mempertahankan konsumen lama (pelanggan) daripada
menciptakan konsumen baru.
Loyalitas pelanggan menjadi fokus penelitian. Penelitian ini hendak menguji pengaruh
dari sejumlah variabel terhadap loyalitas pelanggan. Secara teoritis, Bagram & Khan
(2012) membuktikan adanya hubungan atau pengaruh dari variabel-variabel tersebut
terhadap loyalitas pelanggan. Variabel-variabel tersebut yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Perceived Value, Perceived Quality, Product Attribute, Customer Relationship,
dan Trustworthness. Berdasarkan pemikiran ini, maka dibuat gambar penelitian sebagai
berikut:
25
http://digilib.mercubuana.ac.id/
PERCEIVED VALUE
(X1)
H1
PERCEIVED QUALITY
(X2)
H2
PRODUCT
ATTRIBUTES (X3)
CUSTOMER LOYALTY
(Y)
H3
H4
CUSTOMER
RELATIONSHIP (X4)
H5
TRUSTWORTHINESS
(X5)
H6
Gambar 2.1 Desain Penelitian(Sumber: Bagram & Khan2012).
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian teoritis, penelitian terdahulu serta
kerangka pemikiran, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 1: Terdapat pengaruh Perceived Value terhadap Customer Loyalty
Hipotesis 2: Terdapat pengaruh Perceived Quality terhadap Customer Loyalty
Hipotesis 3: Terdapat pengaruh Product Attributes terhadap Customer Loyalty
Hipotesis 4: Terdapat pengaruh Customer Relationship terhadap Customer Loyalty
Hipotesis 5: Terdapat pengaruh Trustworthiness terhadap Customer Loyalty
Hipotesis 6: Terdapat pengaruh Perceived Value, Perceived Quality, Product Attributes,
Customer Relationship. dan Trustworthiness secara simultan terhadap Customer Loyalty.
26
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download