BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Customer Loyalty Costumer Loyalty didefinisikan sebagai level komitmen dari konsumen terhadap perusahaan, dimana pembelian yang terus menerus kepada produk/jasa perusahaan menunjukkan loyalitas. Dalam hal ini konsumen dan perusahaan menjadi komit satu sama lain, sehingga hubungan client-firm menjadi stabil dalam jangka panjang (Nayebzadeh, et al. (2013)). Sementara itu Yi dalam Wu (2011) mendefinisikan customer satisfaction sebagai rangkuman pengalaman konsumen mengkonsumsi suatu produk/layanan berdasarkan selisih antara ekspektasi sebelumnya dengan apa yang diperoleh setelah mengkonsumsi produk/layanan tersebut. Dick dan Basu dalam Nayebzadeh, et al. (2013) mengajukan pendapatnya bahwa terdapat 4 (empat) tipe loyalitas konsumen, yakni: 1.loyalty (level tertinggi): Situasi ini merupakan situasi yang ideal yang paling di harapkan para pemasar. Di mana konsumen bersikap positif terhadap produk atau produsen dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten. 2.spurious loyalty (dimana inertia menjadi komponen penting dalam spurious loyalty): Keadaan seperti ini ditandai dengan pengaruh non sikap terhadap perilaku, seperti norma subjektif dan faktor situasional. Situasi semacam ini dapat dikatakan pula inertia, dimana konsumen sulit membedakan berbagai merk dalam kategori produk dengan tingkat keterlibatan rendah. Sehingga pembelian ulang di lakukan atas dasar pertimbangan situasional, seperti familiarity (dikarenakan penempatan produk yang strategis pada rak pajangan, lokasi outlet di pusat perbelanjaan). 3.latent loyalty:loyaliyas dimana pelanggan menyukai produk secara diam diam 4.no loyalty: Hal ini dapat terjadi bila sikap dan perilaku pembelian ulang pelanggan sama-sama lemah, maka loyalitas tidak terbentuk. 8 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Oliver dalam Nayebzadeh, et al. (2013) mengonsepkan model empat tahap customer loyalty, yang terdiri dari empat fase sekuen dalam perkembangan loyalitas konsumen, yakni: 1.kognitif(cognitive): loyalitas pada tahap ini berhubungan langsung dengan informasi yang tersedia dari barang atau jasa dalam harga dan manfaatnya. Loyalitas pada tahap ini tergolong rendah, sehingga jika toko lain menawarkan harga yang lebih baik, maka pelanggan akan berpindah ke toko tersebut untuk berbelanja. Hal ini karena pelanggan sadar atau peka akan harga dan manfaat produk. 2.afektif (affective):suatu produk yang mau dibeli sudah masuk kedalam pikirannya 3.konatif (conative): loyalitas berhubungan dengan komitmen dalam pembelian kembali suatu produk spesifik. Pelanggan pada tahap ini memilih untuk berkomitmen membeli lagi suatu barang atau jasa secara konsisten di masa mendatang. 4.Action:pelaksanaan pembelian produk tsb Khan dan Schmittein dalam Wu (2011) maupun Vogel, et al. (2008) menyatakan, pada dasarnya apabila penyedia jasa adalah sama dalam penawaran mereka dan lemah dalam hal alternatif diferensiasi, loyalitas konsumen lebih berkaitan dengan inertia daripada sikap yang lebih positif dalam perilaku membeli. Sementara Wu (2011) melihat posisi variabel inertia, alternative atttractiveness(alternative produk menarik lain yang ditawarkan oleh competitor), relationships length(hubungan jangka panjang terlebih dahulu sebelum tujuan tercapai), dan commitment(menepati penawaran), adalah antiseden(variabel penting yang mempengaruhi) penting dari customer loyalty. 2.1.2 Perceived Value Ishaq (2012) menjelaskan bahwa selain kepuasan konsumen (customer satisfaction), penelitian-penelitian terdahulu seperti yang pernah dilakukan Andreassen & Bodil (1998), Park, et al. (2006) telah mencoba untuk menguji hubungan antara citra perusahaan (corporate image), nilai yang dirasakan (perceived value), dan kualitas layanan (service quality) dan dengan loyalitas konsumen (customer loyalty). Penelitian Bauer, et al. (2006) dalam Ishaq (2012) menemukan hubungan yang positif antara kualitas layanan dan perceived value yang kemudian menyebabkan loyalitas konsumen. 9 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Penelitian Yang & Peterson (2004) dan Sirdeshmukh, et al. (2002), sebagaimana diungkapkan Ishaq (2012), bahwa terdapat hubungan positif menemukan antara consumer perceived value dengan loyalitas konsumen. Sebagaimana dikemukakan Ishaq (2012), perceived value didefinisikan oleh Bishop (1984) dan Velimirovic, et al. (2011) sebagai “the perception about quality, social psychology, benefit and money” (persepsi mengenai kualitas, psikologi sosial, benefit dan uang). Oliver dan DeSarbo (1988) dalam Hasan, et al. (2014) mengemukakan bahwa perceived value mencerminkan hubungan “consumer’s outcome” atau “input” dengan “firm’s outcome” atau “input” dalam teori equity. Konsep “equity” berhubungan dengan persepsi konsumen dan evaluasi mengenai apa yang benar, fair, dan bernilai dalam meraih produk atau servis. Dengan kata lain, perceived value konsumen merupakan hasil dari kalkulasi reward dan pengeluaran terkait apa yang disebut sebagai penawaran (offering) oleh perusahaan (Bolton dan Lemon, 1999, dalam Hasan, et al. (2014)). Konsumen akan merasa memperoleh perlakuan yang fair jika kalkulasinya mengenai hasil pada input tersebut setara dengan apa yang perusahaan tawarkan dan diterima konsumen (Oliver dan DeSarbo. (1998) dalam Hasan, et al. (2014)). Berdasarkan hasil peneilitian Andreasen & Bodil dalam Maas dan Graf (2008), dalam hubungan antara konsumen dengan perusahaan jasa, konsep servis memiliki makna yang berbeda yang secara relatif berbeda dengan servis bidang tradisional. Sementara itu benefit dan pengorbanan diterima dari hubungan antara para pihak dalam bisnis dapat dijelaskan dengan beberapa jalan. Kotler (2003) mendefinisikan benefit total sebagai nilai total konsumen, termasuk di dalamnya nilai produk, nilai servis, nilai personal, dan nilai image. Sedangkan pengorbanan total dapat dibagi ke dalam biaya finansial, biaya waktu, biaya energy, dan biaya emosional. 10 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2.1.3 Perceived Quality Pentingnya “Perceived Quality” berasal dari dampaknya pada “Purchase Intentions”, meski riset lain menemukan hal yang sebaliknya. Sejumlah ilmuwan mendukung adanya efek langsung (a positive direct effect) dari Perceived Quality terhadap Purchase Intentions (Carman & Boulding, Staelin & Zeithml, Pasuraman, et al. dalam Tsiotsou (2005)). Sedangkan laporan lain menyatakan bahwa hubungan Perceived Quality” terhadap “Purchase Intentions” harus melalui variabel antara yakni “Customer Satisfaction” dan argumen yang menyatakan bahwa dua-duanya (direct effect atau indirect effect) sama-sama bisa dibuktikan benar (Tsiotsou, 2005) Meskipun masih merupakan perdebatan mengenai sifat relasi (direct effect atau indirect effect), Tsiotsou (2005) mengemukakan bahwa hubungan “Perceived Quality” dan “Purchase Intentions” hasilnya sama-sama baik, sedangkan pengaruhnya secara parsial lebih fokus ke jenis layanan (service), bukan produk. Meskipun “Perceived Quality” secara umum lebih merupakan konstruk pasca pembelian (a post-purchase construct) (Holbrook & Corfman, Roest & Pieters), sejumlah ilmuwan (Rust & Oliver) dalam Tsiotsou (2005) mendukung gagasan bahwa Perceived Quality bisa digunakan baik untuk konstruk setelah pembelian (post-purchase construct) maupun sebelum pembelian (prepurchase), dengan argumen bahwa pengalaman tentang produk sebelumnya tidak perlu memperkirakan kualitas. Szybillo dan Jacoby dalam Tsiotsou (2005) mengemukakan bahwa Purchase Intention akan menjadi lebih tinggi bila dikaitkan dengan Perceived Value yang tinggi dibandingkan dengan Perceived Quality yang tinggi. Berbagai studi telah menginvestigasi faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan konsumen untuk membeli (consumers intention to make purchases). Dodds dan Monroe mengeksplorasi konsepkonsep dasar yang berkaitan dengan product value, dan menyatakan bahwa konsumen akan membeli produk-produk dengan high-value, dan sebaliknya konsumen cenderung kurang tertarik membeli produk yang low-value. Menurut Dodds, et al. (Tsiotsou, 2005) product value secara langsung mempengaruhi keinginan untuk membeli. 11 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Sebagaimana dikemukakan oleh Tsiotsou (2005). kualitas (quality) merupakan konsep multidimensional yang tidak mudah untuk didefinisikan maupun diukur. Sedangkan suatu perbedaan bisa dibuat antara kualitas objektif (objective quality) dengan kualitas menurut persepsi konsumen (perceived quality). Kualitas objektif (objective quality) merujuk pada keunggulan teknis secara aktual tentang produk tersebut yang bisa diverifikasi maupun diukur (Monroe & Krishman, dalam Tsiotsou (2005). Sebaliknya, “Perceived Quality” merupakan penilaian global dari jelek (bad) hingga bagus (good), yang bercirikan level abstraksi yang tinggi dan merujuk pada setting konsumsi yang spesifik (Tsiotsou, 2005). 2.1.4 Product Quality Attributes Per definisi, atribut kualitas (quality attributes) atau atribut kualitas produk (product quality attribures) merujuk pada sinyal yang digunakan konsumen untuk berpendapat mengenai kualitas yang diharapkan atau dialami. Kualitas yang dialami (experienced quality) merujuk pada hasil evaluasi fisik suatu produk ketika mengalami, menggunakan atau mengkonsumsi produk tersebut. Sedangkan kualitas yang diharapkan (expected quality) merujuk pada titik pembelian, sebelum mengalami atau mengkonsumsi produk. Sungguhpun kualitas produk yang dialami (experienced product quality) dan kualitas produk yang diharapkan (expected product quality) merupakan dua istilah yang berbeda, namun keduanya berhubungan terutama ketika keduanya digunakan pada level yang berbeda yang dirasakan atau kualitas produk melalui isyarat intrinsik maupun ekstrinsik, dan keduanya sering dipakai dalam demonstrasi visual penilaian atribut kualitas produk (product quality attributes) (Acebron dan Dopico dalam Ackaradejruangsri, 2013). Menurut Grunert, et al. (Ackaradejruangsri, 2013). Atribut kualitas produk (product quality attributes) juga dinamakan kriteria kualitas produk (product quality criteria) . Menurut Steenkamp (Ackaradejruangsri, 2013). atribut kualitas produk merujuk pada benefit fungsional dan psikologis yang disediakan oleh suatu produk yang diobservasi sebelum dikonsumsi. Sebelum dikonsumsi, benefit tidak jelas dan terkadang tidak diketahui. Untuk alasan inilah, konsumen bisa menggunakan sejumlah tanda dalam rangka membandingkan alternatif-alternatif yang bernilai, kemudian memeringkatkan hasil evaluasi terhadap dimensi sejumlah produk sebelum memutuskan membeli atau 12 http://digilib.mercubuana.ac.id/ mengkonsumsi. Oleh karena itu, menurut Ofek dan Srinivasan, 2002 (Ackaradejruangsri, 2013) perusahaan sering memodifikasi atribut-atribut produk mereka. Berbagai faktor, seperti keberagaman preferensi konsumen, kemajuan dalam kemampuan teknologi, perubahan dalam biaya manufaktur, persaingan antara merek. Kesemuanya menjadi penggerak bagi perusahaan untuk memodifikasi dan memperbaiki atribut kualitas produk (product quality attributes) untuk mendapatkan posisi yang lebih kompetitif. Dari sudut pandangan teoritis, sejumlah sinyal dan atribut yang berhubungan dengan produk dapat menjadi alat penilaian dalam meng-guide konsumen untuk memutuskan pembelian. Sinyal umum termasuk nama merek (brand name) atau iklan nama, iklan merek, ciri-ciri produk (product feature), atau penampilan produk (product appearance), harga (price), reputasi produk (product reputation), nama toko (store name), garansi (warranty) dan jaminan (guarantee) (Akerlof, Ross, Coppeer, Rao dan More, Nelson, Leavitt, dalam Ackaradejruangsri, 2013). Menurut Olson (Ackaradejruangsri, 2013), atribut-atribut produk tersebut pada dasarnya terbagai atas dua kategori, yakni isyarat intrinsik (intrinsic cues) dan isyarat ekstrinsik (extrinsic cues). Termasuk dalam Isyarat intrinsic (intrinsic cues) adalah karakteristik produk yang berwujud atau bagian dari fisik produk yang tidak bisa diubah kecuali dengan mengubah fisik produk itu sendiri. Rasa (flavor), warna (color), tekstur (texture), dan tingkat kesegaran (degree of freshness) merupakan contoh atribut intrinsic yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas produk. Di lain pihak, isyarat ekstrinsik (extrinsic cue) mencakup karakteristik yang berhubungan dengan produk, namun tidak termasuk karakteristik fisik (Olson, 1977 dalam Ackaradejruangsri, 2013). Harga, nama merk, asal negara (country of origin), tipe outlet, presentasi mengenai produk, pengaruh pegawai toko, promosi, kemasan, dan iklan, merupakan contoh-contoh dari isyarat ekstrinsik (Steenkamp, 1989 dalam Ackaradejruangsri, 2013). 2.1.5 Customer Relationship Sebagaimana dikemukakan oleh Gronroos (Rizan, et al, 2014), sebagai hasil dari globalisasi dalam bisnis dan berkembangnya pengakuan mengenai pentingnya retensi pelanggan (customer retention), loyalitas konsumen (customer-loyalty), ekonomi pasar 13 http://digilib.mercubuana.ac.id/ dan ekonomi hubungan konsumen (customer relationship), telah membawa perusahaanperusahaan untuk menyampaikan penambahan benefit untuk konsumen. Oleh karena itu Bose (Rizan, et al, 2014) melaporkan bahwa telah banyak bukti nyata bahwa perusahaanperusahaan secara fundamental telah memodifikasi bagaimana strategi pemasaran dijalankan, yakni berpindah dari mengelola “big-pool” dari semua klien secara umum, ke arah mengelola konsumen secara spesifik. Modifikasi strategi pemasaran ini termasuk dalam memapankan, mempertahankan, dan memperkuat hubungan yang dibangun dengan menggabungkan antara hubungan jangka panjang dengan konsumen (customer relationship) dengan tujuan ekonomi yang hendak dicapai perusahaan. Filosofi dasar hubungan pemasaran berlandaskan pada asumsi bahwa interaksi dan strategi antara perusahaan dan konsumen dan memperoleh dan menjaga loyalitas konsumen Gummesson (Berry, dalam Rizan, et al, 2014) mendefinisikan hubungan pemasaran sebagai “a continuation of the mutual relationship between a service provider and a customer who lead to formation of profitability” (keberlangsungan hubungan kedua pihak antara pemasok layanan dengan konsumen yang mengarah pada formasi keuntungan). Menurut Kotler (Rizan, et al, 2014) upaya membangun hubungan jangka panjang dengan konsumen tersebut termasuk menjalankan asumsi bahwa lebih sulit memperoleh konsumen baru daripada mempertahankan dan memelihara konsumen lama, sedangkan faktanya lebih banyak yang mengejar konsumen baru sementara konsumen lama diabaikan. Pemasaran transaksional, dengan menggunakan paradigma lama, lebih menekankan pada konsep 4-P (product, placement, price, promotion) yang lebih memfokuskan pada aspek bisnis dari produk tersebut, namun tidak cukup tekanan untuk meretensi konsumen (Gummesson dalam Rizan et al, 2014). Penelitian terdahulu mengenai hubungan pemasaran (Rizan, et al, 2014) mengkonfirmasi bahwa mempertahankan konsumen perusahaan yang sudah ada ternyata jauh lebih menguntungkan daripada mencari konsumen baru. Selain itu, menurut Reichheld (Rizan 14 http://digilib.mercubuana.ac.id/ et al, 2014) hubungan pemasaran membantu dalam menambah pangsa pasar (marketshare), keuntungan (profitability), dan mengurangi biaya. 2.1.6 Trusworthiness Todd (2007) memperkenalkan paradigma baru dari “trust”, dengan rumus trust= acceptable uncertainty. Hal ini berarti bahwa ketika seseorang secara total dalam posisi ketiadapastian, adalah tidak mungkin untuknya untuk mempercayainya. Sebaliknya, ketika seseorang itu secara absolut percaya, maka orang tersebut berada dalam kondisi kepastian, atau tidak memiliki ketidakpastian. Meskipun begitu, menurut Todd (2007) kepercayaan yang absolut adalah hanya teoritis, karena di dunia nyata seseorang tidak mungkin mempercayai pikiran dan tindakan orang lain untuk setiap waktu. The Conference Board of Canada dalam tahun 2005 mendefinisikan trust sebagai “trust merupakan suatu posisi di persimpangan jalan. Pada satu sisi dari persimpangan jalan itu adalah bahwa individu berkeinginan untuk bergabung dalam perilaku kooperatif yang tidak sepi dari risiko dan ketidakpastian (Todd, 2007). Kepercayaan konsumen, sebagaimana dikemukakan oleh Norizan dan Salaheldin (Madjid, 2013), memiliki dua komponen, yakni performa dan kredibilitas. Performa atau kredibilitas trust adalah penting dalam business-to-consumer (B2C), karena perusahaan terkait dengan konsumen secara langsung. Menurut Todd (2007) trust merupakan kondisi psikologis yang tidak berbentuk yang tidak mudah untuk dipisahkan dan di-manage secara akurat. Jika peneliti tidak bisa secara langsung mengukur trust, Todd (2007) mengajukan 3 (tiga) indikator sebagai proksi, yakni: (1) assertions: what the relying (trusting) party says; yang berarti pernyataan: perkataan apa yang diandalkan pihak lain? (2) actions (how the relying party behaves): aksi (apa yang dilakukan oleh pihak lain yang membuat kita percaya), (3) conditions (the conditions that make it possible for a person to trust), berarti kondisi-kondisi yang memungkinkan seseorang untuk dipercaya. 15 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2.2 Penelitian Terdahulu yang Relevan Sejumlah penelitian yang relevan dengan penelitian ini tampak pada Tabel 2.1 Penelitian. Bhakar et al. (2015) menggunakan variabel Niat Membeli sebagai variabel terikat, variabel Dukungan Selebriti, dan Kemasan Produk sebagai variabel bebas, serta Pengetahuan Konsumen dan Nilai yang Dipersepsikan sebagai variabel mediasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dukungan Selebriti secara signifikan mempengaruhi Niat Membeli sampo. Begitu pula Pengetahuan Konsumen dan Nilai yang Dipersepsikan sebagai variabel mediator mempengaruhi Niat Membeli. Hanya saja Pengetahuan Konsumen sedikit kurang penting dalam mempengauhi Minat Membeli apabila dibandingkan dengan Nilai yang dirasakan. Berikutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Younus et al. (2015), Shafiq et al (2011), dan Hassan & Jamil (2014). Umumnya hasil penelitian membuktikan terdapat pengaruh atau hubungan yang signifikan antara dukungan selebriti, kemasan/ desain produk, dan/ atau pengetahuan konsumen terhadap niat membeli. Hanya penelitian Hassan & Jamil (2014) yang menyatakan sebaliknya, bahwa dukungan selebriti dan kemasan produk tidak mempengaruhi niat membeli. Adapun persamaan penelitian-penelitian terdahulu adalah pada penggunaan variabel. Namun perbedaannya, konstruk dari penelitian terdahulu tersebut tidak ada penelitian yang sama persis dengan konstruk penelitian ini. Selain itu lokasi penelitian merupakan orisinalitas lain penelitian ini dibandingkan dengan penelitian terdahulu yang relevan. No 1. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan Peneliti Variabel Hasil Penelitian Akbar &Parvez Service Hasil penelitian (2009) quality, Trust, menunjukkan Customer bahwa kepercayaan dan satisfaction, kepuasan pelanggan customers secara positif dan loyalty signifikan berhubungan dengan loyalitas pelanggan 16 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan(lanjutan) No Peneliti Variabel Hasil Penelitian Hasil penelitian 2. Ishaq (2012) Perceived Value, Services menunjukkan bahwa citra perusahaan tidak Quality, memiliki pengaruh dalam Corporate Image, mempromosikan loyalitas Customer pelanggan di industri telekomunikasi Loyalty Pakistan sedangkan kualitas layanan mendapat kepentingan tinggi oleh pelanggan 3. Bagram& Khan. (2012). Customer Loyalty, Consumer Attitude, Consumer Behavior Penelitian ini dilakukan terhadap 120 mahasiswa dari tiga universitas di Peshawar, Pakistan. Penelitian kuantitatif ini dianalisis dengan analisis regresi, menggunakan perangkat pengolah data SPSS 19. Hasil penelitian menunjukkan bahwa customer loyalty lebih banyak tergantung pada customer satisfaction daripada customer retention. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa customer perceived value dan customer perceived quality merupakan faktor yang memiliki kontribusi dalam customer loyalty. 4 Kheng et al(2010) Customer satisfaction Penelitian menunjukkan bahwa 17 http://digilib.mercubuana.ac.id/ No . 5 6. 7. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan(lanjutan) Peneliti Variabel Hasil Penelitian customer peningkatan kualitas loyalty pelayanan dapat meningkatkan loyalitas pelanggan Mohsan Hasil penelitian Customer et al(2011) menunjukkan bahwa Satisfaction, kepuasan pelanggan Customer Loyalty, berkorelasi positif dengan Intentions loyalitas pelanggan dan berkorelasi negatif dengan to Switch niat pelanggan untuk berpindah Hasil penelitian Pratminingsih Online menunjukkan bahwa shopping, et al(2013) kepuasan, kepercayaan dan satisfaction, komitmen trust, memiliki dampak yang commitment, signifikan terhadap customer loyalitas pelanggan loyalty Studi ini dilakukan di tiga Service Ivanauskiene negara, yakni Lithuania, &Volungenaite Quality, Latvia, dan Estonia. Survei Customer (2014). dilakukan terhadap 370 Loyalty responden yang berasal dari sektor eceran, hingga sektor peralatan rumah tangga. Teknik analisis menggunakan Principal Component Analysis dan Regresi Linear, dengan alat bantu software SPSS. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa dimensi dari layanan kualitas layanan (service quality) dari sektor industri yang spesifik cenderung berbeda di tenaga tersebut dengan menggunakan skala RSQS. Studi ini juga menemukan bahwa tiga dimensi dari Service Quality (Interaksi Personal, 18 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan(lanjutan) No Peneliti Variabel Hasil Penelitian Kebijakan, Kualitas Produk) memiliki pengaruh positif terhadap loyalitas konsumen pada responden industri rumah tangga di tiga negara tersebut. Tujuan dari studi ini adalah 8. Nguyen et al Customer untuk mengevaluasi peran (2013). Trust, variabel mediasi “Customer Customer Trust” terhadap ”Customer Loyalty, Loyalty”. Data yang Corporate digunakan adalah 1.296 Identity, responden dari anggota Corporate pemilik kartu kredit. Hasil Image, dari penelitian ini Corporate menunjukkan bahwa Reputation Customer Trust dapat berperan sebagai variabel mediasi yang memperkuat pengaruh Corporate Identity, Corporate Image, dan Corporate Reputation, terhadap loyalitas Hasil penelitian menunjukkan Services 9. Dagger perbedaan yang signifikan marketing, O’Brien antara pemula dan yang (2010). Customer sudah berpengalaman. loyalty, Secara khusus, dampak Customer satisfaction, kepercayaan, sosial dan perlakuan khusus manfaat Trust pada persepsi kepuasan, kepercayaan dan komitmen, dan akhirnya loyalitas pelanggan, 10. Sarwar et al Customer Hasil penelitian menunjukkan (2012) loyalty, bahwa Customer Trust, Customer Loyalitas Pelanggan dan Trust, Penyebab Pemasaran Customer Terkait memiliki hubungan retention positif namun Retensi Kepercayaan dan Pelanggan memiliki hubungan negatif dalam 19 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan(lanjutan) Hasil Penelitian Variabel Peneliti No konteks Pakistan. Layanan Seluler Operator Pakistan harus secara jelas mendefinisikan dan membingkai ulang kebijakan mereka mengenai aspek Tujuan penelitian ini adalah Relationship Jesrie et al 11. untuk menginvestigasi Marketing, (2013) hubungan antara komponen Customer relationship-marketing Loyalty dengan customer loyalty. Studi terhadap 384 responden pada Mehr Bank di Provinsi Kermanshah, Iran menggunakan teknis analisis data “correlation coefficient” dan regresi, dengan menggunakan SPSS. Hasil riset menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara komponen relationship marketing (termasuk trust, commitment, communication quality, conflict handling, dan competence) terhadap customer loyalty, secara parsial. Ketika dilakukan pengujian secara simultan, kelima komponen marketing relationship berpengaruh terhadap customer loyalty Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepercayaan dan loyalitas pelanggan 20 http://digilib.mercubuana.ac.id/ No 12 13 14 15 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan(lanjutan) Variabel Peneliti Hasil Penelitian Customer Khan(2012) Hasil penelitian satisfaction, menunjukkan bahwa Customer kepuasan dan daya tahan retention, pelanggan memiliki Customer dampak signifikan pada loyalty kepuasan pelanggan Customer Madjid Hasil penelitian Satisfaction, (2013) menunjukkan bahwa Customer kepuasan pelanggan Trust, memiliki pengaruh yang Customer signifikan terhadap Loyalty, kepercayaan dan loyalitas Banking pelanggan Industry Customer Nayebzadeh Hasil penelitian et al (2013) Loyalty,Custo menunjukkan bahwa inersia pelanggan memiliki mer dampak positif dan Satisfaction, signifikan terhadap Inertia, kesetiaan pelanggan Switching barriers, Trust, Commitment, Alternative Attractiveness, Zone of tolerance Rizan et al Hasil penelitian Relational (2014) mengungkapkan bahwa marketing, taktik hubungan pemasaran customer dipengaruhi loyalitas satisfaction, customer trust, pelanggan secara signifikan melalui kepercayaan customer pelanggan dan kepuasan loyalty pelanggan. Penelitian terdahulu dapat dibuatkan matrix untuk metode yang digunakan seperti pada Tabel 2.2 21 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Penelitian ini (2017) Rizan et al (2014) Nayebzadeh et al (2013) Madjid (2013) Khan (2012) Jesrie et al(2012) Sarwar et al(2012) Dagger & o brien 2010 Ivanauskiene &Volungenaite (2014). ) Nguyen et al (2013) Pratminingsih et al (2013) Mohsan et al (2011) Kheng et al (2010) Bagram & Khan (2012) Ishaq (2012) No I.Variabel Penelitian 1 Service quality 2 Trust 3 Customer satisfaction 4 customers loyalty 5 Perceived Value 6 Corporate Image, 7 Consumer Attitude, 8 Consumer Behavior 9 Intentions to Switch 10 Online shopping 11 satisfaction 12 Customer Trust, 13 Corporate Identity 14 Corporate Reputation 15 Services Akbar & Parvez (2009) Tabel 2.2 State Of The Art Penelitian Penelitian(tahun) 22 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Penelitian ini (2017) Rizan et al (2014) Nayebzadeh et al (2013) Madjid (2013) Khan (2012) Jesrie et al (2013) Sarwar et al (2012) Dagger & o brien 2010 Pratminingsih et al (2013) Mohsan et al (2011) Kheng et al (2010) Bagram & Khan (2012) Ivanauskiene &Volungenaite (2014). ) Nguyen et al (2013) No I Variabel Penelitian (lanjutan) marketing 16 Relationship Marketing 17 Customer Retention 18 Banking Industry 19 Alternative Attractiveness, 20 Zone of tolerance 21 Inertia 22 Switching barriers 23 Relational Marketing 24 Perceived Quality 25 product attribute 26.customer relationshionship 27Trustworthiness 28 commitment Ishaq (2012) Akbar & Parvez (2009) Tabel 2.2 State Of The Art Penelitian(lanjutan) Penelitian(tahun) 23 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Penelitian ini (2017) Rizan et al (2014) Nayebzadeh et al (2013) Madjid (2013) Jesrie et al (2013) Khan (2012) Sarwar et al (2012) Dagger & o brien 2010 Pratminingsih et al (2013) Mohsan et al (2011) Kheng et al (2010) Bagram & Khan (2012) Ivanauskiene &Volungenaite (2014). ) Nguyen et al (2013) No II Metode Yang Digunakan 1.Analisis Factor 2.Analisis Confirmatory Factor 3 Analisis Exploratory Factor 4 Structural equation Modeling (SEM) 5 Analisis Regresi Linear 6 Analisis Regresi Linear Berganda 7 Pearson Correlation 8 SPSS 9 AMOS Ishaq (2012) Akbar & Parvez (2009) Tabel 2.2 State Of The Art Penelitian(lanjutan) Penelitian(tahun) 24 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2.3 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis PT Telkomsel yang menguasai sekitar 42,4% pangsa pasar (market-share) telepon seluler di Indonesia per 31 Desember 2014. Berdasarkan kriteria Kotler (2003) mengenai struktur pasar, jelas PT Telkomsel merupakan pemimpin pasar (market leader) karena menguasai lebih 40% pangsa pasar. Namun sebagai pemimpin pasar, PT Telkomsel tidak bisa terlena. Faktanya dalam beberapa tahun ini telah terjadi perpindahan (churn) dari produk pascabacayar PT Telkomsel, yakni KartuHalo, yang bukan hanya pada produk lain sesama produk Telkomsel (27,05%), namun terutama terjadi perpindahan ke operator lain hingga (72,95%). Berdasarkan fenomena perpindahan (churn) berlangganan itulah, maka loyalitas konsumen (consumer loyalty) menjadi penting. Sebagaimana dikemukakan Reicheld dan Sasser dalam Nayebzadeh, et. al (2013), lebih efisien dan efektif dari segi pendapatan (revenue) apabila perusahaan mempertahankan konsumen lama (pelanggan) daripada menciptakan konsumen baru. Loyalitas pelanggan menjadi fokus penelitian. Penelitian ini hendak menguji pengaruh dari sejumlah variabel terhadap loyalitas pelanggan. Secara teoritis, Bagram & Khan (2012) membuktikan adanya hubungan atau pengaruh dari variabel-variabel tersebut terhadap loyalitas pelanggan. Variabel-variabel tersebut yang digunakan dalam penelitian ini adalah Perceived Value, Perceived Quality, Product Attribute, Customer Relationship, dan Trustworthness. Berdasarkan pemikiran ini, maka dibuat gambar penelitian sebagai berikut: 25 http://digilib.mercubuana.ac.id/ PERCEIVED VALUE (X1) H1 PERCEIVED QUALITY (X2) H2 PRODUCT ATTRIBUTES (X3) CUSTOMER LOYALTY (Y) H3 H4 CUSTOMER RELATIONSHIP (X4) H5 TRUSTWORTHINESS (X5) H6 Gambar 2.1 Desain Penelitian(Sumber: Bagram & Khan2012). Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian teoritis, penelitian terdahulu serta kerangka pemikiran, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Hipotesis 1: Terdapat pengaruh Perceived Value terhadap Customer Loyalty Hipotesis 2: Terdapat pengaruh Perceived Quality terhadap Customer Loyalty Hipotesis 3: Terdapat pengaruh Product Attributes terhadap Customer Loyalty Hipotesis 4: Terdapat pengaruh Customer Relationship terhadap Customer Loyalty Hipotesis 5: Terdapat pengaruh Trustworthiness terhadap Customer Loyalty Hipotesis 6: Terdapat pengaruh Perceived Value, Perceived Quality, Product Attributes, Customer Relationship. dan Trustworthiness secara simultan terhadap Customer Loyalty. 26 http://digilib.mercubuana.ac.id/